Anda di halaman 1dari 6

A.

Definisi
1. Kanker nasofaring atau dikenal juga dengan kanker THT adalah penyakit yang
disebabkan oleh sel ganas (kanker) dan terbentuk dalam jaringan nasofaring, yaitu
bagian atas faring atau tenggorokan.
2. Karsinoma nasofaring (KNF) adalah tumor ganas yang tumbuh di daerah nasofaring
dengan predileksi di fosa Rossenmuller dan atap nasofaring (Arima, 2006 dan
National Cancer Institute, 2009).
3. Karsinoma nasofaring (KNF) adalah tumor ganas yang berasal dari sel epitel
nasofaring (Brennan, 2006).
4. Karsinoma nasofaring adalah sebuah kanker yang bermula tumbuh pada sel epitelial
batas permukaan badan internal dan eksternal sel didaerah nasofaring (american
cancer asosiety,2011).
5. Karsinoma nasofaring adalah keganasan yang muncul pada daerah nasofaring (area
diatas tengorokan dibelakang hidung).
Kesimpulan :
Dari seluruh definisi diatas dapat disimpulkan bahwa kanker nasofaring adalah
penyakit yang disebabkan oleh sel ganas yang berasal dari sel epitel nasofaring yang
tumbuh di daerah nasofaring (bagian belakang hidung {nasal} yang berbatasan
dengan bagian atas faring {tenggorokan}) dengan predileksi di fosa Rossenmuller
dan atap nasofaring.
B. Anatomi Nasofaring
1. Nasofaring merupakan rongga sempit yang terdapat pada belakang rongga hidung
yang berbatasan dengan bagian atas faring, dinasofaring terdapat banyak saluran getah
bening.
2. Nasofaring merupakan suatu rongga dengan dinding kaku diatas, belakang dan lateral
yang termasuk bagian dari faring, ke-anterior berhubungan dengan rongga hidung
melalui koana dan tepi belakang septum nasi.
3. Pada dinding lateral nasofaring terdapat orifisium tuba eustachius yang merupakan
bagian dari pendengaran.
4. Pada usia muda dinding postero-superior nasofaring umumnya tidak rata karena
adanya jaringan adenoid.
5. Pada atap nasofaring sering terlihat lipatan-lipatan mukosa yang dibentuk oleh
jaringan lunak sub mukosa.
C. Epidemiologi

KNF dapat terjadi pada setiap usia, namun sangat jarang dijumpai penderita di
bawah usia 20 tahun dan usia terbanyak antara 45 54 tahun. Laki-laki lebih banyak
dari wanita dengan perbandingan antara 23 : 1. Kanker nasofaring tidak umum
dijumpai di Amerika Serikat dan dilaporkan bahwa kejadian tumor ini di Amerika
Syarikat adalah kurang dari 1 dalam 100.000 (Nasional Cancer Institute, 2009).
Di Indonesia, KNF menempati urutan ke-5 dari 10 besar tumor ganas yang terdapat
di seluruh tubuh dan menempati urutan ke -1 di bidang telinga, hidung dan tenggorok
(THT). Hampir 60% tumor ganas kepala dan leher merupakan KNF (Nasir, 2009). Dari
data Departemen Kesehatan, tahun 1980 menunjukan prevalensi 4,7 per 100.000 atau
diperkirakan 7.000-8.000 kasus per tahun (Punagi, 2007). Dari data laporan profil KNF
di Rumah Sakit Pendidikan Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin Makassar,
periode Januari 2000 sampai Juni 2001 didapatkan 33% dari keganasan di bidang THT
adalah KNF. Di RSUP H. Adam Malik Medan pada tahun 2002-2007 ditemukan 684
penderita KNF.
D. Etiologi
Terjadinya KNF karena multifaktorial, proses karsinogenesisnya mencakup banyak
tahap dan faktor yang terkait dengan timbulnya KNF adalah:
1. Kerentanan Genetik
Walaupun karsinoma nasofaring tidak termasuk tumor genetik, tetapi kerentanan
terhadap karsinoma nasofaring pada kelompok masyarakat tertentu relatif lebih
menonjol dan memiliki agregasi familial. Analisis korelasi menunjukkan gen HLA
(human leukocyte antigen) dan gen pengkode enzim sitokrom p4502E (CYP2E1)
kemungkinan adalah gen kerentanan terhadap karsinoma nasofaring, mereka berkaitan
dengan sebagian besar karsinoma nasofaring (Pandi, 1983 dan Nasir, 2009) .

2. Infeksi Virus Eipstein-Barr


Banyak perhatian ditujukan kepada hubungan langsung antara karsinoma
nasofaring dengan ambang titer antibody virus Epstein-Barr (EBV). Serum pasien2

pasien orang Asia dan Afrika dengan karsinoma nasofaring primer maupun
sekunder telah dibuktikan mengandung antibody Ig G terhadap antigen kapsid
virus (VCA) EB dan seringkali pula terhadap antigen dini (EA); dan antibody Ig A
terhadap VCA (VCA-IgA), sering dengan titer yang tinggi. Hubungan ini juga
terdapat pada pasien di Amerika yang mendapat karsinoma nasofaring aktif.
Bentuk-bentuk anti-EBV ini berhubungan dengan karsinoma nasofaring tidak
berdifrensiasi (undifferentiated) dan karsinoma nasofaring non-keratinisasi (nonkeratinizing) yang aktif (dengan mikroskop cahaya) tetapi biasanya tidak
berhubung dengan tumor sel skuamosa atau elemen limfoid dalam limfoepitelioma
(Nasir, 2009 dan Nasional Cancer Institute, 2009).
3. Faktor Lingkungan
Ventilasi rumah yang jelek dengan asap kayu bakar yang terakumulasi di dalam
rumah juga dapat meningkatkan angka kejadian KNF (Gangguly, 2003).
Penelitian terbaru menemukan zat-zat berikut berkaitan dengan timbulnya
karsinoma nasofaring yaitu golongan nitrosamin, diantaranya dimetilnitrosamin
dan dietilnitrosamin, hidrokarbon aromatic dan unsur renik seperti nikel sulfat
(Roezin, Anida, 2007 dan Nasir, 2009).
E. Tanda dan Gejala
1. Gejala Dini
a. Gejala telinga

Rasa penuh pada telinga

Tinitus

Gangguan pendengaran

b. Gejala hidung

Epistaksis

Obstruksi hidung

c. Gejala mata dan saraf

Diplopia

Gerakan bola mata terbatas

Juling

2. Gejala Lanjut
Limfadenopati servikal
Gejala akibat perluasan kedaerah sekitar, seperti sakit kepala hebat karena meluas
kedaerah kranial.
Gejala akibat metastasis jauh seperti pada femur, hati, paru, ginjal, dan limpa.
F. Penggolongan Kanker Nasofaring
1. T1 : Kanker terbatas di rongga nasofaring.
2. T2 : Kanker menginfiltrasi kavum nasal, orofaring atau di celah parafaring di
anterior dari garis SO (garis penghubung prosesus stiloideus dan margo posterior
garis tengah foramen magnum os oksipital).
3. T3 : Kanker di celah parafaring di posterior garis SO atau mengenai basis kranial,
fosa pterigopalatinum atau terdapat rudapaksa tunggal syaraf kranial kelompok
anterior atau posterior.
4. T4 : Saraf kranial kelompok anterior dan posterior terkena serentak, atau kanker
mengenai sinus paranasal, sinus spongiosus, orbita, fosa infra-temporal.
5. N0 : Belum teraba pembesaran kelenjar limfe .
6. N1 : Kelenjar limfe koli superior berdiameter <4 cm.
7. N2 : Kelenjar koli inferior membesar atau berdiameter 4-7 cm .
8. N3 : Kelenjar limfe supraklavikular membesar atau berdiameter >7 cm.
9. M0 : Tak ada metastasis jauh.
10. M1: Ada metastasis jauh. Sedangkan untuk penggolongan stadium klinisnya antara
lain sebagai berikut :
a. Stadium I
: T1N0M0
b. Stadium II
: T2N0 1M0, T0 2N1M0
c. Stadium III
: T3N0 - 2M0, T0 3N2M0
d. Stadium Iva
: T4N0 3M0, T0 4N3M0
e. Stadium Ivb
: T apapun, N Apapun, M1
G. Pemeriksaan Diagnostik
1. Anamnesis
Terdiri dari gejala hidung, gejala telinga , gejala mata dan saraf serta gejala
mestatasis.
2. Pemeriksaan fisik
a. Pemeriksaan status generalis dan status lokalis
b. Pemeriksaan nasofaring : rinoskopi posterior dan nasofaringoskopi fiber/rigid
4

3. Pemeriksaan laboraturium
a. Hematologik
b. SGOT dan SGPT
c. Serologi Ig A VCA, Ig A EA
4. Pemeriksaan radiologi
a.
b.
c.
d.

Ct-scan
MRI
Pencitraan seluruh tubuh
Chest x-ray

5. Pemeriksaan patologi anatomi


a. Biopsi nasofaring
6. Pemeriksaan neuro-oftalmologi
H. Penatalaksanaan Medis
1. Radioterapi :
a. Merupakan penatalaksanaan pertama untuk KNF.
b. Radiasi diberikan kepada seluruh stadium (I,II,III,IV lokal) tanpa metastasis jauh
dengan sasaran radiasi tumor primer dan KGB leher dan supraklavikula.
c. Jenis pemberian radioterapi seperti radiasi eksterna, radiasi interna dan radiasi
intravena.
2. Kemoterapi
a. Diberikan pada stadium lanjut atau pada keadaan kambuh.
b. Jenis kemoterapi seperti kemoterapi neodejuvan, kemoterapi adjuvan dan
kemotrapi konkomitan.
3. Imunoterapi
Dengan diketahuinya kemungkinan penyebab dari karsinoma nasofaring adalah
virus epistein barr, maka pada penderita KNF dapat diberikan imunoterapi.
4. Operasi
a. Tindakan operasi berupa diseksi leher radikal dan nasofaringektomi.
b. Diseksi leher dilakukan jika masih ada sisa kelenjar pasca radiasi atau adanya
kekambuhan, dengan syarat bahwa tumor primer sudah dinyatakan bersih yang
dibuktikan dengan pemeriksaan radiologi dan serologi.
5

c. Nasofaringektomi merupakan suatu operasi paliatif yang dilakukan pada kasus


yang kambuh atau adanya residu pada nasofaring yang tidak berhasil diterapi
dengan cara lain.
I.

Prognosis
1. Prognosis secara umum tergantung pada pertumbuhan lokal dan metastasenya.
2. Prognosis buruk jika dijumpai limfadenopati stadium lanjut dan tipe histologik
karsinoma skuamus berkretinasi.
3. Prognosis juga diperburuk dengan beberapa faktor seperti stadium kanker yang lebih
lanjut, usia > 40 tahun dan jenis kelamin laki-laki (arima, 2006).

J. Komplikasi
1.
2.
3.
4.

Hipotiroidsme
Hilangnya jangkauan gerak
Hipoplasia struktur otak dan tulang
Kehilangn pendengaran sensorineural (nasir, 2009).

K. Pencegahan
1.
2.
3.
4.

Pemberian vaksin
Mengurangi konsumsi ikan asin dan makanan yang diawetkan
Makan makanan yang bernutrisi
Mengurangi serta mengontrol stress
5. Membiasakan pola hidup sehat seperti dengan berolahraga secara teratur

Anda mungkin juga menyukai