Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

Dari semua penyakit telinga dalam yang dapat menyebabkan rasa pusing
atau vertigo, Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) sampai sekarang
merupakan penyebab yang paling sering ditemukan. Dalam suatu klinik yang khusus
mengatasi rasa pusing, BPPV merupakan penyebab dari vertigo dari sekitar 17%
pasiennya. BPPV adalah suatu jenis vertigo yang berhubungan dengan posisi
seseorang. Vertigo posisional adalah vertigo yang didefinisikan sebagai sensasi
berputar yang disebabkan oleh perubahan posisi kepala dan ada kaitannya dengan
gravitasi, sedangkan BPPV merupakan kelainan pada telinga bagian dalam yang
ditandai dengan episode vertigo posisional yang berulang. BPPV merupakan kondisi
yang sangat mudah didiagnosis, dan dapat diobati dengan mudah.
Brny merupakan orang yang pertama kali mendeskripsikan keadaan ini pada
tahun 1921, dan sejak hal ini pertama dituliskan telah banyak kemajuan dari ilmup
engetahuan yang berhubungan dengan penyakit ini. Secara tradisional, sebutan
benign (=jinak) danparoxysmal digunakan untuk mendeskripsikan tipe vertigo ini.
Dalam konteks ini, diimplikasikan bahwa BPPV hanyalah sebuah vertigo posisional
yang tidak disebabkan oleh kelainan sistem saraf pusat yang serius dan secara umum
prognosisnya baik, namun BPPV yang tidak diobati dan tidak didiagnosis mungkin
tidak jinak untuk fungsional, kesehatan secara umum dan berdampak pada kualitas
hidup penderitanya.
Secara umum, dilaporkan bahwa prevalensi dari BPPV mencapai 10.7 hingga
64 per 100,000 orang dalam usat populasi, BPPV juga merupakan kelainan vestibular
yang paling sering ditemukan di sepanjang kehidupan, walaupun paling sering
ditemukan pada orang berusia 50-an dan 70-an.
1

Orang-orang lanjut usia dengan BPPV memiliki risiko jatuh, depresi dan
gangguan beraktivitas yang lebih besar. Kejadian jatuh pada orang lanjut usia dapat
menyebabkan cidera sekunder termasuk fraktur dan cidera pada otak sehingga dapat
meningkatkan biaya yang tak terduga seperti biaya rumah sakit. Di Amerika Serikat,
biaya rumah sakit dan biaya tidak langsung lainnya yang disebabkan oleh diagnosis
BPPV juga signifikan, dan 86% pasien mengalami gangguan aktivitas sehari-hari,
sehingga tidak bisa masuk kantor.

BAB II
2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Definisi dan Klasifikasi


Definisi vertigo posisional adalah sensasi berputar yang disebabkan oleh

perubahan posisi kepala. Sedangkan BPPV didefinisikan sebagai gangguan yang


terjadi di telinga dalam dengan gejala vertigo posisional yang terjadi secara berulangulang dengan tipikal nistagmus paroksimal. Benigna dan paroksimal biasa digunakan
sebagai karakteristik dari vertigo posisional. Benigna pada BPPV secara historikal
merupakan bentuk dari vertigo posisional yang seharusnya tidak menyebabkan
gangguan susunan saraf pusat yang serius dan secara umum memiliki prognosis yang
baik. Sedangkan paroksimal yang dimaksud adalah onset vertigo yang terjadi secara
tiba-tiba dan berlangsung cepat biasanya tidak lebih dari satu menit. BPPV memiliki
beberapa istilah atau sering juga disebut dengan benign positional vertigo, vertigo
paroksimal posisional, vertigo posisional, benign paroxymal nystagmus, dan dapat
disebut juga paroxymal positional nystagmus.

2.2

Anatomi dan Fisiologi Telinga


Telinga merupakan salah satu pancaindra yang berfungsi sebagai alat

pendengaran dan keseimbangan yang letaknya berada di lateral kepala. Masingmasing telinga terdiri dari tiga bagian: telinga luar, telinga tengah, dan telinga dalam.

Gambar 2.1 Anatomi telinga

2.1.1 Telinga Luar


Telinga luar (auris externa) terdiri dari daun telinga (auricula/pinna), liang
telinga (meatus acusticus externus) sampai gendang telinga (membrana tympanica)
bagian luar. Telinga luar terletak pada pars tympanica ossis temporalis dan pada
bagian belakang berbatasan dengan processus mastoideus. Telinga luar berfungsi
sebagai penyalur suara dan sebagai proteksi telinga tengah. Fungsi telinga luar
sebagai penyalur suara tergantung dari intensitas, frekuensi, arah, dan ada atau
tidaknya hambatan dalam penyalurannya ke gendang telinga. Sedangkan fungsinya
sebagai proteksi telinga tengah yaitu menahan atau mencegah benda asing yang
masuk ke dalam telinga dengan memproduksi serumen, menstabilkan lingkungan

dari

input yang masukke telinga tengah, dan menjaga telinga tengah dari efek angin dan
trauma fisik.

2.1.2 Telinga Tengah


Telinga tengah (auris media) berada di sebelah dalam gendang telinga
sekitar 3-6 mm. Atap rongga telinga tengah adalah tegmen tympani dari pars
petrosa ossis temporalis yang berbatasan dengan cavitas cranii. Dinding lateral
telinga tengah berbatasan dengan gendang telinga beserta tulang di sebelah atas
dan bawahnya. Dinding depannya berbatasan dengan canalis caroticus yang di
dalamnya terdapat arteri karotis interna. Dinding medial telinga tengah ini
berbatasan dengan tulang pembatas telinga dalam yang terlihat menonjol karena
terdapat prominentia canalis facialis di bagian posterior atas. Telinga tengah ini
juga secara langsung berhubungan dengan nasofaring yaitu melalui tuba
eustachius. Telinga tengah berfungsi untuk menyalurkan suara dari udara dan
memperkuat energi suara yang masuk sebelum menuju ke telinga dalam yang
berisi cairan. Fungsi telinga tengah dalam memperkuat energi suara dibantu oleh

Gambar 2.2 Anatomi telinga dalam

tulang-tulang kecil seperti maleus, incus, dan stapes sehingga energi suara tadi
dapat menggetarkan cairan di koklea untuk proses mendengar.

2.1.3 Telinga Dalam


Telinga dalam dibatasi oleh tulang temporal (pars petrosa). Telinga
dalam terdiri dari koklea dan aparatus vestibularis yang memiliki dua fungsi
sensorik yang berbeda. Koklea berfungsi sebagai sistem pendengaran karena
mengandung reseptor untuk mengubah suara yang masuk menjadi impuls
saraf sehingga dapat didengar. Aparatus vestibularis berfungsi sebagai sistem
keseimbangan yang terdiri dari tiga buah canalis semisirkularis, dan organ
otolit yaitu sacculus dan utriculus.

2.3 Fungsi Keseimbangan


Fungsi keseimbangan diatur oleh beberapa organ penting di tubuh yang input
sensoriknya akan diolah di susunan saraf pusat (SSP). Fungsi ini diperantarai
beberapa reseptor, yaitu:
- Reseptor vestibular
- Reseptor visual
- Reseptor somatik

Reseptor vestibular sebagai pengatur keseimbangan diatur oleh organ aparatus


vestibularis (labirin) yang berada di telinga dalam. Labirin ini terlindung oleh tulang
yang paling keras. Labirin terbagi menjadi 2 bagian, yaitu labirin tulang dan labirin
membran. Di antara labirin tulang dan labirin membran ini terdapat suatu cairan yang
disebut perilimfa sedangkan di dalam labirin membran terdapat cairan yang disebut

endolimfa. Labirin berfungsi untuk menjaga keseimbangan, mendeteksi perubahan


posisi, dan gerakan kepala. Di dalam aparatus vestibularis selain mengandung
endolimfa dan perilimfa juga mengandung sel rambut yang dapat mengalami
depolarisasi dan hiperpolarisasi tergantung arah gerakan cairan.

Labirin terdiri dari :


- Labirin kinetik: Tiga kanalis semisirkularis
- Labirin statis: Organ otolit (sakulus dan utrikulus) yang terdapat sel-sel reseptor
keseimbangan pada tiap pelebarannya.

Kanalis semisirkularis berorientasi pada tiga bidang dalam ruang. Pada tiap
ujungnya melebar dan berhubungan dengan urtikulus, yang disebut ampula. Di dalam
ampula terdapat reseptor krista ampularis yang terdiri dari sel-sel rambut sebagai
reseptor keseimbangan dan sel sustentakularis yang dilapisi oleh suatu substansi
gelatin yang disebut kupula sebagai penutup ampula. Sel-sel rambut terbenam dalam
kupula dan dasarnya membentuk sinap dengan ujung terminal saraf aferen yang
aksonnya membentuk nervus vestibularis. Nervus vestibularis bersatu dengan nervus
auditorius membentuk nervus vestibulocochlear.
Kanalis semisirkularis berfungsi untuk mendeteksi akselerasi atau deselarasi rotasi
kepala seperti ketika memulai atau berhenti berputar, berjungkir, balik atau memutar
kepala. Akselerasi dan deselarasi menyebabkan sel rambut yang terbenam di dalam
cairan endolimfa bergerak. Pada awal pergerakan, endolimfa tertinggal dan kupula
miring ke arah berlawanan dengan gerakan kepala sehingga sel-sel rambut menekuk.
Ketika stereosilia (rambut dari sel-sel rambut) menekuk ke arah kinosilium (rambut
dari

sel-sel

rambut),

maka

terjadi

depolarisasi

yang

memicu

pelepasan

neurotransmitter dari sel-sel rambut menuju ke saraf afferent dan sebaliknya jika
menekuk ke arah berlawanan akan terjadi hiperpolarisasi. Ketika pergerakan perlahan
berhenti, sel-sel rambut akan kembali lurus dan kanalis semisirkularis mendeteksi
perubahan gerakan kepala.

2.2.2 Organ Otolit


Organ otolit (makula atau otokonia) terdapat dalam labirin membran di lantai
utrikulus dan semivertikal di dinding sakulus. Makula juga mengandung sel
sustentakularis dan sel rambut. Bagian atasnya ditutupi oleh membran otolit dan di
dalamnya terbenam kristal-kristal kalsium karbonat (otolit-batu telinga). Lapisan
ini lebih berat dan insersi lebih besar dari cairan di sekitarnya. Serat-serat saraf
dari sel rambut bergabung dengan serat-serat dari krista di bagian vestibuler dari
nervus vestibulokoklearis. Fungsi organ otolit adalah memberikan informasi
mengenai posisi kepala relatif terhadap gravitasi dan juga mendeteksi perubahan
dalam kecepatan gerakan linier (bergerak garis lurus tanpa memandang arah).
Utrikulus berfungsi pada pergerakan vertikal dan horizontal. Ketika kepala
miring ke arah selain vertikal, rambut akan menekuk sesuai kemiringan karena
gaya gravitasi dan akan mengalami depolarisasi atau hiperpolarisasi sesuai
kemiringannya. Contoh pergerakan horizontal adalah saat berjalan. Pada posisi ini
insersinya menjadi lebih besar dan menyebabkan membran otolit tertinggal di
belakang endolimfa dan sel rambut, sehingga menyebabkan rambut tertekuk ke
belakang. Jika pergerakan ini dilakukan secara konstan maka lapisan gelatinosa
akan kembali ke posisi semula. Sakulus fungsinya hamper sama dengan utrikulus
namun berespon secara selektif terhadap kemiringan kepala menjauhi posisi
horizontal, misalnya: bangun dari tempat tidur, lompat atau naik eskalator.

Krista dan makula dipersarafi oleh nervus vestibularis yang badan selnya
terletak di ganglion vestibularis. Serat saraf kanalis semisirkularis berada pada
bagian superior dan medial nukleus vestibularis dan sebagian mengatur
pergerakan bola mata. Serat dari utrikulus dan sakulus berakhir di nukleus
descendens menuju ke serebelum dan formasio retikularis. Nervus vestibularis
juga menuju ke talamus dan korteks somatosensorik.

2.3

Etiologi
Pada banyak kasus, BPPV disebut tidak memiliki penyebab atau idiopatik. Hal ini

terjadi pada 50-70% kasus BPPV sehingga disebut BPPV primer, dan penyebab
tersering dari BPPV sekunder adalah trauma kepala yang merepresentasikan 7-17%
dari seluruh kasus BPPV. Sebuah trauma pada kepala dapat menyebabkan terlepasnya
otokonia ke dalam endolimfe sehingga dapat menjadi penyebab terjadinya BPPV pada
orang yang terkena trauma kepala.
2.4 Patofisiologi

Gambar 2.3 Orientasi spasial dari kanalis


semisirkularis

BPPV dapat disebabkan oleh canalitiasis atau cupulolitiasis dan secara teoritis
dapat memengaruhi salah satu dari ketiga kanalis sermisirkularis, walaupun sangat
jarang pada kanalis superior.

2.4.1 BPPV Kanalis Posterior


Mayoritas dari kasus BPPV adalah pada kanalis posterior. Patofisiologi
yang dipikir memungkinkan adalah kanalitiasis. Hal ini mungkin disebabkan
karena kebanyakan debris/sisa-sisa dari endolimfe yang bebas lebih sering
tertarik ke kanalis posterior, karena kanalis posterior merupakan bagian dari
labirin vestibular yang bergantung pada gravitasi pada dua keadaan, duduk
tegak dan supinasi. Saat debris masuk ke kanalis posterior, pelindung cupular
dari bagian kanal yang lebih pendek menutup tempat keluar dari debris
tersebut, sehingga debris tersebut menjadi terperangkap dan hanya bisa keluar
pada tempat tanpa ampula.
Mekanisme terjadinya canalitiasis pada kanalis semisirkularis posterior
dimulai dengan terjadinya massa yang cukup banyak dalam bagian kanalis
semisirkularis posterior yang dependen. Massa kanalit yang ada bergerak ke
posisi yang lebih dependen saat terjadinya orientasi kanalis semisirkularis
terhadap gravitasi. Pergeseran dari massa ini harus menembus resistensi
endolimfe yang ada di dalam kanalis semisirkularis dan elastisitas dari tahanan
cupula untuk terlepas dari cupulanya. Periode ini merupakan periode laten
yang dapat dilihat di Dix-Hallpike maneuver.

10

Gambar 2.4 Osseus labirin pada telinga dalam

2.4.2 BPPV Kanalis Lateral


Sebuah penelitian menemukan bahwa 30% BPPV terjadi pada kanalis
semisirkularis lateral. Pada kanalis sirkuralis lateral, partikel/debris paling
sering ditemukan pada bagian kanal yang lebih panjang dan jauh dari ampula.
Jika pasien dengan BPPV kanalis lateralis menoleh ke arah teling yang sakit,
partikel-partikel ini akan membuat alur endolimfe ampulopetal, yang dapat
menstimulasi kanalis lateralis. Akan ditemukan nistagmus geotropic. Bila
pasien menoleh ke arah telinga yang tidak sakit, partikel-partikel tersebut akan
membuat alur ampuloflugal yang bersifat inhibitorik dan nistagmus yang
terjadi akan tetap
bersifat geotropik.
Kupulolitiasis diusulkan menjadi penyebab yang lebih utama pada
BPPV kanalis semisirkularis lateral. Karena partikel melekat secara langsung
pada kupula, vertigo yang dirasakan terasa lebih parah dan menetap saat
kepala ada pada posisi yang memprovokasi. Saat kepala pasien menoleh ke
arah yang sakit, kupula akan mengalami defleksi ampuloflugal yang bersifat

11

inhibitorik dan bila menoleh ke arah yang lain akan menyebabkan nistagmus
apogeotropik yang lebih parah.

2.5 Penegakan Diagnosis


2.5.1 Anamnesis
Pasien akan datang dengan keluhan vertigo horizontal, vertikal, atau
keduanya yang dirasakan sangat parah dan sangat tiba-tiba, dan dicetuskan
oleh gerakan atau suatu posisi kepala yang dapat memprovokasi. Aktivitas
yang paling sering memprovokasi terjadinya BPPV adalah berguling di tempat
tidur, mengekstensikan leher untuk melihat ke atas dan membungkuk ke
depan. Pasien akan dapat mengetahui telinga mana yang terganggu dengan
cara menunjukkan telinga yang nyeri saat dilakukan provokasi.
Sebagai tambahan keluhan pada BPPV, banyak pasien yang mengeluh
mual dan muntah, gangguan keseimbangan dan pada beberapa kasus pasien
mengeluh sensitif terhadap gerakan kepala ke segala arah. Serangan vertigo
biasanya hanya 30 detik atau lebih singkat. Banyak pasien yang tidak
menyadari bahwa vertigonya telah sembuh karena terlalu menghindari posisi
kepala yang dapat memprovokasi vertigonya. BPPV dapat disebut sebagai
penyakit yang bisa sembuh sendiri.
Walaupun 50-70% penyebab BPPV adalah idiopatik, anamnesis harus
diperdalam untuk mengetahui apakah ada penyebab sekunder seperti trauma
kepala, labirinitis viral atau neuronitis vestibular, penyakit Meniere, migraine,
dan pembedahan otologik dan non-otologik.

12

Gambar 2.5 Maneuver Dix-Hallpike

2.5.2 Maneuver untuk Diagnosis


Manuver yang dilakukan untuk mendiagnosis BPPV posterior yang biasa
dilpakai adalah maneuver Dix-Hallpike. Pertama pasien didudukkan dan kepala
diputar 45 derajat lalu ditidurkan sehingga kepala menggantung di ujung tempat
pemeriksaan sejauh 30 derajat. Kepala pasien ditahan pada posisi ini dan pemeriksa
melihat apakah ada nistagmus pada mata pasien. Hal ini juga dilakukan untuk sisi
sebelah lainnya.
Manuver lainnya adalah untuk mendiagnosis BPPV lateral, yakni dengan
membaringkan pasien dalam posisi supinasi dan dengan cepat merotasikan tubuh
pasien ke arah lateral yang diperiksa.

2.5.3 BPPV Subjektif


BPPV subjektif adalah saat dilakukan maneuver Dix-Hallpike dan tidak terjadi
nistagmus, namun pasien merasakan gejala vertigo klasik. Beberapa teori menjelaskan
bahwa hasil negatif dari maneuver tersebut dapat terjadi karena: nistagmus terlewat
oleh pemeriksa, nistagmus menjadi capai karena maneuver terlalu sering diulang, dan

13

bentuk BPPV yang kurang jelas karena memprovokasi terjadinya vertigo namun
dengan sinyal neural yang kurang adekuat untuk menstimulasi jalur vestibule-okular.

2.6 Diagnosis Banding


Ada beberapa keadaan yang sangat mirip dengan BPPV. Pada penyakit
Mnire, vertigo tidak dicetuskan oleh perubahan posisi kepala dan berlangsung lebih
lama, kurang lebih 30 menit sampai satu jam. Selain itu juga terdapat tinnitus dan
gangguan pada pendengaran.
Vertigo pada labirinitis atau neuronitis vestibular biasanya menetap hingga
beberapa hari. Vertigonya dapat terprovokasi oleh perubahan arah kepala ke berbagai
arah dan harus dibedakan dengan vertigo yang disebabkan oleh perubahan yang hanya
ke satu posisi saja.

2.7 Terapi
BPPV merupakan penyakit yang dapat sembuh sendiri, sehingga obat-obatan
hanya digunakan untuk terapi simptomatik saja. Kebanyakan kasus BPPV sembuh
dalam waktu kurang lebih 6 bulan.
Epley maneuver merupakan latihan posisi kepala yang terdiri dari 5 posisi
yang berbeda. Hal ini ditujukan untuk mengubah posisi partikel di dalam kanalis
semisirkularis. Maneuver Epley dikenal dengan Canalith Repositioning Procedure
atau prosedur reposisi kanalit, dan yang telah dimodifikasi dikenal dengan Particle
Repositioning Maneuver atau maneuver reposisi partikel. Berikut merupakan langkahlangkah pada PRM (Gambar 2.6) : (1) Memposisikan pasien dalam posisi duduk, (2)
memindahkan pasien ke posisi Dix-Hallpike ke arah telinga yang sakit, (3) melihat
nistagmus pada mata pasien, (4) mempertahankan posisi tersebut selama 1-2 menit,

14

(5) kepala di putar 90 derajat ke arah sebaliknya sambil mempertahankan posisi


ekstensi penuh dari leher, (6) menggulingkan pasien 90 derajat sehingga kepala pasien
mencapai posisi Dix-Hallpike yang sebaliknya. Dari posisi B dan C ke D harus
dilakukan secepatnya, kurang lebih 3-5 detik, (7) mata harus diperhatikan kembali,
bila terjadi nistagmus kedua, berarti partikel mengarah ke arah yang sama, (8) Posisi
ini dipertahankan sekitar 30-60 detik dan kemudian pasien diminta duduk kembali.
Jika maneuver berhasil, saat pasien duduk tidak akan ditemukan vertigo dan
nistagmus karena partikel telah di reposisi kembali ke utrikulus.

Gambar 2.6 Maneuver Reposisi Partikel (Maneuver


Epley)
2.8 Prognosis
Secara umum, kemungkinan sembuh untuk BPPV sangat baik karena BPPV
merupakan keadaan yang dapat sembuh dengan sendirinya, dan maneuver untuk
terapinya juga sangat mudah dilakukan dan dapat dilakukan di rumah.

BAB III
15

KESIMPULAN

Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) adalah pencetus vertigo yang


paling sering ditemukan. Kata benign mengacu pada sifat BPPV yang dapat sembuh
sendiri dan tidak membahayakan, meskipun pada beberapa keadaan dapat
memengaruhi kualitas hidup penderitanya. Kata paroxysmal mengacu pada sifatnya
yang timbul secara mendadak. BPPV timbul karena adanya perpindahan dari kanalitkanalit dalam kanalis semisirkularis pada telinga bagian dalam, dan vertigo
terprovokasi apabila penderita memposisikan kepalanya dalam posisi tertentu. BPPV
dapat didiagnosis dari nistagmus yang dapat dilihat dengan melakukan maneuver DixHallpike, dan dapat diterapi dengan maneuver Epley.

DAFTAR PUSTAKA
1. D.T., Fife, Benign Paroxysmal Positional Vertigo. Semin Neurol Journal.
2009;29:500-8.
2. Parnes et al. Diagnosis and Management of Benign Paroxysmal Positional Vertigo
(BPPV). CMAJ. 2003;169 (7): 681-93.
3. Bhattacharyya N, Baugh F R, Orvidas L. Clinical Practice Guideline: Benign
Paroxysmal Positional Vertigo. Otolaryngology-Head and Neck Surgery.
2008;139: S47-S81.

16

4. Bittar et al. Benign Paroxysmal Positional Vertigo: Diagnosis and Treatment.


International Tinnitus Journal. 2011;16(2): 135-45.
5. Solomon D. Benign Paroxysmal Positional Vertigo. Current Treatment Options in
Neurology, 2000. 2:417-427.

17

Anda mungkin juga menyukai