FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS HALUOLEO KENDARI
TAHUN 2013
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT, karena atas segala hikmat dan rahmat
yang telah dilimpahkan-Nyalah akhirnya makalah Sejarah Perkembangan dan
Kedudukan Hukum Islam dalam Sistem Hukum Nasional Indonesia ini dapat
terselesaikan tepat pada waktunya.
Penulisan makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah Hukum
Islam di Universitas Haluoleo Kendari. Selain itu penulis mengharapkan agar
makalah ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.
Dalam penyelesaian makalah ini penulis banyak mengalami kesulitan.
Namun, berkat bimbingan dari berbagai pihak akhirnya makalah ini dapat
diselesaikan walaupun masih banyak kekurangannya. Karena itu, sepantasnya jika
penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu, baik
secara langsung maupun tidak langsung yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
PENULIS
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sistem hukum Indonesia adalah sistem hukum yang berlaku nasional di
negara Republik Indonesia. sistem hukum Indonesia tersebut bersifat majemuk,
karena sistem hukum yang berlaku nasional terdiri dari lebih satu sistem. Sistem
sistem tersebut adalah sistem hukum adat, sistem hukum Islam dan sistem hukum
Barat.
Sebagai negara yang penduduknya terdiri dari berbagai macam ras dan suku
bangsa, Indonesia menghormati kebebasan penduduknya memeluk agama masing
masing, sehingga tidaklah mungkin menerapkan hukum Islam secara penuh
kepada setiap warga negara, meskipun mayoritas penduduk Indonesia beragama
Islam. Akan tetapi, agama Islam bersifat universal. Hukum Islam adalah bagian dari
agama Islam, sehingga juga bersifat universal. pada hakikatnya hukum Islam
merupakan keyakinan yang melekat pada setiap orang yang beragama Islam, tidak
peduli kapan dan dimanapun.
Indonesia adalah negara hukum (rechtstaat), bukan negara kekuasaan
(machstaats) sebagaimana tertuang dalam bunyi UUD 1945 pasal 1 ayat (3) bahwa
negara Indonesia adalah negara hukum. Sebagai negara hukum, maka menjadi
suatu kewajiban bahwa setiap penyelenggaraan negara dan pemerintahannya selalu
berdasarkan pada peraturan perundang-undangan. Maka negara hukum yang
dimaksud di sini bukan hanya merupakan pengertian umum yang dapat dikaitkan
dengan berbagai konotasi. Maupun hanya rechstaat dan rule of law sebagaimana
dipraktikkan di barat. Tapi juga nomokrasi Islam dan negara hukum Pancasila yang
dipraktikkan di Indonesia.
Namun, Indonesia juga bukan negara yang menganut paham teokrasi berdasarkan
penyelenggaraan negaranya pada agama tertentu saja. Di mana, menurut paham teokrasi,
negara dan agama dipahami sebagai dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Yakni dijalankan
berdasarkan firman-firman Tuhan. Sehingga tata kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara
dilakukan dengan titah Tuhan dalam kehidupan umat manusia. Oleh karena itu, paham ini
melahirkan konsep negara agama atau agama resmi, dan dijadikannya agama resmi tersebut
sebagai hukum positif. Konsep negara teokrasi ini sama dengan paradigma integralistik. Yaitu
paham yang beranggapan bahwa agama dan negara merupakan suatu kesatuan yang tidak
dapat dipisahkan.
Pada tataran lain, negara Indonesia juga tidak menganut negara sekuler yang
mendisparitas agama atas negara dan memisahkan secara diametral antara agama dengan
negara. Paham ini melahirkan konsep agama dan negara yang merupakan dua entitas berbeda,
dan satu sama lain memiliki wilayah garapan masing-masing. Sehingga, keberadaannya harus
dipisahkan dan tidak boleh satu sama lain melakukan intervensi.
sumber hukum atau memberi bahan hukum terhadap produk hukum nasional. Hukum agama
sebagai sumber hukum di sini diartikan sebagai sumber hukum materiil (sumber bahan hukum)
dan bukan harus menjadi sumber hukum formal (dalam bentuk tertentu) menurut peraturan
perundang-undangan. Dalam konteks inilah, Islam sebagai agama yang dipeluk mayoritas
penduduk Indonesia memiliki prospek dalam pembangunan hukum nasional. Karena secara
kultural, yuridis, filosofis maupun sosiologis, memiliki argumentasi yang sangat kuat.
Penerapan atau positivisme hukum Islam dalam sistem hukum nasional setidaknya
melalui dua langkah. Yaitu proses demokrasi dan prolegnas (akademisi), bukan indoktrinasi.
Dalam proses demokrasi ada musyawarah mufakat yang kemudian dituangkan dalam prolegnas
(progam legislasi nasional). Yang selanjutnya untuk menjadi hukum positif diperlukan kajian lebih
mendalam melalui naskah akademik karena menyangkut tinjauan dari berbagai macam aspek.
Baik sosiologis, politis, ekonomis, maupun filosofis. Hal ini sebagaimana diatur dalam UU No.
10/2004 sebagaimana sudah diubah menjadi UU No. 12/2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan.
Tujuan umum dibuatnya makalah ini adalah agar para pembaca pada
umumnya
dan
penulis
khususnya
dapat
mengetahui
bagaimana
sejarah
a. Bagi Penulis
Dapat mengetahui bagaimana sejarah perkembangan dan kedudukan hukum Islam
dalam sistem hukum positif Indonesia serta berharap agar makalah ini dapat
memenuhi tuntutan perkuliahan yang sedang dijalani.
b. Bagi Pembaca
Dapat memberikan
informasi dan
penjelasan
perkembangan dan kedudukan hukum Islam dalam sistem hukum positif Indonesia.
c. Bagi Masyarakat
Dapat memberikan
informasi dan
penjelasan
dapat
membantu
menyelesaikan
masalah-masalah
yang
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sejarah Perkembangan Hukum Islam di Indonesia
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, terjadi perbedaan pendapat para
ahli mengenai kapan pertama kali Islam measuk ke Nusantara. Menurut pendapat
yang disimpulkan oleh Seminar Masuknya Islam ke Indonesia yang diselenggarakan
di Medan 1963, Islam telah masuk ke Indonesia pada abad pertama Hijriah atau
pada abad ketujuh/kedelapan masehi. Pendapat lain mengatakan bahwa Islam baru
sampai ke Nusantara ini pada abad ke-13 Masehi. Daerah yang pertama
didatanginya adalah pesisir utara pulau Sumatera dengan pembentukan masyarakat
Islam pertama di Pereulak Aceh Timur dan kerajaan Islam pertama di Samudra
Pasai, Aceh Utara.
Ketika singgah di Samudera Pasai pada tahun 1345 Masehi, Ibnu Batutah,
seorang pengembara, mengagumi perkembangan Islam di negeri tersebut. ia
mengagumi kemampuan Sultan Al-Malik Al-Zahir dalam berdiskusi tentang berbagai
masalah Islam dan Ilmu Fiqh. Menurut pengembara Arab Islam Maroko itu, selain
sebagai seorang raja, Al-Malik Al-Zahir yang menjadi Sultan Pasai ketika itu adalah
juga seorang fukaha (ahli hukum yang mahir tentang hukum Islam). Yang dianut di
kerajaan Pasai pada waktu itu adalah hukum Islam Mazhab Syafii. Menurutt Hamka,
dari Pasailah disebarkan paham Syafii ke kerajaan kerajaan Islam lainnya di
Indonesia. Bahkan setelah kerajaan Islam Malaka berdiri (1400-1500 M) para ahli
hukum Islam Malaka datang ke Samudra Pasai untuk meminta kata putus mengenai
berbagai masalah hukum yang mereka jumpai dalam masyarakat.
Dalam proses Islamisasi kepulauan Indonesia yang dilakukan oleh para
saudagar melalui perdagangan dan perkawinan, peranan hukum Islam adalah besar.
Kenyataan ini dilihat bahwa bila seorang saudagar Muslim hendak menikah dengan
seorang wanita pribumi, misalnya, wanita itu diislamkan lebih dahulu dan
perkawinannya kemudian dilangsungkan menurut ketentuan Hukum Islam.
perkawinan
dan
hukum
kewarisan
Islam.
Setelah
diperbaiki
dan
disempurnakan oleh para penghulu dan ulama Islam, ringkasan kitab hukum
tersebut diterima oleh pemerintah VOC (1760) dan dipergunakan oleh pengadilan
dalam menyelesaikan sengketa yang terjadi di kalangan umat Islam di daerah
daerah yang dikuasai VOC. Selain Compendium Freijer, banyak lagi kitab hukum
yang dibuat di zaman VOC, di antaranya ialah kitab hukum mogharraer untuk
Pengadilan Negeri Semarang. Kitab hukum ini adalah kitab perihal hukum hukum
Jawa yang dialirkan dengan teliti dari kitab hukum Islam Muharrar karangan Ar-Rafii.
Mogharraer memuat sebagian besar hukum pidana Islam. Posisi hukum Islam di
zaman VOC ini berlangsung demikian, selama lebih kurang dua abad.
Waktu pemerintahan VOC berakhir dan pemerintahan kolonial Belanda
menguasai sungguh sungguh kepulauan Indonesia, sikapnya terhadap hukum
Islam mulai berubah. Perubahan ini khususnya tampak pada abad ke 19, dimana
ketika itu banyak orang Belanda sangat berharap dapat segera menghilangkan
pengaruh agama Islam dari sebagian besar orang Indonesia dengan berbagai cara,
salah satunya adalah kristenisasi. Mereka berpendapat bahwa pertukaran agama
penduduk menjadi kristen akan menguntungkan negeri Belanda. Selain itu,
pemerintah Belanda memiliki keinginan yang kuat untuk menata dan mengubah
hukum di Indonesia menjadi hukum Belanda, karena adanya anggapan bahwa
hukum Eropa jauh lebih baik daripada hukum yang telah ada di Indonesia. untuk
melaksanakan maksud tersebut pemerintah Belanda kemudian mengangkat suatu
komisi yang diketuai oleh Mr. Scholten van Oud Haarlem yang bertugas untuk
melakukan penyesuaian undang undang Belanda itu dengan Indonesia.
Mengenai kedudukan hukum Islam dalam usaha pembaharuan tata hukum di
Hindia Belanda, Scholten berpendapat bahwa hukum Islam sebaiknya tetap
dibiarkan ada dalam masyarakat agar tidak terjadi hal hal yang tidak
menyenangan. Pendapat inilah yang mungkin menyebabkan pasal 75 RR
menginstruksikan kepada pengadilan untuk mempergunakan undang undang
agama dan lembaga lembaga kebiasaan mereka bila golongan bumi putera
bersengketa, sejauh undang undang dan kebiasaan tersebut tidak bertentangan
dengan hukum Belanda. Pemerintah Hindia Belanda kemudian mendirikan
pemeluknya. Tujuh kata terakhir ini oleh PPKI diganti dengan kata Yang Maha Esa
dan ditambahkan pada Ketuhanan sehingga berbunyi Ketuhanan Yang Maha Esa.
Setelah kemerdekaan Indonesia, adanya UUD 1945 sebagai sumber hukum
tertinggi di Indonesia, maka IS yang menjadi landasan legal teori resepsi sudah tidak
berlaku lagi. Bagaimana posisi hukum Islam? Dapat dilihat pada Pasal 2 ayat (1)
Undang Undang Perkawinan yang mengatakan bahwa perkawinan adalah sah
apabila dilakukan menurut agama, maka jelas hukum Islam telah langsung menjadi
sumber hukum. Pengadilan bagi orang yang beragama Islam adalah Pengadilan
Agama. Pengadilan Agama kembali mempergunakan Hukum Islam, sekurang
kurangnya satu asas dalam menyelesaikan satu sengketa. Pengadilan Agama juga
diperbolehkan menggunakan hukum adat asalkan tidak bertentangan dengan hukum
Islam.
B. Kedudukan Hukum Islam dalam Sistem Hukum Nasional
Kini, di Indonesia, hukum Islam yang disebut dan ditentukan oleh peraturan
perundang undangan dapat berlaku langsung tanpa harus melalui hukum Adat.
Republik Indonesia dapat mengatur suatu masalah sesuai dengan hukum Islam,
sepanjang pengaturan itu hanya berlaku bagi pemeluk agama Islam. Kedudukan
hukum Islam dalam sistem hukum Indonesia adalah sama dan sederajat dengan
hukum Adat dan hukum Barat, karena itu hukum Islam juga menjadi sumber
pembentukan hukum nasional yang akan datang di samping hukum adat dan hukum
barat yang juga tumbuh dan berkembang dalam negara Republik Indonesia.
Berlakunya hukum Islam di Indonesia dan telah mendapat tempat
konstitusional menurut
Abdul
Ghani
Abdullah
berdasar
pada
tiga
alasan,
yaitu: Pertama, alasan filosofis, ajaran Islam merupakan pandangan hidup, cita
moral dan cita hukum mayoritas muslim di Indonesia, dan ini mempunyai peran
penting bagi terciptanya norma fundamental negara Pancasila; Kedua, alasan
Sosiologis. Perkembangan sejarah masyarakat Islam Indonesia menunjukan bahwa
cita hukum dan kesadaran hukum bersendikan ajaran Islam memiliki tingkat
aktualitas yang berkesiambungan; dan Ketiga, alasan Yuridis yang tertuang dalam
pasal 24, 25 dan 29 UUD 1945 memberi tempat bagi keberlakuan hukum Islam
secara yuridis formal.
orang Islam saja. Tim pengkajian Hukum Islam Babinkumnas telah berusaha
menemukan asas asas tersebut dan merumuskannya ke dalam kaidah kaidah
untuk dijadikan untuk dijadikan bahan pembinaan hukum nasional. Berbagai asas
dapat dikembangkan melalui jurisprudensi peradilan agama, karena asas asas ini
dirumuskan dari keadaan konkret di tanah air kita, sehingga dapat lebih mudah
diterima.
Konsep
pengembangan
hukum
Islam,
secara
kuantitatif
begitu
konsep
tersebut
lalu
diubah
arahnya
yaitu
secara
kualitatif
c.
d.
Politik pemerintah atau political will dari pemerintah dalam hal ini sangat
menentukan. Tanpa adanya kemauan politik dari pemerintah maka cukup berat bagi
Hukum Islam untuk menjadi bagian dari tata hukum di Indonesia.
Untuk lebih mempertegas keberadaan hukum Islam dalam konstalasi hukum
nasional dapat dilihat dari Teori eksistensi tentang adanya hukum Islam di dalam
hukum nasional Indonesia. Sebagaimana telah dipaparkan pada bab sebelumnya.
Bila dilihat dari realitas politik dan perundang-undangan di Indonesia
nampaknya eksistensi hukum Islam semakin patut diperhitungkan seperti terlihat
dalam beberapa peraturan perundangan yang kehadirannya semakin memperkokoh
Hukum Islam:
a. Undang-Undang Perkawinan
Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan disahkan dan diundangkan
di Jakarta Pada tanggal 2 Januari 1974 (Lembaran Negara Tahun '1974 No.
Tambahan Lembaran Negara Nomer 3019).
b. Undang-Undang Peradilan Agama
Undang-Undang No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama disahkan dan
diundangkan di Jakarta pada tanggal 29 Desember 1989 (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1989 No. 49, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia No. 3400). Kemudian pada tanggal 20 Maret 2006 disahkan UU Nomor 3
tahun 2006. tentang Perubahan atas UU No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan
Agarna. Yang melegakan' dari UU ini adalah semakin luasnya kewenangan
Pengadilan Agama khususnya kewenangan dalam menyelesaikan perkara di bidang
ekonomi syari'ah. Untuk menjelaskan berbagai persoalan syari'ah di atasDewan
Syari'ah Nasional (DSN) telah mengeluarkan sejumlah fatwa yang berkaitan dengan
ekonomi syari'ah yang sampai saat ini jumlahnya sudah mencapai 53 fatwa. Fatwa
tersebut dapat menjadi bahan utama dalam penyusunan kompilasi tersebut.
Sehubungan dengan tambahan kewenangan yang cukup banyak kepada pengadilan
agama sebagaimana pada UU No. 3 tahun 2006 yaitu mengenai ekonomi syari'ah,
sementara hukum Islam mengenai ekonomi syari'ah masih tersebar di dalam kitabkitab fiqh dan fatwa Dewan Syari'ah Nasional, kehadiran Kompilasi Hukum Ekonomi
Syari'ah (KHES) yang didasarkan pada PERMA Nomor 2 Tahun 2008, tanggal 10
September 2008 tentangKompilasi Hukum Ekonomi Syari'ah, menjadi pedoman dan
pegangan kuat bagi para Hakim Pengadilan Agama khususnya, agar tidak terjadi
disparitas putusan Hakim, dengan tidak mengabaikan penggalian hukum yang hidup
dan berkembang dalam masyarakat sebagaimana maksud Pasal 28 ayat (1)
Undang- Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman. Kompilasi
Hukum Ekonomi Syari'ah terdiri dari 4 Buku, 43 Bab, 796 Pasal.
c. Undang-Undang Penyelenggaraan Ibadah Haji
Undang-Undang No. 17 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji disahkan
dan diundangkan di Jakarta pada tanggal 3 Mei 1999 (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1999 No. 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia No.
3832), yang digantikan oleh UU Nomor 13 Tahun 2008. UU pengganti ini memiliki 69
pasal dari sebelumnya 30 pasal. UU ini mentikberatkan pada adanya pengawasarn
dengan dibentuknya Komisi Pengawasan Haji Indonesia [KPHI]. Demikian juga
dalam UU ini diiatur secara terperinci tentang Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji
[BPIH]. Aturan baru tersebut diharapkan dapat menjadikan pelaksanaan ibadah haji
lebih tertib dan lebih baik.
d. Undang-Undang Pengelolaan Zakat
Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat disahkan dan
diundangkan di Jakarta pada tanggaI 23 September 1999 (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1999 No. 164, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia No. 3885).
e. Undang-Undang Penyelenggaraan Keistimewaan Daerah Istimewa Aceh.
Undang-Undang No. 44 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Keistimewaan
Daerah Istimewa Aceh disahkan dan diundangkan di Jakarta pada tanggal 4 Oktober
1999 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun1999 No.172, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia No.3893).
f. Undang-Undang Otonomi Khusus Aceh
sekaligus
menghindari
berbagai
undang-undang
ini
meliputi
ibadah, al-ahwal
alsyakhshiyah (hukum
pidana) tertentu,
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat ditarik adalah hukum Islam bersifat universal, berlaku
kepada setiap orang yang beragama Islam, dimanapun dan kapanpun ia berada.
Oleh karena itu, hukum Islam juga berlaku terhadap umat Islam di Indonesia. hanya
saja, tidak semua peraturan dalam hukum Islam menjadi hukum nasional,
dikarenakan harus disesuaikan terlebih dahulu dengan karakter bangsa dan Undang
Undang Dasar 1945.
Hukum Islam di Indonesia telah mengalami pasang surut seiring dengan
kebijakan yang diterapkan oleh pemerintah. Pasang surut tersebut adalah
perkembangan yang dinamis dan berkesinambungan bagi upaya transformasi
hukum Islam ke dalam sistem hukum Nasional. Sejarah produk hukum Islam sejak
masa penjajahan hingga masa kemerdekaan dan masa reformasi merupakan fakta
yang menjadi bukti bahwa sejak dahulu kala hukum Islam telah menjadi hukum yang
sangat berpengaruh di Indonesia.
Hukum Islam berkedudukan sebagai salah satu hukum yang mempengaruhi
perkembangan sistem hukum nasional. Beberapa hukum Islam yang telah melekat
pada masyarakat kemudian dijadikan peraturan perundang undangan. Dengan
adanya peraturan peraturan perundang undang yang memiliki muatan hukum
Islam maka umat muslim Indonesia pun memiliki landasan yuridis dalam
menyelesaikan masalah masalah perdata.
Berdasarkan berbagai uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa prospek
penerapan hukum Islam di Indonesia cukup cerah.
Kesimpulan tersebut didasarkan pada berbagai kenyataan positif, antara lain:
1. Berbagai kebijakan dan kebijaksanaan pemerintah selaku penyelenggara Negara
yang memberi peluang bagi berperannya hukum Islam.
2. Telah terwujudnya berbagai peraturan dan perundang-undangan yang membuat
hukum Islam menjadi lebih eksis sebagai sub sistem dalam sistem hukum nasional.
3. Adanya upaya yang cukup maksimal dari kalangan umat Islam dan pakar hukum
Islam melalui dakwah dan pendidikan, sehingga selain dapat lebih meningkatkan
kualitas iman juga kesadaran untuk melaksanakan secara hukum secara maksimal.
Sekian semoga bermanfaat bagi semuanya, jazakumullah khairal jaza.
B. Saran
Sebagai saran, diharapkan untuk perkembangan hukum Islam selanjutnya
dapat dikeluarkan lagi peraturan perundang undangan mengenai apa yang belum
ada sebelumnya. Sebagai contoh, anak adopsi. Islam tidak mengenal adanya anak
adopsi, yang ada hanyalah anak asuh. Yang mengenal soal pengangkatan anak
hanyalah hukum barat dan hukum adat. Bila peraturan mengenai adopsi / asuh
dikeluarkan menurut hukum Islam maka akan menimbulkan kepastian hukum bagi
anak anak asuh / adopsi maupun orangtuanya.
Selanjutnya adalah mengenai perkawinan antar agama yang belum diatur
dengan gamblang di Undang Undang Perkawinan. Seharusnya, dimuat aturan
yang jelas mengenai laki laki muslim yang diperbolehkan menikah dengan
perempuan non muslim, atau perempuan muslim yang diharamkan menikah dengan
laki laki non muslim. Selama ini karena peraturannya tidak ada maka banyak
orang memilih untuk menikah di luar negeri. Bila peraturannya ada, maka batas
antara larangan dan bukan akan terlihat jelas.
DAFTAR PUSTAKA
Buku :
Ali,
Muhammad
Daud, Penerapan Hukum Islam dalam Negara
Republik
Indonesia, Makalah disampaikan pada Pendidikan Kader Ulama di Jakarta, tanggal
17 Mei 1995.
Didi Kusnadi. Hukum Islam di Indonesia (Tradisi, Pemikiran, Politik Hukum dan
Produk Hukum). Kuningan: Ebook, 2010.
Rafiq, Ahmad, Hukum Islam di Indonesia (Cet I; Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1995)
Rasdiyanah, Andi, Kontribusi Hukum Islam dalam Mewujudkan Hukum Pidana
Nasional, Makalah Disampaikan pada upacara Pembukaan Seminar Nasional
tentang Kontribusi Hukum Islam Terhadap Terwujudnya Hukum Pidana Nasional
yang Berjiwa Kebangsaan, UII-Yogyakarta, 2 Desember 1995.
Speyoeti, Zarkowi, Kontribusi Hukum Islam Terhadap Hukum Nasional, Makalah
disampaikan pada Seminar Konsep Keadilan dalam Perspektif Hukum, IAIN Sunan
Ampel Gunungjati-Bandung, 16 Mei 1994.
Peraturan PerUndang-Undangan:
UUD 1945.
Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.
Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
Undang-Undang No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama.
Undang- Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan.
Undang-Undang No. 17 Tahun 1999 Jo UU Nomor 13 Tahun 2008 tentang
Penyelenggaraan Ibadah Haji.
Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat.
Undang-Undang No. 44 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Keistimewaan
Daerah Istimewa Aceh.
Kata Pengantar
Segala puji hanya milik Allah SWT. Shalawat dan salam selalu tercurahkan
kepada Rasulullah SAW. Berkat limpahan dan rahmat-Nya penyusun mampu
menyelesaikan tugas makalah ini guna memenuhi tugas mata kuliah Hukum Islam.
Hukum Islam sebagai salah satu Hukum yang diakui di Indonesia dan manjadi hukum
yang membina moral sangat penting dipelajari.
Dalam penyusunan tugas atau materi ini, tidak sedikit hambatan yang penulis hadapi.
Namun penulis menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan materi ini tidak lain berkat
bantuan, dorongan, dan bimbingan orang tua, sehingga kendala-kendala yang penulis hadapi
teratasi.
Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang Hukum Islam di
Indonesia. Makalah ini di susun oleh penyusun dengan berbagai rintangan. Baik itu yang
datang dari diri penyusun maupun yang datang dari luar. Namun dengan penuh kesabaran dan
terutama pertolongan dari Allah akhirnya makalah ini dapat terselesaikan.
Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas dan menjadi
sumbangan pemikiran kepada pembaca khususnya para mahasiswa Universitas Hasanuddin.
Saya sadar bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari sempurna. Untuk itu,
kepada dosen pembimbing saya meminta masukannya demi perbaikan pembuatan
makalah saya di masa yang akan datang dan mengharapkan kritik dan saran dari para
pembaca.
Penulis
Daftar Isi
Halaman
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
................................................................................ i
............................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN
.................................................................... 1
ALASAN PENGAJARAN
HUKUM
ISLAM
...............................................................................
DI
...........................................
.......
...................
...............................................................................
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
I.
Latar Belakang
Ajaran islam populer juga disebut dengan dienul-Islam merupakan salah satu ajaran
Agama somawi (langit), jika tidak mau dikatakan sebagai kelanjutan agama agama samawi
sebelumnya. Selain memiliki karakteristik yang berbeda dengan sejumlah agama yang
berkembang di dunia yang biasa dikenal dengan agama dunia. Karakteristik Islam demikian
itu dipertegas dalam Alquran, wama arsalnaka ila rahmatan lilamin ( tiadalah risallah Islam
ini diturunkan melainkan untuk kepentingan seluru alam semesta).
Tentunya ajaran islam memiliki sumber-sumber atau dari mana asal muasal dari
ajaran islam tersebut. Ajaran islam juga sebagai ajaran penutup dari ajaran ajaran
sebelumnya memiliki berbagai dinamika. Khususnya di Indonesia ajaran islam memiliki
beberapa fase mulai dari masa penjajahan, pasca kemerdekaan dan juga saat sekarang ini
serta peranan Ajaran Islam dalam pembangunan Nasional.
Sehubungan dengan hal tersebut dalam makalah ini akan dibahas tentang HUKUM
ISLAM DI INDONESIA.
II.
Batasan dan Perumusan Masalah
1. Batasan Masalah
a.
b.
c.
d.
2.
a.
b.
c.
d.
III.
Dari uraian latar belakang diatas terdapat beberapa masalah yang akan dibahas. Tapi masalah
tersebut harus mempunyai batasan batasan. Adapun batasan batasan tersebut sebagai
berikut :
Pengajaran dan Eksistensi Hukum islam di Indonesia
Sumber-Sumber Hukum Islam
Perkembangan Hukum Islam di Indonesia
Hukum islam dan peranannya dalam pembangunan nasional.
Perumusan Masalah
Dari Batasan Batasan Masalah tersebut diatas maka perumusan masalah dapat dirumuskan
sebagai berikut :
Bagaimana Pengajaran dan Eksistensi Hukum islam di Indonesia?
Dari mana Hukum Islam itu ditemukan ?
Bagaimana perkembangan hukum islam ?
Apa apa saja peranan hukum islam dalam pembangunan nasional ?
Tujuan Penulisan Makalah
Penulisan makalah ini bertujuan untuk membahassecara teoritis tentang perjalanan
panjang Rasul dalam menegakkan agama Islamsebagai agama yang diredhai Allah.Kegunaan
makalah ini adalah untuk memberitahukan kepada semuaorang tentang perjuangan Rasul
untuk dapat menegakkan agama Islam, sehinggasekarang ini kita dapat mereguk
nikmatnya beribadah dijalan yang benar yaitu dalam Islam.
BAB II
PEMBAHASAN
SEJARAH DAN ALASAN PENGAJARAN HUKUM ISLAM DI
INDONESIA
A.
kedudukannya adalah sama. Ketiga sistem hukum tersubut adalah relevan dengan kebutuhan
hukum masyarakat.
Dalam kurikulum Fakultas Hukum yang berlaku sekarang ini berdasarkan SK.
Menteri P dan K RI No.17/D/O/1993, mata kuliah ini dinamakan Hukum Islam yang
statusnya adalah sebagai mata kuliah wajib dalam muatan nasional.
B.
2.
Alasan Historis, alasan berdasarkan sejarah. Ditinjau dari segi sejarahnya, ternyata hukum
islam menjadi satu cabang ilmu hukum yang diarkan sejak jaman penjajahan belanda pada
perguruan tinggi hukum di Batavia (nama Jakarta pada masa lampau).
3.
Alasan Yuridis, alasan berdasarkan hukum. Dari segi yuridis, hukum islam telah lama
dipraktekkan oleh masyarakat islam di Indonesia, terutama di daerah yang penduduknya
sangat berpegang teguh pada ajaran islam seperti Aceh, Minangkabau dan daerah daerah
lainnya.
4.
5.
Alasan Ilmiah, hukum islam sebagai salah satu cabang ilmu telah lama menjadi objek kajian
ilmiah oleh para ilmuan islam sediri maupun ilmuan kalangan orientalis ( ahli mengenai
islam tapi bukan muslim ). Pada 1952 di Paris Perancis diadakan the week of Islamic low
yang dihadiri oleh para ahli perbadingan hukum baik islam maupun non islam. Seminar ini
antara lain mengambil keputusan sebagai berikut :
a.
Asas Asas hukum islam mempunyai nilai yang tinggi dan tidak dapat dipertikaikan lagi.
b.
Dalam berbagai mazhab dalam hukum islam terdapat keyayaan pemikiran hukum serta
teknik mengagumkan yang memberi kemungkinan kepada hukum islam untuk berkembang
memenuhi semua kebutuhan dan penyesuaian yang dituntut oleh kehidupan modern.
c.
Berbagai bidang dalam hukum islam telah mengalami perkembangan yang senantiasa
memerlukan respon dan sosialisasi agar hukum islam senantiasa aktual dan menjadi pedoman
dalam menciptakan kehidupan yang damai tertib dan sejahtera.
B.
1.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
1.
2.
3.
2.
1.
2.
waktu 22 tahun, 2 bulan, dan 22 hariyang dibagi atas dua periode yaitu periode
Mekah/Makyah dan periode Madinah/Madaniyah.
Al-Quran terdiri dari 30 Juz,114 surah dengan jumlah ayat seluruhnya 6342,ayat
(Hanafi 1984 : 55) atau 6666 ayat (Rasyidi, 1980 :21) atau 6236 ayat (Ridwan Saleh, Bahan
Kuliah). Sebagai pegangan kita ambil jumlah 6236 ayat dan daripadanya hanyalah terdapat
228 ayatul ahkam/ ayat-ayat hukum dengan rincian sebagai berikut :
70 ayat mengenai hidup kekeluargaan, perceraian, waris-mewaris dan sebagainya;
70 ayat mengenai perdagangan, perekonomian, seperti jual-beli dan sebagainya;
30 ayat mengenai soal soal kriminal;
25 ayat mengenai hubungan antara orang islam dan bukan islam;
10 ayat mengenai hubungan antara orang kaya dan orang miskin;
13 ayat mengenai hukum acara;
10 ayat mengenai soal soal kenegaraan.
Al-Quran hanya memberikan dasar atau patokan yang umum untuk membimbing
manusia kearah kesempurnaan hidup yang selaras antara kehidupan dunia dengan kehidupan
dunia dengan kehidupan akhirat; antara lahir dan batin; antara individu dengan masyarakat
bahkan antara manusia dengan alam sekitarnya. Oleh karena itu, Al-quran dalam kaitan
dengan pembinaan hukumnya, mempunyai ciri ciri sebagai berikut :
Ayat ayat Al-Quran tidak membicarakan suatu persoalan sedetail detailnya, tetapi
cenderung memberikan kerangka yang sifatnya umum.
Ayat ayat yang menunjukkan adanya kewajiban bagi manusia tidak bersifat memberatlan
Dalam bidang ibadah semua dilarang kecuali perintah sedangkan dalam bidang muamalah
semuanya diperbolehkan kecualai ada larangan.
Dasar penetapan hukumnya tidak boleh berdasarkan prasangka semata
Ayat ayat berhubungan dengan penetapan hukum tidak pernah meninggalkan masyarakat
sebagai bahan pertimbangannya.
Penetapan hukumnya yang bersifat perubahan tidak mempunyai daya surut berlakunya.
Prinsip penetapan hukum yang bersifat perubahan yang tidak mempunyai daya surut
berlakunya ini sangat penting demi menjamin adanya kepastian hukum dalam hukum islam.
Mengenai substansi hukum yang diatur dalam Al-Quran adalah :
Ayat hukum yang mengatur masalah itiqadiyyah ( keyakinan dan keimanan )
Ayat hukum mengenai khuluqy, pola perilaku manusia yag berakhlak mulia.
Ayat hukum mengenai amaly, yang berkaitan dengan perbuatan manusia baik ibadah
maupun muamalah.
Hadis atau Sunnah Rasulullah
Hadis/Sunnah adalah segala apa yang datangnya dari Nabi Muhammad s.a.w, baik
berupa segala perkataan yang telah diucapkan, perbuatan yang perbah diperbuat dimasa
hidupnya ataupun segala yang dibiarkan berlaku.
Berdasarkan pengertian tersebut di atas maka Hadis/Sunnah pada hakekatnya dapat
dibedakan atas tiga macam :
Hadis/Sunnah Qauliyah yaitu Hadis / Sunnah yang berupa segala apa yang telah diucapkan
oleh Nabi Muhammad sebagai suatu penjelasan terhadap sesuatu.
Hadis/Sunnah Fiiliyah yaitu Hadis berupa segala apa yang pernah diperbuat oleh Nabi
Muhammad semasa hidupnya atau tindakan nyata yang telah diperbuat semasa hidupanya.
3.
1.
2.
3.
a.
b.
c.
C.
1.
2.
3.
4.
Hadis/Sunnah Taqiriyah, Yaitu hadis yang berupa apa yang dibiarkan berlaku oleh Nabi
Muhammad baik yang berwujud tindakan atau pembicaraan,dirasakan sendiri atau berupa
berita yang diterima lalu Nabi Muhammad tidak melarangnya dantidak pula menyuruh
lakukan.
Untuk mengetahui apakah itu hadis betul betul dapat dipertanggung jawabkan
kebenarannya sebagai sumber hukum, diperlukan beberapa syarat yang dapat
mendukungnya :
Harus ada mathan yaitu teks dan nash itu sendiri yang tidak boleh bertentangan dengan AlQuran
Harus ada Sanad, yaitu sandaran atau rentetan dari orang orang yang meriwatkan hadis itu
Harus ada pratiwi, yaitu orang orang yang meriwatkan hadis itu. Sehubungan dengan
adanya tiga syarat yang harus dipenuhi untuk mengetahui kuat tidaknya suatu hadis sebagai
sumber hukum maka hadis itu dapat pula dibagi tiga golongan yaitu
Hadis Mutawathir yaitu hadis yang tidak bisa sama sekali di curigai kebenarannya.
Hadis Masyhur yaitu hadis yang semula hanya diriwatkan oleh seorang yang dapat dipercaya
kemudian diteruskan oleh beberapa orang yang dipercaya pula
Hadis Ahad yaitu hadis yang secara turun temurun diriwatkan oleh orang seorang yang
layak dipercaya.
Hadis sebagai sember hukum kedua mempunyai kedudukan sebagai sumber hukum
yang tidak berdiri sendiri dalam hal berfungsi menerangkan/memberi penjelasan atas hukum
hukum ada dalam Al-Quran sedangkan hadis mempunyai kedudukan sebagai sumber
hukum yang berdiri sendiri jika ia memberikan ketentuan hukum sendiri mengenai suatu
masalah.
Sumber Hukum Tabaiyah
Sumber hukum tabaiyah adalah kebalikan dari sumber ashliyah. Yang dimaksudkan
dengan sumber hukum tabaiyah adalah sumber hukum yang penggunaanya masih bergantung
pada sumber hukum yang lain. Sumber hukum ini jumlahnya banyak, tapi yang umum
digunanakan / banyak digunakan terbatas pada Ijma, Qaul, (Pendapat) sahabat Qias,
Istihsan, Istihshalah, dan Urf, disamping Al-Quran dan hadis.
Ijma
Ijma adalah persesuaian paham atau pendapat diantara para ulama mujtahidin pada suatu
masa tertentu setelah wafatnya Nabi Muhammad s.a.w untuk menentukan hukum suatu
masalah yang belum ada ketentuan hukumnya.
Qaul
Sahabat adalah mereka yang bertemu dengan Nabi Muhammad SAW dalam keadaan beriman
dan mati dalam keadaan beriman pula. Oleh karena itu orang yang pernah bertemu Nabi
Muhammad tapi belum beriman bukan sahabat nabi.
Qias
Qias adalah perbandingan atau mempersamakan atau menerapkn hukum dari suatu perkara
yang sudah ada ketentuan hukumnya terhadap suatu perkara yang lain yang belum ada
ketentuan hukumnya oleh karena keduanya yang bersangkutan memiliki unsur unsur
kesamaan.
Istihsan
5.
6.
7.
Istihsan adalah memindahkan atau mengecualikan hukum dari suatu peristiwa dari hukum
peristiwa lain yang sejenis dan memberika kepadanya hukum yang lain karena ada alasan
yang kuat bagi pengecualian itu.
Istishlah
Istishlah adalah penetapan hukum dari suatu perkara berdasar pada adanya kepentingan
umum atau kemashlahatan umat.
Urf
Secara umum Urf adalah kebiasaan umum yang berasal dari kebiasaan masyarakat Arab pra
Islam yang diterima oleh Islam oleh karena tidak bertentangan dengan ketentuan
ketentuannya.
Istishab
Istishab adalah memahami atau membarengi apa yang telah terjadi di masa lalu.
Hukum ( syariah ) adalah suatu yang esensial dalam islam yang mengendalikan sikap
hidup penganutnya. Bila seorang masuk islam, maka secara otomatis ia mengakui hukum
islam, dan wajib untuk melaksanakannya dalam kehidupan sehari hari.
Penelitian mengenai hukum islam di Indonesia belum banyak menyikapkan bentuk
bentuk penerapan hukum islam melalui kerajaan kerajaan yang pernah berdiri di Nusantara
sebelum kedatangan penjajahan Belanda, tetapi gelar gelar yang diberikan kepada beberapa
raja Islam, misalnya adipati, ing alogo, saayadin, dan padotongomo, dapat dipastikan bahwa
peranan hukum islam cukup besar dalam kerajaan kerajaan tersebut.
Oleh karena itu agama adalah suatu yang menentukan dalam sejarah masyarakat
indonesia dan kerena itu ketuhanan yang maha esa dicantumkan oleh para pendi RI sebagai
sila pertama falsafah negara, dan ini menunjukkan disamping adat istiadat, juga dipengaruhi
oleh pandangan hidup dan agama bangsa Indonesia yang memainkan peranan dalam
membentuk pemahaman dan pencitraan hukum bangsa Indonesia sepanjang sejarah.
Selanjutnya hukum di Indonesia dapat dilihat dari beberapa hal, pertama adalah
hukum yang berasal dari adat-istiadat dan norma norma masyarakat yang diterima secara
turun temurun yang berlangsung sejak dahulu kala. Keduaadalah hukum yang berasal dari
ajaran agama. Sejak dahulu kala sudah dicatat dalam sejarah sejumlah orang yang meklaim
menerima pesan ilahi atau hikmah. Dan ketiga adalah hukum sebagai keleruhan antara
kehidupan bersama yang berasal dari legislator resmi yang disertai dengan saksi tertentu.
Ketiga jenis aturan tersebut terdapat dalam budaya Hukum Negara Republik
Indonesia yang diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945. Ketika membicarakan
budaya Hukum Indonesia maka ketiganya itu tidak bisa diabaikan.
Pasal 29 Ayat (1) UUD 1945 menurut seorang praktisi hukum pada dasarnya
mengandung tiga muatan makna.
1.
2.
3.
B.
1.
2.
3.
4.
5.
C.
1.
2.
3.
1.
1.
2.
3.
4.
2.
3.
Penyebaran islam pada mulanya hanya pada dua titik yaitu Sumatra Utara ( Aceh )
dan pesisir pantai Utara Jawa Tengah dan Jawa Timur ( Rembang, Tubanng, dan Gresik).
Dari Sumatra Utara ini Islam menyebar ke Pedalaman Minangkabau sementara di Sumatra
Selatan Agama Islam berkembang melalui Banten.
Di Pulau Jawa, Agama islam berkembang dan menyebar melalui kelompok orang
orang penyebar agama Islam yaitu para wali, yang biasa dikenal dengan
sebutan Walisongo (Wali Sembilan). Dengan perantara mereka inilah Islam di Demak, Pajang
Mataram dan Banten, akhirnya sampai merata di Pulau jawa. Dengan Masuknya agama Islam
di Tanah Air maka hukum- hukumnya juga turut serta didalamnya.
Hukum Islam terdiri dari tiga aspek yang satu dengan yang lainnya dapat dibedakan
tapi tidak dapat dipisahkan. Ketiga aspek yang dimaksud adalah, aspek akidah, aspek syariat,
dan aspek filsafat.
Di antara ketiga aspek tersebut yang paling penting adalah aspek syariatnya/ aspek
hukumnya, oleh karena aspek hukum tersebut merupakan jiwa agama islam.
Masa Pemerintahan Hindia belanda
Pada masa pemerintahan hindia Belanda mulai berkuasa di Tanah Air kita, hukun
islam telah berkembang sedemikian pesatnya. Hal ini dapat dilihat bahwa di daerah-daerah
yang masyarakatnya mayoritas agama Islam pengaruhnya sangat menonjol.
Di samping hukum Islam, Hukum adat sebagai suatu sistem hukum juga berlaku
ditengah-tengah masyrakat sebagai hukum yang tumbuh dan berkembang berdasrkan alam
fikiran bangsa Indonesia. Antara kedua sistem hukum itu dalam perkembangannya saling
mempengaruhi, seolah olah diantara keduanya terjadi singkronisasi.
Dengan berdasarkan pada teori pemerintahan Hindia belanda berhasil memperkecil
peranan Hukum Islam dalam hukum positif, sehingga hanya terbatas pada hukum perkawinan
dan perceraian serta mengenai badan hukum yang berbentuk wakaf, Hibah, Wasiat dan
Shadakah.
Sebagai konsekuensi diakuinya Hukum Islam dalam peraturan peraundang
undangan Hindia belanda sebagimana tercantum dalam beberapa pasal RR dan IS.
Masa Sesudah Kemerdekaan
Sesudah proklamasi kemerdekaan, perkembangan hukum islam lebih maju lagi
dibandingkan dengan keadaannya pada tahun tahun sebelum kemerdekaan.
Pasal 29 ayat (2) UUD 1945 ditegaskan Bahwa Negara Republik Indonesia menjamin
kemerdekaan tiap tiap penduduk untuk memeluk agama dan kepercayaannya itu.
Sebagai salah satu bentuk dari kemerdekaan beragama sebagai mana terantum dalam
pasal 29 ayat (2) tsb, maka pada tanggal 3 Januari 1946 dibentuklah Departemen Agama yang
bertugas mengurus berbagai urusan yang menyangkut masalah masalah keagamaan
( termasuk hukum agama ) di Indonesia.
Dalam perkembangan selanjutnya beberapa bidang hukum islam telah dinyatakan
diterima dalam hukum nasional sebagai hukum positif seperti Hukum Perkawinan dalam UU
No 1 Tahun 1874.
Pembentukan berbagai pesantren dan madrasah-madrasah islamiyah bernafaskan
Islam turut menjadi warna tersendiri terhadap perkembangan Hukum Islam di Indonesia.
A.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
B.
C.
D.
integral dan tidak dapat dipisahkan dari pembangunan nasional. Dengan demikian dasar dan
landasan hukum nasional adalah Pancasila sebagai landasan idealnya UUD 1945 sebagai
landasan struktural dan konstitusional dan GBHN sebagai landasan operasionalnya
Selanjutnya batang tubuh UUD 1945 terdapat pasal yang juga memberi petunjuk yang
sama antara lain pasal 4 UUD 1945 : Presiden Republik Indonesia memegang perintah
Undang Undang dan Pasal 27 UUD 1945 : segala warga negara bersama kedudukannya
dalam hukum dan pemerintah dan wajib menjunjung tinggi hukum dan pemerintah tanpa
terkecuali.
Tentang bagaimana melaksanakan pembinaan hukum nasional di Indonesia hal ini
kita dapat lihat dalam GBHN sebagai landasan operasionalnya yang didalam operasionalnya
menyebut cukup banyak masalah menyangkut pembinaan dan pengembangan hukum
nasional di Indonesia. Hal ini menjadi masalah pokok oleh karena dalam tata hukum nasional
kita dimasa yang akan datang sangat dibutuhkan adanya hukum yang tertulis yang
dikodefikasi sehingga dengan demikian akan terwujud satu kesatuan hukum yang berlaku
sama dalam Nagara Kesatuan republik Indonesia.
E.
1.
2.
3.
F.
BAB III
KESIMPULAN
1.
1.
Alasan Alasan dari pengajaran hukum islam di indonesia :
Alasan sosiologis, alasan berdasarkan kemasyarakatan
2.
3.
2.
Sumber hukum islam secara besar dapat pula dibagi menjadi: Sumber Hukum Ashliah yang
didalamnya adalah Al-Quran dan Hadis/sunnnah dan sumber hukum Tarbaiyah yang
mencakup Ijma, Qaul, Sahabat, Qias, Istishan, Muslahat-Muslahat, Urf, Syariat Umat
Terdaulu dan Istishab.
3.
4.
1.
2.
3.
4.
Di dalam Al-Quran dan hadis ada beberapa ayat yang memberikan isyarat untuk
melaksanakan pembangunan itu antara lain :
Al-Quran, Surah Al Baqarah ayat 148 yang artinya: hendaklah kamu berlomba lomba
dalam kebaikan.
Al-Quran, Surah Ar Radu ayat 11 yang artinya : sesungguhnya ALLAH tidak akan
merubah nasib sesuatu umat kecuali dirinya sendiri yang merubahnya.
Al-Quran, Surah Al mudjadah ayat 11 yang artinya :Allah mengngkat derajat orang
orang yang beriman dari kamu sekalian dan begitu juga dengan orang yang berilmu
pengetahuan.
Hadis Riwayat Abu Naim yang artinya : kekafiran dapat membawa seorang kepada
kekufuran.
BAB IV
PENUTUP
Demikian yang dapat kami paparkan mengenai materi yang menjadi pokok bahasan
dalam makalah ini, tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahannya, kerena
terbatasnya pengetahuan yang ada hubungannya dengan judul makalah ini.
Penulis banyak berharap para pembaca yang budiman dusi memberikan kritik dan
saran yang membangun kepada penulis demi sempurnanya makalah ini dan dan penulisan
makalah di kesempatan kesempatan berikutnya.
Semoga makalah ini berguna bagi penulis pada khususnya juga para pembaca yang
budiman pada umumnya.
Daftar Pustaka
M. Arfin Hamid. Hukum Islam Perspektif Keindonesiaan (Sebuah Pengantar dalam
Memahami Realitasnya di Indonesia). Makassar : PT. UMITOHA. 2011
Pengertian Hukum Islam
Hukum islam sebagai sistem hukum yang bersumber dari Din al Islam sebagai suatu sistem hukum
dan sutu disiplin ilmu, hukum islam mempunyai dan mengembangkan istilah-istilahnya sendiri
sebagaimana disiplin ilmu yang lain[11]. Hukum islam didalam masyarakat sering disebut dengan
istilah syariat islam, yang kemudian selalu dihubungkan dengan hal-hal yang berbau islam dan AlQuran. pemikiran-pemikiran yang demikian memang tidak disalahkan sehingga menimbulkan kesan
bahwa hukum islam itu bersifat kaku dan tidak fleksibel mengikuti perkembangan zaman. Hal inilah
yang patut kita garis bawahi dan harus diluruskan agar definisi dari hukum islam itu sendiri tidak
diartikan bahwa hukum islam itu tidak bersifat kaku atau hanya mengacu pada teks semata, akan
tetapi hukum islam itu bersifat fleksibel dan mengikuti perkembangan zaman. Hal ini dipertegas oleh
perkataan abu hanifa yang mengatakan bahwa Din tidakpernah berubah sedangkan syariah terus-
menerus berubah dalam perjalanan sejarah[12]. Namun dapat disimpulkan bahwa hukum islam
adalah segala perkataan Allah SWT yang berbentuk larangan, perintah atau anjuran. Dalam hal ini
hal-hal yang diatur didalam hukum islam mengenai aturan dalam hubungan manusia dengan
penciptanya, manusia dengan masyarakat dimana ia hidup dan manusia dengan alam
lingkungannya, disegala waktu dan segala tempat, menckup segala aspek kehidupan manusia dan
segala permasalahan. Dan dalam pembagiannya hukum islam memiliki lima kaidah yang menjadi
patokan dalam segala perbuatan manusia yaitu :
1. Wajib yaitu suatu kaidah hukum islam yang mengandung perintah harus dilaksanakan dengan
mendapat pahala dan berakibat dosa jika tidak dikerjakan.
2. Sunah yaitu mengandung suatu anjuran yang jika dikerjkan mendapat pahala dan jika ditiggalkan
tidak ada konsekuensi mendapat dosa.
3. Mubah yaitu suatu keadan yang memberikan pelaku untuk mau melaksanakan atau tidak.
4. Makruh suatu keadaan bagi pelaku untuk tidak melaksanakan maka mendapat pahala jika tidak
dikerjakan akan mendapat kerugian tapi tidak berdosa.
5. Haram Yaitu suatu perintah untuk tidak menrjakannya, dan kalua dikerjakam mendapat dosa.[13]
Dan hukum islam sendiri telah menjadi bagian dari hukum-hukum yang ada di Indonesia bukan hanya
terdapat pada negara-negara jazirah Arab saja, hal ini terbukti dengan aturan-aturan atau hukum
yang ada pada undang-undang yang berlaku dinegara kita tidak sedikit dipengaruhi oleh hukum
islam. Bahkan didaerah aceh sudah menggunakan hukum islam walaupun belum sepenuhnya
dijalankan dengan sempurna. Dalam pengertiannya hukum islam dibagi menjadi tiga macam yaitu :
1. Syariat
Kata syariat memang sangat cukup dikenal bagi masyarakat khususnya bagi masyarkat muslim. Kata
syariat secara bahasa memiliki arti jalan ke tempat pengairan atau tempat lalu air di sungai[14].
Disebutkan dalam buku lain, syariah secara bahasa diartikan sebagai jalan yang dilalui air terjun atau
jalan ke sumber air[15]. jadi syariat yang dimaksud secara bahasa adalah jalan menuju sumber
kehidupan, atau dengan kata lain syariat adalah suatu proses menuju jalan yang harus diikuti yakni
jalan yang telah ditetapkan oleh tuhan bagi manusia. Dan secara istilah syariah adalah aturan-aturan
yang telah ditetapkan oleh Allah SWT bagi manusia untuk menjalankan kehidupannya baik dengan
Allah, dengan sesama manusia dan alam sekitar. Dan menurut Syekh Mahmout Syaltout memberikan
definisi bahwa Syariah adalah peraturan-peraturan yang duciptakan Allah, atau yang diciptkannya
pokok-pokoknya supaya manusia berpegang dalam berhubungan dengan Tuhan, saudara sesama
muslim, saudaranya sesame manusia, serta hubungannya dengan seluruhnya dan hubungannya
dengan kehidupan[16]. Jadi dapat disimpulkan bahwa syariat adalah segala ketentuan yang
datangnya dari Allah SWT melalui rasul-Nya, berisi perintah, larangan-larangan dan anjuranyang
meliputi segala aspek kehidupan manusia. Atau bisa dikatakan bahwa syariat adalah jalan hidup
muslim.
2. Tasyri
Jika kita membuat suatu aturan-aturan atau hukum, tentunya melalui proses atau tahapan sehingga
dapat tercipta sebuah aturan, dan apabila hukum itu tealah tercipta maka proses selanjutnya adalah
penetapan atau pengesahan. Oleh karena itu dalh hukum islam penetapan itu disebut Tasyri. Kata
tasyri sebenarnya masih satu akar dengan kata syariat. Tasyri sendiri secara bahasa artinya
membuat atau menetapkan syariat. Dengan ini jelaslah bahwa suatu hukum itu memerlukan adanya
penetapan, tidak terkecuali dengan hukum islam.
Perbedaan syariat dengan tasyri dilihat dari segi syariat itu meteri hukumnya sedangkan tasyri
penetapan materi tersebut[17]. Mengenai hal ini , yang terkandung didalam tasyri adalah mengenai
proses, cara, dasar dan tujuan mengapa Allah menetapkan hukum-hukum tersebut.
3. Fiqh
Selain kata syariat,dalam kehidupan sehari-hari tidak sedikit dari kita yang memahami fiqh sebagai
hukum islam. Fiqh sendiri secara etimologis memiliki arti faham yang mendalam. Dalam buku lain
disebutkan fiqh secara bahasa diartikan pintar, cerdas, tahu, dan faham menurut asal mulanya,
sehingga faham sampai mendalam. Dan secara istilah fiqh fiqh memiliki pengertian yang berbedabeda diantaranya menurut imam Al-Ghazali mengatakan Fiqh itu bermakna paham dan ilmu. Akan
tetapi urf ulama telah menjadikan suatu ilmu yang menerangkan hukum hukum syara tertentu bagi
perbuatan perbuatan para mukhallaf, seperti wajib, haram, mubah, sunnah, makhruh, shahih, fasid,
batil, qadla ada yang sepertinya[18]. sedangkan menurut Ibnu Kaldun Fiqh adalah ilmu yang
dengannya diketahui segala hukum Allah yang berhubungan dengan segala pekerjaan mukallaf, bagi
yang wajib, haram, dan yang mubah harus yang diambil ( dinisbatkan ) dari Al kitab dan As sunnah
dan dari dalil dalil yang telah tegas ditegaskan syara, seperti khias umpamanya. Apabila
dikeluarkan hukum hukum dengan jalan ijtihad dari dalil- dalilnya, maka yang dikeluarkan itu
dinamai Fiqh. Dan dari pengertian-pengertian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa fiqh adalah
segala aturan-aturan yang bersumber dari Allah tentang wajib, haram, mubah, makruh, dan sunah
bagi manusia dalam menjalankan kehidupan.
2. Prinsip-prinsip Hukum Islam
Setiap Hukum tentunya memiliki prisip yang menjadi dasar dan tumpuan hukum itu. Tidak terkecuali
hukum islam juga memiliki prinsip yang menjadi tumpuan atau pilar-pilar yang menguatkan hukum
islam itu sendiri. Adapun prinsip-prisip hukum islam adalah ;
a. Prinsip Tauhid
Prinsip tauhid adala suatu prinsip yang menghimpun selurh manusia kepada Tuhan yang juga
menjadi prinsip umum sebagai landasan prinsip-prinsip hukum islam lainnya. Prinsip tauhid ini
menghendaki dan mengaruskan manusia untuk menetapkan hukum sesuia dengan apa yang
diturunkan Allah dab Rasul-Nya[19]. Prinsip tauhid ini melahirkan prinsip khusus, misalnya prinsipprinsip ibadah, yakni prinsip berhubungan langsung dengan Allah, prinsip memelihara akidah dan
iman, memelihara agama, penyucian jiwa dan pembentukan pribadi yang luhur.
b. Prinsip Keadilan
Keadilan merupakan unsur yang sangat penting dan memilki cakupan yang sangat luas yakini dalam
segala bidang kehidupan. Menurut Quraisy Shihab keadilan adalah syarat bagi terciptanya
kesempurnaan pribadi, standar kesejahteraan masyarakat, dan sekaligus jalan terdekat menuju
kebahagiaan ukhrawi. Dan para mufasir mengartikan keadilan dalam A-Quran ada empat makna
yaitu adil dalam arti sama, adil dalam arti seimbang, adil dalam arti perhatian pada hak-hak individu
dan memberikan kepada pemiliknya, dan terkahir adil yang dinisbatkan kepada Allah[20].
c. prinsip Al-Musawah (Persamaan)
Al-Musawah atau persamaan adalah dimana setiap orang memiliki kedudukan yang sama dimata
Tuhan, baik dari segi perbedaan suku, bahasa, bangsa, atau jabatan sekalipun. Semua manusia
dianggap sam didepan hukum dan tidak ada pengkhusan atau pengecualian.
d. Prinsip Al-Hururiah (kemerdekaan)
Pada prinsip Al-Hururiah ini yaitu adanya kebebasan secara umum, baik kebebasan individual
maupun kelompok. Kebebasan induvidu dan kebebsan berserikat misalnya digunakan untuk kebaikan
ddan kebenaran, bukan untuk menimbulkan pertengkaran atau perselisihan.
Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang peradilan Agama disahkan dan diundangkan di Jakarta
pada tanggal 29 Desember 1989. Jadi artinya undnad-undang tentang peradilan agama baru dissa
terdihkan pada tanggal tersebut, namun sesungguhnya usaha untunk memantapkan kedudulan
Peradilan Agama sebenarnya sudaha dirintis oleh Departemen Agama. Kegiatan penyusunan
Rancangan Undang-undang tentang peradilan agama sudah dimulai sejak tahun 1961, namun baru
secara kongkret dilaksanakan pada tahun 1971. Setelah mengalami pembahsan yang panjang Baru
pada tanggal 29 Desember 1989 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989. Adapun isinya terdiri dari 7
Bab dan terdiri dari 108 pasal.
c. Undang-undang Penyelenggaraan Ibadah Haji.
Dengan penduduk Indonesia yang mayorita beragama islam, tentunya kegiatan ibadah hajipun
sangat tinggi intensitasnya, untuk itu agar penyelanggaraan haji bisa berjalan lancar, tidak ada
kesulitan, baik didalam negeri maupun ketika diluar negri, maka diperlukan manajemen yang baik,
seihingga dibentuklah Undang-undang tentang Penyelenggaraan haji, yaitu Undang-undang Nomo 17
Tahun 1999 tentang penyelenggaraan Ibadah Haji disahkan dan diundangkan di Jakarta pada tanggal
31 mei 1999. Undang-undang penyelenggaraan haji terdiri dari 15 Bab dan 30 pasal.
d. Undang-undang Pengelolaan Zakat.
Zakat adalah salah satu rukun islam yang harus dijalankan oleh selurauh umat musalim, khususnya
di Indonesia yang mayoritas beragama muslim, maka sangat mutlak dibutuhan aturan-aturan yang
mengatur pengelolaan zakat tersebut. Mengacu hal ini, maka pemerintah membentuka Undangundang tentang Pengelolaan zakat, yaitu Undang-undang Nomor 36 Tahun 1999 tengtang
Pengelolaan Zakat disahkan dan diundangkan di Jakarta pada tanggal 23 Desember 1999. UU
Pnegelolaan Zakat terdiri dari 10 Bab dan 25 pasal.
e. Undang-undang Penyelenggaraan Keistimewaan DI Aceh.
Aceh yang memang memiliki keistimewaan sendiri tentang hukum-hukum yang berlaku disana,
masyarakat aceh yang memang menghendaki penetapan hukum islam, dan sealu menjunjung tinggi
adat, dan telah menempatkan ulama pada peran yang sangat terhormat dalam kehidupan
bermasrayarakat, berbangsa dan bernegara perlu dilestarika dan dikembangkan. Dan pemerintah
juga memberika jaminan kepastian hukum dalam penyelenggaraan keistimewaan yang dimiliki rakyat
aceh sebagaimana tersebut diatas dengan munculnya Undang-undang No. 44 Tahun 1999 tentang
penyelenggaraan Keistimewaan Propinsi Daerah Istimewa Aceh. UU No. 44 tahun 1999 terdiri dari 5
Bab dan 13 pasal.