Anda di halaman 1dari 9

SUBJEKTIF:

Seorang laki-laki, 35 tahun datang ke Poliklinik Jiwa RSUD Pangkep dengan keluhan
sering berkeringat dingin dan jantung berdebar-debar, yang dialami sejak 2 bulan yang lalu,
terutama pada malam hari menjelang tidur. OSI mengeluh sulit tertidur saat malam. OSI juga
tidak berani keluar rumah karena merasa sering diperbincangkan oleh tetangga. OSI bekerja
sebagai PNS dengan seorang istri dan 2 orang anak. Sebelumnya OSI tidak pernah merasa
seperti ini, keluhan ini mulai dirasakan sejak sering mendengar teman-teman kantornya
membicarakan teman sesama ruangan OSI.
OBJEKTIF:
Dari hasil pemeriksaan fisik diperoleh:
Tanda-tanda vital T = 120/80 mmHg N = 80 kali/menit, P = 24 kali/menit, S = 36,5C.
Kepala
: bibir sianosis (-), tanda-tanda trauma (-)
Leher
: Nyeri tekan (-), Massa tumor (-), kaku kuduk (-)
Dada
: dalam batas normal
Jantung
: Dalam batas normal
Abdomen : dalam batas normal
Ekstremitas : dalam batas normal
Genital

: tidak ada kelainan

ASSESMENT
Sensasi anxietas sering dialami oleh hampir semua manusia. Perasaan tersebut
ditandai oleh ketakutan yang difus, tidak menyenangkan, seringkali disertai oleh gejala
otonomik, seperti nyeri kepala, berkeringat, palpitasi, gelisah, dan sebagainya. Anxietas
merupakan gejala yang umum tetapi non-spesifik yang sering merupakan satu fungsi emosi.
Kumpulan gejala tertentu yang ditemui selama kecemasan cenderung bervariasi, pada setiap
orang tidak sama. Anxietas yang patologik biasanya merupakan kondisi yang melampaui
batas normal terhadap satu ancaman yang sungguh-sungguh dan maladaptif.
Anxietas sendiri dapat sebagai gejala saja yang terdapat pada gangguan psikiatrik,
dapat sebagai sindroma pada neurosis cemas dan dapat juga sebagai kondisi normal. Anxietas
normal sebenarnya suatu hal yang sehat, karena merupakan tanda bahaya tentang keadaan
jiwa dan tubuh manusia supaya dapat mempertahankan diri dan anxietas juga dapat bersifat
konstruktif, misalnya seorang pelajar yang akan menghadapi ujian, merasa cemas, maka ia
akan belajar secara giat supaya kecemasannya dapat berkurang.
Gangguan anxietas memiliki beberapa bentuk, antara lain gangguan anxietas fobik,
gangguan panik, gangguan anxietas menyeluruh, gangguan campuran anxietas dan depresi,
gangguan obsesif-kompulsif dan gangguan stress pasca trauma. Angka prevalensi untuk
gangguan anxietas menyeluruh 3-8% dan rasio antara perempuan dan laki-laki sekitar 2:1.
Pasien gangguan anxietas menyeluruh sering mengalami komorbiditas dengan gangguan

mental lainnya seperti Gangguan Panik, Gangguan Obsesif Kompulsif, Gangguan Stres Pasca
Trauma, dan Gangguan Depresi Berat.
Dalam referat ini, akan dibahas lebih mendetail mengenai gangguan anxieta
menyeluruh, yakni mencakup definisi, epidemiologi, etiologi, gambaran klinis,
diagnosis,diagnosis banding, penatalaksanaan, serta prognosis.
DEFINISI
Gangguan anxietas menyeluruh (Generalized Anxiety Disorder, GAD) merupakan
kondisi gangguan yang ditandai dengan kecemasan dan kekhawatiran yang berlebihan dan
tidak rasional bahkan terkadang tidak realistik terhadap berbagai peristiwa kehidupan seharihari. Kondisi ini dialami hampir sepanjang hari, berlangsung sekurang-kurangnya selama 6
bulan. Kecemasan yang dirasakan sulit untuk dikendalikan dan berhubungan dengan gejalagejala somatik seperti ketegangan otot, iritabilitas, kesulitan tidur, dan kegelisahan sehingga
menyebabkan penderitaan yang jelas dan gangguan yang bermakna dalam fungsi sosial dan
pekerjaan.
GAD ditandai dengan kecemasan yang berlebihan dan khawatir yang berlebihan
tentang peristiwa-peristiwa kehidupan sehari-harinya tanpa alasan yang jelas untuk khawatir.
Kecemasan ini tidak dapat dikontrol sehingga dapat menyebabkan timbulnya stres dan
mengganggu aktivitas sehari-hari, pekerjaan dan kehidupan sosial.
Pasien dengan GAD biasanya mempunyai rasa risau dan cemas yang berlanjut dengan
ketegangan motorik, kegiatan autonomik yang berlebihan, dan selalu dalam keadaan siaga.
Beberapa pasien mengalami serangan panik dan depresi.

EPIDEMIOLOGI
Angka prevalensi untuk gangguan anxietas menyeluruh 3-8% , dengan prevalensi
pada wanita > 40 tahun sekitar 10%. Rasio antara perempuan dan laki-laki sekitar 2:1. Onset
penyakit biasanya muncul pada usia pertengahan hingga dewasa akhir, dengan insidens yang
cukup tinggi pada usia 35-45 tahun. GAD merupakan gangguan kecemasan yang paling
sering ditemukan pada usia tua.
ETIOLOGI
Terdapat beberapa teori yang menjelaskan faktor yang diduga menyebabkan
terjadinya gangguan anxietas menyeluruh. Teori-teori tersebut antara lain :
a. Teori Biologi
Area otak yang diduga terlibat pada timbulnya GAD adalah lobus oksipitalis yang
mempunyai reseptor benzodiazepine tertinggi di otak. Basal ganglia, sistem limbik, dan
korteks frontal juga dihipotesiskan terlibat pada etiologi timbulnya GAD. Pada pasien GAD
juga ditemukan sistem serotonergik yang abnormal. Neurotransmiter yang berkaitan dengan
GAD adalah GABA, serotonin, norepinefrin, glutamate, dan kolesistokinin. Pemeriksaan
PET (Positron Emision Tomography) pada pasien GAD ditemukan penurunan metabolisme di
ganglia basal dan massa putih otak.

b. Teori Genetik
Pada sebuah studi didapatkan bahwa terdapat hubungan genetik pasien GAD dan
gangguan Depresi Mayor pada pasien wanita. Sekitar 25% dari keluarga tingkat pertama
penderita GAD juga menderita gangguan yang sama. Sedangkan penelitian pada pasangan
kembar didapatkan angka 50% pada kembar monozigotik dan 15% pada kembar dizigotik.
c. Teori Psikoanalitik
Teori ini menghipotesiskan bahwa anxietas adalah gejala dari konflik bawah sadar
yang tidak terselesaikan. Pada tingkat yang paling primitif, anxietas dihubungkan dengan
perpisahan dengan objek cinta. Pada tingkat yang lebih matang lagi, anxietas dihubungkan
dengan kehilangan cinta dari objek yang penting. Anxietas kastrasi berhubungan dengan fase
oedipal, sedangkan anxietas superego merupakan ketakutan seseorang untuk mengecewakan
nilai dan pandangannya sendiri (merupakan anxietas yang paling matang).
d. Teori kognitif-perilaku
Penderita GAD berespon secara salah dan tidak tepat terhadap ancaman, disebabkan
oleh perhatian yang selektif terhadap hal-hal yang negative pada lingkungan, adanya distorsi
pada pemrosesan informasi dan pandangan yang sangat negative terhadap kemampuan diri
untuk menghadapi ancaman.

GAMBARAN KLINIS
Gambaran klinis dinilai dari 2 hal, yaitu gejala somatik dan gejala psikologik.
1.

Gejala somatik

Gemetar

Nyeri punggung dan nyeri kepala

Ketegangan otot

Napas pendek, hiperventilasi

Mudah lelah, sering kaget

Hiperaktivitas otonomik (wajah merah dan pucat, takikardia, palpitasi, tangan rasa
dingin, diare, mulut kering, sering kencing)

2.

Parestesia

Sulit menelan

Gejala psikologik

Rasa takut yang berlebihan dan sulit untuk dikontrol

Sulit konsentrasi

Insomnia

Libido menurun

Rasa mual di perut

Hipervigilance (siaga berlebih)

Gangguan anxietas menyeluruh juga memiliki pengaruh terhadap tekanan darah. Ada
dua faktor yang paling berpengaruh pada tekanan darah, yaitu curah jantung (cardiac output)
dan tahanan perifer (peripheral resistance). Anxietas akan merangsang respon hormonal dari
hipotalamus yang akan mengsekresi CRF ( Cortisocoprin- Releasing Factor) yang
menyebabkan sekresi hormon-hormon hipofise. Salah satu dari hormon tersebut adalah
ACTH (Adreno- Corticotropin Hormon). Hormon tersebut akan merangsang korteks adrenal
untuk mengsekresi kortisol kedalam sirkulasi darah. Peningkatan kadar kortisol dalam darah
akan mengakibatkan peningkatan renin plasma, angiotensin II dan peningkatan kepekaan
pembuluh darah terhadap katekolamin, sehingga terjadi peningkatan tekanan darah. Selain itu
hipotalamus juga berfungsi sebagi pusat dari system saraf otonom. Sistem ini terbagi atas
sistem simpatis dan sistem parasimpatis. Pada anxietas terjadi sekresi adrenalin berlebihan
yang menyebabkan peningkatan tekanan darah, sedanngkan pada anxietas yang sangat berat
dapat terjadi reaksi yang dipengaruhi oleh komponen parasimpatis sehingga akan
mengakibatkan penurunan tekanan darah dan frekuensi denyut jantung. Pada kecemasan yang
kronis, kadar adrenalin terus meninggi, sehingga kepekaan terhadap rangsangan yang lain
berkurang dan akan terlihat tekanan darah meninggi.Pada gangguan anxietas menyeluruh
yang terutama berperan adalah neurotransmiter serotonin. Pada saat ini telah diidentifikasi
tiga reseptor serotonin, yaitu : 5-HT1, 5-HT2 dan 5-HT3 . Menurut Kabo reseptor 5-HT1
bersifat sebagai inhibitor, sedangkan reseptor 5-HT2 dan reseptor 5-HT3 bersifat sebagai
eksitator. Menurut Gothert, aktivasi reseptor 5-HT1 akan mengurangi kecemasan sedangkan
aktivasi reseptor 5-HT2 akan meningkatkan tekanan darah.

DIAGNOSIS
Kriteria diagnostik gangguan anxietas menyeluruh menurut DSM IV-TR :
a. Kecemasan atau kekhawatiran yang berlebihan yang timbul hampir setiap hari,
sepanjang hari, terjadi selama sekurangnya 6 bulan, tentang sejumlah aktivitas atau kejadian
(seperti pekerjaan atau aktivitas sekolah)
b.

Penderita merasa sulit mengendalikan kekhawatirannya

c. Kecemasan atau kekhawatiran disertai tiga atau lebih dari enam gejala berikut ini
(dengan sekurangnya beberapa gejala lebih banyak terjadi dibandingkan tidak terjadi selama
enam bulan terakhir).
Catatan : hanya satu nomor yang diperlukan pada anak :
1.

Kegelisahan

2.

Merasa mudah lelah

3.

Sulit berkonsentrasi atau pikiran menjadi kosong

4.

Iritabilitas

5.

Ketegangan otot

6.

Gangguan tidur (sulit tertidur atau tetap tidur, atau tidur gelisah, dan tidak
memuaskan)

d. Fokus kecemasan dan kekhawatiran tidak terbatas pada gangguan aksis I,


misalnya kecemasan atau ketakutan adalah bukan tentang menderita suatu serangan panik
(seperti pada gangguan panik), merasa malu pada situasi umum (seperti pada fobia sosial),
terkontaminasi (seperti pada gangguan obsesif kompulsif), merasa jauh dari rumah atau sanak
saudara dekat (seperti gangguan anxietas perpisahan), penambahan berat badan (seperti pada
anoreksia nervosa), menderita keluhan fisik berganda (seperti pada gangguan somatisasi),
atau menderita penyakit serius (seperti pada hipokondriasis) serta kecemasan dan
kekhawatiran tidak terjadi semata-mata selama gangguan stres pasca trauma.
e. Kecemasan, kekhawatiran, atau gejala fisik menyebabkan penderitaan yang bermakna
secara klinis, atau gangguan pada fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lain.
f. Gangguan yang terjadi adalah bukan karena efek fisiologis langsung dari suatu zat
(misalnya penyalahgunaan zat, medikasi) atau kondisi medis umum (misalnya
hipertiroidisme), dan tidak terjadi semata-mata selama suatu gangguan mood, gangguan
psikotik, atau gangguan perkembangan pervasif.
Penegakan diagnosis gangguan anxietas menyeluruh berdasarkan PPDGJ-III sebagai berikut :
Pasien harus menunjukkan anxietas sebagai gejala primer yang berlangsung hampir setiap
hari untuk beberapa minggu sampai beberapa bulan, yang tidak terbatas atau hanya menonjol
pada keadaan situasi khusus tertentu saja (sifatnya free floating atau mengambang)

Gejala-gejala
tersebut
biasanya
mencakup
unsur-unsur
berikut
:
(a)
Kecemasan (khawatir akan nasib buruk, merasa seperti di ujung tanduk, sulit
konsentrasi,
dan
sebagainya);
(b) Ketegangan motorik (gelisah, sakit kepala, gemetaran, tidak dapat santai); dan
(c) Overaktivitas otonomik (kepala terasa ringan, berkeringat, jantung berdebar-debar,
seska napas, keluhan lambung, pusing kepala, mulut kering dan sebagainya).

Pada anak-anak sering terlihat adanya kebutuhan berlebihan untuk ditenangkan


(reassurance)
serta
keluhan-keluhan
somatic
berulang
yang
menonjol
Adanya gejala-gejala lain yang sifatnya sementara (untuk beberapa hari), khususnya
depresi, tidak membatalkan diagnosis utama Gangguan Anxietas Menyeluruh, selama hal
tersebut tidak memenuhi kriteria lengkap dari episode depresif (F32.-), gangguan anxietas
fobik (F40.-), gangguan panik (F41.0), atau gangguan obsesif-kompulsif (F42.-).

DIAGNOSIS BANDING
Gangguan anxietas menyeluruh perlu dibedakan dari kecemasan akibat kondisi medis
umum maupun gangguan yang berhubungan dengan penggunaan zat. Diperlukan
pemeriksaan medis termasuk tes kimia darah, elektrokardiografi, dan tes fungsi tiroid. Klinisi
harus menyingkirkan adanya intoksikasi kafein, penyalahgunaan stimulansia, kondisi putus
zat atau obat seperti alkohol, hipnotik-sedatif dan anxiolitik.
Kelainan neurologis, endokrin, metabolik dan efek samping pengobatan pada
gangguan panik harus dapat dibedakan dengan kelainan yang terjadi pada gangguan anxietas

menyeluruh. Selain itu, gangguan anxietas menyeluruh juga dapat didiagnosis banding
dengan fobia, gangguan obsesif-kompulsif, hipokondriasis, gangguan somatisasi, dan
gangguan stres post-trauma.

Fobia

Pada fobia, kecemasan terjadi terhadap objek/hal tertentu sehingga pasien berusaha
untuk menghindarinya, sedangkan pada GAD, tidak terdapat objek tertentu yang
menimbulkan kecemasan.

Gangguan obsesif kompulsif

Pada gangguan obsesif kompulsif, pasien melakukan tindakan berulang-ulang


(kompulsi) untuk menghilangkan kecemasannya, sedangkan pada GAD, pasien sulit untuk
menghilangkan kecemasannya, kecuali pada saat tidur.

Hipokondriasis

Pada hipokondriasis maupun somatisasi, pasien merasa cemas terhadap penyakit


serius ataupun gejala-gejala fisik yang menurut pasien dirasakannya dan berusaha datang ke
dokter untuk mengobatinya, sedangkan pada GAD, pasien merasakan gejala-gejala
hiperaktivitas otonomik sebagai akibat dari kecemasan yang dirasakannya.

Gangguan stres pasca trauma

Pada gangguan stres pasca trauma, kecemasan berhubungan dengan sutau peristiwa
ataupun trauma yang sebelumnya dialami oleh pasien, sedangkan pada GAD kecemasan
berlebihan
berhubungan
dengan
aktivitas
sehari-hari.
PENATALAKSANAAN
1.

Farmakoterapi

a.

Benzodiazepin

Merupakan pilihan obat pertama. Pemberian benzodiazepine dimulai dengan dosis


terendah dan ditingkatkan sampai mencapai respons terapi. Pengguanaan sediaan dengan
waktu paruh menengah dan dosis terbagi dapat mencegah terjadinya efek yang tidak
diinginkan. Lama pengobatan rata-rata 2-6 minggu, dilanjutkan dengan masa tapering off
selama 1-2 minggu. Spektrum klinis Benzodiazepin meliputi efek anti-anxietas,
antikonvulsan, anti-insomnia, dan premedikasi tindakan operatif. Adapun obat-obat yang
termasuk dalam golongan Benzodiazepin antara lain :

Diazepam, dosis anjuran oral = 2-3 x 2-5 mg/hari; injeksi = 5-10 mg 9im/iv),
broadspectrum

Chlordiazepoxide, dosis anjuran 2-3x 5-10 mg/hari, broadspectrum

Lorazepam, dosis anjuran 2-3x 1 mg/hari, dosis anti-anxietas dan anti-insomnia berjauhan
(dose-related), lebih efektif sebagai anti-anxietas, untuk pasien-pasien dengan kelainan hati
dan ginjal
Clobazam, dosis anjuran 2-3 x 10 mg/hari, , dosis anti-anxietas dan anti-insomnia
berjauhan (dose-related), lebih efektif sebagai anti-anxietas, psychomotor performance paling
kurang terpengaruh, untuk pasien dewasa dan usia lanjut yang masih ingin tetap aktif
Bromazepam, dosis anjuran 3x 1,5 mg/hari, , dosis anti-anxietas dan anti-insomnia
berjauhan (dose-related), lebih efektif sebagai anti-anxietas.
Alprazolam, dosis anjuran 3 x 0,25 0,5 mg/hari, efektif untuk anxietas tipe antisipatorik,
onset of action lebih cepat dan mempunyai komponen efek anti-depresi

b.

Non-benzodoazepin (Buspiron)

Buspiron efektif pada 60-80% penderita GAD. Buspiron lebih efektif dalam
memperbaiki gejala kognitif disbanding gejala somatik. Tidak menyebabkan withdrawal.
Dosis anjuran 2-3x 10 mg/hari. Kekurangannya adalah, efek klinisnya baru terasa setelah 2-3
minggu. Terdapat bukti bahwa penderita GAD yang sudah menggunakan Benzodiazepin
tidak akan memberikan respon yang baik dengan Buspiron. Dapat dilakukan penggunaan
bersama antara Benzodiazepin dengan Buspiron kemudian dilakukan tapering Benzodiazepin
setelah 2-3 minggu, disaat efek terapi Buspiron sudah mencapai maksimal

2.

Psikoterapi

a.

Terapi kognitif perilaku

Teori Cognitive Behavior pada dasarnya meyakini bahwa pola pemikiran manusia
terbentuk melalui proses rangkaian stimulus-kognisi-respon, dimana proses kognisi akan
menjadi faktor penentu dalam menjelaskan bagaimana manusia berpikir, merasa dan
bertindak. Terapi kognitif perilaku diarahkan kepada modifikasi fungsi berpikir, merasa dan
bertindak, dengan menekankan peran otak dalam menganalisa, memutuskan, bertanya,
berbuat dan memutuskan kembali. Dengan mengubah arus pikiran dan perasaan, klien
diharapkan dapat mengubah tingkah lakunya, dari negatif menjadi positif. Tujuan terapi

kognitif perilaku ini adalah untuk mengajak pasien menentang pikiran (dan emosi) yang salah
dengan menampilkan bukti-bukti yang bertentangan dengan keyakinan mereka tentang
masalah yang dihadapi. Pendekatan kognitif mengajak pasien secara kangsung mengenali
distorsi kognitif dan pendekatan perilaku, mengenali gejala somatik secara langsung. Teknik
utama yang digunakan pada pendekatan behavioral adalah relaksasi dan biofeedback.
b. Terapi suportif
Pasien diberikan re-assurance dan kenyamanan, digali potensi-potensi yang ada dan
belum tampak, didukung egonya, agar lebih bisa beradaptasi optimal dalam fungsi sosial dan
pekerjaannya.
c.

Psikoterapi Berorientasi Tilikan

Terapi ini mengajak pasien ini untuk mencapai penyingkapan konflik bawah sadar,
menilik egostrength, relasi objek, serta keutuhan self pasien. Dari pemahaman akan
komponen-komponen tersebut, kita sebagai terapis dapat memperkirakan sejauh mana pasien
dapat diubah untuk menjadi lebih matur, bila tidak tercapai, minimal kita memfasilitasi agar
pasien dapat beradaptasi dalam fungsi sosial dan pekerjaannya.

IX.

PROGNOSIS

Gangguan anxietas menyeluruh merupakan suatu keadaan kronis yang mungkin


berlangsung seumur hidup. Prognosis dipengaruhi oleh usia, onset, durasi gejala dan
perkembangan komorbiditas gangguan cemas dan depresi. Karena tingginya insidensi
gangguan mental komorbid pada pasien dengan gangguan kecemasan menyeluruh, perjalanan
klinis dan prognosis gangguan cemas menyeluruh sukar untuk ditentukan. Namun demikian,
beberapa data menyatakan bahwa peristiwa kehidupan berhubungan dengan onset gangguan
kecemasan umum. Terjadinya beberapa peristiwa kehidupan yang negatif secara jelas
meningkatkan kemungkinan akan terjadinya gangguan cemas menyeluruh. Menurut
definisinya, gangguan kecemasan umum adalah suatu keadaan kronis yang mungkin seumur
hidup. Sebanyak 25% penderita akhirnya mengalami gangguan panik, juga dapat mengalami
gangguan
depresi
mayor.
Dalam menentukan prognosis dari gangguan cemas menyeluruh, perlu diingat bahwa
banyak segi yang harus dipertimbangkan. Hal ini berhubung dengan dinamika terjadinya
gangguan cemas serta terapinya yang begitu kompleks. Keadaan penderita, lingkungan
penderita, dan dokter yang mengobatinya ikut mengambil peran dalam menentukan prognosis
gangguan cemas menyeluruh.
Ditinjau dari kepribadian premorbid, jika penderita sebelumnya telah menunjukkan
kepribadian yang baik di sekolah, di tempat kerja atau dalam interaksi sosialnya, maka
prognosisnya lebih baik daripada penderita yang sebelumnya banyak menemui kesulitan
dalam pergaulan, kurang percaya diri, dan mempunyai sifat tergantung pada orang lain.
Kematangan kepribadian juga dapat dilihat dari kemampuan seseorang dalam menanggapi
kenyataan-kenyataan, keseimbangan dalam memadukan keinginan-keinginan pribadi dengan
tuntutan-tuntutan masyarakat, integrasi perasaan dengan perbuatan, kemampuan

menyesuaikan diri dengan lingkungan dan lain sebagainya. Semakin matang kepribadian
premorbidnya, maka prognosis gangguan cemas menyeluruh juga semakin baik.
Mengenai hubungan dengan terapi, semakin cepat dilakukan terapi pada gangguan
kecemasan menyeluruh, maka prognosisnya menjadi lebih baik. Demikian pula dengan
situasi tempat pengobatan, semakin pasien merasa nyaman dan cocok dengan situasinya,
maka hasilnya akan lebih baik dan akan mempengaruhi prognosisnya. Pengobatan sebaiknya
dilakukan sebelum gejala-gejala menjadi alat untuk mendapatkan keuntungan-keuntungan
sampingan misalnya untuk mendapatkan simpati, perhatian, uang, dan peringanan dari
tanggung jawabnya. Jika gejala-gejala sudah merupakan alat untuk mendapatkan keuntungankeuntungan tersebut, maka kemauan pasien untuk sembuh berkurang dan prognosis akan
menjadi lebih jelek. Faktor stres juga ikut menentukan prognosis dari gangguan cemas
menyeluruh. Jika stres yang menjadi penyebab timbulnya gangguan cemas menyeluruh relatif
ringan, maka prognosis akan lebih baik karena penderita akan lebih mampu mengatasinya.
Kalau dilihat dari lingkungan hidup penderita, sikap orang-orang di sekitarnya juga
berpengaruh terhadap prognosis. Sikap yang mengejek akan memperberat penyakitnya,
sedangkan sikap yang membangun akan meringankan penderita. Demikian juga peristiwa
atau masalah yang menimpa penderita misalnya kehilangan orang yang dicintai, rumah
tangga yang kacau, kemunduran finansial yang besar akan memperjelek prognosisnya.

Penanganan pada pasien ini:


-

Haloperidol 0,5 mg

Alprazolam 0,5mg

PLANNING
Diagnosis:
Dari anamnesis dan pemriksaan fisis, ditemukan gejala dan tanda yang mengarah ke
diagnosis gangguan cemas menyeluruh (F41.1).
Pengobatan:
Meyakinkan pasien bahwa keadaan pasien baik-baik saja dan diberikan Alprazolam
0,5mg dan Haloperidol 0,5 mg untuk mengatasi gangguan cemas.
Pendidikan:
Pasien dianjurkan untuk berkonsultasi dengan ahli psikiatrik untuk dapat mengobati
lebih lanjut penyakit yang sedang dideritanya.
Konsultasi:
Konsultasi diperlukan untuk memberikan penatalaksanaan yang optimal kepada
pasien. Pasien ini kemudian dirujuk kepada doker ahli psikiatrik untuk mendapatkan
advis pengobatan selanjutnya.

Anda mungkin juga menyukai