Translate Jurnal CT Scan Limfoma Maligna
Translate Jurnal CT Scan Limfoma Maligna
Perceptor:
dr.Rina Kriswiastiny, Sp.PD
Oleh:
Ferina Nur Haqiqi S.Ked
enhaced computed tomography (CE-CT) dan 2-[18F]-fluoro-2-deoxy-D-glucose (18FFDG) positron-emission tomography dikombinasikan dengan CT dosis rendah (PETCT) dalam menentukan stadium penyakit limfoma
Bahan dan metode: Sejak bulan Februari 2010 hingga Mei 2014, 41 pasien
limfoma menjalani Wb-MWI-DWI, CE-CT, dan
18
termasuk aggressive B-cell (n=11), follicular (n=13), mantle cell (n=3), dan limfoma
Hodgkins (n=14). Untuk membandingkan prosedur yang digunakan, standar
referensi ditetapkan berdasarkan gabungan hasil dari 18F-FDG PET-CT, CE-CT, dan
tampilan histologis sumsum tulang, perubahan setelah terapi, dan penilaian ulang
lesi yang meragukan
Hasil: Di antara 1025 nodus, 217 terdeteksi berpenyakit menurut standar
referensi. CE-CT menghasilkan 23 kesalahan negatif palsu dan 11 kesalahan positif
palsu. Wb-MRI-DWI gagal mengenali 17 lokasi dan 6 hasil positif palsu.
18
F-FDG
18
Kesimpulan: Data yang telah ada sekarang mendukung penggunakan WbMRI-DWI sebagai teknik pencitraan yang sensitif dan spesifik untuk evaluasi
limfoma, menggantian peran CE-CT dalam penentukan stadium klinis
Pendahuluan
Penatalaksanaan pasien dengan limfoma Hodgkin dan non Hodgkin sudah
berkembang secara pesat dalam beberapa dekade terakhir, dengan penurunan
secara progresif angka mortalitas dalam beberapa tahun terakhir. Peningkatan
bermakna dari angka harapan hidup ini tidak hanya disebabkan oleh peningkatan
pilihan modalitas terapi, namun juga disebabkan peningkatan akurasi diagnosis
penyakit ini. Selain perkembangan pesat dari diagnosis secara histologis, modalitas
diagnosis terkini untuk penilaian penyakit yang telah dikembangkan menawarkan
keuntungan untuk manajemen dari keganasan sistem limfoid. Penentuan stadium
penyakit penyakit secara akurat adalah langkah awal yang penting untuk
merencanakan terapi yang tepat dan menentukan progonosis pasien. Penentuan
stadium penyakit HL dan NHL secara klinis masih menggunakan klasifikasi
berdasarkan Ann Arbor. Biopsi sumsum tulang masih menjadi teknik standar untuk
evaluasi penyakit, tapi keterlibatan nodus dan ekstranodus biasanya dievaluasi
dengan multidector computed tomography dengan penambahan kontras iodin
secara intravena (CE-CT). Dalam dekade terakhir 2-[18F]-fluoro-2-deoxy-D-glucose
(18F-FDG) positron-emission tomography (PET) semakin banyak digunakan untuk
deteksi penyakit secara akurat. F-FDG PET dilakukan bersama CT (PET-CT), baik
CT dosis rendah ataupun dengan CE-CT untuk diagnosis direkomendasikan untuk
penentuan stadium penyakit HL dan NHL yang agresif saat proses diagnosis. F-FDG
PET-CT juga digunakan dalam dalam prosedur penentuan stadium subtipe NHL
yang lain, khususnya follicular dan mantle-cell lymphoma.
18
radiasi ion dalam jumlah yang cukup besar, yang dimasukkan secara berulang jika
re-evaluasi penyakit secara berkala diperlukan. Pajanan terhadap dosis kecil radiasi
dapat meningkatkan resiko keganasan, yang secara khusus berbahaya untuk pasien
usia muda yang memiliki angka harapan hidup yang panjang. Sehingga, perlu
dipikirkan suatu alat diagnostik yang bebas radiasi untuk menggantikan penggunaan
CE-CT dan 18F-FDG.
Whole-body magnetic resonance imaging (Wb-MRI) adalah teknik terbaru
dan menjanjikan untuk pencitraan seluruh tubuh. Wb-MRI tidak menggunakan
radiasi apapun dan menyajikan informasi morfologis secara detail. Lebih lagi,
perkembangan dari diffusion-weighted imaging (DWI) telah menjadikan Wb-MRI
konvesional menjadi teknik pencitraan secara morfologis dan fungsional. Sehingga,
Wb-MRI dengan DWI dapat menjadi modalitas diagnostik alternatif dari prosedur
tradisional yang berbasis radiasi. Penelitian ini dilakukan untuk menganalisa akurasi
diagnosis Wb-MRI-DWI dalam penentuan awal stadium penyakit dari pasien-pasien
limfoma. Semua pasien mendapatkan prosedur diagnosis standar, termasuk
18
F-
FDG PET-CT, CE-CT, biopsi sumsum tulang, dan pemeriksaan histologis tambahan
pada kasus-kasus yang meragukan. Pasien juga menjalani Wb-MRI-DWI untuk
indikasi klinis. Di akhir dari terapi lini pertama, semua pasien menjalani penentuan
stadium penyakit ulang dengan
18
respon terapi.
Penelitian ini memperkuat nilai Wb-MRI-DWI dalam penilaian awal dari
pasien limfoma, mendukung kemungkinan penggunaan Wb-MRI-DWI menggantikan
prosedur berbasis radiasi, seperti CE-CT.
Bahan dan Metode
Pasien
Sejak Februari 2010 sampai Mei 2014, 41 pasien limfoma yang baru
terdiagnosis dan terbukti secara histologis memiliki limfoma menjalani Wb-MRI-DWI.
Pemeriksaan ini ditambahkan dalam prosedur diagnosis standar dalam rangka untuk
menyelidiki lebih jauh adanya keterlibatan tulang dan/atau keterlibatan liver dan
ginjal. Karakteristik pasien dilaporkan pada tabel 1. Semua pasien menjalani
prosedur diagnosis yang umum dilakukan untuk penentuan stadium penyakit pada
onset penyakit: CE-CT, biopsi sumsum tulang, tes laboratorium, dan pemeriksaan
fisik. Mereka juga menjalani 18F-FDG PET-CT. Melakukan CE-CT dan 18F-FDG PETCT secara terpisah adalah kebijakan lokal dalam proses diagnosis pada sebagian
besar kasus limfoma, termasuk HL, NHL tipe agresif, follicular dan mantle cell
lymphoma jika usia pasien <65 tahun.
Tabel 1: Karakteristik Pasien
Karakterisitik
Usia, median tahun (range)
19 (46.3)
HL
NHL
14 (34.1)
27 (65.8)
DLBCL
FL
MCL
Burkitts
Low grade
Intermediate/high grade
I
II
III
IV
Tidak
Ya
9 (34.6)
13 (50.0)
3 (11.5)
1 (0.03)
10 (37.0)
17 (62.9)
6 (14.6)
6 (14.6)
10 (24.3)
19 (46.3)
35 (85.3)
6 (14.6)
Wb-MRI-DWI dilakukan sebagai bagian dari pemeriksaan penentuan stadium penyakit kepada 41
orang pasien limfoma yang menjalani prosedur diagnostik standar saat onset penyakit.
HL, Hodgkins lymphoma; NHL, non-Hodgkins lymphoma; DLBCL, diffuse large B-cell lymphoma; FL,
follicular lymphoma; MCL, mantle cell lymphoma
18
18
intravena 60 menit sebelum Wb PET-CT dari basis cranium hingga pelvis. PET
dimulai segera setelah pemeriksaan CT dan data CT diambil untuk koreksi atuenasi
dari data PET. Kontras terionisasi tidak digunakan dalam
18
DWI
Pernafasa
Waktu
Waktu
Waktu
Lapang
pengulanga
echo
inversi
Pandang
Bebas
n
4796
69
190
520 x 340 x
kepala
leher
DWI leher
Ketebalan
potongan
180 x 68
104 x 68
104 x 68
104 x 68
104 x 68
104 x 68
550 x 296 x
220 x
365
256
550 x 296 x
292 x
365
366
170
bebas
6440
69
190
thorax
DWI
Matrix
520 x 340 x
230
bebas
6440
69
190
thorax
520 x 340 x
230
abdomen
sup
DWI
bebas
6440
69
190
inferior
abd pelvis
DWI pelvis
520 x 340 x
230
Bebas
6440
69
190
1/3
520 x 340 x
276
proximal
femur
DWI femur
Bebas
6440
69
190
tibia
T1 kepala
276
Bebas
922
13
leher
T2 kepala
leher
520 x 340 x
Bebas
669
80
STIR
Bebas
8696
60
170
kepala
leher
T1 (TSE)
Tahan
922
13
thorax
T2 (TSE)
Tahan
669
80
thorax
STIR
Tahan
8696
60
170
(TSE)
thorax
T1 (TSE)
Tahan
922
13
abdomen
T2 (TSE)
Tahan
669
80
abdomen
STIR
Tahan
2000
60
170
(TSE)
abdomen
T1 (TSE)
Bebas
922
13
pelvis 1/3
550 x 296 x
292 x
365
303
550 x 296 x
220 x
365
256
550 x 296 x
292 x
365
367
550 x 296 x
292 x
365
300
550 x 296 x
220 x
365
256
550 x 296 x
292 x
365
366
550 x 296 x
292 x
365
308
550 x 296 x
220 x
365
258
550 x 296 x
292 x
365
365
550 x 296 x
292 x
365
303
proximal
femur
T2 (TSE)
Bebas
917
80
pelvis 1/3
proximal
femur
STIR
(TSE)
pelvis 1/3
proximal
femur
Bebas
8696
60
170
T1 (TSE)
Bebas
922
13
femur tibia
T2 (TSE)
Bebas
917
80
femur tibia
STIR
Bebas
8696
(TSE)
60
170
550 x 296 x
220 x
365
264
550 x 296 x
292 x
365
365
550 x 296 x
292 x
365
304
femur tibia
DWI, diffusion-weighted imaging; STIR, short tau inversion recovery; TSE, turbo spin echo
Interpretasi gambar
Gambar CE-CT dan Wb-MRI-DWI dievaluasi oleh 2 ahli radiologi secara
buta, di mana radiolog tidak mengetahui temuan radiologis pada teknik lainnya.
Ketidaksetujuan awal antara 2 pengamat terhadap temuan gambar diselesaikan
dengan kesepakatan. Semua gambar dinilai secara sistematis per-lesi dan perpasien. Penilaian per-lesi didasarkan pada keberadaan penyakit pada 25 nodus,
antara lain: lateroservikal kanan atas dan bawah, lateroservikal kiri atas dan bawah ,
supraklavikular kanan, supraklavikular kiri, axilla kanan, axilla kiri, mediastinum
kanan atas, mediastinum kiri atas, mediastinum anterior superior, hilus pulmonum
kanan, hilus pulmonum kiri, mediastinum kanan bawah, mediastinum anterior
bawah, mediastinum kiri bawah, abdomen dan mesenterika kanan atas, abdomen
dan splenikus kiri atas, abdomen kanan bawah, abdomen kiri bawah, iliaka komunis
kanan, iliaka komunis kiri, pelvis dan presakral, ingunial kanan, dan inguinal kiri.
Penilaian per-lesi juga didasarkan pada keberadaan penyakit di tempat ekstranodal
berikut: paru, pleura, perikardium, dinding thorax, liver, limpa, ginjal, lambung, usus,
pankreas, dan sumsum tulang.
Pada gambar morfologis (CE-CT dan MRI konvesional), nodus limfe
dikategorikan patologis bila (1) diameter aksis pendek lebih dari 10 mm pada leher
dan mediatinum; (2) diameter aksis pendek melebihi 15 mm pada abdomen; (3)
nodus abnormal nampak pada area di mana dalam keadaan normal tidak ada nodus
yang terdeteksi; dan (4) lesi yang dicurigai tampak nekrotik, berapapun diameternya.
Semua gambar DWI secara kualitatif diinterpretasikan dengan apparent
diffusion coeffiecient (ADC). Pengukuran ADC tidak digunakan dalam penentukan
karakterisitik jaringan karena nilai batas yang dilaporkan dengan ADC sebelumnya
terbukti tidak konsisten dalam membedakan lesi ganas dan jinak. Semua nodus
limfe dengan intensitas sinyal melebihi medulla spinalis diinterpretasikan positif
untuk keterlibatan limfoma, sedangkan pada tempat di luar nodus limfe, setiap area
dengan
intensitas
sinyal
abnormal
relatif
terhadap
jaringan
sekitarnya
diinterpretasikan abnormal. Pada jaringan yang secara normal difusinya lemah (otak,
medula spinalis, saraf perifer, kelenjar saliva, kandung empedu, usus halus dan isi
kolon, tonsil, limpa, ginjal, kelenjar adrenal, prostat, testis, penis, endometrium,
ovarium, dan sumsum tulang), setiap peningkatan intensitas sinyal fokal yang
abnormal diinterpretasikan positif untuk keterlibatan tumor
Semua data
18
yang berpengalaman pada layar komputer dalam 3 bidang ortogonal (axial, coronal,
sagital) tanpa informasi apapun tentang hasil dari pemeriksaan CE-CT dan Wb-MRIDWI. Keterlibatan nodal dan ekstranodal didiagnosa jika area tertentu mengalami
peningkatan pengambilan tracer di atas ambang normal dibanding area di sekitarnya
yang divisualisasikan dengan PET-CT. Ambilan FDG yang meningkat secara
homogen di limpa dibandingkan ambilan pada liver juga diinterpretasikan patologis
Untuk evaluasi per pasien, stadium penyakit menurut Ann-Arbor ditentukan
berdasarkan hasil dari prosedur diagnosis
Identifikasi standar referensi
Dalam analisis retrospektif, kami menggunakan standar refrensi stadium
klinis berdasarkan (1) biopsi sumsum tulang untuk keterlibatan sumsum tulang
secara difus; (2) Temuan 18F-FDG PET-CT untuk lesi nodal dan ekstranodal; dan (3)
mempertimbangkan angka kemungkinan positif palsu/negatif palsu dari
18
F-FDG
PET-CT, hasil diskordan dari temuan pencitraan lain diperiksa dengan follow up
secara klinis dan radiologis sampai ke diagnosis final. Secara khusus, jika
memungkinkan, data histologis didapat dengan biopsi diinterpretasikan positif sejati.
Saat biopsi tidak memungkinkan, keterlibatan/ketidakterlibatan dari lesi nodal dan
ekstranodal ditentukan dengan informasi dari penyusutan secara klinis selama terapi
dan setelah follow up minimum 6 bulan setelah akhir terapi. Semua suspek lesi yang
berkurang atau menghilang setelah terapi diasumsikan sebagai positif sejati.
Analisa statistik
Analisa data dilakukan per-lesi dan per-pasien. Sensitifitas dan spesifisitas
CE-CT dan Wb-MRI-DWI dalam penyakit nodal dan ekstranodal dievaluasi
menggunakan stadium klinis sebagai referensi standar. Nilai p<0,05 diperhitungkan
signifikan.
Koefisien
kappa
dihitung
menggunakan
analisis
Cohen
untuk
18
F-FDG PET-CT
18
terapi. Nodus yang positif sering terlewatkan oleh CE-CT karena asumsi bahwa
hanya nodus >1 cm yang dianggap patologis. Ini terlihat jelas dalam presentasi
kasus di gambar 1. Sebagian nodus yang tidak terdiagnosis oleh Wb-MRI-DWI
berlokasi di mediastinum. Presentasi kasus dengan kegagalan deteksi oleh Wb-MRIDWI ditunjukkan pada gambar 2
Tabel 3 Evaluasi per-lesi
CE-CT
n (%) [95% CI]
Evaluasi nodal standar referensi
Sensitivitas
0.89 [0.85, 0.93]
Spesifisitas
0.98 [0.97, 0.99]
Positif sejati, n=217
194 (89.4)
Negatif sejati, n=808
797 (98.6)
Positif palsu, n
11
Negatif palsu, n
23
Evaluasi nodal standar referensi
Wb-MRI-DWI
n (%) [95% CI]
0.91 [0.87, 0.95]
0.99 [0.98, 1.00]
200 (92.1)
802 (99.2)
6
17
Sensitivitas
Spesifisitas
Positif sejati, n=37
Negatif sejati, n=421
Positif palsu, n
Negatif palsu, n
Evaluasi per lesi dari penentuan stadium klinis saat diagnosis. Hasil dari tiap teknik pencitraan
dibandingkan dengan stadium klinis standar referensi, seperti dijelaskan dalam teks.
CE-CT, contrast-enhanced computed tomography; Wb-MRI-DWI, wholebody magnetic resonance
imaging with diffusion-weighted imaging
CT.
Analisis
sama
untuk
yang
lesi
ekstranodal menghasilkan
nilai 0,812 (sangat baik)
untuk
Wb-MRI-DWI
dan
Gambar 2: Seorang wanita 58 tahun dengan low-grade follicular lymphoma. Evaluasi per-pasien:
sebuah nodul patologis di hilus pulmo sinistra terlihat oleh (a) 18F-FDG PET-CT tidak teridentifikasi
secara tepat oleh (b) Wb-MRI morfologis (gambar T2 dan gambar T1 weighted) (c) tidak
teridentifikasi dengan DWI. Hasil negatif palsu ini tidak mengubah penentuan stadium akhir
(stadium IV menurut klasifikasi Ann Arbor)
Gambar 3: Seorang wanita 46 tahun dengan HL. Evaluasi per-lesi: keterlibatan sumsum tulang.
Sebuah lesi fokal di ileopubis sinistra terlihat pada 18F-FDG PET-CT (a,b) dan Wb-MRI-DWI (d). Ini
tidak terdeteksi dengan CE-CT (c). Pada evaluasi per-pasien, kesalahan diagnosa dari lokalisasi
sumsum tulang mengakibatkan penurunan stadium pada CE-CT, sedangkan 18F-FDG PET-CT dan
Wb-MRI-DWI mendefinisikan penjalaran penyakit dengan tepat.
hasil
dari
prosedur
diagnosis
saat
presentasi
awal
tanpa
Histologi
DLBCL
FL
FL
Burkitt
FL
MCL
HL
Stadium
IV
III
CE-CT
Wb-MRI-
Penyebab perbedaan
II
DWI
IV
III
terdeteksi
Keterlibatan
IV
II
nodul
IV
No
lesion
No
IV
lesion
II
IV
IV
terdeteksi
Keterlibatan sumsum tulang tidak
III
terdeteksi
Keterlibatan nodul subdiafragma
IV
III
I
II
tidak terdeteksi
26
HL
32
HL
38
MCL
40
FL
41
FL
IV
IV
IV
IV
IV
II
II
III
II
III
IV
IV
terdeteksi
Keterlibatan sumsum tulang tidak
IV
terdeteksi
Keterlibatan sumsum tulang dan
IV
IV
terdeteksi
Keterlibatan sumsum tulang tidak
terdeteksi
Perbedaan evaluasi per pasien dalam penilaian stadium penyakit saat diagnosis. Hasil dari tiap teknik
pencitraan dibandingkan dengan stadium klinis standar referensi, seperti dijelaskan pada teks.
CE-CT, contrast-enhanced computed tomography; Wb-MRI-DWI, wholebody magnetic resonance
imaging with diffusion-weighted imaging; HL,Hodgkins lymphoma; DLBCL, diffuse large B-cell
lymphoma; FL, follicular lymphoma; MCL, mantle cell lymphoma
Diskusi
Prinsip DWI berbasis pada visualisasi in vivo dari gerakan acak dari molekul
air bebas (Gerak Brown). Prinsip ini memungkinkan identifikasi dari struktur mikro
dan keadaan patofisiologis dari jaringan. Jaringan limfomatus (ditandai dengan
peningkatan selularitas dan penyempitan ruang ekstraselular, menyebabkan
pengurangan mobilitas air) dan lesi dapat diidentifikasi sebagai sinyal hiperintens
abnormal pada DWI. Teknik ini baru saja diterapkan pada pencitraan seluruh tubuh,
dan Wb-MRI-DWI sekarang dipandang sebagai modalitas terkini dan bermanfaat
untuk modalitas diagnosis pasien dengan limfoma. Dalam rangka mengevaluasi
feasibilitas dan reabilitas dari Wb-MRI-DWI pada penggolongan stadium awal dan
follow up dari pasien limfoma, sebuah analisis retrospektif dilakukan pada pasienpasien yang menjalani prosedur ini sebagai penelusuran diagnosik tambahan karena
permintaan klinis secara spesifik. Hasil analisis menunjukkan bahwa Wb-MRI-DWI
adalah modalitas pencitraan yang sensitif dan spesifik untuk limfoma maligna,
memungkinkan evaluasi keterlibatan nodal dan ekstranodal pada onset penyakit
yang dapat dipercaya. Hasil-hasil ini mendukung Wb-MRI-DWI sebagai alternatif dari
CE-CT berbasis radiasi dalam proses diagnosis pasien limfoma
F-FDG PET-CT dikombinasikan dengan low dose unenhanced CT, CE-CT, biopsi
sumsum tulang, tes laboratorium, dan pemeriksaan fisik. Dengan tidak adanya
konsensus internasional mengenai penggunaan CT dan media kontras intravena
untuk
18
FDG PET-CT
18
F-
18
F-FDG
PET-CT, sensitivitas dan spesifisitas MRI yang dilaporkan adalah 93 - 95% dan 97 98.6%, berturut-turut, untuk penyakit nodal dan 89 - 99.8% dan 99.8 - 100%,
berturut-turut, untuk penyakit ekstranodal. Beberapa studi telah membandingkan
Wb-MRI-DWI dan CE-CT dalam penentuan stadium awal dari pasien dengan
limfoma indolen dan limfoma agresif. Dalam studi ini, hasil penentuan stadium dari
Wb-MRI-DWI sama dengan CE-CT pada 65,4% kasus, lebih tinggi pada 27,9%, dan
lebih rendah pada 6,7%, mendukung bahwa Wb-MRI-DWI adalah alternatif yang
valid untuk CE-CT. Hasil dari penelitian ini sejalan dengan sebagian besar dari studi
sebelumnya dan mengonfirmasi bahwa Wb-MRI-DWI adalah modalitas yang layak,
memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang cukup untuk berbagai macam varian NHL
dan HL. Beberapa nodus didiagnosis keliru oleh CE-CT; nodus negatif palsu paling
sering terjadi karena underestimasi dari nodul kecil yang secara konvesional
ditetapkan tidak terlibat bila ukurannya <1 cm. sebaliknya, asumsi bahwa nodul yang
berukuran >1 cm pada CE-CT terindikasi terlibat memunculkan beberapa hasil
positif palsu pada CE-CT. Bebrapa nodus keliru didiagnosa oleh Wb-MRI-DWI.
Sebagian besar dari nodus yang keliru didiagnosa berlokasi di mediastinum, yang
menggambarkan kelemahan intrinsik dari Wb-MRI-DWI dibandingkan dengan
18
F-
FDG PET-CT dalam evaluasi mediastinum pada penentuan stadium klinis awal dari
limfoma maligna. Dibandingkan dengan CE-CT, hasil yang ada menunjukkan
keunggulan Wb-MRI-DWI dalam deteksi lesi nodal dan ekstranodal. Secara
keseluruhan, derajat
lemak, terbukti sensitif dan spesifik untuk mendeteksi keterlibatan sumsum tulang
(100%). Sekarang ini, biopsi sumsum tulang dianggap sebagai standar referensi
untuk mengetahui keterlibatan sumsum tulang, walaupun memiliki resiko negatif
palsu. Hasil studi ini mendukung penggunaan Wb-MRI-DWI karena modalitas ini
memiliki akurasi diagnosis yang optimal pada pemeriksaan sumsum tulang, serta
modalitas ini dapat dipertimbangkan untuk menjadi pendamping dari biopsi sumsum
tulang dalam penentuan awal stadium klinis untuk menentukan keterlibatan fokal
sumsum tulang yang tidak terdeteksi oleh biopsi, dan untuk menyingkirkan
kemungkinan adanya keterlibatan sumsum tulang pada pasien dengan hasil biopsi
negatif
Penambahan Wb-MRI-DWI secara rutin pada work-up diagnosis dapat
mengakibatkan perubahan pada penentuan stadium klinis dan selanjutnya
mengoreksi manajemen terapi. Ini dapat menjadi penting, khususnya dalam kasus
keterlibatan fokal sumsum tulang. Sesungguhnya, keterlibatan sumsum tulang
memerlukan penatalaksaan khusus, termasuk profilaksis sistem saraf pusat, juga
evaluasi secara akurat dari keterlibatan persisten sumsum tulang pada pasien yang
menjadi kandidat untuk transplantasi autolog
Kesimpulannya, hasil dari penelitian ini mengindikasikan bahwa Wb-MRIDWI adalah teknik pencitraan yang sensitif dan spesifik untuk evaluasi dari berbagai
macam varian subtipe limfoma maligna, dengan akurasi diagnosis yang superior
pada penentuan awal stadium klinis dibandingkan dengan CE-CT. Hasil ini
mendukung penggunaan Wb-MRI-DWI menggantikan CE-CT dalam penentuan
stadium dari limfoma maligna, jika mempertimbangkan tidak adanya radiasi dan
kontras intravena yang digunakan oleh MRI ini.