PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Rhinolith adalah batu seperti benda keras yang ditemukan di dalam rongga
hidung. Rhinolith juga dianggap sebagai suatu benda asing tipe khusus yang
biasanya diamati pada orang dewasa. Biasanya mempunyai inti benda asing dari
luar tubuh, bakteri, pus, darah, mukus atau krusta. Rhinolith terjadi karena adanya
corpus alienum yang telah lama tinggal dalam hidung (misalnya sejak kecil),
kemudian terbungkus oleh endapan garam-garam kalsium atau magnesium
sebagai ikatan fosfat atau karbonat yang berasal dari lacrima.
Rhinolith lebih sering ditemukan pada orang dewasa. Pada umur 15 tahun
periode pertumbuhan telah terbentuk untuk pembentukan rhinolith. Bartholin
mengenalkan pertama kali mengenai rhinolith pada tahun 1654. Sejak itu, lebih
dari 600 kasus telah dilaporkan dalam literatur. Insidensnya adalah 1 dalam setiap
10.000 pada pasien rawat jalan otolaryngo. Biasanya usia rentan untuk diagnosis
adalah antara 8 sampai dengan 25 tahun dan lebih banyak pada perempuan
daripada laki-laki. Meskipun sebagian besar rhinolith terdeteksi pada orang
dewasa muda, mereka dapat ditemukan pada usia berapapun (6 bulan sampai 86
tahun)1.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1
2.1 Anatomi dan Fisiologi Hidung dan Sinus Paranasalis
2.1.1 Anatomi hidung dan sinus paranasalis
Untuk mengetahui penyakit dan kelainan hidung, perlu diingat kembali
tentang anatomi hidung. Anatomi dan fisiologis normal harus diketahui dan
diingat kembali sebelum terjadi perubahan anatomi dan fisiologi yang dapat
berlanjut menjadi suatu penyakit atau kelainan 1
Anatomi hidung luar
Hidung terdiri atas hidung luar dan hidung bagian dalam. Hidung bagian luar
menonjol pada garis tengah di antara pipi dan bibir atas; struktur hidung luar
dibedakan atas tiga bagian: yang paling atas: kubah tulang yang tak dapat
digerakkan; di bawahnya terdapat kubah kartilago yang sedikit dapat digerakkan;
dan yang paling bawah adalah lobulus hidung yang mudah digerakkan. Bentuk
hidung luar seperti piramid dengan bagian-bagiannya dari atas ke bawah:
1. Pangkal Hidung (Bridge)
2. Batang Hidung (Dorsum Nasi)
3. Puncak Hidung (Hip)
4. Ala Nasi
5. Kolumela
6. Lubang Hidung (Nares Anterior).
Hidung luar dibentuk oleh kerangka tulang dan tulang rawan yang dilapisi
oleh kulit, jaringan ikat dan beberapa otot kecil yang berfungsi untuk melebarkan
atau menyempitkan lubang hidung. Kerangka tulang terdiri dari : 1) tulang hidung
(os nasal) , 2) prosesus frontalis os maksila dan 3) prosesus nasalis os frontal ;
sedangkan kerangka tulang rawan terdiri dari beberapa pasang tulang rawan yang
terletak di bagian bawah hidung, yaitu 1) sepasang kartilago nasalis lateralis
superior, 2) sepasang kartilago nasalis lateralis inferior yang disebut juga sebagai
kartilago ala mayor dan 3) tepi anterior kartilago septum.
Septum Nasi
Septum membagi kavum nasi menjadi dua ruang kanan dan kiri. Bagian
posterior dibentuk oleh lamina perpendikularis os etmoid, bagian anterior oleh
kartilago septum (kuadrilateral) , premaksila dan kolumela membranosa; bagian
posterior dan inferior oleh os vomer, krista maksila , Krista palatine serta krista
sfenoid 2-4
Kavum nasi
Kavum nasi terdiri dari:
-
Dasar hidung
Dasar hidung dibentuk oleh prosesus palatine os maksila dan prosesus
horizontal os palatum 4
Atap hidung
Atap hidung terdiri dari kartilago lateralis superior dan inferior, os nasal,
prosesus frontalis os maksila, korpus os etmoid, dan korpus os sphenoid.
Sebagian besar atap hidung dibentuk oleh lamina kribrosa yang dilalui oleh
filament-filamen n.olfaktorius yang berasal dari permukaan bawah bulbus
olfaktorius berjalan menuju bagian teratas septum nasi dan permukaan kranial
konka superior 4
-Dinding Lateral
Vena-vena
hidung
mempunyai
nama
yang
sama
dan
berjalan
untuk meringankan beban kepala, proteksi terhadap trauma dan pelindung panas;
5) refleks nasal 5-7
Fisiologi sinus paranasalis
Sinus paranasal secara fisiologi memiliki fungsi yang bermacam-macam.
Bartholini adalah orang pertama yang mengemukakan bahwa ronga-rongga ini
adalah organ yang penting sebagai resonansi, dan Howell mencatat bahwa suku
Maori dari Selandia Baru memiliki suara yang sangat khas oleh karena mereka
tidak memiliki rongga sinus paranasal yang luas dan lebar. Teori ini dpatahkan
oleh Proetz, bahwa binatang yang memiliki suara yang kuat, contohnya singa,
tidak memiliki rongga sinus yang besar. Beradasarkan teori dari Proetz, bahwa
kerja dari sinus paranasal adalah sebagai barier pada organ vital terhadap suhu dan
bunyi yang masuk. Jadi sampai saat ini belum ada persesuaian pendapat mengenai
fisiologi sinus paranasal. Ada yang berpendapat bahwa sinus paranasal tidak
mempunyai fungsi apa-apa, karena terbentuknya sebagai akibat pertumbuhan
tulang muka 6-8
Beberapa teori yang dikemukakan sebagai fungsi sinus paranasal antara lain
adalah:
1.
kelembaban udara inspirasi. Keberatan terhadap teori ini ialah ternyata tidak
didapati pertukaran udara yangdefinitif antara sinus dan rongga hidung.
Volume pertukaran udara dalam ventilasi sinus kurang lebih 1/1000
volume sinus pada tiap kali bernafas, sehingga dibutuhkan beberapa jam untuk
pertukaran udara total dalam sinus. Lagipula mukosa sinus tidak mempunyai
vaskularisasi dan kelenjar yang sebanyak mukosa hidung 6
2.
orbita dan fosa serebri dari suhu rongga hidung yang berubah-ubah. Akan tetapi
kenyataannya, sinus-sinus yang besar tidak terletak di antara hidung dan organorgan yang dilindungi 6
mempengaruhi kualitas suara. Akan tetapi ada yang berpendapat , posisi sinus dan
ostiumnya tidak memungkinkan sinus berfungsi sebagai resonator yang efektif.
Tidak ada korelasi antara resonansi suara dan besarnya sinus pada hewan-hewan
tingkat rendah 6
5.
Rhinolith dianggap sebagai benda asing tipe khusus yang biasanya diamati
pada orang dewasa. Garam-garam tak larut dalam sekret hidung membentuk suatu
masa berkapur sebesar benda asing yang tertahan lama atau bekuan darah. Sekret
sinus kronik dapat mengawali terbentuknya masa seperti itu didalam hidung 3,10
Rhinolith adalah batu di dalam rongga hidung yang terbentuk hasil dari
pengendapan senyawa organik dan anorganik dalam rongga hidung, yang
menyebabkan sumbatan hidung unilateral, rhinorrhea, foetor, epistaksis, dan dapat
menimbulkan komplikasi.
Laporan mengenai rhinolith diterbitkan pertama kali pada tahun 1654 di
mana Bartholini menggambarkan sebuah benda asing batu - keras yang tumbuh di
sekeliling batu ceri. Istilah rhinolith ini pertama kali diciptakan pada tahun 1845
untuk menggambarkan sebagian atau seluruhnya pengapuran benda asing di
dalam hidung.
Analisis kimia pertama kali dilakukan oleh Axmann pada tahun 1829 yang
berhasil mendeteksi komposisi batu ini umumnya terdiri dari 90% bahan
anorganik seperti garam mineral, kalsium, fosfat, magnesium karbonat, besi,
aluminium dengan sisa 10% yang terbuat dari bahan organik hasil lesi dari lendir
hidung misalnya asam glutamate dan glycin. Penulis ini juga menduga bahwa zat
besi eksogen mungkin menjadi penyebab pembentukan nidus karena sekresi
fisiologis ( lendir hidung , air mata ) yang diproduksi di hidung tidak mengandung
jumlah besi yang mencukupi untuk membentuk nidus rhinolith.
2.3 Epidemiologi
Rhinolith lebih sering ditemukan pada orang dewasa. Pada umur 15 tahun
periode pertumbuhan telah terbentuk untuk pembentukan rhinolith. Bartholin
mengenalkan pertama kali mengenai rhinolith pada tahun 1654. Sejak itu, lebih
dari 600 kasus telah dilaporkan dalam literature. Insidensnya adalah 1 dalam
setiap 10.000 pada pasien rawat jalan otolaryngo. Biasanya usia rentan untuk
diagnosis adalah antara 8 sampai dengan 25 tahun dan lebih banyak pada
perempuan daripada laki-laki. Meskipun sebagian besar rhinolith terdeteksi pada
orang dewasa muda, mereka dapat ditemukan pada usia berapapun (6 bulan
sampai 86 tahun). 2,8-10
10
2.4 Etiologi
Rhinolith terjadi karena adanya benda asing yang telah lama tinggal dalam
hidung (misalnya sejak kecil), kemudian terbungkus oleh endapan garam-garam
kalsium atau magnesium sebagai ikatan fosfat atau karbonat yang berasal dari
lacrima. Kalsifikasi benda asing di hidung dulunya dikenal dengan rhinolith palsu
(false rhinoliths) atau rhinolith benar (true rhinoliths). Saat ini, istilah-istilah ini
telah digantikan oleh eksogen dan endogen, tergantung apakah ada atau tidak ada
inti. Rhinolith dapat terbentuk dari bahan di luar tubuh manusia yang masuk ke
dalam hidung dan yang tersisa di dalam rongga hidung seperti batu berbentuk
cherry, batu, nasal swab yang tertinggal, atau benda semacam ini yang disebut
eksogen. Rhinolith endogen adalah bahan-bahan yang dikembangkan yang berasal
di sekitar tubuh sendiri misalnya, gigi ektopik di sinus maksilaris, disekat tulang,
bekuan darah yang mengering di rongga hidung, dan lendir mengeras. Sekitar
20% dari rhinolith berasal dari materi endogen. 9,10
2. 5 Patogenesis
Meskipun patogenesis tidak jelas, sejumlah faktor dianggap terlibat dalam
pembentukan rhinolith ini yaitu dengan masuknya benda asing dalam rongga
hidung kemudian terjadi pemadatan, peradangan akut atau kronis, obstruksi
terjadi akibat terhalangnya dan stagnasi mukus, serta pengendapan garam-garam
mineral. Sekret hidung menjadi bau karena memiliki kandungan kalsium dan /
atau magnesium yang tinggi. Sekresi tersebut harus terpapar dengan aliran udara
dalam hidung untuk memusatkan pus dan mukus yang menyebabkan terbentuknya
endapan garam-garam mineral. Perkembangan dan progresifitasnya terjadi
bertahun-tahun.4
Pada umumnya rhinolith terdiri dari 90% bahan anorganik, dengan sisa
10% yang terbuat dari bahan organik dimasukkan ke dalam lesi dari sekret
hidung. Garam-garam yang tidak larut dalam sekret hidung membentuk suatu
kalsifikasi sebesar benda asing atau bekuan darah yang tertahan lama. Sekret pada
sinusitis kronik dapat mengawali terbentuknya massa kalsifikasi dalam rongga
hidung. Rhinolith ini terutama terbuat dari fosfat dan kalsium karbonat. Kadang-
11
kadang juga dibentuk oleh magnesium fosfat, natrium klorida dan magnesium
karbonat. Garam ini juga dapat berasal dari sekresi mukosa hidung, air mata, dan
eksudat inflamasi.
1,2,7
12
perdarahan, obstruksi nasal. Gejala lain termasuk bau mulut, epistaksis, sinusitis,
sakit kepala dan, dalam kasus yang jarang terjadi, epiphora.4,12
13
14
15
menggunakan
anestesi
umum.
Rhinolith
dikeluarkan
dengan
16
17
18
gejala sekunder yang dapat timbul ialah bernapas melalui mulut, suara sengau,
halitosis, gangguan tidur dan penurunan kualitas hidup. 3
2.11 Prognosis
Prognosis untuk rhinolith setelah pengangkatan rhinolith pada umumnya
baik jika dilakukan penanganan secara dini dan tepat.7
19
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
3.1. Kesimpulan
Rhinolith dianggap sebagai benda asing tipe khusus yang biasanya
diamati pada orang dewasa. Garam-garam tak larut dalam sekret hidung
membentuk suatu masa berkapur sebesar benda asing yang tertahan lama
atau bekuan darah. Sekret sinus kronik dapat mengawali terbentuknya masa
seperti itu didalam hidung.
Rhinolith lebih sering ditemukan pada orang dewasa. Pada umur 15
tahun periode pertumbuhan telah terbentuk untuk pembentukan rhinolith.
Rhinolith terjadi karena adanya benda asing yang telah lama tinggal dalam
hidung (misalnya sejak kecil), kemudian terbungkus oleh endapan garamgaram kalsium atau magnesium sebagai ikatan fosfat atau karbonat yang
berasal dari lacrima.Sekret hidung menjadi bau karena memiliki kandungan
kalsium dan / atau magnesium yang tinggi. Sekresi tersebut harus terpapar
dengan aliran udara dalam hidung untuk memusatkan pus dan mukus yang
menyebabkan terbentuknya endapan garam-garam mineral. Perkembangan
dan progresifitasnya terjadi bertahun-tahun.
Untuk membuat diagnosa kita tegakkan dari anamnesa, pemeriksaan
fisik, dan pemeriksaan penunjang. Dimana didapatkan adanya rhinorrhea
yang purulen dan hidung tersumbat ipsilateral serta ditemukan massa
keabuan dengan permukaan irreguler pada cavum nasi.
Operasi pengeluaran rhinolith dapat dilakukan dengan menggunakan
anestesi lokal atau anestesi umum. Jika ukuran batu yang besar,
permukaannya ireguler, dan mengenai konka nasalis inferior sinistra, maka
pasien harus menjalani operasi dengan menggunakan anestesi umum.
Adanya rhinolith pada hidung dapat menyebabkan terjadinya
sinusitis, perdarahan, erosi pada septum nasi, sinus maksilaris dan palatum
durum, bahkan dapat menyebabkan perforasi.
Prognosis setelah dilakukan pengangkatan rhinolith umumnya baik
jika dilakukan penanganan secara dini dan tepat.
20
3.2. Saran
1. Hendaknya selalu menjaga kebersihan hidung dengan dibersihkan
2. Menghindari benda asing masuk kedalam hidung
3. Bila hidung kemasukkan benda asing segera di keluarkan, apabila tidak
dapat keluar, segera periksakan ke dokter.
21
DAFTAR PUSTAKA
1.
Balasubramanian.
Dr.
T,
M.S.D.L.O.
Rhinoliths.
Available
editors. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan
Leher.Edisi ke-6. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2007. p 9799
4.
Ghorayeb
BY.
Picture
of
Otolaryngology.Houston.
Rhinolith
(Nasal
Calculus).In
Available
from:
Examination
from
of
the
Nose
- Anatomy
of
the
Nose.
:http://www.netterimages.com/product/978...13813.htm.
Available
Accessed:
10/08/2010
6.
Netter's
Head
and
Neck
Anatomy
for
Dentistry.
Available
Available
from
:http://www.ijdr.in/article.asp?issn=0970-
9290;year=2009;volume=20;issue=1;spage=114;epage=116;aulast=Patil.
Accessed: 04/08/2010
9.
Unilateral
Nasal
Obstruction.
Available
from:
Soedarjatni,
dr.
Foetor
ex
nasi.
Available
22
from:
11. Dhingra, PL. Miscellaneous Disorders of Nasal Cavity. Disease Of Ear, Nose,
and Throat. New delhi : B.I.Churchill Livingstone Pvt Ltd. 1998.
12. Ballenger, John Jacob, M.S,M.D. Epistaksis, Rinofima, Furunkulosis, Benda
Asing di Hidung, Rinolit, Atresia Koana. Penyakit Telinga, Hidung, Tenggorok,
Kepala dan Leher, Edisi 13. 1994. P : 118-119.
13. Boies. Buku Ajar Penyakit THT. Edisi 6.EGC
23