Anda di halaman 1dari 40

MAKALAH HUKUM ISLAM

Sejarah Perkembangan dan Kedudukan Hukum Islam dalam Sistem


Hukum Nasional di Indonesia

ZHERLY AMALIA NINGZIH


H1 A1 12 022
KELAS A REGULER PAGI

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS HALUOLEO KENDARI
TAHUN 2013
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT, karena atas segala hikmat dan rahmat
yang telah dilimpahkan-Nyalah akhirnya makalah Sejarah Perkembangan dan
Kedudukan Hukum Islam dalam Sistem Hukum Nasional Indonesia ini dapat
terselesaikan tepat pada waktunya.
Penulisan makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah Hukum
Islam di Universitas Haluoleo Kendari. Selain itu penulis mengharapkan agar
makalah ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.
Dalam penyelesaian makalah ini penulis banyak mengalami kesulitan.
Namun, berkat bimbingan dari berbagai pihak akhirnya makalah ini dapat
diselesaikan walaupun masih banyak kekurangannya. Karena itu, sepantasnya jika
penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu, baik
secara langsung maupun tidak langsung yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih banyak memiliki kekurangan.


Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan adanya kritik dan saran yang positif
agar makalah ini menjadi lebih baik dan berdaya guna dimasa yang akan datang.
Harapan penulis, mudah-mudahan makalah yang sederhana benar-benar
membuktikan bahwa mahasiswa dapat lebih berperan serta dalam pembangunan
masyarakat pada kenyataan sehari-hari dan bermanfaat bagi pembaca umumnya
serta rekan mahasiswa khususnya. Amin.
Kendari, Maret 2013

PENULIS

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sistem hukum Indonesia adalah sistem hukum yang berlaku nasional di
negara Republik Indonesia. sistem hukum Indonesia tersebut bersifat majemuk,
karena sistem hukum yang berlaku nasional terdiri dari lebih satu sistem. Sistem
sistem tersebut adalah sistem hukum adat, sistem hukum Islam dan sistem hukum
Barat.
Sebagai negara yang penduduknya terdiri dari berbagai macam ras dan suku
bangsa, Indonesia menghormati kebebasan penduduknya memeluk agama masing
masing, sehingga tidaklah mungkin menerapkan hukum Islam secara penuh
kepada setiap warga negara, meskipun mayoritas penduduk Indonesia beragama
Islam. Akan tetapi, agama Islam bersifat universal. Hukum Islam adalah bagian dari
agama Islam, sehingga juga bersifat universal. pada hakikatnya hukum Islam
merupakan keyakinan yang melekat pada setiap orang yang beragama Islam, tidak
peduli kapan dan dimanapun.
Indonesia adalah negara hukum (rechtstaat), bukan negara kekuasaan
(machstaats) sebagaimana tertuang dalam bunyi UUD 1945 pasal 1 ayat (3) bahwa
negara Indonesia adalah negara hukum. Sebagai negara hukum, maka menjadi
suatu kewajiban bahwa setiap penyelenggaraan negara dan pemerintahannya selalu
berdasarkan pada peraturan perundang-undangan. Maka negara hukum yang
dimaksud di sini bukan hanya merupakan pengertian umum yang dapat dikaitkan
dengan berbagai konotasi. Maupun hanya rechstaat dan rule of law sebagaimana

dipraktikkan di barat. Tapi juga nomokrasi Islam dan negara hukum Pancasila yang
dipraktikkan di Indonesia.
Namun, Indonesia juga bukan negara yang menganut paham teokrasi berdasarkan
penyelenggaraan negaranya pada agama tertentu saja. Di mana, menurut paham teokrasi,
negara dan agama dipahami sebagai dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Yakni dijalankan
berdasarkan firman-firman Tuhan. Sehingga tata kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara
dilakukan dengan titah Tuhan dalam kehidupan umat manusia. Oleh karena itu, paham ini
melahirkan konsep negara agama atau agama resmi, dan dijadikannya agama resmi tersebut
sebagai hukum positif. Konsep negara teokrasi ini sama dengan paradigma integralistik. Yaitu
paham yang beranggapan bahwa agama dan negara merupakan suatu kesatuan yang tidak
dapat dipisahkan.
Pada tataran lain, negara Indonesia juga tidak menganut negara sekuler yang
mendisparitas agama atas negara dan memisahkan secara diametral antara agama dengan
negara. Paham ini melahirkan konsep agama dan negara yang merupakan dua entitas berbeda,
dan satu sama lain memiliki wilayah garapan masing-masing. Sehingga, keberadaannya harus
dipisahkan dan tidak boleh satu sama lain melakukan intervensi.

Namun, relasi antara agama dan negara di Indonesia dikemas secara


sinergis, bukan dikotomis yang memisahkan antara keduanya. Agama dan negara
merupakan entitas yang berbeda. Namun, keduanya dipahami saling membutuhkan
secara timbal balik. Yakni agama membutuhkan negara sebagai instrumen dalam
melestarikan dan mengembangkan agama. Sebaliknya negara juga membutuhkan
agama. Sebab, agama pun membantu negara dalam pembinaan moral, etika, dan
spiritualiatas. Pemahaman seperti ini disebut dengan paradigma simbiotik. Maka
dalam konteks ke-Indonesia-an paradigma simbiotik ini, kedudukan hukum Islam
menempati posisi strategis sebagai sumber legitimasi untuk menegakkannya dalam
porsi yang proporsional. Bukan dengan formalisasi-legalistik melalui institusi negara
sebagaimana disampaikan oleh Habib Riziq Shihab, ketua Front Pembela Islam.
Namun sebagaimana dikemukakan oleh Bismar Siregar, yang menyatakan bahwa
kewajiban menjalankan syariat tidak perlu diperintahkan secara formal berdasarkan undangundang. Karena sekali orang menyatakan dirinya umat Muhammad, dengan ikrar dua kalimat
syahadat, maka berlakulah menjalankan syariat atas dirinya.
Sistem hukum Indonesia adalah sistem hukum yang bukan berdasar pada agama
tertentu. Tetapi memberi tempat kepada agama-agama yang dianut oleh rakyat untuk menjadi

sumber hukum atau memberi bahan hukum terhadap produk hukum nasional. Hukum agama
sebagai sumber hukum di sini diartikan sebagai sumber hukum materiil (sumber bahan hukum)
dan bukan harus menjadi sumber hukum formal (dalam bentuk tertentu) menurut peraturan
perundang-undangan. Dalam konteks inilah, Islam sebagai agama yang dipeluk mayoritas
penduduk Indonesia memiliki prospek dalam pembangunan hukum nasional. Karena secara
kultural, yuridis, filosofis maupun sosiologis, memiliki argumentasi yang sangat kuat.
Penerapan atau positivisme hukum Islam dalam sistem hukum nasional setidaknya
melalui dua langkah. Yaitu proses demokrasi dan prolegnas (akademisi), bukan indoktrinasi.
Dalam proses demokrasi ada musyawarah mufakat yang kemudian dituangkan dalam prolegnas
(progam legislasi nasional). Yang selanjutnya untuk menjadi hukum positif diperlukan kajian lebih
mendalam melalui naskah akademik karena menyangkut tinjauan dari berbagai macam aspek.
Baik sosiologis, politis, ekonomis, maupun filosofis. Hal ini sebagaimana diatur dalam UU No.
10/2004 sebagaimana sudah diubah menjadi UU No. 12/2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan.

Seiring berjalannya waktu, ada beberapa norma-norma hukum Islam yang


sudah menjadi hukum positif. Adalah, apabila berkaitan dengan akuntabilitas publik
atau tanggung jawab public. Nah, berdasarkan uraian diatas, perlu kiranya
membahas mengenai bagaimana Kedudukan Hukum Islam dalam Hukum Positif di
Indonesia.
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang diatas, muncul beberapa pertanyaan, antara lain
adalah :
1. Bagaimana sejarah perkembangan hukum Islam di Indonesia?
2. Bagaimana kedudukan hukum Islam dalam sistem hukum nasional?
3. Apakah peran hukum Islam dalam pembinaan hukum nasional?
4. Apa sajakah kontribusi hukum Islam terhadap perkembangan hukum nasional?
C. TUJUAN
Pembuatan makalah ini diharapkan dapat memberikan tujuan yang
bermanfaat.
1. Tujuan Umum

Tujuan umum dibuatnya makalah ini adalah agar para pembaca pada
umumnya

dan

penulis

khususnya

dapat

mengetahui

bagaimana

sejarah

perkembangan dan kedudukan hukum Islam di Indonesia, apakah peran hukum


Islam dalam pembinaan hukum nasional serta apa sajakah kontribusi hukum Islam
terhadap perkembangan hukum nasional.
2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus dibuatnya makalah ini adalah untuk memenuhi tuntutan
perkuliahan mata kuliah Hukum Islam yang sedang penulis jalani dalam semester 2
ini.
D. MANFAAT
Adapun manfaat dari penyusunan makalah ini adalah :

a. Bagi Penulis
Dapat mengetahui bagaimana sejarah perkembangan dan kedudukan hukum Islam
dalam sistem hukum positif Indonesia serta berharap agar makalah ini dapat
memenuhi tuntutan perkuliahan yang sedang dijalani.
b. Bagi Pembaca
Dapat memberikan

informasi dan

penjelasan

mengenai bagaimana sejarah

perkembangan dan kedudukan hukum Islam dalam sistem hukum positif Indonesia.
c. Bagi Masyarakat
Dapat memberikan

informasi dan

penjelasan

mengenai bagaimana sejarah

perkembangan dan kedudukan hukum Islam dalam sistem hukum positif


Indonesia serta

dapat

membantu

menyelesaikan

masalah-masalah

berhubungan dengan pelaksanaan hukum Islam di Indonesia.

yang

BAB II
PEMBAHASAN
A. Sejarah Perkembangan Hukum Islam di Indonesia
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, terjadi perbedaan pendapat para
ahli mengenai kapan pertama kali Islam measuk ke Nusantara. Menurut pendapat
yang disimpulkan oleh Seminar Masuknya Islam ke Indonesia yang diselenggarakan
di Medan 1963, Islam telah masuk ke Indonesia pada abad pertama Hijriah atau
pada abad ketujuh/kedelapan masehi. Pendapat lain mengatakan bahwa Islam baru
sampai ke Nusantara ini pada abad ke-13 Masehi. Daerah yang pertama
didatanginya adalah pesisir utara pulau Sumatera dengan pembentukan masyarakat
Islam pertama di Pereulak Aceh Timur dan kerajaan Islam pertama di Samudra
Pasai, Aceh Utara.
Ketika singgah di Samudera Pasai pada tahun 1345 Masehi, Ibnu Batutah,
seorang pengembara, mengagumi perkembangan Islam di negeri tersebut. ia
mengagumi kemampuan Sultan Al-Malik Al-Zahir dalam berdiskusi tentang berbagai
masalah Islam dan Ilmu Fiqh. Menurut pengembara Arab Islam Maroko itu, selain
sebagai seorang raja, Al-Malik Al-Zahir yang menjadi Sultan Pasai ketika itu adalah
juga seorang fukaha (ahli hukum yang mahir tentang hukum Islam). Yang dianut di
kerajaan Pasai pada waktu itu adalah hukum Islam Mazhab Syafii. Menurutt Hamka,
dari Pasailah disebarkan paham Syafii ke kerajaan kerajaan Islam lainnya di
Indonesia. Bahkan setelah kerajaan Islam Malaka berdiri (1400-1500 M) para ahli
hukum Islam Malaka datang ke Samudra Pasai untuk meminta kata putus mengenai
berbagai masalah hukum yang mereka jumpai dalam masyarakat.
Dalam proses Islamisasi kepulauan Indonesia yang dilakukan oleh para
saudagar melalui perdagangan dan perkawinan, peranan hukum Islam adalah besar.
Kenyataan ini dilihat bahwa bila seorang saudagar Muslim hendak menikah dengan
seorang wanita pribumi, misalnya, wanita itu diislamkan lebih dahulu dan
perkawinannya kemudian dilangsungkan menurut ketentuan Hukum Islam.

Setelah agama Islam berakar pada masyarakat, peranan saudagar dalam


penyebaran Islam digantikan oleh para ulama yang bertindak sebagai guru dan
pengawal Hukum Islam. Salah satu contoh ulama yang terkenal adalah Nuruddin ArRaniri, yang menulis buku hukum Islam dengan judul Siratal Mustaqim pada tahun
1628. menurut Hamka, kitab Hukum Islam yang ditulis oleh Ar-Raniri ini merupakan
kitab hukum Islam pertama yang disebarkan ke seluruh Indonesia. oleh Syaikh
Muhammad Arsyad Al-Banjari, yang menjadi mufti di Banjarmasin, kitab hukum
Siratal Mustaqim itu diperluas dan diperpanjang uraiannya dan dijadikan pegangan
dalam menyelesaikan sengketa antara umat Islam di daerah kesultanan Banjar.
Kitab yang sudah diuraikan ini kemudian diberi nama Sabilal Muhtadin. Di daerah
kesultanan Palembang dan Banten, terbit pula beberapa kitab Hukum Islam yang
dijadikan pegangan oleh umat Islam dalam menyelesaikan berbagai masalah dalam
hidup dan kehidupan mereka ditulis oleh Syaikh Abdu Samad dan Syaikh Nawawi
Al-Bantani.
Dari uraian singkat di atas dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa sebelum
Belanda mengukuhkan kekuasannya di Indonesia, hukum Islam sebagai hukum
yang berdiri sendiri telah ada dalam masyarakat, tumbuh dan berkembang di
samping kebiasaan atau adat penduduk yang mendiami kepulauan Nusantara ini.
Islam berakar dalam kesadaran penduduk kepulauan Nusantara dan mempunyai
pengaruh yang bersifat normatif dalam kebudayaan Indonesia.
Pada akhir abad keenam belas, VOC merapatkan kapalnya di Pelabuhan
Banten, Jawa Barat. semula maksudnya adalah berdagang, tapi kemudian
haluannya berubah menjadi menguasai kepulauan Indonesia. VOC memiliki dua
fungsi, pertama sebagai pedagang, kedua sebagai badan pemerintahan. Dalam kata
lain, Sebagai badan pemerintahan VOC menggunakan hukum Belanda yang
dibawanya. Akan tetapi hukum Belanda tidak pernah bisa diterapkan seluruhnya,
sehingga VOC kemudian membiarkan lembaga lembaga asli yang ada di dalam
masyarakat berjalan terus seperti keadaan sebelumnya. Pemerintah VOC terpaksa
harus memperhatikan hukum yang hidup dan diikuti oleh rakyat dalam kehidupan
mereka sehari hari. Dalam statuta Jakarta (Batavia) tahun 1642 disebutkan bahwa
mengenai soal kewarisan bagi orang Indonesia yang beragama Islam harus
dipergunakan hukum Islam, yakni hukum yang dipakai oleh rakyat sehari hari.

Berdasarkan pola pemikiran tersebut, pemerintah VOC meminta kepada D.W.


Freijer untuk menyusun suatu compendium (intisari atau ringkasan) yang memuat
hukum

perkawinan

dan

hukum

kewarisan

Islam.

Setelah

diperbaiki

dan

disempurnakan oleh para penghulu dan ulama Islam, ringkasan kitab hukum
tersebut diterima oleh pemerintah VOC (1760) dan dipergunakan oleh pengadilan
dalam menyelesaikan sengketa yang terjadi di kalangan umat Islam di daerah
daerah yang dikuasai VOC. Selain Compendium Freijer, banyak lagi kitab hukum
yang dibuat di zaman VOC, di antaranya ialah kitab hukum mogharraer untuk
Pengadilan Negeri Semarang. Kitab hukum ini adalah kitab perihal hukum hukum
Jawa yang dialirkan dengan teliti dari kitab hukum Islam Muharrar karangan Ar-Rafii.
Mogharraer memuat sebagian besar hukum pidana Islam. Posisi hukum Islam di
zaman VOC ini berlangsung demikian, selama lebih kurang dua abad.
Waktu pemerintahan VOC berakhir dan pemerintahan kolonial Belanda
menguasai sungguh sungguh kepulauan Indonesia, sikapnya terhadap hukum
Islam mulai berubah. Perubahan ini khususnya tampak pada abad ke 19, dimana
ketika itu banyak orang Belanda sangat berharap dapat segera menghilangkan
pengaruh agama Islam dari sebagian besar orang Indonesia dengan berbagai cara,
salah satunya adalah kristenisasi. Mereka berpendapat bahwa pertukaran agama
penduduk menjadi kristen akan menguntungkan negeri Belanda. Selain itu,
pemerintah Belanda memiliki keinginan yang kuat untuk menata dan mengubah
hukum di Indonesia menjadi hukum Belanda, karena adanya anggapan bahwa
hukum Eropa jauh lebih baik daripada hukum yang telah ada di Indonesia. untuk
melaksanakan maksud tersebut pemerintah Belanda kemudian mengangkat suatu
komisi yang diketuai oleh Mr. Scholten van Oud Haarlem yang bertugas untuk
melakukan penyesuaian undang undang Belanda itu dengan Indonesia.
Mengenai kedudukan hukum Islam dalam usaha pembaharuan tata hukum di
Hindia Belanda, Scholten berpendapat bahwa hukum Islam sebaiknya tetap
dibiarkan ada dalam masyarakat agar tidak terjadi hal hal yang tidak
menyenangan. Pendapat inilah yang mungkin menyebabkan pasal 75 RR
menginstruksikan kepada pengadilan untuk mempergunakan undang undang
agama dan lembaga lembaga kebiasaan mereka bila golongan bumi putera
bersengketa, sejauh undang undang dan kebiasaan tersebut tidak bertentangan
dengan hukum Belanda. Pemerintah Hindia Belanda kemudian mendirikan

Pengadilan Agama di Jawa dan Madura untuk menyelesaikan perkara perdata


antara sesama orang bumi putera. Inti wewenang Pengadilan Agama ini adalah
kelanjutan praktik pengadilan dalam masyarakat bumiputera yang beragama Islam
yang telah berlangsung sejak zaman pemerintahan VOC dan kerajaan kerajaan
Islam sebelumnya.
Seorang ahli hukum Belanda bernama van den Berg mengatakan bahwa
orang Islam Indonesia telah melakukan resepsi hukum Islam dalam keseluruhannya
dan sebagai satu kesatuan: receptio in complexu. Pendapat ini kemudian ditentang
oleh Christian Snouck Hurgronje, ia berpendapat bahwa yang berlaku bagi orang
Islam di kedua daerah itu bukanlah hukum Islam, tetapi hukum Adat. Pendapat ini
kemudian terkenal dengan nama receptie theorie. Karena teori inilah pada tahun
1922, pemerintah Belanda membentuk sebuah komisi untuk meninjau kembali
wewenang Priesterraad atau Raad Agama di Jawa dan Madura yang tahun 1882
secara resmi berwenang mengadili perkara kewarisan orang orang Islam menurut
ketentuan hukum Islam. Dengan alasan bahwa hukum kewarisan Islam belum
diterima sepenuhnya oleh hukum adat, maka melalui pasal 2a ayat (1) S. 1937 : 116
dicabutlah wewenang Raad atau Pengadilan Agama di Jawa dan Madura untuk
mengadili perkara warisan. Usaha giat raja raja Islam di Jawa menyebarkan
hukum Islam di kalangan rakyatnya distop oleh pemerintah kolonial sejak 1 April
1937. wewenang untuk mengadili perkara kewarisan pun dialihkan ke Landraad.
Akan tetapi, Landraad ketika memutuskan perkara warisan dianggap sangat
bertentangan dengan hukum Islam, sehingga menimbulkan reaksi dari berbagai
organisasi Islam. Majelis Islam Ala Indonesia (MIAI) pun memprotes kehadiran S.
1937 : 116, karena staatsblad tersebut dianggap telah menggoyahkan kedudukan
hukum Islam dalam masyarakat Muslim Indonesia. Meski begitu pemerintah Belanda
tetap tidak menghiraukan protes tersebut.
Usaha untuk mengendalikan dan menempatkan hukum Islam dalam
kedudukannya semula (sebelum dikendalikan oleh Pemerintah Belanda) terus
dilakukan oleh para pemimpin Islam dalam berbagai kesempatan yang terbuka.
Salah satu contohnya adalah ketika sidang BPUPKI berhasil menghasilkan Piagam
Jakarta (22 juni 1945) yang selanjutnya menjadi Pembukaan Undang Undang
Dasar 1945. di dalam piagam ini, dinyatakan antara lain bahwa negara berdasarkan
pada Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk

pemeluknya. Tujuh kata terakhir ini oleh PPKI diganti dengan kata Yang Maha Esa
dan ditambahkan pada Ketuhanan sehingga berbunyi Ketuhanan Yang Maha Esa.
Setelah kemerdekaan Indonesia, adanya UUD 1945 sebagai sumber hukum
tertinggi di Indonesia, maka IS yang menjadi landasan legal teori resepsi sudah tidak
berlaku lagi. Bagaimana posisi hukum Islam? Dapat dilihat pada Pasal 2 ayat (1)
Undang Undang Perkawinan yang mengatakan bahwa perkawinan adalah sah
apabila dilakukan menurut agama, maka jelas hukum Islam telah langsung menjadi
sumber hukum. Pengadilan bagi orang yang beragama Islam adalah Pengadilan
Agama. Pengadilan Agama kembali mempergunakan Hukum Islam, sekurang
kurangnya satu asas dalam menyelesaikan satu sengketa. Pengadilan Agama juga
diperbolehkan menggunakan hukum adat asalkan tidak bertentangan dengan hukum
Islam.
B. Kedudukan Hukum Islam dalam Sistem Hukum Nasional
Kini, di Indonesia, hukum Islam yang disebut dan ditentukan oleh peraturan
perundang undangan dapat berlaku langsung tanpa harus melalui hukum Adat.
Republik Indonesia dapat mengatur suatu masalah sesuai dengan hukum Islam,
sepanjang pengaturan itu hanya berlaku bagi pemeluk agama Islam. Kedudukan
hukum Islam dalam sistem hukum Indonesia adalah sama dan sederajat dengan
hukum Adat dan hukum Barat, karena itu hukum Islam juga menjadi sumber
pembentukan hukum nasional yang akan datang di samping hukum adat dan hukum
barat yang juga tumbuh dan berkembang dalam negara Republik Indonesia.
Berlakunya hukum Islam di Indonesia dan telah mendapat tempat
konstitusional menurut

Abdul

Ghani

Abdullah

berdasar

pada

tiga

alasan,

yaitu: Pertama, alasan filosofis, ajaran Islam merupakan pandangan hidup, cita
moral dan cita hukum mayoritas muslim di Indonesia, dan ini mempunyai peran
penting bagi terciptanya norma fundamental negara Pancasila; Kedua, alasan
Sosiologis. Perkembangan sejarah masyarakat Islam Indonesia menunjukan bahwa
cita hukum dan kesadaran hukum bersendikan ajaran Islam memiliki tingkat
aktualitas yang berkesiambungan; dan Ketiga, alasan Yuridis yang tertuang dalam
pasal 24, 25 dan 29 UUD 1945 memberi tempat bagi keberlakuan hukum Islam
secara yuridis formal.

Menurut mantan Menteri Kehakiman Ali Said pada pidatonya di upacara


pembukaan Simposium Pembaruan Hukum Perdata Nasional di Yogyakarta tanggal
21 Desember 1981 hukum Islam terdiri dari dua bidang, bidang ibadah dan bidang
muamalah. Pengaturan hukum yang bertalian dengan ibadah bersifat rinci, sedang
pengaturan mengenai muamalah tidak terlalu rinci. Yang ditentukan dalam bidang
muamalah hanyalah prinsip prinsipnya saja. Pengembangan dan aplikasi prinsip
prinsip tersebut diserahkan sepenuhnya kepada para penyelenggara negara dan
pemerintahan. Oleh karena hukum Islam memegang peranan penting dalam
membentuk serta membina ketertiban sosial umat Islam dan mempengaruhi segala
segi kehidupannya, maka jalan terbaik yang dapat ditempuh ialah mengusahakan
secara ilmiah adanya transformasi norma norma hukum Islam ke dalam hukum
nasional, sepanjang norma tersebut sesuai dengan Pancasila dan Undang
Undang Dasar 1945 serta relevan dengan kebutuhan hukum khusus umat Islam.
Menurut Ali Said, banyak asas yang bersifat universal terkandung dalam hukum
Islam yang dapat digunakan dalam menyusun hukum nasional.
Kutipan ini semakin menegaskan bahwa hukum Islam berkedudukan sebagai
sumber bahan baku penyusunan hukum nasional.
C. Hukum Islam Dalam Pembinaan Hukum Nasional
Pada tahap perkembangan pembinaan hukum nasional sekarang, menurut
Daud Ali, yang diperlukan oleh Badan Pembinaan Hukum Nasional adalah badan
yang berwenang merancang dan menyusun hukum nasional yang akan datang
adalah asas asas dan kaidah kaidah hukum Islam dalam segala bidang, baik
yang bersifat umum maupun khusus. Umum adalah ketentuan ketentuan umum
mengenai peraturan perundang undangan yang akan berlaku di tanah air kita,
sedangkan khusus contohnya adalah asas asas hukum perdata Islam terutama
mengenai hukum kewarisan, asas asas hukum ekonomi terutama mengenai hak
milik, perjanjian dan utang piutang, asas asas hukum pidana Islam, asas asas
hukum tata negara dan administrasi pemerintahan, asas asas hukum acara dalam
Islam dan lain lain.
Masalah utama yang dihadapi oleh lembaga pembinaan hukum nasional
adalah merumuskan asas asas dalam hukum Islam tersebut ke dalam kata kata
jelas yang dapat diterima oleh semua golongan di pelosok tanah air, bukan hanya

orang Islam saja. Tim pengkajian Hukum Islam Babinkumnas telah berusaha
menemukan asas asas tersebut dan merumuskannya ke dalam kaidah kaidah
untuk dijadikan untuk dijadikan bahan pembinaan hukum nasional. Berbagai asas
dapat dikembangkan melalui jurisprudensi peradilan agama, karena asas asas ini
dirumuskan dari keadaan konkret di tanah air kita, sehingga dapat lebih mudah
diterima.
Konsep

pengembangan

hukum

Islam,

secara

kuantitatif

begitu

mempengaruhi tatanan sosial-budaya serta politik dan hukum dalam masyarakat.


Kemudian,

konsep

tersebut

lalu

diubah

arahnya

yaitu

secara

kualitatif

diakomodasikan dalam berbagai perundang undangan yang dilegaslasikan oleh


lembaga pemerintah dan negara. Konkretisasi dari pandangan ini selanjutnya
disebut sebagai usaha transformasi hukum Islam ke dalam bentuk perundang
undangan.
Transformasi hukum agama menjadi hukum nasional terjadi juga di beberapa
negara muslim seperti Mesir, Syria, Irak, Jordania dan Libya. Yang berbeda adalah
kadar unsur unsur hukum Islam dalam hukum nasional negara negara yang
bersangkutan. Di negara negara tersebut, hukum nasional mereka merupakan
percampuran antara hukum barat dan hukum Islam, sementara di Indonesia, hukum
nasional di masa yang akan datang akan merupakan perpaduan antara hukum adat,
hukum Islam dan hukum eks-Barat.
D. Kontribusi Hukum Islam Terhadap Perkembangan Hukum Nasional
Sebagaimana telah dijelaskan di atas, bahwa sistem hukum yang mewarnai
hukum nasional kita di Indonesia selama ini pada dasarnya terbentuk atau
dipengaruhi oleh tiga pilar subsistem hukum yaitu sistem hukum barat, hukum adat
dan sistem hukum Islam, yang masing-masing menjadi sub-sistem hukum dalam
sistem hukum Indonesia.
Sistem Hukum Barat merupakan warisan penjajah kolonial Belanda yang
selama 350 tahun menjajah Indonesia. Penjajahan tersebut sangat berpengaruh
pada sistem hukum nasional kita. Sementara Sistem Hukum Adat bersendikan atas
dasar-dasar alam pikiran bangsa Indonesia, dan untuk dapat sadar akan sistem
hukum adat orang harus menyelami dasar-dasar alam pikiran yang hidup di dalam

masyarakat Indonesia. Kemudian sistem Hukum Islam, yang merupakan sistem


hukum yang bersumber pada kitab suci AIquran dan yang dijelaskan oleh Nabi
Muhammad dengan hadis/sunnah-Nya serta dikonkretkan oleh para mujtahid
dengan ijtihadnya. Bustanul Arifin menyebutnya dengan gejala sosial hukum itu
sebagai perbenturan antara tiga sistem hukum, yang direkayasa oleh politik hukum
kolonial Belanda dulu yang hingga kini masih belum bisa diatasi,[1][48] seperti
terlihat dalam sebagian kecil pasal pada UU No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan
Syariah.
Dari ketiga sistem hukum di atas secara objektif dapat kita nilai bahwa hukum
Islamlah ke depan yang lebih berpeluang memberi masukan bagi pembentukan
hukum nasional. Selain karena mayoritas penduduk Indonesia beragama Islam dan
adanya kedekatan emosional dengan hukum Islam juga karena sistem hukum
barat/kolonial sudah tidak berkembang lagi sejak kemerdekaan Indonesia,
sementara hukum adat juga tidak memperlihatkan sumbangsih yang besar bagi
pembangunan hukum nasional, sehingga harapan utama dalam pembentukan
hukum nasional adalah sumbangsih hukurn Islam.
Hukum Islam memiliki prospek dan potensi yang sangat besar dalam
pembangunan hukum nasional. Ada beberapa pertimbangan yang menjadikan
hukum Islam layak menjadi rujukan dalam pembentukan hukum nasional yaitu:
a. Undang-undang yang sudah ada dan berlaku saat ini seperti, UU Perkawinan, UU
Peradilan Agama, UU Penyelenggaraan Ibadah Haji, UU Pengelolaan Zakat dan UU
Otonomi Khusus nanggroe Aceh Darussalam serta beberapa undang-undang
lainnya yang langsung maupun tidak langsung memuat hukum Islam seperti UU
Nomor 10 Tahun 1998 tentang perbankan yang mengakui keberadaan Bank Syari'ah
dengan prinsip syari'ahnya., atau UU NO. 3 Tahun 2006 tentang Peradilan Agama
yang semakin memperluas kewenangannya, dan UU Nomor 21 Tahun 2008 tentang
Perbankan Syariah.
b.

Jumlah penduduk Indonesia yang mencapai lebih kurang 90 persen beragama


Islam akan memberikan pertimbangan yang signifikan dalam mengakomodasi
kepentingannya.

c.

Kesadaran umat Islam dalam praktek kehidupan sehari-hari. Banyak aktifitas


keagamaan masyarakat yang terjadi selama ini merupakan cerminan kesadaran
mereka menjalankan Syari'at atau hukum Islam, seperti pembagian zakat dan waris.

d.

Politik pemerintah atau political will dari pemerintah dalam hal ini sangat
menentukan. Tanpa adanya kemauan politik dari pemerintah maka cukup berat bagi
Hukum Islam untuk menjadi bagian dari tata hukum di Indonesia.
Untuk lebih mempertegas keberadaan hukum Islam dalam konstalasi hukum
nasional dapat dilihat dari Teori eksistensi tentang adanya hukum Islam di dalam
hukum nasional Indonesia. Sebagaimana telah dipaparkan pada bab sebelumnya.
Bila dilihat dari realitas politik dan perundang-undangan di Indonesia
nampaknya eksistensi hukum Islam semakin patut diperhitungkan seperti terlihat
dalam beberapa peraturan perundangan yang kehadirannya semakin memperkokoh
Hukum Islam:

a. Undang-Undang Perkawinan
Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan disahkan dan diundangkan
di Jakarta Pada tanggal 2 Januari 1974 (Lembaran Negara Tahun '1974 No.
Tambahan Lembaran Negara Nomer 3019).
b. Undang-Undang Peradilan Agama
Undang-Undang No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama disahkan dan
diundangkan di Jakarta pada tanggal 29 Desember 1989 (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1989 No. 49, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia No. 3400). Kemudian pada tanggal 20 Maret 2006 disahkan UU Nomor 3
tahun 2006. tentang Perubahan atas UU No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan
Agarna. Yang melegakan' dari UU ini adalah semakin luasnya kewenangan
Pengadilan Agama khususnya kewenangan dalam menyelesaikan perkara di bidang
ekonomi syari'ah. Untuk menjelaskan berbagai persoalan syari'ah di atasDewan
Syari'ah Nasional (DSN) telah mengeluarkan sejumlah fatwa yang berkaitan dengan
ekonomi syari'ah yang sampai saat ini jumlahnya sudah mencapai 53 fatwa. Fatwa
tersebut dapat menjadi bahan utama dalam penyusunan kompilasi tersebut.
Sehubungan dengan tambahan kewenangan yang cukup banyak kepada pengadilan
agama sebagaimana pada UU No. 3 tahun 2006 yaitu mengenai ekonomi syari'ah,

sementara hukum Islam mengenai ekonomi syari'ah masih tersebar di dalam kitabkitab fiqh dan fatwa Dewan Syari'ah Nasional, kehadiran Kompilasi Hukum Ekonomi
Syari'ah (KHES) yang didasarkan pada PERMA Nomor 2 Tahun 2008, tanggal 10
September 2008 tentangKompilasi Hukum Ekonomi Syari'ah, menjadi pedoman dan
pegangan kuat bagi para Hakim Pengadilan Agama khususnya, agar tidak terjadi
disparitas putusan Hakim, dengan tidak mengabaikan penggalian hukum yang hidup
dan berkembang dalam masyarakat sebagaimana maksud Pasal 28 ayat (1)
Undang- Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman. Kompilasi
Hukum Ekonomi Syari'ah terdiri dari 4 Buku, 43 Bab, 796 Pasal.
c. Undang-Undang Penyelenggaraan Ibadah Haji
Undang-Undang No. 17 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji disahkan
dan diundangkan di Jakarta pada tanggal 3 Mei 1999 (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1999 No. 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia No.
3832), yang digantikan oleh UU Nomor 13 Tahun 2008. UU pengganti ini memiliki 69
pasal dari sebelumnya 30 pasal. UU ini mentikberatkan pada adanya pengawasarn
dengan dibentuknya Komisi Pengawasan Haji Indonesia [KPHI]. Demikian juga
dalam UU ini diiatur secara terperinci tentang Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji
[BPIH]. Aturan baru tersebut diharapkan dapat menjadikan pelaksanaan ibadah haji
lebih tertib dan lebih baik.
d. Undang-Undang Pengelolaan Zakat
Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat disahkan dan
diundangkan di Jakarta pada tanggaI 23 September 1999 (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1999 No. 164, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia No. 3885).
e. Undang-Undang Penyelenggaraan Keistimewaan Daerah Istimewa Aceh.
Undang-Undang No. 44 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Keistimewaan
Daerah Istimewa Aceh disahkan dan diundangkan di Jakarta pada tanggal 4 Oktober
1999 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun1999 No.172, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia No.3893).
f. Undang-Undang Otonomi Khusus Aceh

Undang-Undang No. 18 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Provinsi Daerah


Istimewa Aceh Sebagai Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam disahkan dan
diundangkan di Jakarta pada tanggal 9 Agustus 2001. (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2001 No. 114, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
No. 4134).
g. Kompilasi Hukum Islam
Perwujudan hukum bagi umat Islam di Indonesia terkadang menimbulkan
pemahaman yang berbeda. Akibatnya, hukum yang dijatuhkan sering terjadi
perdebatan di kalangan para ulama. Karena itu diperlukan upaya penyeragaman
pemahaman dan kejelasan bagi kesatuan hukum Islam. Keinginan itu akhirnya
memunculkan Kompilasi Hukum Islam (KHI), yang saat ini telah menjadi salah satu
pegangan utama para hakim di lingkungan Peradilan Agama. Sebab selama ini
Peradilan Agama tidak mempunyai buku standar yang bisa dijadikan pegangan
sebagaimana halnya KUH Perdata. Dan pada tanggal 10 Juni 1991 Presiden
menandatangani Inpress No.1 Tahun 1991 yang merupakan instruksi untuk
memasyarakatkan KHI.
h. Undang-undang tentang Wakaf
Undang-Undang No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf disahkan dan diundangkan di
Jakarta pada tanggal 27 Oktober 2004 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2004 No. 159, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia No. 4459).
Kemudian pada tanggal 15 Desember 2006 ditetapkanlah peraturan pemerintah
Republik. Indonesia Nomor 42 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan Undang-Undang
Nomor 41 Tahun 2004 tentang wakaf. Maksud penyusunan peraturan pelaksanaan
PP ini adalah untuk menyederhanakan pengaturan yang mudah dipahami
masyarakat, organisasi dan badan hukum, serta pejabat pemerintahan yang
mengurus

perwakafan, BWI, dan LKS,

sekaligus

menghindari

berbagai

kemungkinan perbedaan penafsiran terhadap ketentuan yang berlaku.


i. Undang-Undang Tentang Pemerintahan Aceh
Undang-undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh, semakin
menegaskan legalitas penerapan syariat Islam di Aceh. Syariat Islam yang dimaksud
dalam

undang-undang

ini

meliputi

ibadah, al-ahwal

alsyakhshiyah (hukum

keluarga), muamalah (hukum

perdata), jinayah (hukum

pidana), qadha (peradilan), tarbiyah (pendidikan), dakwah, syi'ar, dan pembelaan


Islam. Di samping itu keberadaan Mahkamah Syar'iyah yang memiliki kewenangan
yang sangat luas semakin memperkuat penerapan hukum Islam di Aceh. Mahkamah
Syar'iyah merupakan pengadilan bagi setiap orang yang beragama Islam dan
berada di Aceh. Mahkamah ini berwenang memeriksa, mengadili, memutus dan
menyelesaikan perkara yang meliputi bidang al-ahwal al-syakhshiyah (hukum
keluarga),muamalah (hukum

perdata) tertentu, jinayah (hukum

pidana) tertentu,

yang didasarkan atas syari'at Islam.


j. Undang-undang Tentang Perbankan Syari'ah
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang- Undang
Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, yang diundangkan pada tanggal 10
November 1998, menandai sejarah baru di bidang perbankan yang mulai
memberlakukan sistem ganda duel sistem banking di Indonesia, yaitu sistem
perbankan konvensional dengan piranti bunga, dan sistem perbankan dengan
peranti akad-akad yang sesuai dengan prinsip-prinsip syariah. Sejarah perbankan
secara faktual telah mencatat bahwa dalam kurun waktu antara tahun 1992 hingga
Mei 2004 telah berkembang pesat perbankan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang
Nomor 21 Tahun 2008 (selanjutnya disebut UU No. 21 Tahun 2008) tentang
Perbankan Syariah menyebutkan bahwa perbankan syariah adalah segala sesuatu
yang menyangkut tentang Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah, mencakup
kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan
usahanya. Akad-akad dimaksud antara lain adalah : wadi'ah, mudharabah,
musyarakah, ijarah, ijarah muntahiya bit-tamlik, murabahah, salam, istishna'I, qardh,
wakalah, atau akad lain yang sesuai dengan prinsip syariah.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat ditarik adalah hukum Islam bersifat universal, berlaku
kepada setiap orang yang beragama Islam, dimanapun dan kapanpun ia berada.
Oleh karena itu, hukum Islam juga berlaku terhadap umat Islam di Indonesia. hanya
saja, tidak semua peraturan dalam hukum Islam menjadi hukum nasional,
dikarenakan harus disesuaikan terlebih dahulu dengan karakter bangsa dan Undang
Undang Dasar 1945.
Hukum Islam di Indonesia telah mengalami pasang surut seiring dengan
kebijakan yang diterapkan oleh pemerintah. Pasang surut tersebut adalah
perkembangan yang dinamis dan berkesinambungan bagi upaya transformasi
hukum Islam ke dalam sistem hukum Nasional. Sejarah produk hukum Islam sejak
masa penjajahan hingga masa kemerdekaan dan masa reformasi merupakan fakta
yang menjadi bukti bahwa sejak dahulu kala hukum Islam telah menjadi hukum yang
sangat berpengaruh di Indonesia.
Hukum Islam berkedudukan sebagai salah satu hukum yang mempengaruhi
perkembangan sistem hukum nasional. Beberapa hukum Islam yang telah melekat
pada masyarakat kemudian dijadikan peraturan perundang undangan. Dengan
adanya peraturan peraturan perundang undang yang memiliki muatan hukum

Islam maka umat muslim Indonesia pun memiliki landasan yuridis dalam
menyelesaikan masalah masalah perdata.
Berdasarkan berbagai uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa prospek
penerapan hukum Islam di Indonesia cukup cerah.
Kesimpulan tersebut didasarkan pada berbagai kenyataan positif, antara lain:
1. Berbagai kebijakan dan kebijaksanaan pemerintah selaku penyelenggara Negara
yang memberi peluang bagi berperannya hukum Islam.
2. Telah terwujudnya berbagai peraturan dan perundang-undangan yang membuat
hukum Islam menjadi lebih eksis sebagai sub sistem dalam sistem hukum nasional.
3. Adanya upaya yang cukup maksimal dari kalangan umat Islam dan pakar hukum
Islam melalui dakwah dan pendidikan, sehingga selain dapat lebih meningkatkan
kualitas iman juga kesadaran untuk melaksanakan secara hukum secara maksimal.
Sekian semoga bermanfaat bagi semuanya, jazakumullah khairal jaza.
B. Saran
Sebagai saran, diharapkan untuk perkembangan hukum Islam selanjutnya
dapat dikeluarkan lagi peraturan perundang undangan mengenai apa yang belum
ada sebelumnya. Sebagai contoh, anak adopsi. Islam tidak mengenal adanya anak
adopsi, yang ada hanyalah anak asuh. Yang mengenal soal pengangkatan anak
hanyalah hukum barat dan hukum adat. Bila peraturan mengenai adopsi / asuh
dikeluarkan menurut hukum Islam maka akan menimbulkan kepastian hukum bagi
anak anak asuh / adopsi maupun orangtuanya.
Selanjutnya adalah mengenai perkawinan antar agama yang belum diatur
dengan gamblang di Undang Undang Perkawinan. Seharusnya, dimuat aturan
yang jelas mengenai laki laki muslim yang diperbolehkan menikah dengan
perempuan non muslim, atau perempuan muslim yang diharamkan menikah dengan
laki laki non muslim. Selama ini karena peraturannya tidak ada maka banyak
orang memilih untuk menikah di luar negeri. Bila peraturannya ada, maka batas
antara larangan dan bukan akan terlihat jelas.

DAFTAR PUSTAKA
Buku :
Ali,

Muhammad
Daud, Penerapan Hukum Islam dalam Negara
Republik
Indonesia, Makalah disampaikan pada Pendidikan Kader Ulama di Jakarta, tanggal
17 Mei 1995.

_________________, Kedudukan Hukum Islam dan Sistem Hukum di Indonesia, (Jakarta:


Risalah, 1984).
_________________, Hukum Islam, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum
Islam di Indonesia. Edisi Revisi (Jakarta: Rajawali Press, 1998).
_________________, Hukum Islam dan Peradilan Agama. (Jakarta: Rajawali
Press, 1997).

Didi Kusnadi. Hukum Islam di Indonesia (Tradisi, Pemikiran, Politik Hukum dan
Produk Hukum). Kuningan: Ebook, 2010.
Rafiq, Ahmad, Hukum Islam di Indonesia (Cet I; Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1995)
Rasdiyanah, Andi, Kontribusi Hukum Islam dalam Mewujudkan Hukum Pidana
Nasional, Makalah Disampaikan pada upacara Pembukaan Seminar Nasional
tentang Kontribusi Hukum Islam Terhadap Terwujudnya Hukum Pidana Nasional
yang Berjiwa Kebangsaan, UII-Yogyakarta, 2 Desember 1995.
Speyoeti, Zarkowi, Kontribusi Hukum Islam Terhadap Hukum Nasional, Makalah
disampaikan pada Seminar Konsep Keadilan dalam Perspektif Hukum, IAIN Sunan
Ampel Gunungjati-Bandung, 16 Mei 1994.
Peraturan PerUndang-Undangan:
UUD 1945.
Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.
Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
Undang-Undang No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama.
Undang- Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan.
Undang-Undang No. 17 Tahun 1999 Jo UU Nomor 13 Tahun 2008 tentang
Penyelenggaraan Ibadah Haji.
Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat.
Undang-Undang No. 44 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Keistimewaan
Daerah Istimewa Aceh.

Undang-Undang No. 18 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Provinsi Daerah


Istimewa Aceh.
Undang-Undang No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf.

Kata Pengantar
Segala puji hanya milik Allah SWT. Shalawat dan salam selalu tercurahkan
kepada Rasulullah SAW. Berkat limpahan dan rahmat-Nya penyusun mampu
menyelesaikan tugas makalah ini guna memenuhi tugas mata kuliah Hukum Islam.
Hukum Islam sebagai salah satu Hukum yang diakui di Indonesia dan manjadi hukum
yang membina moral sangat penting dipelajari.
Dalam penyusunan tugas atau materi ini, tidak sedikit hambatan yang penulis hadapi.
Namun penulis menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan materi ini tidak lain berkat
bantuan, dorongan, dan bimbingan orang tua, sehingga kendala-kendala yang penulis hadapi
teratasi.
Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang Hukum Islam di
Indonesia. Makalah ini di susun oleh penyusun dengan berbagai rintangan. Baik itu yang
datang dari diri penyusun maupun yang datang dari luar. Namun dengan penuh kesabaran dan
terutama pertolongan dari Allah akhirnya makalah ini dapat terselesaikan.
Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas dan menjadi
sumbangan pemikiran kepada pembaca khususnya para mahasiswa Universitas Hasanuddin.
Saya sadar bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari sempurna. Untuk itu,
kepada dosen pembimbing saya meminta masukannya demi perbaikan pembuatan
makalah saya di masa yang akan datang dan mengharapkan kritik dan saran dari para
pembaca.

Penulis

Daftar Isi
Halaman
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI

................................................................................ i

............................................................................................ ii

BAB I PENDAHULUAN

.................................................................... 1

BAB II PEMBAHASAN ...............................................................................


SEJARAH DAN
INDONESIA

ALASAN PENGAJARAN
HUKUM
ISLAM
...............................................................................

SUMBER-SUMBER HUKUM ISLAM

DI

...........................................

HUKUM ISLAM DAN PERKEMBANGANNYA DI INDONESIA


HUKUM ISLAM DAN PEMBANGUNAN NASIONAL

.......
...................

BAB III KESIMPULAN ...............................................................................


BAB IV PENUTUP

...............................................................................

DAFTAR PUSTAKA

BAB I
PENDAHULUAN
I.

Latar Belakang
Ajaran islam populer juga disebut dengan dienul-Islam merupakan salah satu ajaran
Agama somawi (langit), jika tidak mau dikatakan sebagai kelanjutan agama agama samawi
sebelumnya. Selain memiliki karakteristik yang berbeda dengan sejumlah agama yang
berkembang di dunia yang biasa dikenal dengan agama dunia. Karakteristik Islam demikian
itu dipertegas dalam Alquran, wama arsalnaka ila rahmatan lilamin ( tiadalah risallah Islam
ini diturunkan melainkan untuk kepentingan seluru alam semesta).
Tentunya ajaran islam memiliki sumber-sumber atau dari mana asal muasal dari
ajaran islam tersebut. Ajaran islam juga sebagai ajaran penutup dari ajaran ajaran
sebelumnya memiliki berbagai dinamika. Khususnya di Indonesia ajaran islam memiliki
beberapa fase mulai dari masa penjajahan, pasca kemerdekaan dan juga saat sekarang ini
serta peranan Ajaran Islam dalam pembangunan Nasional.
Sehubungan dengan hal tersebut dalam makalah ini akan dibahas tentang HUKUM
ISLAM DI INDONESIA.
II.
Batasan dan Perumusan Masalah
1. Batasan Masalah

a.
b.
c.
d.
2.

a.
b.
c.
d.
III.

Dari uraian latar belakang diatas terdapat beberapa masalah yang akan dibahas. Tapi masalah
tersebut harus mempunyai batasan batasan. Adapun batasan batasan tersebut sebagai
berikut :
Pengajaran dan Eksistensi Hukum islam di Indonesia
Sumber-Sumber Hukum Islam
Perkembangan Hukum Islam di Indonesia
Hukum islam dan peranannya dalam pembangunan nasional.
Perumusan Masalah
Dari Batasan Batasan Masalah tersebut diatas maka perumusan masalah dapat dirumuskan
sebagai berikut :
Bagaimana Pengajaran dan Eksistensi Hukum islam di Indonesia?
Dari mana Hukum Islam itu ditemukan ?
Bagaimana perkembangan hukum islam ?
Apa apa saja peranan hukum islam dalam pembangunan nasional ?
Tujuan Penulisan Makalah
Penulisan makalah ini bertujuan untuk membahassecara teoritis tentang perjalanan
panjang Rasul dalam menegakkan agama Islamsebagai agama yang diredhai Allah.Kegunaan
makalah ini adalah untuk memberitahukan kepada semuaorang tentang perjuangan Rasul
untuk dapat menegakkan agama Islam, sehinggasekarang ini kita dapat mereguk
nikmatnya beribadah dijalan yang benar yaitu dalam Islam.

BAB II
PEMBAHASAN
SEJARAH DAN ALASAN PENGAJARAN HUKUM ISLAM DI
INDONESIA
A.

Sejarah Hukum Islam di Indonesia


Hukum islam yang juga merukan salah satu sistem hukum yang berlaku di Indonesia
disamping sistem hukum lainnya (sistem hukum Adat dan sistem hukum barat) pada dasarnya

kedudukannya adalah sama. Ketiga sistem hukum tersubut adalah relevan dengan kebutuhan
hukum masyarakat.
Dalam kurikulum Fakultas Hukum yang berlaku sekarang ini berdasarkan SK.
Menteri P dan K RI No.17/D/O/1993, mata kuliah ini dinamakan Hukum Islam yang
statusnya adalah sebagai mata kuliah wajib dalam muatan nasional.

B.

Beberapa Alasan Pengajaran Hukum Islam di Indonesia


Mura P. Hatagalung (1985 : 140-141) mengemukakan bahwa sekurang-kurangnya
terdapat tiga pertimbangan mengapa mata kuliah ini menjadi suatu yang mutlak dipelajari dan
dicantumkan dalam kurikulum nasional pada perguruan tinggi hukum, yaitu :
1.

Alasan sosiologis, alasan berdasarkan kemasyarakatan yakni bahwa mayoritas rakyat


indonesia adalah beragama islam.

2.

Alasan Historis, alasan berdasarkan sejarah. Ditinjau dari segi sejarahnya, ternyata hukum
islam menjadi satu cabang ilmu hukum yang diarkan sejak jaman penjajahan belanda pada
perguruan tinggi hukum di Batavia (nama Jakarta pada masa lampau).

3.

Alasan Yuridis, alasan berdasarkan hukum. Dari segi yuridis, hukum islam telah lama
dipraktekkan oleh masyarakat islam di Indonesia, terutama di daerah yang penduduknya
sangat berpegang teguh pada ajaran islam seperti Aceh, Minangkabau dan daerah daerah
lainnya.

4.

Alasan Konstitusional, alasan berdasarkan konstitusi. Dalam pembukaan Undang Undang


Dasar 1945 tercantum sila sila pancasila yang sila pertamanya adalah ketuhanan yang
mahaesa yang sesungguhnya menjadi dasar keagamaan di Indonesia yang sekaligus menjadi
dasar keagaan di Indonesia.

5.

Alasan Ilmiah, hukum islam sebagai salah satu cabang ilmu telah lama menjadi objek kajian
ilmiah oleh para ilmuan islam sediri maupun ilmuan kalangan orientalis ( ahli mengenai
islam tapi bukan muslim ). Pada 1952 di Paris Perancis diadakan the week of Islamic low
yang dihadiri oleh para ahli perbadingan hukum baik islam maupun non islam. Seminar ini
antara lain mengambil keputusan sebagai berikut :

a.

Asas Asas hukum islam mempunyai nilai yang tinggi dan tidak dapat dipertikaikan lagi.

b.

Dalam berbagai mazhab dalam hukum islam terdapat keyayaan pemikiran hukum serta
teknik mengagumkan yang memberi kemungkinan kepada hukum islam untuk berkembang
memenuhi semua kebutuhan dan penyesuaian yang dituntut oleh kehidupan modern.

c.

Berbagai bidang dalam hukum islam telah mengalami perkembangan yang senantiasa
memerlukan respon dan sosialisasi agar hukum islam senantiasa aktual dan menjadi pedoman
dalam menciptakan kehidupan yang damai tertib dan sejahtera.

SUMBER- SUMBER HUKUM ISLAM


A.

Urgensi Sumber Sumber Hukum Islam


Pada semua sistem hukum telah memiliki sarana yang disebut dengan sumber-sumber
hukum yang berperan untuk memberikan solusi untuk menjadikan sistem tersebut aksereratif
dengan segala peristiwa dan pembuat sistem tersebut semakin berkembang sesuai dengan
tuntutan perkembangan dan peradaban manusia.
Sumber dari sesuatu peraturan hukum adalah sangat penting untuk diketahui oleh
karena dari sumber itu dapat diketahui dari mana asalnya peraturan itu. Dalam garis besarnya
Sumber Hukum Islam dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu :
1. Sumber Naqly, adalah sumber hukum dimana seorang mujtahid tidak mempunyai peranan
dalam pembentukannya karena memeng sumber hukum tersebut telah tersedia.
2. Sumber Aqly, adalah sumber hukum dimana seorang mujtahid dapat berperan dalam
pembentukannya. Misalnya : Qias, Istishan, Istislah muslahat-muslahat dan istishab.
Selain daripada pembagian tersebut di atas, sumber hukum islam secara besar dapat
pula dibagi menjadi: Sumber Hukum Ashliah yang didalamnya adalah Al-Quran dan
Hadis/sunnnah dan sumber hukum Tarbaiyah yang mencakup Ijma, Qaul, Sahabat, Qias,
Istishan, Muslahat-Muslahat, Urf, Syariat Umat Terdaulu dan Istishab. Berikut ini akan
dijeaskan tentang sumber hukum tersebut di atas.

B.

Sumber Hukum Ashliyah


Yang dimaksud dengan Sumber Hukum Ashliyah ialah sumber hukum yang
penggunaannya tidak bergantung pada sumber hukum yang lain. Sumber hukum ini adalah
yang paling utama diantara sumber sumber Hukum Islam lainnya, oleh karena keduanya
adalah sumber wahyu.
Al-Quran
Al-Quran adalah kumpulan wahyu ilahi yang disampaikan kepada Nabi
Muhammmad s.a.w dengan perantaraan malaikat Jibril untuk mengatur hidup dan kehidupan
umat Islam pada khususnya dan umat manusia pada umumnya.
Al-Quran sebagai wahyu dari Allah pertama kali diturunkan kepada Nabi
Muhammad pada malam Lailatul Qadr, yaitu suatu malam kebesaran yang jatuh pada
malam ke tujuh belas Ramadhan.
Pada malam tujuh belas ramadhan tahun ke 41 dari kelahiran Nabi Muhammad s.a.w
tatkala beliau bersemedi di Gua Hira, turunlah ayat pertama seperti yang tercantum dalam
surat/surah Al-Alaq yang Artinya bacalah ya muhammad dengan nama Tuhanmu yang
maha Budiman yang telah mengajar manusia dengan qalam, telah mengajar manusia
tentang apa-apa yang belum diketahuinya.
Dari ayat pertama sampai kepada ayat yang terakhir tidaklah diturunkan seklaigusm
melainkan secara berangsur angsur sesuai dengan kebutuhan, misalnya apabila ada kejadian
kejadian yang perlu dipecahkan oleh nabi atau ada pertanyaan pertanyaan yang diajukan
kepada nabi yang perlu segera mendapat jawaban. Ayat ayat Al-Quran turun dalam kurung

1.

1.
2.
3.
4.
5.
6.

1.
2.
3.
2.

1.
2.

waktu 22 tahun, 2 bulan, dan 22 hariyang dibagi atas dua periode yaitu periode
Mekah/Makyah dan periode Madinah/Madaniyah.
Al-Quran terdiri dari 30 Juz,114 surah dengan jumlah ayat seluruhnya 6342,ayat
(Hanafi 1984 : 55) atau 6666 ayat (Rasyidi, 1980 :21) atau 6236 ayat (Ridwan Saleh, Bahan
Kuliah). Sebagai pegangan kita ambil jumlah 6236 ayat dan daripadanya hanyalah terdapat
228 ayatul ahkam/ ayat-ayat hukum dengan rincian sebagai berikut :
70 ayat mengenai hidup kekeluargaan, perceraian, waris-mewaris dan sebagainya;
70 ayat mengenai perdagangan, perekonomian, seperti jual-beli dan sebagainya;
30 ayat mengenai soal soal kriminal;
25 ayat mengenai hubungan antara orang islam dan bukan islam;
10 ayat mengenai hubungan antara orang kaya dan orang miskin;
13 ayat mengenai hukum acara;
10 ayat mengenai soal soal kenegaraan.
Al-Quran hanya memberikan dasar atau patokan yang umum untuk membimbing
manusia kearah kesempurnaan hidup yang selaras antara kehidupan dunia dengan kehidupan
dunia dengan kehidupan akhirat; antara lahir dan batin; antara individu dengan masyarakat
bahkan antara manusia dengan alam sekitarnya. Oleh karena itu, Al-quran dalam kaitan
dengan pembinaan hukumnya, mempunyai ciri ciri sebagai berikut :
Ayat ayat Al-Quran tidak membicarakan suatu persoalan sedetail detailnya, tetapi
cenderung memberikan kerangka yang sifatnya umum.
Ayat ayat yang menunjukkan adanya kewajiban bagi manusia tidak bersifat memberatlan
Dalam bidang ibadah semua dilarang kecuali perintah sedangkan dalam bidang muamalah
semuanya diperbolehkan kecualai ada larangan.
Dasar penetapan hukumnya tidak boleh berdasarkan prasangka semata
Ayat ayat berhubungan dengan penetapan hukum tidak pernah meninggalkan masyarakat
sebagai bahan pertimbangannya.
Penetapan hukumnya yang bersifat perubahan tidak mempunyai daya surut berlakunya.
Prinsip penetapan hukum yang bersifat perubahan yang tidak mempunyai daya surut
berlakunya ini sangat penting demi menjamin adanya kepastian hukum dalam hukum islam.
Mengenai substansi hukum yang diatur dalam Al-Quran adalah :
Ayat hukum yang mengatur masalah itiqadiyyah ( keyakinan dan keimanan )
Ayat hukum mengenai khuluqy, pola perilaku manusia yag berakhlak mulia.
Ayat hukum mengenai amaly, yang berkaitan dengan perbuatan manusia baik ibadah
maupun muamalah.
Hadis atau Sunnah Rasulullah
Hadis/Sunnah adalah segala apa yang datangnya dari Nabi Muhammad s.a.w, baik
berupa segala perkataan yang telah diucapkan, perbuatan yang perbah diperbuat dimasa
hidupnya ataupun segala yang dibiarkan berlaku.
Berdasarkan pengertian tersebut di atas maka Hadis/Sunnah pada hakekatnya dapat
dibedakan atas tiga macam :
Hadis/Sunnah Qauliyah yaitu Hadis / Sunnah yang berupa segala apa yang telah diucapkan
oleh Nabi Muhammad sebagai suatu penjelasan terhadap sesuatu.
Hadis/Sunnah Fiiliyah yaitu Hadis berupa segala apa yang pernah diperbuat oleh Nabi
Muhammad semasa hidupnya atau tindakan nyata yang telah diperbuat semasa hidupanya.

3.

1.
2.
3.

a.
b.
c.

C.

1.

2.

3.

4.

Hadis/Sunnah Taqiriyah, Yaitu hadis yang berupa apa yang dibiarkan berlaku oleh Nabi
Muhammad baik yang berwujud tindakan atau pembicaraan,dirasakan sendiri atau berupa
berita yang diterima lalu Nabi Muhammad tidak melarangnya dantidak pula menyuruh
lakukan.
Untuk mengetahui apakah itu hadis betul betul dapat dipertanggung jawabkan
kebenarannya sebagai sumber hukum, diperlukan beberapa syarat yang dapat
mendukungnya :
Harus ada mathan yaitu teks dan nash itu sendiri yang tidak boleh bertentangan dengan AlQuran
Harus ada Sanad, yaitu sandaran atau rentetan dari orang orang yang meriwatkan hadis itu
Harus ada pratiwi, yaitu orang orang yang meriwatkan hadis itu. Sehubungan dengan
adanya tiga syarat yang harus dipenuhi untuk mengetahui kuat tidaknya suatu hadis sebagai
sumber hukum maka hadis itu dapat pula dibagi tiga golongan yaitu
Hadis Mutawathir yaitu hadis yang tidak bisa sama sekali di curigai kebenarannya.
Hadis Masyhur yaitu hadis yang semula hanya diriwatkan oleh seorang yang dapat dipercaya
kemudian diteruskan oleh beberapa orang yang dipercaya pula
Hadis Ahad yaitu hadis yang secara turun temurun diriwatkan oleh orang seorang yang
layak dipercaya.
Hadis sebagai sember hukum kedua mempunyai kedudukan sebagai sumber hukum
yang tidak berdiri sendiri dalam hal berfungsi menerangkan/memberi penjelasan atas hukum
hukum ada dalam Al-Quran sedangkan hadis mempunyai kedudukan sebagai sumber
hukum yang berdiri sendiri jika ia memberikan ketentuan hukum sendiri mengenai suatu
masalah.
Sumber Hukum Tabaiyah
Sumber hukum tabaiyah adalah kebalikan dari sumber ashliyah. Yang dimaksudkan
dengan sumber hukum tabaiyah adalah sumber hukum yang penggunaanya masih bergantung
pada sumber hukum yang lain. Sumber hukum ini jumlahnya banyak, tapi yang umum
digunanakan / banyak digunakan terbatas pada Ijma, Qaul, (Pendapat) sahabat Qias,
Istihsan, Istihshalah, dan Urf, disamping Al-Quran dan hadis.
Ijma
Ijma adalah persesuaian paham atau pendapat diantara para ulama mujtahidin pada suatu
masa tertentu setelah wafatnya Nabi Muhammad s.a.w untuk menentukan hukum suatu
masalah yang belum ada ketentuan hukumnya.
Qaul
Sahabat adalah mereka yang bertemu dengan Nabi Muhammad SAW dalam keadaan beriman
dan mati dalam keadaan beriman pula. Oleh karena itu orang yang pernah bertemu Nabi
Muhammad tapi belum beriman bukan sahabat nabi.
Qias
Qias adalah perbandingan atau mempersamakan atau menerapkn hukum dari suatu perkara
yang sudah ada ketentuan hukumnya terhadap suatu perkara yang lain yang belum ada
ketentuan hukumnya oleh karena keduanya yang bersangkutan memiliki unsur unsur
kesamaan.
Istihsan

5.

6.

7.

Istihsan adalah memindahkan atau mengecualikan hukum dari suatu peristiwa dari hukum
peristiwa lain yang sejenis dan memberika kepadanya hukum yang lain karena ada alasan
yang kuat bagi pengecualian itu.
Istishlah
Istishlah adalah penetapan hukum dari suatu perkara berdasar pada adanya kepentingan
umum atau kemashlahatan umat.
Urf
Secara umum Urf adalah kebiasaan umum yang berasal dari kebiasaan masyarakat Arab pra
Islam yang diterima oleh Islam oleh karena tidak bertentangan dengan ketentuan
ketentuannya.
Istishab
Istishab adalah memahami atau membarengi apa yang telah terjadi di masa lalu.

HUKUM ISLAM DAN PERKEMBANGANNYA DI INDONESIA


A.

Hukum Islam Di Indonesia


Eksistensi Hukum Islam di Indonesia menarik untuk disimak selain negeri ini
memiliki mayoritas muslim terbesar di dunia juga memiliki karakteristik keislaman yang
berbeda dengan komunitas muslim lainnya.
Indonesia sebagai negara modern baru berdiri setengah abad yang lalu. Sebelum
penjajahan Belanda di Indonesia belum terdapat sistem hukum nasional. Tetapi sebelumnya
terdapat berbagai kerajaan besar dan kecil yang diwarnai berbagai pandangan budaya dan
agama, mempunyai ciri-ciri tersendiri.
Sebelum kedatangan Belanda, hukum islam sebenarnya telah mempunai tempat
tersendiri bagi masyarakat nusantara. Terbukti dengan beberapa fakta. Misalnya, Sultan
Malikul Zahir dari Samudra Pasai adalah salah satu ahli agama dan ahli hukum islam yang
terkenal pada abad ke-14 Masehi. Melalui kerajaan ini hukum islam mazhab syafii
disebarkan ke kerajaan kerajaan lain seluruh wilayah kepulauan nusantara.bahkan ahli
hukum dari Kerajaan Malaka sering datang ke Samudera Pasai untuk mencari kata putus
permasahaan hukum islam yang terjadi di kerajaan Malaka.
Makna hukum dalam pengertian sehari-hari di Indonesia, masih dihubungkan dengan
ketetapan hukum islam. Sering dipertanyakan tentang bagaimana mengawini wanita yang
dalam masa iddah cerai ; hukum jual beli berdasarkan riba atau bunga bank, dst. Dengan
menyebut hukum dalam contoh contoh seperti diatas sebenarnya yang dimaksud adalah
ajaran islam berupa hukum yang harus dilaksanakan dalam kehidupan sehari hari.

Hukum ( syariah ) adalah suatu yang esensial dalam islam yang mengendalikan sikap
hidup penganutnya. Bila seorang masuk islam, maka secara otomatis ia mengakui hukum
islam, dan wajib untuk melaksanakannya dalam kehidupan sehari hari.
Penelitian mengenai hukum islam di Indonesia belum banyak menyikapkan bentuk
bentuk penerapan hukum islam melalui kerajaan kerajaan yang pernah berdiri di Nusantara
sebelum kedatangan penjajahan Belanda, tetapi gelar gelar yang diberikan kepada beberapa
raja Islam, misalnya adipati, ing alogo, saayadin, dan padotongomo, dapat dipastikan bahwa
peranan hukum islam cukup besar dalam kerajaan kerajaan tersebut.
Oleh karena itu agama adalah suatu yang menentukan dalam sejarah masyarakat
indonesia dan kerena itu ketuhanan yang maha esa dicantumkan oleh para pendi RI sebagai
sila pertama falsafah negara, dan ini menunjukkan disamping adat istiadat, juga dipengaruhi
oleh pandangan hidup dan agama bangsa Indonesia yang memainkan peranan dalam
membentuk pemahaman dan pencitraan hukum bangsa Indonesia sepanjang sejarah.
Selanjutnya hukum di Indonesia dapat dilihat dari beberapa hal, pertama adalah
hukum yang berasal dari adat-istiadat dan norma norma masyarakat yang diterima secara
turun temurun yang berlangsung sejak dahulu kala. Keduaadalah hukum yang berasal dari
ajaran agama. Sejak dahulu kala sudah dicatat dalam sejarah sejumlah orang yang meklaim
menerima pesan ilahi atau hikmah. Dan ketiga adalah hukum sebagai keleruhan antara
kehidupan bersama yang berasal dari legislator resmi yang disertai dengan saksi tertentu.
Ketiga jenis aturan tersebut terdapat dalam budaya Hukum Negara Republik
Indonesia yang diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945. Ketika membicarakan
budaya Hukum Indonesia maka ketiganya itu tidak bisa diabaikan.
Pasal 29 Ayat (1) UUD 1945 menurut seorang praktisi hukum pada dasarnya
mengandung tiga muatan makna.
1.

Negara tidak boleh membuat peraturan perundang-undangan atau melakukan kebijakan


kebijakan yang bertentangan dengan dasar keimanan kepada tuhan yang maha esa

2.

Negara berkewajiban membuat peraturan peraturan perundang undangan atau melakukan


kebijakan kebijakan bagi pelaksanaan wujud rasa keimanan kepada Tuhan Yang Maha Esa.

3.

Negara berkewajiban membuat peraturan perundang-undangan yang melarang siapapun


melakukan pelecehan terhadap ajaran agama.
Seperti halnya hukum barat, hukum islam juga berciri perubahan untuk
mengantisipasi perkembangan zaman. Perbedaan dengan Hukum barat adalah bahwa Hukum
Islam sebagai hukum ilahi bersifat abadi dan menjiwai semua hukum baru yang diundangkan
dan sebagai legislasi manusia itu disempurnakan dan berubah sesuai semangat ruang dan
waktu.
Legislasi hukum Islam sepanjang sejarah mulai dari pertumbuhannya sampai sekarang
telah melalui berbagai tahap, dan pada tahap ini telah memasuki tahap kompilasi dan
perundangan dalam negara hukum modern untuk menjadi bagian Hukum Nasional.
Perkembangan terakhir ini juga berlaku di Indonesia, baik dalam bentuk produk undang
undang maupun pemikiran hukum yang dikembangkan oleh berbagai lembaga dan individu.

B.

1.
2.
3.
4.
5.
C.

1.
2.
3.
1.

1.
2.
3.
4.

Perkembangan Hukum Islam Pada Umumnya


Hukum Islam sebagai salah satu sistem hukum yang kita kenal selama ini adalah hasil
dari suatu proses pertumbuhan yang berlangsung terus menerus sejak awal kelahirannnya
hingga kini. Proses perkembangannya melalui beberapa proses atau periode periode.
Adapun periode periode tersebut sebagai berikut :
Proses pertumbuhan/ permulaan hukum islam atau disebut juga dengan periode Rasulullah.
( antara tahun XIII Sebelum Hijriah tahun XI Hijriah).
Periode Persiapan Hukum Islam biasa juga disebut Periode Sahabat atau Periode
Khulafaaurrasyidin ( antara tahun XI H tahun ke 101 H)
Periode Penyempurnaan / Periode pembinaan hukum Islam ( antara Abad II Abad IV H)
Periode kemunduran Hukum Islam / Periode Kebekuan Hukum Islam (antara Abad IV
Abad XIII H)
Periode Kebangkitan ( dimulai dari awal Abad ke XIV hingga sekarang ini).
Perkembangan Hukum Islam di Indonesia
Perkembangan/pertumbuhan hukum islam di Indonesia sejak mulai massuknya agama
islam sampai menjadi salah satu sistem hukum yang banyak penganutnya, dapat dibagi tiga
pembahasan.
Masa kedatangan Islam di Indonesia
Masa Pemerintahan Hindia Belanda
Masa sesudah kemerdekaan
Masa Kedatangan Islam di Indonesia
Berbicara pada pertumbuhan hukum islam di Indonesia, kita tidak dapat melepaskan
diri dari persoalan kapan dan bagaimana masuknya agama Islam di Indonesia. Hal ini penting
dikemukakan agar kita dapat memperoleh gambaran betapa bangsa kita menyambut agama
ini sampai menjadi agama dengan pengunut yang terbesar.`
Persoalan kapan dan bagaimana masuknya agama islam di Indonesia ini terdapat dua
pendapat yaitu :
Pendapat Pertama bahwa masuknya agama islam di Indonesia pada permulaan abad
XIII M yang dibawa oleh orang orang Persi ke Gujarat India kemudian pedagang Gujarat
India membawa ke Tanah Air kita. Sebagai buktinya bahwa bentuk, bahan dan tulisan yang
terdapat pada makam Maulana Malik Ibrahim mirip dengan bentuk, bahan dan galian yang
terdapat pada makam raja raja Hindustan.
Pendapat Kedua bahwa agama Islam masuk ke Indonesia dibawa langsung dari
negeri Arab oleh bangsa Arab sendiri pada abad VII masehi.
Sejarah telah membuktikan bahwa mulanya proses pengislaman di Indonesia
berlangsung tanpa disadari, tiba - tiba mengalami perkembangan yang pesat dan cepat
walaupun harus diakui waktu itu memang sudah ada isme-isme yang menguasai alam pikiran
bangsa Indonesia misalnya isme tradisional dan agama hindu.
Perkembangan yang pesar dan dinamis ini disebabkan oleh beberapa faktor yang
menentukan antara lain :
Adanya sifat demokratis agama islam itu sendiri
Prosendur untuk menjadi pemeluk agama islam tidak berbelit belit
Agama Islam mudah menyesuaikan diri
Pribadi dan Akhlak orang islam sangat tinggi.

2.

3.

Penyebaran islam pada mulanya hanya pada dua titik yaitu Sumatra Utara ( Aceh )
dan pesisir pantai Utara Jawa Tengah dan Jawa Timur ( Rembang, Tubanng, dan Gresik).
Dari Sumatra Utara ini Islam menyebar ke Pedalaman Minangkabau sementara di Sumatra
Selatan Agama Islam berkembang melalui Banten.
Di Pulau Jawa, Agama islam berkembang dan menyebar melalui kelompok orang
orang penyebar agama Islam yaitu para wali, yang biasa dikenal dengan
sebutan Walisongo (Wali Sembilan). Dengan perantara mereka inilah Islam di Demak, Pajang
Mataram dan Banten, akhirnya sampai merata di Pulau jawa. Dengan Masuknya agama Islam
di Tanah Air maka hukum- hukumnya juga turut serta didalamnya.
Hukum Islam terdiri dari tiga aspek yang satu dengan yang lainnya dapat dibedakan
tapi tidak dapat dipisahkan. Ketiga aspek yang dimaksud adalah, aspek akidah, aspek syariat,
dan aspek filsafat.
Di antara ketiga aspek tersebut yang paling penting adalah aspek syariatnya/ aspek
hukumnya, oleh karena aspek hukum tersebut merupakan jiwa agama islam.
Masa Pemerintahan Hindia belanda
Pada masa pemerintahan hindia Belanda mulai berkuasa di Tanah Air kita, hukun
islam telah berkembang sedemikian pesatnya. Hal ini dapat dilihat bahwa di daerah-daerah
yang masyarakatnya mayoritas agama Islam pengaruhnya sangat menonjol.
Di samping hukum Islam, Hukum adat sebagai suatu sistem hukum juga berlaku
ditengah-tengah masyrakat sebagai hukum yang tumbuh dan berkembang berdasrkan alam
fikiran bangsa Indonesia. Antara kedua sistem hukum itu dalam perkembangannya saling
mempengaruhi, seolah olah diantara keduanya terjadi singkronisasi.
Dengan berdasarkan pada teori pemerintahan Hindia belanda berhasil memperkecil
peranan Hukum Islam dalam hukum positif, sehingga hanya terbatas pada hukum perkawinan
dan perceraian serta mengenai badan hukum yang berbentuk wakaf, Hibah, Wasiat dan
Shadakah.
Sebagai konsekuensi diakuinya Hukum Islam dalam peraturan peraundang
undangan Hindia belanda sebagimana tercantum dalam beberapa pasal RR dan IS.
Masa Sesudah Kemerdekaan
Sesudah proklamasi kemerdekaan, perkembangan hukum islam lebih maju lagi
dibandingkan dengan keadaannya pada tahun tahun sebelum kemerdekaan.
Pasal 29 ayat (2) UUD 1945 ditegaskan Bahwa Negara Republik Indonesia menjamin
kemerdekaan tiap tiap penduduk untuk memeluk agama dan kepercayaannya itu.
Sebagai salah satu bentuk dari kemerdekaan beragama sebagai mana terantum dalam
pasal 29 ayat (2) tsb, maka pada tanggal 3 Januari 1946 dibentuklah Departemen Agama yang
bertugas mengurus berbagai urusan yang menyangkut masalah masalah keagamaan
( termasuk hukum agama ) di Indonesia.
Dalam perkembangan selanjutnya beberapa bidang hukum islam telah dinyatakan
diterima dalam hukum nasional sebagai hukum positif seperti Hukum Perkawinan dalam UU
No 1 Tahun 1874.
Pembentukan berbagai pesantren dan madrasah-madrasah islamiyah bernafaskan
Islam turut menjadi warna tersendiri terhadap perkembangan Hukum Islam di Indonesia.

HUKUM ISLAM DAN PEMBANGUNAN NASIONAL

A.

1.
2.
3.

4.
5.
6.

B.

Hukum Islam dan Peranannya


Hukum Islam sebagai salah satu sistem hukum yang berlaku juga di Indonesia
mempunyai kedudukan dan arti yang sangat penting dalam rangka pelaksanaan pembangunan
manusia seutuhnya yakni baik pembangunan daunia maupun pembangunan akhirat dan baik
dibidang material maupun dibidang spiritual. Di dalam Al-Quran dan hadis ada beberapa
ayat yang memberikan isyarat untuk melaksanakan pembangunan itu antara lain :
Al-Quran, Surah Al Baqarah ayat 148 yang artinya: hendaklah kamu berlomba lomba
dalam kebaikan.
Al-Quran, Surah Ar Radu ayat 11 yang artinya : sesungguhnya ALLAH tidak akan
merubah nasib sesuatu umat kecuali dirinya sendiri yang merubahnya.
Al-Quran, Surah Al mudjadah ayat 11 yang artinya :Allah mengngkat derajat orang
orang yang beriman dari kamu sekalian dan begitu juga dengan orang yang berilmu
pengetahuan.
Hadis Riwayat Abu Naim yang artinya : kekafiran dapat membawa seorang kepada
kekufuran.
Hadis riwayat Iman Buchary, yang artinya sesungguhnya dirimu mempunyai hak atasmu,
dan badanmu hak atasmu.
Hadis Riwayat Abu zakir yang artinya berbuatlah untuk duniamu seolah oleh kamu akan
hidup selama lamanya dan berbuatlah untuk akhiratmu seolah olah engkau mati pada
hari esok.
Sehubungan dengan adanya prinsip-prinsip hukum islam dalam pembangunan
sebagaimana yang dimaksud di atas maka penduduk indonesia lebih banyak berpartisipasi,
berinteraksi dan berasilimasi terhadap pelaksanaan pembangunan nasional indonesia dalam
segala bidang.
Tujuan dan Landasan Pembangunan Nasional
Berbicara tentang kaitan antara hukum islam dengan pembangunan nasional maka ada
baiknya terdahulu kita mengetahui tujuan dan landasan pembangunan nasional di Indonesia.
Dalanm TAP TAP yang dihasilkan oleh MPR tentang Garis Garis Besar Haluan Negara
(GBHN) antara lain dala TAP MPR No. II/MPR/1988 pada Bab II secara jelas dinyatakan
bahwa :
Pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan suatu masyarakat adil dan
makmur yang merata material dan spiritual berdasarkan pancasila dalam wadah negara
Kesatuan Republik Indonesia yang merdeka, bersatu dan berkedaulatan rakyat dalam
suasana perikehudupan bangsa yang aman tertram, tertib dan dinamis serta dalam
lingkungan pergaulan dunia yang merdeka, berdaulat, dan damai.
Selanjutnya apa yang menjadi landasan pembangunan nasional lebih jauh dalam
GBHN dikatakan bahwalandasan pelaksanaan pembangunan nasional itu adalah Pancasila
dan Undang Undang Dasar 1945
Dengan kalimat tersebut maka dapat diketahui bahwa sesunguhnya baik dasar
maupun landasan pembangunan nasional adalah Pancasila yang sila pertamanya adalah
Ketuhanan Yang Maha Esa seperti tercantum dalam pembukaan UUD 1945 yang mana sila
pertama ini menjiwai sila sila lain.

C.

D.

Hubungan Hukum Islam dan Pembangunan


Sebelum membicarakan tetntang apa dan bagaimana hubungan hukum Islam dengan
pembangunan nasional perlu terlebih dahulu diketahui apa sebenarnya yang dimaksud dengan
Hukum islam/Syariat sebab tanpa memahami artinya maka sulit bagi kita untuk menentukan
bagaimana kita menentukan peranannya dalam masyarakat.
Khusus mengenai pengertian hukum Islam/Syariat, oleh Yamani, Syariat diartikan
dalam dua arti yaitu dalam arti luas dan dalam arti sempit.
Dalam Arti yang Luas Syariat islam adalah meliputi semua hukum yang telah disusun
dengan teratur olehpara ahli fiqih dalam pendapat pendapat pendapat fiqihnya mengenai
persoalan dimasa mereka atau yang mereka fikirkan akan terjadi kemudian dengan
mengambil dalil dalilnya yang langsung dari Al-Quran dan Hasis atau sumber
pengambilan hukum yang lain seperti qiyas, istihsan, istishab, dan lain lain.
Pengertian yang luas ini tidak harus diakui dari A-Z dari awal hingga akhir karena
didalamnya ada beberapa bagian yang tidak lagi sesuai dengan tuntutan zaman / tidak lagi
memenuhi kebutuhan masa kini akan tetapi masih bisa dipakai sebagai pustaka
perbendaharaan ilmiah.
Sementara itu pengertian Hukum Islam dalam sempit adalah hukum hukum yang
berdalil tegas yang tertera dalam Al-Quran dan Hadis yang sah ataupun yang ditetapkan
dengan Ijma.
Hukum islam dalam arti sempit ini wajib diakui oleh umat islam. Demikian pula
halnya dengan hukum hukum yang terdapat didalam Hadis yang kebenarannya tidak lagi
diragukan.
Selanjutnya dikatakan bahwa dalam syariat islam terdapat bagian bagian bidang
bidang yang mengenai ibarat dan muamalat. Kedua bagian ini mempunyai kaitan yang sangat
erat antara satu dengan yang lain.
Adapun fungsi hukum menurut Soerjono Soekanto sebagai sarana pengendalian social
(social control ) dan sebagai sarana untuk memperlancar proses interaksi social sedangkan
menurut Hutagalung hukum berfungsi sebagai alat untuk mengadakan sosial enggenering.
Sehubungan dengan apa yang dikemukakan oleh kedua serjana tadi maka apabila kita
hubungkan dengan cita-cita untuk mewujudkan masyarakat sejahtera yang dihargai oleh
Allah SWT maka hukum itu tidak hanya berperan sebagai sarana sosial control tapi juga
berperan sebagai sarana engenering. Dengan kata lain ia harus memegang peranan dalam
pembangunan yang tujuan dan landasannya seperti yang dirumuskan dalam GBHN.
Hukum Islam dan Pembinaan Hukum Nasional
Salah satu masalah yang tidak kurang pentingnya untuk diketahui apabila kita
berbicara tentang hukum islam yang berlaku sekarang adalah Hukum Islam dan Pembinaan
Hukum Nasional di Indonesia. Hal ini adalah penting oleh karena dengan mengetahuinya
kita dapat mempeeroleh gambaran umum tentang tempat atau kedudukan hukum Islam dalam
rangka pembinaan Hukum Nasional.
Dasar dan Landasan Pembinaan Hukum Nasional
Apa yang menjadi dasar dan landasan hukum nasional juga adalah menjadi dasar dan
landasan pembinaan hukum nasional oleh karena pembinaan hukum nasional adalah bagian

integral dan tidak dapat dipisahkan dari pembangunan nasional. Dengan demikian dasar dan
landasan hukum nasional adalah Pancasila sebagai landasan idealnya UUD 1945 sebagai
landasan struktural dan konstitusional dan GBHN sebagai landasan operasionalnya
Selanjutnya batang tubuh UUD 1945 terdapat pasal yang juga memberi petunjuk yang
sama antara lain pasal 4 UUD 1945 : Presiden Republik Indonesia memegang perintah
Undang Undang dan Pasal 27 UUD 1945 : segala warga negara bersama kedudukannya
dalam hukum dan pemerintah dan wajib menjunjung tinggi hukum dan pemerintah tanpa
terkecuali.
Tentang bagaimana melaksanakan pembinaan hukum nasional di Indonesia hal ini
kita dapat lihat dalam GBHN sebagai landasan operasionalnya yang didalam operasionalnya
menyebut cukup banyak masalah menyangkut pembinaan dan pengembangan hukum
nasional di Indonesia. Hal ini menjadi masalah pokok oleh karena dalam tata hukum nasional
kita dimasa yang akan datang sangat dibutuhkan adanya hukum yang tertulis yang
dikodefikasi sehingga dengan demikian akan terwujud satu kesatuan hukum yang berlaku
sama dalam Nagara Kesatuan republik Indonesia.

E.

1.

2.

3.

F.

Langkah Langkah Pembinaan Hukum


Dengan bertiti tolak pada Proklamasi kemerdekaan Negara Republik Indonesia pada
tanggal 17 Agustus 1945 maka politik hukum dan Perundang Undangan kolonial yang tidak
sesuai lagi dengan alam kemerdekaan Indonesia harus diganti dengan politik hukum dan
perundang- undangan nasional yang berdasarkan pada Pancasila, UUD 1945 dan kesadaran
hukum rakyat Indonesia.
Menurut Menteri Kehakiman Kabinet Pembangunan IV Ismail saleh ada tiga dimensi
pembangunan hukum Nasional Indonesia, yaitu :
Pertama yaitu dimensi untuk memelihara tatana hukum yang telah ada walaupun sudah
tidak sesuai lagi dengan perkembangan dengan keadaan. Dimensi ini menurut beliau perlu
ada untuk mencegah kefakuman hukum dan merupakan konsekuensi logis dari adanya pasal
II Aturan Peralihan UUD 1945. Upaya pembangunan hukum dalam dimensi berorientasi
pada kemuslahatan bersama.
Kedua yaitu dimensi yang merupakan usaha untuk lebih meningkatkan dan
menyempurnakan pembangunan hukum nasional. Kebijakan yang ditempuh dalam dimensi
ini adalah disamping pembangunan peraturan-peraturan yang baru, juga akan diusahakan
penyempurnaan peraturan perundang-undangan yang ada sehingga sesuai dengan kebutuhan
baru dibidang yang bersangkutan.
Ketiga yaitu dimensi dinamika dan kreatifitas. Dalam dimensi ini diciptakan sesuatu yang
dinamis dan krestif yaitu dengan mengadakan perangkat peraturan perundang undangan
yang baru yang sebelumnya memang belum ada, misalnya Undang Undang Lingkungan
Hidup yang merupakan salah satu bentuk perang kata hukum dalam dimensi penciptaan ini.

Kedudukan Hukum Islam dalam Pembinaan Hukum Nasional

Untuk mengetahui, bagaimana kedudukan hukum Islam dalam rangka pembinaan


hukum nasional hal tesebut dapat dilihat dari beberapa sumber antara lain dalam pembukaan
UUD 1945 alinea IV yang menyatakan bahwaPancasila adalah sumber dari segala sumber
hukum yang berlaku dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Sila pertama dalam Pancasila adalah Ketuhanan yang Maha Esa mempunyai
kedudukan hukum yang sangat kuat oleh karena secara konstitusional tercantum pada pasal
29 ayat (1) dalam UUD 1945 yang berbunyi :negara berdasarkan ketuhanan yang maha esa.
Dengan demikian, sila ketuhanan yang maha esa ini merupakan hukum positif yang
fundamental yang mengikat setiap warga dalam bermasyarakat dan bernegara.
Dari uraian di atas jelas, bahwa agama sebagai unsur mutlak dari kehidupan bangsa
indonesia adalah sengat penting dan turut menentukan dalam rangka pembinaan hukum
Indonesia. Mengingat bahwa sebahagian besar rakyat indonesia adalah islam, maka dalam
pembinaan hukum nasional yang berdasarkan Pancasila, hukum islam tidak dapat diabaikan
begitu saja terutama sekali ketentuan ketentuan hukum islam yang sudah berurat berakar
dalam kehidupan bermasyarakat dan telah merupakan kesadaran hukum bagi mereka.
Hal ini sesuai dengan apa yang digariskan oleh TAP MPRS No. 20/MPRS/66 yang
menyatakan bahwasumber dari pada tertib hukum negara republik Indonesia, adalah
pandangan hidup, kesadaran dan cita cita moral yang diliputi suasana kejiwaan dan watak
bangsa indonesia.
Hal tersebut juga berlaku bagi kaidah kaidah hukum agama lainnya. Demikian
pula kaidah kaidah dari sistem hukum lain yang juga berlaku di Indonesia.

BAB III
KESIMPULAN
1.

1.
Alasan Alasan dari pengajaran hukum islam di indonesia :
Alasan sosiologis, alasan berdasarkan kemasyarakatan

2.

Alasan Historis, alasan berdasarkan sejarah

3.

Alasan Yuridis, alasan berdasarkan hukum..

2.

Sumber hukum islam secara besar dapat pula dibagi menjadi: Sumber Hukum Ashliah yang
didalamnya adalah Al-Quran dan Hadis/sunnnah dan sumber hukum Tarbaiyah yang
mencakup Ijma, Qaul, Sahabat, Qias, Istishan, Muslahat-Muslahat, Urf, Syariat Umat
Terdaulu dan Istishab.

3.

Perkembangan/pertumbuhan hukum islam di Indonesia sejak mulai massuknya agama islam


sampai menjadi salah satu sistem hukum yang banyak penganutnya, dapat dibagi tiga
pembahasan.
1. Masa kedatangan Islam di Indonesia
2. Masa Pemerintahan Hindia Belanda
3. Masa sesudah kemerdekaan

4.
1.
2.
3.

4.

Di dalam Al-Quran dan hadis ada beberapa ayat yang memberikan isyarat untuk
melaksanakan pembangunan itu antara lain :
Al-Quran, Surah Al Baqarah ayat 148 yang artinya: hendaklah kamu berlomba lomba
dalam kebaikan.
Al-Quran, Surah Ar Radu ayat 11 yang artinya : sesungguhnya ALLAH tidak akan
merubah nasib sesuatu umat kecuali dirinya sendiri yang merubahnya.
Al-Quran, Surah Al mudjadah ayat 11 yang artinya :Allah mengngkat derajat orang
orang yang beriman dari kamu sekalian dan begitu juga dengan orang yang berilmu
pengetahuan.
Hadis Riwayat Abu Naim yang artinya : kekafiran dapat membawa seorang kepada
kekufuran.

BAB IV
PENUTUP
Demikian yang dapat kami paparkan mengenai materi yang menjadi pokok bahasan
dalam makalah ini, tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahannya, kerena
terbatasnya pengetahuan yang ada hubungannya dengan judul makalah ini.
Penulis banyak berharap para pembaca yang budiman dusi memberikan kritik dan
saran yang membangun kepada penulis demi sempurnanya makalah ini dan dan penulisan
makalah di kesempatan kesempatan berikutnya.
Semoga makalah ini berguna bagi penulis pada khususnya juga para pembaca yang
budiman pada umumnya.

Daftar Pustaka
M. Arfin Hamid. Hukum Islam Perspektif Keindonesiaan (Sebuah Pengantar dalam
Memahami Realitasnya di Indonesia). Makassar : PT. UMITOHA. 2011
Pengertian Hukum Islam
Hukum islam sebagai sistem hukum yang bersumber dari Din al Islam sebagai suatu sistem hukum
dan sutu disiplin ilmu, hukum islam mempunyai dan mengembangkan istilah-istilahnya sendiri
sebagaimana disiplin ilmu yang lain[11]. Hukum islam didalam masyarakat sering disebut dengan
istilah syariat islam, yang kemudian selalu dihubungkan dengan hal-hal yang berbau islam dan AlQuran. pemikiran-pemikiran yang demikian memang tidak disalahkan sehingga menimbulkan kesan
bahwa hukum islam itu bersifat kaku dan tidak fleksibel mengikuti perkembangan zaman. Hal inilah
yang patut kita garis bawahi dan harus diluruskan agar definisi dari hukum islam itu sendiri tidak
diartikan bahwa hukum islam itu tidak bersifat kaku atau hanya mengacu pada teks semata, akan
tetapi hukum islam itu bersifat fleksibel dan mengikuti perkembangan zaman. Hal ini dipertegas oleh
perkataan abu hanifa yang mengatakan bahwa Din tidakpernah berubah sedangkan syariah terus-

menerus berubah dalam perjalanan sejarah[12]. Namun dapat disimpulkan bahwa hukum islam
adalah segala perkataan Allah SWT yang berbentuk larangan, perintah atau anjuran. Dalam hal ini
hal-hal yang diatur didalam hukum islam mengenai aturan dalam hubungan manusia dengan
penciptanya, manusia dengan masyarakat dimana ia hidup dan manusia dengan alam
lingkungannya, disegala waktu dan segala tempat, menckup segala aspek kehidupan manusia dan
segala permasalahan. Dan dalam pembagiannya hukum islam memiliki lima kaidah yang menjadi
patokan dalam segala perbuatan manusia yaitu :
1. Wajib yaitu suatu kaidah hukum islam yang mengandung perintah harus dilaksanakan dengan
mendapat pahala dan berakibat dosa jika tidak dikerjakan.
2. Sunah yaitu mengandung suatu anjuran yang jika dikerjkan mendapat pahala dan jika ditiggalkan
tidak ada konsekuensi mendapat dosa.
3. Mubah yaitu suatu keadan yang memberikan pelaku untuk mau melaksanakan atau tidak.
4. Makruh suatu keadaan bagi pelaku untuk tidak melaksanakan maka mendapat pahala jika tidak
dikerjakan akan mendapat kerugian tapi tidak berdosa.
5. Haram Yaitu suatu perintah untuk tidak menrjakannya, dan kalua dikerjakam mendapat dosa.[13]
Dan hukum islam sendiri telah menjadi bagian dari hukum-hukum yang ada di Indonesia bukan hanya
terdapat pada negara-negara jazirah Arab saja, hal ini terbukti dengan aturan-aturan atau hukum
yang ada pada undang-undang yang berlaku dinegara kita tidak sedikit dipengaruhi oleh hukum
islam. Bahkan didaerah aceh sudah menggunakan hukum islam walaupun belum sepenuhnya
dijalankan dengan sempurna. Dalam pengertiannya hukum islam dibagi menjadi tiga macam yaitu :
1. Syariat
Kata syariat memang sangat cukup dikenal bagi masyarakat khususnya bagi masyarkat muslim. Kata
syariat secara bahasa memiliki arti jalan ke tempat pengairan atau tempat lalu air di sungai[14].
Disebutkan dalam buku lain, syariah secara bahasa diartikan sebagai jalan yang dilalui air terjun atau
jalan ke sumber air[15]. jadi syariat yang dimaksud secara bahasa adalah jalan menuju sumber
kehidupan, atau dengan kata lain syariat adalah suatu proses menuju jalan yang harus diikuti yakni
jalan yang telah ditetapkan oleh tuhan bagi manusia. Dan secara istilah syariah adalah aturan-aturan
yang telah ditetapkan oleh Allah SWT bagi manusia untuk menjalankan kehidupannya baik dengan
Allah, dengan sesama manusia dan alam sekitar. Dan menurut Syekh Mahmout Syaltout memberikan
definisi bahwa Syariah adalah peraturan-peraturan yang duciptakan Allah, atau yang diciptkannya
pokok-pokoknya supaya manusia berpegang dalam berhubungan dengan Tuhan, saudara sesama
muslim, saudaranya sesame manusia, serta hubungannya dengan seluruhnya dan hubungannya
dengan kehidupan[16]. Jadi dapat disimpulkan bahwa syariat adalah segala ketentuan yang
datangnya dari Allah SWT melalui rasul-Nya, berisi perintah, larangan-larangan dan anjuranyang
meliputi segala aspek kehidupan manusia. Atau bisa dikatakan bahwa syariat adalah jalan hidup
muslim.
2. Tasyri
Jika kita membuat suatu aturan-aturan atau hukum, tentunya melalui proses atau tahapan sehingga
dapat tercipta sebuah aturan, dan apabila hukum itu tealah tercipta maka proses selanjutnya adalah
penetapan atau pengesahan. Oleh karena itu dalh hukum islam penetapan itu disebut Tasyri. Kata
tasyri sebenarnya masih satu akar dengan kata syariat. Tasyri sendiri secara bahasa artinya
membuat atau menetapkan syariat. Dengan ini jelaslah bahwa suatu hukum itu memerlukan adanya
penetapan, tidak terkecuali dengan hukum islam.
Perbedaan syariat dengan tasyri dilihat dari segi syariat itu meteri hukumnya sedangkan tasyri
penetapan materi tersebut[17]. Mengenai hal ini , yang terkandung didalam tasyri adalah mengenai

proses, cara, dasar dan tujuan mengapa Allah menetapkan hukum-hukum tersebut.
3. Fiqh
Selain kata syariat,dalam kehidupan sehari-hari tidak sedikit dari kita yang memahami fiqh sebagai
hukum islam. Fiqh sendiri secara etimologis memiliki arti faham yang mendalam. Dalam buku lain
disebutkan fiqh secara bahasa diartikan pintar, cerdas, tahu, dan faham menurut asal mulanya,
sehingga faham sampai mendalam. Dan secara istilah fiqh fiqh memiliki pengertian yang berbedabeda diantaranya menurut imam Al-Ghazali mengatakan Fiqh itu bermakna paham dan ilmu. Akan
tetapi urf ulama telah menjadikan suatu ilmu yang menerangkan hukum hukum syara tertentu bagi
perbuatan perbuatan para mukhallaf, seperti wajib, haram, mubah, sunnah, makhruh, shahih, fasid,
batil, qadla ada yang sepertinya[18]. sedangkan menurut Ibnu Kaldun Fiqh adalah ilmu yang
dengannya diketahui segala hukum Allah yang berhubungan dengan segala pekerjaan mukallaf, bagi
yang wajib, haram, dan yang mubah harus yang diambil ( dinisbatkan ) dari Al kitab dan As sunnah
dan dari dalil dalil yang telah tegas ditegaskan syara, seperti khias umpamanya. Apabila
dikeluarkan hukum hukum dengan jalan ijtihad dari dalil- dalilnya, maka yang dikeluarkan itu
dinamai Fiqh. Dan dari pengertian-pengertian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa fiqh adalah
segala aturan-aturan yang bersumber dari Allah tentang wajib, haram, mubah, makruh, dan sunah
bagi manusia dalam menjalankan kehidupan.
2. Prinsip-prinsip Hukum Islam
Setiap Hukum tentunya memiliki prisip yang menjadi dasar dan tumpuan hukum itu. Tidak terkecuali
hukum islam juga memiliki prinsip yang menjadi tumpuan atau pilar-pilar yang menguatkan hukum
islam itu sendiri. Adapun prinsip-prisip hukum islam adalah ;
a. Prinsip Tauhid
Prinsip tauhid adala suatu prinsip yang menghimpun selurh manusia kepada Tuhan yang juga
menjadi prinsip umum sebagai landasan prinsip-prinsip hukum islam lainnya. Prinsip tauhid ini
menghendaki dan mengaruskan manusia untuk menetapkan hukum sesuia dengan apa yang
diturunkan Allah dab Rasul-Nya[19]. Prinsip tauhid ini melahirkan prinsip khusus, misalnya prinsipprinsip ibadah, yakni prinsip berhubungan langsung dengan Allah, prinsip memelihara akidah dan
iman, memelihara agama, penyucian jiwa dan pembentukan pribadi yang luhur.
b. Prinsip Keadilan
Keadilan merupakan unsur yang sangat penting dan memilki cakupan yang sangat luas yakini dalam
segala bidang kehidupan. Menurut Quraisy Shihab keadilan adalah syarat bagi terciptanya
kesempurnaan pribadi, standar kesejahteraan masyarakat, dan sekaligus jalan terdekat menuju
kebahagiaan ukhrawi. Dan para mufasir mengartikan keadilan dalam A-Quran ada empat makna
yaitu adil dalam arti sama, adil dalam arti seimbang, adil dalam arti perhatian pada hak-hak individu
dan memberikan kepada pemiliknya, dan terkahir adil yang dinisbatkan kepada Allah[20].
c. prinsip Al-Musawah (Persamaan)
Al-Musawah atau persamaan adalah dimana setiap orang memiliki kedudukan yang sama dimata
Tuhan, baik dari segi perbedaan suku, bahasa, bangsa, atau jabatan sekalipun. Semua manusia
dianggap sam didepan hukum dan tidak ada pengkhusan atau pengecualian.
d. Prinsip Al-Hururiah (kemerdekaan)
Pada prinsip Al-Hururiah ini yaitu adanya kebebasan secara umum, baik kebebasan individual
maupun kelompok. Kebebasan induvidu dan kebebsan berserikat misalnya digunakan untuk kebaikan
ddan kebenaran, bukan untuk menimbulkan pertengkaran atau perselisihan.

e. Prinsip Amar Makruf Nahi Munkar


Amar makruf berarti hukum islam yang digerkan untuk mendorong umat manusia menuju tujuan yang
baik dan benar yang dikehendaki oleh Allah. Sedangkan Nahi Munkar berfungsi sebagai social
control.
f. Prinsip AL-tawan (Gotong Royong)
Prinsip ini lebih mengutamakan untuk saling bergotong royong dan saling menolong sesame
manusia. Dan hali ini sesuia dengan tridisi Indonesia yaitu asas gotong royong.
g. Tasamuh (Toleransi)
Pada prinsip ini manusia dijamin hidup dalam kebebasan sehingga setiap individu memiliki hak
kebebasannya selagi tidak mengganggu kebebasan orang lain pula. Sehingga pada prinsip ini
menekankan pada umatnya untuk hidup rukun dan damai tanpa memandang segala perbedaan yang
ada.
h. Al-Thaah (Ketaatan pada Ulilo Amri)
Al-Thaah adalah ketaatan umat terhadap pemimpin yang sedang memimpin. Jadi setiap umat harus
mematuhi pemimpin mereka dan segala peraturan-peraturan yang dibuat oleh pemimpin mereka,
dalam hal Ulil Amry adalah sebagai penguasa yang harus ditaati oleh masyarakat. Akan tetapi, ketika
pemerintah mengeluarkan undang-undang atau perintah yang berisi kemaksiatan, tidak ada
kewajiban patuh dan taat sedikitpun kepadanya.
i. As-Syura (Musyawarah)
Musyawayarah sangat dinjurkan dalam mengambil suatu keputusan mengenai masalah tertentu,
sehingga menghasilkan sebuah kesepakatan-kesepakatan yang telah disetujui. Usaha menemukan
hukum islam melalui musyawarah itu disebut ijma.
3. Hukum Islam di Indonesia
Di Indonesia memang tidak dipungkiri bahwa hukum islam menjadi salah satu sumber hukum. Hal ini
disebabkan oleh penduduk Indonesia sendiri yang mayoritas bergama islam, sehingga hukum islam
sendiri muncul dan mempengaruhi aturan-aturan yang berlaku di Indonesia, sebagai wujud dari
kebutuhan masrakat itu sendri khususnya yang beragama islam. Hukum islam mulai mempengaruhi
aturan yang berlaku sejak agama islam memasuki negara Indonesia dibawa oleh para pedagang dari
Gujarat yang datang untuk melakukan perdagangan, selain itu mereka juga menyebarkan agama
islam, sehingga dengan hal ini masuklah agama islam. Maka dengan masuknya agama islam ini
tentunya membawa pengaru-pengaruh dalam hal keagamaan serta di dalam kehidupan sehari-hari.
Dengan demikian hukum islam mulai memberikan pengaruhnya di Indonesia. Hal ini terbukti dengan
adanya perundang-undangan yang memperkokoh hukum islam. Di Indonesia perundang-undanga
tersebut terdapat dalam beberapa macam yaitu :
a. Undang-undang perkawinan
Perkawinan merupakan suatu tindakan yang mengakibatkan adanya hukum-hukum yang harus
ditaati, dan ikatan perkawinan mempunyai dampak yang luas, baik natural, sosial, mapun yuridis atau
hukum, sehingga perkawinan ini pelu adanya suatu aturan-aturan yang menaunginya. Undangundang tentang perkawinan muncul pada masa orde baru, stelah melalui barabagai lika-liku,
dicetuskan dalam UU No. 1 Tahun 1974 yang kemudian ditindak lanjuti dengan Peratutan Pemerintah
No. 9 Tahun 1975 yang terdiri dari 14 Bab dan 67 pasal.
b. Undang-undang Peradilan Agama

Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang peradilan Agama disahkan dan diundangkan di Jakarta
pada tanggal 29 Desember 1989. Jadi artinya undnad-undang tentang peradilan agama baru dissa
terdihkan pada tanggal tersebut, namun sesungguhnya usaha untunk memantapkan kedudulan
Peradilan Agama sebenarnya sudaha dirintis oleh Departemen Agama. Kegiatan penyusunan
Rancangan Undang-undang tentang peradilan agama sudah dimulai sejak tahun 1961, namun baru
secara kongkret dilaksanakan pada tahun 1971. Setelah mengalami pembahsan yang panjang Baru
pada tanggal 29 Desember 1989 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989. Adapun isinya terdiri dari 7
Bab dan terdiri dari 108 pasal.
c. Undang-undang Penyelenggaraan Ibadah Haji.
Dengan penduduk Indonesia yang mayorita beragama islam, tentunya kegiatan ibadah hajipun
sangat tinggi intensitasnya, untuk itu agar penyelanggaraan haji bisa berjalan lancar, tidak ada
kesulitan, baik didalam negeri maupun ketika diluar negri, maka diperlukan manajemen yang baik,
seihingga dibentuklah Undang-undang tentang Penyelenggaraan haji, yaitu Undang-undang Nomo 17
Tahun 1999 tentang penyelenggaraan Ibadah Haji disahkan dan diundangkan di Jakarta pada tanggal
31 mei 1999. Undang-undang penyelenggaraan haji terdiri dari 15 Bab dan 30 pasal.
d. Undang-undang Pengelolaan Zakat.
Zakat adalah salah satu rukun islam yang harus dijalankan oleh selurauh umat musalim, khususnya
di Indonesia yang mayoritas beragama muslim, maka sangat mutlak dibutuhan aturan-aturan yang
mengatur pengelolaan zakat tersebut. Mengacu hal ini, maka pemerintah membentuka Undangundang tentang Pengelolaan zakat, yaitu Undang-undang Nomor 36 Tahun 1999 tengtang
Pengelolaan Zakat disahkan dan diundangkan di Jakarta pada tanggal 23 Desember 1999. UU
Pnegelolaan Zakat terdiri dari 10 Bab dan 25 pasal.
e. Undang-undang Penyelenggaraan Keistimewaan DI Aceh.
Aceh yang memang memiliki keistimewaan sendiri tentang hukum-hukum yang berlaku disana,
masyarakat aceh yang memang menghendaki penetapan hukum islam, dan sealu menjunjung tinggi
adat, dan telah menempatkan ulama pada peran yang sangat terhormat dalam kehidupan
bermasrayarakat, berbangsa dan bernegara perlu dilestarika dan dikembangkan. Dan pemerintah
juga memberika jaminan kepastian hukum dalam penyelenggaraan keistimewaan yang dimiliki rakyat
aceh sebagaimana tersebut diatas dengan munculnya Undang-undang No. 44 Tahun 1999 tentang
penyelenggaraan Keistimewaan Propinsi Daerah Istimewa Aceh. UU No. 44 tahun 1999 terdiri dari 5
Bab dan 13 pasal.

Anda mungkin juga menyukai