Anda di halaman 1dari 15

Seputar Radiologi

SEJARAH RADIOLOGI
Wilhelm Conrad Roentgen seorang ahli fisika di Universitas
Wurzburg, Jerman, pertama kali menemukan sinar Roentgen pada
tahun 1895 sewaktu melakukan eksperimen dengan sinar katoda.
Saat itu dia melihat timbulnya sinar fluoresensi yang berasal dari
krostal barium platinosianida dalam tabung Crookes-Hittorf yang
dialiri listrik. Ia segera menyadari bahwa fenomena ini merupakan
suatu penemuan baru sehingga dengan gigih ia terus menerus
melanjutkan penyelidikannya dalam minggu-minggu berikutnya.
Tidak lama kemudian ditemukanlah sinar yang disebutnya sinar
baru atau sinar X. Baru di kemudian hari orang menamakan sinar
tersebut sinar Roentgen sebagai penghormatan kepada Wilhelm
Conrad Roentgen.
Penemuan Roentgen ini merupakan suatu revolusi dalam dunia
kedokteran karena ternyata dengan hasil penemuan itu dapat
diperiksa bagian-bagian tubuh manusia yang sebelumnya tidak
pernah dapat dicapai dengan cara-cara konvensional. Salah satu
visualisasi hasil penemuan Roentgen adalah foto jari-jari tangan
istrinya yang dibuat dengan mempergunakan kertas potret yang
diletakkan di bawah tangan istrinya dan disinari dengan sinar baru
itu.
Roentgen dalam penyelidikan selanjutnya segera menemukan
hampir semua sifat sinar Roentgen, yaitu sifat-sifat fisika dan
kimianya. Namun ada satu sifat yang tidak sampai diketahuinya,
yaitu sifat biologik yang dapat merusak sel-sel hidup. Sifat yang
ditemukan Roentgen antara lain bahwa sinar ini bergerak dalam
garis lurus, tidak dipengaruhi oleh lapangan magnetic dan
mempunyai daya tembus yang semakin kuat apabila tegangan
listrik yang digunakan semakin tinggi, sedangkan di antara sifat-sifat
lainnya adalah bahwa sinar ini menghitamkan kertas potret. Selain
foto tangan istrinya, terdapat juga foto-foto pertama yang berhasil
dibuat oleh Roentgen ialah benda-benda logam di dalam kotak kayu,
diantaranya sebuah pistol dan kompas.
Setahun setelah Roentgen menemukan sinar-X, maka Henri
Becquerel, di Perancis, pda tahun 1895 menemukan unsur uranium
yang mempunyai sifat hampir sama. Penemuannya diumumkan
dalam kongres Akademi Ilmu Pengetahuan Paris pada tahun itu juga.
Tidak lama kemudian, Marie dan Piere Curie menemukan unsur
thorium pada awal tahun 1896, sedangkan pada akhir tahun yang

sama pasangan suami istri tersebut menemukan unsur ketiga yang


dinamakan polonium sebagai penghormatan kepada negara asal
mereka, Polandia. Tidak lama sesudah itu mereka menemukan unsur
radium yang memancarkan radiasi kira-kira 2 juta kali lebih banyak
dari uranium.
Baik Roentgen yang pada tahun-tahun setelah penemuannya
mengumumkan segala yang diketahuinya tentang sinar X tanpa
mencari keuntungan sedikitpun, maupun Marie dan Piere Curie yang
juga melakukan hal yang sama, menerima hadiah Nobel. Roentgen
menerima pada tahun 1901, sedangkan Marie dan Piere Curie pada
tahun 1904. Pada tahun 1911, Marie sekali lagi menerima hadiah
Nobel untuk penelitiannya di bidang kimia. Hal ini merupakan
kejadian satu-satunya di mana seseorang mendapat hadiah Nobel
dua kali. Setelah itu, anak Marie dan Piere Curie yang bernama Irene
Curie juga mendapat hadiah Nobel dibidang penelitian kimia
bersama dengan suaminya, Joliot pada tahun 1931.
Sebagaimana biasanya sering terjadi pada penemuan-penemuan
baru, tidak semua orang menyambutnya dengan tanggapan yang
baik. Ada saja yang tidak senang, malahan menunjukkan reaksi
negative secara berlebihan. Suatu surat kabar malamdi London
bahkan mengatakan bahwa sinar baru itu yang memungkinkan
orang dapat melihat tulang-tulang orang lain seakan-akan
ditelanjangi sebagai suatu hal yang tidak sopan. Oleh karena itu,
Koran tersebut menyerukan kepada semua Negara yyang beradab
agar membakar semua karya Roentgen dan menghukum mati
penemunya.
Suatu perusahaan lain di London mengiklankan penjualan celana
dan rok yang tahan sinar-X, sedangkan di New Jersey, Amerika
Serikat, diadakan suatu ketentuan hokum yang melarang pemakaian
sinar-X pada kacamata opera. Untunglah suara-suara negatif ini
segera hanyut dalam limpahan pujian pada penemu sinar ini, yang
kemudian ternyata benar-benar merupakan suatu revolusi dalam
ilmu kedokteran.
Seperti dikatakan di atas, Roentgen menemukan hampir semua sifat
fisika dan kimia sinar yang diketahuinya, namun yang belum
diketahui adalah sifat biologiknya. Sidat ini baru diketahui beberapa
tahun kemudian sewaktu terlihat bahwa kulit bias menjadi berwarna
akibat penyinaran Roentgen. Mulai saat itu, banyak sarjana yang
menaruh harapan bahwa sinar ini juga dapat digunakan untuk
pengobatan. Namun pada waktu itu belum sampai terpikirkan
bahwa sinar ini dapat membahayakan dan merusak sel hidup
manusia. Tetapi lama kelamaan yaitu dalam dasawarsa pertama dan

kedua abad ke-20, ternyata banyak pionir pemakai sinar Roentgen


yang menjadi korban sinar ini.
Kelainan biologik yang diakibatkan oleh Roentgen adalah berupa
kerusakan pada sel-sel hidup yang dalam tingkat dirinya hanya
sekedar perubahan warna sampai penghitam kulit, bahkan sampai
merontokkan rambut. Dosis sinar yang lebih tinggi lagi dapat
mengakibatkan lecet kulit sampai nekrosis, bahkan bila penyinaran
masih saja dilanjutkan nekrosis itu dapat menjelma menjadi tumor
kulit ganas atau kanker kulit.
Selama dasawarsa pertama dan kedua abad ini, barulah diketahui
bahwa puluhan ahli radiologi menjadi korban sinar Roentgen ini.
Nama-nama korban itu tercantum dalam buku yang diterbitkan pada
waktu kongres Internasional Radiologi tahun 1959 di Munich: Das
Ehrenbuch der Roentgenologen und Radiologen aller Nationen.
Salah seorang korban diantara korban sinar Roentgen ini ialah
dr.Max Hermann Knoch, seorang Belanda kelahiran Paramaribo yang
bekerja sebagai ahli radiologi di Indonesia. Beliau adalah dokter
tentara di Jakarta yang pertama kali menggunakan alat Roentgen
maka ia bekerja tanpa menggunakan proteksi terhadap radiasi,
seperti yang baru diadakan pada tahun lima puluhan. Misalnya pada
waktu ia membuat foto seorang penderita patah tulang, anggota
tubuh dan tangannya pun ikut terkena sinar, sehingga pada tahun
1904, dr.Knoch telah menderita kelainan-kelainan yang cukup berat,
seperti luka yang tak kunjung sembuh pada kedua belah tangannya.
Pada tahun 1905 beliau dikirim kembali ke Eropa untuk mengobati
penyakitnya ini, namun pada tahun 1908 kembali lagi ke Indonesia
dan bekerja sebagai ahli radiologi di RS.Tentara, Surabaya, sampai
tahun 1917. Pada tahun 1924 ia dipindahkan ke Jakarta, dan bekerja
di rumah sakit Fakultas Kedokteran sampai akhir hayatnya. Akhirnya
hamper seluruh lengan kiri dan kanannya menjadi rusak oleh
penyakit yang tak sembuh yaitu nekrosis, bahkan belakangan
ternyata menjelma menjadi kanker kulit. Beliau sampai di amputasi
salah satu lengannya, tetapi itupun tidak berhasil menyelamatkan
jiwanya. Pada tahun 1928, dr.Knoch meninggal dunia setelah
menderita metastasis luas di paru-parunya.
Setelah diketahui bahwa sinar Roentgen dapat mengakibatkan
kerusakan-kerusakan yang dapat berlanjut sampai berupa kanker
kulit bahka leukemia, maka mulailah diambil tindakan-tindakan
untuk mencegah kerusakan tersebut. Pada kongres Internasional
Radiologi di Kopenhagen tahun 1953 dibentuk The International
Committee on Radiation Protection, yang menetapkan peraturanperaturan lengkap untuk proteksi radiasi sehingga diharapkan

selama seseorang mengindahkan semua petunjuk tersebut, maka


tidak perlu khawatir akan bahaya sinar Roentgen.
Diantara petunjuk-petunjuk proteksi terhadap radiasi sinar Roentgen
tersebut adalah: menjauhkan diri dari sumber sinar, menggunakan
alat-alat proteksi bila harus berdekatan dengan sinar seperti sarung
tangan, rok, jas, kursi fluoroskopi, berlapis timah hitam (Pb) dan
mengadakan pengecekan berkala dengan memakai film-badge dan
pemeriksaan darah, khususnya jumlah sel darah putih (leukosit).
Di Indonesia penggunaan sinar Roentgen cukup lama. Menurut
laporan, alat Roentgen sudah digunakan sejak tahun 1898 oleh
tentara kolonial Belanda dalam perang di Aceh dan Lombok.
Selanjutnya pada awal abad ke-20 ini, sinar Roentgen terutama
digunakan di Rumah sakit Militer dan rumah sakit pendidikan dokter
di Jakarta dan Surabaya. Ahli radiologi Belanda yang bekerja pada
Fakultas Kedokteran di Jakarta pada tahun-tahun sebelum perang
dunia ke II adalah Prof.B.J. Van der Plaats yang jugatelah memulai
melakukan radioterapi disamping radiodiagnostik.
Orang Indonesia yang telah menggunakan sinar Roentgen pada awal
abad ini adalah R.M. Notokworo yang lulus dokter di Universitas
Leiden, Belanda, pada tahun 1912. Beliau mula-mula bekerja di
Semarang, lalu pada permulaan masa pendudukan Jepang
dipindahkan ke Surabaya. Pada tahun 1944 ia meninggal secara
misterius, dibunuh oleh tentara Jepang.
Pada tahun yang sama dengan penemuan sinar Roentgen, lahirlah
seorang bayi di pulau Rote, NTT, yang bernama Wilhelmus Zacharias
Johannes, yang dikemudian hari berkecimpung di bidang radiologi.
Pada akhir tahun dua puluhan waktu berkedudukan di kota
Palembang, dr. Johannes jatuh sakit cukup berat sehingga dianggap
perlu dirawat untuk waktu yang cukup lama di rumah sakit CBZ
Jakarta. Penyakit yang diderita ialah nyeri pada lutut kanan yang
akhirnya menjadi kaku (ankilosis). Selama berobat di CBZ Jakarta,
beliau sering diperiksa dengan sinar Roentgen dan inilah saat
permulaan beliau tertarik dengan radiologi. Johannes mendapat
brevet ahli radiologi dari Prof. Van der Plaats pada tahun 1939.
Beliau dikukuhkan sebagai guru besar pertama dalam bidang
radiologi Fakultas Kedokteran UI pada tahun 1946.
Pada tahun 1952 Johannes diberi tugas untuk mempelajari
perkembangan-perkembangan ilmu radiologi selama beberapa
bulan di Eropa. Beliau berangkat dengan kapal Oranje dari Tanjung
Priok. Pada saat keberangkatan, beberapa anggota staf bagian
radiologi, yaitu dr. Sjahriar Rasad, Ny. Sri Handoyo dan Aris

Hutahuruk alm. turut mengantar beliau. Prof. Johannes meninggal


dunia dalam melakukan tugasnya di Eropa pada bulan September
1952. selain menunjukkan gejala serangan jantung, beliau juga
menderita Herpes Zoster pada matanya, suatu penyakit yang
sangat berbahaya.
Dalam usaha untuk menempatkan nama beliau sebagai tokoh
radiologi kaliber dunia, maka pada kongres radiologi internasional
tahun 1959 di Munich, delegasi Indonesia di bawah pimpinan
Prof.Sjahriar Rasad berhasil menempatkan foto beliau di antara
Martyrs of Radiology yang ditempatkan di suatu ruangan khusus
kongres tersebut. Tahun 1968 beliau dianugerahkan gelar Pahlawan
Kemerdekaan oleh Pemerintah, walaupun telah wafat. Dan pada
tahun 1978 jenazah almarhum dipindahkan ke Taman Pahlawan
Kalibata.
Almarhum tidak saja dianggap sebagai Bapak Radiologi bagi para
ahli radiologi, melainkan juga oleh semua orang yang berkecimpung
dalam radiologi termasuk radiographer. Beliau juga adalah Bapak
Radiologi dalam bidang pendidikan dan keorganisasian. Beliaulah
yang mengambil prakarsa untuk mendirikan Sekolah Asisten
Roentgen pada tahun 1952, dan beliaulah yang mulai mendirikan
organisasi yang mendahului Ikatan Ahli Radiologi Indonesia (IKARI)
yaitu seksi radiologi IDI pada tahun 1952.
Pada tahun 1952 segelintir ahli radiologi yang bekerja di RSUP yaitu
G.A.Siwabessy, Sjahriar Rasad, dan Liem Tok Djien, mendirikan
Sekolah Asisten Roentgen karena dirasakan sangat perlunya tenaga
asisten Roentgen yang berpendidikan baik.
Pada tahun 1970 Sekolah Asisten Roentgen yang dahulunya
menerima murid lulusan SMP ditingkatkan menjadi Akademi Penata
Roentgen (APRO) yang menerima siswa lulusan SMA.

KAPAN PEMERIKSAAN RONTGEN DIPERLUKAN?


Rontgen cukup aman dilakukan pada anak, bahkan pada bayi jika
memang diperlukan.
Teknologi rontgen sudah digunakan lebih dari satu abad yang lalu.
Tepatnya sejak 8 November 1890 ketika fisikawan terkemuka
berkebangsaan Jerman, Conrad Roentgen, menemukan sinar yang
tidak dikenalinya, yang kemudian diberi label sinar X. Sinar ini
mampu menembus bagian tubuh manusia, sehingga dapat
dimanfaatkan untuk memotret bagian-bagian dalam tubuh. Berkat

jasanya bagi dunia kedokteran, banyak nyawa bisa diselamatkan,


hingga ia mendapat penghargaan Nobel di tahun 1901.
Pada prinsipnya sinar yang menembus tubuh ini perlu dipindahkan
ke format film agar bisa dilihat hasilnya. Seiring dengan kemajuan
teknologi, kini foto rontgen juga sudah bisa diproses secara digital
tanpa film. Sementara hasilnya bisa disimpan dalam bentuk CD atau
bahkan dikirim ke berbagai belahan dunia menggunakan teknologi
e-mail.
PENYAKIT APA SAJA?
Perlu diingat, sinar X yang digunakan untuk foto rontgen merupakan
sinar yang dapat menyebarkan radiasi. Meski demikian, manfaat
yang didapat dari teknologi ini lebih banyak ketimbang risikonya jika
dilakukan dengan benar. Itulah mengapa, bila dianggap perlu bayi
yang baru lahir pun bisa menjalani tindakan ini untuk menegakkan
diagnosis ada tidaknya kelainan dalam tubuhnya. Tindakan ini
dilakukan
semata-mata
untuk
memudahkan
penatalaksaan
selanjutnya. Akan tetapi harus diingat bahwa permintaan foto
rontgen harus berasal dari dokter yang menanganinya, apakah ada
indikasi, selain telah mempertimbangkan masak-masak manfaat
dan kerugiannya. Contoh indikasi yang menjadi pertimbangan
adalah:
Sesak nafas pada bayi yaitu untuk memastikan ada tidaknya
kelainan di toraksnya (rongga dada), dokter membutuhkan foto
rontgen agar penanganannya tepat. Soalnya, ada begitu banyak
penyakit yang memunculkan gejala sesak napas namun
membutuhkan penanganan yang jelas-jelas berbeda. Nah, hasil foto
rontgen dapat membantu dokter menegakkan diagnosis.
Bayi muntah hijau terus-menerus yaitu bila dokter mencurigai
muntahnya disebabkan sumbatan di saluran cerna, maka
pengambilan foto rontgen pun akan dilakukan. Pertimbangan dokter
untuk melakukan tindakan ini tidak semata-mata berdasarkan usia,
melainkan lebih pada risk and benefit alias risiko dan manfaatnya.
Deteksi masalah pada tulang, paru-paru, usus, dan organ dalam
lainnya yaitu bagi balita sampai kalangan dewasa, foto rontgen
lazimnya dimanfaatkan untuk mendeteksi masalah pada tulang,
paru-paru, usus, dan organ dalam lainnya.\

RAGAM PERSIAPAN RONTGEN (ronsen)


Persiapan sebelum pemeriksaan dengan
rontgen dapat dibedakan sebagai berikut:

menggunakan

sinar

Radiografi konvensional tanpa persiapan. Maksudnya, saat anak


datang bisa langsung difoto. Biasanya ini untuk pemeriksaan tulang
atau toraks.
Radiografi konvensional dengan persiapan. Yaitu pemeriksaan
radiografi konvensional yang memerlukan persiapan di antaranya
untuk foto rontgen perut. Sebelum pelaksanaan, anak diminta untuk
puasa beberapa jam atau hanya makan bubur kecap. Dengan begitu
ususnya bersih dan hasil fotonya pun dapat dengan jelas
memperlihatkan kelainan yang dideritanya.
Pemeriksaan dengan kontras. Yaitu sebelum dirontgen, kontras
dimasukkan ke dalam tubuh dengan cara diminum, atau
dimasukkan lewat anus, atau disuntikkan ke pembuluh vena. Alat
rontgen yang digunakan untuk pemeriksaan selanjutnya adalah
fluoroskopi. Pemeriksaan dilakukan jika usus atau lambung anak
dicurigai terputar. Untuk anak yang dicurigai menderita
Hirschsprung (penyempitan di usus besar yang disebabkan bagian
usus tidak memiliki persarafan pada dindingnya), kontras
dimasukkan lewat anus. Sedangkan untuk anak yang mengalami
kelainan ginjal atau saluran kemih, kontras dimasukkan lewat
pembuluh vena atau kandung kemih.
Setelah dilakukan tindakan ini, bukan tidak mungkin akan muncul
reaksi alergi pada beberapa anak. Indikasinya adalah gatal,
kemerahan, muntah, tekanan darah turun hingga sesak napas. Oleh
karena itu, alat/obat-obat untuk menangani kondisi ini harus
tersedia di ruang pemeriksaan yang merupakan bagian dari
prosedur standar pelaksanaan rontgen menggunakan kontras.
Untuk mencegah paparan radiasi, ada perlengkapan khusus yang
digunakan selama proses berlangsung. Misalnya organ vital anak
akan ditutup selama pelaksanaan foto rontgen, atau orang tua yang
memegangi anaknya diharuskan memakai pelindung khusus yang
disebut shielding atau apron. Jatuhnya sinar ke tubuh anak pun
harus melewati piranti khusus guna meminimalisir kemungkinan
bahaya radiasi. Intinya, persiapan matang sudah dipikirkan untuk
memprioritaskan keamanan pasien.

RONTGEN KALA SAKIT RINGAN


Banyak orang tua yang menanyakan kala anaknya sakit ringan,
seperti batuk-pilek, bolehkah dirontgen untuk pemeriksaan yang
lain. Pada prinsipnya tidak masalah sepanjang manfaat yang didapat
dengan tindakan tersebut lebih besar. Dokterlah yang akan
memutuskan dengan berbagai pertimbangan, apakah foto rontgen
harus dilakukan atau tidak. Jika anak mengalami batuk kronik
disamping flu, dokter dapat meminta pemeriksaan dengan foto
rontgen.
Namun ada kondisi tertentu yang menyebabkan anak tidak bisa
dirontgen. Di antaranya anak yang sedang sakit berat. Namun
dengan kemajuan teknologi, di banyak rumah sakit sudah ada alat
rontgen yang mobile. Sehingga alat rontgenlah yang akan mendekat
atau menjauh tanpa pasien harus berpindah tempat. Selain itu, tak
masalah juga bila anak memang memerlukan pemeriksaan rontgen
berulang. Contohnya pada anak yang dicurigai TBC paru sehingga
perlu rontgen ulang sebagai bahan evaluasi setelah menja-lani
pengobatan selama 6 bulan. Selain jangka waktunya cukup lama,
dosis yang digunakan pun sudah dipertimbangkan seminimal
mungkin sejauh masih bisa diperoleh gambar yang jelas. Mengenai
dosis minimal yang diperbolehkan tentu sudah ada aturan bakunya,
tergantung pada organ tubuh anak, terma-suk berat badannya.
Selama dosis yang digunakan tepat, kalaupun ada sel-sel yang
terkena radiasi sinar X ini biasanya akan segera pulih kembali.
Jadi, batasannya bukan pada berapa kali dalam setahun atau berapa
banyak dalam kurun waktu tertentu anak boleh dirontgen,
melainkan seberapa penting dan mendesak tindakan tersebut harus
dilakukan. Itulah mengapa pada kondisi tertentu dimana diagnosis
hanya bisa ditegakkan berdasarkan hasil rontgen, meskipun harus
diulang dalam jangka waktu relatif berdekatan, dokter akan tetap
merekomendasikannya untuk kepentingan anak.

ADA BATASNYA
Pada prinsipnya, sinar X menyebarkan radiasi yang bisa
menyebabkan ionisasi sel. Dalam jangka panjang, paparan radiasi
ini bisa memicu munculnya kanker. Namun tentu saja ambang dosis
yang dibutuhkan untuk memicu kanker tidaklah sedikit. Sejauh ini
radiologi yang digunakan untuk pasien masih dalam batas aman.

Sedangkan pekerja di lingkungan radiologi dibekali indikator khusus


untuk mendeteksi seberapa besar paparan radiasi yang sudah
diterimanya.
Seiring
dengan
kemajuan
teknologi,
posisi
penembakan pun sudah dibuat sedemikian rupa sehingga baik
pasien maupun dokter/pekerja radiologi yang melakukan tugasnya
seminimal mungkin terpapar radiasi. Demikian juga dengan waktu
yang diperlukan selama proses penembakan dibuat semakin
singkat.

LAIN BAYI, LAIN PULA IBU HAMIL


Tentu ada yang bertanya-tanya mengapa ibu hamil jelas-jelas
dilarang memasuki daerah yang kemungkinan terpapar sinar
rontgen sementara bayi baru lahir justru tak bermasalah. Bukankah
selisih usia janin dengan bayi baru lahir tidak jauh? Mengenai hal ini,
ada pertimbangan khusus. Pada bayi baru lahir, rontgen boleh
dilakukan bila si bayi memang benar-benar sakit dan untuk
penanganannya dibutuhkan tindakan rontgen. Sedangkan dalam
bentuk janin, perkembangan seorang individu masih belum
terbentuk sempurna dan akan terus berlangsung. Bila sampai
terpapar sinar rontgen sangat dikhawatirkan susunan sel-sel
pembentuknya akan rusak atau kacau yang akan menyebabkan bayi
terlahir cacat atau mengalami gangguan serius. Jadi, bila memang
membutuhkan pemeriksaan, khusus untuk ibu hamil akan dicarikan
alternatif lain selain rontgen.

SUDAH MERATA
Penggunaan teknologi ini di Indonesia sudah hampir merata
penyebarannya. Rumah sakit di daerah terpencil pun kini sudah
banyak yang memiliki alat ini. Adapun biaya standar yang
diperlukan untuk foto rontgen di rumah sakit pemerintah sekitar
Rp70.000 tergantung jenis pemeriksaannya. Sebagai catatan,
rontgen termasuk tindakan yang ter-cover program kesehatan untuk
masyarakat miskin yang dicanangkan pemerintah.
Dari uraian diatas dapat di jelaskan bahwa, Sinar X yang digunakan
untuk foto roentgen merupakan sinar yang dapat menyebarkan
radiasi. Namun, manfaat yang didapat dari teknologi itu lebih
banyak ketimbang risikonya. Jadi jika dilakukan dengan benar dan
untuk kepentingan medis, tidak masalah,.Akan tetapi harus diingat
bahwa permintaan foto rontgen harus berasal dari dokter yang

menangani. Misalnya telah


manfaat dan kerugiannya.

mempertimbangkan

masak-masak

Saat ini riset mengenai penggunaan sinar radiasi tersebut terus


dilakukan untuk memperkecil efek negatif dari sinar radiasi,
termasuk sinar X (sinar rontgen). Teknologi rontgen sudah
digunakan lebih dari seabad lalu. Tepatnya sejak 8 November 1890,
ketika fisikawan terkemuka berkebangsaan Jerman, Conrad
Roentgen, menemukan sinar yang tidak dikenalinya, yang kemudian
diberi label Sinar X. Sinar ini mampu menembus bagian tubuh
manusia, sehingga dapat dimanfaatkan untuk memotret bagianbagian dalam tubuh, yang kemudian dijadikan sebagai alat diagnosa
untuk dasar pengobatan.
Teknologi sinar rontgen pun dianggap sebagai satu penemuan yang
mampu membantu banyak orang, terutama untuk menganalisis dan
mendiagnosis suatu kondisi demi penyembuhan suatu penyakit.
Namun, radiasi yang ditimbulkan dalam proses penyinaran rontgen
disinyalir mengandung kekuatan radioaktif yang bisa berbahaya.
Karena itu, sinar X yang ditembakkan untuk memotret bagian
dalam organ tubuh seharusnya benar-benar dalam komposisi tepat.
Jika tidak, teknologi ini justru bisa memicu kanker, sebab fungsi dari
Sinar X adalah mematikan pertumbuhan atau malah memicu
pertumbuhan sel. Nah, jika pertumbuhan sel tersebut liar, itulah
yang disebut dengan kanker,. Selain itu, penggunaan sinar rontgen
yang terlalu sering atau dengan dosis besar, juga berpengaruh pada
fungsi seksual.
Untuk itu, walaupun pengunaan sinar rontgen sekarang sudah
melalui kajian mendalam, untuk meminimalisasi dampak negatif
penggunaan sinar rontgen, prosedur tetap harus dilalui dengan baik.
Untuk meminimalisasi efek radiasinya,. Yang juga tidak kalah
penting, jangan biasakan setiap ada gejala penyakit selalu minta
foto rontgen. Foto rontgen yang terlalu sering juga tidak baik.
Bagaimana rontgen yang harus dilakukan untuk balita? Jika memang
harus dilakukan karena indikasi medis, maka harus dilakukan. Hanya
saja, memang efek radiasi pada balita memang akan lebih besar
dibandingkan orang dewasa. Karena sel-sel pada balita masih muda
dan dalam masa pertumbuhan.
Pada anak-anak, biasanya dokter jarang mengajurkan untuk
dilakukan foto rontgen. Kecuali untuk tujuan operasi ataupun karena
hasil tes lainnya tidak menunjukkan hasil sehingga harus dilakukan.
Pada kasus TBC pada anak, biasanya tes mantub dulu. Foto rontgen

dilakukan jika memang ada indikasi. Termasuk misalnya jika ada


patah tulang atau mau operasi.
Radiologi adalah cabang atau spesialisasi kedokteran yang
berhubungan dengan studi dan penerapan teknologi pencitraan
seperti
x-ray
dan
radiasi
untuk
mendiagnosa
dan
mengobati penyakit.
Ahli radiologi langsung sebuah array dari teknologi pencitraan
(seperti USG, computed tomography (CT), kedokteran nuklir,
tomografi emisi positron (PET) dan pencitraan resonansi magnetik
(MRI)) untuk mendiagnosa atau mengobati penyakit. Radiologi
intervensi adalah kinerja (biasanya minimal invasif) prosedur medis
dengan bimbingan teknologi pencitraan. Akuisisi pencitraan medis
biasanya dilakukan oleh ahli radiografi atau teknolog radiologis.
Modalitas pencitraan berikut digunakan dalam bidang radiologi
diagnostik:
A. Proyeksi (polos) radiografi
Radiografi (atau Roentgenographs, dinamai penemu sinar-X, Wilhelm
Conrad Rntgen) yang diproduksi oleh transmisi X-Rays melalui
pasien ke perangkat menangkap kemudian diubah menjadi gambar
untuk diagnosis. Pencitraan asli dan masih sering memproduksi film
diresapi perak. Dalam Film - Layar radiografi tabung x-ray
menghasilkan sinar x-ray yang bertujuan untuk pasien. X-sinar yang
melewati pasien disaring untuk mengurangi tersebar dan kebisingan
dan kemudian menyerang sebuah film yang belum dikembangkan,
memegang erat-erat ke layar fosfor memancarkan cahaya dalam
sebuah kaset cahaya-ketat. Film ini kemudian dikembangkan kimia
dan gambar muncul di film. Sekarang menggantikan Film radiografiScreen Digital Radiografi, DR, di mana x-ray mogok sepiring sensor
yang kemudian mengubah sinyal yang dihasilkan menjadi informasi
digital dan sebuah gambar pada layar komputer.
Radiografi polos adalah modalitas pencitraan hanya tersedia selama
50 tahun pertama radiologi. Hal ini masih studi pertama
memerintahkan dalam evaluasi paru-paru, jantung dan tulang
karena lebar kecepatan, ketersediaan dan biaya relatif rendah.
B. Fluoroskopi
Fluoroskopi dan angiografi adalah aplikasi khusus pencitraan X-ray,
di mana layar fluorescent dan intensifier gambar tabung
dihubungkan ke sistem televisi sirkuit tertutup. Hal ini
memungkinkan real-time pencitraan struktur dalam gerakan atau
ditambah dengan agen radiocontrast. Agen radiocontrast yang
diberikan, sering ditelan atau disuntikkan ke tubuh pasien, untuk
menggambarkan anatomi dan fungsi pembuluh darah, sistem

Genitourinary atau saluran pencernaan. Dua radiocontrasts saat ini


digunakan. Barium (sebagai Baso 4) dapat diberikan secara lisan
atau dubur untuk evaluasi dari saluran GI. Yodium, dalam bentuk
kepemilikan beberapa, dapat diberikan melalui oral, rektal, rute
intraarterial atau intravena. Para agen radiocontrast kuat menyerap
atau menyebarkan radiasi sinar-X, dan dalam hubungannya dengan
pencitraan real-time memungkinkan demonstrasi proses dinamis,
seperti peristaltik di saluran pencernaan atau aliran darah dalam
arteri dan vena. Yodium kontras mungkin juga terkonsentrasi di
daerah abnormal lebih atau kurang dari pada jaringan normal dan
membuat kelainan (tumor, kista, radang) lebih mencolok. Selain itu,
dalam keadaan tertentu udara dapat digunakan sebagai agen
kontras untuk sistem pencernaan dan karbon dioksida dapat
digunakan sebagai agen kontras dalam sistem vena, dalam kasus
ini, agen kontras melemahkan radiasi sinar-X kurang dari jaringan
sekitarnya .
C. CT scan
Pencitraan CT menggunakan X-ray dalam hubungannya dengan
algoritma komputasi untuk citra tubuh. Dalam CT, sebuah tabung
sinar-X menghasilkan berlawanan detektor sinar-X (atau detektor)
dalam alat berbentuk cincin berputar di sekitar pasien menghasilkan
sebuah komputer yang dihasilkan penampang gambar (tomogram).
CT diperoleh pada bidang aksial, sedangkan gambar koronal dan
sagital dapat diberikan oleh rekonstruksi komputer. Agen
radiocontrast sering digunakan dengan CT untuk deliniasi
ditingkatkan anatomi. Meskipun radiografi memberikan resolusi
spasial lebih tinggi, CT dapat mendeteksi variasi lebih halus dalam
redaman sinar-X. CT menghadapkan pasien untuk radiasi pengion
lebih dari sebuah radiograf. Spiral Multi-detektor CT menggunakan
detektor 8,16 atau 64 selama terus bergerak pasien melalui berkas
radiasi untuk mendapatkan gambar yang lebih halus banyak detail
dalam waktu yang lebih pendek ujian. Dengan administrasi yang
cepat kontras IV selama CT scan gambar-gambar detail halus dapat
direkonstruksi menjadi gambar 3D arteri karotis, otak dan koroner,
CTA, CT angiografi. CT scan telah menjadi uji pilihan dalam
mendiagnosis beberapa kondisi mendesak dan muncul seperti
pendarahan otak, emboli paru (penyumbatan dalam arteri paruparu), diseksi aorta (robeknya dinding aorta), radang usus buntu,
divertikulitis, dan batu ginjal menghalangi . Melanjutkan perbaikan
dalam teknologi CT termasuk kali pemindaian lebih cepat dan
resolusi ditingkatkan telah secara dramatis meningkatkan
keakuratan dan kegunaan CT scan dan akibatnya meningkatkan
pemanfaatan dalam diagnosis medis.

Yang komersial pertama CT scanner ditemukan oleh Sir Godfrey


Hounsfield di EMI Pusat Penelitian Labs, Inggris pada tahun 1972.
EMI memiliki hak distribusi ke The Beatles musik dan itu keuntungan
mereka yang mendanai penelitian. Sir Hounsfield dan Alan McLeod
McCormick berbagi Penghargaan Nobel untuk Kedokteran pada
tahun 1979 untuk penemuan CT scan. CT scanner yang pertama di
Amerika Utara dipasang di Klinik Mayo di Rochester, MN pada tahun
1972.
D. USG
Medis ultrasonografi menggunakan USG (frekuensi tinggi gelombang
suara) untuk memvisualisasikan struktur jaringan lunak dalam tubuh
secara real time. Tidak ada radiasi pengion yang terlibat, tetapi
kualitas gambar yang diperoleh dengan menggunakan USG sangat
tergantung pada keterampilan orang (ultrasonographer) melakukan
ujian. USG juga dibatasi oleh ketidakmampuan untuk foto melalui
udara (paru-paru, usus loop) atau tulang. Penggunaan USG dalam
pencitraan medis telah mengembangkan sebagian besar dalam 30
tahun terakhir. Gambar USG pertama statis dan dua dimensi (2D),
tapi dengan zaman modern rekonstruksi 3D ultrasonografi dapat
diamati secara real-time; efektif menjadi 4D.
Karena USG tidak menggunakan radiasi pengion, tidak seperti
radiografi, CT scan, dan teknik kedokteran nuklir imaging, umumnya
dianggap lebih aman. Untuk alasan ini, modalitas ini memainkan
peran
penting
dalam
pencitraan
kandungan.
Anatomi
perkembangan janin dapat dievaluasi secara menyeluruh
memungkinkan diagnosis dini banyak anomali janin. Pertumbuhan
dapat dinilai dari waktu ke waktu, penting pada pasien dengan
penyakit kronis atau kehamilan akibat penyakit, dan pada kehamilan
multipel (kembar, kembar tiga dll). Warna-Flow Doppler USG
mengukur keparahan penyakit pembuluh darah perifer dan
digunakan oleh Kardiologi untuk evaluasi dinamis jantung, katup
jantung dan pembuluh besar. Stenosis dari arteri karotid bisa
pertanda infark otak (stroke). DVT pada kaki dapat ditemukan
melalui USG sebelum terhalau dan perjalanan ke paru-paru (emboli
paru), yang bisa berakibat fatal jika tidak diobati. USG berguna
untuk gambar-dipandu intervensi seperti biopsi dan drainase seperti
Thoracentesis). Kecil perangkat ultrasound portabel sekarang ganti
peritoneal lavage di triage korban trauma dengan langsung menilai
keberadaan perdarahan di peritoneum dan integritas jeroan utama
termasuk limpa, hati dan ginjal. Hemoperitoneum ekstensif
(perdarahan di dalam rongga tubuh) atau cedera pada organ utama
mungkin memerlukan eksplorasi bedah muncul dan perbaikan.

MRI (Magnetic Resonance Imaging)


MRI menggunakan medan magnet yang kuat untuk menyelaraskan
inti atom (biasanya proton hidrogen) di dalam jaringan tubuh,
kemudian menggunakan sinyal radio untuk mengganggu sumbu
rotasi inti ini dan mengamati sinyal frekuensi radio yang dihasilkan
sebagai inti kembali ke negara awal mereka ditambah semua
sekitarnya daerah. Sinyal radio yang dikumpulkan oleh antena kecil,
yang disebut gulungan, ditempatkan di dekat daerah tertentu.
Keuntungan dari MRI adalah kemampuannya untuk menghasilkan
gambar di aksial, koronal, sagital pesawat miring dan beberapa
dengan mudah sama. MRI scan memberikan kontras jaringan lunak
terbaik dari semua modalitas pencitraan. Dengan kemajuan dalam
pemindaian kecepatan dan resolusi spasial, dan perbaikan dalam
algoritma 3D komputer dan perangkat keras, MRI telah menjadi alat
dalam radiologi muskuloskeletal dan neuroradiology.
Salah satu kelemahan adalah bahwa pasien harus terus diam
selama jangka waktu yang lama dalam ruang, bising sempit
sedangkan imaging dilakukan. Claustrophobia cukup parah untuk
mengakhiri ujian MRI dilaporkan dalam sampai 5% pasien. Perbaikan
terbaru dalam desain magnet, termasuk bidang magnet yang lebih
kuat (3 teslas), ujian kali memperpendek, lebih luas, membosankan
magnet lebih pendek dan desain magnet lebih terbuka, telah
membawa beberapa bantuan untuk pasien sesak napas. Namun,
dalam kekuatan medan magnet yang sama sering ada trade-of
antara kualitas gambar dan desain terbuka. MRI memiliki manfaat
besar dalam pencitraan otak, tulang belakang, dan sistem
muskuloskeletal. Modalitas saat ini kontraindikasi untuk pasien
dengan alat pacu jantung, implan koklea, beberapa pompa obat
berdiamnya, jenis tertentu dari klip aneurisma serebral, fragmen
logam di mata dan beberapa perangkat keras metalik karena medan
magnet kuat dan kuat sinyal radio berfluktuasi tubuh terkena .
Wilayah kemajuan potensial termasuk pencitraan fungsional, MRI
jantung, serta MR terapi gambar dipandu.

Kedokteran Nuklir
Pencitraan kedokteran nuklir melibatkan administrasi ke pasien
radiofarmasi terdiri dari zat dengan afinitas untuk jaringan tubuh
tertentu diberi label dengan perunut radioaktif. Para pelacak yang
paling umum digunakan adalah Technetium-99m, Yodium-123,
Iodine-131, Gallium-67 dan Thallium-201. Jantung, paru-paru, tiroid,
hati, kandung empedu, dan tulang umumnya dievaluasi untuk
kondisi tertentu menggunakan teknik ini. Sementara detail anatomi
terbatas dalam studi ini, kedokteran nuklir ini berguna dalam

menampilkan fungsi fisiologis. Fungsi ekskretoris pada ginjal,


kemampuan berkonsentrasi yodium dari aliran, tiroid darah ke otot
jantung, dll dapat diukur. Perangkat pencitraan utama adalah
kamera gamma yang mendeteksi radiasi yang dipancarkan oleh
pelacak dalam tubuh dan menampilkannya sebagai gambar. Dengan
pemrosesan komputer, informasi yang dapat ditampilkan sebagai
aksial, gambar koronal dan sagital (SPECT gambar, tunggal emisi
photon computed tomography). Dalam perangkat yang paling
modern Kedokteran Nuklir gambar dapat menyatu dengan CT scan
diambil kuasi-secara bersamaan sehingga informasi fisiologis dapat
dilakukan overlay atau co-terdaftar dengan struktur anatomis untuk
meningkatkan akurasi diagnostik.
PET, (positron emission tomography), pemindaian juga berada di
bawah "kedokteran nuklir." Dalam PET scan, zat biologis aktif
radioaktif, paling sering Fluorin-18 fluorodeoxyglucose, disuntikkan
ke pasien dan radiasi yang dipancarkan oleh pasien terdeteksi untuk
menghasilkan multi-planar gambar tubuh. Jaringan lebih aktif
metabolisme, seperti kanker, zat aktif berkonsentrasi lebih dari
jaringan normal. PET gambar dapat dikombinasikan dengan gambar
CT untuk meningkatkan akurasi diagnostik.
Aplikasi kedokteran nuklir dapat mencakup pemindaian tulang yang
secara tradisional memiliki peran yang kuat dalam work-up/staging
kanker. Pencitraan perfusi miokard adalah ujian penyaringan sensitif
dan spesifik untuk iskemia miokard reversibel. Molekuler Imaging
adalah perbatasan yang baru dan menarik dalam bidang ini.

Anda mungkin juga menyukai