Skleroderma Finish
Skleroderma Finish
I.
PENDAHULUAN
Skleroderma (kulit yang keras), pertama kali dilaporkan oleh William dan Robert
Watson pada tahun 1754.
penebalan pada kulit baik lokal ataupun umum yang menghasilkan warna waxy-ivory pada
daerah lesi. Etiologi pada skleroderma masih tidak diketahui namun dicurigai sebagai
penyakit autoimun.(1)
Skleroderma mempengaruhi pembuluh darah mikro dan jaringan ikat longgar. Hal ini
ditandai secara klinis oleh deposisi jaringan fibrosa dan pemusnahan pembuluh darah di
kulit, paru-paru, saluran pencernaan, ginjal, dan jantung. Penebalan difus dan indurasi pada
kulit dalam bentuk skleroderma sistemik
sistemik, SSc ) dapat disertai dengan fibrosis dan pemusnahan vaskular organ internal. .(1)
Penyakit ini berjalan secara progresif dan fatal. Bentuk lokal memiliki pola
keterlibatan lebih restriktif dan tidak mempengaruhi organ internal. .(1)
II.
DEFINISI
Skleroderma ialah kolagenesis kronis dengan gejala khas bercak- bercak putih
kekuning-kuningan dan keras, yang seringkali mempunyai halo ungu disekitarnya. Istilah
skleroderma berasal dari kata Yunani, skleros (keras atau berindurasi) dan derma (kulit).(2)
III.
EPIDEMIOLOGI
Wanita menderita tiga kali lebih banyak daripada pria. Usia yang paling sering
terserang adalah antara 30-50 tahun. Namun, pada pasien pria memiliki onset lebih awal
dari pasien wanita. Golongan kulit hitam lebih sering pada usia muda dibandingkan dengan
golongan kulit putih. Dari data yang ditemukan, tingkat insiden meningkat dari 0,6 menjadi
16 pasien per juta penduduk, yang juga berlaku untuk tingkat prevalensinya yang
meningkat dari 2 menjadi 233 pasien per juta penduduk per tahun. Skleroderma memiliki
kasus kematian tertinggi dari salah satu penyakit rematik autoimun, tetapi keadaan tersebut
1
tergantung dari keadaan ras atau etnis seseorang, beratnya organ yang terpapar, usia dan
jenis kelamin (fitzpatrick)
IV.
ETIOLOGI
Etiologi belum diketahui, tetapi terdapat beberapa faktor familial. Kehamilan dapat
PATOGENESIS
Pathogenesis pada skleroderma sampai saat ini masih belum dapat diketahui.
Pencetus adanya fibrosis yang berlebihan merupakan kombinasi dari respon imun yang
abnormal dan kerusakan pembuluh darah serta akibat dari akumulasi lokal growth factors
yang bekerja pada fibroblast dan stimulasi dari produksi kolagen. (1,5)
Terdapat tiga kelainan yang dapat diidentifikasi pada skleroderma: kerusakan
endotelial, imunologis dan aktivasi peradangan serta disregulasi produksi matriks
ekstraselular. (1,5)
2
VI.
KLASIFIKASI
LOKALISAT
A
SKLERODER
MA
SISTEMIK
MORPHEA, GUTATE
MORPHEA, NODULAR
MORPHEA, SUBKUTAN
MORPHEA, LINIER
LIMITED SKLEROSIS, DIFUS
SKLEROSIS
atrophicus, LSA), nodular (keloidal) morphea, subkutan morphea (morphea profunda), dan
linier skleroderma. Skleroderma lokalisata bukanlah penyakit yang mengancam kehidupan
tetapi dapat menyebabkan kerusakan. Jenis yang paling umum adalah morphea, di mana
lesi biasanya tunggal atau sedikit jumlahnya. Dalam bentuk umum dari morphea, lesi yang
terjadi adalah lesi yang berbentuk simetris dan bilateral. Tidak adanya fenomena Raynaud,
akrosklerosis, dan keterlibatan organ membedakan morphea umum dari SSc. Tipe yang
lainnya adalah linier skleroderma. Pada linier skleroderma, lesi membentuk distribusi
bandlike linier (garis linier) yang melibatkan lapisan lebih dalam dari kulit dan struktur
yang mendasari. Jika terdapat deformitas, seperti hemiatropi, hal ini dapat dihubungkan
dengan skleroderma linier.(1)
Skleroderma sistemik dibagi menjadi dua himpunan bagian yang berbeda yaitu
limited SSc (lSSc) dan Difus SSC (DSSC) . Beberapa subtipe lainnya turut dikenal pasti.
Enam puluh persen pasien dengan SSC berada dalam kelompok lSSc, yang meliputi
individu dengan sindrom CREST, yang dikenal karena fitur-fitur calcinosis Cutis,
fenomena Raynaud, disfungsi esofagus, sklerodaktili, dan telangiektasis. Pasien dengan
lSSc biasanya adalah perempuan yang lebih tua dibandingkan pasien dengan DSSC dan
memiliki sejarah panjang (10 sampai 15 tahun) dari fenomena Raynaud, keterlibatan kulit
terbatas pada digit atau tangan, wajah, kaki, dan lengan; dilatasi kuku, dan onset awal
timbulnya telangiectasias pada wajah dan digital.(1)
VII.
GAMBARAN KLINIS
Banyak pasien dengan SSc (Systemic Sclerotic) mengalami fase edema, jenis pitting
edema dan sering terjadi pada jari jari, ini terjadi sebelum onset dari sklerosis kutaneus
dimana kulit berganti menjadi lebih keras dan menjadi tegang, terlihat mengkilap (fase
indurasi). Bahkan dapat meningkat menjadi lebih lunak (fase atrofi).(3)
Terdapat sejumlah perubahan kulit selain fibrosis pada pasien SSc. Kelainan
pigmentasi sangat sering dan tidak diketahui secara pasti. Hiperpigmentasi yang luas adalah
yang paling sering ditemukan dan terdapat pada daerah daerah yang sering diberi tekanan
seperti tempat ikat pinggang atau di bawah kutang. Leukoderma pada skleroderma yaitu
hilangnya pigmentasi pada perifolikular kulit. Gambarannya dapat berupa salt and pepper.
Predileksi lesi ini dapat terlihat pada tubuh bagian atas dan berpusat pada wajah.(3)
Telangiektasis paling sering ditemukan pada pasien yang tergolong limited SSc,
namun dapat juga terjadi pada diffuse SSc. Kelainan ini terjadi paling banyak pada bibir dan
telapak tangan. Telangiektasis ini berbentuk makula dan dapat menyusut, inilah yang
membedakannya dengan lesi yang terlihat banyak pada Hereditary Hemorrhagic
Telangiectasia. Kelainan kapiler pada lipatan proksimal kuku adalah 90% dari SSc.
Penggunaan optalmoskop atau dermatoskop dapat memperjelas perubahan yang terjadi.
Bentuk yang jelas dari kerusakan kapiler menjadi lebih dilatasi adalah karakteristik dari
SSc.(3)
Gambar ; Telangiektasis yang terjadi porminen di pipinya pada pasien skleroderma. (3)
Kalsinosis kutis adalah tanda yang paling sering pada ekstremitas, biasanya berada di
dekat sendi daerah distal. Kulitnya terlihat kering oleh karena penurunan produksi keringat
dan pruritus dapat terjadi. Kulit yang fibrotik pada SSc ditandai dengan berkurangnya
rambut yang tumbuh pada area tersebut, tetapi tidak menetap. Hipertrikosis dapat terjadi,
terutama pada fase penyembuhan.(4)
VIII. DIAGNOSIS
Dua kelompok besar dari sklerotik sistemik berdasarkan derajat kulit yang terlibat,
yaitu Limited dan Diffuse. Bila kelainan kulit meliputi daerah distal dan proksimal dari
ekstremitas beserta badan dan wajah, inilah yang disebut diffuse disease. Sedangkan yang
termasuk limited disease adalah terbatas pada daerah ekstremitas distal dan wajah.(3)
Salah satu hal sulit dalam mendiagnosa SSc (Sistemic Sclerotic/ Scleroderma) adalah
gambaran kliniknya yang beragam, sedangkan untuk mendiagnosis penyakit ini yang lebih
utama adalah dengan penemuan gambaran klinis. Oleh karena itu, berdasarkan skema
6
Pemeriksaan lainnya yang digunakan untuk mengevaluasi kehadiran atau luas dari
setiap penyakit internal. Ini mungkin termasuk tes pencernaan bagian atas dan bawah untuk
mengevaluasi perut, sinar-X dada, paru-fungsi pengujian (tes fungsi paru), dan CAT scan
untuk memeriksa paru-paru, EKG dan ekokardiogram, dan kadang-kadang kateterisasi
jantung untuk mengevaluasi tekanan di arteri dari jantung dan paru-paru.(7)
7
IX.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium evaluasi untuk skleroderma
(8)
Antinuclear antibodi (ANA) - lebih dari 90% orang dengan skleroderma sistemik
menunjukkan peningkatan ANA dalam darah. Antibodi ini merupakan penanda
penyakit autoimun. Jika tes ANA positif, tes antibodi lebih lanjut dapat dilakukan
untuk menentukan jenis sclerosis sistemik. Ini termasuk:
Urinalisis - untuk mengevaluasi adanya hematuria (sel darah dalam urin) atau
proteinuria (peningkatan kadar protein dalam urin) yang akan menunjukkan
keterlibatan ginjal.
X.
DIAGNOSA BANDING
Ada beberapa kondisi yang seperti skleroderma lesi kulit yang mungkin muncul
dalam hubungannya dengan kondisi lain. Ini disebut "tumpang tindih sindrom" dan
meliputi: (8)
XI.
PENGOBATAN
Skleroderma adalah penyakit yang sulit untuk disembuhkan. Namun tidak sedikit
yang dapat diobati, beberapa dari gejalanya dapat diobati. Khusus untuk skleroderma
sistemik, banyak obat terapi digunakan untuk mengobati kerusakan organ organ dalam,
seperti paru paru dan ginjal dan belum memiliki efek yang signifikan terhadap komponen
kutaneus (kulit). Namun, pengobatan yang digunakan untuk mengobati kerusakan organ
10
dalam, secara tidak langsung memiliki efek terhadap perbaikan kerusakan kulit.
Imunomodulator juga dapat menjadi terapi untuk penyakit ini.(5)
Glukokortikoid sistemik menjadi obat yang bermanfaat bagi penyakit ini dan
digunakan dalam jangka pendek. Dan obat sistemik lainnya (EDTA, asam aminocaproic, DPenisilamin, para-aminobenzoat, colchicines, obat obat imunosupresif) belum
menunjukkan efek yang baik pada penggunaannya. Saat ini, interferon sedang diuji secara
klinis sebagai photopheresis.(2)
Terapi yang dapat diberikan untuk efek Raynaud Phenomenone yang terjadi yaitu
calcium channel blocker, angiotensin convering enzyme inhibitor, angiotensis reseptor
blocker, antioksidan agen dan prostacyclin analogues.(1)
Terapi simptomatik adalah hal yang utama dan pemberian imunosupresan telah
menunjukkan hasil yang diharapkan dalam penghentian progresivitas penyakit. Oleh karena
itu dicoba untuk dilakukan penelitian mengenai dosis yang efisien dari terapi denyut
Dexamethasone-Cyclophosphamide
intermiten) dengan durasi tetap selama 12 bulan. Tujuan utama dari pengobatan ini adalah
untuk menentukan apakah dengan pemberian sedikit dan tetap jumlahnya dapat potensial
untuk menghentikan progresi penyakit (dalam hal ini pada kulit dan pada paru paru). (8)
XII.
PROGNOSIS
Progresivitas dari sklerosis kulit dan organ visceral adalah 10 tahun kemampuan
untuk bertahan hidup sekitar >50%. Penyakit ginjal menyebabkan kematian, diikuti oleh
perburukan jantung dan paru paru. Remisi spontan dapat terjadi. 1SSc, yang mana terdiri
dari sindrom CREST, proses yang sangat lambat dan memiliki bermacam prognosis;
beberapa kasus tidak menyebabkan kerusakan organ viseral.(2)
XIII. KOMPLIKASI
Semua komplikasi skleroderma sistemik mempunyai hubungan dengan perubahan
fibrotic di dalam satu atau lebih organ dan boleh terjadi di orang dewasa atau anak-anak.
Komplikasinya adalah (9)
11
Terdapat prevalensi yang tinggi terhadap abnormalnya fungsi sistolik dan diastolik
miokard pada pasien ini. Meskipun fraksi ejeksi secara umum normal untuk kedua
ventrikel. Tambahan klinis adalah penting untuk memastikan hal ini. Diduga, terganggunya
fungsi dari kedua ventrikel tersebut merupakan progresivitas gagal jantung.(11)
REFERANSI
1. Verna
Shahnon,
P.
Hofferman
Michael,
Superficial
Fungal
Infection,
14