Anda di halaman 1dari 19

KEPANITERAAN KLINIK STASE

ILMU PENYAKIT DALAM


JURNAL TRANSLATE
Whole-body MRI dengan Diffusion-weighted Imaging: Sebuah Alternatif yang Bernilai dari
CT dengan Penambahan Kontras untuk Penilaian Awal Stadium Klinis dari Limfoma
Agresif

Perceptor:
dr.Rina Kriswiastiny, Sp.PD
Oleh:
Ferina Nur Haqiqi S.Ked

KEPANITERAAN KLINIK SMFPENYAKIT DALAM


RSUD DR.H. ABDUL MOELOEK LAMPUNG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG
2016

Whole-body MRI dengan Diffusion-weighted Imaging: Sebuah Alternatif yang


Bernilai dari CT dengan Penambahan Kontras untuk Penilaian Awal Stadium
Klinis dari Limfoma Agresif
A. Balbo-Mussetto ,, S. Cirillo , R. Bruna , A. Gueli, C. Saviolo , M. Petracchini , A.
Fornari , C.V. Lario , D. Gottardi , A. De Crescenzo , C. Tarella
Abstrak
Tujuan: untuk membandingkan akurasi dari whole body magnetic resonance
imaging (Wb-MRI)

dengan diffusion-weighted imaging (DWI) dengan contrast-

enhaced computed tomography (CE-CT) dan 2-[18F]-fluoro-2-deoxy-D-glucose (18FFDG) positron-emission tomography dikombinasikan dengan CT dosis rendah (PETCT) dalam menentukan stadium penyakit limfoma
Bahan dan metode: Sejak bulan Februari 2010 hingga Mei 2014, 41 pasien
limfoma menjalani Wb-MWI-DWI, CE-CT, dan

18

F-FDG PET-CT. Subtipe histologis

termasuk aggressive B-cell (n=11), follicular (n=13), mantle cell (n=3), dan limfoma
Hodgkins (n=14). Untuk membandingkan prosedur yang digunakan, standar
referensi ditetapkan berdasarkan gabungan hasil dari 18F-FDG PET-CT, CE-CT, dan
tampilan histologis sumsum tulang, perubahan setelah terapi, dan penilaian ulang
lesi yang meragukan
Hasil: Di antara 1025 nodus, 217 terdeteksi berpenyakit menurut standar
referensi. CE-CT menghasilkan 23 kesalahan negatif palsu dan 11 kesalahan positif
palsu. Wb-MRI-DWI gagal mengenali 17 lokasi dan 6 hasil positif palsu.

18

F-FDG

PET-CT tidak menghasilkan kesalahan apapun. Di antara 458 nodus ekstranodal, 37


nodus terdeteksi positif menurut standar referensi, 18F-FDG PET-CT menghasilkan 4
hasil negatif palsu dan 2 hasil positif palsu. CE-CT menhasilkan 17 kesalahan
negatif palsu. Wb-MRI-DWI menghasilan 1 kesalahan negatif palsu. Wb-MRI-DWI
adalah teknik pencitraan yang paling reliabel untuk evaluasi sumsum tulang.
Mempertimbangkan setiap prosedur secara terpisah, stadium final akan terlewatkan
dalam 4 kasus dengan
dengan Wb-MRI-DWI

18

F-FDG PET-CT, 12 kasus dengan CE-CT, dan tidak ada

Kesimpulan: Data yang telah ada sekarang mendukung penggunakan WbMRI-DWI sebagai teknik pencitraan yang sensitif dan spesifik untuk evaluasi
limfoma, menggantian peran CE-CT dalam penentukan stadium klinis
Pendahuluan
Penatalaksanaan pasien dengan limfoma Hodgkin dan non Hodgkin sudah
berkembang secara pesat dalam beberapa dekade terakhir, dengan penurunan
secara progresif angka mortalitas dalam beberapa tahun terakhir. Peningkatan
bermakna dari angka harapan hidup ini tidak hanya disebabkan oleh peningkatan
pilihan modalitas terapi, namun juga disebabkan peningkatan akurasi diagnosis
penyakit ini. Selain perkembangan pesat dari diagnosis secara histologis, modalitas
diagnosis terkini untuk penilaian penyakit yang telah dikembangkan menawarkan
keuntungan untuk manajemen dari keganasan sistem limfoid. Penentuan stadium
penyakit penyakit secara akurat adalah langkah awal yang penting untuk
merencanakan terapi yang tepat dan menentukan progonosis pasien. Penentuan
stadium penyakit HL dan NHL secara klinis masih menggunakan klasifikasi
berdasarkan Ann Arbor. Biopsi sumsum tulang masih menjadi teknik standar untuk
evaluasi penyakit, tapi keterlibatan nodus dan ekstranodus biasanya dievaluasi
dengan multidector computed tomography dengan penambahan kontras iodin
secara intravena (CE-CT). Dalam dekade terakhir 2-[18F]-fluoro-2-deoxy-D-glucose
(18F-FDG) positron-emission tomography (PET) semakin banyak digunakan untuk
deteksi penyakit secara akurat. F-FDG PET dilakukan bersama CT (PET-CT), baik
CT dosis rendah ataupun dengan CE-CT untuk diagnosis direkomendasikan untuk
penentuan stadium penyakit HL dan NHL yang agresif saat proses diagnosis. F-FDG
PET-CT juga digunakan dalam dalam prosedur penentuan stadium subtipe NHL
yang lain, khususnya follicular dan mantle-cell lymphoma.
18

F-FDG PET-CT juga penting dalam evaluasi respon terapi. Strategi

pengobatan yang bisa disesuaikan berdasrakan evaluasi penyakit post-terapi dan


re-evaluasi penyakit direkomendasikan pada 2 macam limfoma, HL dan NHL agresif,
namun hasil jangka pendek dan jangka panjang sama-sama dimonitor dengan CECT. Sehingga, penggunaan CE-CT dan F-FDG PET-CT secara bersama-sama
memungkinkan evaluasi secara lengkap dan reliabel terhadap keterlibatan nodal dan
ekstranodal saat onset penyakit dan follow up, serta memiliki peran penting dalam
tata laksana HL dan NHL. Sayangnya, kedua pemeriksaan tersebut menggunakan

radiasi ion dalam jumlah yang cukup besar, yang dimasukkan secara berulang jika
re-evaluasi penyakit secara berkala diperlukan. Pajanan terhadap dosis kecil radiasi
dapat meningkatkan resiko keganasan, yang secara khusus berbahaya untuk pasien
usia muda yang memiliki angka harapan hidup yang panjang. Sehingga, perlu
dipikirkan suatu alat diagnostik yang bebas radiasi untuk menggantikan penggunaan
CE-CT dan 18F-FDG.
Whole-body magnetic resonance imaging (Wb-MRI) adalah teknik terbaru
dan menjanjikan untuk pencitraan seluruh tubuh. Wb-MRI tidak menggunakan
radiasi apapun dan menyajikan informasi morfologis secara detail. Lebih lagi,
perkembangan dari diffusion-weighted imaging (DWI) telah menjadikan Wb-MRI
konvesional menjadi teknik pencitraan secara morfologis dan fungsional. Sehingga,
Wb-MRI dengan DWI dapat menjadi modalitas diagnostik alternatif dari prosedur
tradisional yang berbasis radiasi. Penelitian ini dilakukan untuk menganalisa akurasi
diagnosis Wb-MRI-DWI dalam penentuan awal stadium penyakit dari pasien-pasien
limfoma. Semua pasien mendapatkan prosedur diagnosis standar, termasuk

18

F-

FDG PET-CT, CE-CT, biopsi sumsum tulang, dan pemeriksaan histologis tambahan
pada kasus-kasus yang meragukan. Pasien juga menjalani Wb-MRI-DWI untuk
indikasi klinis. Di akhir dari terapi lini pertama, semua pasien menjalani penentuan
stadium penyakit ulang dengan

18

F-FDG PET-CT, dan CE-CT untuk mengevaluasi

respon terapi.
Penelitian ini memperkuat nilai Wb-MRI-DWI dalam penilaian awal dari
pasien limfoma, mendukung kemungkinan penggunaan Wb-MRI-DWI menggantikan
prosedur berbasis radiasi, seperti CE-CT.
Bahan dan Metode
Pasien
Sejak Februari 2010 sampai Mei 2014, 41 pasien limfoma yang baru
terdiagnosis dan terbukti secara histologis memiliki limfoma menjalani Wb-MRI-DWI.
Pemeriksaan ini ditambahkan dalam prosedur diagnosis standar dalam rangka untuk
menyelidiki lebih jauh adanya keterlibatan tulang dan/atau keterlibatan liver dan
ginjal. Karakteristik pasien dilaporkan pada tabel 1. Semua pasien menjalani
prosedur diagnosis yang umum dilakukan untuk penentuan stadium penyakit pada

onset penyakit: CE-CT, biopsi sumsum tulang, tes laboratorium, dan pemeriksaan
fisik. Mereka juga menjalani 18F-FDG PET-CT. Melakukan CE-CT dan 18F-FDG PETCT secara terpisah adalah kebijakan lokal dalam proses diagnosis pada sebagian
besar kasus limfoma, termasuk HL, NHL tipe agresif, follicular dan mantle cell
lymphoma jika usia pasien <65 tahun.
Tabel 1: Karakteristik Pasien
Karakterisitik
Usia, median tahun (range)

49.5 (20 76)

Jenis kelamin pria no. (%)

19 (46.3)

Histologi, no. (%)

HL
NHL

14 (34.1)
27 (65.8)

Subtipe sel B, no. (%)

DLBCL
FL
MCL
Burkitts

Stadium histologis NHL, no. (%)

Low grade
Intermediate/high grade

Ann Arbor stage, no. (%)

I
II
III
IV

Keterlibatan sumsum tulang pada biopsi sumsum tulang,


no. (%)

Tidak
Ya

9 (34.6)
13 (50.0)
3 (11.5)
1 (0.03)
10 (37.0)
17 (62.9)
6 (14.6)
6 (14.6)
10 (24.3)
19 (46.3)

35 (85.3)
6 (14.6)

Wb-MRI-DWI dilakukan sebagai bagian dari pemeriksaan penentuan stadium penyakit kepada 41
orang pasien limfoma yang menjalani prosedur diagnostik standar saat onset penyakit.
HL, Hodgkins lymphoma; NHL, non-Hodgkins lymphoma; DLBCL, diffuse large B-cell lymphoma; FL,
follicular lymphoma; MCL, mantle cell lymphoma

Semua pasien diberikan informed consent secara tertulis untuk prosedur


diagnostik ini. Sebagai tambahan, informed consent tambahan didapatkan dari
pasien yang direkomendasikan untuk menjalani prosedur MRI. Analisis retrospektif
ini disetujui oleh Komite Etik Rumah Sakit.
Teknik pencitraan
Semua pemeriksaan CE-CT dari leher, thorax, abdomen, dan pelvis
dilakukan dengan agen kontras nonionik intravena (0.6/kg, iopromide, 370 mg
iodine/ml; Ultravist 370, Schering, Berlin, Jerman) menggunakan sistem CT 64 row
(Optima 660, General Electrics Medical System, Milwaukee, WI) dengan voltase
tuba 120 kV; arus tuba terkoreksi otomatis; waktu rotasi 0,7 detik; kolimasi 64 x
0.624 mm; and pitch 1.35. Semua gambar CT diambil dengan ketebalan 5 mm
dengan interval 5 mm (thorax-abdomen) dan ketebalan 2,5 mm dengan interval 2,5
mm (leher); keduanya kemudian direkonstruksi pada 1,25 mm.
Semua pemeriksaan

18

F-FDG PET-CT dilakukan dalam sistem PET-CT.

Setiap pasien mendapatkan dosis

18

F-FDG berdasarkan berat badan via injeksi

intravena 60 menit sebelum Wb PET-CT dari basis cranium hingga pelvis. PET
dimulai segera setelah pemeriksaan CT dan data CT diambil untuk koreksi atuenasi
dari data PET. Kontras terionisasi tidak digunakan dalam

18

F-FDG PET-CT karena

semua pasien juga menjalani CE-CT konvesional.


Semua pemeriksaan Wb-MRI-DWI dilakukan dengan sistem MRI 1,5 T
(Achieva and Ingenia, Philips Medical Systems, Best, Belanda) menggunakan
platform meja berputar dalam keadaan pasien supinasi dengan coil posterior, coil
kepala dan leher, dan 2 coil anterior. Coronal turbo spin-echo T1-weighted, turbo
spin-echo T2-weighted, dan fat-suppressed T2-weighted short tau inversion
recovery (STIR) dilakukan secara terpisah untuk kepala/leher, thorax, abdomen,
pelvis, dan femur; lalu menggabungkan setiap sekuens, gambar koronal secara
berkesinambungan diciptakan. Pada alat yang sama, dilakuka axial single-shot spinecho echo-planar DWI dengan b = 0 dan 1000 mm/s2; kemudian gambar dengan b
= -1000 mm/s2 diformat ulang dan digabungkan untuk memciptakan gambar Wb
DWI secara berkesinambungan. Sebagai tambahan. DWI radial maximum intensity
projections (MIP) pada potongan koronal juga dibuat. Rata-rata waktu yang

dibutuhkan untuk pencitraan berkisar 45 menit. Parameter teknis ditunjukkan pada


tabel 2
Tabel 2 Parameter Teknis MRI
Pencitraan

DWI

Pernafasa

Waktu

Waktu

Waktu

Lapang

pengulanga

echo

inversi

Pandang

Bebas

n
4796

69

190

520 x 340 x

kepala
leher
DWI leher

Ketebalan
potongan

180 x 68

104 x 68

104 x 68

104 x 68

104 x 68

104 x 68

550 x 296 x

220 x

365

256

550 x 296 x

292 x

365

366

170
bebas

6440

69

190

thorax
DWI

Matrix

520 x 340 x
230

bebas

6440

69

190

thorax

520 x 340 x
230

abdomen
sup
DWI

bebas

6440

69

190

inferior
abd pelvis
DWI pelvis

520 x 340 x
230

Bebas

6440

69

190

1/3

520 x 340 x
276

proximal
femur
DWI femur

Bebas

6440

69

190

tibia
T1 kepala

276
Bebas

922

13

leher
T2 kepala
leher

520 x 340 x

Bebas

669

80

STIR

Bebas

8696

60

170

kepala
leher
T1 (TSE)

Tahan

922

13

thorax
T2 (TSE)

Tahan

669

80

thorax
STIR

Tahan

8696

60

170

(TSE)
thorax
T1 (TSE)

Tahan

922

13

abdomen
T2 (TSE)

Tahan

669

80

abdomen
STIR

Tahan

2000

60

170

(TSE)
abdomen
T1 (TSE)

Bebas

922

13

pelvis 1/3

550 x 296 x

292 x

365

303

550 x 296 x

220 x

365

256

550 x 296 x

292 x

365

367

550 x 296 x

292 x

365

300

550 x 296 x

220 x

365

256

550 x 296 x

292 x

365

366

550 x 296 x

292 x

365

308

550 x 296 x

220 x

365

258

550 x 296 x

292 x

365

365

550 x 296 x

292 x

365

303

proximal
femur
T2 (TSE)

Bebas

917

80

pelvis 1/3

proximal
femur
STIR
(TSE)
pelvis 1/3
proximal
femur

Bebas

8696

60

170

T1 (TSE)

Bebas

922

13

femur tibia
T2 (TSE)

Bebas

917

80

femur tibia
STIR

Bebas

8696

(TSE)

60

170

550 x 296 x

220 x

365

264

550 x 296 x

292 x

365

365

550 x 296 x

292 x

365

304

femur tibia
DWI, diffusion-weighted imaging; STIR, short tau inversion recovery; TSE, turbo spin echo

Interpretasi gambar
Gambar CE-CT dan Wb-MRI-DWI dievaluasi oleh 2 ahli radiologi secara
buta, di mana radiolog tidak mengetahui temuan radiologis pada teknik lainnya.
Ketidaksetujuan awal antara 2 pengamat terhadap temuan gambar diselesaikan
dengan kesepakatan. Semua gambar dinilai secara sistematis per-lesi dan perpasien. Penilaian per-lesi didasarkan pada keberadaan penyakit pada 25 nodus,
antara lain: lateroservikal kanan atas dan bawah, lateroservikal kiri atas dan bawah ,
supraklavikular kanan, supraklavikular kiri, axilla kanan, axilla kiri, mediastinum
kanan atas, mediastinum kiri atas, mediastinum anterior superior, hilus pulmonum
kanan, hilus pulmonum kiri, mediastinum kanan bawah, mediastinum anterior
bawah, mediastinum kiri bawah, abdomen dan mesenterika kanan atas, abdomen
dan splenikus kiri atas, abdomen kanan bawah, abdomen kiri bawah, iliaka komunis
kanan, iliaka komunis kiri, pelvis dan presakral, ingunial kanan, dan inguinal kiri.
Penilaian per-lesi juga didasarkan pada keberadaan penyakit di tempat ekstranodal
berikut: paru, pleura, perikardium, dinding thorax, liver, limpa, ginjal, lambung, usus,
pankreas, dan sumsum tulang.
Pada gambar morfologis (CE-CT dan MRI konvesional), nodus limfe
dikategorikan patologis bila (1) diameter aksis pendek lebih dari 10 mm pada leher
dan mediatinum; (2) diameter aksis pendek melebihi 15 mm pada abdomen; (3)
nodus abnormal nampak pada area di mana dalam keadaan normal tidak ada nodus
yang terdeteksi; dan (4) lesi yang dicurigai tampak nekrotik, berapapun diameternya.
Semua gambar DWI secara kualitatif diinterpretasikan dengan apparent
diffusion coeffiecient (ADC). Pengukuran ADC tidak digunakan dalam penentukan

karakterisitik jaringan karena nilai batas yang dilaporkan dengan ADC sebelumnya
terbukti tidak konsisten dalam membedakan lesi ganas dan jinak. Semua nodus
limfe dengan intensitas sinyal melebihi medulla spinalis diinterpretasikan positif
untuk keterlibatan limfoma, sedangkan pada tempat di luar nodus limfe, setiap area
dengan

intensitas

sinyal

abnormal

relatif

terhadap

jaringan

sekitarnya

diinterpretasikan abnormal. Pada jaringan yang secara normal difusinya lemah (otak,
medula spinalis, saraf perifer, kelenjar saliva, kandung empedu, usus halus dan isi
kolon, tonsil, limpa, ginjal, kelenjar adrenal, prostat, testis, penis, endometrium,
ovarium, dan sumsum tulang), setiap peningkatan intensitas sinyal fokal yang
abnormal diinterpretasikan positif untuk keterlibatan tumor
Semua data

18

F-FDG PET-CT dievalasi oleh seorang dokter medis nuklir

yang berpengalaman pada layar komputer dalam 3 bidang ortogonal (axial, coronal,
sagital) tanpa informasi apapun tentang hasil dari pemeriksaan CE-CT dan Wb-MRIDWI. Keterlibatan nodal dan ekstranodal didiagnosa jika area tertentu mengalami
peningkatan pengambilan tracer di atas ambang normal dibanding area di sekitarnya
yang divisualisasikan dengan PET-CT. Ambilan FDG yang meningkat secara
homogen di limpa dibandingkan ambilan pada liver juga diinterpretasikan patologis
Untuk evaluasi per pasien, stadium penyakit menurut Ann-Arbor ditentukan
berdasarkan hasil dari prosedur diagnosis
Identifikasi standar referensi
Dalam analisis retrospektif, kami menggunakan standar refrensi stadium
klinis berdasarkan (1) biopsi sumsum tulang untuk keterlibatan sumsum tulang
secara difus; (2) Temuan 18F-FDG PET-CT untuk lesi nodal dan ekstranodal; dan (3)
mempertimbangkan angka kemungkinan positif palsu/negatif palsu dari

18

F-FDG

PET-CT, hasil diskordan dari temuan pencitraan lain diperiksa dengan follow up
secara klinis dan radiologis sampai ke diagnosis final. Secara khusus, jika
memungkinkan, data histologis didapat dengan biopsi diinterpretasikan positif sejati.
Saat biopsi tidak memungkinkan, keterlibatan/ketidakterlibatan dari lesi nodal dan
ekstranodal ditentukan dengan informasi dari penyusutan secara klinis selama terapi
dan setelah follow up minimum 6 bulan setelah akhir terapi. Semua suspek lesi yang
berkurang atau menghilang setelah terapi diasumsikan sebagai positif sejati.

Analisa statistik
Analisa data dilakukan per-lesi dan per-pasien. Sensitifitas dan spesifisitas
CE-CT dan Wb-MRI-DWI dalam penyakit nodal dan ekstranodal dievaluasi
menggunakan stadium klinis sebagai referensi standar. Nilai p<0,05 diperhitungkan
signifikan.

Koefisien

kappa

dihitung

menggunakan

analisis

Cohen

untuk

memperkirakan derajat kesepakatan antara standar refrensi dan masing-masing dari


2 teknis pencitraan di atas. Derajat kesepakatan diinterpretasikan buruk pada nilai 0,
lemah pada 0,01 0,20, cukup pada 0,21 0,40, sedang pada 0,41 0,60, baik
pada 0,61 0,80, sangat baik pada 0,81 1,00.
Hasil
Evaluasi per-lesi
Seperti diperlihatkan pada tabel 3, di antara 1025 regio nodal yang dianalisa
pada 41 pasien, ditemukan 217 regio yang dideteksi positif limfoma berdasarkan
penilaian standar referensi dan stadium klinis. Semua nodus yang diindikasi positif
pada

18

F-FDG PET-CT

kemudian ditemukan tidak terdeteksi atau mengalami

penurunan ambilan secara bermakna pada pemeriksaan

18

F-FDG PET-CT setelah

terapi. Nodus yang positif sering terlewatkan oleh CE-CT karena asumsi bahwa
hanya nodus >1 cm yang dianggap patologis. Ini terlihat jelas dalam presentasi
kasus di gambar 1. Sebagian nodus yang tidak terdiagnosis oleh Wb-MRI-DWI
berlokasi di mediastinum. Presentasi kasus dengan kegagalan deteksi oleh Wb-MRIDWI ditunjukkan pada gambar 2
Tabel 3 Evaluasi per-lesi
CE-CT
n (%) [95% CI]
Evaluasi nodal standar referensi
Sensitivitas
0.89 [0.85, 0.93]
Spesifisitas
0.98 [0.97, 0.99]
Positif sejati, n=217
194 (89.4)
Negatif sejati, n=808
797 (98.6)
Positif palsu, n
11
Negatif palsu, n
23
Evaluasi nodal standar referensi

Wb-MRI-DWI
n (%) [95% CI]
0.91 [0.87, 0.95]
0.99 [0.98, 1.00]
200 (92.1)
802 (99.2)
6
17

Sensitivitas
Spesifisitas
Positif sejati, n=37
Negatif sejati, n=421
Positif palsu, n
Negatif palsu, n

0.52 [0.35, 0.69]


0.99 [0.98, 0.99]
20 (54)
421 (100)
0
17

0.97 [0.85, 0.99]


0,99 [0.98, 0.99]
36 (97.2)
421 (100)
0
1

Evaluasi per lesi dari penentuan stadium klinis saat diagnosis. Hasil dari tiap teknik pencitraan
dibandingkan dengan stadium klinis standar referensi, seperti dijelaskan dalam teks.
CE-CT, contrast-enhanced computed tomography; Wb-MRI-DWI, wholebody magnetic resonance
imaging with diffusion-weighted imaging

Sensitifitas dan spesifisitas untuk penyakit nodus untuk CE-CT adalah


89.86% (95% confidence interval [CI]: 85.05% sampai 93.54%) dan 98.64%(95% CI:
97.58% sampai 99.32%), untuk Wb-MRI-DWI 91.71% (95% CI: 87.21% sampai
95.01%) and 99.26% (95% CI: 98.39% sampai 99.73%). AUC untuk CE-CT adalah
0.943 (SE 0.0105; 95% CI:0.927 to 0.956) dan untuk Wb-MRI-DWI 0.955 (SE
0.00950; 95% CI:0.940 to 0.967) tanpa perbedaan bermakna antara kedua
modalitas tersebut (p=0,24). Sejumlah 458 situs ekstranodal dievaluasi dan 37
digolongkan positif berdasarkan standar referensi. Lesi ekstranodal positif mencakup
paru (n=2), pleura (n=2), perikardium (n=1), dinding thorax (n=1), liver (n=3), limpa
(n=6), ginjal (n=2), lambung (n=1), tonsil (n=3), peritoneum (n=1), vulva (n=1),
dermis subkutan (n=1), dan sumsum tulang (n=14)
Di antara 37 situs ekstranodal yang positif, CE-CT tidak mampu mendeteksi
keterlibatan penyakit pada 17 kasus, dengan kesalahan diagnosa keterlibatan tulang
ditemukan pada 13 dari 14 kasus yang sumsum tulangnya terdeteksi positif
(sensitifitas 7,6%). Kurangnya deteksi keterlibatan sumsum tulang oleh CE-CT
ditunjukkan pada kasus dalam gambar 3. Hasil positif palsu berikutnya dikarenakan
tidak terdeteksinya penyakit pada limpa (n = 1), orofaring (n = 2), dan vulva (n = 1).
Wb-MRI-DWI tidak mampu mendeteksi keterlibatan lambung pada seorang pasien,
tapi tidak ada positif palsu yang dilaporkan.
Pada penyakit ekstranodal, sensitivitas dan spesifisitas CE-CT adalah
52.78% (95% CI: 35.49% sampai 69.59%) dan 99.76% (95% CI: 98.66% sampai
99.99%), dengan AUC 0.763 (SE 0.0422; 95% CI: 0.721 to 0.801). Wb-MRI-DWI
menunjukkan sensitivitas sebesar 97.22% (95% CI: 85.47% sampai 99.93%) dan
specifisitas 99.97% (95% CI: 98.66% sampai 99.99%) dengan AUC of 0.985 (SE

0.0139; 95% CI: 0.969 to 0.994). secara khusus,


sensitifitas CE-CT terbukti lemah dalam mendeteksi
keterlibatan sumsum tulang (9,2%) jika dibandinngkan
dengan sensitivitas Wb-MRI-DWI (100%). Perbedaan
AUC dari 2 teknik yang dibandingkan secara statisik
bermakna signifikan (p<0,0001).
Analisis koefisien Cohen untuk derajat kesepakatan
dengan standar referensi dalam deteksi lesi nodal
menghasilkan nilai 0,627

CT.

Gambar 1: Seorang pria 76 tahun


dengan high grade follicular
lymphoma. Evaluasi per lesi:
lokasi nodus. Sebuah nodus
lateroservikal kiri dengan diameter
aksis pendek <1 cm dianggap
tidak terlibat berdasarkan kriteria
dimensi CE-CT (a). Nodus yang
sama didiagnosa secara tepat
sebagai limfoma oleh Wb-MRIDWI dikarenakan tampakan
hiperintens pada citra DWI (b) dan
dikonfirmasi oleh 18F-FDG PETCT

(baik) untuk CE-CT dan


0,675 (baik) untuk WbMRI-DWI.

Analisis

sama

untuk

yang
lesi

ekstranodal menghasilkan
nilai 0,812 (sangat baik)
untuk

Wb-MRI-DWI

dan

0,505 (sedang) untuk CE-

Gambar 2: Seorang wanita 58 tahun dengan low-grade follicular lymphoma. Evaluasi per-pasien:
sebuah nodul patologis di hilus pulmo sinistra terlihat oleh (a) 18F-FDG PET-CT tidak teridentifikasi
secara tepat oleh (b) Wb-MRI morfologis (gambar T2 dan gambar T1 weighted) (c) tidak
teridentifikasi dengan DWI. Hasil negatif palsu ini tidak mengubah penentuan stadium akhir
(stadium IV menurut klasifikasi Ann Arbor)

Gambar 3: Seorang wanita 46 tahun dengan HL. Evaluasi per-lesi: keterlibatan sumsum tulang.
Sebuah lesi fokal di ileopubis sinistra terlihat pada 18F-FDG PET-CT (a,b) dan Wb-MRI-DWI (d). Ini
tidak terdeteksi dengan CE-CT (c). Pada evaluasi per-pasien, kesalahan diagnosa dari lokalisasi
sumsum tulang mengakibatkan penurunan stadium pada CE-CT, sedangkan 18F-FDG PET-CT dan
Wb-MRI-DWI mendefinisikan penjalaran penyakit dengan tepat.

Penggolongan stadium per pasien


Berdasarkan analisa dari semua keterlibatan nodal dan ekstranodal,
ditetapkan stadium klinis definitif berdasarkan klasifikasi Ann Arbor dan diidentifikasi
sebagai standar referensi stadium klinis. Dalam 12 dari 41 kasus, perkiraan stadium
klinis standar referensi berbeda dengan stadium klinis asli yang ditetapkan
berdasarkan

hasil

dari

prosedur

diagnosis

saat

presentasi

awal

tanpa

mempertimbangkan penilaian ulang post-perawatan dan informasi biopsi tambahan.


Tabel 4 mendeskripsikan ketidaksesuaian ketiga modalitas pencitraan dengan
stadium klinis standar refrensi pada 12 kasus tersebut. Analisis komparatif
menunjukkan (1) CE-CT menurunkan stadium klinis 12 pasien (29%), terutama
disebabkan rendahnya sensitivitas dalam mendeteksi keterlibatan sumsum tulang,
namun tidak ada kenaikan stadium klinis oleh CE-CT; dan (2) evaluasi situs nodal
dan 1 situs ekstranodal dari Wb-MRI-DWI yang tidak akurat tidak mempengaruhi
penentuan final stadium klinis pasien, dan Wb-MRI-DWI tidak menurunkan atau
menaikkan stadium dari pasien manapun. Nilai koefiesien kesepakatan K dengan
standar referensi untuk penentuan stadium klinis pasien untuk CE-CT adalah 0,640
(baik) dan untuk Wb-MRI-DWI adalah 1 (sangat baik).
Tabel 4: Perbedaan stadium penyakit di antara teknik pencitraan menurut
klasifikasi Ann Arbor
No.
kasus
7
10
11
16
17
20
24

Histologi
DLBCL
FL
FL
Burkitt
FL
MCL
HL

Stadium
IV
III

CE-CT

Wb-MRI-

Penyebab perbedaan

II

DWI
IV

Keterlibatan sumsum tulang tidak

III

terdeteksi
Keterlibatan

IV

supradiafragma tidak terdeteksi


Keterlibatan sumsum tulang dan

II

nodul

IV

No

lesion
No

vulvar tidak terdeteksi


Keterlibatan tonsil tidak terdeteksi

IV

lesion
II

IV

Keterlibatan sumsum tulang tidak

IV

terdeteksi
Keterlibatan sumsum tulang tidak

III

terdeteksi
Keterlibatan nodul subdiafragma

IV
III

I
II

tidak terdeteksi

26

HL

32

HL

38

MCL

40

FL

41

FL

IV
IV
IV
IV
IV

II
II
III
II
III

IV

Keterlibatan sumsum tulang tidak

IV

terdeteksi
Keterlibatan sumsum tulang tidak

IV

terdeteksi
Keterlibatan sumsum tulang dan

IV

orofaring tidak terdeteksi


Keterlibatan sumsum tulang tidak

IV

terdeteksi
Keterlibatan sumsum tulang tidak
terdeteksi

Perbedaan evaluasi per pasien dalam penilaian stadium penyakit saat diagnosis. Hasil dari tiap teknik
pencitraan dibandingkan dengan stadium klinis standar referensi, seperti dijelaskan pada teks.
CE-CT, contrast-enhanced computed tomography; Wb-MRI-DWI, wholebody magnetic resonance
imaging with diffusion-weighted imaging; HL,Hodgkins lymphoma; DLBCL, diffuse large B-cell
lymphoma; FL, follicular lymphoma; MCL, mantle cell lymphoma

Diskusi
Prinsip DWI berbasis pada visualisasi in vivo dari gerakan acak dari molekul
air bebas (Gerak Brown). Prinsip ini memungkinkan identifikasi dari struktur mikro
dan keadaan patofisiologis dari jaringan. Jaringan limfomatus (ditandai dengan
peningkatan selularitas dan penyempitan ruang ekstraselular, menyebabkan
pengurangan mobilitas air) dan lesi dapat diidentifikasi sebagai sinyal hiperintens
abnormal pada DWI. Teknik ini baru saja diterapkan pada pencitraan seluruh tubuh,
dan Wb-MRI-DWI sekarang dipandang sebagai modalitas terkini dan bermanfaat
untuk modalitas diagnosis pasien dengan limfoma. Dalam rangka mengevaluasi
feasibilitas dan reabilitas dari Wb-MRI-DWI pada penggolongan stadium awal dan
follow up dari pasien limfoma, sebuah analisis retrospektif dilakukan pada pasienpasien yang menjalani prosedur ini sebagai penelusuran diagnosik tambahan karena
permintaan klinis secara spesifik. Hasil analisis menunjukkan bahwa Wb-MRI-DWI
adalah modalitas pencitraan yang sensitif dan spesifik untuk limfoma maligna,
memungkinkan evaluasi keterlibatan nodal dan ekstranodal pada onset penyakit
yang dapat dipercaya. Hasil-hasil ini mendukung Wb-MRI-DWI sebagai alternatif dari
CE-CT berbasis radiasi dalam proses diagnosis pasien limfoma

Dalam analisis ini, Wb-MRI-DWI dipergunakan dalam sekelompok pasien


limfima yang menjalani penilaian diagnosis standar saat onset penyakit. Penelitian
ini mencakup pasien HL dan NHL. Di antara pasien NHL, diagnosis histologis
mencakup subtipe yang agresif, misalnya diffuse large B-cell lymphoma, sebuah
kasus limfoma Burkitt, dan beberapa subtipe yang low-intermediate, seperti mantle
cell lymphoma dan follicular lymphoma. Median umur pasien sekitar 50 tahun dan
sebagian besar pasien memiliki penyakit stadium lanjut. Sehingga, penelitian ini
tergolong representatif mewakili sebagian besar pasien limfoma yang menjalani
terapi anti-limfoma dan memerlukan penilaian penyakit secara akurat pada onset
penyakit. Pendefinisian perjalanan penyakit secara akurat saat diagnosa diyakini
memiliki nilai prognostik yang krusial bagi sebagian besar pasien limfoma dengan
tampilan klinis dan patologis pada analisis ini.
Hasil dari penelitian ini menegaskan nilai diagnostik dari Wb-MRI-DWI untuk
evaluasi penyakit saat diagnosis. Semua pasien mendapatkan prosedur yang
umumnya diperlukan untuk penentuan stadium penyakit saat onset penyakit, seperti
18

F-FDG PET-CT dikombinasikan dengan low dose unenhanced CT, CE-CT, biopsi

sumsum tulang, tes laboratorium, dan pemeriksaan fisik. Dengan tidak adanya
konsensus internasional mengenai penggunaan CT dan media kontras intravena
untuk

18

F-FDG PET-CT, diagnosis secara terpisah menggunakan CE-CT dan

FDG PET-CT

18

F-

dengan unenhanced low-dose CT dilakukan secara rutin untuk

korelasi anatomis/morfologis dari pencitraan nuklir untuk work-up diagnosis dari


sebagian besar pasien limfoma, termasuk HL, NHL tipe agresif, follicular, dan mantle
cell lymphoma jika usia pasien <65 tahun. Wb-MRI-DWI ditambahkan sebagai
prosedur diagnosis standar dengan tujuan untuk menyelidiki kemungkinan
keterlibatan sumsum tulang dan/atau ginjal serta liver. Analisis retrospektif
memungkinan penulis untuk mendefinisikan dengan jelas spektrum penyakit dengan
menganalisa secara hati-hati berbagai perubahan selama follow-up pada tiap tempat
yang dicurigai sakit. Hilangnya lesi pada follow-up setelah terapi diasumsikan
sebagai bukti awal dari keterlibatan penyakit dan evaluasi histologis dimasukkan
dalam pemeriksaan sumsum tulang dan tempat di mana adanya penyakit diragukan.
Baru-baru ini, beberapa studi prospektif menyelidiki Wb-MRI-DWI sebagai
pilihan diagnosis dalam penentuan awal stadium penyakit pada limfoma. Sebagian
besar penelitian dilakukan pada limfoma agresif. Dibandingkan dengan

18

F-FDG

PET-CT, sensitivitas dan spesifisitas MRI yang dilaporkan adalah 93 - 95% dan 97 98.6%, berturut-turut, untuk penyakit nodal dan 89 - 99.8% dan 99.8 - 100%,
berturut-turut, untuk penyakit ekstranodal. Beberapa studi telah membandingkan
Wb-MRI-DWI dan CE-CT dalam penentuan stadium awal dari pasien dengan
limfoma indolen dan limfoma agresif. Dalam studi ini, hasil penentuan stadium dari
Wb-MRI-DWI sama dengan CE-CT pada 65,4% kasus, lebih tinggi pada 27,9%, dan
lebih rendah pada 6,7%, mendukung bahwa Wb-MRI-DWI adalah alternatif yang
valid untuk CE-CT. Hasil dari penelitian ini sejalan dengan sebagian besar dari studi
sebelumnya dan mengonfirmasi bahwa Wb-MRI-DWI adalah modalitas yang layak,
memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang cukup untuk berbagai macam varian NHL
dan HL. Beberapa nodus didiagnosis keliru oleh CE-CT; nodus negatif palsu paling
sering terjadi karena underestimasi dari nodul kecil yang secara konvesional
ditetapkan tidak terlibat bila ukurannya <1 cm. sebaliknya, asumsi bahwa nodul yang
berukuran >1 cm pada CE-CT terindikasi terlibat memunculkan beberapa hasil
positif palsu pada CE-CT. Bebrapa nodus keliru didiagnosa oleh Wb-MRI-DWI.
Sebagian besar dari nodus yang keliru didiagnosa berlokasi di mediastinum, yang
menggambarkan kelemahan intrinsik dari Wb-MRI-DWI dibandingkan dengan

18

F-

FDG PET-CT dalam evaluasi mediastinum pada penentuan stadium klinis awal dari
limfoma maligna. Dibandingkan dengan CE-CT, hasil yang ada menunjukkan
keunggulan Wb-MRI-DWI dalam deteksi lesi nodal dan ekstranodal. Secara
keseluruhan, derajat

kesepakatan dengan standar

referensi untuk deteksi

keterlibatan nodal dan ekstranodal lebih tinggi pada Wb-MRI-DWI dibandingkan


dengan CE-CT.
Secara khusus, Wb-MRI-DWI akurat dalam mendeteksi penyakit ekstranodal,
dengan 1 kasus kesalahan diagnosis pada regio gaster. Dengan kontras, CE-CT
terbukti buruk, dengan 17 kasus negatif palsu. Menambahkan Wb-MRI-DWI dalam
work-up penentuan stadium berguna untuk penentuan stadium secara akurat. Perlu
dicatat, stadium final bisa ditentukan dengan tepat oleh Wb-MRI-DWI pada semua
pasien, karena sedikit kesalahan nodal dan 1 kesalahan ekstranodal tidak
mempengaruhi penilaian stadium klinis secara keseluruhan.
Bila hanya hasil CE-CT yang dipakai, sebagian besar pasien akan tidak
terdiagnosis karena kurangnya deteksi keterlibatan penyakit pada sumsum tulang.
Sebaliknya, Wb-MRI, yang dilakukan dengan DWI dan sekuens STIR yang menekan

lemak, terbukti sensitif dan spesifik untuk mendeteksi keterlibatan sumsum tulang
(100%). Sekarang ini, biopsi sumsum tulang dianggap sebagai standar referensi
untuk mengetahui keterlibatan sumsum tulang, walaupun memiliki resiko negatif
palsu. Hasil studi ini mendukung penggunaan Wb-MRI-DWI karena modalitas ini
memiliki akurasi diagnosis yang optimal pada pemeriksaan sumsum tulang, serta
modalitas ini dapat dipertimbangkan untuk menjadi pendamping dari biopsi sumsum
tulang dalam penentuan awal stadium klinis untuk menentukan keterlibatan fokal
sumsum tulang yang tidak terdeteksi oleh biopsi, dan untuk menyingkirkan
kemungkinan adanya keterlibatan sumsum tulang pada pasien dengan hasil biopsi
negatif
Penambahan Wb-MRI-DWI secara rutin pada work-up diagnosis dapat
mengakibatkan perubahan pada penentuan stadium klinis dan selanjutnya
mengoreksi manajemen terapi. Ini dapat menjadi penting, khususnya dalam kasus
keterlibatan fokal sumsum tulang. Sesungguhnya, keterlibatan sumsum tulang
memerlukan penatalaksaan khusus, termasuk profilaksis sistem saraf pusat, juga
evaluasi secara akurat dari keterlibatan persisten sumsum tulang pada pasien yang
menjadi kandidat untuk transplantasi autolog
Kesimpulannya, hasil dari penelitian ini mengindikasikan bahwa Wb-MRIDWI adalah teknik pencitraan yang sensitif dan spesifik untuk evaluasi dari berbagai
macam varian subtipe limfoma maligna, dengan akurasi diagnosis yang superior
pada penentuan awal stadium klinis dibandingkan dengan CE-CT. Hasil ini
mendukung penggunaan Wb-MRI-DWI menggantikan CE-CT dalam penentuan
stadium dari limfoma maligna, jika mempertimbangkan tidak adanya radiasi dan
kontras intravena yang digunakan oleh MRI ini.

Anda mungkin juga menyukai