Anda di halaman 1dari 9

BAB IV

TUGAS KHUSUS
OSTEOPOROSIS
4.1 Latar Belakang(10)
Osteoporosis, yang ditandai dengan berkurangnya kekuatan tulang, menyerang
terutama wanita pasca menopause, tetapi dapat pula menyerang laki-laki dan
wanita, terutama usia tua lainnya yang mempunyai faktor risiko maupun penyakit
yang dapat menyebabkan osteoporosis. Osteoporosis mempunyai arti klinis ketika
timbul rasa sakit ataupun fraktur yang diakibatkan oleh penyakit ini, di beberapa
negara, osteoporosis telah menjadi penyakit metabolisme tulang yang utama. Pada
wanita angka kejadian osteoporosis lebih tinggi.Pada osteoporosis tipe I, rasio
wanita dibanding laki-laki 6:1, sedangkan tipe II rasionya 2:1.

Masalah utama pada penyakit ini adalah diagnosis penyakit ini biasanya baru
ditegakkan setelah terjadi fraktur ataupun lama setelah gejala awal penyakit ini,
oleh karena hilangnya substansi tulang pada osteoporosis berjalan sangat lambat
dan selama itu gejala yang ada asimptomatis.Dan juga meningkatnya harapan
hidup masyarakat serta perubahan pola hidup yang dapat meningkatkan risiko
terjadinya osteoporosis.Oleh sebab itu, pengetahuan mengenai faktor-faktor risiko
dan penyebab osteoporosis ini penting untuk diketahui, sehingga memberi
kemungkinan melakukan tindakan-tindakan preventif maupun mengubah pola
hidup yang dapat mempercepat terjadinya osteoporosis.

4.2 Tinjauan Pustaka


4.2.1 Definisi Osteoporosis (11)
Osteoporosis berasal dari kata osteo dan porous, osteo artinya tulang, dan porous
berarti berlubang-lubang atau keropos. Jadi, osteoporosis adalah tulang yang
keropos, yaitu penyakit yang mempunyai sifat khas berupa massa tulangnya
rendah atau berkurang, disertai gangguan mikro-arsitektur tulang dan penurunan
kualitas jaringan tulang, yang dapat menimbulkan kerapuhan tulang.

51

52

Menurut WHO pada International Consensus Development Conference, di Roma,


Itali, 1992 Osteoporosis adalah penyakit dengan sifat-sifat khas berupa massa
tulang yang rendah, disertai perubahan mikroarsitektur tulang, dan penurunan
kualitas jaringan tulang, yang pada akhirnya menimbulkan akibat meningkatnya
kerapuhan tulang dengan risiko terjadinya patah tulang.
Menurut National Institute of Health (NIH), 2001 Osteoporosis adalah kelainan
kerangka, ditandai dengan kekuatan tulang yang mengkhawatirkan dan
dipengaruhi oleh meningkatnya risiko patah tulang. Sedangkan kekuatan tulang
merefleksikan gabungan dari dua faktor, yaitu densitas tulang dan kualitas tulang.
4.2.2 Kategori Osteoporosis (10)
i. Osteoporosis postmenopause
Mempengaruhi tulang trabekular pada dekade setelah menopause
ii. Osteoporosis terkait usia
Diakibatkan hilangnya masa tulang yang dimulai setelah masa tulang puncak
tercapai dan mempengaruhi baik tulang kortikal maupun trabekular
iii. Osteoporosis sekunder
Disebabkan oleh pengobatab tertentu dan penyakit dan mempengaruhi kedua
tipe tulang.
4.2.3 Patofisiologi (10)
i.

Defisiensi estrogen meningkatkan resorpsi tulang daripada pembentukannya.


Tumor Necrosis Faktor (TNF) dan sitolkin lainnya yang menstimulasi
aktivitas osteoklas. Penunurunan Transforming Growth Faktor yang
berkaitan dengan berkurangnya estrogen juga meningkatkan osteoklas.

ii.

Hilangnya masa tulang terkait usia diakibatkan peningkatan reasorpsi tulang.


Peningkatan apoptosis osteosit dapat menurunkan respon terhadap tegangan
mekanik dan menghambat perbaikan tulang. Penuaan juga meningkatkan
resiko fraktur karena kondisi comorbid, kerusakan kognitif, pengobatan, masa
penyembuhan, asupan kalsium yang tidak cukup serta asupan dan absorbspsi
vitamin D yang tidak cukup.

53

iii.

Kejadian osteoporosis lebih rendah pada pria dapat disebabkan oleh puncak
BMD yang lebih tinggi, kecepatan hilangnya massa tulang lebih rendaah
setelah puncak , harapan hidup yang lebih baik pendek, lebih jarang
mengalami jatuh, dan penghentian hormon produksi yang lebih bertahap.

iv.

Osteoporosis yang diinduksi obat dapat disebabkan kortikosteroid sistemik


(prenison dengan dosis lebih besar dari 7,5 mg/hari), penggantian hormon
tiroid, beberapa obat antiepelepsi (contoh: fenitoin, fenobarbital), dan
penggunaan heparin dalam jangka panjang (besar dari 15.000 hingga 30.000
unit.

4.2.4 Manifestasi Klinik (10)


i. Manifestasi umum osteoporosis meliputi penurunan tinggi badan, kifosis,
lordosis, nyeri pada tulang, atau fraktur, biasanya pada vertebrata, pinggul atau
lengan bagian bawah. Fraktur dapat terjadi karena pembengkokan ,
pengangkatan, atau jatuh, atau tidak tergantung dari aktivitas apapun. Nyeri
fraktur akut biasanya dapat diatasi dalam 2 hingga 3 bulan. Nyeri fraktur kronis
dimanifestasikan sebagai nyeri yang dalam dan dekat dengan tempat patahan.

4.2.5 Sasaran Terapi


Sasaran terapi osteoporosis bagi individu dengan kategori usia hingga 20-30 tahun
adalah mencapai kepadatan tulang yang optimal. Sedangkan untuk individu
dengan kategori usia diatas 30 tahun, sasarannya adalah mempertahankan
kepadatan mineral tulang (bone mineral density / BMD) dan meminimalkan
keropos pada tulang yang diakibatkan karena pertambahan usia (age-related) atau
karena keadaan post-menopause.
Pencegahan terjadinya osteoporosis penting dilakukan pada individu dengan
keadaan osteopenia (keadaan dimana kepadatan mineral tulang dibawah nilai
normal), karena individu yang telah mengalami osteopenia dapat memiliki
kemungkinan berlanjut menjadi osteoporosis bila tak ditangani sedini mungkin.
Sedangkan untuk penderita osteoporosis dengan risiko patah tulang, sasaran
terapinya adalah meningkatkan kepadatan mineral tulang, menghindari terjadinya
keropos tulang lebih lanjut dan menjaga agar tidak sampai terjadi patah tulang

54

atau menghindari kegiatan-kegiatan yang memiliki risiko tinggi menyebabkan


patah tulang, contohnya olahraga berat.
Bagi individu yang mengalami patah tulang berkaitan dengan osteoporosis,
sasaran terapi adalah untuk mengontrol rasa nyeri, memaksimalkan proses
rehabilitasi untuk mengembalikan kualitas hidup dan kemandirian pasien, serta
mencegah terjadinya patah tulang kembali atau bahkan kematian (19).
4.2.6 Strategi Terapi (12)
Terapi farmakologi dan non farmakologi osteoporosis memiliki tujuan :
1.

mencegah terjadinya fraktur dan komplikasi

2.

pemeliharaan dan meningkatkan densitas mineral tulang

3.

mencegah pengeroposan tulang

4.

mengurangi morbiditas dan mortalitas yang berhubungan dengan


osteoporosis

4.3 Tata Laksana Terapi


4.3.1 Terapi Non Farmakologi (10)
i. Semua individu harus memiliki menu yang seimbang dengan asuan kalsium
dan vitamin D yang mencukupi
ii. Berhenti merokok meningkatkan BMD, jika merokok terus dilakukan akan
menurunkan BMD dan meningkatkan resiko fraktur
iii. Aerobik latihan beban dan alohraga yang memperkuat dapat mencegah
hilangnya massa tulang dan mengurangi jatuh dan fraktur.
4.3.2 Terapi Farmakologi(10)
i.

Kalsium

Mekanisme kerja: Kalsium penting untuk fungsi integritas sistem saraf dan otot,
untuk kontraktilitas jantung normal, dan koagulasi darah. Kalsium juga berfungsi
sebagai kofaktor enzim dan mempengaruhi aktivitas sekresi kelenjar endoktrin
dan eksokrin. Pasien dengan penyakit ginjal (bersihan kreatinin kurang dari 30
mL/menit) menunjukan retensi fosfat dan hiperfofatemia. Retensi fosfat berperan
dalam menyebabkan hiperparatiridisme sekunder yang berkaitan dengan
osteodistrofi dan klasifikasi jaringan lunak.

55

ii.

Vitamin D dan Metabolit

Mekanisme kerja: Vitamin D merupakan vitamin larut lemak yang diperoleh dari
sumber alami (Minyak hati ikan) atau dari konversi provitamin (7dehidrokolesterol dan ergosterol). Pada manusia, suplai vitamin D, tergantung
pada sinar ultraviolet untuk konversi 7-dehidrokolesterol menjadi vitamin D3,
atau ergosterol menjadi vitamin D2. Setelah pemaparan terhadap sinar uv, vitamin
D3 kemudian diubah menjadi bentuk aktif vitamin D (Kalsitriol) oleh hati dan
ginjal. Vitamin dihidroksilasi oleh enzim mikrosomal hati menjadi 25-hidroksivitamin D3. Kalsifediol dihidroksilasi terutama diginjal menjadi 1,2-dihidroksivitamin D. Kalsitriol dipercaya merupakan bentuk vitamin D yang paling aktif
dalam menstimulasi transport kalsium usus dan fosfat.

iii.

Bifosfonat

Mekanisme kerja: Bifosfonat bekerja terutama pada tulang. Kerja farmakologi


utamanya adalah inhibisi resorpsi tulang normal dan abnormal. Tidak terdapat
bukti bahwa bifosfonat dimetabolisme.

iv.

Kalsitonin

Mekanisme kerja: bersamaan dengan hormon paratiroid, kalsitonin berperan


dalam mengatur homeostatis kalsium dan metabolisme kalsium tulang. Kalsitonin
dilepaskan dari kelenjar tiroid ketika terjadi peningkatan kadar kalsium serum.
Kalsitonin salmon digunakan secara klinis sebab lebih poten dan bertahan lebih
lama daripada kalsitonin mamalia.

v.

Estrogen dan terapi hormonal

Mekanisme kerja: Estrogen menurunkan aktivitas osteoclast, menghambat PTH


secara periferal. Meningkatkan konsentrasi kalsitriol dan absorpsi kalsium diusus,
dan menurunkan ekskresi kalsium oleh ginjal.

56

vi.

Fitoestrogen

Isoflavonoid (protein kedelai) dan lignan (flaxseed) merupakan bentuk estrogen


dimana efeknya terhadap tulang dapat disebabkan aktivitas agonis reseptor
estrogen tulang atau efek terhadap osteoblas dan osteoklas. beberapa studi
isoflavon menggunakan dosis yang lebih besar dilaporkan dapat menurunkan
penanda resorpsi tulang dan sedikit meningkatkan densitas (16).

vii.

Testosteron dan Steroid anabolit

Penurunan konsentrasi testosteron tampak pada penyakit gonad, gangguan


pencernaan dan terapi glukokortikoid. Berdasarkan penelitian terapi testosteron ini
dapat meningkatkan BMD dan mengurangi hilangnya massa tulang pada pasien
osteoporosis laki-laki (14).

viii.

Eriparatide/hormon paratiroid untuk pembentukan tulang

Terapi anabolik ini hanya untuk terapi menjaga dan memelihara bentuk tulang.
Teriparatide merupakan produk rekombinan yang mewakili 34 asam amino
pertama dalam PTH manusia. Teriparatide meningkatkan formasi tulang,
perubahan bentuk tulang dan jumlah osteoblast beserta aktivitasnya sehingga
massa tulang akan meningkat. Teriparatide disarankan oleh FDA kepada wanita
postmenopouse dan laki-laki yang memiliki resiko tinggi terjadi fraktur. Efikasi
dari teriparatide ini dapat meningkatkan BMD. PTH analog sangat penting dalam
pengelolaan pasien osteoporosis yang memiliki risiko tinggi patah tulang karena
PTH merangsang pembentukan tulang baru. Kontraindikasi teriparatide ini yaitu
pada pasien hiperkalsemia, penyakit metabolik tulang lainnya dan kanker otot (15).

57

4.3.3 Algoritma terapi kesehatan tulang (10)


Pencegahan dan Pengobatan
Nutrisi yang tepat (mineral dan elektrolit, vitamin, protein, karbohidrat)
Suplemen kalsium dan vitamin D jika diperlukan untuk mencapai asuhan yang cukup
Kebiasaan sosial yang sehat
Pencegahan jatuh dan trauma

Pengobatan tanpa pengukuran BMD


Pria dan wanita dengan resiko tinggi patah
dan patah tulang
Pria dan wanita yang mengkomsumsi
kortikosteroid sistemik kronik

Osteoporosis panggul

Populasi yang tepat untuk uji BMD


Semua wanita 65 tahun
Wanita berusia 60-64 tahun dengan
resiko patah tulang osteoporosis
Pria dengan resiko tinggi

Osteoporosis Skor T -1

Skor T -2.0

Skor T -2,5

Pengobatan dengan bifosfonat

hingga -2,5

Workup untuk
osteoporosis sekunder
PTH
TSH
Tes spesifik kondisi

Hanya osteoporosis
tulang belakang
skor T T -1
sampai -2,5

BMD
normal
skor T > -1

Pilihan dan pengobatan


Intoleransi bifosfonat

Bifosponat
Raloxifene
Kalcitonin
Pengobatan penyebab
yang mendasari,jika ada

Pilihan pengobatan
Bifosfonat parenteral
Teriparatide
Raloxifene
Kalsitonin

Gambar II. 1 Algoritma terapi kesehatan tulang

Monitor DXA setiap


1-5 tahun dara yang
mendukung
pengobatan dengan
medikasi tidak
menyakinkan

58

4.6 Pembahasan
Algoritma terapi dibagi menjadi dua yaitu (13)
1. Pengobatan tanpa pengukuran BMD (Bone Mineral Density)
Pertimbangan terapi tanpa pengukuran BMD :
a. Pria dan wanita dengan peningkatan risiko kerapuhan tulang
b. Pria dan wanita yang menggunakan glukokortikoid dalam jangka waktu
lama
Terapi dapat dilakukan dengan Biphosphonate, jika intolerance dengan
Biphosphonate pilihan terapi obat lainnya adalah Raloxifene, kalsitonin
nasal, teriparatide, bifosfonat parenteral. Jika kerapuhan tetap berlanjut
setelah pemakaian Biphosphonate, maka pilihan terapi lainnya adalah
teriparatide

2. Pengobatan dengan pengukuran BMD (Bone Mineral Density)


Populasi yang perlu pengukuran BMD :
a. Untuk wanita dengan usia 65 tahun
b. Untuk wanita usia 60-64 tahun postmenopause dengan peningkatan
risiko osteoporotis
c. Pria dengan 70 tahun atau yang risiko tinggi
Dari hasil pengukuran BMD, jika T-score >-1, maka nilai BMD termasuk normal,
tetapi tetap diperlukan monitoring DXA setiap 1-5 tahun. Dan jika diperlukan
pengobatan, maka pilihan pengobatannya adalah Biphosponate, Raloxifene,
Calcitonin

(13)

. Jika T-score -1 s/d -2,5, maka termasuk dalam osteopenia. Dapat

dilakukan monitoring DXA setiap 1-5 tahun. Dan jika diperlukan pengobatan,
maka pilihan pengobatannya adalah Biphosponate, Raloxifene, Calcitonin
Jika T-score <-2,0 dilakukan pemeriksaan lanjut untuk osteoporosis sekunder,
yaitu dengan pengukuran PTH, TSH, 25-OH vitamin D, CBC, panel kimia, tes
kondisi spesifik. Kemudian dilakukan terapi berdasarkan penyebab, bila ada, yaitu
dengan Biphosphonate, jika intoleransi dengan Biphosphonate maka pilihan
pengobatannya adalah Biphosphonate parenteral, Teriparatide, Raloxifene dan
Calcitonin.

59

Dari hasil pengukuran Osteoporosis dengan skor T < -2,5, terapi dapat dilakukan
dengan Biphosphonate, jika intolerance dengan Biphosphonate pilihan terapi obat
lainnya adalah Raloxifene, kalsitonin nasal, teriparatide, bifosfonat parenteral.
Jika kerapuhan tetap berlanjut setelah pemakaian Biphosphonate, maka pilihan
terapi lainnya adalah teriparatide.

Anda mungkin juga menyukai