Anda di halaman 1dari 46

KEPANITERAAN KLINIK STASE

ILMU PENYAKIT DALAM


CASE REPORT
Melena e.c susp. Gastritis Erosifa e.c NSAID dengan anemia

Perceptor:
dr. Ade Yonata, M.Biomol, Sp.PD

Oleh:
Alyssa Fairudz Shiba, S.Ked
Devita Wulandari P, S.Ked
Eduard, S.Ked
Ferina Nur Haqiqi, S.Ked
Jose Adelina P, S.Ked

KEPANITERAAN KLINIK SMFPENYAKIT DALAM


RSUD DR.H. ABDUL MOELOEK LAMPUNG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG
2016

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Perdarahan saluran cerna bagian atas adalah perdarahan yang terjadi di saluran
cerna yang dimulai dari mulut hingga ke 2/3 bagian dari duodenum. Ari F. Syam
(2005) dalam penelitiannya di RSCM Jakarta menyebutkan bahwa kebanyakan
penderita perdarahan saluran cerna bagian atas disebabkan oleh varises esophagus
sekitar (33,5 %). Tingginya angka penderita varises esophagus dikarenakan
adanya hubungan antara varises esophagus dengan munculnya penyakit hepatitis
B dan C di Indonesia (Syam, 2005).
Demikian pula pada penelitian yang dilakukan oleh Nasrul Zubir dan Julius di
kota Padang tahun 1992 tepatnya di RSU dr. M. Jamil, jenis kelainan yang
ditemukan pada pemeriksaan endoskopi yang terbanyak adalah varises esophagus
= 196 penderita (23,17 %), gastritis refluks menempati urutan tertinggi diantara
gastritis lainnya (41,21 %). Jumlah tukak lambung dan tukak duodenum pada
penelitian ini hampir sebanding (1,04 : 1). (Jubril, N., et al., 1992) Berbeda
dengan sebagian besar negara di Eropa dan Amerika dalam buku Current
Diagnosis & Treatment in Gastroenterology yang sebagian besar penyebab
perdarahan saluran cerna bagian atas dikarenakan peptic ulcer dan sesuai dengan
data penelitian yang dilakukan oleh CURE ada sekitar 55 % pasien perdarahan
saluran cerna bagian atas yang disebabkan oleh peptic ulcer. (Jutabha, R., et al.
2003)
Angka kematian di berbagai belahan dunia juga masih menunjukkan jumlah yang
cukup tinggi terutama di Indonesia yang wajib jadi perhatian khusus.
Berdasarakan hasil penelitian di Jakarta didapati bahwa jumlah kematian akibat
perdarahan saluran cerna atas berkisar 26 %. (Syam, 2005)

Di Perancis, sebuah laporan menyimpulkan bahwa jumlah kematian dari


perdaraha saluran cerna bagian atas telah turun dari sekitar 11 % menjadi 7 %;
sebaliknya, dari sumber laporan yang sama dari Yunani mendapatkan tidak adanya
penurunan jumlah kematian tersebut. Di Spanyol sendiri mendapatkan bahwa
perdarahan saluran cerna bagian atas 6 kali lebih sering terjadi dibandingkan
dengan perdarahan saluran cerna bagian bawah. (Caestecker, J.d., 2011)

Di

Amerika Serikat, setiap tahun pasien yang masuk ke Instalasi Gawat Darurat
(IGD) dengan sebab perdarahan saluran cerna atas. Sejak tahun 1945, angka
kematian di Amerika Serikat oleh sebab perdarahan saluran cerna atas mencapai 5
10 % dan tidak berubah hingga saat ini. (John, R.S., 2009)
Insidensi dari perdarahan saluran cerna bagian atas di Indonesia tidak jauh
berbeda daripada di negara maju lainnya, yaitu penderita perdarahan saluran cerna
bagian atas lebih banyak pada pria daripada wanita dan pada pasien dengan usia
lebih dari 60 tahun seperti yang dikemukakan dalam penelitian yang dilakukan
oleh Ari F. Syam serta penelitan yang dilakukan oleh Nasrul Zubir.
Insidensi dari perdarahan saluran cerna bagian atas dua kali lebih sering pada pria
daripada pada wanita, dalam seluruh tingkatan usia; tetapi, jumlah angka kematian
tetap sama pada kedua jenis kelamin. Angka kematian meningkat pada usia yang
lebih tua (>60 tahun) pada pria dan wanita. (Caestecker, J.d., 2011)

BAB II
IDENTIFIKASI KASUS
I. STATUS PASIEN
A. IdentifikasiPasien

Nama lengkap
Umur
Status perkawinan
Pekerjaan
Alamat
Jeniskelamin
Sukubangsa
Agama
Pendidikan
MRS
No. MR

: Ny. SP
: 51 Tahun
: Menikah
: Swasta
: Natar, Lampung Selatan
: Perempuan
: Indonesia
: Islam
: Tidak Sekolah
: 27 Oktober 2016
: 480134

B. Anamnesis
Diambil dari autoanamnesis tanggal 27 Oktober 2016 pada pukul 21.30
WIB.
KeluhanUtama
Nyeri perut hebat yang tidak hilang-hilang sejak 4 hari SMRS
Keluhan Tambahan

BAB hitam, penurunan nafsu makan, mual, nyeri perut, lemas,Riwayat


Penyakit Sekarang
Pasien diantar ke IGD Rumah Sakit Abdul Moelok Bandar
Lampung dengan keluhan nyeri perut sejak 1 tahun yang lalu dan
dirasakan semakin hebat sejak 4 hari SMRS. Nyeri hebat dirasakan pada
perut bagian tengah. Nyeri perut yang dirasakan tidak hilang walaupun
sudah makan dan minum obat (pasien lupa nama obat). Nyeri dirasa pasien
seperti tertusuk-tusuk, dan dirasakan hilang timbul. Nyeri perut juga
dibarengi dengan perasaan mual, muntah (-). Pasien juga mengeluhkan
BAB cair yang berwarna hitam seperti kopi sejak 4 hari yang lalu.
Frekuensi >3x, pasien mengaku BAB sebanyak 1 gelas belimbing tiap kali
BAB. Semenjak pasien mengalami BAB hitam nyeri perut dirasakan
semakin hebat. Darah segar yang muncul saat BAB disangkal, kesulitan
BAK disangkal. Pasien mengeluhkan badan lemas sejak 2 hari yang
lalu.Penurunan nafsu makan disangkal.
Keluhan nyeri perutsudah sering dirasakan oleh pasien. Sehingga
pasien sudah 3x pernah dirawat di RSAM, dengan keluhan yang sama.
Akan tetapi BAB hitam seperti kopi baru pertama kali dirasakan oleh
pasien. Pasien menyangkal adanya anggota keluarga yang memiliki
keluhan yang sama dengan pasien. Dan tidak ada anggota keluarga yang
memiliki penyakit keganasan. Pasien mengaku mengkonsumsi obat
penghilang nyeri sejak lama untuk penyakit Rhematik yang diderita sejak
lama. Pasien tidak memiliki darah tinggi atau kencing manis. Riwayat
sakit kuning disangkal, maag kronik disangkal. Pasien juga mengaku tidak
merokok dan sering mengkonsumsi alkohol, dan pola makan sehari-hari
normal seperti biasa. Pasien sempat di transfusi darah 1 kantong karena Hb
rendah (4,7 mg/dl) di rumah sakit sebelumnya, untuk mengurangi keluhan
pasien.
Saat ini pasien masih dirawat di Ruang Kenanga Rumah Sakit
Abdul Moeloek Bandar Lampung.

Riwayat Penyakit Dahulu


(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(+)
(-)
(-)

Cacar

(-)

Cacar Air
Difteri

(-)
(-)

BatukRejan
Campak
Influenza
Tonsilitis
Kholera

Malaria
Disentri
Hepatitis

(-)

Batu

Ginjal

(-)
(-)

/Sal. Kemih
Burut (Hernia)
PenyakitProsta

(-)

TifusAbdominal

(-)

t
Wasir

(-)
(-)
(-)
(-)

is
Skirofula
Sifilis
Gonore
Hipertensi

(-)
(-)
(-)
(-)

Diabetes
Alergi
Tumor
PenyakitPemb

(-)

DemamRem (-)

UlkusVentrikuli

(-)

uluhDarah
CRF

(-)
(-)
(-)

atikAkut
Pneumonia
Pleuritis
Tuberkulosi

UlkusDuodeni
Dispepsia
Batu Empedu

(-)
(-)

Operasi
Kecelakaan

(-)
(+)
(-)

s
C. RiwayatPenyakitKeluarga
Hubung

Umur Jenis

Keadaankesehata

Penyebab

an
Kakek
Nenek
Ayah
Ibu
Saudara
Anak

(th)
87
72
56
36

n
Meninggal
Meninggal
Meninggal
Meninggal
Sehat
Sehat

Meninggal
Tidaktahu
Tidaktahu
Tidak tahu
Tidak tahu
-

Kelamin

AdakahKerabat yang Menderita


Penyakit
Alergi
Asma
Tuberkulosa
Artritis
Rematisme
Hipertensi
Jantung

Ya

Tidak

Hubungan

Ginjal
Lambung

D. Riwayat Pribadi
- Pasien makan 2x / hari
- Makanan yang dikonsumsi bervariasi dan jarang makan daging-

dagingan
Pasien mengkonsumsi kopi sejak lama, dan mengkonsumsi obat

penghilang nyeri untuk penyakit rhematik yang diderita


Pasien jarang berolahraga
Tidak ada gangguan seksualitas yang dialami pasien selama ini
Pasien tinggal dilingkungan tinggal yang cukup bersih, cukup air

dan mendapatkan pasokan air bersih dari sumur bor.


Lingkungan tinggal pasien jauh dari pembuangan sampah dan

jarang tercatat ada yang menderita penyakit menular.


Tidak ada masalah kesulitan dalam ekonomi
Sosial pasien juga baik dengan tetangga disekitar lingkungan

tinggal
Tidak ada riwayat kerja yang beresiko

E. Anamnesis Sistem
Catatan keluhan tambahan

positif

disamping

judul-judul

yang

bersangkutan.
Kulit(tidak ada keluhan)
(-)
(-)

Bisul
Kuku

(-)
(-)

Rambut
Kuning

(-)
/ (-)

Keringatmalam
Sianosis

Ikterus
(-)

Lain-lain

Kepala(tidak ada keluhan)


(-)

Trauma

(-)

Sakitkepala (di bagian temporal,

(-)

Sinkop

(-)

seperti tertusuk-tusuk)
Nyeripada sinus

Nyeri (di belakang (-)

Radangkeringatmalam

Mata(tidak ada keluhan)


(-)

kedua bola mata;


terasa panas)

(-)
(-)

Sekret
Kuning / Ikterus

(-)
(-)

Gangguanpenglihatan
Ketajamanpenglihatan

(-)
(-)
(-)

Tinitus
Gangguanpendengaran
Kehilanganpendengaran

(-)
(-)
(-)

Gejalapenyumbatan
Gangguanpenciuman
Pilek

(-)
(-)
(-)

Lidah
Gangguanpengecap
Stomatitis

Telinga(tidak ada keluhan)


(-)
(-)

Nyeri
Sekret

Hidung(tidak ada keluhan)


(-)
(-)
(-)
(-)

Trauma
Nyeri
Sekret
Epistaksis

Mulut(tidak ada keluhan)


(-)
(-)
(-)

Bibir
Gusi
Selaput

Tenggorokan(tidak ada keluhan)


(-)

Nyeritenggorokan

(-)

Perubahansuara

(-)

Nyerileher

Leher(tidak ada keluhan)


(-)

Benjolan

Jantung / Paru-Paru(tidak ada keluhan)


(-)
(-)
(-)

Nyeri dada
Berdebar
Ortopnoe

(-)
(-)
(-)

Sesaknafas
Batukdarah
Batuk

Abdomen (Lambung / Usus)


(+)
(+)
(-)
(-)
(-)
(+)

Rasa kembung
Mual
Muntah
Muntahdarah
Sukarmenelan
Nyeriperut, kolik

(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(+)
(-)

Perutmembesar
Wasir
Mencret
Tinjaberdarah
Tinjaberwarnadempul
Tinjaberwarnakehitaman
Benjolan

SaluranKemih / AlatKelamin(tidak ada keluhan)


(-)
(-)

Disuria
Stranguri

(-)
(-)

Kencingnanah
Kolik

(-)
(-)
(-)
(-)
(-)

Poliuria
Polakisuria
Hematuria
Kencingbatu
Ngompol

(-)
(-)
(-)
(-)
(-)

Oliguria
Anuria
Retensiurin
Kencingmenetes
Penyakitprostat

(tidakdisadari)
Katamenis(tidak ada keluhan)
(-)
(-)

Leukore
Lain-lain

(-)
(-)

Perdarahan

Haid(tidak ada keluhan)


(-)

Haidterakhir

(-)

Jumlahdanlaman (-)

Menarche

(-)

Teratur

(-)

ya
Nyeri

Gejalaklimakte

(-)

Gangguanhaid

(+)

Pasca

(-)

rium
menopause
SarafdanOtot(tidak ada keluhan)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)

Anestesi
Parestesi
Ototlemah
Kejang
Afasia
Amnesis
Lain-lain

(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)

Sukarmenggigit
Ataksia
Hipo/hiper-estesi
Pingsan
Kedutan (tick)
Pusing (Vertigo)
Gangguanbicara
(disartri)

Ekstremitas(tidak ada keluhan)


(-)
(-)

Bengkak
Nyerisendi

Berat Badan
Berat badan rata-rata (Kg) : 55 Kg
Tinggi badan (cm)
: 160 cm
Berat badan sekarang (Kg) : 51 Kg
(Bilapasientidaktahudenganpasti)
Tetap ()
Turun ()

(-)
(-)

Deformitas
Sianosis

Naik ( )
F. RiwayatHidup
Tempatlahir : () di rumah () rumahbersalin
( ) Lain-lain
Ditolong oleh : () dokter
() bidan
( ) Lain-lain

() RS Bersalin
() dukun

RiwayatImunisasi
(-) Hepatitis (-) BCG
(-) campak
(-) DPT
(-) polio
(-) tetanus
RiwayatImunisasitidakdiketahuipasien
RiwayatMakanan
Frekwensi/hari
: 2 kali dalamsehari
Jumlah/hari
: 1 porsi/ makan
Variasi/hari
: bervariasi
Nafsumakan
: normal
Pendidikan
() SD
() SLTP
() SLTA
( ) Sekolah Kejuruan
() Akademi ( ) Kursus
(-) TidakSekolah
Kesulitan
Keuangan
Pekerjaan
Keluarga
Lain-lain

: tidak ada
: tidak ada
: tidakada
:-

G. PemeriksaanFisik
Pemeriksaan Umum
Tinggi badan
: 160 cm
Berat Badan
: 51 kg
Tekanandarah
: 120/80 mmHg
Nadi
: 84x/menit, Regular, egual, isi cukup
Suhu
: 37,6oC
Pernafasan
: 20x/menit
Keadaan gizi
: 19,9 IMT : normal
Kesadaran
: compos mentis
Sianosis
: Tidakada
Edema umum
: Tidakada
Habitus
: Astenikus
Cara berjalan
: Normal
Mobilitas
: Aktif
Umur taksiran pemeriksa
: 60 tahun 0 bulan
Aspek Kejiwaan
Tingkah laku wajar, alam perasan wajar dan proses fikir wajar.

H. Status Generalis
Kulit
Warna
Jaringan parut
Pertumbuhan rambut
Suhu Raba
Keringat
Lapisan lemak
Efloresensi
Pigmentasi
Pembuluh darah
Lembab/ Kering
Turgor
Ikterus
Edema

:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:

Kuning Langsat
Tidak ada
Normal
Hangat
Tidakada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Dalambatas normal
Lembab
Normal
Ditemukan dikedua mata
Tidakditemukan

Kelenjar Getah Bening


Submandibula
: Tidak teraba pembesaran
Supra klavikula
: Tidak teraba pembesaran
Lipat paha
: Tidak teraba pembesaran
Leher
: Tidak teraba pembesaran
Ketiak
: Tidak teraba pembesaran
Kepala
Ekspresi wajah
Rambut

: Normal, wajar
: Hitam, ikal, tidak mudah dicabut,

Simetris muka
Pembuluh darah temporal

menyebar merata
: Simetris
: Tidakterlihat

Mata
Exopthalmus
:
Kelopak
:
Konjungtiva
:
Sklera
:
Lapang penglihatan :
Deviatio konjungtiva :
Enopthalmus
:
Lensa
:
Visus
:
Gerak mata
:
Tekanan bola mata :
Nistagmus
:
Leher
Tekanan JVP

Tidakada
Normal
Anemis +/+
Ikterik-/Normal
Tidak ada
Tidakada
Jernih
tidak dilakukan pemeriksaan
Normal
Normal
Tidak ada

: 5 -2 cmH2O

Kelenjar Tiroid
Kelenjar Limfe

: Tidak membesar
: Tidak teraba pembesaran

Dada
Bentuk
Pembuluh darah
Buah dada

: Simetris,normochest
: Normal
: Normal

Paru-Paru
Depan
Hemithoraks simetris

Belakang
Hemithoraks simetris kiri

kiri dankanan; Retraksi

dankanan; Retraksi (-)

Palpasi

(-),
Nyeritekan (-) , fremitus

Nyeri tekan (-), fremitus

Perkusi

vokalsimetris
Kiri sonor pada

vokal simetris
sonor pada seluruh lapang

Inspeksi

seluruh lapang

paru

paru
Kanansonor pada

Auskultasi

Kiri

Kanan

sonor pada seluruh lapang

seluruh lapang

paru

paru
vesikuler (+),

vesikuler (+) , Ronkhi (-),

Ronkhi

Wheezing (-).

(-),Wheezing(-)

vesikuler (+), Ronkhi(-),

vesikuler (+),

Wheezing (-)

Ronkhi
(-),Wheezing(-)
Jantung
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi

: Ictus cordis tidak terlihat


: Ictus cordis tidakteraba
: Batas jantung kanan
: Parastrernal dekstra ICS IV
Batas jantung kiri
: Midclavicula sinistra ICS V
Batas atas
: Parasternal ICS II
: BJ I dan II reguler, murmur (-), gallop (-)

Pembuluh Darah
Arteri temporalis, karotis,brakhialis,radialis, femoralis poplitea, tibialis
posterior teraba.

Abdomen
Inspeksi
Auskultasi
Perkusi
Palpasi

: Datar, Spider navy (-), Lesi (-)


: Bising usus (+) Normal, 5x/menit
: Timpani
: Dinding perut :
Nyeri

tekan

(+)Epigastrium, Umbilikus, dan Lumbal


Sinistra, distensi (-), Shifting dullnes (-)
Hati : Tidak Teraba
Limpa : Tidak teraba
Ginjal : Ballotement (-)
: Normal

Refleks dinding perut


Anggota Gerak
Lengan
Kanan

Kiri

Normotonus

Normotonus

Eutrofi
Normal
Aktif
5

Eutrofi
Normal
Aktif
5

Otot
Tonus
Massa
Sendi
Gerakan
Kekuatan

Tungkai dan Kaki


Luka
Varises
Otot(tonus, massa)
Sendi
Gerakan
Kekuatan
Edema

:
:
:
:
:
:
:

Tidak
Tidak
Normotonus, eutrofi
Normal
Aktif
5
-/-

Refleks
Kanan
Kiri
(Refleks
lengan N (Refleks lengan bawah)

Bisep

Trisep
Patela
Achiles
Kremaster
Refleks

bawah)
N (Kontraksi trisep)
N
N (Plantar fleksi )
Tidak dilakukan
N

N (Kontraksi trisep)
N
N (Plantar fleksi)
Tidak dilakukan
N

kulit
Refleks

Tidak ada

Tidak ada

patologis

I. PemeriksaanPenunjang
DarahLengkap( 27 Oktober 2016 )
Hemoglobin : 6,4 gr/dL
Leukosit
: 4.350/uL
Eritrosit
: 2,3 juta/uL
Hematokrit : 33%
Trombosit
: 106.000/ uL
MCV
:MCH
:MCHC
:Hitung jenis
- Basofil
:0%
- Eosinofil : 0 %
- Batang
:0%
- Segmen
: 94 %
- Limfosit
: 13 %
- Monosit
:9%
- LED
: 35 mm/jam
DarahLengkap( 28 Oktober 2016 )
Hemoglobin : 7,1 gr/dL
Leukosit
: 9.810/uL
Eritrosit
: 2,8 juta/uL
Hematokrit : 22%
Trombosit
: 147.000/ uL
MCV
: 78 fL
MCH
: 25 pq
MCHC
: 32 g/dl
Hitung jenis
- Basofil
:0%
- Eosinofil : 0 %
- Batang
:0%
- Segmen
: 94 %
- Limfosit
:3%
- Monosit
:3%
- LED
: 35 mm/jam
Kimia Darah (28 Oktober 2016)
SGOT
: 57 (Normal : 6-30)
SGPT
: 36 (Normal 6-45)
Gula Darah sewaktu : 130 mg/dl
Ureum
: 36 (Normal : 13 43 )
Creatinine
: 1,50 (Normal : 0,55-1,02 )

Natrium
Kalium
Kalsium
Chlorida

: 137 (Normal : 135-145 )


: 3,5 (Normal : 3,5-5,0 )
: 7,5 (Normal : 8,6-10,0 )
: 101 (Normal : 96-106 )

J. Ringkasan
Pasien MRS dengan keluhan nyeri perut yang dirasakan semakin
hebat sejak 4 hari yang lalu. Nyeri perut dirasa pasien sejak 1 tahun yang
lalu. Nyeri hebat dirasakan pada perut bagian tengah. Nyeri perut yang
dirasakan tidak hilang walaupun sudah makan dan minum obat. Nyeri
dirasa pasien seperti tertusuk-tusuk, dan dirasakan hilang timbul. Nyeri
perut juga dibarengi dengan perasaan mual, muntah (-). Pasien juga
mengeluhkan BAB cair yang berwarna hitam seperti kopi sejak 4 hari
yang lalu. Frekuensi >3x, pasien mengaku BAB sebanyak 1 gelas
belimbing tiap kali BAB. Semenjak pasien mengalami BAB hitam nyeri
perut dirasakan semakin hebat. Darah segar yang muncul saat BAB
disangkal, kesulitan BAK disangkal. Pasien mengeluhkan badan lemas
sejak 2 hari yang lalu.Penurunan nafsu makan disangkal. Pasien sudah 3x
dirawat di RSAM, dengan keluhan sakit perut. Akan tetapi BAB hitam
seperti kopi baru pertama kali dirasakan oleh pasien. Pasien menyangkal
adanya anggota keluarga yang memiliki keluhan yang sama dengan
pasien. Dan tidak ada anggota keluarga yang memiliki penyakit
keganasan. Pasien mengaku mengkonsumsi obat penghilang nyeri sejak
lama untuk penyakit Rhematik yang diderita sejak lama. Pasien tidak
memiliki darah tinggi atau kencing manis. Riwayat sakit kuning dan maag
disangkal. Pasien juga mengaku tidak merokok dan sering mengkonsumsi
alkohol, dan pola makan sehari-hari normal seperti biasa. Pasien sempat di
transfusi darah 1 kantong karena Hb rendah (4,7 mg/dl) di rumah sakit
sebelumnya, untuk mengurangi keluhan pasien.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran compos mentis,
tekanandarah 120/80 mmHg, nadi84x/menit, suhu aksila 37,6oC,
pernapasan 20 x/menit. Pada pemeriksaan kepala didapatkan konjungtiva
anemis +/+. Pada pemeriksaan fisik paru didapatkan bentuk dada normal,
ekspansi dada sama, fremitus vokal sama, sonor/sonor, vesikuler +/+,

ronki -/-, wheezing -/-. Pada pemeriksaan fisik jantung didapatkan batas
kanan, kiri, atas jantung dalam batas normal, bunyi jantung I-II reguler.
Pada pemeriksaan fisik abdomen didapatkan abdomen datar, nyeri tekan
positif di bagian epigastrium, umbilikus, dan lumbal sinistra, Shifting
dullnes (-).
Pada

pemeriksaan

penunjang

laboratorium

darah

lengkap

didapatkan hemoglobin 6,4 gr/dL, hematokrit 33 %, SGOT 57, SGPT 36,


Creatinine 1,50, dan Kalsium 7.5

K. Diagnosis Kerja dan Dasar Diagnosis


Diagnosis Banding
1. Melena e.c susp. Gastritis Erosifa e.c NSAID dengan anemia
perdarahan
2. Melena e.c susp. Gastropati NSAIDdengan Anemia perdarahan
3. Melena e.c susp. Ulkus Duodenum e.c NSAID denganAnemia
perdarahan
4. Melena e.c susp Varises Esofagus e.c Gastritis erosif dengan Anemia
perdarahan
Diagnosis Kerja
Melena e.c susp. Gastritis Erosifa e.c NSAID dengan anemia
Dasar Diagnosis
-

Gejala Klinik
-

Pemeriksaan Fisik
-

Konjungtiva Anemis +/+


Nyeri Tekan Abdomen (+)

Pemeriksaan Penunjang
-

Nyeri perut hebat


BAB hitam seperti aspal
Mual
Malaise
Riwayat konsumsi NSAID lama

Hb : 6,4 mg/dl

Pemeriksaan Anjuran
-

Cek DL, Profil lipid, Asam urat


Cek HbsAg
HB serial / 12 jam
USG Abdomen
Foto Thorak PA
Benzidine Test
CT Scan Abdomen

L. RencanaPengelola
a. Non Farmakologi

- Tirah baring
- Edukasi
b. Farmakologi
- Observasi Vital Sign
- IVFD RL xx gtt/menit
- Inj. Asam tranexamat 500 mg/8jam
- Inj. Vitamin K /8 jam
- Inj. Ketorolac 30 mg/12 jam
- Inj. Omeprazol 40 mg/12 jam
- Paracetamol tab. 500 mg (prn)
- Pasang Dower Catheter (catat I/O)
- Cek Hb serial (Transfusi PRC bila Hb <8 mg/dl)
M. Pencegahan
a. Mencegahkomplikasi
-

Konsumsi makana lunak


Diet rendah protein rendah garam
Tirah baring
Stop sementara obat Rhematik

N. Prognosis
Quo at vitam
Quo at functionam
Quo at sanationam

: ad Bonam
: ad Bonam
:ad Bonam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Melena

2.1.1

Definisi Melena
Melena adalah pengeluaran feses yang berwarna hitam seperti ter yang

disebabkan oleh adanya perdarahan saluran cerna bagian atas . (Djojoningrat,


2011)

2.1.2

Etiologi
1. Kelainan di esophagus.

a. Varises Esofagus
Penderita dengan hematemesis melena yang disebabkan
pecahnya varises esofagus, tidak pernah mengeluh rasa nyeri
atau pedih di epigastrum. Pada umumnya sifat perdarahan
timbul spontan dan masif. Darah yang dimuntahkan berwarna
kehitam-hitaman dan tidak membeku karena sudah bercampur
dengan asam lambung. (Djodjoningrat, 2011)
b. Karsinoma Esofagus
Karsinoma esofagus sering memberikan keluhan melena
daripada hematemesis. Disamping mengeluh disfagia, badan
mengurus dan anemis, hanya sesekali penderita muntah darah
dan itupun tidak masif. Pada pemeriksaan endoskopi jelas
terlihat gmabaran karsinoma yang hampir menutup esofagus dan
mudah berdarah yang terletak di sepertiga bawah esofagus.
c. Sindroma Mallory Weiss
Sebelum timbul hematemesis didahului muntahmuntah hebat
yang pada akhirnya baru timbul perdarahan, misalnya pada
peminum alkohol atau pada hamil muda. Biasanya disebabkan
oleh karena terlalu sering muntah-muntah hebat dan terus
menerus. Bila penderita mengalami disfagia kemungkinan
disebabkan oleh karsinoma esophagus (Djojoningrat, 2011)
d. Esofagitis dan tukak Esofagus.
Esofagitis bila sampai menimbulkan perdarahan lebih sering
bersifat intermittem atau kronis dan biasanya ringan, sehingga
lebih sering timbul melena daripada hematemesis. Tukak di
esofagus

jarang

sekali

mengakibatkan

perdarahan

dibandingkan dengan tukak lambung dan duodenum.

jika

2. Kelainan di Lambung
a. Gastritis Erisova Hemoragika
Hematemesis bersifat tidak masif dan timbul setelah penderita
minum obat-obatan yang menyebabkan iritasi lambung.
Sebelum muntah penderita mengeluh nyeri ulu hati. Perlu
ditanyakan

juga

apakah

penderita

sedang

atau

sering

menggunakan obat rematik (NSAID + steroid) ataukah sering


minum alkohol atau jamu-jamuan. (Djojoningrat, 2011)

b. Tukak Lambung.
Penderita mengalami dispepsi berupa mual, muntah, nyeri ulu
hati dan sebelum hematemesis didahului rasa nyeri atau pedih di
epigastrum yang berhubungan dengan makanan. Sesaat sebelum
timbul hematemesis karena rasa nyeri dan pedih dirasakan
semakin hebat. Setelah muntah darah rasa nyeri dan pedih
berkurang. Sifat hematemesis tidak begitu masif dan melena
lebih dominan dari hematemesis. (Djojoningrat, 2011)

c. Karsinoma Lambung.
Insidensi karsinoma lambung di negara kita tergolong sangat
jarang dan pada umumnya datang berobat sudah dalam fase
lanjut, dan sering mengeluh rasa pedih, nyeri di daerah ulu hati
sering mengeluh merasa lekas kenyang dan badan menjadi
lemah. Lebih sering mengeluh karena melena.

d. Ulkus peptikum
e. Tumor lambung jinak dan ganas
f. Pecahnya pembuluh darah yang sklerotik, TBC, divertikulum
sifilis, jaringan pankreas heterotropik, hernia hiatus esophagus,
benda asing, ulkus duodenum, tukak stress akut.

3. Penyakit usus halus


a. Tumor jinak dan ganas
b. Syndrome Peutz- Jegher
c. Divertikulum Meckel (Townsend, 2004)

4.

Penyakit kolon proksimal:


a. Tumor jinak dan ganas
b. Divertikulosis
c. Ulserasi dan kolitis granulomatosa
d. Tuberkulosis
e. Disentri amuba
f. Lain-lain ( Telangiektasis, Aneurisma sirsoid) (Townsend,
2004)

5.

Kelainan darah : polisitemia vera, limfoma, leukemia, anemia


pernisiosa, hemofilia, hipoprotrombinemia, multiple mieloma,
penyakit Christmas trombositopenia purpura, non-trombositopenia
purpura dan lain-lain.

6.

Penyakit pembuluh darah


a. Telangiektasis hemoragik herediter
b. Hemangioma kavernosum

7.

Penyakit sistemik : amiloidosis, sarkoidosis, penyakit jaringan ikat,


uremia dan lain-lain.

8.

Penyakit infeksi : DHF, Leptospirosis.

9.

Obat-obat ulserogenik : salisilat, kortikosteroid, alkohol, NSAID


(indometasin, fenilbutazon, ibuprofen, nalproksen), sulfonamid,
steroid, digitalis.

10. Kafein, alkohol, dll.

2.2

Gastritis

2.2.1

Pengertian
Gastritis adalah peradangan pada mukosa lambung yang dapat bersifat
akut kronik, difus atau lokal. Gastritis merupakan gangguan kesehatan
yang paling sering dijumpai di klinik, karena diagnosisnya sering hanya
berdasarkan gejala klinis bukan pemeriksaan histopatologi. Pada sebagian
besar kasus, inflamasi mukosa gaster tidak berkorelasi dengan keluhan dan
gejala klinis pasien. Sebaliknya keluhan dan gejala klinis pasien
berkorelasi

2.2.2

positif

dengan

komplikasi

gastritis.

(Hirlan,

2009)

Etiologi
Penyebab dari Gastritis dapat dibedakan sesuai dengan klasifikasinya
sebagai berikut :

Gastritis Akut
Penyebabnya adalah obat analgetik, anti inflamasi terutama aspirin
(aspirin yang dosis rendah sudah dapat menyebabkan erosi mukosa
lambung).
Bahan kimia misal : lisol, alkohol, merokok, kafein lada, steroid dan
digitalis.

Gastritis Kronik
Penyebab dan patogenesis pada umumnya belum diketahui. Gastritis ini
merupakan kejadian biasa pada orang tua, tapi di duga pada peminum
alkohol, dan merokok (Hirlan, 2009).

2.2.3

Manifestasi klinik

1. Manifestasi klinik yang biasa muncul pada Gastritis Akut lainnya, yaitu
Anorexia, mual, muntah, nyeri epigastrium, perdarahan saluran cerna pada
Hematemesis melena, tanda lebih lanjut yaitu anemia (Pratomo, 2011).
2. Gastritis Kronik

Kebanyakan klien tidak mempunyai keluhan, hanya sebagian kecil


mengeluh nyeri ulu hati, anorexia, nausea, dan keluhan anemia dan
pemeriksaan fisik tidak di jumpai kelainan (Pratomo, 2011) .
2.2.4

Proses Penyakit

Gastritis akut

Zat iritasi yang masuk ke dalam lambung akan mengiritasi mukosa


lambung.
Jika mukosa lambung teriritasi ada 2 hal yang akan terjadi :
1. Karena terjadi iritasi mukosa lambung sebagai kompensasi
lambung. Lambung akan meningkat sekresi mukosa yang berupa
HCO3, di lambung HCO3 akan berikatan dengan NaCL sehingga
menghasilkan HCI dan NaCO3.
Hasil dari penyawaan tersebut akan meningkatkan asam lambung.
Jika asam lambung meningkat maka akan meningkatkan mual
muntah, maka akan terjadi gangguan nutrisi cairan & elektrolit
(Del J, 2005).
2. Iritasi mukosa lambung akan menyebabkan mukosa inflamasi, jika
mukus yang dihasilkan dapat melindungi mukosa lambung dari
kerusakan HCL maka akan terjadi hemostatis dan akhirnya akan

terjadi penyembuhan tetapi jika mukus gagal melindungi mukosa


lambung maka akan terjadi erosi pada mukosa lambung. Jika erosi
ini terjadi dan sampai pada lapisan pembuluh darah maka akan
terjadi perdarahan yang akan menyebabkan nyeri dan hypovolemik
(Del J, 2005).

Gastritis kronik

Gastritis kronik disebabkan oleh gastritis akut yang berulang sehingga


terjadi iritasi mukosa lambung yang berulang-ulang dan terjadi
penyembuhan yang tidak sempurna akibatnya akan terjadi atrhopi kelenjar
epitel dan hilangnya sel pariental dan sel chief. Karena sel pariental dan sel
chief hilang maka produksi HCL. Pepsin dan fungsi intinsik lainnya akan
menurun dan dinding lambung juga menjadi tipis serta mukosanya rata,
Gastritis itu bisa sembuh dan juga bisa terjadi perdarahan serta formasi
ulser (Hirlan, 2009 dan Pratomo, 2011).
2.2.5 Komplikasi
1.

Komplikasi yang timbul pada Gastritis Akut, yaitu perdarahan saluran

cerna bagian atas (SCBA) berupa hemotemesis dan melena, berakhir dengan
syock hemoragik, terjadi ulkus, kalau prosesnya hebat dan jarang terjadi perforasi.
2.

Komplikasi yang timbul Gastritis Kronik, yaitu gangguan penyerapan

vitamin B 12, akibat kurang pencerapan, B 12 menyebabkan anemia pernesiosa,


penyerapan besi terganggu dan penyempitan daerah antrum pylorus.

2.2.6 Penatalaksaan Medik


1.

Gastritis Akut

Pemberian obat-obatan H2 blocking (Antagonis reseptor H2). Inhibitor


pompa proton, ankikolinergik dan antasid (Obat-obatan ulkus lambung
yang lain). Fungsi obat tersebut untuk mengatur sekresi asam lambung
(Hirlan, 2009)
2.

Gastritis Kronik
Pemberian obat-obatan atau pengobatan empiris berupa antasid, antagonis
H2 atau inhibitor pompa proton (Hirlan, 2009).

2.3.

Gastropati OAINS

2.3.1

Definisi
Obat anti inflamasi nonsteroid (OAINS) adalah penyebab utama
morbiditas dan mortalitas penyakit gastrointestinal. Obat ini banyak
dipergunakan oleh pasien baik diperoleh melalui resep dokter maupun
membeli sendiri di toko-toko obat. Pemakaian obat anti inflamasi
nonsteroid ini dimulai dengan Aspirin sejak tahun 1899 dan sejak 2 dekade
terakhir ini pemakaian obat ini meningkat secara dramatik, hal ini
disebabkan oleh meningkatnya kelompok usia lanjut, pemasaran yang
agresif dari perusahaan farmasi serta indikasi penggunaan OAINS di
bidang kardiologi dan neurologi (Hirlan, 2009).
Di UK tiap tahun diperkirakan 30.000 gangguan gastrointestinal
yang serius diakibatkan oleh OAINS dan diperkirakan 12.000 pasien
terpaksa dirawat dirumah sakit dan menyebabkan 1.200 kematian. Di USA
diperkirakan lebih dari 40.000 penderita tiap tahun dirawat di rumah sakit
dan menyebabkan 3.000 kematian pada penderita lanjut usia yang
disebabkan oleh pemakaian OAINS. Diperkirakan OAINS menyebabkan
15-35% dari seluruh komplikasi ulkus.(Del J, 2005 dan (Aro dan
Storstrub, 2006)

Beberapa tahun yang lalu Departemen Kesehatan RI melarang


produksi sejumlah merek jamu yang ternyata dicampur dengan OAINS
dan bahkan dicampur dengan kortikosteroid yang sering dipakai oleh
masyarakat untuk mengatasi keluhan-keluhan rematik, sakit badan atau
pegal linu.
OAINS merupakan salah satu obat yang paling sering diresepkan.
Obat ini dianggap sebagai first line therapy untuk arthritis dan digunakan
secara luas pada kasus trauma, nyeri pasca pembedahan dan nyeri-nyeri
yang lain. Sebagian besar efek samping OAINS pada saluran cerna
bersifat ringan dan reversible hanya sebagian kecil yang menjadi berat
yakni tukak peptic, perdarahan saluran cerna dan perforasi. Resiko untuk
mendapatkan efek samping OAINS tidak sama untuk semua orang. Sekitar
20% pasien yang mendapat OAINS akan mengalami dyspepsia. (Aro dan
Storstrub, 2006)

Gastropati akibat OAINS bervariasi sangat luas, dari hanya berupa


keluhan nyeri ulu hati sampai pada tukak peptic dengan komplikasi
perdarahan saluran cerna bagian atas. (Hirlan, 2009)
Factor resiko yang penting adalah :

Usia lanjut

Digunakan bersama-sama dengan steroid


Riwayat pernah mengalami efek samping OAINS
Dosis tinggi atau kombinasi lebih dari satu macam OAINS
Disabilitas (Hirlan, 2009)
Terjadinya efek samping OAINS terhadap saluran cerna dapat
disebabkan oleh efek toksik langsung OAINS terhadap mukosa lambung
sehingga mukosa menjadi rusak. Sedangkan efek sistemik disebabkan
kemampuan OAINS menghambat kerja COX-1 yang mengkatalis
pembentukan prostaglandin. Prostaglandin pada mukosa saluran cerna
berfungsi menjaga integritas mukosa, mengatur aliran darah, sekresi
mucus, bikarbonat, proliferasi epitel, serta resistensi mukosa terhadap
kerusakan (Hirlan, 2009 dan Pratomo, 2011).
Untuk mengurangi efek samping OAINS pada saluran cerna dapat
dilakukan beberapa hal seperti meminum OAINS bersamaan dengan
proton pump inhibitor (PPI), misoprostol (analog prostaglandin),
histamine-2 reseptor antagonis (H2 reseptor antagonis), dan memilih
OAINS spesifik inhibitor COX-2 (Pratomo, 2009).

Tabel 1. Faktor resiko untuk Mendapatkan Efek Samping OAINS


Terbukti sebagai factor resiko
Usia lanjut > 60 tahun
Riwayat pernah menderita tukak
Digunakan bersama-sama dengan steroid
Dosis tinggi atau menggunakan lebih dari satu jenis OAINS
Menderita penyakit sistemik yang berat
Mungkin sebagai factor resiko
Bersama-sama dengan infeksi H. pylori
Merokok
Meminum alcohol

2.3.2

Patofisiologi
Efek samping OAINS pada saluran cerna tidak terbatas pada
lambung. Efek samping pada lambung memang yang paling sering terjadi.
OAINS merusak mukosa lambung melalui 2 mekanisme, yakni tropical
dan sistemik. Kerusakan mukosa secara tropical terjadi karena OAINS
bersifat asam dan lipofilik, sehingga mempermudah trapping ion hydrogen
masuk ke dalam mukosa dan menimbulkan kerusakan. Efek sistemik
OAINS tampaknya lebih penting, yaitu kerusakan mukosa terjadi akibat
produksi prostaglandin menurun. OAINS secara bermakna menekan
prostaglandin. Seperti diketahui, prostaglandin merupakan substansi
sitoprotektif yang amat penting bagi mukosa lambung. Efek sitoproteksi
ini dilakukan dengan cara menjaga aliran darah mukosa, meningkatkan
sekresi mukosa dan ion bikarbonat, dan meningkatkan epithelial defense.
Aliran darah mukosa yang menurun menimbulkan adhesi netrofil pada
endotel pembuluh darah mukosa dan memacu lebih jauh proses
imunologis. Radikal bebas dan protease yang dilepaskan akibat proses
imunologis tersebut akan merusak mukosa lambung. (Del J, 2005 dan
Pratomo, 2011)

2.3.3 Diagnosis Gastropati OAINS


Spectrum klinis gastropati OAINS meliputi suatu keadaan klinis
yang bervariasi sangat luas, mulai yang paling ringan berupa keluhan
gastrointestinal discontrol. Secara endoskopi akan dijumpai kongesti
mukosa, erosi-erosi kecil kadang-kadang disertai perdarahan kecil-kecil.
Lesi seperti ini dapat sembuh sendiri. Kemampuan mukosa mengatasi lesilesi ringan akibat rangsang kemis sering disebut adaptasi mukosa. Lesi
yang lebih berat dapat berupa erosi dan tukak multiple, perdarahan luas,
dan perforasi saluran cerna. (Hirlan, 2009)
2.3.4

Pengelolaan
Evaluasi sangat penting karena sebagian besar gastropati OAINS
ringan dapat sembuh sendiri walaupun OAINS tetap diteruskan. Antagonis
reseptor H2 atau PPI dapat mengatasi rasa sakit dengan baik. Antagonis

reseptor H2 ternyata mampu mencegah timbulnya komplikasi berat


OAINS pada saluran cerna atas (Hirlan, 2009).
Pasien yang dapat menghentikan penggunaan OAINS, obat-obat
anti tukak seperti golongan sitoproteksi, antagonis reseptor H2 dan PPI
dapat diberikan dengan hasil yang baik. Mereka yang mempunyai factor
resiko untuk mendapat komplikasi berat, sebaiknya diberi terapi
pencegahan menggunakan PPI atau Misoprostol. (Hirlan, 2009)
Pasien yang tidak mungkin menghentikan OAINS dengan berbagai
pertimbangan, sebaiknya diberikan Misoprostol. Misoprostol adalah
analog prostaglandin. Pemberiannya dapat mengimbangi penurunan
produksi prostaglandin akibat OAINS. Indikasi penggunaannya ialah
tukak lambung, tukak duodenum, dan tukak karena OAINS. Dosisnya
adalah 800 mcg sehari dalam 2-4 dosis terbagi. (Hirlan, 2009)

2.4

Ulkus Peptikum

2.4.1

Definisi

Tukak peptik merujuk kepada penyakit di salur pencernaan bagian atas


yang disebabkan oleh asam dan pepsin. Spektum penyakit tukak peptik
adalah luas meliputi kerusakan mukosa, eritema, erosi mukosa dan ulkus.
(Sanusi, 2011)
Tukak didefinisikan sebagai kerusakan integritas mukosa lambung
dan/atau duodenum yang menyebabkan terjadinya inflamasi lokal .
(Sanusi, 2011), Disebut tukak apabila robekan mukosa berdiameter 5
mm kedalaman sampai submukosa dan muskularis mukosa atau secara
klinis tukak adalah hilangnya epitel superfisial atau lapisan lebih dalam
dengan diameter 5 mm yang dapat diamati secara endoskopis atau
radiologis. Robekan mukosa < 5 mm disebut erosi dimana nekrosis tidak
sampai ke muskularis mukosa dan submukosa. (Tarigan, 2009)

Umumnya yang berperan besar terjadinya ulkus adalah H. Pylori


yang merupakan organisme yang menghasilkan urease dan berkoloni pada
mukosa antral dari lambung dimana penyebab tersering ulkus duodenum
dan ulkus lambung. H. Pylori paling banyak terjadi pada orang dengan
sosialekonomi rendah dan bertambah seiring dengan usia. Penyebab lain
dari ulkus peptikum adalah penggunaan NSAIDs, kurang dari 1% akibat
gastrinoma (Zollinger-Ellison syndrome), luka bakar berat, dan faktor
genetik. (Akil, 2009).Faktor risiko terjadinya ulkus adalah herediter
(berhubungaan dengan peningkatan jumlah sel parietal), merokok,
hipercalcemia, mastositosis, alkohol, dan stress. (Akil, 2009 dan Tarigan,
2009)
Secara umum, pasien dengan ulkus peptikum biasanya mengeluh
dispepsia. Dispepsia adalah suatu sindroma klinik/ kumpulan gejala pada
saluran cerna seperti mual, muntah, kembung, nyeri ulu hati, sendawa, rasa
terbakar, rasa penuh dan cepat merasa kenyang. (Price dan Lorraine, 2002)
Pada ulkus duodenum rasa sakit timbul waktu pasien merasa lapar,
rasa sakit bisa membangunkan pasien tengah malam, rasa sakit hilang
setelah makan dan minum obat antasida (Hunger Pain Food Relief =
HPFR). Sakit yang dirasakan seperti rasa terbakar, rasa tidak nyaman yang
mengganggu dan tidak terlokalisir. (Sanusi, 2011)
Pada ulkus lambung rasa sakit timbul setelah makan, rasa sakit di
rasakan sebelah kiri, anoreksia, nafsu makan berkurang, dan kehilangan
berat badan. Walaupun demikian, rasa sakit saja tidak dapat menegakkan
diagnosis ulkus lambung karena dispepsia non ulkus juga dapat
menimbulkan rasa sakit yang sama. Muntah juga kadang timbul pada ulkus
peptikum yang disebabkan edema dan spasme seperti pada ulkus kanal
pilorik (obstruction gastric outlet). (Price dan Lorraine, 2002 dan Sanusi,
2011)

2.4.1

Patogenesis Ulkus Peptik terkait NSAID

Kerusakan

pada

mukosa

gastroduodenum

berpuncak

daripada

ketidakseimbangan antara faktor-faktor yang merusak mukosa dengan


faktor yang melindungi mukosa tersebut. Oleh sebab itu, kerusakan
mukosa tidak hanya terjadi apabila terdapat banyak faktor yang
merusakkan mukosa tetapi juga dapat terjadi apabila mekanisme proteksi
mukosa gagal. (Sanusi, 2011)
Faktor pertahanan ini antara lain adalah pembentukan dan sekresi mukus,
sekresi bikarbonat, aliran darah mukosa dan difusi kembali ion hidrogen
pada epitel serta regenerasi epitel. Di samping kedua faktor tadi ada faktor
yang merupakan faktor predisposisi (kontribusi) untuk terjadinya tukak
peptik antara lain daerah geografis, jenis kelamin, faktor stress, herediter,
merokok, obat-obatan dan infeksi bakteria agresif. (Sanusi, 2011)
Pada pengguna NSAIDs, contohnya, indomethacin, diclofenac, dan aspirin
(terutamanya pada dosis tinggi), kerjanya yang menghambat enzim
siklooksigenase menyebabkan sintesis prostaglandin dari asam arakidonat
turut terhambat. Efek yang tidak diinginkan pada penggunaan NSAIDs
adalah penghambatan sistesis prostaglandin secara sistemik terutama pada
epitel lambung dan duodenum sehingga melemahkan proteksi mukosa.
Tukak dapat terjadi setelah beberapa hari atau minggu penggunaan
NSAIDs dan efek terhadap hambatan aggregasi trombosit menyebabkan
bahaya perdarahan pada tukak (Akil, 2009).

Patogenesis terjadinya kerusakan mukosa terutama gastroduodenal


penggunaan OAINS/ASA adalah akibat efek toksik/ iritasi langsung pada
mukosa yang memerangkap OAINS/ASA yang bersifat asam sehingga
terjadi kerusakan epitel dalam berbagai tingkat, namun yang paling utama
adalah

efek

OAINS/ASA yang

menghambat

kerja

dari

enzim

siklooksigenase (COX) pada asam arakidonat sehingga menekan produksi


prostaglandin/prostasiklin. Seperti diketahui, prostaglandin endogen sangat
berperan dalam memelihara keutuhan mukosa dengan mengatur aliran

darah mukosa, proliferasi sel-sel epitel, sekresi mukus dan bikarbonat,


mengatur fungsi immunosit mukosa serta sekresi basal asam lambung.
Kerusakan mukosa akibat hambatan produksi prostaglandin pada
penggunaan OAINS/ ASA melalui 4 tahap, yaitu : menurunnya sekresi
mukus dan bikarbonat, terganggunya sekresi asam dan proliferasi sel-sel
mukosa, berkurangnya aliran darah mukosa dan kerusakan mikrovaskular
yang diperberat oleh kerja sama platelet dan mekanisme koagulasi.
(Pratomo, 2011 dan Sanusi, 2011)

2.4.2

Pengelolaan
Tujuan
menyembuhkan/

terapi

adalah

memperbaiki

menghilangkan
kesembuhan

keluhan/
ulkus,

gejala,
mencegah

kekambuhan/rekurensi ulkus, dan mencegah komplikasi. (Sanusi, 2011)


Walaupun ulkus lambung dan ulkus duodenum sedikit berbeda
dalam patofisiologi tetapi respon terhadap terapi sama. Ulkus lambung
biasanya ukurannya lebih besar, akibatnya memerlukan waktu terapi yang
lebih lama. Untuk pengobatan ulkus lambung sebaiknya dilakukan biopsi
untuk menyingkirkan adanya suatu keganasan/kanker lambung. (Sanusi,
2011)
Terapi terhadap ulkus peptikum terdiri dari: Non-medikamentosa,
medikamentosa, dan tindakan operasi. (Keshav, 2004)
Terapi Non Medikamentosa
DIET. Walaupun tidak diperoleh bukti yang kuat terhadap berbagai
bentuk diet yang dilakukan, namun pemberian diet yang mudah cerna
khususnya pada ulkus yang aktif perlu dilakukan. Makan dalam jumlah
sedikit dan lebih sering, lebih baik daripada makan yang sekaligus
kenyang. (Akil, 2009)
Mengurangi makanan yang merangsang pengeluaran asam lambung/
pepsin, makanan yang merangsang timbulnya nyeri dan zat-zat lain

yang dapat mengganggu pertahanan mukosa gastroduodenal. Beberapa


peneliti menganjurkan makanan biasa, lunak, tidak merangsang dan diet
seimbang. (Akil, 2009)
Merokok menghalangi penyembuhan ulkus, menghambat sekresi
bikarbonat pankreas, menambah keasaman bulbus duodeni, menambah
refluks dudenogastrik akibat relaksasi sfingter pilorus sekaligus
meningkatkan

kekambuhan

ulkus.

Merokok

sebenarnya

tidak

mempengaruhi sekresi asam lambung tetapi dapat memperlambat


pemyembuhan luka serta meningkatkan angka kematian karena efek
peningkatan kekambuhan penyakit saluran pernafasan dan penyakit
jantung koroner. (Del J, 2005)
Alkohol belum terbukti mempunyai bukti yang merugikan. Air jeruk
yang asam, coca-cola, bir, kopi tidak mempunyai pengaruh ulserogenik
tetapi dapat menambah sekresi asam lambung dan belum jelas dapat
menghalangi penyembuhan luka dan sebaiknya jangan diminum
sewaktu perut kosong. (Pratomo, 2011)
OBAT-OBATAN. OAINS sebaiknya dihindari. Pemberian secara
parenteral (supositorik dan injeksi) tidak terbukti lebih aman. Bila
diperlukan dosis OAINS diturunkan atau dikombinasikan dengan
ARH2/PPI/misoprostrol. Pada saat ini sudah tersedia COX 2 inhibitor
yang selektif untuk penyakit OA/RA yang kurang menimbulkan
keluhan perut. Agen inhibitor COX-2 selektif dibedakan menurut
susunan sulfa (rofecoxib, etoricoxib) dan sulfonamida (celecoxib,
valdecoxib). Penggunaan parasetamol atau kodein sebagai analgesik
dapat dipertimbangkan pemakaiannya. (Sanusi, 2011)

TERAPI MEDIKAMENTOSA 1,5


ANTASIDA. Pada saat ini antasida sudah jarang digunakan, antasida
sering digunakan untuk menghilangkan keluhan rasa sakit/dispepsia.
Preparat yang mengandung magnesium tidak dianjurkan pada gagal

ginjal karena menimbulkan hipermagnesemia dan kehilangan fosfat


sedangkan alumunium menyebabkan konstipasi dan neurotoksik tapi
bila dikombinasi dapat menghilangkan efek samping. Dosis anjuran 4 x
1 tablet, 4 x 30 cc (Keshav, 2004)
KOLOID BISMUTH (COLOID BISMUTH SUBSITRAT/CBS DAN
BISMUTH

SUBSALISILAT/BSS).

Mekanisme

belum

jelas,

kemungkinan membentuk lapisan penangkal bersama protein pada


dasar ulkus dan melindunginya terhadap pengaruh asam dan pepsin,
berikatan dengan pepsin sendiri, merangsang sekresi PG, bikarbonat,
mukus. Efek samping jangka panjang dosis tinggi khusus CBS neuro
toksik. Obat ini mempunyai efek penyembuhan hampir sama dengan
ARH2 serta adanya efek bakterisidal terhadap Helicobacter pylori
sehingga kemungkinan relaps berkurang. Dosis anjuran 2x2 tablet
sehari dengan efek samping berupa tinja berwarna kehitaman sehingga
menimbulkan keraguan dengan perdarahan. (Sanusi, 2011)
SUKRALFAT. Suatu kompleks garam sukrosa dimana grup hidroksil
diganti dengan aluminium hidroksida dan sulfat. Mekanisme kerja
kemungkinan melalui pelepasan kutub aluminium hidroksida yang
berikatan dengan kutub positif molekul protein membentuk lapisan
fisikokemikal pada dasar ulkus, yang melindungi ulkus dari pengaruh
agresif asam dan pepsin. Efek lain membantu sintesa prostaglandin,
menambah sekresi bikarbonat dan mukus, meningkatkan daya
pertahanan dan perbaikan mukosal. Dosis anjuran 4x1 gr sehari.
PROSTAGLANDIN. Mekanisme kerja mengurangi sekresi asam
lambung menambah sekresi mukus, bikarbonat, dan meningkatkan
aliran darah mukosa serta pertahanan dan perbaikan mukosa. Efek
penekanan sekresi asam lambung kurang kuat dibandingkan dengan
ARH2. Biasanya digunakan sebagai penangkal terjadinya ulkus
lambung pada pasien yang menggunakan OAINS. Dosis anjuran 4x200
mg atau 2x400 mg pagi dan malam hari. Efek samping diare, mual,
muntah, dan menimbulkan kontraksi otot uterus sehingga tidak

dianjuran pada orang hamil dan yang menginginkan kehamilan.


(Sanusi, 2011)
ANTAGONIS
Famotidine,

RESEPTOR
Nizatidine),

H2/ARH2.

struktur

(Cimetidin,

homolog

dengan

Ranitidine,
histamin.

Mekanisme kerjanya memblokir efek histamin pada sel parietal


sehingga sel parietal tidak dapat dirangsang untuk mengeluarkan asam
lambung. Inhibisi ini bersifat reversibel. Pengurangan sekresi asam post
prandial dan nokturnal, yaitu sekresi nokturnal lebih dominan dalam
rangka penyembuhan dan kekambuhan ulkus.
Dosis terapeutik :
Cimetidin : dosis 2x400 mg atau 800 gr malam hari
Ranitidin

: 300 mg malam hari

Nizatidine : 1x300 mg malam hari


Famotidin : 1x40 mg malam hari
Roksatidin : 2x75 mg atau 150 mg malam hari
Dosis terapetik dari keempat ARH2 dapat menghambat sekresi asam
dalam potensi yang hampir sama, tapi efek samping simetidin lebih
besar dari famotidin karena dosis terapeutik lebih besar (Sanusi, 2011)
PROTON PUMP INHIBITOR/ PPI (Omeprazol, Lanzoprazol,
pantoprazol, Rabeprazol, Esomesoprazol). Mekanisme kerja PPI adalah
memblokir kerja enzim K+ H+ ATPase yang akan memecah K+ H+ ATP
menghasilkan energi yang digunakan untuk mengeluarkan asam HCl
dari kanalikuli sel parietal ke dalam lumen lambung. PPI mencegah
pengeluaran

asam

lambung

dari

sel

kanalikuli,

menyebabkan

pengurangan rasa sakit pasien ulkus, mengurangi aktivitas faktor agresif


pepsin dengan pH>4 serta meningkatkan efek eradikasi oleh triple
drugs regimen.(Sanusi, 2011)
Dosis Terapetik :
Omeprazole 2x 20 mg/ hari
Esomesoprazole 2x 20 mg/ hari

Lanzoprazole 2x 30 mg/ hari


Pantoprazole 2x 40 mg/ hari

BAB III
ANALISA KASUS

Diagnosis pasien ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan


pemeriksaan penunjang. Dari kasus ini pasien didiagnosa melena yang
diakibatkan gastritis erosif karena pemakaian jangka panjang OAINS. Hal ini
didapatkan dari anamnesis, yaitu keluhan pasien datang dengan nyeri perut yang

dirasakan semakin hebat sejak 4 hari SMRS. Nyeri perut ringan sudah dirasakan
sejak 1 tahun yang lalu, dan terutama dirasakan di bagian tengah dan kiri. Nyeri
dirasakan seperti tertusuk dan hilang timbul disertai rasa mual. Selain keluhan
nyeri perut, pasien juga mengalami keluhan BAB hitam seperti kopi sejak 4 hari
yang lalu, dengan frekuensi >3x dan banyaknya bisa mencapai 1 gelas belimbing
tiap BAB. Pasien menyangkal adanya muntah, darah segar saat BAB, kesulitan
BAK, riwayat penyakit keganasan pada pasien dan keluarga pasien, pernah
mengalami sakit kuning. Berdasarkan riwayat pribadi, pasien menyangkal
mengkonsumsi alkohol

dan merokok, namun menurut pasien, pasien sangat

sering mengkonsumsi obat-obat pereda nyeri untuk nyeri rematik yang sering
dirasakan pasien tanpa resep dokter. Sebelum dibawa ke RSAM, pasien sempat
ditransfusi 2 kantong PRC karena Hb pasien yang rendah yaitu 4,7 mg/dl.
Pada pemeriksaan fisik saat pasien masuk pertama kali di bangsal, kesadaran
compos mentis, tekanandarah 120/80 mmHg, nadi84x/menit, suhu aksila 37,6oC,
pernapasan 20 x/menit. Pada pemeriksaan kepala didapatkan konjungtiva anemis
+/+. Pada pemeriksaan fisik paru didapatkan bentuk dada normal, ekspansi dada
sama, fremitus vokal sama, sonor/sonor, vesikuler +/+, ronki -/-, wheezing -/-.
Pada pemeriksaan fisik jantung didapatkan batas kanan, kiri, atas jantung dalam
batas normal, bunyi jantung I-II reguler. Pada pemeriksaan fisik abdomen
didapatkan abdomen datar, nyeri tekan positif di bagian epigastrium, umbilikus,
dan lumbal sinistra, Shifting dullnes (-).

Pada pemeriksaan penunjang laboratorium darah lengkap dari RS sebelumnya


didapatkan hemoglobin 6,4 gr/dL, hematokrit 33 %, SGOT 57, SGPT 36,
Creatinine 1,50, dan Kalsium 7.5.
Berdasarkan anamnesis yang meliputi keluhan dan riwayat penyakit pasien,
pemeriksaan fisik dan penunjang, terdapat beberapa diagnosa banding yang
dipikirkan. Kasus melena paling sering dikibatkan oleh ulkus peptikum, gastritis
erosif, varises esofagus, dan ruptur mukosa esofagogastrika (Longo,2009). Pasien
didiagnosis denga hematemesis melena et causa gastritis erosive dengan adanya
feses hitam seperti ter tanpa disertai gejala dan tanda yang mengarah pada

penyakit hati kronis. Dari anamnesa, diketahui pasien tidak pernah muntah darah,
tidak memiliki riwayat konsumsi alkohol atau riwayat penyakit kuning
sebelumnya, dan berdasarkan pemeriksaan fisik, pasien tidak memilki manifestasi
mengarah ke penyakit hati kronis seperti sklera ikterik, kulit ikterik, ascites,
hepatomegali, edema tungkai, alopesia sehingga diagnosa yang mengarah pada
kelainan seperti ruptur varises esofagus, sirosis hati dan kondisi kondisi hipertensi
porta dapat dihilangkan. Etiologi dapat berasal dari kelainan esofagus, kelainan
lambung, dan kelainan duodenum. (Longo,2009)

Kelainan lain yang dapat dipikirkan dapat berasal dari lambung dan duodenum.
Gastritis dapat berkaitan dengan konsumsi alkohol yang baru saja dilakukan atau
dengan penggunaan obat-obat antiinflamasi seperti aspirin atau ibuprofen. Pada
kasus ini mengarah pada kelainan di lambung yaitu adanya gastritis erosif atas
dasar riwayat kebiasaan pasien obat anti nyeri (NSAID) sejak 2 tahun yang lalu
tanpa anjuran maupun kontrol ke dokter. Obat NSAID adalah obat-obatan yang
paling sering menyebabkan ulkus lambung (ulcerogenic drugs). Obat lain yang
dapat menimbulkan hematemesis melena adalah golongan kortikosteroid,
butazolidin, reserpin, spironolakton, dan lain-lain.(Fadila, 2015 dan Almi, 2014)
Pada dasarnya tanpa pemeriksaan penunjang, sulit untuk membedakan manifestasi
klinis antara gastritis erosif, gastropati dan ulkus gaster. Gastritis adalah proses
inflamasi pada lapisan mukosa dan submukosa lambung dan secara histopatologi
dapat dibuktikan dengan adanya infiltrasi sel- sel radang pada daerah tersebut.
Gastropati didefenisikan sebagai setiap kelainan yang terdapat pada mukosa
lambung. Gastropati menunjukkan suatu kondisi dimana terjadi kerusakan epitel
atau endotel tanpa inflamasi pada mukosa lambung. Istilah gastropati dibedakan
dengan gastritis, dimana gastritis menunjukkan suatu keadaan inflamasi yang
berhubungan dengan lesi pada mukosa lambung. Sedangkan pada ulkus gaster,
telah terjadi tukak pada lambung yaitu diskontinuitas mukosa yang meluas di
bawah epitel atau kerusakan pada jaringan mukosa, submukosa hingga lapisan
otot dari saluran cerna yang langsung berhubungan dengan cairan lambung

asam/pepsin. Gastritis erosif, yang menandakan adanya erosi, berarti merujuk


pada istilah kerusakan jaringan yang tidak menembus seluruh lapisan dinding,
tetapi terbatas pada mukosa (Pratomo, 2011 dan Sanusi, 2011)
Diagnosis lebih mengarah kepada gastritis erosif diakibatkan nyeri perut pasien
terutama di regio umbilikal kiri, nyeri hebat baru dirasakan 4 hari sedangkan
sebelumnya nyeri bersifat ringan dan manifestasi nyeri bertambah atau berkurang
setelah pasien makan atau nyeri ketika pasien lapar dan rasa nyeri bisa
membangunkan pasien saat malam tidak ditemui pada pasien. Rasa nyeri juga
masih terlokalisir sehingga diperkirakan belum terdapat komplikasi berupa
penetrasi tukak ke organ sekitar seperti pankreas. Namun untuk memastikan
kondisi ini, sebaiknya dilakukan pemeriksaan penunjang seperti endoskopi atau
barium meal. (Sanusi, 2011)
Penatalaksanaan pada kasus ini dibagi menjadi dua yaitu non medikamentosa dan
medikamentosa. Penatalaksanaan non medikamentosa antara lain bed rest dan diet
cair. Dan penatalaksanaan medikamentosa antara lain cairan infus Ringer Laktat
(RL 20 tetes/menit, paracetamol 3x500 mg, omeprazole 2x40 mg tablet,
sukralfat , jika Hemoglobin (Hb)<8 tranfusi (Almi, 2014)
Pada alur tatalaksana pasien dengan hematemesis melena, sebaiknya dilakukan
pemasangan NGT. Pemasangan NGT dilakukan untuk mengevaluasi perdarahan
yang sedang berlangsung. Namun, pada pasien tidak dilakukan pemasangan NGT,
hal ini dikarenakan pasien tidak memiliki keluhan hematemesis.
Pada kasus perdarahan saluran cerna bagian atas non variseal, prinsip terapi
medikamentosa adalah menciptakan situasi pH lambung di atas 4 agar proses
koagulasi dapat tercipta optimal dan mencegah terjadinya fibrinolisis pada bekuan
darah yang sudah terjadi. Hal ini dapat tercapai dengan pemberian obat injeksi
proton pump inhibitor. Diberikan Proton Pump Inhibitor (PPI) yaitu omeprazole
dimana obat-obat golongan PPI mengurangi sekresi asam lambung dengan jalan
menghambat enzim H+, K+, Adenosine Triphosphatase (ATPase) (enzim ini

dikenal sebagai pompa proton) secara selektif dalam sel-sel parietal. Enzim
pompa proton bekerja memecah KH+ ATP yang kemudian akan menghasilkan
energi yang digunakan untuk mengeluarkan asam dari kanalikuli sel parietal ke
dalam lumen lambung. Ikatan antara bentuk aktif obat dengan gugus sulfhidril
dari enzim ini yang menyebabkan terjadinya penghambatan terhadap kerja enzim.
Kemudian dilanjutkan dengan terhentinya produksi asam lambung.(Almi, 2014
dan Fadila, 2015)
Pemberian asam traneksamat dan vitamin K pada kasus ini adalah untuk
membantu mengendalikan perdarahan saluran cerna. Mekanisme kerja asam
traneksamat adalah sebagai inhibitor fibrinolitik sintetik bentuk trans dari asam
karboksilat sikloheksana aminometil. Secara in vitro, asam traneksamat 10 kali
lebih poten dari asam aminokaproat. Asam traneksamat merupakan competitive
inhibitor dari aktivator plasminogen dan penghambat plasmin. Plasmin sendiri
berperan menghancurkan fibrinogen, fibrin dan faktor pembekuan darah lain, oleh
karena itu asam traneksamat dapat digunakan untuk membantu mengatasi
perdarahan akibat fibrinolisis yang berlebihan.

Pemberian sukralfat pada kasus ini didasari mekanisme kerja sukralfat atau
aluminium sukrosa sulfat diperkirakan melibatkan ikatan selektif pada jaringan
ulkus yang nekrotik, dimana obat ini bekerja sebagai sawar terhadap asam, pepsin,
dan empedu. Obat ini mempunyai efek perlindungan terhadap mukosa termasuk
stimulasi prostaglandin mukosa. Selain itu, sukralfat dapat langsung mengabsorpsi
garam-garam empedu. Aktivitas ini nampaknya terletak didalam seluruh
kompleks molekul dan bukan hasil kerja ion aluminium saja. Obat ini juga
memerlukan pH asam untuk aktif sehingga tidak boleh diberikan bersama antasid
atau antagonis reseptor H2.9,10 Untuk analgetik diberikan paracetamol 3x500
mg (Almi, 2014).
Jika Hemoglobin (Hb) < 8 gr/dl atau perdarahan masif dan terdapat tanda tanda
kegagalan sirkulasi maka pasien dapat diberikan transfusi. Pada pasien ini
diberikan transfusi Packed Red Cell (PRC) sampai Hb > 10 gr/dl.

DAFTAR PUSTAKA

1. Akil Ham. 2009. Tukak Duodenum. Dalam: Sudoyo Aru, Alwi Idrus dkk
editor. Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid I edisi V. Jakarta: Interna
Publishing
2. Almi DU. 2013. Hematemesis melena et causa gastritis erosif dengan
riwayat penggunaan NSAID pada pasien laki-laki lansia. Medula Vol 1
(1): 72-78
3. Syam AF. 2005. Uninvestigates Dyspepsia versus Investigated Dyspepsia.
The Journal of Internal Medicine, Jakarta.
4. Aro Pertti, Storstrubb Tom. 2006. Peptic ulcer disease in a general adult
population. USA: America Journal of Epidemiology; p. 3-8.

5.

Caestecker, J.d., 2011. Upper Gastrointestinal Bleeding Clinical


Presentation, Hahnemann University. Available
from:http://emedicine.medscape.com /article/
187857-clinical#a0216 (Accesed 1 Mei 2011)

6. Del John. 2005. Peptic ulcer disease and related disorders. In: Kasper DL,
Braunwald E, et al (eds). Harrisons principles of internal medicine 16th
editions. United States: McGraw-Hill Companies; p. 1746- 56.
7. Djojoningrat D. 2011. Perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas
(Hematemesis Melena). Dalam: Rani A, Simandibrata M, Syam AF
(editor). Buku Ajar Gastroenterologi. Jakarta: Interna Publishing
8. Fadila, MN. 2015. Hematemesis Melena dikarenakan Gastritis Erosif
dengan Anemia dan Riwayat Gout Atritis. Jurnal Kedokteran Unila Vol 4
(2)
9. Hirlan. 2009. Gastritis. Dalam: Sudoyo Aru, Alwi Idrus dkk editor. Buka
ajar ilmu penyakit dalam jilid I edisi V. Jakarta: InternaPublishing
10. Jubril, N., et al., 1992. Gambaran Endoskopi Saluran Cerna Bagian Atas
di Bagian Penyakit Dalam RSU dr. Jamil, Padang. Dalam: Sriwidodo.
1992. Majalah Cermin Dunia Kedokteran. Jakarta: Grup PT Kalbe Farma,
26 28.
11. Jutabha, R., et al. 2003. Acute Upper Gastrointestinal Bleeding. Dalam:
Friedman, S.L., et al. Current Diagnosis & Treatment in Gastroenterology
2 ed. USA: McGraw-Hill Companies, 53 67.
12. John, R.S., 2009. Chapter 30: Acute Upper Gastrointestinal Bleeding.
Dalam: Greenberger, N.J., et al. Current Diagnosis & Treatment
Gastroenterology, Hepatology, & Endoscopy. USA: McGraw-Hill
Companies, 324 342.
13. Keshav S. 2004. The gastrointestinal system at a glance 1st ed. British:
Blackwell Science Ltd; 2004. p. 20-3; 72-3.
14. Longo DL. Gastrointestinal bleeding. Dalam: Fauci AS, Braunwald E,
Kasper DL, dkk. Harrisons manual of medicine. Edisi ke-17. New York:
McGraw Hill; 2009. hlm. 259-62.
15. Pratomo BW. 2011. Gastritis dan Gastropati. Dalam: Rani A, Simandibrata
M, Syam
AF (editor). Buku Ajar Gastroenterologi. Jakarta: Interna Publishing

16. Price Sylvia, Wilson Lorraine. 2002. Gangguan lambung dan duodenum.
Dalam: Glenda Lindseth. Patofisiologi: Konsep klinis proses-proses
penyakit Volume 6. Jakarta: EGC, hal. 423- 31.
17. Sanusi I. 2011. Tukak Lambung. Dalam: Rani A, Simandibrata M, Syam
AF (editor). Buku Ajar Gastroenterologi. Jakarta: Interna Publishing
18. Tarigan Pengarapen. 2009. . Tukak gaster. Dalam: Sudoyo Aru, Alwi Idrus
dkk editor. Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid I edisi V. Jakarta:
InternaPublishing;
19. Townsend CM, David R, Mark B, Mattox Kenneth. 2004. Sabiston
textbook of surgery 17th edition. Philadelphia: Elsevier Saunders

Anda mungkin juga menyukai