Anda di halaman 1dari 24

1

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Glaukoma merupakan penyebab kebutaan kedua terbanyak setelah katarak di
seluruh dunia. Berbeda dengan katarak, kebutaan yang diakibatkan glaukoma bersifat
permanen, atau tidak dapat diperbaiki (irreversible). Hal ini menjadi tantangan
tersendiri dalam upaya pencegahan dan penanganan kasus glaukoma. Berdasarkan
data WHO 2010, diperkirakan sebanyak 3,2 juta orang mengalami kebutaan akibat
glaukoma.1
Glaukoma adalah suatu neuropati optik yang ditandai dengan meningkatnya
tekanan bola mata, atrofi papil saraf optik, dan menciutnya lapang pandang.
Berdasarkan etiologi, glaukoma dibagi menjadi 4 bagian yaitu glaukoma primer,
glaukoma kongenital, glaukoma skunder dan glaukoma absolut. Berdasarkan
mekanisme peningkatan tekanan intraokular glaukoma dibagi menjadi glaukoma
sudut terbuka dan glaukoma sudut tertutup.2
Pada sebagian besar kasus, glaukoma tidak disertai dengan penyakit mata
lainnya (glaukoma primer). Glaukoma primer sudut terbuka merupakan bentuk yang
tersering, bersifat kronik dan progresif, menyebabkan pengecilan lapang pandang
bilateral progresif asimptomatik yang muncul perlahan dan sering tidak terdeteksi
sampai terjadi pengecilan lapang pandang yang ekstensif. Penatalaksanaan glaukoma
berupa medikamentosa dan non-medikamentosa. Prinsip medikamentosa adalah
menahan supresi humor aquous. Terapi bedah dilakukan berdasarkan indikasi apabila
sudah tidak bisa diberikan obat-obatan.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Glaukoma
Glaukoma

merupakan

suatu

neuropati

optik

yang

ditandai

dengan

pencekungan cupping diskus optikus dan penyempitan lapang pandang yang


disertai dengan peningkatan tekanan intraokuler yang merupakan faktor resiko
terjadinya glaukoma. Mekanisme peningkatan tekanan intraokuler pada glaukoma
dipengaruhi oleh gangguan aliran keluar humor aquos.2
2.2 Humor Aquous
2.2.1 Fisiologi Humor Aquous

Gambar 1
Tekanan intraokuler ditentukan oleh kecepatan pembentukan humor aquos
dan tahanan terhadap aliran keluarnya dari mata. Humor aquos merupakan cairan
jernih yang mengisi kamera okuli anterior dan posterior. Volume humor aquos sekitar
250 L, dan kecepatan pembentukannya 2,5 L/menit. Komposisi humor aquos
hampir sama dengan komposisi plasma, yaitu mengandung askorbat, piruvat, laktat,
protein, dan glukosa.2

Humor aquos merupakan media refrakta jadi harus jernih. Sistem pengeluaran
humor aquos terbagi menjadi 2 jalur, yaitu sebagian besar melalui sistem vena dan
sebagian kecil melalui otot ciliaris. Pada sistem vena, humor aquos diproduksi oleh
prosesus ciliaris masuk melewati kamera okuli posterior menuju kamera okuli
anterior melalui pupil. Setelah melewati kamera okuli anterior cairan humor aquos
menuju trabekula meshwork ke angulus iridokornealis dan menuju kanalis Schlemm
yang akhirnya masuk ke sistem vena. Aliran humor aquos akan melewati jaringan
trabekulum sekitar 90 %. Sedangkan sebagian kecil humor aquos keluar dari mata
melalui otot siliaris menuju ruang suprakoroid untuk selanjutnya keluar melalui
sklera atau saraf maupun pembuluh darah. Jalur ini disebut juga jalur uveosklera (1015%).2
2.3 Faktor Risiko Glaukoma
a. Tekanan Intra Okuli
Sejumlah faktor yang dapat berhubungan dengan timbulnya glaukoma sudut
terbuka primer adalah tekanan bola mata. Hal ini disebabkan karena tekanan bola
mata merupakan salah satu faktor yang paling mudah dan paling penting untuk
meramalkan timbulnya glaukoma di masa mendatang. Secara umum dinyatakan
bahwa tekanan bola mata yang lebih tinggi akan lebih memungkinkan terhadap
peningkatan progresifitas kerusakan diskus optikus, walaupun hubungan antara
tingginya tekanan bola mata dan besarnya kerusakan sampai saat ini masih
diperdebatkan. Beberapa kasus menunjukkan, bahwa adanya tekanan bola mata di
atas nilai normal akan diikuti dengan kerusakan diskus optikus dan gangguan
lapang pandangan dalam beberapa tahun. Sebaliknya pada beberapa kasus, pada
tekanan bola mata yang normal dapat juga terjadi kerusakan pada diskus optikus
dan lapang pandangan. Oleh karena itu, definisi tekanan bola mata yang normal
sangat sukar untuk ditentukan dengan pasti.5
b. Jenis Kelamin

Wanita lebih berisiko terkena glaukoma 3-4 kali daripada pria. Penelitian pada
mata normal menunjukkan bahwa wanita memiliki bilik mata depan yang lebih
dangkal daripada laki-laki.5
c. Usia
Bilik mata depan akan menurun volumenya seiring bertambahnya usia.
Perubahan ini biasanya mengakibatkan glaukoma sudut tertutup dan paling umum
diderita antara usia 55 dan 65 tahun.

2.4 Klasifikasi Glaukoma


Klasifikasi Vaughen untuk glaukoma adalah sebagai berikut :
1. Glaukoma primer
- Glaukoma sudut terbuka (glaukoma simpleks)
- Glaukoma sudut sempit
2. Glaukoma kongenital
- Primer atau infantil
- Menyertai kelainan kongenital lainnya
3. Glaukoma sekunder
- Perubahan lensa
- Kelainan uvea
- Trauma
- Bedah
- Rubeosis
- Steroid dan lainnya
4. Glaukoma absolut

1. Glaukoma Primer
1.1 Glaukoma Primer Sudut Terbuka Primer
Glaukoma primer sudut terbuka adalah glaukoma yang penyebabnya tidak
ditemukan dan ditandai dengan sudut bilik mata depan yang terbuka. Gambaran
patologik utama pada glaukoma primer sudut terbuka adalah adanya proses
degenerasi anyaman trabekular, termasuk pengendapan materi ekstrasel di dalam
anyaman dan dibawah lapisan endotel kanal schlemn. Akibatnya adalah
penurunan drainase aquous humor yang menyebabkan peningkatan tekanan
intraocular.2
Diagnosis
Diagnosis glaukoma sudut terbuka primer ditegakkan apabila ditemukan
kelainan-kelainan glaukomantosa pada diskus optikus dan lapang pandang yang
disertai dengan peningkatan tekanan intraocular, sudut bilik mata depan terbuka
dan tampak normal, dan tidak terdapat sebab lain yang menyebabkan
peningkatan tekanan intraocular. Diperlukan pemeriksaan tonometri berulang.3
Pemeriksaan untuk Glaukoma Sudut Terbuka Primer
Masalah dalam glaukoma sudut terbuka primer adalah tidak adanya gejala
sampai penyakit relatif lanjut. Sewaktu pasien pertama kali menyadari adanya
kehilangan lapang pandang, biasanya telah terjadi kerusakan nervus optikus yang
bermakna.

Untuk

mendiagnosis

sebagian

besar

masih

mengandalkan

pemeriksaan oftalmologik yang teratur pada kerabat langsung individu-individu


yang menderita glaukoma.3
Terapi dan Prognosis
Pengobatan dengan obat-obatan, laser dan operasi untuk menurunkan tekana
intraokuler telah terbukti secara signifikan memperlambat perkembangan

penyakit. Terapi medis yang digunakan adalah untuk menurunkan tekanan


intraocular, yaitu:3
1. Supresi Pembentukan Aquous Humor
- Penyekat beta adenergik. Prinsip kerjanya adalah menekan produksi humor
aquous. Preparat yang sering digunakan adalah Timolol maleat 0,5% tetes
mata 2 kali per hari setiap pagi.
- Penghambat anhidrasi karbonat. Perinsip kerjanya adalah menekan
produksi humor aquous sebanyak 40-60%. Preparat yang sering digunakan
adalah acetazolamide dosis 250ml diberikan sampai 4 kali sehari.
2. Fasilitas Aliran Keluar Aquous Humor
-

Obat parasimptomimetik. Perinsipnya adalah meningkatkan aliran keluar


humor aquous dengan bekerja pada anyaman trabekular melalui kontraksi
m. ciliaris. Obat-obat parasimptomimetik menimbulkan miosis disertai
pengelihatan suram. Preparat yang biasa digunakan adalah pilocarpine 0,56% diteteskan 4 kali sehari. Carbhacol 0,75-3% adalah kolinergik aktif.
Epinefrin 0,25-2% diteteskan sekali atau 2 kali sehari, meningkatkan
pengeluaran aquous humor dan sedikit banyak disertai penurunan
pembentukan aquous humor.

Jika tidak dapat dikontrol dengan obat-obatan, maka dilakukan pembedahan


untuk meningkatkan pengairan cairan dari bilik anterior. Terapi bedah laser yang
dilakukan adalah Iridektomi, Trabekuloplasti laser, trabekulektomi.
1.2 Glaukoma Primer Sudut Tertutup
Glaukoma sudut tertutup primer terjadi pada mata dengan predisposisi
anatomis tanpa ada kelainan lainnya. Peningkatan tekanan intraokuler terjadi
karena sumbatan aliran keluar humor aquous akibat adanya oklusi anyaman
trabekular oleh iris perifer. Keadaan ini dapat bermanifestasi sebagai suatu
kedaruratan oftalmologik atau dapat tetap asimptomatik sampai timbul

penurunan pengelihatan. Diagnosis ditegakkan melalui pemeriksaan segmen


anterior dan gonioskopi.3
1.2.1 Glaukoma Sudut Tertutup Akut
Glaukoma sudut tertutup akut terjadi bila terbentuk iris bombe yang
menyebabkan oklusi sudut bilik mata depan oleh iris perifer. Timbul ketika
tekanan intra okuli meningkat dengan cepat sebagai akibat bendungan yang
tiba-tiba dari trabekular meshwork oleh iris. Khasnya terjadi nyeri mata, sakit
kepala, kekaburan mendadak, halo, mual, muntah, karena tingginya TIO
menyebabkan edema epitel.6
Terapi
Glaukoma

sudut

tertutup

akut

merupakan

suatu

kegawatdaruratan

opthalmologik. Terapi pada awalnya ditujukan untuk menurunkan tekanan


intraokular. Asetazolamid intravena dan oral bersama obat topical, seperti
penyekat beta dan apraclodine dan jika perlu hiperosmotik biasanya akan
menurunkan tekanan intraokular. Kemudian diteteskan piokarpin 2% satu
setengah jam setelah terapi dimulai, yaitu saat iskmia iris berkurang dan tekanan
intraokuler menurun sehingga memungkinkan sfingter pupil berespons terhadap
obat. Steroid topikal dapat juga digunakan untuk menurunkan peradangan
intraokuler skunder. Setelah tekanan intraokuler dapat dikontrol, harus
dilakukan iridektomi perifer untuk membentuk hubungan permanen antara bilik
mata depan dan belakang sehingga kekambuhan iris bombe dapat dicegah. Ini
paling sering dilakukan laser YAG-neodymium. 3
1.2.2 Glaukoma Sudut Tertutup Subakut
Faktor-faktor etiologi yang berperan pada glaukoma sudut tertutup subakut
sama dengan yang berperan pada tipe akut, kecuali bahwa episode peningkatan
tekanan intraokularnya berlangsung singkat dan rekuren. Episode penutupan

sudut membaik dengan spontan, tetapi terjadi akumulasi kerusakan pada sudut
bilik mata depan disertai pembentukan sinekia anterior perifer. Glaukoma sudut
tertutup subakut kadang-kadang dapat berkembang menjadi sudut tertutup akut.3
Glaukoma sudut tertutup akut yang berulang dengan gejala ringan dan sering
didahului dengan peningkatan tekanan intra okuli. Didapatkan riwayat serangan
berulang berupa nyeri, kemerahan, dan kekaburan pengelihatan disertai halo
disekitar cahaya pada satu mata. Serangan sering terjadi pada malam hari dan
sembuh dalam semalam. Gejala yang timbul dapat hilang secara spontan,
terutama pada waktu tidur karena dapat menginduksi miosis.6\
Pemeriksaan diantara waktu serangan mungkin hanya memperlihatkan sudut
bilik mata depan yang sempit disertai dengan sinekia anterior perifer. Diagnisa
dapat dipastikan dengan genioskopi. Terapinya adalah iridotomi perifer dengan
laser.3
1.2.3 Glaukoma Sudut Tertutup Kronik
Pasien dengan predisposisi anatomi penutupan sudut bilik mata depan
mungkin tidak pernah mengalami episode peningkatan tekanan intraokuler akut,
tetapi mengalami sinekia anterior yang semakin meluas disertai dengan
peningkatan tekanan intraokular secara bertahap. Para pasien ini bermanifestasi
seperti apa yang diperlihatkan oleh pasien glaukoma sudut terbuka primer,
sering dengan penyempitan lapang pandang yang intensif di kedua mata.
Sesekali, pasien-pasien tersebut mengalami serangan penutupan sudut subakut.3
Pada pemeriksaan dijumpai peningkatan tekanan intraokular, sudut bilik mata
depan yang sempit disertai sinekia anterior, serta kelainan diskus optikus dan
lapang pandang.6
Iridotomi perifer dengan laser harus selalu dilakukan sebagai langkah pertama
penanganan pasien-pasien ini. Apabila mungkin, tekanan intraokuler kemudian
dikontrol secara medis, tetapi luasnya sinekia anterior dan lambatnya aliran
keluar aquous humor melalui anyaman trabekular yang tersisa menyebabkan

pengontrolan tekanan sangat sulit dilakukan. Jadi sering kali dilakukan tindakan
drainase secara bedah.3
2. Glaukoma Kongenital
2.1 Glaukoma Kongenital Primer
Glaukoma primer merupakan suatu glaukoma pada anak-anak dengan
trabekulodisgenesis tetapi tanpa anomaly okuler dan sistemik dari perkembangan
dan tanpa adanya penyakit okuler yang menyebabkan peningkatan tekanan
intraokuler. Schele mengemukakan pembagian glaukoma primer menjadi :
- Glaucoma kongenital primer (infantil) yang berkembang pada awal kehidupan
hingga anak berusia sebelum 3 tahun.
- Glaukoma remaja (juvenil) yang berkembang setelah usia empat tahun sampai
usia sebelum 16 tahun.
Karakteristik dari glaukoma ini mencakup tiga tanda klasik pada bayi baru lahir
yaitu, epifora, fotofobia, dan blefarospasme. Glaucoma primer, khususnya
glaukoma infantil, adalah glaukoma akibat penyumbatan pengaliran keluar cairan
mata oleh jaringan sudut bilik mata yang terjadi oleh adanya kelainan kongenital.
Kelainan ini akibat terdapatnya membran kongenital yang menutupi sudut bilik
mata pada saat perkembangan bola mata, kelainan pembentukan canal schlem, dan
tidak sempurnanya pembentukan pembuluh darah balik yang menampung cairan
bilik mata ke luar.
Akibat pembendungan cairan mata ini, tekanan bola mata meninggi pada saat
bola mata sedang dalam perkembangan sehingga selain ekskavasio papil
bertambah, juga terjadi pembesaran bola mata seperti kornea dan sclera yang
disebut buftalmos. Pada kornea akan terjadi robekan membrane descemet sehingga
terjadi edema kornea.
2.2 Glaukoma disertai dengan Kelainan Kongenital

10

Galukoma ini merupakan gangguan sindromik atau kondisi medis lainnya yang
didapatkan pada saat lahir, seperti sindrom Aniridia, Axenfeld-riger, SturgeWeber,
retinopati prematuritas, dan bawaan rubella.
2.3 Glaukoma Kongenital Skunder
Glaucoma sekunder merupakan hasil dari proses yang hadir setelah lahir, seperti
peradangan, penggunaan obat (steroid), operasi mata sebelumnya, dan trauma.
Glaukoma akibat steroid dikaitkan dengan pemakaian kortikosteroid topical
maupun sistemik yang dapat mencetuskan terjadinya glaukoma. Pada pasien ini
akan terjadi peninggian tekanan bola mata dengan keadaan mata yang terlihat dari
luar putih atau normal.
3. Glaukoma Skunder
Peningkatan tekanan intraokular yang terjadi sebagai suatu manifestasi dari
penyakit mata lain. Golongan penyakit ini sulit diklasifikasikan secara
memuaskan. Terapinya adalah pengontrolan tekanan intraokular dengan cara medis
dan bedah, serta mengatasi penyakit yang mendasari apabila mungkin.3
3.1 Glaukoma Akibat Kelainan Lensa
3.1.1 Dislokasi Lensa
Lensa kristalina dapat mengalami dislokasi akibat trauma atau secara spontan.
Dislokasi anterior dapat menimbulkan sumbatan pada aperture pupil yang
menyebabkan iris bombe dan penutupan sudut. Dislokasi posterior ke dalam
vitreus juga berkaitan dengan glaukoma, ini mungkin diakibatkan oleh kerusakan
sudut pada waktu dislokasi traumatik.3
Pada dislokasi anterior, terapi definitifnya adalah ekstraksi lensa segera
setelah tekanan intraokular terkontrol secara medis. Pada dislokasi posterior, lensa
biasanya dibiarkan dan glaukoma diobati sebagai glaukoma sudut terbuka primer.2
3.1.2 Intumesensi Lensa

11

Lensa dapat menyerap cukup banyak cairan sewaktu mengalami perubahan


katarak sehingga ukurannya membesar secara bermakna. Lensa ini kemudian dapat
melanggar batas bilik depan mat, menimbulkan sumbatan pupil dan pendesakan
sudut, serta menyebabkan glaukoma sudut tertutup. Terapi berupa ekstraksi lensa,
segera setelah tekanan intraokular terkontrol secara medikamentosa.6
3.1.3 Glaukoma Fakolitik
Sebagian katarak stadium lanjut dapat mengalami kebocoran kapsul lensa
anterior, dan memungkinkan protein-protein lensa yang mencair masuk kedalam
bilik mata depan. Terjadi reaksi peradangan di bilik mata depan, anyaman
trabekular menjadi edema dan tersumbat oleh protein-protein lensa, dan
menimbulkan peningkatan tekanan intraokular akut. Ekstraksi lensa merupakan
terapi definitive, dilakukan segera setelah tekanan intraokular terkontrol secara
medis dan terapi steroid topikal telah mengurangi peradangan intraokular.3
3.2 Glaukoma akibat Kelainan Traktus Uvealis
3.2.1 Uveitis
Tekanan intaokuler pada uveitis biasanya dibawah normal karna corpus
ciliaris yang meradang berfungsi kurang baik. Namun dapat pula terjadi
peningkatan tekanan intraokular melalui beberapa mekanisme yang berlainan.
Anyaman trabekular dapat tersumbat oleh sel radang dari bilik mata depan, disertai
edema sekunder atau kadang dapat terlibat dalam proses peradangan yang secara
spesifik mengenai sel trabekula (trabekulitis). Salah satu penyebab meningkatnya
tekanan intraokular pada individu dengan uveitis adalah pengobatan dengan
kortikosteroid topikal. Uveitis kronik atau rekuren menyebabkan gangguan fungsi
trabekula yang permanen, sinekia anterior, dan kadang neovaskularisasi sudut,
semua kelainan tersebut meningkatkan kemungkinan glaukoma sekunder.3
Terapi terutama ditujukan untuk mengontrol uveitis disertai pemberian terapi
glaukoma sesuai keperluan, miotik dihindari karna dapat meningkatkan
kemungkinan terjadinya sinekia posterior. Terapi jangka panjang diantaranya

12

adalah tindakan bedah, sering diperlukan karena kerusakan anyaman trabekular


bersifat irreversible.2
3.2.2 Tumor
Melanoma traktus uvealis dapat menimbulkan glaukoma akibat pergeseran
corpus ciliaris ke anterior yang menyebabkan penutupan sudut sekundr, meluas ke
sudut bilik mata depan, memblok sudut filtrasi dengan disperse pigmen dan
neovaskularisasi sudut. Biasanya diperlukan enukleasi.5
3.2.3 Pembengkakan Corpus Ciliare
Rotasi corpus ciliaris kedepan, menyebabkan pergeseran diafragma iris-lensa
ke anterior dan glaukoma sudut tertutup sekunder, rotasi ini juga dapat terjadi
akibat bedah vitreoretina atau krioterapi retina, pada uveitis posterior, dan pada
terapi topiramate.3
3.3 Glaukoma akibat Trauma
Cedera kontusio bola mata dapat disertai dengan peningkatan dini tekanan
intraokular akibat perdarahan kedalam bilik mata depan (hifema). Darah bebas
menyumbat anyaman trabekular, yang juga mengalami edema akibat cedera. Terapi
awal dilakukan dengan obat-obatan, tetapi mungkin diperlukan tindakan bedah bila
tekanannya tetap tinggi, yang kemungkinan besar terjadi bila ada episode perdarahan
kedua.3
Cedera kontusio berefek lamban pada tekanan intraokular, efek ini timbul
akibat kerusakan langsung pada sudut. Selang waktu antara cedera dan timbulnya
glaukoma mungkin menyamarkan hubungan tersebut. Secara klinis, bilik mata depan
tampak lebih dalam daripada mata yang satunya, dan genioskopi memperlihatkan
resesi sudut. Terapi medis biasanya efektif, tetapi mungkin diperlukan tindakan
bedah.3
Laserasi atau sobek akibat kontusio pada segmen anterior sering disertai
hilangnyabilik mata depan. Apabila bilik mata depan tidak segera dibentuk

13

kembalisetelah cedera, akan terbentuk sinekia anterior dan menyebabkan penutupan


sudut yang irreversible.4
3.4 Glaukoma setelah Tindakan Bedah Okuler
Tindakan bedah pada mata yang menimbulkan tekanan intraokular yang
bermakna dan sudut sempit atau tertutup dapat menyebabkan glaukoma sumbatan
siliaris. Segera setelah pembedahan, tekanan intraokular meningkat hebat dan lensa
terdorong ke depan akibat penimbunan humor aquous di dalam dan belakang korpus
vitreum. Pasien awalnya merasakan pengelihatan jauhnya kabur, tetapi pengelihatan
dekatnya membaik. Ini diikuti dengan nyeri dan peradangan.4
Terapi terdiri dari pemberian siklopegic, midriatik, penekanan humor aquous,
dan obat-obatan hiperosmotik. Obat hiperosmotik digunakan untuk menciutkan
korpus vitreum dan membiarkan lensa bergeser ke belakang. Mungkin diperlukan
skleroktomi posterior, vitrektomi, dan bahkan ekstraksi lensa.2,3
3.5 Glaukoma Neovaskular
Neovaskularisasi iris (rubeosis iridis) dan sudut bilik mata depan paling sering
disebabkan oleh iskemia retina yang luas seperti yang terjadi pada retinopati diabetik
stadium lanjut dan oklusi vena centralis retinae iskemik. Glaukoma mula-mula timbul
akibat sumbatan sudut oleh membran fibrovaskular, tetapi kontraksi membran
selanjutnya menyebabkan penutupan sudut.3
Glaukoma neovaskular yang telah terbentuk sulit diatasi dan terapi sering
tidak memuaskan. Baik rangsangan neovaskularisasi maupun peningkatan tekanan
intraokuler perlu ditangani.

Pada banyak kasus, terjadi kehilangan pengelihatan dan

diperlukan prosedur siklodestruktif untuk mengontrol tekanan intraokuler.3


3.6 Glaukoma Akibat Steroid
Kortikosteroid intraokular, periokular dan topikal dapat menimbulkan sejenis
glaukoma yang mirip dengan glaukoma sudut terbuka primer, terutama pada individu
dengan riwayat penyakit ini pada keluarganya, dan akan memperparah peningkatan

14

tekanan intraokular pada para pengidap glaukoma sudut terbuka primer. Penghentian
pengobatan biasanya menghilangkan efek-efek tersebut, tetapi dapat terjadi kerusakan
permanen apabila keadaan tersebut tidak disadari dalam waktu lama. Apabila terapi
steroid topikal mutlak diperlukan, terapi glaukoma secara medis biasanya dapat
mengontrol tekanan intraokular. Terapi steroid sistemik jarang menyebabkan
peningkatan tekanan intraokular. Pasien yang mendapat terapi steroid topikal atau
sistemik harus menjalani tonometri dan oftalmoskopi secara periodic, terutama
apabila terdapat riwayat glaukoma dalam keluarga.3
4. Glaukoma Absolut
Glaukoma absolut merupakan stadium terakhir semua jenis glaukoma disertai
kebutaan total. Apabila disertai nyeri yang tidak tertahan, dapat dilakukan
cyclocryo therapy untuk mengurangi nyeri. Seringkali enukleasi merupakan
tindakan paling efektif. Apabila tidak disertai nyeri, bola mata dibiarkan.2
2.5 Diagnosis
Pemeriksaan glaukoma jika hanya dengan memeriksa TIO tidaklah cukup
untuk menegakkan diagnosa glaukoma, maka harus dilakukan pemeriksaan mata
lengkap, antara lain (American Of Ophthalmology, 2002):
a. Pemeriksaan Visus
Pemeriksaan visus bukan merupakan cara yang khusus untuk
glaukoma, namun tetap penting, karena ketajaman visus yang baik misalnya
6/6 belum berarti tidak glaukoma.
b. Mengukur tekanan intraokular dengan tonometri
Tonometri diperlukan untuk mengukur tekanan bola mata. Dikenal
empat cara tonometri, untuk mengetahui tekanan intraokular, yaitu:
- Palpasi atau digital dengan jari telunjuk.
- Indentasi dengan tonometer Schiotz.
- Aplanasi dengan tonometer aplanasi goldman.

15

- Nonkontak pneumotonometri
c. Memeriksa sudut aliran mata dengan gonioskopi
Gonioskopi adalah suatu cara untuk memeriksa sudut bilik mata depan
dengan menggunakan lensa kontak khusus. Dalam hal glaukoma,gonioskopi
diperlukan untuk menilai lebar dan sempitnya sudut bilik mata depan
d. Mengevaluasi ada atau tidaknya kerusakan saraf mata dengan oftalmoskopi
Pemeriksaan fundus mata, khususnya untuk memperhatikan keadaan
papil saraf optik, sangat penting dalam pengelolaan glaukoma kronik. Papil
saraf optik yang dinilai adalah warna papil saraf optik dan lebarnya ekskavasi.
Apakah suatu pengobatan berhasil atau tidak dapat dilihat dari ekskavasi yang
luasnya tetap atau terus membesar (Ilyas, 2002).
e. Pemeriksaan lapangan pandang
Akibat yang ditimbulkan oleh glaukoma dapat dinilai dari kerusakan
lapang pandangan oleh karena itu pemeriksaan lapang pandangan adalah
sangat penting. Hasil tajam penglihatan tidak boleh dipakai sebagai patokan
untuk menentukan apakah penderita mengidap glaukoma atau tidak, atau untuk
meramalkan tahap lanjutnya glaukoma.
2.6 Penatalaksanaan Medikamentosa
2.6.1 Supresi Pembentukan Humor Aqueus
2.6.1.1 Golongan -adrenergik Bloker
Obat golongan ini dapat digunakan sebagai monoterapi atau dengan
kombinasi dengan obat yang lain. Contoh obat golongan B-adrenergic bloker
misalnya timolol maleat 0,25% dan 0.5%, betaxolol 0,25% dan 0,5%, levobunolol
dan lain-lain.
Timolol maleat merupakan -adrenergik non selektif baik 1 atau 2. Timolol
tidak memiliki aktivitas simpatomimetik, sehingga apabila diteteskan pada mata
dapat mengurangi tekanan intraokuler. Timolol dapat menurunkan tekanan intraokuler
sekitar 20-30%.15,16 Reseptor - adrenergik terletak pada epitel siliaris, jika

16

reseptornya terangsang aktifitas sekresinya akan meningkatkan inflow humor aquos


melalui proses komplek enzim adenyl cyclase-reseptor sehingga menurunkan
produksi humor aquos.
Farmakodinamik golongan -adrenergic bloker dengan cara menekan
pembentukan humor aquos sehingga tekanan intraokuler dapat turun. Sedangkan
farmakokinetiknya sebagian besar diserap dengan baik oleh usus secara peroral
sehingga bioavaibilitas rendah , dan memiliki kadar puncak dalam plasma mencapai 1
sampa 3 jam. Kebanyakan golongan -adrenergic bloker memiliki waktu paruh antara
3 sampai 10 jam. Waktu ekskresi yang dibutuhkan ginjal untuk mengeluarkan obat
golongan ini dapat diperpanjang apabila terdapat hambatan aliran darah yang menuju
ke hati atau hambatan enzim hati.

17

Penggunaan obat golongan ini dalam jangka lama dapat mengakibatkan


kontraindikasi berupa obstruksi jalan napas kronik. Indikasi pemakaian diberikan
pada pasien glaukoma sudut terbuka sebagai terapi inisial baik secara tunggal atau
kombinasi terapi dengan miotik. Indikasi lainnya dapat diberikan pada glaukoma
inflamasi, hipertensi okuler dan glaukoma kongenital.
2.6.1.2. Golongan 2-adrenergik Agonis
Golongan 2-adrenergik agonis obat ini dibagi menjadi 2 yaitu selektif dan
tidak selektif. Golongan 2-adrenergic agonis yang selektif misalnya apraklonidin
memiliki efek menurunkan produksi humor aquos, meningkatkan aliran keluar humor
aquos melalui trabekula meshwork dengan menurunkan tekanan vena episklera dan
dapat juga meningkatkan aliran keluar uveosklera.
Farmakokinetik dari pemberian apraklonidin 1% dalam waktu 1 jam dapat
menghasilkan penurunan tekanan intraokuler yang cepat paling sedikit 20% dari
tekanan intraokuler awal. Efek maksimal dari apraklonidin dalam menurunkan
tekanan intraokuler dapat terjadi sekitar 3-5 jam setelah pemberian terapi.18,19
Indikasi penggunaan apraklonidin untuk mengontrol peningkatan akut tekanan
intraokuler pasca tindakan laser. Sedangkan kontraindikasi pemakaian obat ini
apabila pasien dengan mono amin oksidase (MAO) dan trisiklik depresan karena
mempengaruhi metabolisme dan uptake katekolamin.
2.6.1.3. Penghambat Karbonat Anhidrase
a. Asetasolamid Oral
Asetasolamid oral merupakan obat yang sering di gunakan karena dapat
menekan pembentukan humor aquos sebanyak 40-60%. Bekerja

18

efektif dalam menurunkan tekanan intraokuler apabila konsentrasi obat bebas dalam
plasma 2,5 M.16,18 Apabila diberikan secara oral, konsentrasi puncak pada plasma
dapat diperoleh dalam 2 jam setelah pemberian dapat bertahan selama 4-6 jam dan
menurun dengan cepat karena ekskresi pada urin.
Indikasi asetasolamid terutama untuk menurunkan tekanan intraokuler,
mencegah prolaps korpus vitreum, dan menurunkan tekanan introkuler pada pseudo
tumor serebri. Kontraindikasi relatif untuk sirosis hati, penyakit paru obstruktif
menahun, gagal ginjal, diabetes ketoasidosis dan urolithiasis.
Efek samping yang paling sering dikeluhkan parastesi dan inisial diuresis,
sedangkan efek lain yang dapat muncul apabila digunakan dalam jangka lama antara
lain metalic taste, malaise, nausea, anoreksia, depresi, pembentukan batu ginjal,
depresi sumsum tulang, dan anemia aplastik.
b. Penghambat Karbonat Anhidrase Topikal
Penghambat karbonat anhidrase topikal bersifat larut lemak sehingga bila
digunakan secara topikal daya penetrasi ke kornea relatif rendah. Pemberian
dorsolamid topikal akan terjadi penetrasi melalui kornea dan sklera ke epitel tak
berpigmen prosesus siliaris sehingga dapat menurunkan produksi humor aqueus dan
HCO3- dengan cara menekan enzim karbonik anhidrase II. Penghambat karbonik
anhidrase topikal seperti dorsolamid bekerja efektif menurunkan tekanan intraokuler
karena konsentrasi di prosesus siliaris mencapai 2-10M.Pe nghambat karbonat

19

anhidrase topikal (dorsolamid) dapat menurunkan tekanan intraokuler sebesar 1520%.


Indikasi pemberian untuk mengontrol glaukoma baik jangka pendek maupun
jangka panjang, sebagai obat tunggal atau kombinasi. Indikasi lain untuk
mencegah kenaikan tekanan intraokuler pasca bedah intraokuler. Efek samping
lokal yang dijumpai seperti mata pedih, keratopati pungtata superfisial, dan reaksi
alergi. Efek samping sistemik jarang dijumpai seperti metalic taste, gangguan
gastrointestinal dan urtikaria.
2.6.2 Fasilitasi Aliran Keluar Humor Aqueus
2.6.2.1 Parasimpatomimetik
Golongan obat parasimpatomimetik dapat menimbulkan efek miosis pada
mata dan bersifat sekresi pada mata, sehingga menimbulkan kontraksi muskulus
ciliaris supaya iris membuka dan aliran humor aquos dapat keluar.
2.6.2.2 Analog prostaglandin

20

Analog prostaglandin merupakan obat lini pertama yang efektif digunakan pada
terapi glaukoma misalnya, latanopros. Latanopros merupakan obat baru yang paling
efektif katena dapat ditoleransi dengan baik dan tidak menimbulkan efek samping
sistemik. Farmakokinetik latanopros mengalami hidrolisis enzim di kornea dan
diaktifkan menjadi asam latanopros. Penurunan tekanan intraokuler dapat dilihat
setelah 3-4 jam setelah pemberian dan efek maksimal yang terjadi antara 8-12 jam.
Cara kerja obat ini dengan meningkatkan aliran keluarnya humor aqueus
melalui uveosklera. Obat ini diindikasikan pada glaukoma sudut terbuka,
hipertensi okuler yang tidak toleran dengan antiglaukoma lain. kontrandikasi pada
pasien yang sensitif dengan latanopros.

21

2.2.3. Penurunan Volume Vitreus


Obat yang digunakan dalam menurunkan volume vitreus dapat menggunakan
obat hiperosmotik dengan cara mengubah darah menjadi hipertonik sehingga air
tertarik keluar dari vitreus dan menyebabkan pengecilan vitreus sehingga terjadi
penurunan produksi humor aquos. Penurunan volume vitreus bermanfaat dalam
pengobatan glaukoma sudut tertutup akut dan maligna yang menyebabkan
pergeseran lensa kristalina ke anterior yang menyebabkan penutupan sudut
( glaukoma sudut tertutup sekunder ).
2.7 Penatalaksanaan Bedah
2.7.1 Laser Iridektomi
Iridektomi diindikasikan pada keadaan glaukoma sudut tertutup dengan blok
pupil, iridektomi juga diindikasikan untuk mencegah terjadinya blok pupil pada mata
yang beresiko, yang ditetapkan melalui evaluasi genioskopi. Iridektomi laser juga
dilakukan pada serangan glaukoma akut dan pada mata kontra-lateral dengan
potensial glaukoma akut.
2.7.2 Laser Iridoplasti
Merupakan tindakan alternative jika tekanan intraokular gagal diturunkan
secara intensif dengan terapi medikamentosa. Bila tekanan intraokulernya tetap
sekitar 40 mmHg, visus jelek, kornea edema dan pupil tetap dilatasi.
Penatalaksanaannya adalah dibuat sesuia untuk membakar iris agar otot sfingter iris
berkontraksi, sehingga iris bergeser kemudian sudut pun terbuka.
2.7.3 Iridektomi Bedah Insisi (Perifer)
Pada tindakan ini dibuat celah kecil pada kornea bagian perifer dengan insisi
di daerah limbus. Pada tempat insisi, iris dipegang dengan pinset dan ditarik keluar.
Iris yang keluar digunting sehingga akan didapatkan celah untuk mengalirnya cairan
humor aquous secara langsung tanpa harus melewati pupil dari COP ke COA. Teknik

22

ini biasanya dilakukan pada glaukoma sudut tertutup, sangat efektif dan sangat aman,
namun waktu pulihnya agak lama.
2.7.4 Trabekulektomi
Merupakan teknik yang paling sering digunakan. Pada teknik ini, bagian kecil
trabekula yang terganggu diangkat kemudian dibentuk bleb dari konjungtiva sehingga
terbentuk jalur drainase yang baru. Lubang ini akan meningkatkan aliran keluaran
humor aquous sehingga dapat menurunkan tekanan ocular. Tingkat keberhasilan
operasi ini cukup tinggi pada tahun pertama, sekitar 70-80%.
2.8 Prognosis Glaukoma
Apabila terdeteksi dini, sebagian besar pasien glaukoma dapat ditangani
dengan baik secara medis. Tanpa pengobatan, glaukoma sudut terbuka dapat
berkembang secara perlahan sehingga akhirnya menimbulkan kebutaan total. Apabila
obat tetes antiglaukoma dapat mengontrol tekanan intraokular pada mata yang belum
pernah mengalami kerusakan glaukomatusa luas, prognosis akan baik.

23

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Glaukoma adalah suatu kelainan mata berupa neuropati optik dengan
karakteristik yang berhubungan dengan berkurangnya lapang pandang dengan faktor
risiko utama adalah peningkatan tekanan intraokuler. Diagnisa dari glaukoma
ditentukan dari anamnesis, pemeriksaan fisik serta pemeriksaan penunjang.
Pemeriksaan penunjang merupakan satu-satunya pembanding diagnosa sudut terbuka
atau sudut tertutup. Penatalaksanaan glaukoma berupa medikamentosa dan nonmedikamentosa. Prinsip medikamentosa adalah menahan supresi humor aquous.
Terapi bedah dilakukan berdasarkan indikasi apabila sudah tidak bisa diberikan obatobatan.

24

DAFTAR PUSTAKA
1. American Academi of Ophtalmology. 2005. Acute Primary Angle Clossure
Glaucoma in Basic and Clinical Science Course, Section 10.
2. Ilyas, S. 2010. Penuntun Ilmu Penyakit Mata Ed.3. Jakarta: Balai Penerbit FKUI
3. Riordan-Eva, P and Whitcher, J P. 2010. Vaughan and Asbury Oftalmology Ed.
17. Jakarta: EGC.
4. James B, Chew C, dan Bron A. 2006. Lecture Notes Oftalmologi Ed. 9.
Jakarta:Erlangga.
5. Liesegang, T J, Skuta G L, and Cantor L B. 2005. Basic and Clinical Science
Course : Glaucoma.United Stated of America: American Academy of
Ophthalmology.
6. Kanski, J J. 2005. Ophthalmology Infocus. Philadelphia: Elseiver Limited.

Anda mungkin juga menyukai