Anda di halaman 1dari 15

KONTAMINASI MAKANAN

Makanan adalah kebutuhan pokok manusia yang secara langsung berperan meningkatkan
kesehatan sehingga kita mampu melakukan kegiatan sehari-hari secara baik. Untuk itulah,
higienitas dan keamanan makanan menjadi sangat penting agar tidak menimbulkan gangguan
kesehatan.
Tetapi ironisnya, belakangan ini banyak jenis makanan yang beredar di masyarakat tidak
terjamin lagi keamanannya. Khususnya karena terkontaminasi logam-logam berat seperti timbel
(Pb), kadmium (Cd), atau merkuri (Hg). Padahal bila logam-logam tersebut masuk ke dalam
tubuh lewat makanan, selain akan menganggu sistem syaraf, kelumpuhan, dan kematian dini,
juga dapat menurunkan tingkat kecerdasan anak-anak.
Apabila terjadi kontaminasi makanan yang berlebihan di tengah tengah masyarakat secara
otomatis gangguan kesehatan masarakat akan pula menigkat karena adanya peningkatan
kontaminasi makanan yang tinggi. Untuk mencegah terjadinya peningkatan kontaminasi
makanan yang tinggi sebaiknya yang sangat utama adalah kebersihan higiens dan sanitasi yang
perlu di tingkatkan, karena dengan program tersebut angka kontaminasi makanan yang ada dapat
menurun. Banyaknya penjual makanan yang instan serta pedagang makanan yang memerlukan
bahan makanan yang tidak berstandar taraf kesehatan, ini memicu juga angka kontaminasi
makanan akan tinggi.
Oleh karena itu sebagai tenaga kesehatan masyarakat sebaiknya menidak tegas dengan kasus
tersebut, atau juuga mengadaka penyuluhan dengan dampak bahaya bahaya makanan yang
telah terkontaminasi oleh bahan bahan atau microorganism yang dapat menyebabkan penyakit
akibat dari kontaminasi makanan.

Makanan adalah kebutuhan pokok manusia yang secara langsung berperan meningkatkan
kesehatan sehingga kita mampu melakukan kegiatan sehari-hari secara baik. Untuk itulah,
higienitas dan keamanan makanan menjadi sangat penting agar tidak menimbulkan gangguan
kesehatan.
Tetapi ironisnya, belakangan ini banyak jenis makanan yang beredar di masyarakat tidak
terjamin lagi keamanannya. Khususnya karena terkontaminasi logam-logam berat seperti timbel
(Pb), kadmium (Cd), atau merkuri (Hg). Padahal bila logam-logam tersebut masuk ke dalam
tubuh lewat makanan, selain akan menganggu sistem syaraf, kelumpuhan, dan kematian dini,
juga dapat menurunkan tingkat kecerdasan anak-anak.

A. SUMBER KONTAMINASI
Pencemaran udara dari asap kendaraan bermotor acapkali dituduh sebagai sumber kontaminasi
timbel dalam makanan, selain kemasan, zat warna tekstil, dan limbah industri. Tuduhan ini
bukan tak ada alasannya. Data yang dikeluarkan Bapedal DKI tahun 1998, kadar timbel yang

melayang-layang di udara Jakarta rata-rata telah mencapai 0,5 mikrogram per m kubik udara.
Untuk kawasan tertentu, seperti terminal bus dan daerah padat lalu lintas, kadar timbel bisa
mencapai 2-8 mikrogram per meter kubik.
Pencemaran ini telah menyebabkan sayuran yang ditanam dekat jalan padat lalu lintas,
mengandung timbel di atas ambang batas yang ditentukan oleh WHO. Yakni antara 15,5 ppm
hingga 29,9 ppm (Rukaesih Ahmad, 1994). Padahal WHO memberi ambang batas hanya sampai
2 ppm. Demikian pula makanan jajanan di sekitar terminal bus tak terhindarkan lagi dari
kontaminasi timbel.
Sumber lain adalah peralatan dapur, khususnya yang digunakan untuk memasak dan menyajikan
makanan. Timbel yang terdapat pada lapisan gelas yang terbuat dari keramik Cina, porselen, atau
tanah liat dapat larut oleh makanan yang bersifat asam. Air minum yang disalurkan lewat pipa
timbel akan tinggi kandungan timbel yang terlarut dalam air tersebut. Demikian pula makanan
kaleng akan tinggi kandungan timbelnya bila masih menggunakan teknologi pematrian dengan
timbel (Pb).
Beberapa kertas kemasan dan non-kemasan (kertas koran dan majalah) yang sering digunakan
untuk membungkus makanan terdeteksi mengandung timbel melebihi batas yang ditentukan.

B. BAHAN MAKANAN
Makanan yang mengandung kadar timbel yang tinggi adalah dari kelompok makanan kaleng,
jeroan (hati, ginjal dari hasil ternak), ikan, dan kerang-kerangan. Sedangkan jenis makanan yang
rendah kandungan timbelnya adalah susu sapi, buah-buahan, sayuran, dan biji-bijian (kecuali jika
ditanam di tepi jalan yang padat lalu lintasnya.Sayuran seperti ini kadar timbelnya bisa 10 kali
lebih tinggi daripada di daerah pedesaan).

Kelompok Makanan Kadar Timbel (mikrogram/kg)


1.

Makanan kaleng 50 100

2.

Hasil ternak (hati, ginjal) 150

3.

Daging 50

4.

Ikan 170

5.

Udang dan kerang >250

6.

Susu sapi, buah dan sayuran 15 20

C. BAHAYA YANG DITIMBULKAN

Salah satu faktor yang menyebabkan tingginya kontaminasi timbel pada lingkungan adalah
pemakaian bensin bertimbel yang masih tinggi di Indonesia. Untuk mempermudah bensin
premium terbakar, titik bakarnya harus diturunkan melalui peningkatan bilangan oktan dengan
penambahan timbel dalam bentuk tetrail lead (TEL). Namun dalam proses pembakaran, timbel
dilepas kembali bersama-sama sisa pembakaran lainnya ke udara dan siap masuk ke dalam
sistem pernafasan manusia.
Perjalanannya dapat mengikuti alur rantai makanan (food chain), sementara timbel yang terlepas
di lingkungan akan tersebar dan tertimbun (bioakumulasi) dalam matrik biologi dan kimia di
tubuh inangnya. Seperti halnya kasus Minamata, ketika limbah pabrik kimia yang mengandung
merkuri (Hg) milik Chisso, Co yang memproduksi plastik (PVC), dibuang ke Teluk Minamata di
Jepang selama beberapa tahun sebelum 1953. Metilmerkuri masuk ke dalam tubuh fitoplankton
yang kemudian dimakan zooplankton. Lalu zooplankton dimakan oleh ikan kecil yang menjadi
mangsa ikan-ikan besar. Ikan-ikan inilah yang dimakan oleh keluarga nelayan di sekitar Teluk
Minamata, sehingga terjadi wabah neurologis yang tidak menular.
Di dalam tubuh manusia, timbel memulai turnya melalui saluran pernapasan atau saluran
pencernaan menuju sistem peredaran darah. Melalui peredaran darah menyebar ke berbagai
jaringan lain seperti ginjal, hati, otak, syaraf, dan tulang. Keracunan timbel ini pada orang
dewasa ditandai dengan gejala 3 P, yaitu pallor (pucat), pain (sakit), dan paralysis (kelumpuhan).
Keracunan yang terjadi pun bisa bersifat kronik dan akut.
Pada keracunan kronik, awalnya tidak menyebabkan gangguan kesehatan yang tampak, tetapi
makin lama efek toksik itu menumpuk hingga akhirnya terjadi gejala keracunan. Keracunan
timbel kronik ditandai dengan depresi, sakit kepala, sulit berkonsentrasi, daya ingat terganggu,
dan sulit tidur.

D. PENCEGAHAN
Untuk terhindar dari makanan yang terkontaminasi logam berat timbel, memang susah-susah
gampang. Susahnya, banyak makanan jajanan seperti pisang goreng, tahu goreng, dan tempe
goreng yang dibungkus dengan koran (karena pengetahuan yang kurang dari si penjual). Padahal
bahan yang panas dan berlemak mempermudah berpindahnya timbel ke makanan tersebut.
Gampangnya, jika membeli jajanan, usahakan jangan dibungkus dengan kertas tapi dengan
bungkus daun pisang atau diletakkan di piring.
Demikian pula peralatan masak. Hindari beberapa sumber timbel seperti peralatan masak dan
makanan kaleng yang dipatri dengan timbel.
Bentuk pencegahan yang lain adalah membiasakan keluarga untuk mengkonsumsi makanan
mengandung serat tinggi. Buah-buahan, sayuran, bawang, dan kacang-kacangan, adalah
beberapa di antaranya. Serat makanan bahan tadi, seperti pektin, lignin, dan beberapa
hemiselulosa dari polisakarida lain yang larut dalam air, vitamin C, serta bioflavanoid dapat
menetralkan timbel dan mengurangi penyerapan logam berat melalui sistem pencernaan kita.
Yang paling penting adalah menggantungkan harapan kepada pemerintah untuk mengganti
bensin bertimbel dengan bensin tanpa timbel. Meski biaya untuk keperluan modifikasi ini sangat

mahal, tapi keuntungan yang diperoleh jauh lebih besar. Alangkah nyaman dan indahnya masa
depan kita (terutama anak-anak kita )kalau kualitas udara di kota-kota besar, steril dari cemaran
timbel yang pada gilirannya mendukung terbentuknya kecerdasan intelektual anak sejak dini.
Jika negara-negara lain sudah menggunakan bensin tanpa timbel,

Seringkali diberitakan peristiwa keracunan makanan yang terjadi di perusahaan maupun


perhelatan yang diduga disebabkan oleh makanan katering yang disajikan. Peristiwa keracunan
makanan siap santap atau siap saji memang seringkali terjadi ketika makanan tersebut dimasak
dalam skala besar untuk banyak orang. Di Indonesia, data yang dilaporkan ke Direktorat Jenderal
Pemberantasan Penyakit Menular menunjukkan bahwa 30% dari kasus-kasus keracunan di
Indonesia disebabkan oleh makanan siap santap yang dihasilkan oleh jasa katering.

Dengan data yang sangat terbatas, dapat diduga bahwa keracunan makanan jenis ini banyak
disebabkan oleh mikroba patogen asal pangan ( foodborne pathogen ). Di negara maju seperti di
Amerika Serikat, wabah ( outbreak ) keracunan makanan yang disebabkan oleh patogen asal
pangan juga paling banyak (70%) disebabkan oleh makanan siap santap olahan industri jasa
boga.

E. MAKANAN SIAP SANTAP

Makanan siap santap adalah makanan yang umumnya telah diproses melalui proses pemanasan.
Di Indonesia, sebagian besar makanan siap santap diproses dengan panas tinggi dalam waktu
yang cukup lama karena pada umumnya masyarakat Indonesia terbiasa menyantap makanan
yang benar-benar matang ( well done). Kekecualian tentu ada, misalnya pada lalap sayur atau
buah mentah. Namun sebagian besar makanan olahan adalah makanan yang telah mengalami
proses yang cukup untuk membunuh bakteri patogen bukan pembentuk spora. Oleh karena itu,
kemungkinan terbesar keracunan disebabkan oleh bakteri-bakteri tahan panas yang membentuk
spora selama pemasakan. Spora ini dapat bergerminasi ketika makanan mengalami pendinginan
dan peritiwa ini didukung oleh pendinginan yang lambat sehingga memerlukan waktu lama
untuk mencapai suhu yang aman (4 o C atau lebih rendah). Hal ini menjawab pertanyaan
mengapa kebanyakan keracunan makanan siap santap tidak terjadi di rumah-rumah tangga
dengan ukuran (jumlah) masakan kecil. Jumlah makanan yang kecil lebih memungkinkan
penurunan suhu lebih cepat. Kebiasaan masyarakat Indonesia menyimpan makanan di suhu
ruang dan tidak tersedianya sarana pendinginan cepat menyebabkan tumbuh kembalinya bakteri
pembentuk spora tersebut.

F. KERACUNAN MAKANAN.

Medline Plus mendefinisikan keracunan makanan sebagai suatu kondisi yang terjadi ketika orang
makan makanan yang terkontaminasi dengan virus bakteri, atau parasit. Daging dapat
mengembangkan bakteri berbahaya dan virus yang umumnya dibunuh pada saat proses
memasak. Jika daging kurang matang, orang akan berisiko keracunan makanan. Gejala umum
dari keracunan makanan seperti diare, sakit perut, kram, sakit kepala, demam, menggigil,
kelemahan dan muntah.

a.

Keracunan Oleh Bakteri Pembentuk Spora

Laporan mengenai kasus keracunan di Amerika Serikat menunjukkan bahwa kasus keracunan
pangan oleh patogen paling sering (30%) disebabkan oleh tidak tepatnya proses pendiginan
setelah pemasakan. Bakteri-bakteri yang bertahan dan membentuk spora selama pemanasan yang
lazim ditemukan pada makanan siap santap misalnya Clostridium perfringens dan Bacillus
cereus . C. perfringens yang bergerminasi pada saat pendinginan lambat dan tertelan bersamasama makanan dapat menginfeksi usus dan menimbulkan gejala khas keracunan seperti diare,
mual dan muntah 16-24 jam setelah konsumsi. C. perfrin gens telah dilaporkan menyebabkan
keracunan melalui makanan-makanan olahan daging dan gravy . B. cereus yang memperoleh
kesempatan bergerminasi pada makanan siap santap dapat tumbuh dan membentuk toksin dalam
makanan tersebut. Sedikitnya 2 macam toksin B. cereus yang telah diketahui dapat menyebabkan
keracunan yaitu toksin emetik yang menyebabkan muntah 2-6 jam setelah konsumsi dan toksin
diare yang menyebabkan diare 12-24 jam setelah konsumsi . B. cereus telah dilaporkan
menyebabkan keracunan melalui nasi goreng, puding pati beras dan sebagainya.

b.

Keracunan Makanan Oleh Bakteri Patogen Bukan Pembentuk Spora

Kebiasaan makan masyarakan Indonesia yang cenderung mengkonsumsi makanan yang benarbenar matang dan bukan makanan yang dimasak ringan ( medium , rare ) sebenarnya dapat
menghindarkan kita dari keracunan yang disebabkan oleh patogen yang tidak membentuk spora.
Hal ini disebabkan karena patogen-patogen jenis ini, relatif tidak tahan panas dan dapat
dimusnahkan selama proses pemasakan.
Meskipun demikian pada kenyataannya keracunan makanan siap santap kadang-kadang terjadi
karena bakteri patogen bukan pembentuk spora ini. Hal ini seringkali terjadi karena kontaminasi
silang ( cross contamination ) maupun kontaminasi ulang ( recontamination ) yang terjadi setelah
pemasakan pemasakan.

Kotaminasi silang dapat terjadi jika sarana, wadah atau alat pengolahan dan atau penyimpanan
digunakan bersama-sama baik untuk bahan mentah maupun bahan yang telah matang.
Kontaminasi ulang terutama terjadi karena kurangnya sanitasi dan higiene. Kontaminasi ulang

dapat disebabkan karena penggunaan air, sarana, wadah, atau alat penyimpanan yang tercemar
serta oleh pekerja yang tidak menjaga kebersihan dirinya.

Bahkan di negara maju, kontaminasi ulang dari pekerja adalah faktor yang cukup sering (13%)
berkontribusi pada peristiwa keracunan. Patogen asal pekerja dapat berupa Staphylococcus
aureus yang berasal dari rongga mulut, hidung atau tangan pekerja. Jika ada jeda waktu yang
cukup antara pemasakan dan konsumsi, S. aureus yang mencemari makanan matang akan
tumbuh dan membentuk berbagai enterotoksin. Enterotoksin S. aureus bersifat tahan panas
sehingga tidak dapat dihilangkan dengan pemanasan kembali yang benar sekalipun. Keracunan
enterotoksin S. aureus dapat dikenali dengan tanda utama muntah 1-6 jam setelah konsumsi
makanan tersebut. Bakteri ini telah dilaporkan menyebabkan keracunan melalui roti lapis daging,
pastry berisi krim dan sebagainya.

Cemaran lainnya yang mungkin berasal dari pekerja dapat berasal dari usus yang mencemari
secara langsung (melalui tangan) maupun tidak langsung (melalui air) . yang termasuk patogen
enterik ini antara lain Salmonella, Escherichia.coli, Vibr io parahaemolyticus, Campylobacter
jejuni dan Listeria monocytogenes. Apabila kondisi (kandungan air, pH, aw dan suhu) makanan
memungkinkan, maka bakteri ini dapat tumbuh dan berkembang biak dan mungkin mencapai
jumlah yang cukup tinggi yang menyebabkan infeksi usus jika dikonsumsi. Keracunan oleh
kelompok bakteri ini ditandai dengan lebih lamanya (12-48 jam) jangka waktu antara konsumsi
dan munculnya gejala-gejala penyakit yang umumnya terdiri dari diare, mual, muntah (kadangkadang) dan demam (kadang-kadang). Bakteri-baktei ini telah diketahui sebagai penyebab
berbagai wabah keracunan besar, misalnya E.coli O157:H7 pada hamburger, L. monocytogenes
pada keju lunak dan salad kubis, C. jejuni pada makanan sala ternak dan sebagainya.

c.

Investigasi Keracunan Makanan

Jenis-jenis keracunan yang dilaporkan di Indonesia pada umumnya adalah keracunan makanan
dengan skenario konvensional. Ciri-ciri keracunan dengan skenario ini adalah terjadi pada acara
sosial yang dihadiri banyak orang, banyak korban, keracunan bersifat akut namun meliputi
daerah yang terbatas (lokal), jumlah patogen tinggi, sering disebabkan oleh kesalahan dalam
penangan makanan. Apabila sisa makanan masih tersedia maka investigasi keracunan jenis ini
relatif lebih mudah dilakukan karena korban umumnya dapat dilacak kembali dan diambil
sampel klinisnya untuk pengujian lebih lanjut. Demikian juga studi epidemiologi secara casecontrol maupun secara cohort mungkin dilakukan karena identitas korban maupun orang-orang
yang hadir dalam acara sosial tersebut mudah diketahui. Sumberdaya manusia yang cukup dan
laboratorium uji yang baik akan sangat menentukan keberhasilan investigasi.

Investigasi akan lebih sukar dijalankan pada keracunan atau wabah yang mengikuti skenario
baru. Keracunan dengan skenario baru umumnya ditandai dengan ciri ciri sebagai berikut :
tersebar luas, disebabkan oleh kontaminasi dalam jumlah rendah, disebabkan oleh makanan yang
dijual dalam jangkauan yang lebih luas, dan peningkatan jumlah kasus tidak nyata. Investigasi
keracunan ini umumnya hanya dapat disimpulkan dari suatu data surveilan penyakit atau
laboratorium.

Investigasi yang baik dapat mengidentifikasi patogen dan makanan penyebab keracunan serta
tahap pengolahan yang bertanggung jawab terhadap terjadinya penyimpangan pada produk
makanan. Dengan demikian dari kasus-kasus keracunan dapat dipelajari, misalnya, kelompok
mikroba yang mana yang paling sering menyebabkan keracunan. Apabila mikroba pembentuk
spora yang dominan, maka permasalahan utama terletak pada proses pendinginan setelah
pemasakan. Sebaliknya apabila bakteri patogen enterik bukan pembentuk spora yang sering
menjadi penyebab, berarti permasalahannya adalah kontaminasi setelah pemasakan terjadi.
Meskipun pemasakan tidak sempurna ( underprocessing ) mungkin menjadi penyebab keracunan
oleh patogen bukan pembentuk spora, tetapi untuk kebanyakan jenis makanan di Indonesia
penyebab ini peluangnya kecil.

Keracunan oleh bakteri pembentuk spora terutama dapat diatasi dengan pendinginan cepat,
dimana makanan yang usai dimasak sesegera mungkin dibawa ke suhu di bawah 4 C jika tidak
langsung dikonsumsi. Untuk jumlah makanan yang besar maka sebaiknya diusahakan dapat
mencapai suhu 31.5 C dalam waktu 2 jam dan mencapai 4 C dalam 4 jam berikutnya. Ketika
jumlah makanan yang dimasak sangat besar maka penurunan suhu yang cepat sukar dicapai.
Untuk itu pendinginan dapat dibantu derngan meletakkan makanan dalam wadah diatas sink atau
ember berisi es, menambahkan garam pada es yang digunakan untuk mendinginkan makanan,
menggunakan pengaduk bersih yang dibekukan, mengaduk makanan setiap 15 menit,
menggunakan panci yang dangkal dan tidak menyimpan makanan di dalam panci dengan
ketebalan lebih dari 5 cm (untuk makanan yang encer, misalnya soto) atau lebih dari 2.5 cm
(untuk makanan yang kental, seperti kari), atau meletakkan makanan dalam kantong plastik dan
direndam dalam air es. Jika dana memungkinkan maka disarankan untuk membeli blast chiller .

Keracunan oleh bakteri pembentuk spora dapat juga diatasi dengan memasak dalam waktu yang
dekat dengan waktu penyajian. Pendeknya rentang waktu akan membatasi terjadinya germinasi
spora. Disamping itu sel yang bergerminasi dapat dikurangi dengan cara memanaskan kembali
makanan sebelum dikonsumsi. Untuk itu maka pemanasan kembali harus dilakukan sehingga
suhu makanan siap santap mencapai 60 C atau lebih, karena suhu pemanasan kembali yang
tidak cukup dapat merangsang germinasi spora.

Pencegahan keracunan oleh bakteri bukan pembentuk spora dilakukan dengan tujuan untuk
mencegah kontaminasi silang maupun kontaminasi ulang. Pemisahan ruang serta peralatan untuk
bahan mentah dan matang dapat menghindarkan kontaminasi silang. Pemanasan kembali dengan

suhu yang cukup hanya dapat menghilangkan bakteri enterik tetapi tidak dapat menginaktifkan
enterotoksin yang telah terlanjur terbentuk oleh S. aureus . Kontaminasi ulang dapat dicegah
melalui program sanitasi dan higiene yang baik pada ruangan, peralatan maupun pekerja dan
pengawasan kebiasan-kebiasaan pekerja.

G. KEAMANAN PANGAN AKIBAT KONTAMINASI MIKROORGANISME DAN


MIKOTOKSIN

Di dalam Undang Undang No 7 tentang Pangan yang dikeluarkan oleh Pemerintah pada Tahun
1996 dan Peraturan Pemerintah no 28 (2004) tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan, telah
disebutkan bahwa makanan yang beredar haruslah tidak membahayakan bagi konsumennya.
Makanan harus terbebas dari bahan berbahaya, baik bahaya biologis, khemis maupun
fisik. Makanan tidak boleh mengandung toksin atau racun atau yang dapat merugikan atau
membahayakan kesehatan bahkan jiwa manusia. Keamanan pangan merupakan tanggung jawab
bersama antara produsen, konsumen maupun pemerintah sebagai regulator, monitor dan
fasilitator. Masing-masing punya peranan sendiri-sendiri untuk menjamin makanan yang beredar
maupun yang dikonsumsi adalah aman. Dampak gangguan terhadap keamanan makanan adalah
kerugian ekonomis, gangguan terhadap kesehatan bahkan sampai meninggal dunia pada korban,
berkurangnya produktivitas kerja maupun terancamnya status kesehatan masyarakat dalam
jangka panjang.

Di dalam paper ini akan disampaikan informasi tentang tentang cemaran bakteri patogen pada
bahan makanan serta cemaran aflatoksin pada jagung dan kacang tanah. Data yang ditampilkan
pada umumnya didasarkan pada survey yang telah dilakukan oleh Jurusan Teknologi Pangan dan
Hasil Pertanian (TPHP), Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Gadjah Mada beberapa tahun
terakhir ini bekerja sama dengan beberapa instansi. Pada paper ini juga disampaikan
pengendalian terintegrasi cemaran aflatoksin pada jagung dan kacang tanah, yang merupakan
kerjasama dari berbagai pihak.

a.

Cara Menghindari Kontaminasi Atau Keracunan Makanan

30 persen penyakit yang bersumber pada makanan disebabkan makanan yang tidak dipilih,
disimpan atau dimasak dengan baik. Akibatnya dapat bermacam-macam, yaitu kejang perut,
muntah dan diare.

Walaupun demikian, sebagian besar dari penyakit yang bersumber dari makanan yang rusak
tidak mematikan, dan tidak menyebabkan sakit yang lama, namun dapat berakibat fatal pada usia

sangat tua atau sangat muda (bayi atau balita); sedang mengidap suatu penyakit atau mempunyai
kerusakan pada sistem imunitas (kekebalan) tubuh.

Jenis mikroorganisme - mikroorganisme yang sering menimbulkan penyakit pada makanan


yang tidak disimpan atau dirawat dengan benar adalah :

7 jenis bakteri atau yaitu salmonella, campylobacter jejuni, staphylococcus aureus,


clostridium perfringens, vibrio vulnificus, listeria manocytogen dan shigella,
2 jenis protozoa : Giardia lamblia dan entamoeba histolyca dan,
virus Hepatitis A
Mikroorganisme tersebut kebanyakan hidup pada bahan makanan (mentah) berupa daging
unggas, telur, susu, santan kelapa, ikan, sayuran yang diberi terkontaminasi pupuknya.
Dari semua bahan makanan tersebut, yang paling banyak menimbulkan resiko terkontaminasi
atau teracuni oleh bakteria adalah daging unggas (mis : daging ayam) dan telur.

Adapun Cara untuk menghindari microorganisme diantara lain :

1. Pada saat belanja di pasar atau swalayan, ambillah dahulu belanjaan selain makanan,
kemudian bahan makanan yang dikemas atau kalengan dan yang terakhir baru makanan segar
seperti daging, sayur dan telur.
2. Periksalah bahan makanan kalengan, jangan mengambil jika terlihat kemasan rusak,
menggelembung, penyok dan sebagainya
3.

Jangan sekali-kali membeli makanan kalengan yang sudah kadaluwarsa.

4. Jangan minum susu san makan telur atau ikan mentah apalagi jika menderita sakit atau
mempunyai kelainan pada sistem imunitas (kekebalan) tubuh.
5. Sebelum membeli telur, periksa benar-benar kesegarannya dan apakah betul-betul tidak retak
atau bocor.

6.

Jika membeli makanan jadi, pilihlah yang dijual pada tempat yang terjaga kebersihannya.

7. Keracunan karena kerang dan makanan laut lainnya sering kita dengan, jadi perlu kita ekstra
hati-hati dalam memilihnya.
8. Bila perjalanan kita lebih dari satu jam setelah belanja makanan segar sedapatnya taruhlah
daging dan makanan yang mudah rusak dalam satu wadah yang berisi es.

Ada beberapa hal yang perlu anda perhatikan pada penyimpanan makanan dalam lemari es.

Segera simpan daging, sayur, susu, telur dan bahan makanan segar lainnya ke dalam lemari es.
Buanglah makanan yang sudah disimpan terlalu lama.
Seringlah periksa apakah lemari, bekerja baik atau pada temperatur yang sesuai.
Periksalah dan jangan biarkan air daging mentah menetes dan mengenai makanan lainya di
lemari es anda.
Simpanlah telur di tempat yang dalam, jangan pada sisi pintu.
Jangan biarkan makanan menumpuk, seringlah memilih makanan di dalamnya dan buang
segera jika sudah ada tanda-tanda rusak atau berjamur.
Jangan menyimpan makanan di bawah tampat cuci piring atau dekat bahan-bahan pembersih
alat rumah tangga.
Jangan biarkan makanan hangat atau dingin pada suhu kamar terlalu lama.j
Jika anda ingin makan telur setengah matang, rebuslah telur sampai kuning telur agak keras
dan putih telur keras.
Masaklah ikan sampai matang. Lebih baik ikan di makan segera setelah matang.
Jangan biarkan makanan masak lebih dari dari dua jam begitu saja. Bungkuslah makanan
dalam kemasan-kemasan dan disimpan dalam lemari es.
Jangan simpan makanan sisa lebih dari tiga hari di lemari es.
Melelehkan makanan beku harus dengan air dingin biasa, jangan diamkan pada suhu kamar.
Jangan mencicipi makanan yang anda telah duga sudah rusak.
Selalu mamanasi makanan sampai sedikitnya bersuhu 165o F atau 75o C.

9. Benar-benar cuci bersih semua alat-alat masak termasuk talenan setelah dipakai, terutama
setelah memotong daging ayam.

10. Jangan memotong sayuran di talenan bekas memotong daging sebelum talenan dicuci. Perlu
diingat bahwa talenan kayu lebih dapat terkontaminasi oleh bakteria dibandingkan dengan
talenan terbuat dari plastik. Tetapi talenan terbuat dari bahan apapun harus dicuci dengan sabun
setelah dipakai.
11. Cuci tangan sebelum dan sesudah memotong daging apalagi daging ayam. Jangan
mengerjakannya bila terdapat luka pada tangan.
12. Cuci dan simpanlah semua alat masak termasuk pembuka kaleng, parutan ataupun ulekan
dalam keadaan bersih. Mesin penghalus daging, bumbu atau bahan makanan lain juga harus
dicuci segera setelah habis dipakai.
13. Jangan menaruh daging matang pada piring bekas menaruh daging mentah.
14. Cuci bersih semua buah dan sayur dengan air mengalir.

Kiranya tips diatas dapat bermanfaat dalam mencegah penyakit yang diakibatkan makanan yang
terkontaminasi. Meskipun jarang berakibat fatal, sebaiknya kita menghindari keracunan karena
makanan dengan memperhatikan cara mengolah dan menyimpan makanan yang akan kita
makan.

b.

Enam Langkah Untuk Mencegah Keracunan Makanan

Banyak kasus keracunan makanan (food poisoning) yang meminta korban. Korban terkapar
kesakitan usai mengkonsumsi makanan kecil sampai harus dibawa ke rumah sakit. Usut punya
usut, makanan kecil yang mereka santap ternyata dibubuhi racun sianida. Kasus keracunan
makanan macam itu boleh dibilang bentuk "kecelakaan" yang sering terjadi.

Pesta pernikahan, ulang tahun, penyediaan makanan bagi karyawan suatu perusahaan, dsb.
adalah beberapa contoh lain kegiatan melibatkan makanan yang ditengarai rawan keracunan.
Dengan kata lain, kegiatan penyediaan makanan dalam jumlah besar seperti dilakukan
perusahaan katering, rumah makan, dan industri makanan, berpeluang memunculkan masalah
keracunan.

Kalau kasus keracunan, kerugian akan menimpa banyak pihak. Konsumen mendapat rasa sakit.
Bahkan pada kelompok berisiko tinggi seperti balita, lansia, atau orang sakit bisa berisiko
kematian. Sementara produsen atau penyedia makanan akan menderita penurunan, atau
kehilangan, kepercayaan konsumen.

Biang keladinya macam-macam keracunan makanan sejatinya gejala klinis atau gangguan
kesehatan akibat mengkonsumsi makanan yang terkontaminasi racun. Bisa berasal dari bahan
kimia, racun alami makanan, atau mikroorganisme. Kalau terjadi akibat bahan kimia, biasanya
itu gara-gara kecerobohan atau kesengajaan. Bahan itu di antaranya sianida, pestisida yang
digunakan berlebihan pada produk pertanian, dan bahan kimia rumah tangga.

Makanan yang pada dasarnya sudah menyimpan racun juga bisa menimbulkan keracunan.
Biasanya akibat pengolahan atau pemasakannya kurang sempurna atau dikonsumsi mentahmentah. Contoh :

Singkong dan daunnya mengandung zat amidalin. Sewaktu-waktu asam sianidanya dapat
terlepas dari ikatannya sehingga bisa menimbulkan keracunan sianida.
Biji jengkol mengandung asam jengkol yang sukar larut dalam air.
Kentang dengan racun solanin bisa menimbulkan gejala muntah-muntah, diare, sakit
kepala, sakit perut, dan badan lemah.
Mikroorganisme yang mencemari makanan berulah dengan cara mengeluarkan racun
(bacterial food poisoning) atau menginfeksi saluran pencernaan (bacterial food infection).

Clostridium botulinum adalah contoh mikroorganisme yang meracuni dengan cara mengeluarkan
racun. Penderita yang terserang toksin ini umumnya meninggal karena kesulitan bernapas.
Bakteri ini sering terdapat pada makanan kaleng yang sudah rusak, umpamanya kaleng
kembung, berkarat, bocor, segel rusak, isinya menggelembung, berbau, atau berwarna tak
normal.

Juga Pseudomonas cocovenans yang menghasilkan racun pada tempe bongkrek, dan
Staphylococcus aureus yang mengeluarkan toksin pada makanan berprotein tinggi (daging, telur,
susu, ikan) dan makanan yang disiapkan dalam jumlah besar.

Sedangkan yang menginfeksi saluran pencernaan di antaranya Salmonella sp., penyebab


salmonellosis. Orang bisa menularkan penyakit ini bila menderita sakit atau sebagai pembawa
(karier). Makanan yang sering tercemar salmonela antara lain daging atau hasil olahannya, telur
retak, dan makanan yang disimpan pada suhu 10-60 derajat C (danger zone).

Ada enam langkah mencegah keracunan seperti dimasyarakatkan Departemen Kesehatan RI.
Tidak cuma untuk sektor industri, tapi bisa pula untuk tingkat rumah tangga.

Langkah itu dimulai dari :

1. Pemilihan bahan makanan,


2. Penyimpanan makanan mentah,
3. Pengolahan bahan makanan,
4. Penyimpanan makanan jadi,
5. Pengangkutan,
6. Penyajian.

Semua itu bertujuan menyediakan makanan sehat dan aman dikonsumsi, dengan menekankan
pentingnya aspek higiene dan sanitasi. Biasanya, bahan makanan dibagi menjadi dua jenis: yang
tidak mudah rusak dan tahan lama, serta yang mudah rusak. Yang tahan lama biasanya dibeli
dalam jumlah besar dan disimpan sebagai persediaan. Sedangkan yang mudah rusak lebih sering
dibeli dadakan.

Saat belanja inilah tahap pemilihan bahan makanan mulai dilakukan. Pemilihan bahan akan lebih
efektif bila dibeli dalam jumlah terbatas. Khusus untuk makanan mudah rusak, proses seleksi
lebih baik dilakukan saat pengolahan. Lalu seleksi makanan yang tidak mudah rusak dilakukan
saat penyimpanan. Yang berkondisi tidak baik disingkirkan agar tidak mencemari bahan
makanan lain yang berkondisi baik.

Menyimpan bahan makanan yang tidak mudah rusak dan yang mudah rusak juga perlu
dibedakan. Yang gampang rusak disimpan di lemari es atau gudang berpendingin. Yang awet
cukup ditaruh di gudang biasa atau lemari bahan makanan. Yang penting, tempatnya bebas tikus,
menerapkan prinsip FIFO (first in first out), mudah dibersihkan, dan penempatannya dipisahkan
dari bahan kimia.

Langkah ketiga, pengolahan bahan makanan menjadi makanan siap santap, yang merupakan
salah satu titik rawan terjadinya keracunan. Banyak kasus keracunan terjadi karena tenaga
pengolahnya tidak memperhatikan aspek higiene dan sanitasi. Soal sepele seperti kebersihan
kuku, pakaian kerja, dan rambut sering diabaikan, padahal bisa berakibat fatal.

Perilaku kurang baik, seperti merokok saat mengolah makanan, tidak mencuci tangan setelah
dari kamar kecil, dan tetap mengolah makanan meskipun dalam keadaan sakit memperbesar
risiko terjadinya keracunan. Sesudah diolah, makanan umumnya disimpan lebih dulu, lalu
diangkut untuk disajikan. Terjadinya kontaminasi pada tiga tahap terakhir bisa sangat berbahaya,
karena makanan sudah dalam keadaan matang atau siap santap.

Khusus untuk di rumah, hati-hati dengan makanan setengah matang. Jangan pernah
menyimpannya secara sembarangan hanya karena berpikiran akan dimasak lagi. Bisa jadi suhu
untuk memanaskan makanan menjadi setengah matang tidak cukup untuk membunuh kuman.
Jadi, lebih baik simpan makanan setengah matang dalam wadah tertutup untuk menghindari
kontaminasi.

c.

Menghindari Kontaminasi Makanan di Supermarket

Berbelanja di supermarket belum tentu terjamin 100 persen kebersihannya karena supermarket
juga bisa menjadi penyebabterkontaminasinya makanan dengan bakteri yang ada disekitarnya.
Telitilah dalam membeli makanan di supermarket.

Banyak kerugian yang bisa ditimbulkan jika manusia mengonsumsi makanan yang sudah
terkontaminasi, diantaranya bisa menyebabkan sakit seperti pusing, muntah-muntah dan
gangguan pada sistem pencernaannya.

Berikut beberapa tips untuk menghindari kontaminasi makanan saat berbelanja di supermarket,

1.
Pilihlah supermarket yang bersih. Rata-rata supermarket melakukan pemeriksaan sebanyak
dua sampai tiga kali dalam setahun oleh departemen kesehatan setempat. Jangan memilih
supermarket yang banyak paket rusak atau robek disekitar lorongnya.

2.
Buatlah daftar belanjaan. Sebaiknya mulailah dengan mengambil barang-barang yang tidak
mudah rusak, lalu mengambil makanan yang melalui proses produksi, makanan beku, daging dan
makanan yang sudah siap saji. Tujuannya agar makanan tersebut tidak punya waktu untuk
mencair atau meminimalkan terjadinya kontaminasi makanan.

3.
Periksa label dengan teliti. Biasakan untuk selalu memeriksa tanggal kadaluarsa dari
makanan tersebut, karena kadang-kadang makanan yang segar berada pada bagian belakang.
Untuk produk sayuran, periksa apakah daunnya masih terlihat segar atau tidak. Karena bakteri
E.coli dapat tumbuh lebih cepat pada daun hijau yang sudah tua dan membusuk.

4.
Jangan memilih makanan yang sudah rusak. Sebaiknya hindari produk makanan yang
sudah rusak atau plastiknya sudah robek, karena sama saja dengan mengundang bakteri masuk
ke dalam makanan.

5.
Pehatikan kemasan plastik makanan. Sampai saat ini mayoritas penyakit yang dibawa dari
makanan kebanyakan berasal dari kemasannya. Mungkin karena telah melewati berbagai proses
seperti memotong, mencuci dan pengemasan sehingga lebih banyak risiko kontaminasinya.

6.
Perhatikan suhunya. Ada beberapa produk yang sangat tergantung dengan suhu tertentu,
seperti susu dan daging harus disimpan di bawah suhu 35 derajat celcius. Jika produk tersebut
berada pada tumpukan yang tinggi, maka tidak akan terlalu dingin sehingga kesegarannya tidak
maksimal.

Anda mungkin juga menyukai