PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Keberhasilan pembangunan suatu bangsa bergantung pada keberhasilan
bangsa tersebut dalam membangun sumberdaya manusia. Salah satu indikator
keberhasilan pembangunan sumberdaya manusia adalah Indeks Pembangunan
Manusia (IPM). Pada tahun 2013, IPM Indonesia menenmpati urutan ke 121 dari
186 negara (UNDP 2013). Salah satu fakto rpenyebab rendahnya IPM adalah
rendahnya kesehatan penduduk Indonesia, ditandai oleh tingginya angka
kematian bayi sebesar 28 per 1000 kelahiran hidup, angka kematian anak balita
32 per 1000 kelahiran hidup, dan angka kematian ibu 228 per 100.000 kelahiran
hidup.1
Tingginya angka kematian bayi dan angka kematian anak balita berkaitan
tingginya prevalensi masalah kekurangan gizi pada balita dan anak balita. Hal ini
ditunjukkan oleh prevalensi bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR)
sebesar 11,1%, underweight 17,9%, stunting 35,6%, dan wasting 13,3%
(Kemenkes,2010). Menurut Pelletier et al (1995) factor kekurangan gizi
memberikan kontribusi terhadap kematian anak balita sebesar 13% sampa 66%
kematian balita dan tiga perempatan kematian berkaitan dengan gizi
kurang(mild-to-moderate malnutrition). Anak balita kurang gizi mempunyai
risiko meninggal lebih tinggi dibandingkan balita yang tidak kurang gizi.S etiap
tahun kurang lebih 2,1juta dan balita di seluruh dunia meninggal oleh karena
kekurangan gizi dan merupakan sepertiga dari seluruh kematian anakbalita. 1
Secara Nasional, prevalensi gizi buruk dan gizi kurang pada balita tahun
2013 adalah 19,6 persen, terdiri dari 5,7 persen gizi buruk dan 13,9 persen gizi
kurang. Jika dibandingkan dengan angka prevalensi nasional pada tahun 2007
(18,4 %) dan tahun 2010 (17,9 %) terlihat meningkat. Menurut Riskesdas,
Sulawesi Tengah merupakan provinsi yang memiliki prevalensi gizi buruk dan
gizi kurang di atas prevalensi nasional. Sedangkan 3 provinsi yang paling tinggi
angka kejadian gizi kurang dan gizi buruk adalah Sulawesi Barat, Papua Barat,
dan Nusa Tenggara Timur.
Indonesia (SKDI) tahun 2012, kelahiran anak dari ibu yang muda dan ibu yang
tidak tamat SD memiliki cenderung memiliki anak berat badan lahir rendah.
Menurut data Direktorat Bina Gizi tahun 2014, di Sulawesi Tengah terdapat
1.250 penderita gizi buruk. Di Puskesmas Perawatan Pantoloan sendiri masih
terdapat 43 anak yang menderita gizi kurang.2,3
Berdasarkan Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SKDI) tahun
2012, angka kematian ibu (yang berkaitan dengan kehamilan, persalinan, dan
nifas) sebesar 359 per 100.000 kelahiran hidup. Angka ini masih cukup tinggi
dibandingkan negara-negara tetangga.Menurut Riskesdes, angka kematian ibu di
Indonesia tahun 2012 sebesar 359/100.000 kelahiran dan Sulawesi Tengah
merupakan salah satu dari lima provinsi dengan angka kematian ibu terbesar,
yaitu
Puskesmas
Bulili,
Puskesmas
Birobuli,
Puskesmas
terhadap
kasus
gizi
kurang
sangat
penting
dengan
B. Rumusan Masalah
Dari uraian latar belakang tersebut di atas, maka rumusan masalah di dalam
penelitian ini adalah :Bagaimanakah pelaksanaan asuhan CFC sebagai program
pemulihan gizi kurang pada anak balita di Puskesmas Kamonji Kecamatan Palu Barat
Kota Palu?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Untuk mengetahui pelaksanaan asuhan CFC sebagai program
pemulihan gizi kurang pada anak balita di Puskesmas Kamonji Kecamatan
Palu Barat Kota Palu.
2. Tujuan khusus
a. Untuk mengevaluasi pelaksanaan asuhan CFC sebagai program pemulihan
gizi kurang pada anak balita di Puskesmas Kamonji yang di nilai dari aspek
input yang berkaitan dengan baik sumber dana, tenaga kesehatan maupun
fasilitas yang menunjang pelaksanaan program gizi kurang
b. Untuk mengevaluasi pelaksanaan asuhan CFC sebagai program pemulihan
gizi kurang pada anak balita di Puskesmas Kamonji yang di nilai dari aspek
process yang menitik beratkan pada pelaksanaan program gizi kurang
c. Untuk mengevaluasi pelaksanaan asuhan CFC sebagai program pemulihan
gizi kurang pada anak balita di PuskesmasKamonji yang di nilai dari aspek
output, yaitu hasil yang dicapai dari pelaksanakan program gizi kurang
d. Untuk mengevaluasi pelaksanaan asuhan CFC sebagai program pemulihan
gizi kurang pada balita di Puskesmas Kamonji yang di nilai dari aspek
outcome yang meliputi dampak program gizi kurang
D. Manfaat Penelitian
Adapun hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat seperti :
1
gizi
kurang
dalam
pengambilan
kebijakan
kesehatan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Status gizi balita
2.1.1 Pengertian status gizi
gizi ada tiga faktor yaitu ketahanan pangan di keluarga, pola pengasuhan
anak dan lingkungan kesehatan yang tepat, termasuk akses terhadap
pelayanan kesehatan.8
Status gizi kurang atau yang lebih sering disebut undernutrition
merupakan keadaan gizi seseorang dimana jumlah energi yang masuk
lebih sedikit dari energi yang dikeluarkan. Hal ini dapat terjadi karena
jumlah energi yang masuk lebih sedikit dari anjuran kebutuhan individu.9
Faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi, yaitu :
a. Faktor langsung
1. Asupan berbagai makanan
2. Penyakit
b. Faktor tidak langsung
1. Ekonomi keluarga, penghasilan keluarga merupakan faktor yang
mempengaruhi kedua faktor yang berperan langsung terhadap status
gizi
2. Produksi pangan, peranan pertanian dianggap penting karena
kemampuannya menghasilkan produk pangan.
3. Budaya, masih ada kepercayaan untuk memantang makanan
tertentu yang dipandang dari segi gizi sebenarnya mengandung zat
gizi yang baik
4. Kebersihan lingkungan, kebersihan lingkungan yang jelek akan
memudahkan anak menderita penyakit tertentu seperti ISPA, infeksi
saluran pencernaan.
5. Fasilitas pelayanan kesehatan sangat penting untuk menyokong
status kesehatan dan gizi anak.10
Gambar 2.1 Riwayat Alamiah Terjadinya Masalah Gizi
\
Sumber : Patogenesis Penyakit Defisiensi Gizi 11
2.1.2
Pengertian Balita
Masa balita merupakan masa yang menentukan dalam tumbuh
kembangnya yang akan menjadikan dasar terbentuknya manusia seutuhnya.
Karena itu pemerintah memandang perlu untuk memberikan suatu bentuk
pelayanan yang menunjang tumbuh kembang balita secara menyeluruh
terutama dalam aspek mental dan sosial. Pertumbuhan dan perkembangan
saling mendukung satu sama lain perkembangan seorang anak tidak dapat
maksimal tanpa dukungan atau optimalnya pertumbuhan. Salah satu indikator
untuk melihat pertumbuhan fisik anak adalah dengan melihat status gizi anak
dalam hal ini balita. Sebagai alat ukur untuk mengetahui tingkat
perkembangan seorang anak dengan menggunakan Kartu Menuju Sehat
(KMS).12.
Balita adalah anak usia kurang dari lima tahun termasuk bayi usia di
bawah satu tahun juga termasuk dalam golongan ini. Sesuai dengan
pertumbuhan badan dan perkembangan kecerdasannya, balita mengalami
perkembangan sehingga jenis makanan dan cara pemberiannya harus
disesuaikan dengan keadaannya.13
10
BB/U dengan nilai Z-score : -2 SD sampai dengan <-3 SD. Gizi kurang
juga menyebabkan balita menjadi kurus. Balita kurus adalah balita
dengan status gizi kurang berdasarkan indikator BB/PB atau BB/TB
dengan nilai z-score : -2 SD sampai dengan <-3 SD.15
Anak balita yang mengalami gizi kurang atau infeksi maka tumbuh
kembang otak pun tidak dapat optimal dan tidak terpulihkan sehingga
akan menghasilkan sumber daya manusia yang tidak berguna.
Pertumbuhan otak yang tidak optimal terjadi akibat terlambatnya
perlakuan yang tepat pada usia yang tepat pula. Berbeda dengan anak
yang mendapatkan asupan gizi yang cukup dan sehat perkembangan sel
otak pun akan seoptimal perkembangan tubuhnya.10
2.1.4 Penilaian status gizi
Penilaian status gizi adalah interpretasi dari data yang didapatkan
dengan menggunakan berbagai metode untuk mengidentifikasi populasi
atau individu yang berisiko atau dengan status gizi buruk.16
Tujuan penilaian status gizi menurut Hammond (2004) antara lain:
Mengidentifikasi individu yang membutuhkan dukungan nutrisi cukup;
mempertahankan status gizi seseorang; mengidentifikasi penatalaksanaan
medis yang sesuai; dan memonitor efektivitas intervensi yang telah
dilakukan.17
Menurut Supariasa (2012), pengukuran status gizi dibedakan menjadi dua
bagian yaitu sebagai berikut :6
1. Pengukuran Status Gizi Secara Langsung
11
pengukuran
dapat
13
14
15
Fungsi evaluasi
Secara umum, evaluasi sebagai suatu tindakan atau proses
setidaktidaknya memiliki tiga macam fungsi pokok, yaitu:
1. Mengukur kemajuan.
2. Menunjang penyusunan rencana.
3. Memperbaiki atau melakukan penyempurnaan kembali.19
Sedangkan menurut Akdon (2007:176), fungsi evaluasi adalah untuk
mengetahui tingkat keberhasilan dan kegagalan suatu organisasi dan
memberikan masukan untuk mengatasi permasalahan yang ada.
18
dari
evaluasi
bermanfaat
untuk
perbaikan
19
21
Prinsip dasar dari CFC sesuai dengan petunjuk teknis Dinas Kesehatan Kota
Palu 2012, antara lain :
1. Meningkatnya jangkauan/cakupan pemulihan gizi
Penanganan anak balita gizi kurang dilaksanakan agar dapat
menjangkau sebanyak mungkin kasus gizi kurang yang membutuhkan
perawatan.
2. Ketepatan waktu
Penemuan kasus gizi kurang secara dini sehingga bisa dilakukan
penanganan lebih awal dan bersifat komperehensif.
3. Pelayanan yang tepat waktu
Penanganan anak bailta gizi kurang yang disesuaikan dengan kondisi
anak untuk menentukan apakah anak perlu rawat inap atau rawat jalan.
4. Pelayanan yang terintegrasi
Penanganan anak balita gizi kurang merupakan kegiatan yang
terintegrasi dengan sistem pelayanan kesehatan yang ada.
5. Penanganan anak balita gizi kurang melibatkan peran lintas sektor
terkait
6. Pemantauan secara rutin
Pemberian PMT lokal yang baik dan benar kepada bayi dan anak usia 6-24
bulan dari keluarga miskin merupakan cara yang tepat dalam mengatasi masalah gizi
yang dihadapi. Penggunanaan bahan makanan lokal diharapkan dalam pemberian
PMT lokal tidak saja memiliki dampak terhadap perbaikan gizi sasaram, tetapi juga
memberikan kontribusi pada perbaikan pendapatan masyarakat terutama dilokasi
kegiatan berlangsung dan dapat meningkatkan kegairahan kader bertugas di
posyandu.
22
Penyelenggaraan PMT lokal bagi anak balita gizi kurang menurut juknis CFC :
23,24
a. Kandungan gizi
Kandungan gizi PMT lokal gizi kurang harus sesuai dengan kebutuhan gizi
anak balita selama satu hari. Kandungan gizi yang perlu dipenuhi dari
makanan pendamping ASI adalah 250 kkal serta protein 5 gram untuk bayi
6-11 bulan, dan 450 kkal serta 15 gram untuk anak balita 12-24 bulan.
b. Bentuk PMT lokal gizi kurang
Pemberian PMT lokal gizi kurang dalam berbagai macam bentuk cair, lumat
halus dan padat. Pemberian PMT lokal disesuaikan dengan usia dan
kemampuan bayi dan anak balita.
c. Cara pemberian
Diberikan PMT lokal untuk satu kali makan sehari
d. Lama pemberian
PMT lokal diberikan berturut-turut setiap hari satu kali selama 30 hari.
e. Jumlah dana
Biaya makan anak sebesar Rp 5.000/anak per hari selama 30 hari. Selain
biaya tersebut, diberikan pula biaya transportasi sebanyak Rp 20.000/anak
per hari.
f. Persiapan dan pelaksanaan PMT lokal gizi kurang
Persiapan dilakukan oleh berbagai sektor yaitu Pemerintah kota Palu/Dinas
Kesehatan, Kecamatan/Puskesmas dan Kelurahan.
g. Pengawasan, pemantauan, evaluasi dan indikator gizi
1. Pengawasan meliputi penggunaan dana, mutu kandungan gizi PMT
lokal serta komponen PMT lokal (bahan makanan, sanitasi, peralatan,
sumber air, pemasak, cara penyimpanan bahan makanan, cara penyiapan
dan pemasakan dan cara penyajian).
2. Pemantauan merupakan aspek penting meliputi input dan process
3. Evaluasi dilakukan untuk mengetahui gambaran hasil pelaksanaan
kegiatan PMT berupa output
23
Process:
Pelaksanaan kegiatan
Output:
Hasil pelaksanaan
kegiatan
Outcome:
Dampak
Sumber: Dimodifikasi dari Azwar (2010) dan Petunjuk Teknis CFC Dinkes Kota Palu
(2012). 4,22
Asuhan CFC
Balita Gizi
Kurang
24
Evaluasi
Input
Proses
Output
Outcome
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Rancangan Penelitian
Penelitian ini termasuk jenis penelitian kualitatif interaktif dengan
pendekatan studi kasus.
B. Subjektivitas Penelitian
Peneliti berperan aktif dalam pengumpulan data dengan melakukan
wawancara langsung dengan bertatap muka.
C. Tempat dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian dilakukan di salah satu titik pelaksanaan program
asuhan Community Feeding Center (CFC) yaitu Pustu Kabonena Puskesmas
Kamonji Kecamatan Palu Barat.Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 25
Oktober sampai dengan 20 November 2016.
26
E. Definisi Konsep
1. Asuhan CFC (Community Feeding Center) adalah kegiatan pemberian
makanan tambahan (PMT) berupa makanan pendamping ASI (MPASI)
lokal.
2. Balita gizi kurang adalah balita (bayi usia 6-59 bulan dengan status gizi
kurang berdasarkan indikator BB/U dengan nilai Z-score : -2 SD sampai
dengan <-3 SD.
3. Input (masukan)
adalah
semua
hal
yang
dibutuhkan
untuk
28
wawancara
terdapat
gangguan
dari
anak
informan
29
Teknik
analisis
data
yang
digunakan
dalam
penelitian
ini
data
sampai
dengan
penarikan
kesimpulan.
Semua
proses
hambatan
dalam
melakukan
wawancara
BAB IV
HASIL PENELITIAN
31
belahan Barat kota Palu, dengan wilayah seluas 20 km2 yang seluruhnya
dapat dilalui dengan kendaraan roda empat.Jenis tanah di wilayah kerja UPTD
Urusan Puskesmas Kamonji termasuk lempung berpasir dengan luas daratan
92%, perbukitan 6,0% dan pengunungan 2,0%.28
UPTD Urusan Puskesmas Kamonji Tahun 2014 memiliki luas wilayah
kerja sebesar 20 km2 yang secara administrasi pemerintahan terbagi atas 7
kelurahan yaitu kelurahan Silae, Kabonena, Lere, Baru, Ujuna, Kamonji dan
Siranindi. 28
Puskesmas Kamonji memiliki visi Puskesmas Kamonji mandiri
dengan pelayanan kesehatan prima menuju Kecamatan Sehat Tahun 2016.
Puskesmas Kamonji memiliki 3 misi yaitu; 1. Menyelenggarakan kegiatan
pelayanan kesehatan yang bermutu dan memuaskan masyarakat; 2.
Menyelenggarakan kegiatan dengan memanfaatkan secara optimal potensi
puskesmas yang ada untuk membiayai kebutuhannya; 3.Menyelenggarakan
kegiatan yang mengupayakan meningkatnya peran serta masyarakat dilintas
sektoral dalam bidang kesehatan secara optimal. 28
4.1.2
Kependudukan
Di Tahun 2015 Jumlah penduduk di wilayah kerja UPTD Urusan
Tabel 4.1
Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin
Di Wilayah Kerja UPTD Urusan Puskesmas Kamonji Tahun 2015
No
Kelompok Umur
Laki-laki
Perempuan
Total
1.
(tahun)
0 4 tahun
1.148
1.025
2.173
4.14
2.
5 14 tahun
5.000
4.667
9.667
18.4
3.
15 44 tahun
14.275
14.144
28.419
54.2
4.
45 64 tahun
4.953
4.874
9.827
18.7
1.239
25.949
2.355
52.441
4.5
100
5.
> 65 tahun
1.116
Total
26.492
Sumber Data : BPS Kota Palu Tahun 2015
33
penduduk muda, dalam arti penduduk yang berusia di bawah 15 tahun cukup
tinggi (22,54%), dibandingkan jumlah penduduk yang lanjut usia (>65 tahun)
yang sangat rendah (4,5%). Selain itu penduduk di wilayah kerja UPTD
Urusan Puskesmas Kamonji yang terbesar tergolong dalam usia produktif (15
64 tahun) sebanyak 72,9%.28
Distribusi penduduk menurut jenis kelamin di wilayah kerja UPTD
Urusan Puskesmas Kamonji tahun 2015 yaitu 26.492 jiwa penduduk laki-laki
(50,52%) dan 25.949 jiwa penduduk perempuan atau 49,5%, yang berarti
jumlah penduduk laki-laki lebih banyak dibanding jumlah penduduk
perempuan. 28
Perbandingan antara jumlah penduduk laki-laki dengan jumlah
penduduk perempuan di suatu daerah pada waktu tertentu yang disebut sex
rasio adalah merupakan indikator untuk mengetahui komposisi penduduk
menurut jenis kalamin. Komposisi ini sangat besar kaitannya dengan masalah
fertilitas semakin tinggi. 28
Rasio jenis kelamin di wilayah kerja UPTD Urusan Puskesmas
Kamonji tahun 2015 sebesar 102 dari 52.441 jiwa yang berarti setiap 100
penduduk perempuan terdapat 102 penduduk laki-laki atau jumlah penduduk
laki-laki lebih banyak daripada penduduk perempuan. 28
4.1.3
Sosial Ekonomi
34
Nama
Informan
Umur
(Tahun)
Pendidikan
Terakhir
RJ
47
S1
KM
35
S1
23
SMA
Keterangan
Kepala Puskesmas
Penanggung Jawab
program CFC
Ibu Balita
35
4
5
M
F
23
32
SD
SD
Ibu Balita
Ibu Balita
36
kalo secara kusus hanya beberpa saja. Artinya dari dinas dapat pelatihan
bagaimana penanganan atau pelayanan untuk CFC itu untuk penanganan gizi
buruk dan gizi kurang jadi tidak semuanya, tetapi yang sudah dapat
pelatihan, mereka akan membagi informasi ke semua petugas lainnya. (RJ, 07
desember 2016)
eeh sebenranya mereka itu tidak ada. Berdasarkan juknis dinkes sebenarnya
cuman saya yang dapat pelatihan. Hanya karena kita menggunakan fasilitas
pustu, toh kita libatkan mereka. Tapi mereka punya pengetahuan tentang
antropometri. (KM, 07 desember 2016)
Hasil wawancara mendalam peneliti kepada kepala puskesmas dan
pelaksana program tentang sumber dana dalam penyelenggaraan program
CFC, kedua informan mengemukakan bahwa dana yang didapatkan berasal
dari DAU (Dana Alokasi Umum) yaitu dari Dinas Kesehatan Kota Palu.
Seperti diungkapkan para informan sebagai berikut :
dari dinas pasti, dari pemerintahan Kota Palu melalui dinas kesehatan (RJ,
07 desember 2016)
kalo CFC ini dibiayi dari DAU (Dana Alokasi Umum), itu pemda punya.
(KM, 07 desember 2016)
Hasil wawancara mendalam peneliti kepada kepala puskesmas dan
pelaksana program tentang cukupnya dana yang akan digunakan untuk
penyelenggaraan program CFC, kedua informan mengemukakan bahwa
pengelolaan dana program CFC tergantung dari sasaran. Karena dari sasaran itu
sudah ditentukan, jadi dana yang dianggarkan oleh dinkes sudah mampu untuk
mencukupi pengelolaan dana program ini. Adapun pernyataan informan yaitu:
Kalo mau dihitung cukup atau tidaknya tergantung dari beberapa sasarannya
kan. Karena setiap sasarannya itu sudah ditentuan sekian dia. misalnya satu
sasaran itu dalam satu hari penangnan sekitar 60 ribu. 60 ribu itu hitung
37
program
CFC
tentangperencanaan
yang
dibuat
untuk
39
program
CFC
tentangperencanaan
yang
dibuat
untuk
Puskesmas
Kamonji,
kedua
informan
mengemukakan
bahwa
40
Ya.. dia dapat, tiap anu pasti ada konseling dari petugas puskesmas..(RJ, 07
Desember 2016)
Semuanya dapat konseling 2 hari sebelum dan setelah dimulai pelaksanaan
program CFC. Cuman kan ada kita punya pengetahuan dasar yaitu tiga poin,
yang belum tentu kita bisa buat. Yaitu tau, mau, dan mampu toh. Awalnya kita
tau akhirnya jadi mau, tetapi mampu ini yang menjadi masalah
biasanya..(KM, 07 Desember 2016)
Hasil wawancara mendalam peneliti kepada kepala puskesmas dan
pelaksana program CFC tentang penyelenggaraan program CFC mendapatkan
dukungan dari masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Kamonji, kedua
informan
mengemukakan
bahwa
Dukungan
dari
masyarakat
sangat
41
Memang pelatihan kepada ibu ini yang kurang dan memang belum ada..
hanya sebatas konseling saja. Untuk membuat pelatihan ini juga saya rasa
harus buat waktu khusus, persiapan khusus, dan juga tentunya bisa jadi
anggaran khusus ya..(KM, 07 Desember 2016)
42
Karena dia ini waktu usia 1 3 bulan dia sehat, pas mau masuk 4 bulan
sudah tidak pernah lagi naik timbangannya begitu begitu saja.. (M, 20
november 2016)
Saya tidak tahu juga, karena saya dipanggil kadernya ini, mamanya kan
dipanggil so temau pi kemari baantar anaknya karena dia malu ditanya dokter,
jadi terpaksa saya yang babawa kemari. (F, 20 november 2016)
45
46
47
Belum, turun timbangannya sekarang 6,8 lalu kan 6,9 turun ini. (F. 20
November 2016)
BAB V
PEMBAHASAN
5.1
48
49
tersebut, dapat disimpulkan input pelaksanaan program CFC ini meliputi tenaga
kesehatan, dana dan fasilitas kesehatan.
5.2.1
Tenaga Kesehatan
Hasil wawancara yang telah dilakukan oleh peneliti, menjelaskan
bahwa tenaga kesehatan khusunya pada program CFC di Puskesma Kamonji ini
memiliki empat petugas kesehatan yakni kepala puskesmas selaku penanggung
jawab, pelaksana program sekaligus pengelola gizi, bidan kelurahan dan bidan
desa sebagai petugas pengabdi. Dalam pelaksanaan program, prorgram bisa
berjalan dengan baik dan optimal dengan cara membagi waktu pelaksanaan
kegiatan dan membagi tugas dalam merekap data hasil kegiatan yang telah
terlaksana. Walaupun dengan kapasitas tenaga kesehatan yang minim, petugas
kesehatan program CFC tidak mengeluhkan beban kerja yang diberikan.
Petugas kesehatan mengganggap bahwa hal tersebut merupakan komitmen
untuk melaksanakan tanggu jawab yang telah diberikan. Pelaksana program ini
juga mengatakan bahwa dengan adanya petugas pengabdi serta kader yang
terlibat sudah sangat membantu dalam pelaksanaan program CFC. Namun,
penanggung jawba program mengajukan agar supaya petugas kesehatan yang
terlibat dalam program CFC mendapatkan pelatihan khusus dari petugas Dinas
Kesehatan tanpa terkecuali. Hal ini diperuntukkan agar petugas kesehatan dapat
meningkatkan kualitas pelaksanaan program CFC.
UU No. 36 Tahun 2014 menetapkan bahwa tenaga kesehatan adalah
setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki
50
lapangan.
Tenaga
kesehatan
yang
bertanggung
jawab
dalam
program
sikap
dan
perilaku
serta
keterampilan
petugas
dalam
51
program agar dapat menurunkan angka kasus gizi kurang pada anak balita di
wilayah kerja Puskesmas Kamonji.
5.2.2
Sumber Dana
Hasil wawancara yang telah dilakukan peneliti, kepala puskesmas dan
CFC,
dibuatkan
pelaporan
oleh
petugas
kesehatan
dengan
melampirkan tanda bukti atau nota belanja bahan, daftar hadir peserta CFC,
tanda terima PMT dan hasil penanganan gizi kurang sebelum dan sesudah
program dilaksanakan mengalami perubahan atau tidak. Hal pendanaan ini
ditunjang dari petunjuk teknis program CFC tahun 2012, bahwa setiap anak
balita mendapatkan biaya makan sebesar Rp. 5000/hari serta mendapatkan
biaya transportasi sebesar Rp. 20.000/anak setiap hari selama 30 hari mengikuti
program CFC.
52
oleh
Dinas
Kesehatan
Kota
Palu
menetapkan
bahwa
53
fasilitas yang dimiliki antara lain, alat pengukur status gizi, obat obatan, dan
dapur untuk pengelolaan makanan. Namun, fasilitas Sumber Daya Manusia
(SDM) dalam hal ini ahli gizi masih belum dimilki oleh Puskesmas.
Fasilitas adalah segala sesuatu yang dapat memudahkan dan
memperlancar pelaksanaan suatu usaha dapat berupa benda benda maupun
uang. Dapat juga diartikan sebagai segala sesuatu yang bersifat fisik maupun
material, yang dapat memudahkan terselenggaranya suatu usaha .
Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan peneliti, Puskesmas
Kamonji telah memilki dapur atau tempat pengelolaan makanan khusus CFC
serta tenaga memasak untuk mengelola makanan yang akan diberikan kepada
anak balita. Walaupun terdapat dapur dan tenaga pemasak, tetapi tidak dapat
membantu ibu dalam hal pembuatan PMT Lokal yang akan dimasak sendiri
dirumah. Hal ini diakibatkan karena tenaga pemasak tersebut bukanlah ahli gizi
maupun tenaga kesehatan lainnya yang dapat memberikan konseling berupa
informasi yang baik dan benar terhadap ibu balita. Tetapi mereka hanyalah
kader yang yang ditunjuk oleh pelaksana
program CFC. Hal ini belum sesuai dengan harapan dari program CFC ini
dibentuk, yaitu diharapkan terjadi proses pembelajaran bagi masyarakat,
keluarga terutama ibu mengenai bagaimana pola asuh yang baik dan cara
mengolah serta memberikan makanan kepada bayi maupun balita.
5.3 Proses Pelaksanaan Asuhan CFC sebagai Program Penanganan Gizi
Kurang pada Anak Balita di Puskesmas Kamonji
54
secara aktual.31
Teknis Pelaksanaan Program CFC
Hasil wawancara yang telah dilakukan oleh peneliti, process
pelaksanaan program CFC di Puskesmas Kamonji telah berjalan sesuai dengan
petunjuk teknis Dinas Kesehatan Kota Palu Tahun 2012, namun terdapat satu
item yang tidak sesuai dengan petunjuk teknis Dinas Kesehatan Kota Palu
2012. Dalam teknis pelayanannya, petugas kesehatan menyelenggarakan
program mulai pukul 08.00-11.00 WITA berturut-turut setiap hari (seninminggu) satu kali selama tiga puluh hari, berbagai macam bentuk PMT Lokal
mulai dari cair, lumat dan padat yang disesuaikan dengan usia dan kemampuan
anak balita mengunyah makanannya. Adapun item yang tidak sesuai yaitu
penentuan kandungan gizi PMT local gizi kurang harus sesuai dengan
kebutuhan gizi anak balita selama satu hari, dimana menurut juknis kandungan
gizi yang perlu dipenuhi dari makanan pendamping ASI adalah 250 kkal serta
protein 5 gram untuk bayi 6-11 bulan, dan 450 kkal serta 15 gram untuk anak
balita 12-24 bulan, namun pada pelaksanaannya di puskesmas Kamonji tidak
dilakukan perhitungan ini, pemberiannya tidak berdasarkan kebutuhan.
55
tidak sesuai dengan tujuan khusus dari dibentuknya program CFC oleh Dinas
Kesehatan.
5.3.2
program CFC ditentukan dari penemuan kasus balita gizi kurang pada balita
diwilayah kerja Puskesmas Kamonji melalui laporan pasien yang datang
berobat, kader maupun posyandu. Setelah didapatkan kasus, petugas kesehatan
melaporkan kasus tersebut ke Dinas Kesehatan untuk menetapkan anggaran
yang akan digunakan dalam penanganan gizi kurang. Anggaran yang telah
diterima akan petugas bagi untuk penyelenggaraan program yang akan
dilaksanakan per triwulan. Disetiap pelaksanaannya, petugas kesehatan
memisahkan anggaran pembelian biaya makan untuk anak balita dengan biaya
transport yang akan diberikan agar anggaran selama program berlangsung tidak
terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Untuk pembelian bahan makanan, petugas
kesehatan menyiapkan bahan setelah program CFC selesai dilaksanakan atau
setelah jam kerja selesai. Setelah selesai berbelanja, bahan makanan tersebut
diantar ke PustuKabonenauntuk keesokan harinya diolah oleh kader khusus
yang telah bertugas sebagai tukang masak untuk PMT Lokal balita gizi kurang.
Dari perencanaan tersebut dapat diketahui sasaran yang akan dicapai untuk
setiap diselenggarakannya program CFC. Perencanaan yang telah dibuat juga
bisa menjadi efektif apabila dilakukan dengan mendasari tujuan untuk
57
menurunkan angka gizi kurang pada anak balita di wilayah kerja Puskesmas
Kamonji.
Upaya perencanaan dalam mengantisipasi kecenderungan dimasa yang
akan datang dengan menetapkan sasaran penemuan kasus gizi kurang
dikawasan terpencil yang kemungkinan besar sulit untuk mengakses tempat
pelayanan kesehatan. Hal ini sangat menguntungkan dimana balita yang
menderita gizi kurang maupun gizi buruk dapat diberikan penanganan lebih
awal dan bersifat komprehensif. Sesuai dengan petunjuk teknis program CFC
bahwa penanganan anak balita gizi kurang dilaksanakan agar dapat menjangkau
sebanyak mungkin kasus gizi kurang yang sangat membutuhkan perawatan.
Perencanaan ini dapat terlaksana dengan baik ditunjang dari segi jumlah tenaga
kesehatan yang memadai untuk mengoptimalkan pelaksanaan program CFC,
anggaran dana yang cukup serta fasilitas untuk menunjang keberhasilan
program terpenuhi.
Perencanaan kesehatan adalah sebuah proses untuk merumuskan
masalah-masalah kesehatan yang berkembang dimasyarakat, menentukan
kebutuhan dan sumber daya yang tersedia, menetapkan tujuan program yang
paling pokok dan menyusun langkah-langkah praktis untuk mencapai tujuan
yang telah ditetapkan.33
5.3.3 Pengorganisasian Program CFC
Hasil wawancara yang telah dilakukan oleh peneliti, pengorganisasian
yang ada di Puskesmas Kamonji sudah ada. Hal ini tidak dapat disesuaikan
dengan petunjuk teknis program CFC tahun 2012, dikarenakan tidak terdapat
syarat-syarat yang mengharuskan atau mengkhususkan latar belakang
58
sangat
berpengaruh
dalam
menjalankan
program
CFC.
59
gizi kurang kepada petugas kesehatan yang bertanggung jawab terhadap CFC
agar dapat menggabungkan seluruh kemampuan yang dimilki untuk bekerja
sama guna mencapai tujuan dan sasaran menurunkan angka gizi kurang pada
anak balita diwilayah kerja Puskesmas Kamonji.
Berdasarkan observasi yang telah dilakukan oleh peneliti, untuk
pengorganisasian program CFC belum tepat karena penanggung jawab program
CFC bukan ahli gizi, melainkan sarjana kesehatan masyarakat. Selain itu,
peranan kader sangat penting dalam membantu pelaksanaan program. Dalam
membantu pelaksanaan program CFC, kader dapat membantu dengan cara
memasak dan membagikan makanan PMT Lokal kepada ibu balita dan
penanggung jawab program bertugas untuk memberikan penyuluhan kepada
ibu balita dalam menerangkan kandungan gizi yang baik untuk dikonsumsi oleh
anak balita. Sedangkan petugas pengabdi program CFC bertugas untuk
menginput data program yang telah terlaksana untuk dibuatkan pelaporan
pertanggung jawaban penyelenggaraan program.
5.3.4
Peserta Program CFC
Hasil wawancara yang telah dilakukan oleh peneliti, petugas kesehatan
melakukan penyaringan kepada peserta program CFC untuk menentukan anak
balita yang sesuai diikutsertakan. Dalam penyaringan ini, petugas Puskesmas
Kamonji memilih daftar anak balita yang tergolong kategori bawah standar
anak gizi normal atau gizi kurang berdasarkan indikator BB/U dengan nilai Zscore: -2 SD sampai dengan <-3 SD dan BB/TB dengan nilai Z-score: -2 SD
sampai dengan <-3 SD.Bukan hanya penyaringan peserta, Puskesmas Kamonji
60
gizi kurang dan apabila masyarakat sendiri yang menemukan kasus gizi kurang,
maka mereka yang akan melaporkan kepada petugas kesehatan agar anak balita
tersebut mendapatkan penanganan yang cepat dan tepat. Dukungan dalam
kegiatan program CFC dimaksudkan agar balita yang menderita gizi kurang
mendapatkan PMT Lokal yang tepat setiap hari selama 30 hari di luar jam
kegiatan CFC berlangsung dan setiap 10 haripertumbuhan balita dipantau
melalui penimbangan berat badan. Dukungan yang diberikan oleh masyarakat
sangat mempengaruhi keberhasilan dari program CFC yang ada di Puskesmas
Birobuli. Hal ini dikarenakan masyarakat ikut berperan penting dalam
menurunkan angka gizi kurang diwilayah kerja Puskesmas Kamonji. Program
CFC yang ada di Puskesmas Kamonji sangat membantu untuk meringankan
beban masyarakat yang kebanyakan tidak berprofesi sebagai PNS terkhususnya
bagi orang tua yang memiliki anak balita gizi kurang.
Menurut Sarafino (2006), dukungan adalah suatu bentuk kenyamanan,
perhatian,penghargaan, ataupun bantuan yang diterima individu dari orang yang
berarti, baik secara perorangan maupun kelompok.
Berdasarkan observasi, masyarakat yang ada di wilayah kerja
Puskesmas Kamonji sangat mendukung dengan adanya program CFC ini. Hal
ini sangat membantu dan memberikan motivasi kepada petugas program CFC
setiap diselenggarakannya program CFC untuk menurunkan angka gizi kurang
pada anak balita di Puskesmas Kamonji.
5.3.6 Konseling Ibu Dari Anak Balita Program CFC
62
5.3.7
Notoatmodjo (2012), salah satu bentuk objek kesehatan dapat dijabarkan oleh
pengetahuan yang diperoleh dari pengalaman sendiri.36
Tingkat pengetahuan ibu juga berpengaruh dalam mengelola dan
memberikan makanan kepada bayi dan balita sehingga tercukupi dengan baik.
Pada hasil observasi penelitian ini menyimpulkan bahwa tingkat pengetahuan
yang dimiliki ibu sangatlah minim karena pada umunya dilatar belakangi oleh
pendidikan terakhir yaitu sekolah dsasar. Dari program ini, ibu balita
diharapkan memahami pola asuh yang baik dan cara
Pengetahun atau kognitif merupakan domain yang sangat penting
untuk terbentuknya tindakan seseorang. Ada beberapa tingkatan pengetahuan
menurut
(Notoatmodjo,
2012),
yaitu
tahu
Know),
memahami
66
bertindak atau berbuat. Motif tidak dapat diamati secara langsung, tetapi dapat
diinterpretasikan dalam tingkah lakunya, berupa rangsangan dorongan, atau
pembangkit tenaga munculnya suatu tingkah laku tertentu.37
Hasil observasi yang dilakukan, ibu balita bukan hanya termotivasi
untuk memperbaiki status gizi anak balitanya, melainkan ibu balita
mendapatkan uang transportasi yang dimana uang tersebut digunakan sebagai
uang tambahan kehidupan sehari-hari. Hal ini tidak dipermasalahkan, yang
terpenting gizi anak balita tetap menjadi tujuan utama bagi ibu balitanya.
5.4
yang telah mengikuti program CFC dimana pada hasil wawancara didapatkan
bahwa terjadi kenaikan berat badan balita ibu yang mengikuti program ini, dan
hal ini pula tidak terlepas dari peran serta orang tua yang melanjutkan
perawatan di rumah.
Perubahan pola asuh ibu dari anak balita setelah mengikuti program
CFC di Puskesmas Kamonji belum dapat dievaluasi oleh karena petugas belum
terjun langsung untuk menilai setiap ibu dari balita dalam penerapan pola asuh
yang baik dan benar di rumah. Berdasarkan wawancara dengan orang tua balita
yang ikut dalam program tersebut, dikatakan bahwa selama penyelenggaraan
program ini belum pernah dilakukan konseling dan pembelajaran keluarga
terutama ibu tentang bagaimana pola asuh yang baik oleh petugas kesehatan
program CFC agar dapat dilakukan sehari-hari. Akibatnya salah satu tujuan dari
penyelenggaran
program
CFC
yakni
meningkatnya
pemahaman
dan
68
Respon yang positif datang dari orang tua balita yang ikut dalam
program CFC ini, mereka merasa sangat terbantu. Selain itu juga keuntungan
berlipat dirasakan oleh para orang tua balita selain mendapatkan makanan
tambahan, juga diberikan uang transportasi bagi setiap anak balita yang
terdaftar sebagai peserta program CFC.
5.4 Outcome Pelaksnaan Asuhan CFC sebagai Program Penanganan Gizi
Kurang pada Anak Balita di Puskesmas Kamonji
Evaluasi outcome dilakukan untuk menilai pengaruh program terhadap
tujuan umum program (programme goal). Evaluasi ini berhubungan dengan
penilaian pengaruh program terhadap masalah kesehatan yang dituju (menilai
pengaruh jangka panjang program). Tujuan umum dari program ini adalah
memperbaiki status gizi bayi dan anak balita. Berdasarkan hasil wawancara
dengan kepala puskesmas dan pelaksana program CFC, didapatkan bahwa
terjadi perbaikan gizi pada sebagian besar anak balita yang megikuti program
ini. Hal ini juga diperkuat oleh hasil wawancara dengan ibu anak balita yang
menyatakan bahwa anak mereka mengalami peningkatan berat badan.
Walaupun salah satu anak tidak mengalami kenaikan berat badan, namun hal ini
juga dapat dipengaruhi oleh faktor faktor lain seperti ketidak patuhan dalam
mengikuti program ataupun pola asuh orang tua di rumah yang tidak sesuai
dengan yang seharusnya,
Status gizi anak balita diukur berdasarkan umur, berat badan (BB) dan
tinggi badan (TB). Berat badan anak balita ditimbang menggunakan timbangan
69
digital yang memiliki presisi 0,1 kg, panjang atau tinggi badan diukur
menggunakan alat ukur panjang/tinggi dengan presisi 0,1 cm. Variabel BB dan
TB/PB anak balita disajikan dalam bentuk tiga indeks antropometri, yaitu
BB/U, TB/U, dan BB/TB. Untuk menilai status gizi anak balita, maka angka
berat badan dan tinggi badan setiap anak balita dikonversikan ke dalam nilai
terstandar (Z-score) menggunakan baku antropometri anak balita WHO 2005.2
70
BAB VI
PENUTUP
6.1 Kesimpulan
Kesimpulan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Input pelaksanaan program CFC di Puskesmas Kamonji terdiri atas tenaga
kesehatan, sumber dana dan fasilitas kesehatan. Tenaga kesehatan pada
program CFC meliputi empat petugas kesehatan yakni kepala puskesmas
selaku penanggung jawab, pelaksana program sekaligus pengelola gizi,
bidan kelurahan dan bidan desa sebagai petugas pengabdi. Dana yang
digunakan berasal dari DAU (Dana Alokasi Umum) yaitu dana dari
pemerintah Kota Palu melalui dinas kesehatan. Fasilitas yang dimiliki
sudah tergolong memadai disamping karena penyelenggaraan program
CFC, pengelolah, serta penyediaan PMT- Lokal sepenuhnya dilakukan
secara mandiri oleh Puskesmas Kamonji.
b. Process dalam pelaksanaan program CFC yang terdiri atas teknis
pelaksanaan
program
CFC,
perencanaan
penyelenggaraan
71
c. Output pelaksanaan program CFC dinilai dari status gizi anak yang
mengikuti program CFC sudah mengalami perbaikan. Penilaian perubahan
pola asuh ibu dari anak balita belum dilakukan oleh pihak Puskesmas
Kamonji namun ibu dari anak balita pada umumnya merasa sangat terbantu
dalam perbaikan gizi anak mereka dan sangat mendukung program ini.
d. Outcome pelaksanaan program CFC dinilai dari angka gizi kurang sudah
mengalami penurunan setiap tahunnya dan terjadi peningkatan berat badan
anak balita yang mengikuti program CFC.
6.2 Saran
Adapun beberapa saran yang dapat peneliti berikan sesuai dengan hasil penelitian
ini adalah sebagai berikut:
a.
Bagi Dinas Kesehatan untuk menambah kapasitas tenaga kesehatan untuk
lebih mengoptimalkan program CFC. Serta menyediakan tenaga pemasak
PMT Lokal program CFC untuk mengolah makanan sendiri. Hal ini dapat
mengajarkan secara langsung kepada ibu anak balita cara menyiapkan
b.
makanan yang tepat dan memiliki gizi tepat untuk anak balitanya.
Bagi petugas kesehatan diharapkan agar melaksanakan program mengikuti
perencanaan yang telah dibuat. Hal ini dapat mengoptimalkan sasaran dan
berkurangnya kasus gizi kurang pada anak balita di wilayah kerja Puskesmas
Kamonji.
72
c.
73
DAFTAR PUSTAKA
1. UNICEF, WHO, UNESCO, UNFPA, UNDP, UNAIDS, WFP, the World
Bank, dan Kementerian Kesehatan. Jakarta. 2010
2. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan RI,
Riset Kesehatan Dasar 2013, Kementrian Kesehatan RI, Jakarta, 2013
3. Direktorat Bina Gizi, Sistem Informasi Gizi Direktorat Bina Gizi 2014,
Kementrian Kesehatan RI, 2014.
4. Dinkes Kota Palu. Profil Kesehatan Kota Palu Tahun 2014. Palu. 2014
5. Ingolo, F.,Sulteng Adopsi Penanganan Community Feeding Center
(CFC), Bantenpos. 2013.
6. Supariasa., Pengkajian Status Gizi Studi Epidemiologi. RSCM Instalasi
Gizi, Penerbit EGC. Jakarta. 2006
7. Arisman. Gizi Dalam Dasar Kehidupan. Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2010
8. Simarmata. D,. Kajian Ketersediaan Pangan Rumah Tangga, Status
Ekonomi Keluarga, Pengetahuan Gizi Ibu Dengan Status Gizi Anak
Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Melati KecamatanPerbaungan Tahun
2009. Skripsi, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera
Utara, Medan. 2009
9. Wardlaw, G.M & Jeffrey, S.H. Perspectives in Nutrition. Seventh Edition.
Mc Graw Hill Companies Inc, New York. 2007.
10. Adriani dan Wijatmadi. Peranan Gizi dalam Siklus Kehidupan. Kencana
Prenada Media Group. Jakarta. 2012
11.
74
15.Kemenkes
Kesehatan
RI.
Profil
http://www.depkes.go.id. 2011.
Kesehatan
Indonesia
2010.
16. Hartriyanti ,Y & Triyanti. Penilaian Status Gizi. In : Syafiq, A. Et all, eds. Gizi
Dan Kesehatan Masyarakat. Jakarta : Rajagrafindo Persada. 2007.
17. Hammond, K. A. Dietary and Clinical Assessment. USA : Sauderr. 2004
18. Sutjipta. I Nyoman. Manajemen Sumberdaya Manusia. Universitas Udayana.
Bali. 2009
19. Anas Sudijono. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Ed.1 Cetakan.5. Jakarta : Raja
Grafindo Persada. 2005
20. Akdon . Strategic Management For Educational management. Bandung :
Alfabeta. 2007
21. Siagian, Sondang P. Manajemen Sumber Daya Manusia, Edisi pertama, Cetakan
Keempatbelas, Penerbit Bumi Aksara , Jakarta. 2007.
22. Azwar, Azrul. Pengantar Administrasi Kesehatan. Jakarta : Binarupa Aksara.
2010
23. PERGIZI. Penatalaksanaan Anak Balita Gizi Buruk dan Gizi Kurang di Pos
Pergizi atau Pos Gizi. Badan Penelitian & Pengembangan Kesehatan.
Jakarta. 2012.
24. Dinkes Kota Palu. Petunjuk Teknis Community Feeding Center (CFC). Seksi
Gizi. Palu.2012
25. Valade, J dan Bamberger, M. Monitoring and Evaluating Social Programs in
Developing Countries. A Handbook for Policymakers, Managers, and
Researchers. Evaluation Development Institutes (EDI) Development
Studies. The World Bank. Washington DC.1994
26. Cresswell, John W. Research Design : qualitative, quantitative, and Mixed
Methods Approaches, SAGE. 2003
27. Moleong. L.J. Metodologi Penelitian Kualitatif. PT.Remaja Rosdakarya.
Bandung. 2006.
28. Puskesmas Kamonji. Profil Kesehatan Puskesmas Kamonji Tahun 2015.
Palu.2015
75
29. Supryanto, S, & Ernawaty. Manajemen dan Motivasi, Adminitrasi & Kebijakan
Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga,
Surabaya. 2009.
30. Handayani L. Evaluasi Program Pemberian Makanan Tambahan Anak Balita.
Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan. 2008
31. Mulyatiningsih, Endang. Metode Penelitian Terapan Bidang pendidikan.
Bandung. Alfabeta. 2011.
32. Usman Nurdin. Konteks Implementasi bebrbasis Kurikulum. Yogyakarta :
Bintang Pustaka. 2002.
33. Muninjaya. Manajemen Kesehatan. Jakarta : Penerbit Buku kedoktera EGC.
2004.
34. Bonita R, et all. Basic Epidemiology (2nd Edition), World Health Organiation.
India. 2006.
35. Dewa
76
77