Anda di halaman 1dari 10

Fisiologi Tumbuhan (JCKK

141)

Maret 2016

PEMATAHAN DORMANSI BIJI DAN PERKCAMBAHAN


MARFUAH
Program Studi Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Universitas Lambung Mangkurat, Banjarbaru, 70714
ABSTRAK
Proses pertumbuhan embrio dan komponen biji yang mempunyai
kemampuan untuk tumbuh secara normal menjadi tumbuhan baru
disebut juga dengan perkecambahan. Biji yang hidup di tempat yang
sesuai namun tidak mengalami perkecambahan makan biji tersebut
dikatakan mengalami dormansi. Dormansi biji dapat diakibatkan oleh
kondisi fisik dari kulit biji, keadaan fisiologis embrio atau kombinasi
keduanya. Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui
perkembangan benih menjadi kecambah, persentase perkecambahan
benih, serta untuk mengetahui perlakuan mana yang cepat mengalami
perkecambahan. Metode yang digunakan dalam percobaan ini adalah
dengan melakukan teknik perendaman berbeda terhadap biji
kecambah antara lain dengan larutan H2SO4, NaOH, HCl, air sebagai
kontrol dan air panas yang kemudian ditanam di media tumbuh.
Adapun hasil pengamatan selama 7 hari yaitu Persentase
Pekecambahan (PPa) biji kacang hijau dengan perlakuan H2SO4, air

panas, NaOH, NaCl dan kontrol berturut-turut yaitu 80%, 10%,


100%, 95%, dan 90%. Berdasarkan hasil yang diperoleh dapat
disimpulkan bahwa bibit tanaman kacang hijau dengan perlakuan NaCl
mengalami perkecambahan paling baik dan terbanyak karena semua
biji kacang hijau berkecambah.
Kata kunci: Biji, Perkecambahan, Dormansi.

PENDAHULUAN
Dormansi didefinisikan sebagai status dimana benih tidak berkecambah
walaupun pada kondisi lingkungan yang ideal untuk perkecambahan. Beberapa
mekanisme dormansi terjadi pada benih baik fisik maupun fisiologi, termasuk
dormansi primer dan sekunder. Intensitas dormansi dipengaruhi oleh lingkungan
selama perkembangan benih. Lamanya (persistensi) dormansi dan mekanisme
dormansi berbeda antar spesies dan antar genotipe. Dormansi pada spesies tertentu
mengakibatkan benih tidak berkecambah di dalam tanah selama beberapa tahun
(Hasbianto & Tresniawati, 2013).
Dormansi benih berhubungan dengan usaha benih untuk menunda
perkecambahannya, hingga waktu dan kondisi lingkungan memungkinkan untuk
melangsungkan proses tersebut. Dormansi dapat terjadi pada kulit biji maupun
pada embryo. Biji yang telah masak dan siap untuk berkecambah membutuhkan
kondisi klimatik dan tempat tumbuh yang sesuai untuk dapat mematahkan
dormansi dan memulai proses perkecambahannya. Pretreatmentskarifikasi
digunakan untuk mematahkan dormansi kulit biji, sedangkan stratifikasi
digunakan untuk mengatasi dormansi embryo. Kulit biji impermeabel terhadap

Fisiologi Tumbuhan (JCKK


141)

Maret 2016

air/O2. Impermeabilitas dapat disebabkan oleh deposisi bermacam-macam


substansi (misalnya cutin, suberin, lignin) pada membran. Kulit biji yang keras
dapat disebabkan oleh pengaruh genetik maupun lingkungan. Pematahan
dormansi kulit biji ini dapat dilakukan dengan skarifikasi mekanik. Bagian biji
yang mengatur masuknya air ke dalam biji yaitu mikrofil, kulit biji, raphe/hilum,
strophiole, adapun mekanisme higroskopiknya diatur oleh hilum. Dormansi
karena immature embryo dapat dipatahkan dengan perlakuan temperatur rendah
dan zat kimia. Biji membutuhkan pemasakan pascapanen (afterripening) dalam
penyimpanan kering. Dormansi karena kebutuhan akan after ripening ini dapat
dipatahkan dengan perlakuan temperatur tinggi dan pengupasan kulit (Idris,
2013).
Dormansi dapat menyebabkan tumbuhan mampu bertahan
terhadap kondisi yang tidak menguntungkan, seperti kekeringan
pada musim panas dan suhu rendah pada musim dingin.
Dormansi benih berhubungan dengan usaha benih untuk
menunda perkecambahannya, hingga waktu dan kondisi
lingkungan memungkinkan untuk melangsungkan proses
tersebut. Dormansi dapat terjadi pada kulit biji maupun pada
embrio. Biji yang telah masak dan siap untuk berkecambah
membutuhkan kondisi klimatik dan tempat tumbuh yang sesuai
untuk dapat mematahkan dormansi dan memulai proses
perkecambahannya (Apriliyah, 2011).
Beberapa spesies memiliki dormansi sebagai strategi untuk
mempertahankan diri dan menyebarluaskan wilayah adaptasinya. Dormansi
diklasifikasikan menjadi bermacam-macam kategori berdasarkan faktor penyebab,
mekanisme dan bentuknya. Berdasarkan faktor penyebab,dormansi terbagi atas (a)
Imposed dormancy (quiscence), yaitu dormansi yang terjadi akibat terhalangnya
pertumbuhan aktif karena keadaan lingkungan yang tidak menguntungkan. (b)
Innate dormancy (rest), yaitu dormansi yang disebabkan oleh keadaan atau
kondisi di dalam organ-organ benih itu sendiri. Berdasarkan mekanisme di dalam
benih, dormansi terdiri atas (a) Mekanisme fisik, merupakan dormansi yang
mekanisme penghambatannya disebabkan oleh organ benih itu sendiri. Dormansi
kategori ini terbagi menjadi mekanis, fisik dan kimia. Hambatan mekanis yaitu
embrio tidak berkembang karena dibatasi secara fisik. Hambatan fisik yaitu
terganggunya penyerapan air karena kulit benih yang impermeabel. Hambatan
kimia yaitu bagian benih/buah mengandung zat kimia penghambat. (b)
Mekanisme fisiologis, merupakan dormansi yang disebabkan oleh terjadinya
hambatan dalam proses fisiologis, terbagi menjadi photodormancy, immature
embryo, dan thermodormancy. Photodormancy terjadi di mana proses fisiologis
dalam benih terhambat oleh keberadaan cahaya. Immature embryo yaitu proses
fisiologis dalam benih terhambat oleh kondisi embrio yang tidak/belum matang.
Sedangkan thermodormancy yaitu proses fisiologis dalam benih terhambat oleh
suhu. Beberapa jenis benih tidak dapat berkecambah karena adanya hambatan dari
kulit benih yang impermeabel terhadap air dan gas, kulit benih yang tebal dan
keras. Sebagian jenis benih yang lain tidak mampu berkecambah ketika baru
dipanen dan baru dapat berkecambah setelah melampaui periode penyimpanan
kering (Hasbianto & Tresniawati, 2013).

Fisiologi Tumbuhan (JCKK


141)

Maret 2016

Dormansi benih dapat menguntungkan atau merugikan


dalam penanganan benih. Keuntungannya adalah bahwa
dormansi mencegah benih dari perkecambahan selama
penyimpanan dan prosedur penanganan lain. Disatu sisi, apabila
dormansi sangat kompleks dan benih membutuhkan perlakuan
awal yang khusus. Kegagalan untuk mengatasi masalah
dormansi akan berakibat pada kegagalan perkecambahan pada
benih (Purnobasuki, 2011). Keadaan dormansi pada benih bisa juga
dianggap tidak menguntungkan. Oleh karena itu diperlukan cara-cara agar
dormansi dapat dipecahkan atau sekurang-kurangnya lama dormansi dapat
dipersingkat. Beberapa cara yang telah diketahui yaitu skarifikasi mencakup caracara seperti mengikir atau menggosok kulit benih dengan kertas ampelas,
melubangi kulit biji dengan pisau, perlakuan impaction (goncangan) untuk benihbenih yang memiliki sumbat gabus. Dimana semuanya bertujuan untuk
melemahkan kulit biji yang keras, sehingga lebih permeable terhadap air atau gas
(Manurung, 2013).
Perkecambahan adalah proses metabolisme biji hingga
dapat menghasilkan pertumbuhan dari komponen kecambah
(plumula dan radikula). Setiap biji yang dikecambahkan ataupun
yang di ujikan tidak selalu prosentase pertumbuhan
kecambahnya sama, hal ini dipengaruhi berbagai maacam faktorfaktor yang mempengaruhi perkecambahan. Salah satu faktor
yang mempengaruhi keberhasilan perkecambahan ialah faktor
kedalaman tanam. Semakin dalam kedalaman tanam maka benih
yang ditanam akan semakin sulit tumbuh. Sebaliknya apabila
benih ditanam pada kedalaman tanam yang dangkal, benih akan
mudah tumbuh. Hal ini disebabkan oleh kadar oksigen yang
terdapat di dalam tanah. Kadar oksigen akan semakin menurun
dengan semakin dalam lapisan tanah (Purnobasuki, 2011).
Proses perkecambahan merupakan tahap awal dari proses
terbentuknya individu baru pada tumbuhan berbiji. Untuk tetap
menjamin kelangsungan jenisnya, kelompok tumbuhan berbiji
menghasilkan biji yang merupakan propagul untuk tumbuh
menjadi individu baru. Di dalam biji tersebut terdapat berbagai
komposisi kimia yang berperan sebagai embrio yang dapat aktif
tumbuh menjadi individu baru apabila berada pada kondisi
lingkungan yang sesuai. Pada saat berkecambah, embrio pecah
dan siap untuk membentuk pori kecambah, kemudian embrio
akan membentuk jaringan yang secara cepat berkembang
menjadi plumula (pucuk daun) dan radikula (akar). Aktivitas
enzim lipase terdapat pada saat biji mengalami masa dormansi
dan pada saat biji mengalami proses perkecambahan pada biji
Jatropha curcas L (Purnobasuki, 2011).
METODE
Bahan

Fisiologi Tumbuhan (JCKK


141)

Maret 2016

Bahan-bahan yang dipergunakan dalam praktikum ini adalah larutan 0,1 M


H2SO4, 0,1 M NaOH, 0,1 M NaCL air panas dengan suhu 80oC, biji kacang
hijau, air, alkohol 70 %, dan kapas.
Alat
Alat-alat yang digunakan pada praktikum ini adalah termometer larutan,
gelas ukur, gelas beker, pipet tetes, cawan petri, pinset dan hot plate.
Prosedur Kerja
Alatalat yang akan digunakan seperti gelas ukur dan cawan petri
dibersihkan, kemudian ditetesi dengan alkohol secukupnya, diratakan dan
dibiarkan kering. Benih yang akan digunakan direndam dalam air biasa untuk
mencari biji kualitas bagus, kemudian dibagi menjadi 5 bagian, masing masing
20 biji. Benih tersebut diberi perlakuan dalam 5 kali perlakuan berikut : A =
direndam dalam air panas 80C, B = direndam dalam 0,1 M larutan H 2SO4, C =
direndam dalam larutan 0,1 M NaOH, D = direndam dalam larutan 0,1 M NaCl, E
= direndam dalam air biasa ( kontrol). Masing masing selama 5 menit kemudian
ditiriskan. 10 cawan petri disiapkan, dilapisi dengan media berupa kapas hingga
dasar cawan tertutup seluruhnya. Media dibasahi dengan air menggunakan pipet
hingga basah namun tidak menggenang. Benih diletakkan ke dalam cawan masing
masing sebanyak 20 biji kemudian ditutup dengan penutupnya dan diberi label
sesuai perlakuan. Proses perkecambahannya diamati setiap hari, jika media
kekurangan air maka diberi tambahan air lagi.
HASIL
Grafik 1. Persentasi Perkecambahan (PPA) %

GRAFIK PERSENTASI PERKECAMBAHAN (PPA) %


120
100
80

100

95

90
80

60
40
20
10
jumlah (PPA)%

0
kontrol

H2SO4

air panas

NaOH

NaCl

PEMBAHASAN
Praktikum ini dilakukan untuk mengamati perkembangan
benih kacang hijau menjadi kecambah sehingga dapat diketahui
perlakuan mana yang mengalami perkecambahan terbaik dan

Fisiologi Tumbuhan (JCKK


141)

Maret 2016

yang paling banyak. Tanaman kacang hijau memiliki kulit biji


yang keras sehingga dapat menghalangi masuknya air dan
oksigen kedalam biji sekaligus dapat menghambat pertumbuhan
embrio. Perkecambahan ditandai dengan munculnya akar
embrionik (radikula) menembus kulit biji. Perkecambahan terjadi
setelah mengalami beberapa tahap yaitu absorbsi air,
metabolisme, pemecahan materi, proses transport materi,
pembentukan kembali materi baru, respirasi dan pertumbuhan.
Berdasarkan hasil praktikum maka dapat dilihat bahwa
perlakuan-perlakuan khusus seperti perlakuan fisik dan perlakuan
kimia dapat memutuskan masa dormansi suatu biji karena
kulitnya yang keras. Pengamatan proses dormansi pada biji pada
praktikum ini adalah menggunakan biji kacang hijau dengan
beberapa perlakuan dimana 20 biji kacang hijau direndam dalam
larutan H2SO4 , 20 biji kacang hijau direndam dalam larutan
NaOH, 20 biji kacang hijau direndam dalam direndam dalam
larutan NaCl, 20 biji kacang hijau direndam dalam air panas 80
C masing-masing selama 5 menit. Selanjutnya semua kacang
hijau tadi dimasukkan ke dalam cawan petri yang sebelumnya
telah diberi label yang kemudian diberi kapas secukupnya dan
dibasahi dengan air. Selanjutnya semua cawan petri diletakkan
di dalam ruangan dan diamati proses perkembangannya sampai
biji kacang hijau berkecambah.
Adapun hasil dari pengamatan selama 7 hari dengan
perlakuan larutan H2SO4 diperoleh jumlah benih yang
berkecambah sebanyak 16 biji. Larutan H2SO4 merupakan larutan
asam kuat seperti asam sulfat dengan konsentrasi pekat yang
berfungsi untuk melunakkan kulit biji yang keras. Perlakuan
dengan larutan NaOH diperoleh jumlah benih yang berkecambah
sebanyak 20 biji. Perlakuan menggunakan larutan NaOH
bertujuan untuk menjadikan kulit biji lebih mudah dimasuki air
pada waktu proses imbibisi. Perlakuan dengan larutan NaCl
diperoleh jumlah benih yang berkecambah sebanyak 19 biji.
Perlakuan menggunakan larutan NaCl juga bertujuan untuk
membuat kulit biji lebih lunak sehingga mudah dilalui oleh air.
Perlakuan
jumlah benih yang berkecambah dengan
direndam di air panas 80C sebanyak 2 biji berhasil tumbuh dan
untuk kontrol diperoleh 18 biji yang berkecambah. Perlakuan
merendam biji di dalam air panas bertujuan untuk menjadikan
kondisi lingkungan di luar biji memiliki potensial air yang tinggi,
sedangkan potensial air di dalam biji rendah sehingga akan
terjadi peristiwa osmosis dari potensial air tinggi ke potensial
rendah. Peristiwa ini akan membuat lapisan kulit biji yang
bersifat keras menjadi lunak, sehingga biji yang awalnya tidak
bisa berkecambah akibat terhalang lapisan kulit biji yang keras
akan mengalami fase diferensiasi dan fase tumbuh.

Fisiologi Tumbuhan (JCKK


141)

Maret 2016

Dormansi disebabkan oleh keadaan fisik dari kulit biji. Lapisan kulit yang
keras menghambat penyerapan air dan gas ke dalam biji sehingga proses
perkecambahan tidak terjadi. Selain itu, kulit benih juga menjadi penghalang
munculnya kecambah pada proses perkecambahan. Perlakuan pematahan
dormansi dapat dilakukan dengan mekanis (stratifikasi dan pengguntingan kulit)
dan kimiawi seperti asam sulfat, potassium nitrat serta hormon pertumbuhan
seperti giberelin untuk memacu perkecambahan biji (Astari dkk., 2014).
Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan dapat
diketahui Persentase Perkecambahan (PPa) NaCl adalah 95 %,
Persentase Perkecambahan (PPa) H2SO4 adalah 80 %, Persentase
Perkecambahan (PPa) NaOH adalah 100 % , dan Persentase
Perkecambahan (PPa) air panas 80C adalah 10 %. Hasil
pengamatan tersebut tidak sesuai dengan lietratur yang ada
karena perlakuan menggunakan larutan air panas 80 C
perkecambahannya berjalan lambat dan hanya sedikit biji yang
mengalami perkecambahan. Menurut Marthen (2013), Pencelupan
dengan air panas juga mempercepat proses imbibisi (penyerapan air) karena suhu
memegang peranan yang sangat penting karena memberikan tekanan untuk
masuknya air ke dalam biji. Hal ini diduga pada perlakuan ini air sudah dapat
menembus kulit biji. Air panas mematahkan dormasi fisik pada Leguminosae
melalui tegangan yang menyebabkan pecahnya lapisan microsclereids,
ketegangan dalam sel bagian luar menyebabkan keretakan sehingga O2 dan air
dapat cepat masuk kedalam biji.
Perendaman dengan H2SO4 merupakan perlakuan kimia yang dapat
mematahkan dormansi benih. Kulit benih yang keras bersifat impermeabel
terhadap air dan udara sehingga menghalangi proses perkecambahan benih.
Perlakuan kimia seperti H2SO4 pada prinsipnya adalah membuang lapisan lignin
pada kulit biji yang keras dan tebal sehingga biji kehilangan lapisan yang
permiabel terhadap gas dan air sehingga metabolisme dapat berjalan dengan baik
(Astari dkk., 2014).
Penyebab dormansi yang sangat meluas adalah karena
pada beberapa jenis tanaman benih memiliki organ tambahan
berupa struktur penutup benih yang keras. Kulit benih yang keras
ini biasanya menyebabkan dormansi melalui satu dari tiga cara,
adalah kulit yang keras mungkin menyebabkan impermeabel
terhadap air, gas atau mungkin secara mekanik menekan
perkembangan embrio kulit benih ini tahan erhdap gesekan dan
kadang terlindungi oleh lapisan seperti lilin. Kulit benih yang
keras ini sebenarnya secara alamiah berfungsi untuk mencegah
kerusakan benih dari serangan jaur atau serangan predator. Ada
beberapa perlakuan yang dapat mematahkan dormansi, yaitu
perlakuan mekanis, perlakuan kimia, perlakuan perendaman air,
perlakuan pemberian temperatur tertentu, dan pemberian
perlakuan dengan menggunakan cahaya. Beberapa penelitian
tentang pematahan dormansi benih dari beberapajenis tanaman
hutan telah banyak dilakukan, seperti contohnya penelitian untuk
mematahkan dormansi benih Merbau dengan cara kulit benih

Fisiologi Tumbuhan (JCKK


141)

Maret 2016

dikikir pada bagian sisi dekat embrio benih, kemudian direndam


dalam air dingin selama 24 jam (Yuniarti, 2013).
KESIMPULAN
Kesimpulan dari praktikum ini adalah dapat diketahui hasil
perlakuan berupa Persentase Perkecambahan (PPa) air panas 80C adalah 10 %,
Persentase Perkecambahan (PPa) H2SO4 adalah 80 %, Persentase Perkecambahan
(PPa) NaOH adalah 100 %, dan Persentase Perkecambahan (PPa) NaCl adalah
95 %. Perlakuan menggunakan larutan air panas 80 C megalami perkecambahan
paling lambat dan paling sedikit, hal ini kemungkinan disebabkan saat
pemanasan air sampai suhu 80 C langsung dipindahkan ke tempat lain,
sehingga saat perendaman kacang hijau terjadi penurunan suhu. Perkecambahan
yang paling banyak yaitu pada perlakuan dengan larutan NaOH mencapai 100 %
karena pada perlakuan ini semua biji kacang hijau di dalam cawan Petri
mengalami perkecambahan.
DAFTAR PUSTAKA
Apriliyah, S. 2011. Buku Ajar Interaktif : Struktur dan Perkecambahan Biji.
Jember : UNJ.
Astari, R. P., Rosmayati, E. S. Bayu. 2014. Pengaruh Pematahan Dormansi Secara
Fisik Dan Kimia Terhadap Kemampuan Berkecambah Benih Mucuna
(Mucuna bracteata D.C). Jurnal Online Agroekoteknologi. 2(2) : 803 812.
Hasbianto, A. & C. Tresniawati. 2013. Efektivitas Teknik
Pematahan Dormansi Pada Beberapa Genotipe Jarak
Kepyar (Ricinus Communis L.). Kalimantan Selatan :
Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian.
Idris. 2013. Dasar-Dasarr Teknologi Benih. Mataram : Universitas
Mataram.
Manurung, D., L. A. P. Putri, & M. K. Bangun. 2013. Pengaruh Perlakuan
Pematahan Dormansi Terhadap Viabilitas Benih Aren (Arenga pinnata
Merr.). Jurnal Online Agroekoteknologi.1(3) : 768-782.
Marthen, E. Kaya, & H. Rehatta. 2013. Pengaruh Perlakuan Pencelupan dan
Perendaman terhadap Perkecambahan Benih Sengon (Paraserianthes
falcataria L.). Jurnal Agrologia. 2(1). 10-16.
Purnobasuki, H. 2011. Perkecambahan. Ambon : Agrologia.
Syamsuwida D., Dede J, dan Nurhasybi. 2011. Teknologi Untuk Memperbaiki
Perkecambahan Benih Kepuh. Bogor : Balai Penelitian Teknologi
Perbenihan Tanaman Hutan.
Yuniarti, N. 2013. Peningkatan Viabilitas Benih Kayu Afrika
(Maesopsis emenii
Engl.)
dengan
Berbagai
Perlakuan
Pendahuluan. Jurnal Perbenihan
Tanaman Hutan. 1(1) : 15-23.

Fisiologi Tumbuhan (JCKK


141)

Maret 2016

LAMPIRAN
Tabel 1. Hasil Perkecambahan Benih Kacang Hijau
Hari ke (T)
1
2
3
4
5
6
jumlah(PPa) %
Rata-rata(Ppa)

Jumlah Benih Yang Berkecambah


H2SO
NaO NaC
kontrol
Air Panas
4
h
l
8
8
2
14
13
14
12
2
17
15
16
16
2
20
19
18
16
2
20
19
18
16
2
20
19
18
16
2
20
19
90
80
10
100
95
75

Perhitungan:
Persentase perkecambahan perlakuan H2SO4 (A)
PPa =

18
100
20

= 90 %

Persentase perkecambahan perlakuan H2SO4 (A)


PPa =

16
100
20

= 80 %

Persentase perkecambahan perlakuan NaOH (B)


PPa =

2
100
20

= 10 %

Persentase perkecambahan perlakuan NaCl (C)


PPa =

20
100
20

= 100 %

Persentase perkecambahan perlakuan Air Panas 80C (D)


PPa =

19
100
20

= 95 %

Rata-rata perkecambahan setiap perlakuan (PPa) :

Fisiologi Tumbuhan (JCKK


141)

Maret 2016

= PPa(A) + PPa (B) + PPa (C) + PPa (D) + PPa (E)


5

= 90% + 80% + 10% + 100% + 95%

= 75%

FOTO PENGAMATAN

Kontrol

NaOH

NaCl

Air Panas

Fisiologi Tumbuhan (JCKK


141)

H2SO4

Maret 2016

Seluruh Pengamatan

10

Anda mungkin juga menyukai