Anda di halaman 1dari 34

SKENARIO 3

SAKIT KEPALA MENAHUN


Perempuan 35 tahun berkonsultasi dengan dokter keluarga dengan keluhan sakit
kepala berulang sejak 2 tahun yang lalu. Sakit kepala seperti tertimpa beban berat dan nyeri
pada tengkuknya. Sakit kepala ini disertai dengan insomnia. Sakit kepala berawal sejak
pasien diceraikan oleh suaminya 2 tahun yang lalu dan harus berpisah dari kedua orang
anaknya. Oleh dokter pasien disarankan untuk berkonsultasi lebih lanjut ke neurology dan
psikiater. Neurolog mengatakan bahwa pasien mengalami nyeri kepala tipe tegang,
sedangkan psikiater menyimpulkan bahwa pasien mengalami nyeri somatoform (psikogenik).
Walaupun ia sudah bercerai, ia tetap bertanggung jawab untuk membimbing anaknya sesuai
dengan prinsip keluarga sakinah, mawaddah, warahmah.

LANGKAH 1
BRAIN STORMING
A. Kata Sulit
1. Somatoform

: Nyeri yang diakibatkan rangsangan psikis tanpa ada etiologi medis.

2. Insomnia

: Tidak dapat tidur atau kondisi terjaga.

3. Nyeri Kepala tipe Tegang


: Sensasi ketat atau menekan biasanya bilateral yang
pada awalnya dapat terjadi secara episodik dan berhubungan
dengan stres, ansietas, atau depresi.
B. Pertanyaan
1. Mengapa dokter menganjurkan untuk konsultasi ke neurolog dan psikiater?
2. Apa yang menyebabkan tengkuk nyeri?
3. Mengapa sakit kepala disertai insomnia?
4. Apa ada hubungannya nyeri kepala tipe tegang dengan nyeri somatoform?
5. Apa saja jenis nyeri kepala?
6. Mengapa psikiater menyimpulkan bahwa pasien mengalami nyeri somatoform?
7. Apa yang menyebabkan nyeri somatoform?
8. Bagaimana pandangan islam tentang perceraian?
9. Terapi apa yang dapat diberikan dari psikiater?
10. Mengapa nyeri kepala berulang?
11. Apa hubungan stres dengan nyeri kepala yang dialami pasien?
C. Jawaban
1. Untuk mengetahui kondisi kejiwaan pasien.
2. Karena stres dapat menyebabkan otot tegang sehingga tengkuk nyeri.
3. Nyeri kepala tidak nyaman sulit tidur.
4. Ada. Nyeri kepala tipe tegang sering disebabkan oleh somatoform.
5. Primer: Tipe tension, migraine, cluster.
Sekunder: Trauma, vaskuler, psikiatri.
6. Karena tidak ditemukannya kelainan fisik.
7. Stres, ansietas, depresi.
8. Perbuatan halal yang dibenci Allah.

9. Antidepresan, Antiansietas.
10. Karena mengalami stress berulang.
11. Stres dan banyak pikiran dapat menyebabkan nyeri kepala.
D. Hipotesis
Nyeri kepala terdiri atas nyeri kepala primer dan sekunder. Salah satunya adalah nyeri
kepala tegang, yaitu Sensasi ketat atau menekan biasanya bilateral yang pada awalnya dapat
terjadi secara episodik dan berhubungan dengan stres, ansietas, atau depresi. Hal yang dapat
menyebabkan nyeri kepala tipe tegang adalah nyeri somatoform. Nyeri somatoform adalah
nyeri yang diakibatkan rangsangan psikis tanpa ada etiologi medis. Dapat disebabkan oleh
stress, ansietas, depresi, banyak pikiran, stress berulang, tetapi tidak ditemukan adanya
kelainan fisik. Nyeri somatoform dapat ditangani dengan pemberian Antidepresan dan
Antiansietas. Menurut pandangan islam perceraian merupakan perbuatan halal yang dibenci
Allah.

LANGKAH 3
SASARAN BELAJAR
1. Memahami dan Menjelaskan Nyeri Kepala
1.1 Definisi
1.2 Etiologi dan Klasifikasi
1.3 Epidemiologi
1.4 Patofisiologi
1.5 Manifestasi Klinis
1.6 Diagnosis dan DD
1.7 Tatalaksana
1.8 Komplikasi
1.9 Prognosis
1.10 Pencegahan
2. Memahami dan Menjelaskan Nyeri Somatoform
2.1 Definisi
2.2 Etiologi dan Klasifikasi
2.3 Manifestasi Klinis
2.4 Diagnosis dan DD
2.5 Tatalaksana
2.6 Komplikasi
2.7 Prognosis
2.8 Pencegahan
3. Memahami dan Menjelaskan Pandangan Islam tentang Perceraian

1. Memahami dan Menjelaskan Nyeri Kepala


1.1 Definisi
Nyeri kepala adalah rasa sakit atau tidak nyaman antara orbita dengan kepala yang
berasal dari struktur sensitif terhadap rasa sakit (Kenneth, 2004). Struktur cranium yang
peka nyeri kepala adalah semua jaringan ekstrakranium, termasuk kulit kepala, otot,
arteri, dan periosteum tengkorak; sinus kranialis; sinus vena intrakranium dan vena-vena
cabangnya; bagian dari dura di dasar otak dan arteri di dalam dura; dan nervus kranialis
trigeminus, fasialis, vagus, dan glosofaringeus serta nrvus cervicalis ( C2 dan C3).
Apabila nyeri kepala melibatkan struktur-struktur di daerah infratentorium, nyeri
tersebut dari daerah oksipitalis kepala dan leher oleh akar saraf cervical atas. Nyeri
supratentorium dirasakan di bagian anterior kepala (daerah oksipital, temporalis, dan
parietalis) dan terutama diperantai oleh nervus trigeminus.
1.2 Etiologi dan Klasifikasi
Sebagian besar nyeri kepala terjadi karena tegangan (kontraksi otot) dapat disebabkan
oleh

Stress emosional, kelelahan, menstruasi, rangsangan dari lingkungan (bunyi berisik,


kerumunan banyak orang, cahaya yang terang).
Keadaan lain yang dapat menjadi penyebab: glaukoma, inflamasi pada mata atau
mukosa nasal atau sinus paranasal, penyakit pada kulit kepala, gigi, arteri
ekstrakranial, pemakaian obat-obat vasodilator (nitrat, alkohol dan histamin),
penyakit sistemik, hipertensi, peningkatan tekanan intracranial, trauma/tumor
kepala, perdarahan, abses atau aneurisma intrakranial.

Nyeri kepala dapat dibagi kepada tiga kelompok berdasarkan onsetnya yaitu :

Nyeri kepala akut ini biasanya disebabkan oleh subarachnoid haemorrhage,


penyakit-penyakit serebrovaskular, meningitis atau encephalitis dan juga ocular
disease. Selain itu, nyeri kepala ini juga bisa timbul disebabkan kejang, lumbar
punksi dan karena hipertensi ensefalopati.
Bagi nyeri kepala subakut, nyerinya biasa timbul karena giant cell arteritis, massa
intrakranial, neuralgia trigeminal, neuralgia glossofaringeal dan hipertensi.
Nyeri kronik timbul karena migren, nyeri kepala klaster, nyeri kepala tipetegang,
cervical spine disease, sinusitis dan dental disease.

Dalam buku Disease of the Nervous System , dinyatakan bahwa nyeri kepala juga
disebabkan oleh penyakit pada tulang kranium, neuritis dan neuralgia, irritasi meningeal,
lesi di intracranial, trauma dan penurunan tekanan intracranial.
Sakit kepala bisa disebabkan oleh kelainan: (1) vaskular, (2) jaringan saraf, (3) gigi geligi, (4) orbita, (5) hidung dan (6) sinus paranasal, (7) jaringan lunak dikepala, kulit,
jaringan subkutan, otot, dan periosteum kepala. Selain kelainan yangtelah disebutkan
diatas, sakit kepala dapat disebabkan oleh stress dan perubahanlokasi (cuaca, tekanan,
dll.).
Nyeri kepala menurut The International Headache Society (IHS-2) 2004 dibagi atas
2 golongan besar yaitu

Nyeri kepala primer


Nyeri kepala primer merupakan nyeri kepala dimana tidak dijumpai kelainan
patologis pada organ, dan nyeri kepala terjadi murni karena faktor intrinsic
Pembagian nyeri kepala primer adalah migren, nyeri kepala kluster, nyeri kepala
tipe tension, serta nyeri kepala akibat sebab yang lain, seperti setelah
berolahraga, hypnic headache dan lain-lain.
a Migraine
Migraine adalah headache primer yang sering menyebabkan disabilitas.
Menurut WHO, migraine adalah penyakit ke-19 yang menyebabkan
disabilitas. Migraine dibagi menjadi 2 subtipe yaitu:
o Migraine tanpa aura
Nama lain : common migraine/hemicrania simplex
Kriteria diagnosis :
Minimal 5 serangan memenuhi syarat criteria B-D
Serangan headache berlangsung 4-72 jam (tidak diterapi atau gagal
diterapi)
Headache dengan minimal 2 karakteristik berikut .
1 Lokasi unilateral,
2 Kualitas pulsating,
3 Intensitas moderate atau severe,
4 Memberat dengan atau menyebabkan menghindari aktivitas
fisik (e.g. berjalan, naik tangga)
Selama headache minimal ada 1 tanda berikut.
1 Nausea dan/atau vomiting,
2 Photophobia dan phonophobia
Tidak masuk kategori lain.
o Migraine dengan aura
Nama lain : opthalmoplegic migraine/ classic migraine/
hemiparesthetic migrain/ hemiplegic atau aphasic migraine/ migraine
accompagnee/ complicated migraine
Deskripsi : kelainan rekuren yang termanifestasi berupa serangan
gejala neurologis fokal reversible yang biasanya muncul gradual 5-20
menit dan berlangsung <60 menit.
kriteria diagnosis :
Minimal 2 serangan memenuhi kriteria B
Migraine aura memenuhi kriteria :
1 Aura berupa 1 dari berikut (bukan kelemahan otot)
Gejala visual yang fully reversible bentuk positif (kerlip
cahaya. bintik, garis) atau bentuk negative (loss of vision)
Gejala sensoris yang fully reversible bentuk positif (rasa
tertusuk jarum) atau bentuk negative (kebas)
Gangguan bicara disfasik yang fully reversible
2 Minimal 2 dari berikut
Gejala visual homonym dan/atau gejala sensoris unilateral
Minimal 2 gejala aura muncul gradual >5menit
Berlangsung > 5 menit dan <60 menit

Tidak masuk kategori lain

Sub sub type :


Typical aura dengan migraine headache
Typical aura dengan non-migrain headache
Typical aura tanpa headache
Familial hemiplegic migraine (FHM)
Hemiplgic migraine sporadic
Migraine tipe basilar
b

Tension-type headache (TTH)


Nama lain : tension headache, muscle contraction headache,
psychomyogenic headache, stress headache, ordinary headache, essential
headache, idiopathic headache, psychogenic headache
Kriteria diagnosis :
Minimal 10 episode terjadi dengan frekuensi tergantung sub sub-tipe
masing-masing dan memenuhi criteria B-D
Headache berlangsung dari 30 menit sampai 7 hari
Headache dengan 2 ciri berikut :
1 Lokasi bilateral
2 Kualitasnya pressing/thinghting (non-pulsating)
3 Intensitas tergantung sub-subtipe
4 Tidak diperparah oleh aktivitas fisik rutin seperti jalan atau naik
tangga
Ada 2 ciri berikut
1 Tidak ada nausea atau vomiting (bisa ada anorexia)
2 Tidak >1 photophobia atau phonophobia
Ada 2 sub-subtipe yaitu yang diperberat dengan manual palpasi pericranial
& yang tidak. Berikut ini klasifikasi dari TTH. Setiap macam ini harus
memenuhi criteria diagnosis TTH diatas dulu kecuali keterangan yang
disampaikan di bawahnya.
Infrequent episodic tension-type headache
1 Setiap episode terjadi < 1 hari/bulan rata-rata (<12 hari/tahun)
2 Intensitas moderat sampai severe
Frequent episodic tension-type headache
1 Setiap episode terjadi >1 tapi <15 hari/bulan selama minimal 3
bulan (>12 dan <180 hari/tahun)
2 Intensitas mild sampai moderate
Chronic tension-type headache
1 Setiap episode terjadi >15 hari/bulan selama minimal 3 bulan
(>180 hari/tahun)
2 Intensitas mild sampai moderat
3 Berlangsung dalam beberapa jam atau bisa berlanjut
Probable tension-type headache

Memenuhi criteria tension type headache tapi kurang salah satu


ciri wajibnya

Cluster headache and other trigeminal autonomic cephalalgia


Nama lain: hemicranias continua, cilliary neuralgia, erythro-melalgia of the
head, erythroprosopalgia of Bing, hemicranias angioparalitica, hemicranias
neuralgiformis chronica, histaminic cephalalgia, Hartons headache, HarrisHartons headache, petrosal neuralgia (of Gardner), migranous neuralgia (of
Harris).
Kriteria diagnosis
Headache berlangsung minimal 5 serangan memenuhi criteria B-D
Nyeri orbital, supraorbital dan atau temporal yang severe atau very
severe berlangsung 15-180 menit tanpa terapi
Ada minimal 1 tanda berikut:
1 Injeksi konjungtiva ipsilateral dan atau lakrimasi
2 Kongesti nasal ipsilateral dan atau rhinorrhea
3 Edema kelopak mata ipsilateral
4 Keringat facial & dahi ipsilateral
5 Miosis dan atau ptosis ipsilateral
6 Rasa restlessness atau agitasi
Serangan berfrekuensi dari 1 perhari sampai 8 kali/hari
Disebut episodic kalau minimal periode antara 2 headache
berlangsung dalam 7-365 hari dan ada periode remisi bebas nyeri
antara serangan >1 bulan. Kalau rekurensi >1 tahun tanpa periode
remisi atau periode remisi <1 bulan maka disebut kronis.

Other primary headache


Primary stabbing headache
Primary cough headache
Primary exertional headache
Primary headache associated with sexual activity (preorgasmic &
orgasmic headache)
Hypnic headache
Primary thunderclap headache
Hemicranias continua
New daily persistent headache (NDPH)

Nyeri kepala sekunder


Pada nyeri kepala sekunder dijumpai kelainan pada organ.
Nyeri kepala sekunder dibagi berdasarkan penyebabnya, seperti nyeri kepala
akibat trauma kepala, penyakit vaskular, infeksi susunan saraf pusat, tumor dan
gangguan metabolik.
Sub sub tipenya :
Headache karena trauma kepala dan leher (post traumatic headache akut &
kronis, whiplash injury, traumatic intracranial hematom, post craniotomy)

Headache karena kelainan vascular cranial atau cervical (iskemik


stroke/TIA, nontraumatic intracranial hemorrhage, malformasi vascular
unruptur, arteritis, nyeri arteri carotis/vertebral, thrombosis vena)
Headache karena kelainan intracranial non vascular (tekanan CSF
tinggi/rendah, inflamasi non infeksi, neoplasma intracranial, injeksi
intratechal, epileptic seizure, chiari malformation)
Headache karena substansi atau withdrawalnya (acute substance use,
medication overuse, advers event dari medikasi kronis, withdrawal
substansi)
Headache karena infeksi (infeksi intracranial, infeksi sistemik, HIV/AIDS,
post infeksi)
Headache karena gangguan homoeostasis (hipoksia, hipercapnea, dialysis,
hipertensi arteri, hipotiroid, puasa, cardiac cephalalgia)
Headache atau nyeri facial karena kelainan cranium, leher, mata, telinga,
sinus, hidung, gigi, mulut atau struktur cranial lainnya (disorser tulang
cranial, mata, telinga. Rhinosinus, gigi rahang, TMJ)
Headache karena kelainan psikiatrik (somatisasi, psikotik)

Klasifikasi Nyeri
Nyeri dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa kriteria antara lain :

Klasifikasi nyeri berdasarkan waktu, dibagi menjadi nyeri akut dan nyeri kronis
1 Nyeri Akut adalah Nyeri yang terjadi secara tiba-tiba dan terjadinya
singkat contoh nyeri trauma
2 Nyeri Kronis adalah nyeri yang terjadi atau dialami sudah lama contoh
kanker
Klasifikasi nyeri berdasarkan Tempat terjadinya nyeri
1 Nyeri Somatik adalah Nyeri yang dirasakan hanya pada tempat terjadinya
kerusakan atau gangguan, bersifat tajam, mudah dilihat dan mudah
ditangani, contoh Nyeri karena tertusuk
2 Nyeri Visceral adalah nyeri yang terkait kerusakan organ dalam, contoh
nyeri karena trauma di hati atau paru-paru.
3 Nyeri Reperred : nyeri yang dirasakan jauh dari lokasi nyeri, contoh nyeri
angina.
Klasifikasi Nyeri Berdasarkan Persepsi Nyeri
1 Nyeri Nosiseptis adalah Nyeri yang kerusakan jaringannya jelas
2 Nyeri neuropatik adalah nyeri yang kerusakan jaringan tidak jelas.

1.3 Epidemiologi
Prevalensi migren adalah 18,2% diantaranya wanita dan 6,5% pria, dengan 23%
rumah tangga memiliki paling sedikit 1 anggotanya yang mengidap migren. Sebelum
usia 12 tahun migren lebih sering terjadi pada anak laki-laki, namun setelah pubertas
migren sering dijumpai pada perempuan dengan rasio 2:1.
Faktor resiko terjadinya sakit kepala adalah gaya hidup, kondisi penyakit, jenis
kelamin, umur, pemberian histamin atau nitrogliserin sublingual dan faktor genetik.
Prevalensi sakit kepala di USA menunjukkan 1 dari 6 orang (16,54%) atau 45 juta orang
menderita sakit kepala kronik dan 20 juta dari 45 juta tersebut merupakan wanita. 75 %

dari jumlah di atas adalah tipe tension headache yang berdampak pada menurunnya
konsentrasi belajar dan bekerja sebanyak 62,7 %. Menurut IHS, migren sering terjadi
pada pria dengan usia 12 tahun sedangkan pada wanita, migren sering terjadi pada usia
besar dari 12 tahun. IHS juga mengemukakan cluster headaache 80 90 % terjadi pada
pria dan prevalensi sakit kepala akan meningkat setelah umur 15 tahun.
1.4 Patofisiologi

Beberapa mekanisme umum yang tampaknya bertanggung jawab memicu nyeri


kepala adalah sebagai berikut(Lance,2000) : (1) peregangan atau pergeseran pembuluh
darah; intrakranium atau ekstrakranium, (2) traksi pembuluh darah, (3) kontraksi otot
kepala dan leher ( kerja berlebihan otot), (3) peregangan periosteum (nyeri lokal), (4)
degenerasi spina servikalis atas disertai kompresi pada akar nervus servikalis (misalnya,
arteritis vertebra servikalis), defisiensi enkefalin (peptida otak mirip- opiat, bahan aktif
pada endorfin).

1.5 Manifestasi Klinis

Fase I : Prodromal - Sebanyak 50% pasien mengalami fase prodromal ini yang
berkembang pelan-pelan selama 24 jam sebelum serangan.
Gejala: kepala terasa ringan , tidak enak, iritabel, memburuk bila makan makanan tertentu
seperti makanan manis, mengunyah terlalu kuat, sulit/malas berbicara.

Fase II : Aura
Gangguan penglihatan yang paling sering dikeluhkan pasien. Khas pasien melihat seperti
melihat kilatan lampu blits (photopsia) atau melihat garis zig zag disekitar mata dan
hilangnya sebagian penglihatan pada satu atau kedua mata (scintillating scotoma).
Gejala sensoris yang timbul berupa rasa kesemutan atau tusukan jarum pada lengan,
dysphasia.
Fase ini berlangsung antara 5 60 menit. Sebanyak 80% serangan migraine tidak disertai
aura.

Fase III : Headache - Nyeri kepala yang timbul terasa berdenyut dan berat. Biasanya hanya
pada salah satu sisi kepal tetapi dapat juga pada kedua sisi. Sering disertai mual muntah
tidak tahan cahaya (photofobia) atau suara (phonofobia). Nyeri kepala sering memburuk
saat bergerak dan pasien lebih senang istrahat ditempat yang gelap dan ini sering berakhir
antara 2 72 jam.

Fase IV : Postdromal - Saat ini nyeri kepala mulai mereda dan akan berakhir dalam waktu
24 jam, pada fase ini pasien akan merasakan lelah, nyeri pada ototnya kadang kadang
euphoria. Setelah nyeri kepala hilang

Tipe
Migrain tanpa aura ( migrain biasa)
Durasi 4 sampai 72 jam apabila tidak
diobati

Migrain dengan aura (klasik)


Biasanya
terjadi
pada
kompulsif.

kepribadian

Migrain hemiplegik dan oftalmoplegik


Biasanya terjadi pada dewasa muda

Migrain arteri basilaris


Terjadi pada wanita muda periode haid

Tanda dan Gejala


Gejala prodromal yang meliputi rasa
lelah,
nausea,
vomitus,
dan
ketidakseimbangan
cairan
yang
mendahului serangan sakit kepala.
Sensitive terhadap cahaya dan bunyi
berisik.
Nyeri tipe sakit kepala (rasa pegal atau
nyeri berdenyut yang bias unilateral atau
bilateral).
Gejala
prodromal
yang
meliputi
gangguan
penglihatan
seperti
penampakan garis zig zag dan cahaya
yang
terang,
gangguan
sensorik
(kesemutan pada wajah, bibir serta
tangan), gangguan motorik.
Sakit kepala yang periodik dan rekuren.
Nyeri unilateral
Kelumpuhan otot ekstraokuler (N.
cranial III) dan psitosis.
Migrain hemiplegic terdapat gangguan
neurologi (hemiparesis, hemiplagia)
yang dapat bertahan meskipun sakit
kepala sudah mereda.
Gejala
prodromal
yang
meliputi
gangguan penglihatan parsial dengan
keluhan vertigo, ataksia, tinnitus,
kesemutan jari-jari tangan serta kaki.
Nyeri kepala yang berupa nyeri
berdenyut di daerah oksipital dan
vomitus.
(Kowalak, 2011)

Membedakan Nyeri Kepala


Jenis atau Penyebab
Ketegangan otot

Ciri Khas

Pemeriksaan
Diagnostik

Sakit kepala sering, nyeri hilang timbul,

Pemeriksaan untuk

tidak terlalu berat dan dirasakan di


kepala bagian depan dan belakang atau
kekakuan menyeluruh.

menyingkirkan
penyakit fisik serta
penilaian factor psikis
dan kepribadian.

Migraine

Nyeri dimulai di dalam di sekitar mata


atau pelipis, menyebar ke satu atau
kedua sisi kepala, biasanya mengenai
seluruh kepala, berdenyut dan disertai
dengan hilangnya nafsu makan, mual
dan muntah.

Jika diagnosisnya
masih meragukan dan
sakit kepala baru
terjadi, dilakukan CT
Scan atau MRI atau
diberikan obat migraine
untuk melihat efeknya.

Nyeri kepala cluster

Serangannya singkat (1jam), dirasakan


disatu sisi kepala, serangan terjadi
secara periodic, menyerang pria yang
disertai dengan pembengkakan mata,
hidung meler dan mata berari pada sisi
yang sama dengan nyeri.

Obat migraine
diberikan untuk melihat
efeknya (sumatriptan,
metisergid/obat
vasokonstriktor,
kortikosteroid,
indometasin) atau
menghirup O2.

Hipertensi

Nyerinya berdenyut dan dirasakan


dikepala bagian belakang atau dipuncak
kepala.

Analisa kimia darah


dan pemeriksaan ginajl.

Kelainan mata
(iritis, glaucoma)

Nyeri dirasakan di kepala bagian depan


atau di dalam dan di seluruh mata,
bersifat sedang sampai berat dan
seringkali memburuk jika mata dalam
keadaan lelah.

Pemeriksaan mata

Kelainan sinus

Nyeri bersifat akut atau subakut,


dirasakan di kepala bagian depan,
bersifat tumpul atau berat, biasanya
memburuk di pagi hari, membaik di
siang hari dan memburuk dalam
keadaan dingin atau lembab.

Rontgen sinus

Tumor otak

Nyeri hilang timbul, ringan sampai


berat, dirasakan di satu titik atau
diseluruh kepala. Kelemahan di salah
satu sisi tubuh semakin meningkat,
kejang, gangguan penglihatan,
kemampuan berbicara hilang, muntah
dan perubahan mental.

MRI atau CT Scan

Infeksi otak

Nyeri hilang timbul, ringan sampai


berat, dirasakan disatu titik atau
diseluruh kepala. Sebelumnya penderita

MRI atau CT Scan

pernah mengalami infeksi telinga, sinus


atau paru-paru, penyakit jantung
rematik atau jantung bawaan.
Meningitis

Nyeri baru dirasakan, menetap, berat


dan dirasakan di seluruh kepala serta
menjalar ke leher. Sakit disertai demam,
muntah dan sebelumnya mengalami
nyeri tenggorokan atau infeksi
pernafasan dan leher ditekuk.

Pemeriksaan darah,
pungsi lumbal.

Hematoma subdural

Nyeri hilang timbul atau terus-menerus,


ringan sampai berat, bisa dirasakan di
satu titik atau diseluruh kepala,
menjalar ke leher. Biasanya sebelumnya
telah terjadi cedera pada penderita yang
disertai penurunan kesadaran.

MRI atau CT Scan

Perdarahan
subarachnoid

Nyeri baru dirasakan, menyebar, hebat


dan menetap, kadang dirasakan di
dalam dan di sekitar mata, kelopak mata
turun.

MRI atau CT Scan, jika


hasilnya (-) maka
dilakukan pungsi
lumbal.

Sifilis, tuberculosis,
criptococcus,
kanker,

Nyeri bersifat tumpul sampai berat dan


dirasakan diseluruh kepala atau di
puncak kepala, menderita demam meski
tidak terlalu tinggi dan terdapat riwayat
sifilis, tuberculosis, kriptokosis,
sarkoidosis atau kanker pada pasien.

Pungsi lumbal

1.6 Diagnosis dan DD

Amanmesis
Pertanyaan umum pada anamnesa keluhan nyeri kepala:
Apakah nyeri kepala itu merupakan nyeri kepala biasa?
Istilah biasa disini berarti nyeri kepala yang terjadi kadang-kadang tanpa sebab yang
jelas dan lazim diderita banyak orang. Namun kemungkinan adanya gangguan
biokimiawi dibalik nyeri tersebut juga tidak dapat disingkirkan.
Apakah pasien pernah mengalami gangguan cedera kepala yang terjadi segera, beberapa
minggu bahkan beberapa bulan sebelum timbulnya nyeri kepala untuk pertama kali?
Nyeri kepala semacam ini bisa merupakan suatu gejala sisa setelah seseorang mengalami
kontusio cerebri atau perdarahan subdural.
Apakah disertai gejala demam?
Jika ya, penyebabnya harus dipikirkan. Pada penyakit-penyakit infeksi tertentu, terutama
demam tifoid dan infeksi yang disebabkan oleh arbovirus, nyeri kepala dapat dirasakan
sangat hebat sehingga menutupi keluhan demamnya.
Bagaimana pasien menjelaskan nyeri kepala (lokasi, frekuensi, waktu, durasi, kualitas,
faktor pemicu, faktor pereda)?

1
2
3
4

Apakah nyeri kepala timbul tersendiri atau disertai kelainan lain (mual, muntah, pusing,
fotofobia, penglihatan kabur)?
Pertanyaan diagnostik spesifik:
Apakah nyeri kepala menggangu kehidupan anda?
Apakah ada perubahan pola nyeri kepala selama 6 bulan terakhir?
Seberapa sering anda mengalami nyeri kepala tipe apapun?
Seberapa sering anda menggunakan obat untuk mengatasi nyeri kepala?
Kriteria diagnostik Migrain Tanpa Aura
Sekurang-kurangnya terjadi 5 serangan.
Serangan nyeri kepala berlangsung selama 4-72 jam (tidak diobati atau tidak berhasil
diobati).
Nyeri kepala mempunyai sedikitnya 2 diantara karakteristik berikut:
1. Lokasi unilateral
2. Kualitas berdenyut
3. Intensitas nyeri sedang atau berat
4. Keadaan bertambah berat oleh aktifitas fisik atau pasien menghindari aktivitas fisik
rutin (seperti berjalan atau naik tangga).
Selama nyeri kepala disertai salah satu dibawah ini:
1 Nausea dan atau muntah
2 Fotofobia dan fonofobia.
Tidak berkaitan dengan kelainan yang lain.
Kriteria diagnostik Migrain dengan Aura
Sekurang-kurangnya terjadi 2 serangan.
Minimal memenuhi 3 dari 4 kriteria berikut ini :
1 Satu atau lebih gejala aura yang reversibel yang mengindikasikan gejala fokal
kortikal atau disfungsi batang otak.
2 Minimal gejala aura muncul secara gradual dalam waktu > 4 menit.
3 Gejala aura tidak berlangsung dalam waktu > 60 menit.
4 Sakit kepala yang diikuti dengan aura disertai interval 60 menit.
Tidak dijumpai adanya kelainan organik.

Kriteria diagnostik Tension type headache


Minimal ada 10 serangan nyeri kepala dengan frekuensi < 15 x/bulan atau < 180
x/tahun.
Nyeri kepala berlangsung dari 30 menit 7 hari.
Minimal ada 2 kriteria nyeri sebagai berikut :
1 Rasa seperti ditekan/berat di kepala (non pulsating, tidak berdenyut).
2 Intensitas nyeri ringan sedang.
3 Lokasi bilateral.
4 Tidak teragregasi oleh aktifitas fisik.
Tidak dijumpai nausea, vomitus, photophobia, phonophobia jarang dijumpai.

1
2

Pemeriksaan penunjang
Foto Rontgen kepala.
Elektroenchelpalograph/Elektro Enselo Grafi (EEG).

3
4
5

CT-SCAN.
Arteriografi, Brain Scan Nuklir.
Pemeriksaan laboratorium (tidak rutin atas indikasi).
Pemeriksaaan psikologi (jarang dilakukan)
1.7 Tatalaksana
Sasaran penatalaksanaan tergantung lama dan intensitas nyeri, gejala penyerta,
derajat disabilitas serta respon awal dari pengobatan dan mungkin pula ditemukan
penyakit lain seperti epilepsi, ansietas, stroke, infark miokard. Karena itu harus hati-hati
memberikan obat. Bila ada gejala mual/muntah, obat diberikan rektal, nasal, subkutan
atau intra vena.

Tatalaksana pengobatan migren dapat dibagi kepada 4 kategori


a. Langkah umum
b. Terapi abortif
c. Langkah menghilangkan rasa nyeri
d. Terapi preventif
A. Langkah Umum
Perlu menghindari pencetus nyeri, seperti perubahan pola tidur, makanan, stres dan
rutinitas sehari-hari, cahaya terang, kelap kelip, perubahan cuaca, berada ditempat yang
tinggi seperti gunung atau di pesawat udara.
B. Terapi Abortif
Pada serangan ringan sampai sedang atau serangan berat. Analgesik ringan aspirin (drug
of choice). Bila tidak respon terhadap NSAIDs, dipakai obat spesifik. seperti: Triptans
(naratriptans, rizatriptan, sumatriptan, zolmitriptan), Dihydro ergotamin (DHE), obat
kombinasi (aspirin dengan asetaminophen dan kafein), obat golongan ergotamin.
Tabel obat spesifik
1

Jenis obat
Ergotamin

Caffeine
Ergotamine

plus

Dosis : 1-2 mg oral/jam, maksimal 3 dosis sehari,


gunakan dosis efektif terkecil.
Suppos : 1 mg, dosis maks, 2-3/ hr dan 12/bulan
Kontra indikasi : pengguna triptans, hamil,
menyusui, hipertensi, sepsis, coronary, cerebral,
peripheral vascular disease.
Adverse react: Increased incidence of migraines,
daily headaches, tachycardia,arterial spasm,
numbness and tingling, vomiting, diarrhea,
dizziness, abdominal cramps.
Dosis: 2 tablet (100 mg caffeine/1mg ergot) pada
saat onset, kemudian 1 tab tiap 30 menit, dapat naik
sampai 6 tab.(jangan lebih
10 tab/minggu nya).

Suppos (2 mg ergot/100 mg caff).


3

Dihydroergotamine
(DHE)

Dosis: 1 mg IM, SC Max initial dose: 0.5 to 1.0 mg;


dapat diulang tiap jam sampai dosis max 3 mg IM
atau 2 mg IV per hari, dan 6 mg per minggu.
Intranasal: 0.5-mg spray pada tiap nostril, dosis
maksimal 4 spray (2 mg) per hari.

Triptans
Sumatriptan

Dosis: 6 mg SC, dapat diulang dalam 1 jam, dosis


maksimal 12 mg/hr. 25 -100 mg oral /2 jam, dosis
maks: 200 mg/hari
Max initial dose: 100 mg.
Intranasal: 5 -10 mg (1-2 spray) pada satu nostril;
dapat diulang sesudah 2 jam, dosis maksimal 40
mg/hari.
Kontraindikasi : Ergotamine, hemiplegic atau basilar
migraine, hamil, gangguan fungsi hepar, CAD,
MAOI
Adverse react : vomiting, vertigo, headache, chest
pressure and heaviness.
2 Naratriptan
Dosis: 1.0 - 2.5 mg ooral/4 jam, dosis max 5 mg per
hari.
Kontra indikasi : Ergot-type medications,
kontrasepsi oral, merokok, CAD.
Adverse react : Dizziness, nausea, fatigue.
3 Rizatriptan
Dosis: 5 - 20 mg oral/2jam, dosis maks 30 mg per
hari.
Kontra indikasi : Ergot-type medications, other
triptans, propranolol, cimetidine, CAD
Adverse react : Tachycardia, throat tightness.
4 Zolmitriptan
Dosis: 2.5-5.0 mg oral/2 jam, dosis maks 10 mg per
hari.
Kontra indikasi: Ergot-type medications, other
triptans, CAD.
C Langkah Menghilangkan Rasa Nyeri
Terapi abortif mungkin belum mengatasi nyeri secara komplit, dibutuhkan analgesik
NSAIDs. Obat OTCs yang direkomendasikan FDA ialah kombinasi aspirin 250 mg,
acetaminophen 250 mg dan caffein 65 mg. Ketoralac tromethamin non narcotic, non
habituating dapat dipakai, efek sampingnya minim, dosis 60 mg i.m.
Analgesik narkotik, antiemetik, pheno-tyhiazines, dan kompres dingin bisa mengurangi
nyeri. Analgesik narkotik (codein, meperidine HCL , methadone HCL) diberikan
parenteral, efektif menghilangkan nyeri. Anti emetik diberikan parenteral atau
suppositoria (phenergan, chlopromazine dan prochlorperazine) mempunyai efek sedatif
dan anti mual. Transnasal butorphanol tartrate diberikan parenteral. Pemberian nasal
efektif karena sifat mukosa hidung lebih cepat mengabsorbsi.
D Terapi preventif
Prinsip umum terapi preventif :

Mengurangi frekuensi berat dan lamanya serangan.


Meningkatkan respon pasien terhadap pengobatan.
Meningkatkan aktivitas sehari-hari, serta pengurangan disabilitas.

Formula Prevensi Migren.

Pemakaian obat: dosis rendah yang efektif dinaikkan pelan-pelan sampai dosis
efektif. Efek klinik tercapai setelah 2-3 bulan.
Pendidikan terhadap penderita: teratur memakai obat, perlu diskusi rasional tentang
pengobatan, efek samping.
Evaluasi : Headache diary merupakan suatu gold standart evaluasi serangan,
frekuensi, lama, beratnya serangan, disabilitas dan respon obat.
Kondisi penyakit lain : pedulikan kelainan yang sedang diderita seperti stroke, infark
myocard, epilepsi dan ansietas, penderita hamil (efek teratogenik), hati-hati interaksi
obat-obat.

Tabel Obat profilaksis Migren


Jenis Obat
-blokers
Atenolol
Metaprolol
Nadolol
Propanolol
Calcium
channel
blockers
Flunarizine
Verapamil
Serotonin
receptor
antagonists
Methysergide
Pizotyline
(pizotifen)
Tricyclic
analgesics
Amitriptiline
Nortriptiline

Anti-epileptik
Divalproex
Sodium
valproate

Dosis

Efek Samping

Kontraindikasi

50-150mg/hr
100-200 mg/hr
20-160 mg/hr
40-240 mg/hr

Fatigue, bronchospasm,
bradikardi, hipotensi,
depresi, congestive heart
failure, impotensi,
gangguan tidur.

Pasien asma, DM,


peny.vaskuler
perifer, heart block,
ibu hamil.

5-10 mg/hr
240-320 mg/hr

Fatigue, depresi,
bradikardi, hipotensi,
konstipasi, nausea,
edema.

ibu hamil,
hipertensi, aritmia.

Retroperitoneal,cardiac
and
pulmonary fibrosis
Weight gain, Fatigue.

hipertensi,
kehamilan,
tromboflebitis.

10-150 mg
10-150 mg

Mulut kering, konstipasi,


weight gain, drowsiness,
reduced seizure
threshold,
cardiovascular effects.

kelainan liver,
ginjal, paru,
jantung,
glaukoma,
hipertensi.

500-1500
mg/d
500-1500

Nausea, tremor, weight


gain,
alopecia, increased liver

2 mg
(max8mg/hr)
0.5 mg (max
3-6 mg/hr)

Valproic acid
Gabapentin

mg/d
500-1500
mg/d
900-1800
mg/hr (max
2400)

enzyme levels.
Dizzines, fatique, ataxia,
nausea, tremor.

Tatalaksana Nyeri Kepala Tension

Terapi Non-farmakologi
Melakukan latihan peregangan leher atau otot bahu sedikitnya 20 sampai 30 menit.
Perubahan posisi tidur.
Pernafasan dengan diafragma atau metode relaksasi otot yang lain.
Penyesuaian lingkungan kerja maupun rumah.
Pencahayaan yang tepat untuk membaca, bekerja, menggunakan komputer, atau saat
menonton televisi.
Hindari eksposur terus-menerus pada suara keras dan bising.
Hindari suhu rendah pada saat tidur pada malam hari.
Terapi farmakologi
Menggunakan analgesik atau analgesik plus ajuvan sesuai tingkat nyeri. Seperti obatobat OTC: aspirin, acetaminophen, ibuprofen atau naproxen sodium. Produk kombinasi
dengan kafein dapat meningkatkan efek analgesik.
Untuk sakit kepala kronis, perlu assesment yang lebih teliti mengenai penyebabnya,
misalnya karena anxietas atau depresi.
Pilihan obatnya adalah antidepresan, seperti amitriptilin atau antidepresan lainnya.
Hindari penggunaan analgesik secara kronis memicu rebound headache.
Tatalaksana Cluster headache
Sasaran terapi : menghilangkan nyeri (terapi abortif), mencegah serangan (profilaksis).
Strategi terapi : menggunakan obat NSAID, vasokonstriktor cerebral.
- Obat terapi abortif: oksigen, ergotamin, sumatriptan (dosis sama dengan dosis migren).
- Obat terapi profilaksis: verapamil, litium, ergotamin, metisergid, kortikosteroid,
topiramat.
1.8 Komplikasi
Komplikasi TTH adalah rebound headache yaitu nyeri kepala yang disebabkan oleh
penggunaan obat - obatan analgesia seperti aspirin, asetaminofen, dllyang berlebihan.
Tension type headache episodik dapat berkembang menjadi tipe kronik, dan depresi
akibat gejalanya dapat terjadi sebagai suatu komplikasi pada pasien. Komplikasi Migren

adalah rebound headache, nyeri kepala yang disebabkan oleh penggunaan obat-obatan
analgesia seperti aspirin, asetaminofen, dll yang berlebihan.
1.9 Prognosis
Prognosis nyeri kepala bergantung pada jenis sakit kepalanya sedangkan indikasi
merujuk keadaan :
1. Sakit kepala yang tiba-tiba dan timbul kekakuan di leher,
2. Sakit kepala dengan demam dan kehilangan kesadaran,
3. Sakit kepala setelah terkena trauma mekanik pada kepala,
4. Sakit kepala disertai sakit pada bagian mata dan telinga,
5. Sakit kepala yang menetap pada pasien yang sebelumnya tidak pernah mengalami
serangan,
6. Sakit kepala yang rekuren pada anak.

1.10 Pencegahan
Pencegahan nyeri kepala adalah dengan mengubah pola hidup dengan cara
mengatur pola tidur
yang sama setiap hari, berolahraga secara rutin, makan
makanan sehat dan teratur, kurangi stress, menghindari pemicu nyeri kepala yang
telah diketahui
2. Memahami dan Menjelaskan Nyeri Somatoform
2.1 Definisi
Suatu kelompok gangguan yang memiliki gejala fisik di mana tidak ditemukan
penjelasan medis yang adekuat.
Gejala dan keluhan somatik menyebabkan penderitaan emosional/gangguan pada
kemampuan pasien untuk berfungsi di dalam peranan sosial atau pekerjaan.
Gangguan somatoform tidak disebabkan oleh pura-pura yang disadari atau gangguan
buatan.
2.2 Etiologi dan Klasifikasi
Gangguan Somatisasi : Substitusi instiktual yang direpresi, pengajaran parental,
kondisi rumah tidak stabil, penyiksaan fisik, penurunan metabolisme lobus frontalis
dan hemisfer nondominan, genetika, regulasi abnormal sitokin.
Gangguan Konversi : Represi konflik intrapsikis bawah sadar dan konversi
kecemasan ke dalam suatu gejala psikis, hipometabolisme hemisfer dominan,
hipermetabolisme hemisfer nondominan, gangguan komunikasi hemisferik.
Hipokondriasis : Misinterpretasi gejala-gejala tubuh, model belajar sosial, varian
gangguan depresif dan kecemasan, harapan agresif dan permusuhan terhadap orang
lain.
Gangguan Dismorfik Tubuh : Melibatkan metabolisme serotonin, pengaruh kultural
dan sosial.

Gangguan Nyeri : Ekspresi simbolik intrapsikis melalui tubuh (aleksitimia), perilaku


sakit, manipulasi untuk mendapat keuntungan hubungan interpersonal, melibatkan
serotonin, defisiensi endorfin.Terdapat faktor psikososial berupa konflik psikologis di
bawah sadar yang mempunyai tujuan tertentu. Pada beberapa kasus ditemukan faktor
genetik dalam transmisi gangguan ini. Selain itu, dihubungkan pula dengan adanya
penurunan metabolism (hipometabolisme) suatu zat tertentu di lobus frontalis dan
hemisfer non dominan
Secara garis besar, faktor-faktor penyebab dikelompokkan sebagai berikut (Nevid
dkk, 2005) :
a.
Faktor-faktor Biologis Faktor ini berhubungan dengan kemungkinan pengaruh
genetis (biasanya pada gangguan somatisasi).
b.
Faktor Lingkungan Sosial Sosialisasi terhadap wanita pada peran yang lebih
bergantung, seperti peran sakit yang dapat diekspresikan dalam bentuk gangguan
somatoform.
c.

Faktor Perilaku. Pada faktor perilaku ini, penyebab ganda yang terlibat adalah:

Terbebas dari tanggung jawab yang biasa atau lari atau menghindar dari situasi yang
tidak nyaman atau menyebabkan kecemasan (keuntungan sekunder).
Adanya perhatian untuk menampilkan peran sakit
Perilaku kompulsif yang diasosiasikan dengan hipokondriasis atau gangguan
dismorfik tubuh dapat secara sebagian membebaskan kecemasan yang diasosiasikan
dengan keterpakuan pada kekhawatiran akan kesehatan atau kerusakan fisik yang
dipersepsikan.
d.
Faktor Emosi dan Kognitif Pada faktor penyebab yang berhubungan dengan
emosi dan kognitif, penyebab ganda yang terlibat adalah sebagai berikut:
Salah interpretasi dari perubahan tubuh atau simtom fisik sebagai tanda dari adanya
penyakit serius (hipokondriasis).
Dalam teori Freudian tradisional, energi psikis yang terpotong dari impulsimpuls
yang tidak dapat diterima dikonversikan ke dalam simtom fisik (gangguan konversi).
Menyalahkan kinerja buruk dari kesehatan yang menurun mungkin merupakan suatu
strategi self-handicaping (hipokondriasis).
Ada 5 gangguan somatoform yang spesifik yaitu :
1.

Gangguan konversi

Merupakan bentuk perubahan yang mengakibatkan adanya perubahan fungsi fisik


yang tidak dapat dilacak secara medis. Gangguan ini muncul dalam konflik atau
pengalaman traumatik yang memberikan keyakinan akan adanya penyebab
psikologis.
2.

Hipokondriasis

Terpaku pada keyakinan bahwa dirinya menderita penyakit yang serius. Ketakukan
akan adanya penyakit terus ada meskipun secara medis telah diyakinkan. Sensasi atau
rasa nyeri fisik biasanya sering diasosiasikan dengan gejala penyakit kronis tertentu.

3.

Gangguan somatisasi

Keluhan fisik yang muncul berulang mengenai simptom fisik yang tidak ada dasar
organis yang jelas. Gangguan ini menyebabkan seseorang untuk melakukan
kunjungan medis berkali-kali atau menyebabkan hendaya yang signifikan dalam
fungsi.
4.

Gangguan dismorfik tubuh

Terpaku pada kerusakan fisik yang dibayangkan atau berlebih-lebihan. Menganggap


orang tidak memperhatikannya karena kerusakan tubuh yang dimilikinya
(dipersepsikannya). Gangguan ini akan membawa seseorang pada perilaku komplusif
seperti berulang-ulang berdandan, dll.
5.

Gangguan nyeri

Gejala utamanya adalah adanya nyeri pada satu atau lebih tempat yang tidak
sepenuhnya disebabkan oleh kondisi medis atau neurologis nonpsikiatris, disertai oleh
penderitaan emosional dan gangguan fungsional dan gangguan memiliki hubungan
sebab yang masuk akal dengan factor psikologis.
Somatoform berdasarkan PPDGJ III dibagi menjadi,
1.

gangguan somatisasi

2.

gangguan somatoform tak terperinci

3.

gangguan hipokondriasis

4.

disfungsi otonomik somatoform

5.

gangguan nyeri somatoform menetap

6.

gangguan somatoform lainnya

7.

gangguan somayoform YTT

2.3 Manifestasi Klinis


Manifestasi klinis gangguan ini adalah adanya keluhan-keluhan gejala fisik yang
berulang disertai permintaan pemeriksaan medik, meskipun sudah berkali-kali terbukti
hasilnya negatif dan juga telah dijelaskan dokternya bahwa tidak ada kelainan yang
mendasari keluhannya (Kapita Selekta, 2001). Beberapa orang biasanya mengeluhkan
masalah dalam bernafas atau menelan, atau ada yang menekan di dalam tenggorokan.
Masalah-masalah seperti ini dapat merefleksikan aktivitas yang berlebihan dari cabang
simpatis sistem saraf otonomik, yang dapat dihubungkan dengan kecemasan. Kadang kala,
sejumlah simtom muncul dalam bentuk yang lebih tidak biasa, seperti kelumpuhan pada
tangan atau kaki yang tidak konsisten dengan kerja sistem saraf. Dalam kasus-kasus lain, juga
dapat ditemukan manifestasi di mana seseorang berfokus pada keyakinan bahwa mereka
menderita penyakit yang serius, namun tidak ada bukti abnormalitas fisik yang dapat
ditemukan (Nevid, dkk, 2005).
Pada gangguan ini sering kali terlihat adanya perilaku mencari perhatian (histrionik),
terutama pada pasien yang kesal karena tidak berhasil membujuk dokternya untuk menerima
bahwa keluhannya memang penyakit fisik dan bahwa perlu adanya pemeriksaan fisik yang
lebih lanjut (PPDGJ III, 1993). Dalam kasus-kasus lain, orang berfokus pada keyakinan

bahwa mereka menderita penyakit serius, namun tidak ada bukti abnormalitas fisik yang
dapat ditemukan.
Gambaran keluhan gejala somatoform :
Neuropsikiatri:
kedua bagian dari otak saya tidak dapat berfungsi dengan baik ;
saya tidak dapat menyebutkan benda di sekitar rumah ketika ditanya
Kardiopulmonal:
jantung saya terasa berdebar debar. Saya kira saya akan mati
Gastrointestinal:
saya pernah dirawat karena sakit maag dan kandung empedu dan belum ada dokter yang
dapat menyembuhkannya
Genitourinaria:
saya mengalami kesulitan dalam mengontrol BAK, sudah dilakukan pemeriksaan namun
tidak di temukan apa-apa
Musculoskeletal
saya telah belajar untuk hidup dalam kelemahan dan kelelahan sepanjang waktu
Sensoris:
pandangan saya kabur seperti berkabut, tetapi dokter mengatakan
kacamata tidak akan membantu
Beberapa tipe utama dari gangguan somatoform adalah
hipokondriasis, gangguan dismorfik tubuh, dan gangguan somatisasi.

gangguan konversi,

Gangguan somatisasi
1 Adanya beberapa keluhan fisik (multiple symptom) yang berulang, dimana ketika
diperiksa secara fisik/medis, tidak ditemukan adanya kelainan tetapi ia tetap kontinyu
memeriksakan diri. Gangguan tidak muncul karena penggunaan obat. Keluhan yang
umumnya, misalnya sakit kepala, sakit perut, sakit dada, mestruasi tidak teratur, dll
2 Pasien menunjukkan keluhan dengan cara histrionik, berlebihan, seakan
tersiksa/merana.
3 Berulang memeriksa diri ke dokter, kadang menggunakan berbagai obat, dirawat di
RS bahkan dilakukan operasi.
4 Sering ditemukan masalah perilaku atau hubungan personal seperti kesulitan dalam
pernikahan.
Gangguan konversi
1 Kondisi dimana panca indera atau otot-otot tidak berfungsi walaupun secara
fisiologis, pada sistem saraf atau organ-organ tubuh tersebut tidak terdapat
gangguan/kelainan.
2 Secara fisiologis, orang normal dapat mengalami sebagian atau kelumpuhan total
pada tangan, lengan, atau gangguan koordinasi, kulit rasanya gatal atau seperti
ditusuk-tusuk, ketidak pekaan terhadap nyeri atau hilangnya kemampuan untuk

3
4
5

merasakan sensasi (anastesi), kelumpuhan, kebutaan, tidak dapat mendengar, tidak


dapat membau, suara hanya berbisik, dll.
Biasanya muncul tiba-tiba dalam keadaan stres, adanya usaha individu untuk
menghindari beberapa aktivitas atau tanggungjawab.
Konsep Freud : energi dari insting yang di repres berbalik menyerang dan
menghambat fungsi saluran sensorimotor.
Kecemasan dan konflik psikologik diyakini diubah dalam bentuk simptom fisik.

Hipokondriasis
1 Meyakini/ketakutan atau pikiran yang berlebihan dan menetap bahwa dirinya
memiliki suatu penyakit fisik yang serius
2 Adanya reaksi fisik yang berlebihan terhadap sensasi fisik/tubuh (salah interpretasi
terhadap gejala fisik yang dialaminya), misalnya otot kaku, pusing/sakit kepala,
berdebar-debar, kelelahan.
3 Melakukan banyak tes lab, menggunakan banyak obat, memeriksakan diri ke banyak
dokter atau RS
4 Keyakinan ini terus berlanjut, tidak mau menerima nasehat atau penjelasan dokter,
walaupun hasil pemeriksaan medis tidak menunjukkan adanya penyakit dan sudah
diyakinkan.
5 Keyakinan ini menyebabkan adanya distress atau hambatan dalam fungsi sosial,
pekerjaan atau aspek penting lainnya.
Gangguan dimorfik tubuh
1 Keyakinan akan adanya masalah dengan penampilan atau melebih-lebihkan
kekurangan dalam hal penampilan (misalnya : keriput di wajah, bentuk atau ukuran
tubuh)
2 Keyakinan/perhatian berlebihan ini meyebabkan stress, menghabiskan banyak waktu,
menjadi mal-adaptive atau menimbulkan hambatan dalam fungsi sosial, pekerjaan
atau aspek penting lainnya (menghindar/tidak mau bertemu orang lain, keluar sekolah
atau pekerjaan), juga menyebabkan dirinya sering harus konsultasi untuk operasi
plastik
3 Bagian tubuh yang diperhatikan sering bervariasi, kadang dipengaruhi budaya.
Gangguan nyeri
1 Gangguan dimana individu mengeluhkan adanya rasa nyeri yang sangat dan
berkepanjangan, namun tidak dapat dijelaskan secara medis (bahkan setelah
pemeriksaan yang intensif)
2 Rasa nyeri ini bersifat subyektif, tidak dapat dijelaskan, bersifat kronis, muncul di
satu atau beberapa bagian tubuh.
3 Rasa nyeri ini menyebabkan stress atau hambatan dalam fungsi sosial, pekerjaan dan
aspek penting lainnya.
4 Faktor-faktor psikologis sering memainkan peranan penting dalam memunculkan,
memperburuk rasa nyeri.
2.4 Diagnosis dan DD
Untuk gangguan somatisasi, diagnosis pasti memerlukan semua hal berikut:
a) Adanya banyak keluhan-keluhan fisik yang bermacam-macam yang tidak
dapat dijelaskan atas dasar adanya kelainan fisik, yang sudah berlangsung

sedikitnya 2 tahun
b) Tidak mau menerima nasehat atau penjelasan dari beberapa dokter bahwa
tidak ada kelainan fisik yang dapat menjelaskan keluhan-keluhannya.
c) Terdapat disabilitas dalam fungsinya di masyarakat dan keluarga, yang
berkaitan dengan sifat keluhan-keluhannya dan dampak dari perilakunya.
Atau :
A. Keluhan fisik dimulai sebelum usia 30 tahun, terjadi selama periode
beberapa tahun
B. Tiap kriteria berikut ini harus ditemukan,
4 gejala (G) nyeri: sekurangnya empat tempat atau fungsi yang
berlainan (misalnya kepala, perut, punggung, sendi, anggota gerak,
dada, rektum, selama menstruasi, selama hubungan seksual, atau
selama miksi)
2 G gastrointestinal: sekurangnya dua gejala selain nyeri (misalnya
mual, kembung, muntah selain dari selama kehamilan, diare, atau
intoleransi terhadap beberapa jenis makanan)
-1 G seksual: sekurangnya satu gejala selain dari nyeri (misalnya indiferensi seksual,
disfungsi erektil atau ejakulasi, menstruasi tidak teratur, perdarahan menstruasi berlebihan,
muntah sepanjang kehamilan).
-1 G pseudoneurologis: sekurangnya satu gejala atau deficit yang mengarahkan pada kondisi
neurologis yang tidak terbatas pada nyeri (gangguan koordinasi atau keseimbangan, paralisis,
sulit menelan, retensi urin, halusinasi, hilangnya sensasi atau nyeri, pandangan ganda,
kebutaan, ketulian, kejang; gejala disosiatif seperti amnesia; atau hilangnya kesadaran selain
pingsan).
C. Salah satu (1)atau (2):
Setelah penelitian yang diperlukan, tiap gejala dalam kriteria B tidak dapat dijelaskan
sepenuhnya oleh sebuah kondisi medis umum yang dikenal atau efek langsung dan suatu zat
(misalnya efek cedera, medikasi, obat, atau alkohol)
Jika terdapat kondisi medis umum, keluhan fisik atau gangguan sosial atau pekerjaan yang
ditimbulkannya adalah melebihi apa yang diperkirakan dari riwayat penyakit, pemeriksaan
fisik, atau temuan laboratorium.
D. Gejala tidak ditimbulkan secara sengaja atau dibuat-buat (seperti gangguan buatan atau
pura-pura).
Kriteria Diagnostik untuk Gangguan Somatisasi Menurut DSM-IV

A Riwayat banyak keluhan fisik yang dimulai sebelum usia 30 tahun yang terjadi selama
periode beberapa tahun dan membutuhkan terapi, yang menyebabkan gangguan
bermakna dalam fungsi sosial, pekerjaan dan fungsi penting lainnya.
B Tiap kriteria berikut ini harus ditemukan, dengan gejala individual yang terjadi pada
sembarangan waktu selama perjalanan gangguan :
1 Empat gejala nyeri : riwayat nyeri yang berhubungan dengan sekurangnya
empat tempat atau fungsi yang berlainan (misalnya kepala, perut, punggung,
sendi, anggota gerak, dada, rektum selama menstruasi, selama berhubungan
seksual atau selama miksi)
2 Dua gejala gastrointestinal : riwayat sekurangnya dua gejala gastrointestinal
selain nyeri (misalnya mual, kembung, muntah selain dari selama kehamilan,
diare atau intoleransi terhadap beberapa jenis makanan)
3 Satu gejala seksual : riwayat sekurangnya satu gejala seksual atau reproduktif
selain dari nyeri (misalnya indiferensi seksual, disfungsi erektil atau ejakulasi,
mendtruasi tidak teratur, perdarahan menstruasi berlebihan, muntah sepanjang
kehamilan)
4 Salah satu gejala pseudoneurologis : riwayat sekurangnya satu gejala atau
defisit yangmengarahkan pada kondisi neurologis yang tidak terbatas pada
nyeri (gejala konversi seperti gangguan koordinasi atau keseimbangan,
paralisis atau kelemahan setempat, ssulit menelan atau benjolan di
tenggorokan, afonia, retensi urin, halusinasi, hilangnya sensasi atau nyeri,
pandangan ganda, kebutaan, ketulian, kejang, amnesia, hilangnya kesadaran
selain pingsan)
C Salah (1) atau (2) :
1 Setelah penelitian yang diperlukan, tiap gejala dalam kriteria B tidak dapat
dijelaskan sepenuhnya oleh sebuah kondisi umum medis yang dikenal atau
efek langsung dan suatu zat (misalnya efek cedera, medikasi, obat atau
alkohol)
2 Jika terdapat kondisi umum medis, keluhan fisik atau gangguan sosial atau
pekerjaan yang ditimbulkannya adalah melebihi apa yang diperkiraannya dan
riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, atau temuan laboratorium
D Gejala tidak ditimbulkan secara sengaja atau dibuat-buat (seperti pada gangguan
buatan atau pura-pura)
Kriteria Diagnostik untuk Gangguan Konversi
A Satu atau lebih gejala atau defisit yang mengenai fungsi motorik volunter atau
sensorik yang mengarahkan pada kondisi neurologis atau kondisi medis lain
B Faktor psikologis dipertimbangkan berhubungan dengan gejala atau defisit karena
awal atau eksaserbasi gejala atau defisit adalah didahului oleh konflik atau stressor
lain
C Gejala atau defisit tidak ditimbulkan secara sengaja atau dibuat-buat (pura-pura)
D Gejala atau defisit tidak dapat, setelah penelitian yang diperlukan, dijelaskan
sepenuhnya oleh kondisi umum medis atau oleh efek langsung suatu zat, atau sebagai
perilaku atau pengalaman yang diterima secara kultural
E Gejala atau defisit menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau
gangguan dalam fungsi sosial, pekerjaan atau fungsi penting lain atau memerlukan
pemeriksaan medis.

F Gejala atau defisit tidak terbatas pada nyeri atau disfungsi seksual, tidak terjadi
semata-mata selama perjalanan gangguan somatisasi, dan tidak dapat diterangkan
dengan lebih baik oleh gangguan mental lain.
Sebutkan tipe gejala atau defisit :
Dengan gejala atau defisit motorik
Dengan gejala atau defisit sensorik
Dengan kejang atau konvulsi
Dengan gambaran campuran
Kriteria Diagnostik untuk Hipokondriasis
A Perokupasi dengan ketakutan menderita atau ide bahwa ia menderita, suatu penyakit
serius didasarkan pada interpretasi keliru orang tersebut terhadap gejala-gejala tubuh
B Perokupasi menetap walaupun telah dilakukan pemeriksaan medis yang tepat dan
penentraman
C Keyakinan dalam kriteria A tidak memiliki intensitas waham (seperti gangguan
delusional, tipe somatik) dan tidak terbatas pada kekhawatiran tentang penampilan
(seperti gangguan dimorfik tubuh)
D Perokupasi menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau gangguan
dalam fungsi sosial, pekerjaan atau fungsi penting lain.
E Lama gangguan sekurangnya 6 bulan
F Perokupasi tidak dapat diterangkan lebih baik oleh gangguan kecemasan umum,
gangguan obsesif-komplusif, gangguan panik, gangguan depresi berat, cemas
perpisahan, atau gangguan somatoform lain
Sebutkan jika : dengan tilikan buruk : jika untuk sebagian besar waktu selama episode
berakhir, orang tidak menyadari bahwa kekhawatirannya tentang menderita penyakit
serius adalah berlebihan atau tidak beralasan.
Kriteria Diagnostik untuk Gangguan Dismorfik Tubuh
A Perokupasi dengan bayangan cacat dalam penampilan. Jika ditemukan sedikit anomali
tubuh, kekhawatiran orang tersebut adalah berlebihan dengan nyata.
B Perokupasi menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau gangguan
dalam fungsi sosial,pekerjaan atau fungsi penting lain.
C Preokupasi tidak dapat diterangkan lebih baik oleh gangguan mental lain (misalnya
ketidakpuasaan dengan bentuk dan ukuran tubuh pada anorexia nervosa)
Kriteria Diagnostik untuk Gangguan Nyeri
A Nyerii pada satu tempat atau lebih tempat anatomis merupakan pusat gambaran klinis
dan cukup parah untuk memerlukan perhatian khusus
B Nyeri menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau gangguan dalam
fungsi sosial, pekerjaan atau fungsi penting lain
C Faktor psikologis dianggap memiliki peranan penting dalam onset, kemarahan,
eksaserbasi atau bertahannya nyeri
D Gejala atau defisit tidak ditimbulkan secara sengaja atau dibuat-buat
E Nyeri tidak dapat diterangkan lebih baik oleh gangguan mood, kecemasan, atau
gangguan psikotik dan tidak memenuhi kriteria dispareunia.

Tuliskan seperti berikut : gangguan nyeri berhubungan dengan faktor psikologis :


faktor psikologis dianggap memiliki peranan besar dalam onset, keparahan,
eksaserbasi dan bertahannya nyeri
Sebutkan jika :
Akut : durasi kurang dari 6 bulan
Kronis : durasi 6 bulan atau lebih
Gangguan nyeri berhubungan baik dengan faktor psikologis maupun kondisi
medis umum
Sebutkan jika :
Akut : durasi kurang dari 6 bulan
Kronik : durasi 6 bulan atau lebih
Kriteria Diagnostik untuk Gangguan Somatoform yang Tidak Digolongkan
A Satu atau lebih keluhan fisik (misalnya kelelahan, hilangnya nafsu makan, keluhan
gastrointestinal, atau saluran kemih)
B Salah satu (1) atau (2) :
1 Setelah pemeriksaan yang tepat, gejala tidak dapat dijelaskan sepenuhnya oleh
kondisi umum medis yang diketahui atau oleh efek langsung dan suatu zat
(misalnya efek cedera, medikasi, obat atau alkohol)
2 Jika terdapat kondisi medis umum yang berhubungan, keluhan fisik atau
gangguan sosial atau pekerjaan yang ditimbulkannya adalah melebihi apa
yang diperkiraan menurut riwayat penyakit, pemeriksaan fisik atau temuan
laboratorium.
C Gejala menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau gangguan dalam
fungsi sosial, pekerjaan atau fungsi penting lain
D Durasi gangguan sekurangnya enam bulan
E Gangguan tidak dapat diterangkan lebih baik oleh gangguan mental lain (misalnya
gangguan somatoform, disfungsi seksual, gangguan mood, gangguan kecemasan,
gangguan tidur atau gangguan psikotik)
F Gejala tidak ditimbulkan secara sengaja atau dibuat-buat
DIAGNOSIS MENURUT PPDGJ :
Gangguan Somatoform
Ciri utama gangguan ini adalah adanya keluhan-keluhan gejala fisik yang berulangulang disertai permintaan pemeriksaan medik, meskipun sudah berkali-kali terbukti
hasilnya negatif dan sudah dijelaskan dokternya bahwa tidak ditemukan keluhan yang
menjadi dasar keluhannya. Penderita juga menyangkal dan menolak untuk membahas
kemungkinan kaitan antara keluhan fisiknya dengan problem atau konflik dalam
kehidupan yang dialaminya bahkan meskipun didapatkan gejala-gejala anxietas dan
depresi.
Tidak adanya saling pengertian antara dokter dan pasien mengenai kemungkinan
penyebab keluhan-keluhannya yang menimbulkan frustasi dan kekecewaan pada
kedua belah pihak
Gangguan Somatisasi
Pedoman diagnostik
Diagnosis pasti memerlukan semua hal berikut :

Adanya banyak keluhan-keluhan fisik yang bermacam-macam yang tidak dapat


dijelaskan atas dasar kelainan fisik yang sudah berlangsung sedikitnya 2 tahun
Tidak mau menerima nasehat atau penjelasan dari beberapa dokter bahwa tidak ada
kelainan fisik yang dapat menjelaskan keluhannya
Terdapat disabilitas dalam fungsinya di masyarakat dan keluarga yang berkaitan
dengan sifat keluhan-keluhannya dan dampak dari perilakunya

a. Gangguan Somatoform Tak Terinci


Pedoman diagnostik
Keluhan-keluhan fisik bersifat multipel, bervariasi dan menetap, akan tetapi gambaran
klinis yang khas dan lengkap dari gangguan somatisasi tidak terpenuhi
Kemungkinan ada ataupun tidaknya faktor penyebab psikologis belum jelas, akan
tetapi tidak boleh ada penyebab fisik dan keluhan-keluhannya
b. Gangguan Hipokondrik
Pedoman diagnostik
Untuk diagnostik pasti, kedua hal ini harus ada :
Keyakinan yang menetap adanya sekurang0kurangnya satu penyakit fisik yang serius
yang dilandasi keluhan-keluhannya, meskipun pemeriksaan yang berulang-ulang tidak
menunjang adanya alasan fisik yang memadai, ataupun adanya preokupasi yang
menetap kemungkinan deformitas atau perubahan bentuk penampakan fisik
Tidak mau menerima nasehat atau dukungan penjelasan dari beberapa dokter bahwa
tidak ditemukan penyakit atau abnormalitas fisik yang melandasi keluhannya.
c. Gangguan Otonomik Somatoform
Pedoman diagnostik
Diagnosis pasti memerlukan semua hal berikut :
Adanya gejala-gejala bangkitan otonomik seperti palpitasi, berkeringat, tremor, muka
panas/flushing, yang menetap dan mengganggu
Gejala subjektif tambahan mengacu pada sistem atau organ tertentu (gejala tidak
khas)
Preokupasi dengan dan penderitaan (distress) mengenai kemungkinan adanya
gangguan yang serius (sering tidak begitu khas) dari sistem atau organ tertentu, yang
tidak terpengaruh oleh hasil pemeriksaan berulang, maupun penjelasan dari dokter
Tidak terbukti adanya gangguan yang cukup berarti pada struktur/fungsi dari sistem
atau organ yang dimaksud.
Karakter kelima : F45.30 = jantung dan sistem kardiovaskuler
F45.31 = saluran pencernaan bagian atas
F45.32 = saluran pencernaan bagian bawah
F45.33 = sistem pernafasan
F45.34 = sistem genito-urinaria
F45.35 = sistem atau organ lainnya
d. Gangguan Nyeri Somatoform Menetap
Pedoman diagnostik
Keluhan utama adalah nyeri hebat, menyiksa, menetap, yang tidak dapat dijelaskan
sepenuhnya atas dasar proses fisiologik maupun adanya gangguan fisik

Nyeri timbul dalam hubungan dengan adanya konflik emosional atau problem
psikososial yang cukup jelas untuk dapat dijadikan alasan dalam mempengaruhi
terjadinya gangguan tersebut
Dampaknya adalah meningkatnya perhatian dan dukungan, baik personal maupun
medis, untuk yang bersangkutan.
e. Gangguan Somatoform Lainnya
Pedoman diagnostik
Pada gangguan ini keluhan-keluhannya tidak sistem saraf otonom dan terbatas secara
spesifik pada bagian tubuh atau sistem tertentu
Tidak ada kaitannya dengan kerusakan jaringan
2.5 Tatalaksana
Terapi untuk Gangguan Somatoform
Kebijakan klinis menyarankan pendekatan halus dan suportif seraya memberikan
penghargaan kepada pasien atas setiap perbaikan kondisi sekecil apa pun yang
berhasil dicapai (Simon, 1998).
Orang-orang yang menderita gangguan somatoform jauh lebih sering datang ke dokter
dibanding ke psikiater atau psikolog karena mereka menganggap masalah berkait
dengan kondisi fisik. Para pasien tersebut menganggap rujukan dokter ke psikolog
atau psikiater sebagai tanda bahwa dokter menganggap penyakit mereka terletak di
kepala; sehingga mereka tidak merasa senang dirujuk ke ahli jiwa. Mereka
menguji kesabaran dokter mereka, yang sering kali meresepkan berbagai macam obat
atau penanganan medis dengan harapan akan menyembuhkan keluhan somatik
tersebut.
Penyembuhan dengan berbicara yang menjadi dasar psikoanalisis dilandasi oleh
asumsi bahwa suatu represif masif telah memaksa energi psikis diubah menjadi
anestesia atau kelumpuhan yang membingungkan. Namun demikian, psikoanalisis
tradisional dengan terapi jangka panjang dan psikoterapi yang berorientasi
psikoanalisis tidak menunjukkan hasil yang bermanfaat bagi gangguan konversi,
kecuali mungkin mengurangi kekhawatiran pasien atas penyakitnya. Penanganan
psikodinamika jangka pendek dapat menjadi efektif untuk menghilangkan simtomsimtom gangguan somatoform (Junkert-Tress, 2001).
Pasien somatoform sering menderita kecemasan dan depresi. Dengan menangani
kecemasan dan depresi sering kali mengurangi kekhawatiran somatoform.
Pada kasus komorbiditas antara ganguan obsesif kompulsif dan gangguan somatoform
tertentu, seperti hipokondriasis dan gangguan dismorfik tubuh memiliki penanganan
pilihan untuk ganguan kompulsif-pemaparan dan pencegahan respons-dapat menjadi
efektif untuk gangguan somatoform tersebut.
Terapis perlu memperhitungkan untuk memastikan pasien tidak kehilangan muka
ketika gangguan tersebut tidak lagi dialaminya. Terapis harus mempertimbangkan
kemungkinan pasien merasa dipermalukan ketika kondisinya menjadi lebih baik
melalui penanganan yang tidak berkaitan dengan masalah medis (fisik).
Terapi untuk gangguan somatisasi
Pemaparan atau terapi kognitif dapat digunakan untuk mengatasi ketakutan,
berkurangnya rasa takut dapat membantu mengurangi berbagai keluhan
somatik.

Terapi keluarga, membantu pasien dan keluarga mengubah jaringan hubungan


yang bertujuan untuk membantu usahanya menjadi lebih mandiri.
Training asersi dan keterampilan sosial, bermanfaat untuk membantunya
manguasai atau menguasai kembali, berbagai cara untuk berhubungan dengan
orang lain dan mengatasi berbagai tantangan tanpa harus mengatakan Saya
seorang yang malang, lemah, dan sakit.
Dokter tidak menghindari validitas keluhan-keluhan fisik, namun
meminimalkan penggunaan berbagai tes diagnostik dan pemberian obat,
mempertahankan kontak dengan pasien. Teknik-teknik seperti training
relaksasi dan berbagai bentuk terapi kognitif juga terbukti bermanfaat.
Biofeedback, yang mencangkup pengendalian atas proses-proses fisiologis
telah terbukti efektif dalam mengurangi berbagai pikiran yang merusak pada
para pasien yang menderita gangguan somatoform-bahkan lebih efektif
dibanding teknik relaksasi.
Terapi utuk hipokondriasis
Pendekatan kognitif behavioral. Penelitian menunjukkan bahwa para pasien
hipokondrial menunjukkan penyimpanan kognitif dengan menganggap
masalah kesehatan yang muncul sebagai suatu ancaman. Terapi kognitifbehavioral dapat ditujukan untuk merestrukturisasi pemikiran pesimistik
semacam itu.
Penanganan dapat mencangkup beberapa strategi seperti mengarahkan
perhatian selektif pasien ke simtom-simtom fisik dan tidak mendorong pasien
mencari kepastian medis bahwa ia tidak sakit.
Terapi untuk rasa nyeri
Nyeri mengandung dua komponen, yaitu nyeri psikogenik dan nyeri yang
benar-benar disebabkan factor medis, seperti cedera jaringan otot. Penanganan
yang efektif cenderung terdiri dari hal-hal berikut:
o Melakukan validasi bahwa rasa nyeri memang nyata, dan tidak hanya
dalam pikiran pasien.
o Pelatihan relaksasi
o Menghadiahi pasien karena berperilaku yang tidak sejalan dengan
rasa nyeri (menahan rasa nyeri).
Varian terapi psikodinamika jangka pendek, yang disebut terapi tubuh
psikodinamika, efektif untuk mengurangi rasa nyeri dan mempertahankannya
dalam jangka waktu lama.
Dosis rendah obat antidepresan, terutama imipramine, lebih tinggi manfaatnya
dibandingkan placebo untuk mengurangi rasa nyeri dan distress kronis. Obatobatan tersebut tidak menghilangkan depresi terkait.
a

Secara umum tampaknya perlu disarankan untuk mengalihkan focus dari hal-hal yang
tidak dapat dilakukan pasien karena penyakitnya dan bahkan mengajarkan pada pasien
bagaimana cara mengatasi stres, mendorong aktivitas yang lebih banyak, dan
meningkatkan kontrol diri, terlepas dari keterbatasan fisik atau rasa tidak nyaman yang
dialami pasien.

2.6 Komplikasi
1. Kehidupan yang bergantung pada orang lain

2. Suicide.
2.7 Prognosis
Prognosis pada gangguan somatoform sangat bervariasi, tergantung umur pasien dan
sifat gangguannya (kronik atau episodik). Umumnya, gangguan somatoform
prognosisnya baik, dapatditangani secara sempurna. Sangat sedikit sekali yang
mengalami eksarsebasi, dapat bervariasidari mild-severe dan kronis. Pengobatan yang
lebih awal dan menjadikan prognosis menjadilebih baik. Secara independen tidak
meningkatkan risiko kematian. Kematian lebih disebabkankarena upaya bunuh diri.
(Kaplan, 1999)
2.8 Pencegahan
Pertama, mulai berolah raga dengan baik dan teratur serta menjaga pola makan
dengan asupan gizi yang seimbang. Hal ini berguna untuk menjaga metabolism tubuh.
Sehingga menjadi prima.
Kedua, Apabila gangguan serangan cemas akan rasa sakit menyerang, katakan pada
diri anda stop, lalu lakukan relaksi dengan cara mengatur aliran nafas anda.
Ketiga, Lakukan lah medical check up 1 tahun 1 kali, secara rutin. Dengan harapan
dapat mengetahui kondisi fisikyang sebenarnya (membuat anda tenang), dan
melakukan langkah pencegahan jika ditemukan penyakit dalam diri.
Self talk Tubuh saya sehat, dan saya baik-baik saja. (katakan pada diri anda, setiap
hari saat anda bercermin setiap saat, dan katakan juga indahnya hari ini, saya
bersyukur karena tuhan masih mengijinkan saya menikmati setiap karuniaNya

Memahami dan Menjelaskan Pandangan Islam tentang Perceraian

Memang tidak terdapat dalam al-Quran ayat -ayat yang menyuruh ataumelarang eksistensi
perceraian itu, sedangkan untuk perkawinan ditemukanbeberapa ayat yang menyuruh
melakukannya. Meskipun banyak ayat al-Quran yang mengatur talak tetapi isinya hanya
sekedar mengatur bila talak itu terjadi,meskipun dalam bentuk suruhan atau larangan.
Walaupun hukum asal dari talak itu adalah makruh, namun melihatkeadaan tertentu dalam
situasi tertentu, maka hukum talak itu adalah sebagai berikut
Nadab
atau sunnah, yaitu dalam keadaan rumah tangga sudah tidak dapatdilanjutkan dan seandainya
dipertahankan juga kemudaratan yang lebihbanyak akan timbul;
Mubah
atau boleh saja dilakukan bila memang perlu terjadi perceraiandan tidak ada pihak-pihak
yang dirugikan dengan perceraian itusedangkan manfaatnya juga ada kelihatannya;

Wajib
mesti dilakukan yaitu perceraian yang mesti dilakukan olehhakim terhadap seseorang yang
telah bersumpah untuk tidak menggauliistrinya sampai masa tertentu, sedangkan ia tidak mau
pula membayarkafarat sumpah agar ia dapat bergaul dengan istrinya. Tindakan
itumemudharatkan istrinya.
Haram
talak itu dilakukan tanpa alasan, sedangkan istri dalam keadaanhaid atau suci yang dalam
masa itu ia telah digauli

DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kesehatan RI. Direktorat Jenderal Pelayanan Medik. (2003). Pedoman


Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III. Jakarta.
Maslim, R. (2001). Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari PPDGJ
III. Jakarta.
Kaplan, H.I., Sadock B.J. (1997). Sinopsis Psikiatri Jilid II Edisi ke-7. Jakarta. Binarupa
Aksara.
Lindsay, Kenneth W. (2004). Headache. Neurology and Neurosurgery. London. Churchill
Livingstone.
Mansjoer, A.A.,etc. (2004). Kapita Selekta Kedokteran Jilid I. Jakarta. Media Aesculapius
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

Price.Sylvia A.,Wilson.Lorraine M, (2006). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses


Penyakit., Edisi 6. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, hal 201

Anda mungkin juga menyukai