Refrat Tatalaksana Depresi
Refrat Tatalaksana Depresi
PENDAHULUAN
pasien dapat diobati tanpa obat-obatan tetapi ketika depresi sedang atau berat pasien
mungkin memerlukan obat-obatan dan professional talking treatments.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Depresi adalah gangguan mental yang umum, ditandai dengan kesedihan,
kehilangan minat atau kesenangan, perasaan bersalah atau perasaan rendah diri,
susah tidur atau nafsu makan menurun, perasaan kelelahan, dan kurangnya
konsentrasi. (WHO http://www.who.int/topics/depression/en/)
Depresi merupakan satu masa terganggunya fungsi manusia yang berkaitan
dengan alam perasaan yang sedih dan gejala penyertanya, termasuk perubahan pada
pola tidur dan nafsu makan, psikomotor, konsentrasi, anhedonia, kelelahan, rasa
putus asa dan tidak berdaya, serta bunuh diri (Kaplan, 2010).
2.2 Etiologi
a. Faktor biologi
Beberapa penelitian menunjukkan adanya abnormalitas metabolit amin
biogenik, seperti: 5 HIAA (5-Hidroksi indol asetic acid), HVA (Homovanilic acid),
MPGH (5 methoxy-0-hydroksi phenil glikol), di dalam darah, urin dan cairan
serebrospinal pada pasien gangguan mood. Neurotransmiter yang terkait dengan
patologi depresi adalah serotonin dan epineprin. Penurunan serotonin dapat
mencetuskan depresi.1,2
b. Faktor genetik
Data genetik dengan kuat menunjukkan bahwa faktor genetik signifikan terlibat
dalam timbulnya gangguan mood tetapi pewarisan genetik terjadi melalui
mekanisme yang kompleks. Untuk mengetahui faktor genetik dapat dilihat dari studi
keluarga, studi adopsi, studi anak kembar, studi keterkaitan kromosom.1
c. Faktor psikososial
Faktor psikososial yang mempengaruhi depresi meliputi: peristiwa kehidupan
dan stressor lingkungan, kepribadian, psikodinamika, kegagalan yang berulang, teori
kognitif dan dukungan sosial. Peristiwa kehidupan dan stresor lingkungan. Peristiwa
kehidupan yang menyebabkan stres, lebih sering mendahului episode pertama
gangguan mood dari episode selanjutnya. Para klinisi mempercayai bahwa peristiwa
kehidupan memegang peranan utama dalam depresi, klinisi lain menyatakan bahwa
peristiwa kehidupan hanya memiliki peranan terbatas dalam onset depresi. Stressor
lingkungan yang paling berhubungan dengan onset suatu episode depresi adalah
kehilangan pasangan.1,2
Faktor kepribadian. Beberapa ciri kepribadian tertentu yang terdapat pada
individu, seperti kepribadian dependen, anankastik, histrionik, diduga mempunyai
resiko tinggi untuk terjadinya depresi. Sedangkan kepribadian antisosial dan
paranoid (kepribadian yang memakai proyeksi sebagai mekanisme defensif)
mempunyai resiko yang rendah.1,2
Faktor psikodinamika. Berdasarkan teori psikodinamika Freud, dinyatakan
bahwa kehilangan objek yang dicintai dapat menimbulkan depresi. Kegagalan yang
berulang. Dalam percobaan binatang yang dipapari kejutan listrik yang tidak bisa
dihindari, secara berulang-ulang, binatang akhirnya menyerah tidak melakukan
usaha lagi untuk menghindari. Disini terjadi proses belajar bahwa mereka tidak
berdaya. Pada manusia yang menderita depresi juga ditemukan ketidakberdayaan
yang mirip.1,2
Faktor kognitif. Adanya interpretasi yang keliru terhadap sesuatu, menyebabkan
distorsi pikiran menjadi negatif tentang pengalaman hidup, penilaian diri yang
negatif,
pesimisme
dan
keputusasaan.
Pandangan
yang
negatif
tersebut
memerlukan
psikofarmaka
antidepresan.
Medikasi
akan
membantu
meningkatkan suasana hati sehingga relatif penderita lebih mudah ditolong dengan
psikoterapi dan simptomnya cepat menurun.
Setiap individu mempunyai kebutuhan dan latar belakang yang berbeda,
sehingga terapinya disesuaikan dengan kebutuhannya. Terapi juga dipengaruhi oleh
masalah pribadi kehidupan penderita. Jika mereka juga menggunakan napza atau
mempunyai ketergantungan pada hal lain, seringkali tanda dan gejala gangguan
depresif mengalami distorsi, atau menjadi diperbesar dan nampak tidak dapat
dipulihkan.
Rujukan penderita ke layanan terapi profesional sangatlah diperlukan. Terapi
yang dapat dipercaya oleh penderita memberikan dorongan kuat untuk pemulihan.
Terapi diarahkan pada pemikiran positif penderita untuk membalikkan pikiran dan
perasaan negatifnya. Pengobatan gangguan depresif tersedia dan gangguan depresif
dapat diobati.
Jika penderita mengalami gangguan depresif berat, dan gejalanya sangat
membuat tidak berdaya maka perlu diketahui bahwa anti depresan tidak
menyembuhkan gangguan depresif, tetapi mengurangi sampai menghilangkan
gejala. Psikoterapi akan membantu penderita belajar adaptasi diri menghadapi
permasalahan yang muncul dalam kehidupannya yang berpotensi mencetuskan
gangguan depresif. Pola pikir negatif dan sikap pesimistik perlu digantikan dengan
perilaku yang diubah melalui pendekatan psikoterapi. Evaluasi dan observasi
penderita akan kemungkinan bunuh diri, keluarga diminta bantuannya untuk
mengawasi hal ini. Tujuannya adalah untuk mengamankan penderita dari tindak
mengakhiri kehidupan.
Penderita dengan gangguan depresif perlu didukung dengan empati, dengan
menekankan bahwa mereka dapat ditolong dan diobati. Kebanyakan dari mereka
merasa putus asa dan merasa tidak berdaya. Hindari ketidak-empatian seperti
mengatakan kepada mereka untuk senyum, bergembira, jangan malas, bergaul dsb.
Ini akan membuat mereka lebih terpuruk.
Pertimbangan
untuk
pemilihan
obat
ada
di
tangan
dokter
yang
akan
Efektivitas obat atas penderita. Seringkali pengobatan awal memberi hasil baik. Jika
ini tak terjadi beritahu dokter agar dipikirkan obat lain atau kombinasi.
Obat harus dipertahankan selama 7-15 bulan atau lebih panjang untuk menghadang
episode gangguan depresif berikutnya
Efek seretogenik; berupa mual ,muntah, malaise umum, nyeri kepala, gangguan tidur
dan nervositas, agitasi atau kegelisahan yang sementara, disfungsi seksual dengan
ejakulasi dan orgasme terlambat.
Efek antikolinergik, antiadrenergik, dan efek jantung sangat kurang atau sama sekali
tidak ada.
Obat-obat yang termasuk antidepresan generasi ke-2 :
Fluoxetin
Dosis lazim: 20 mg sehari pada pagi hari, maksimum 80 mg/hari dalam dosis
tunggal atau terbagi.
Kontra Indikasi: hipersensitif terhadap fluoxetin, gagal ginjal yang berat,
penggunaan bersama MAO.
Interaksi Obat: MAO, Lithium, obat yang merangsang aktivitas SSP, anti depresan,
triptofan, karbamazepin, obat yang terkait dengan protein plasma.
Perhatian: penderita epilepsi yang terkendali, penderita kerusakan hati dan ginjal,
gagal jantung, jangan mengemudi / menjalankan mesin.
Sertralin
Dosis lazim: 50 mg/hari bila perlu dinaikkan maksimum 200 mg/hr.
Kontra Indikasi: Hipersensitif terhadap sertralin.
Interaksi Obat: MAO, Alkohol, Lithium, obat seretogenik.
Perhatian: pada gangguan hati, terapi elektrokonvulsi, hamil, menyusui,
mengurangi kemampuan mengemudi dan mengoperasikan mesin.
Citalopram
Dosis lazim: 20 mg/hari, maksimum 60 mg /hari.
Kontra indikasi: hipersensitif terhadap obat ini.
Interaksi Obat: MAO, sumatripan, simetidin.
Perhatian: kehamilan, menyusui, gangguan mania, kecenderungan bunuh diri.
Fluvoxamin
Dosis lazim: 50mg dapat diberikan 1x/hari sebaiknya pada malam hari, maksimum
dosis 300 mg.
Interaksi Obat: warfarin, fenitoin, teofilin, propanolol, litium.
Mianserin
Dosis lazim: 30-40 mg malam hari, dosis maksimum 90 mg/ hari
Kontra Indikasi: mania, gangguan fungsi hati.
Interaksi Obat: mempotensiasi aksi depresan SSP, tidak boleh diberikan dengan
atau dalam 2 minggu penghentian terapi.
Perhatian: dapat menganggu psikomotor selama hari pertama terapi, diabetes,
insufiensi hati, ginjal, jantung.
Mirtazapin
Dosis lazim: 15-45 mg / hari menjelang tidur.
Kontra Indikasi: Hipersensitif terhadap mitrazapin.
Interaksi Obat: dapat memperkuat aksi pengurangan SSP dari alkohol, memperkuat
efek sedatif dari benzodiazepine, MAO.
Perhatian: pada epilepsi sindroma otak organic, insufiensi hati, ginjal, jantung,
tekanan darah rendah, penderita skizofrenia atau gangguan psikotik lain,
penghentian terapi secara mendadak, lansia, hamil, laktasi, mengganggu kemampuan
mengemudi atau menjalankan mesin.
Venlafaxine
Dosis lazim: 75 mg/hari bila perlu dapat ditingkatkan menjadi 150-250 mg 1x/hari.
Kontra Indikasi: penggunaan bersama MAO, hamil dan laktasi, anak < 18 tahun.
Interaksi Obat: MAO, obat yang mengaktivasi SSP lain.
Perhatian: riwayat kejang dan penyalahgunaan obat, gangguan ginjal atau sirosis
hati, penyakit jantung tidak stabil, monitor tekanan darah jika penderita mendapat
dosis harian > 200 mg.
Antidepresan MAO
Inhibitor Monoamin Oksidase (Monoamine Oxidase Inhibitor, MAOI)
Farmakologi
Monoamin oksidase merupakan suatu sistem enzim kompleks yang terdistribusi luas
dalam tubuh, berperan dalam dekomposisi amin biogenik, seperti norepinefrin,
amin
normal
setelah
penghentian
obat.
Hasil
studi
juga
Hipotensi: Amati pada semua penderita adanya gejala hipotensi portural. Efek
samping hipotensif terjadi pada penderita hipertensif, normal maupun hipotensif.
Tekanan darah biasanya segera kembali pada kadar sebelum pengobatan bila obat
dihentikan atau dosisnya dikurangi. Pada dosis lebih besar dari 30 mg/hari, hipotensi
postural merupakan efek samping utama dan dapat mengakibatkan pingsan.
Tingkatkan dosis dengan lebih perlahan pada penderita yang menunjukkan
kecenderungan ke arah hipotensi pada permulaan terapi. Hipotensi postural dapat
mereda bila penderita berbaring sampai tekanan darahnya kembali normal.
Hipomania: Hipomania merupakan efek samping psikiatrik parah yang paling umum
dilaporkan. Hal ini terbatas pada penderita dengan gangguan yang ditandai oleh
gejala hiperkinetik yang terjadi bersamaan dengan efek depresif, tapi dikaburkan
oleh efek depresif tersebut. Hipomania biasanya muncul saat depresi membaik. Bila
agitasi terjadi, gejala ini dapat ditingkatkan oleh MAOI. Hipomania dan agitasi juga
terjadi pada penggunaan obat dalam jumlah yang lebih tinggi daripada dosis yang
direkomendasikan atau setelah terapi jangka panjang. Obat dapat menyebabkan
stimulasi berlebihan pada penderita yang teragitasi atau skizofrenik; pada keadaan
mania-depresif, dapat terjadi peralihan dari fase depresif ke fase mania.
Diabetes: Terdapat bukti yang bertentangan berkenaan dengan apakah MAOI
mempengaruhi metabolisme glukosa atau mempotensiasi senyawa hipoglikemik.
Hal ini harus dipertimbangkan dalam penggunaan MAOI untuk penderita diabetes.
Epilepsi: Efek MAOI pada ambang konvulsi dapat bervariasi. Jangan menggunakan
MAOI bersama metrizamid, hentikan penggunaan MAOI paling tidak 48 jam
sebelum myelografi dan lanjutkan paling tidak 24 jam setelah melakukan prosedur.
Hepatotoksisitas: Terdapat insidensi rendah perubahan fungsi hati atau jaundice pada
penderita yang ditangani dengan isokarboksid. Lakukan uji kimia hati berkala
selama terapi. Hentikan obat pada saat pertama kali adanya tanda disfungsi hati atau
jaundice.
Iskemia miokardial: MAOI dapat menekan nyeri angina yang justru dapat menjadi
peringatan iskemia miokardial.
Genitouriner
Retensi/sering urinasi; impotensi.
Hematologi
Perubahan hematologik termasuk anemia, agranulositosis dan trombositopenia;
leukopenia.
Optalmik
Glaukoma; nistagmus; penglihatan kabur.
Lain-lain
Berkeringat; ruam kulit; hipernatremia; pingsan; perasaan berat; palpitasi.
c.
Jarang
SSP
Konvulsi; ataksia; koma mirip syok; reaksi cemas akut; serangan tiba-tiba
skizoprenia; sakit kepala tanpa peningkatan tekanan darah; kaku otot; hentakan
mioklonik; sensasi abnormal; bingung; hilang memori.
Genitourinari
Gangguan ekskresi air.
Hati
Jaundice yang reversible; hepatitis; kerusakan sel hati nekrotik.
Metabolik
Sindrom hipermetabolik yang meliputi, tapi tidak terbatas pada, hiperpireksia,
takhikardia, takhipnea, kekakuan otot, peningkatan kadar keratin kinase, asidosis
metabolik, hipoksia, dan koma yang menyerupai overdosis.
Lain-lain
Edema pada glottis; depresi respirasi dan kardiovaskular setelah terapi
elektrokonvulsif; leukopenia; sindrom mirip lupus; demam yang terkait dengan
peningkatan tonus otot; tinitus; skleroderma setempat; pemerahan akne sistik,
ataksia, akinesia, disorientasi, urinasi yang sering dan mengompol, urtikaria, lipatan
pada sudut mulut (tranilsipromin); ruam kulit; masalah ejakulasi; tremor.
Overdosis
Gejala: Bergantung pada jumlah overdosis, dapat terjadi gambaran klinik campuran
yang melibatkan gejala SSP, stilmulasi serta depresi kadiovaskular. Tanda dan gejala
mungkin tidak nampak atau minimal selama periode 12 jam pertama setelah makan
obat dan seterusnya berkembang perlahan-lahan, mencapai maksimum dalam 24
sampai 48 jam. Penderita harus segera dibawa ke rumah sakit, dan selama periode
ini harus dimonitor terus-menerus.
Gejala awal toksisitas MOAI termasuk: iritabilitas; hiperaktivitas; cemas; hipotensi;
kolaps vascular; insomnia; gelisah; pusing; pingsan; trismus (kontraksi terusmenerus otot geraham); pemerahan kulit; berkeringat; takhipnea; takhikardia;
gangguan pergerakan termasuk perubahan raut wajah, kejang (opistotonus), kaku,
gerakan klonik serta fasikulasi (kontraksi kasar) otot; sakit kepala berat. Pada kasus
yang serius dapat terjadi koma, konvulsi, hipertensi dengan sakit kepala yang parah,
nyeri sekitar dada (prekordial), depresi gagal pernapasan, pireksia (demam),
hiperpireksia (demam sangat tinggi), diaforesis (berkeringat), kulit dingin,
berhentinya aktivitas jantung dan pernapasan, bingung (inconsistence), agitasi,
bingung (mental confusion), pusing berat, syok, dan kematian. Pada kasus tertentu
telah dilaporkan terjadinya hipertensi yang disertai dengan kejutan atau fibrilasi
mioklonik otot rangka bersama hiperpireksia, ada kalanya berlanjut menjadi
kekakuan menyeluruh serta koma.
Penanganan: Induksi emesis atau bilas lambung dengan memberikan karbon aktif
pada awal keracunan; lindungi jalan udara dari menghirup cairan/benda asing.
Pertahankan respirasi dengan cara yang tepat, termasuk penanganan jalan udara,
penggunaan suplemen oksigen, dan pertolongan ventilasi mekanik sebagaimana
diperlukan.
Kardiovaskular
Komplikasi kardiovaskular termasuk hipertensi dan hipotensi; karenanya harus hatihati kalau memberikan senyawa aktif kardiovaskular dan harus selalu dilakukan
pemantauan tekanan darah. Hipertensi parah dapat ditangani dengan suatu pemblok
alfa-adrenergik (seperti fentolamin, fenoksibenzamin). Senyawa pemblok beta dapat
digunakan untuk takhikardia, takhipnea, dan hiperpireksia; akan tetapi masih
diperlukan lebih banyak data. Tangani hipotensi dan kolaps vascular dengan cairan
i.v. dan, bila perlu, berikan infus intravena senyawa presor encer. Pemberian amin
presor seperti norepinefrin mungkin memiliki keterbatasan, karena efeknya dapat
dipotensiasi. Senyawa adrenergik dapat meningkatkan respons presor.
SSP
Stimulasi SSP, termasuk konvulsi, dapat ditangani dengan diazepam i.v. yang
diberikan secara perlahan. Hindari turunan fenotiazin dan stimulan SSP. Pantau
Moclobemid
Dosis lazim: 300 mg/ hari terbagi dalam 2-3 dosis dapat dinaikkan sampai dengan
600 mg/ hari .
Kontra Indikasi: hipersensitif terhadap moclobemid
Interaksi Obat: simetidin dapat memperpanjang metabolisme moclobemid,
memperkuat efek opium.
Perhatian: Hamil, laktasi, anak. Penderita gangguan depresif dengan agitasi dan
eksitasi harus diobati dengan kombinasi sedatif.
BAB III
KESIMPULAN
Episode depresi bisa bervariasi bermula dari sindroma ringan hinggalah yang
berat. Pada kasus depresi yang ringan, tatalaksana pilihan adalah psikoterapi. Suatu
percobaan klinikal kontrol pernah dijalankan dan terbukti efektif, tetapi psikoterapi
ini tidak dapat diterima dengan segera dan biasanya respon yang diharapkan timbul
lebih lama berbanding terapi dengan obat-obatan (OKeane, 2007). Tatalaksana
dengan menggunakan obat antidepresan biasanya diindikasikan pada wanita dengan
riwayat depresi berat atau rekuren. Namun, penggunaan obat-obat antidepresan ini
mempunyai efek samping yang berpengaruh pada kandungan. Contohnya, obat
selective serotonin reuptake inhibitors seperti paroxetine, bisa meningkatkan resiko
terjadinya malformasi kongenital pada bayi. Serotonin withdrawal syndrome juga
bisa terjadi pada neonatus yang terpapar dengan obat selective serotonin reuptake
inhibitors sewaktu bayi tersebut dalam kandungan ibunya (OKeane, 2007).
Maka, penggunaan obat ini haruslah dengan nasihat dokter. Biasanya, terapi
untuk kasus depresi yang berat dan rekuren biasanya bersifat kombinasi, yaitu
dengan psikoterapi dan terapi farmakologi.
a. Tujuan tatalaksana
1. Keselamatan pasien harus terjamin
2. Kelengkapan evaluasi diagnostik pasien harus dilaksanakan
3. Rencana terapi bukan hanya untuk gejala, tetapi kesehatan jiwa pasien ke
depan juga harus diperhatikan.
4. Terapi harus dapat menurunkan banyaknya stressor berat dalam kehidupan
pasien.7
Secara keseluruhan, penatalaksanaan mood harus diserahkan kepada psikiater.
Remisi penuh akan dialami pasian dalam waktu 4 bulan dengan pengobatan yang
adekuat.6
1) Rawat inap
Indikasi: kebutuhan untuk prosedur diagnostik, resiko untuk bunuh diri dan
melakukan
pembunuhan,
dan
berkurangnya
kemampuan
pasien
secara
Nama
Nama Dagang
Sediaan
Dosis Anjuran
Generik
Amitriptyline
AMITRIPTYLIN
Drag 25 mg
75-150 mg/h
Amoxapine
Tianeptine
Clomipramine
Imipramine
Moclobemide
Maprotiline
E
ASENDIN
STABLON
ANAFRANIL
TOFRANIL
AURORIX
LUDIOMIL
Tab 100 mg
Tab 12,5 mg
Tab 25 mg
Tab 25 mg
Tab 150 mg
Tab 10-25 mg
200-300 mg/h
25-50 mg/h
75-150 mg/h
75-150 mg/h
300-600 mg/h
75-150 mg/h
50-75 mg
8.
9.
10.
11.
12.
13.
Mainserin
Sertraline
Trazodone
Paroxetine
Fluvoxamine
Fluoxetine
TILSAN
Tab 25 mg
SANDEPRIL-50
TOLVON
ZOLOFT
Tab 50 mg
Tab 10 mg
Tab 50 mg
FATRAL
Tab 50 mg
FRIDEP
Tab 50 mg
NUDEP
Caplet 50 mg
ANTIPRES
Tab 50 mg
DEPTRAL
Cab 50 mg
SERLOF
Tab 50 mg
ZERLIN
TRAZONE
SEROXAT
LUVOX
PROZAC
Tab 50 mg
Tab 50-150 mg
Tab 20 mg
Tab 50 mg
Cap 20 mg
NOPRES
Caplet 20 mg
ANSI
Cap 10-20 mg
30-60 mg/h
50-100 mg/h
100-200 mg/h
20-40 mg/h
50-100 mg/h
20-40 mg/h
14.
15.
16.
17.
Citalopram
Mirtazapine
Duloxetine
Venlafaxine
ANTIPRESTIN
Cap 10-20 mg
ANDEP
Cap 20 mg
COURAGE
Tab 20 mg
ELIZAC
Cap 20 mg
OXIPRES
Cap 20 mg
LODEP
Cap 20 mg
KALXETIN
Cap 10-20 mg
ZAC
Cap 10-20 mg
ZACTIN
CIPRAM
REMERON
CYMBALTA
EFEXOR-XR
Cap 20 mg
Tab 20 mg
Tab 30 mg
Caplet 30-60 mg
Cap 75 mg
20-60 mg/h
15-45 mg/h
30-60 mg/h
75-150 mg/h
Pada farmakoterapi digunakan obat anti depresan, dimana anti depresan dibagi
dalam beberapa golongan yaitu9:
1. Golongan trisiklik, seperti : amitryptylin, imipramine, clomipramine dan opipramol.
2. Golongan tetrasiklik, seperti : maproptiline, mianserin dan amoxapine.
3. Mono-Amine-Oxydase Inhibitor (MAOI) seperti : moclobemide.
4. Antidepresan atipikal, seperti : trazodone, tianeptine dan mirtazepine.
5. Selective Serotonin Re-Uptake Inhibitor (SSRI), seperti : sertraline, paroxetine,
fluvoxamine, fluxetine dan citalopram.9
b. Mekanisme Kerja
Mekanisme kerja obat anti depresi adalah :
1. Menghambat re-uptake aminergik neurotransmitter
2. Menghambat penghancuran oleh enzim monoamine oxidase
Sehingga terjadi peningkatan jumlah aminergik neurotransmitter pada celah sinaps
neuron tersebut yang dapat meningkatkan aktivitas reseptor serotonin.
c. Efek Samping Obat
Efek samping obat depresi dapat berupa :
1. Sedasi ( rasa mengantuk, kewaspadaan berkurang, kinerja psikomotor menurun,
kemampuan kognitif menurun, dll)
e. Cara penggunaan
Pemilihan Obat
Pada dasarnya semua obat anti-depresi mempunyai efek primer (efek klinis) yang
sama pada dosis ekivalen, perbedaan terutama pada efek sekunder (efek samping)
Nama Obat
Amitriptyline
Imipramine
Clomipramine
Trazodone
Mirtazapine
Maprotiline
Mianserin
Amoxapine
Tianeptine
Moclobemide
Sertraline
Paroxetine
Fluvoxamine
Fluoxentin
citalopram
Antikolinergik
+++
+++
++
+
+
+
+
+
+/+/+/+/+/+/+/-
Sedasi
+++
++
++
+++
+++
++
++
+
+/+/+/+/+/+/+/-
Hiporensi Ort.
+++
++
++
+
+
+
+
++
+/+
+/+/+/+/+/-
Ket
+++=
berat
++=
Sedang
+=
ringan
+/- =
Tidak ada
/minimal
Sekali
Pemilihan jenis obat anti-depresi tergantung pada toleransi pasien terhadap efek
samping dan penyesuaian efek samping terhadap kondisi pasien (usia,penyakit fisik
tertentu, jenis depresi).
Pemilihan obat anti depresi sebaiknya mengikuti urutan (step care) :
a. Step 1 = Golongan SSRI (Fluoxetine, Sertraline, dll.)
b. Step 2 = Golongan Trisiklik (Amitriptilin, dll)
c. Step 3 = Golongan Tetrasiklik (Maprotiline, dll)
Golongan Atipical (trazodone, dll)
Golongan MAOI Reversible (Moclobemide)
Lithium sering digunakan pada Unipolar Recurrent Depression, yaitu untuk
mencegah ke-kambuhan sebagai mood stabilizers.