Jika kita berbicara tentang kisah Nabi Muhammad menerima wahyu pertama, kita tidak bisa
tidak membicarakan tentang kehidupan Nabi Muhammad sebelum menjadi rasul. Muhammad
yang lahir dengan nama lengkap Abu al-Qasim Muhammad ibnu Abdullah ibn Abdul Muttalib
ibnu Hashim ini merupakan seseorang yang berasal dari Mekah dan menyatukan Arabia dalam
sebuah pandangan agama bernama Islam. Orang-orang non-muslim menganggap Muhammad
sebagai pendiri Islam, sementara orang-orang Islam sendiri menganggap Muhammad telah
mengembalikan kepercayaan monoteistik asli dari Adam, Nuh, Ibrahim, Musa, Isa, dan nabi-nabi
lainnya.
Masa-Masa Awal Muhammad Menerima Wahyu Pertama
Kejadian yang dialami Nabi Muhammad SAW dalam menerima wahyu pertamanya sama sekali
tidak pernah terpikir oleh Muhammad yang lahir pada tahun 570 di Mekah. Ayahnya yang
meninggal 6 bulan sebelum Muhammad lahir menyebabkan Muhammad lahir sebagai seorang
yatim dan akhirnya dikirim untuk tinggal bersama Halimah binti Abi Dhuayb dan suaminya
hingga Muhammad menginjak umur 2 tahun. Ketika berumur 6 tahun, Muhammad kehilangan
ibunya, dan menjadi yatim piatu, dimana akhirnya Muhammad tinggal bersama pamannya yang
berasal dari Bani Hashim, yaitu Abdul Muttalib. Dua tahun setelah tinggal bersama kakeknya,
kakeknya pun meninggal dan membuat Muhammad dirawat oleh Abu Talib yang menjadi
penerus Bani Hashim.
B.
Ketika menginjak remaja, Muhammad sering menemani pamannya dalam perjalanan ke Syria
demi melakukan perdagangan dan mendapatkan pengalaman dalam perdagangan komersil, satusatunya gerbang karir yang terbuka untuk Muhammad sebagai yatim piatu. Sejarah menyebutkan
bahwa ketika Muhammad berumur sekitar 9 hingga 12 tahun, beliau bertemu dengan seorang
pendeta Kristen bernama Bahira yang telah meramalkan masa depan Muhammad sebagai nabi
utusan dari Tuhan.
Sayangnya, tidak banyak yang diketahui tentang masa muda Muhammad selepas remaja. Yang
pasti, pada masa tersebut Nabi Muhammad belumlah menerima wahyu pertamanya. Informasi
yang terdapat tentang Muhammad selepas remaja juga sulit dipisahkan antara sejarah dan
legenda. Yang diketahui pasti adalah akhirnya ia menjadi saudagar dan terlibat dalam
perdagangan antara samudra India dan Laut Tengah. Karena karakternya yang jujur, Muhammad
kemudian menerima julukan al-Amin yang diartikan sebagai dapat dipercaya. Julukan lain
yang diterima Muhammad pada masa mudanya adalah al-Sadiq, berarti yang benar dan selalu
dicari sebagai pihak penengah yang tak pernah berpihak. Reputasi yang bergulir di sekitar
Muhammad pada masa itu menarik seorang janda berumur 40 tahun bernama Khadijah yang
kemudian melamar Muhammad. Lamaran itu diterima dan pernikahan mereka merupakan sebuah
pernikahan yang bahagia.
Beberapa tahun berlalu, dan menurut sebuah narasi yang Kumpulan Sejarah dapatkan dari
seorang sejarawan bernama Ibnu Ishaq, Muhammad terlibat dalam sebuah cerita yang terkenal,
tentang penempatan sebuah batu hitam di salah satu bagian dinding Kabah pada tahun 605. Batu
hitam yang merupakan benda suci ini telah dilepas untuk memfasilitasi renovasi Kabah.
Pemimpin Mekah pada masa itu tidak bisa memutuskan klan mana yang boleh mendapatkan
kehormatan meletakkan batu hitam tadi kembali ketempatnya, dimana mereka akhirnya
menyetujui usulan untuk bertanya pada siapapun yang pertama melewati gerbang kabah dan
orang itu adalah Muhammad yang berumur 35 tahun, 5 tahun sebelum penobatannya sebagai
Rasul. Muhammad kemudian meminta selembar kain, meletakkan batu hitam di pusatnya, dan
meminta para pemimpin klan untuk bersama-sama memegang tepian kain tadi dan membawanya
hingga tempat yang tepat agar Muhammad bisa meletakkan batu tersebut. Hal ini menyebabkan
seluruh ketua klan merasa mendapatkan kehormatan yang sama.
Awal Sejarah Nabi Muhammad SAW menerima wahyu pertama baru dimulai ketika Muhammad
mulai memasuki usia 40 tahun dimana ia akan menghabiskan banyak waktunya sendirian untuk
berdoa dan berspekulasi tentang aspek penciptaan. Ia mulai prihatin terhadap kesenjangan sosial,
ketidak adilan, diskriminasi, perang antar suku, dan penyalahgunaan kekuasaan. Degenarasi
moral orang-orang yang ada di sekitarnya dan petualangannya untuk mencari agama yang
sesungguhnya menjadi motor penggerak untuk Muhammad mulai mengasingkan diri ke Gua
Hira, tiga mil jauhnya dari Mekah untuk berkontemplasi dan berefleksi diri. Pada masa
kontemplasi ini lah dipercaya malaikat Jibril muncul di hadapan Muhammad pada sekitar tahun
610 dan berkata bacalah, namun ternyata Muhammad berkata bahwa Ia tidak tahu caranya
membaca. Karena itulah Jibril memeluknya erat sebanyak dua kali dan setelahnya, menyuruh
Muhammad membaca ayat yang kemudian menjadi wahyu pertama Muhammad. Sebuah
potongan dari surah Al-Alaq ayat 1-5 yang memiliki arti seperti berikut ini:
Bacalah! Dengan nama Tuhanmu yang menciptakan. Membuat manusia dari segumpal darah.
Bacalah! Dan tuhanmu ialah yang paling mulia. Mengajarkan dengan qalam. Hal-hal yang tidak
diketahui manusia.
Bingung akan pengalaman yang baru saja ia alami, Muhammad pulang ke rumah dimana ia
kemudian ditenangkan oleh Khadijah istrinya yang kemudian membawanya pada sepupunya
Waraqah ibnu Naufal. Waraqah tidak asing dengan skriptur Kristen dan Yahudi, dimana
kemudian Waraqah bertestifikasi tentang kenabian Muhammad. Waraqah kemudian menyatakan
bahwa yang dilihat oleh Muhammad adalah Namus yang dikirim oleh Allah pada Musa. Waraqah
juga meramalkan bahwa Muhammad akan diusir dari tempat ia tinggal sekarang, dan bersumpah
jika ia memiliki umur panjang, ia akan menyokong Muhammad sekuat tenaga.
Cerita Nabi Muhammad menerima wahyu pertama memiliki jeda beberapa saat sebelum
akhirnya Muhammad kembali bertemu dengan malaikat Jibril ketika Muhammad mendengar
suara dari langit dan menyaksikan malaikat yang sama duduk di antara langit dan bumi. Setelah
turunnya wahyu pertama ini, Muhammad terus menerus menerima Wahyu yang akhirnya
dikumpulkan menjadi Al-Quran yang kita ketahui sekarang.