DEFINISI
Kolelitiasis adalah batu empedu yang terletak pada saluran empedu yang
disebabkan oleh faktor metabolik antara lain terdapat garam-garam empedu,
pigmen empedu dan kolestrol, serta timbulnya peradangan pada kandung empedu
(Barbara C. Long, 1996).
Kolelitiatis (kalkulus/kalkuli, batu empedu) biasanya terbentuk dalam
kantung empedu dari unsur-unsur padat yang membentuk cairan empedu. Batu
empedu memilki ukuran, bentuk, dan komposisi yang sangat bervariasi. Batu
empedu tidak lazim dijumpai pada anak-anak dan dewasa muda tetapi insidennya
semakin sering pada individu berusia diatas 40 tahun. Sesudah itu, insidens
kolelitiasis semakin meningkat dan diperkirakan bahwa pada usia 75 tahun satu
dari 3 orang akan menderita batu empedu (Smeltzer & Bare, 2003).
B. ETIOLOGI
Etiologi batu empedu masih belum diketahui secara pasti, adapun faktor
predisposisi terpenting yaitu gangguan metabolisme yang menyebabkan
terjadinya perubahan komposisi empedu, statis empedu, dan infeksi kandung
empedu. Perubahan komposisi empedu kemungkinan merupakan faktor terpenting
dalam pembentukan batu empedu karena hati penderita batu empedu kolesterol
mengekresi empedu yang sangat jenuh dengan kolesterol. Kolesterol yang
berlebihan ini mengendap dalam kandung empedu (dengan cara yang belum
diketahui sepenuhnya) untuk membentuk batu empedu.
Statis empedu dalam kandung empedu dapat mengakibatkan supersaturasi
progresif, perubahan komposisi kimia, dan pengendapan unsur-insur tersebut.
Gangguan kontraksi kandung empedu atau spasme spingteroddi, atau keduanya
dapat menyebabkan statis. Faktor hormonal (hormon kolesistokinin dan sekretin)
dapat dikaitkan dengan keterlambatan pengosongan kandung empedu.
Infeksi bakteri dalam saluran empedu dapat berperan dalam pembentukan
batu. Mukus meningkatkan viskositas empedu dan unsur sel atau bakteri dapat
berperan sebagai pusat presipitasi/pengendapan. Infeksi lebih timbul akibat dari
terbentuknya batu, dibanding panyebab terbentuknya batu.
C. FAKTOR RESIKO
Kolelitiasis dapat terjadi dengan atau tanpa faktor resiko dibawah ini. Namun,
semakin banyak faktor resiko yang dimiliki seseorang, semakin besar
kemungkinan untuk terjadinya kolelitiasis. Faktor resiko tersebut antara lain:
1) Jenis Kelamin
Wanita mempunyai resiko 3 kali lipat untuk terkena kolelitiasis dibandingkan
dengan pria. Hal ini dikarenakan hormon esterogen berpengaruh terhadap
peningkatan eskresi kolesterol oleh kandung empedu. Kehamilan, yang
menigkatkan kadar esterogen juga meningkatkan resiko terkena kolelitiasis.
Penggunaan pil kontrasepsi dan terapi hormon (esterogen) dapat meningkatkan
kolesterol dalam kandung empedu dan penurunan aktivitas pengosongan
kandung empedu.
2) Usia
Resiko untuk terkena kolelitiasis meningkat sejalan dengan bertambahnya usia.
Orang dengan usia > 60 tahun lebih cenderung untuk terkena kolelitiasis
dibandingkan dengan orang degan usia yang lebih muda.
3) Berat badan (BMI)
Orang dengan Body Mass Index (BMI) tinggi, mempunyai resiko lebih tinggi
untuk terjadi kolelitiasis. Ini karenakan dengan tingginya BMI maka kadar
kolesterol dalam kandung empedu pun tinggi, dan juga mengurasi garam
empedu serta mengurangi kontraksi/ pengosongan kandung empedu.
4) Makanan
Intake rendah klorida, kehilangan berat badan yang cepat (seperti setelah
operasi gatrointestinal) mengakibatkan gangguan terhadap unsur kimia dari
empedu dan dapat menyebabkan penurunan kontraksi kandung empedu.
5) Riwayat keluarga
Orang dengan riwayat keluarga kolelitiasis mempunyai resiko lebih besar
dibanding dengan tanpa riwayat keluarga.
6) Aktifitas fisik
Kurangnya aktifitas fisik berhungan dengan peningkatan resiko terjadinya
kolelitiasis. Ini mungkin disebabkan oleh kandung empedu lebih sedikit
berkontraksi.
7) Penyakit usus halus.
Penyakit yang dilaporkan berhubungan dengan kolelitiasis adalah crohn
disease, diabetes, anemia sel sabit, trauma, dan ileus paralitik.
8) Nutrisi intravena jangka lama
Nutrisi intravena jangka lama mengakibatkan kandung empedu tidak
terstimulasi untuk berkontraksi, karena tidak ada makanan/ nutrisi yang
melewati intestinal. Sehingga resiko untuk terbentuknya batu dalam kandung
empedu menjadi meningkat.
D. KLASIFIKASI
Menurut gambaran makroskopis dan komposisi kimianya, batu empedu di
golongkankan atas 3 (tiga) golongan:
a) Batu kolesterol
Berbentuk oval, multifokal atau mulberry dan mengandung lebih dari 70%
kolesterol. Lebih dari 90% batu empedu adalah kolesterol (batu yang
mengandung > 50% kolesterol). Untuk terbentuknya batu kolesterol diperlukan
3 faktor utama :
Supersaturasi kolesterol
b) Batu pigmen
Batu pigmen merupakan 10% dari total jenis baru empedu yang mengandung
<20% kolesterol. Jenisnya antara lain:
1. Batu pigmen kalsium bilirubinan (pigmen coklat)
2. Batu pigmen hitam
c) Batu campuran
3
Pembentukan batu kolesterol merupakan proses yang terdiri atas 4 defek utama
yang dapat terjadi secara berurutan atau bersamaan:
1. Supersaturasi Empedu
pengerasan
membran
sarkolema
sel otot
tersebut.
Secara
musin dalam mukus ditunjuk sebagai faktor utama yang bertindak sebagai
agen perekat yang menfasilitasi aglomerasi kristal dalam patofisiologi batu
empedu. Saat ini, stimulus yang menyebabkan hipersekresi mukus belum
dapat dipastikan namun prostaglandin diduga mempunyai peran penting
dalam hal ini.
Sebagian besar pasien batu kolesterol mensekresi empedu hati
litogenik. Kelompok tertentu mempunyai kumpulan garam empedu total
yang berkontraksi (1,5 sampai 2g) yang merupakan separuh ukuran orang
normal. Bisa timbul akibat hubungan umpan balik garam empedu abnormal
dengan penurunan sintesis hati bagi garam empedu atau hilangnya garam
empedu secara berlebihan melalui feses akibat malabsorpsi ileum primer
atau setelah reseksi atau pintas ileum. Kelompok lain, terutama orang yang
gemuk, mensekresi kolesterol dalam jumlah yang berlebihan. Beberapa
bukti menggambarkan bahwa masukan diet kolesterol dan atau kandungan
kalori diet bisa mempengaruhi sekresi kolesterol juga.
Mekanisme lain yang diusulkan bagi pembentukan batu, melibatkan
disfungsi vesika biliaris. Stasis akibat obstruksi mekanik atau fungsional,
bisa menyebabkan stagnasi empedu di dalam vesika biliaris dengan resorpsi
air
berlebihan
dan
merubah
kelarutan
unsur
empedu.
Penelitian
Opisthorchis
sinensis
serta
Clonorchis
sinensis
mendukung
menghidrolisis
bilirubin
terkonjugat
hingga
diduga dapat berperan sebagai agen perekat, yaitu sebagai nidus yang
menfasilitasi pembentukan batu, seperti fungsi pada musin endogenik.
F. MANIFESTASI KLINIS
Penderita batu empedu sering mempunyai gejala-gejala kolestitis akut atau
kronik. Bentuk akut ditandai dengan nyeri hebat mendadak pada abdomen bagian
atas, terutama ditengah epigastrium. Lalu nyeri menjalar ke punggung dan bahu
kanan (Murphy sign). Pasien dapat berkeringat banyak dan berguling ke kanankiri saat tidur. Nausea dan muntah sering terjadi. Nyeri dapat berlangsung selama
berjam-jam atau dapat kembali terulang.
Gejala-gejala kolesistitis kronik mirip dengan fase akut, tetapi beratnya nyeri
dan tanda-tanda fisik kurang nyata.
intoleransi lemak, nyeri ulu hati atau flatulen yang berlangsung lama. Setelah
terbentuk, batu empedu dapat berdiam dengan tenang dalam kandung empedu dan
tidak menimbulkan masalah, atau dapat menimbulkan komplikasi. Komplikasi
yang paling sering adalah infeksi kandung empedu (kolesistitis) dan obstruksi
pada duktus sistikus atau duktus koledokus. Obstruksi ini dapat bersifat
sementara, intermitten dan permanent. Kadang-kadang batu dapat menembus
dinding kandung empedu dan menyebabkan peradangan hebat, sering
menimbulkan peritonitis, atau menyebakan ruptur dinding kandung empedu.
Secara umum gejala kolelitiasis dapat terjadi akut atau kronis dan terjadinya
gangguan pada epigastrium jika makan makanan berlemak, seperti: rasa penuh
diperut, distensi abdomen, dan nyeri samar pada kuadran kanan atas.
a. Rasa nyeri hebat dan kolik bilier
Jika duktus sistikus tersumbat batu, maka kandung empedu
mengalami distensi kemudian akan terjadi infeksi sehingga akan teraba
massa pada kuadran I yang menimbulkan nyeri hebat sampai menjalar ke
10
punggung dan bahu kanan sehingga menyebabkan rasa gelisah dan tidak
menemukan posisi yang nyaman. Nyeri akan dirasakan persisten (hilang
timbul) terutama jika habis makan makanan berlemak yang disertai rasa
mual dan ingin mual muntah pada pagi hari karena metabolisme di
kandung empedu akan meningkat.
Perangsangan mual dapat diakibatkan dari adanya obstruksi saluran
empedu sehingga mengakibatkan alir balik cairan empedu ke hepar
(bilirubin, garam empedu dan kolesterol) menyebabkan terjadinya proses
peradangan disekitar hepatobiliar yang mengeluarkan enzim-enzim
SGOT dan SGPT, menyebabkan peningkatan SGOT dan SGPT yang
bersifat iritatif di saluran cerna sehingga merangsang nervus vagal dan
menekan rangsangan sistem saraf parasimpatis sehingga terjadi
penurunan peristaltik sistem pencernaan di usus dan lambung,
menyebabkan makanan tertahan di lambung dan peningkatan rasa mual
yang mengaktifkan pusat muntah di medula oblongata dan pengaktifan
saraf kranialis ke wajah, kerongkongan serta neuron-neuron motorik
spinalis ke otot-otot abdomen dan diafragma sehingga menyebabkan
muntah. Apabila saraf simpatis teraktifasi akan menyebabkan akumulasi
gas usus di sistem pencernaan yang menyebabkan rasa penuh dengan gas
maka terjadilah kembung.
b. Ikterik dan BAK berwarna kuning
Obstuksi saluran empedu menyebabkan ekskresi cairan empedu ke
duodenum (saluran cerna) menurun sehingga feses tidak diwarnai oleh
pigmen empedu dan feses akan berwarna pucat kelabu dan lengket
seperti dempul yang disebut Clay Colored. Selain mengakibatkan
peningkatan alkali fosfat serum, eksresi cairan empedu ke duodenum
(saluran cerna) juga mengakibatkan peningkatan bilirubin serum yang
diserap oleh darah dan masuk ke sirkulasi sistem sehingga terjadi filtrasi
oleh ginjal yang menyebabkan bilirubin dieksresikan oleh ginjal sehingga
urin berwarna kuning bahkan kecoklatan.
c. Defisiensi Vitamin
11
12
f) Pemeriksaan laboratorium
Batu kandung empedu yang asimtomatik umumnya tidak menunjukkan
kelainan pada pemeriksaan laboratorium. Apabila terjadi peradangan akut,
dapat terjadi leukositosis. Apabila terjadi sindroma mirizzi, akan ditemukan
kenaikan ringan bilirubin serum akibat penekanan duktus koledukus oleh
batu. Kadar bilirubin serum yang tinggi mungkin disebabkan oleh batu di
dalam duktus koledukus. Kadar fosfatase alkali serum dan mungkin juga
kadar amilase serum biasanya meningkat sedang setiap setiap kali terjadi
serangan akut.
g) Pemeriksaan Radiologis
Foto polos abdomen biasanya tidak memberikan gambaran yang khas karena
hanya sekitar 10-15% batu kandung empedu yang bersifat radioopak. Kadang
kandung empedu yang mengandung cairan empedu berkadar kalsium tinggi
dapat dilihat dengan foto polos. Pada peradangan akut dengan kandung
empedu yang membesar atau hidrops, kandung empedu kadang terlihat
sebagai massa jaringan lunak di kuadran kanan atas yang menekan gambaran
udara dalam usus besar, di fleksura hepatika.
h) Pemeriksaan Ultrosonografi (USG)
Ultrasonografi mempunyai derajat spesifisitas dan sensitifitas yang tinggi
untuk mendeteksi batu kandung empedu dan pelebaran saluran empedu
13
intrahepatik maupun ekstra hepatik. Dengan USG juga dapat dilihat dinding
kandung empedu yang menebal karena fibrosis atau udem yang diakibatkan
oleh peradangan maupun sebab lain. Batu yang terdapat pada duktus
koledukus distal kadang sulit dideteksi karena terhalang oleh udara di dalam
usus. Dengan USG punktum maksimum rasa nyeri pada batu kandung
empedu yang ganggren lebih jelas daripada dengan palpasi biasa.
i) Kolesistografi
Untuk penderita tertentu, kolesistografi dengan kontras cukup baik karena
relatif murah, sederhana, dan cukup akurat untuk melihat batu radiolusen
sehingga dapat dihitung jumlah dan ukuran batu. Kolesistografi oral akan
gagal pada keadaan ileus paralitik, muntah, kadar bilirubun serum diatas 2
mg/dl, okstruksi pilorus, dan hepatitis karena pada keadaan-keadaan tersebut
kontras tidak dapat mencapai hati. Pemeriksaan kolesitografi oral lebih
bermakna pada penilaian fungsi kandung empedu.
H. PENATALAKSANAAN
Jika tidak ditemukan gejala, maka tidak perlu dilakukan pengobatan. Nyeri
yang hilang-timbul bisa dihindari atau dikurangi dengan menghindari atau
mengurangi makanan berlemak. Jika batu kandung empedu menyebabkan
serangan nyeri berulang meskipun telah dilakukan perubahan pola makan, maka
dianjurkan untuk menjalani pengangkatan kandung empedu (kolesistektomi).
Pengangkatan kandung empedu tidak menyebabkan kekurangan zat gizi dan
setelah pembedahan tidak perlu dilakukan pembatasan makanan.
Pilihan penatalaksanaan antara lain :
Kolesistektomi terbuka
Operasi ini merupakan standar terbaik untuk penanganan pasien dengan
kolelitiasis simtomatik. Komplikasi yang paling bermakna yang dapat terjadi
adalah cedera duktus biliaris yang terjadi pada 0,2% pasien. Angka mortalitas
yang dilaporkan untuk prosedur ini kurang dari 0,5%. Indikasi yang paling umum
untuk kolesistektomi adalah kolik biliaris rekuren, diikuti oleh kolesistitis akut.
Kolesistektomi laparaskopi
Kolesistektomi laparoskopik mulai diperkenalkan pada tahun 1990 dan
sekarang ini sekitar 90% kolesistektomi dilakukan secara laparoskopi. 80-90%
batu empedu di Inggris dibuang dengan cara ini karena memperkecil resiko
14
Disolusi medis
Masalah umum yang mengganggu semua zat yang pernah digunakan adalah
angka kekambuhan yang tinggi dan biaya yang dikeluarkan. Zat disolusi hanya
memperlihatkan manfaatnya untuk batu empedu jenis kolesterol. Penelitian
prospektif acak dari asam xenodeoksikolat telah mengindikasikan bahwa disolusi
dan hilangnya batu secara lengkap terjadi sekitar 15%. Jika obat ini dihentikan,
kekambuhan batu tejadi pada 50% pasien. Kurang dari 10% batu empedu
dilakukan cara ini an sukses. Disolusi medis sebelumnya harus memenuhi kriteria
terapi non operatif diantaranya batu kolesterol diameternya < 20 mm, batu kurang
dari 4 batu, fungsi kandung empedu baik dan duktus sistik paten.
Disolusi kontak
Meskipun pengalaman masih terbatas, infus pelarut kolesterol yang poten
(Metil-Ter-Butil-Eter (MTBE)) ke dalam kandung empedu melalui kateter yang
diletakkan per kutan telah terlihat efektif dalam melarutkan batu empedu pada
pasien-pasien tertentu. Prosedur ini invasif dan kerugian utamanya adalah angka
kekambuhan yang tinggi (50% dalam 5 tahun).
15
Kolesistotomi
Kolesistotomi yang dapat dilakukan dengan anestesia lokal bahkan di samping
tempat tidur pasien terus berlanjut sebagai prosedur yang bermanfaat, terutama
untuk pasien yang sakitnya kritis.
umum,
penatalaksanaan
cholelithiasis
dibedakan
menjadi
Istirahat
b. Farmakoterapi
Pemberian asam ursodeoksikolat dan kenodioksikolat digunakan untuk
melarutkan batu empedu terutama berukuran kecil dan tersusun dari
kolesterol. Zat pelarut batu empedu hanya digunakan untuk batu kolesterol
pada pasien yang karena sesuatu hal sebab tak bisa dibedah. Batu-batu ini
16
terbentuk karena terdapat kelebihan kolesterol yang tak dapat dilarutkan lagi
oleh garam-garam empedu dan lesitin. Untuk melarutkan batu empedu
tersedia
Kenodeoksikolat
dan
ursodeoksikolat.
Mekanisme
kerjanya
17
18
Kolik bilier
Kolesistitis akut
Perikolesistitis
Perforasi
Kolesistitis kronis
Fistel kolesistoenterik
Batu empedu sekunder (Pada 2-6% penderita, saluran menciut kembali dan
batu empedu muncul lagi) angga
menghasilkan kontraksi kandung empedu, sehingga batu yang tadi ada dalam
kandung empedu terdorong dan dapat menutupi duktus sistikus, batu dapat
menetap ataupun dapat terlepas lagi. Apabila batu menutupi duktus sitikus secara
menetap maka mungkin akan dapat terjadi mukokel, bila terjadi infeksi maka
mukokel dapat menjadi suatu empiema, biasanya kandung empedu dikelilingi dan
ditutupi oleh alat-alat perut (kolon, omentum), dan dapat juga membentuk suatu
fistel kolesistoduodenal. Penyumbatan duktus sistikus dapat juga berakibat
terjadinya kolesistitis akut yang dapat sembuh atau dapat mengakibatkan nekrosis
sebagian dinding (dapat ditutupi alat sekiatrnya) dan dapat membentuk suatu fistel
19
20