Anda di halaman 1dari 41

BAB I

PENDAHULUAN
1.1.

Latar Belakang Masalah


Go public merupakan salah satu cara perusahaan untuk memperoleh dana

yaitu dengan cara menjual dan melepaskan hak atas saham dengan pembayaran
yang dilakukan oleh pihak investor. Investor akan tertarik berinvestasi pada
perusahaan yang sehat (solven). Perusahaan solven adalah perusahaan yang
memiliki tingkat likuiditas yang baik. Likuiditas merupakan kemampuan
perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendek. Pembayaran kewajiban
jangka pendek diharapkan menggunakan aset lancar atau kas, karena kewajiban
jangka pendek memiliki jangka waktu kurang dari satu periode akuntansi dan kas
merupakan bagian aset lancar yang paling likuid.
PSAK No. 2 tahun 2015 menyebutkan kas adalah saldo kas (cash on hand)
dan rekening giro (demand deposits). Sedangkan setara kas adalah investasi yang
sifatnya sangat likuid, berjangka pendek dan yang dengan cepat dijadikan kas
dalam jumlah yang ditentukan. Maka kas merupakan aset lancar yang paling
likuid karena kas tersebut ada secara fisik dalam bentuk uang tunai, sedangkan
setara kas bukan bentuk uang tunai tetapi memiliki waktu yang singkat untuk
mengubahnya ke dalam bentuk kas.
Marfuah dan Zulhilmi (2014) menyatakan kas yang ada di perusahaan sangat
penting untuk membiayai kegiatan operasional suatu perusahaan. Apabila kas
yang dimiliki perusahaan terlalu banyak dapat memberikan berbagai macam
keuntungan bagi perusahaan seperti keuntungan dari potongan dagang (trade

discount), terjaganya posisi perusahaan dalam peringkat kredit (credit rating) dan
untuk membiayai kebutuhan akan kas yang tidak terduga (unexpected espenses).
Selain keuntungan, terdapat sisi negatif apabila perusahaan memiliki kas terlalu
banyak (excess cash) yakni kehilangan kesempatan perusahaan dalam memeroleh
laba karena kas bersifat idle fund atau tidak memberikan pendapatan jika hanya
disimpan.
Gill dan Shah (2012) mendefinisikan Cash Holding sebagai kas yang ada di
perusahaan atau tersedia untuk investasi pada aset fisik dan untuk dibagikan
kepada investor. Sedangkan menurut Christina dan Ekawati (2014) Cash holdings
merupakan uang tunai yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan aktivitas
operasional sehari-hari, serta dapat pula digunakan untuk beberapa hal, yaitu
dibagikan kepada para pemegang saham (shareholders) berupa dividen kas,
membeli kembali saham saat diperlukan, dan untuk keperluan mendadak lainnya.
Maka dapat disimpulkan, cash holding merupakan kas dan setara kas yang ada
atau tersedia di perusahaan untuk memenuhi kebutuhan operasional perusahaan
dan juga membayar kewajiban perusahaan seperti membayar utang yang jatuh
tempo, membayar beban operasional, membayar dividen kas dan lain-lain.
John Maynard Keynes (dalam Horne dan JR, 2012:268) menyebutkan tiga
motif perusahaan dalam menahan kas yaitu :
1. Motif transaksi adalah motif untuk melakukan pembayaran rutin dalam
operasional perusahaan sehari-hari dan melakukan pembayaran untuk
kewajiban-kewajiban perusahaan, seperti pembelian, upah, pajak, dan
dividen yang timbul dalam kegiatan bisnis umum.

2. Motif spekulasi adalah motif perusahaan untuk memanfaatkan peluang


yang muncul, seperti penurunan tiba-tiba harga bahan baku ataupun
adanya investasi yang menguntungkan bagi perusahaan.
3. Motif berjaga-jaga adalah motif perusahaan untuk mengantisipasi apabila
ada kebutuhan perusahaan yang tak terduga tetapi pembayaran rutin dan
operasional perusahaan tidak terganggu.

Terdapat beberapa penelitian mengenai faktor-faktor yang memengaruhi cash


holding. Diantaranya penelitian yang dilakukan William dan Fauzi (2013) tentang
pengaruh growth opportunity, net working capital, dan cash conversion cycle
terhadap cash holdings perusahaan sektor pertambangan. Hasil penelitian tersebut
menunjukkan adanya pengaruh positif seluruh variabel independen secara parsial
terhadap cash holding.
Penelitian Marfuah dan Zulhilmi (2014) melihat pengaruh dari growth
opportunity, net working capital, cash conversion cycle dan leverage terhadap
cash holding pada perusahaan manufaktur. Penelitian tersebut menyatakan bahwa
growth opportunity dan net working capital memiliki pengaruh positif terhadap
cash holding sedangkan cash conversion cycle dan leverage berpengaruh negatif
terhadap cash holding.
Ratnasari (2015) meneliti tentang pengaruh cash flow, investment opportunity
set, leverage dan capital expenditure terhadap cash holding perusahaan property
dan real estate yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2011 2014. Hasil
dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa cash flow dan leverage berpengaruh

terhadap cash holding. Sedangkan investment opportunity set dan capital


expenditure tidak berpengaruh terhadap cash holding.
Perbedaan hasil penelitian terdahulu dan pentingnya ketersediaan kas pada
perusahaan membuat penulis tertarik untuk meneliti kembali faktor-faktor apa saja
yang dapat memengaruhi cash holding pada perusahaan. Penelitian ini
mengembangkan beberapa penelitian dari William dan Fauzi (2013), Marfuah dan
Zulhilmi (2014) dan Ratnasari (2015). Faktor-faktor yang memengaruhi cash
holding dalam penelitian ini adalah net working capital, cash conversion cycle,
cash flow dan capital expenditure. Penulis mencoba menambah satu variabel
independen yaitu short term debt. Alasan penulis menambahkan variabel
independen karena ingin melihat apakah terdapat pengaruh short term debt
terhadap cash holding.
William dan Fauzi (2013) menyatakan bahwa net working capital berfungsi
sebagai pengganti kas. Karena pada saat dibutuhkan, net working capital dapat
dengan cepat dilikuidasi untuk pendanaan. Maka semakin besar net working
capital yang dimiliki perusahaan semakin kecil saldo kas yang dimilikinya.
Sjahrial (2012:139) menyatakan Cash Conversion Cycle adalah sejumlah
waktu dimana uang kas perusahaan terikat antara pembayaran untuk input
produksi dan penerimaan atas pembayaran dari penjualan barang jadi. Jadi,
semakin singkat cash conversion cycle semakin sedikit kas yang ditahan oleh
perusahaan.
Cash flow merupakan jumlah kas masuk dan kas keluar yang terjadi karena
kegiatan operasional perusahaan selama satu periode akuntansi. Apabila arus kas

masuk perusahaan lebih besar dibandingkan arus kas keluar maka kas yang ada di
perusahaan akan bertambah. Kas yang ada di perusahaan akan berkurang jika arus
kas keluar lebih besar daripada arus kas masuk.
Horngren (2009:467) menyatakan Capital Expenditure adalah pengeluaran
yang meningkatkan kapasitas atau efisiensi aktiva atau yang memperpanjang masa
manfaat. Perusahaan yang memiliki capital expenditure besar dapat mengurangi
kas

perusahaan

karena

capital

expenditure

membutuhkan

kas

dalam

pendanaannya (Hartadi, 2012).


Short term debt adalah kewajiban atau utang yang memiliki jangka waktu
pelunasannya singkat atau kurang dari satu periode akuntansi. Karena memiliki
jangka waktu yang pendek maka perusahaan mengusahakan pembayaran
kewajiban tersebut dengan menggunakan aset lancar atau kas (Weygandt, et al.,
2010:4). Maka semakin banyak short term debt perusahaan semakin sedikit kas
yang ada pada perusahaan.
Dalam penelitian ini, sampel yang digunakan adalah perusahaan manufaktur.
Penulis memilih perusahaan manufaktur karena perusahaan tersebut merupakan
perusahaan yang harus memiliki waktu pengembalian kas yang singkat
dikarenakan perusahaan manufaktur adalah perusahaan yang memroduksi bahan
mentah menjadi produk jadi dan data yang dibutuhkan tersedia.
Berdasarkan uraian diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian
yang berjudul : Analisis Pengaruh Net Working Capital, Cash Conversion
Cycle, Cash Flow, Capital Expenditure dan Short Term Debt terhadap Cash
Holding Pada Perusahaan Manufaktur

1.2.

Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka masalah yang dapat

diidentifikasi dalam penelitian ini adalah :


1. Apakah motif perusahaan dalam melakukan cash holding?
2. Faktor-faktor apa saja yang memengaruhi cash holding?
3. Apakah terdapat pengaruh net working capital terhadap cash holding?
4. Apakah terdapat pengaruh cash conversion cycle terhadap cash holding?
5. Apakah terdapat pengaruh cash flow terhadap cash holding?
6. Apakah terdapat pengaruh capital expenditure terhadap cash holding?
7. Apakah terdapat pengaruh short term debt terhadap cash holding?

1.3.

Pembatasan Masalah
Adapun yang menjadi batasan masalah dalam penelitian ini yaitu

menggunakan perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia


selama periode 2012 sampai dengan 2014. Fokus penelitian ini adalah untuk
mengetahui pengaruh dari net working capital, cash conversion cycle, cash flow,
capital expenditure dan short term debt terhadap cash holding.

1.4.

Rumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah dan batasan masalah yang diuraikan diatas,

maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :


1. Apakah net working capital berpengaruh terhadap cash holding pada
perusahan manufaktur yang terdaftar di BEI periode 2012-2014?

2. Apakah cash conversion cycle berpengaruh terhadap cash holding pada


perusahan manufaktur yang terdaftar di BEI periode 2012-2014?
3. Apakah cash flow berpengaruh terhadap cash holding pada perusahan
manufaktur yang terdaftar di BEI periode 2012-2014?
4. Apakah capital expenditure berpengaruh terhadap cash holding pada
perusahan manufaktur yang terdaftar di BEI periode 2012-2014?
5. Apakah short term debt berpengaruh terhadap cash holding pada
perusahan manufaktur yang terdaftar di BEI periode 2012-2014?
6. Apakah net working capital, cash conversion cycle, cash flow, capital
expenditure dan short term debt berpengaruh secara simultan terhadap
cash holding pada perusahan manufaktur yang terdaftar di BEI periode
2012-2014?

1.5.

Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini sebagai berikut :
1. Untuk menganalisis pengaruh net working capital terhadap cash holding
pada perusahan manufaktur yang terdaftar di BEI periode 2012-2014.
2. Untuk menganalisis pengaruh cash conversion cycle terhadap cash
holding pada perusahan manufaktur yang terdaftar di BEI periode 20122014.
3. Untuk menganalisis pengaruh cash flow terhadap cash holding pada
perusahan manufaktur yang terdaftar di BEI periode 2012-2014.

4. Untuk menganalisis pengaruh capital expenditure terhadap cash holding


pada perusahan manufaktur yang terdaftar di BEI periode 2012-2014.
5. Untuk menganalisis pengaruh short term debt terhadap cash holding pada
perusahan manufaktur yang terdaftar di BEI periode 2012-2014.
6. Untuk menganalisis pengaruh net working capital, cash conversion cycle,
cash flow, capital expenditure dan short term debt secara simultan
terhadap cash holding pada perusahan manufaktur yang terdaftar di BEI
periode 2012-2014.

1.6.

Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat terhadap pihak terkait

yaitu :
1.

Bagi Penulis, manambah pengetahuan dan wawasan penulis tentang

2.

cash holding beserta teori dan faktor yang memengaruhinya.


Bagi Akademisi, dapat menjadi bahan referensi bagi penulis selanjutnya

3.

yang tertarik untuk meniliti tentang cash holding.


Bagi praktisi, mampu memberikan gambaran tentang faktor-faktor yang
dapat memengaruhi tingkat cash holding.

BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1.

Kerangka Teoritis

2.1.1

Trade-Off Theory
Menurut Tampubolon (dalam Ratnasari, 2015) Trade-off theory yaitu

kebijakan memilih antara risiko dengan hasil yang terjadi pada penyimpanan kas
yang terlampau kecil ataupun yang terlampau besar. Artinya menyimpan kas
terlalu kecil dan terlalu besar dapat menimbulkan risiko. Apabila perusahaan
menyimpan kas terlampau kecil akan menimbulkan risiko kesulitan keuangan
disisi lain perusahaan menyimpan kas terlampau besar mengakibatkan kehilangan
kesempatan untuk berinvestasi yang dapat menghasilkan pendapatan (Ratnasari,
2015).
Trade-off theory menyatakan bahwa cash holding perusahaan dikelola dengan
mempertimbangkan batasan antara biaya dan manfaat (cost and benefit) yang
didapatkan dalam menahan kas (Marfuah dan Zulhilmi, 2014). Biaya memegang
kas adalah opportunity cost dari modal yang diinvestasikan dalam aset likuid.
Sedangkan manfaat dari memegang kas yaitu mengurangi financial distress,
memperlonggar kebijakan investasi dan meminimumkan biaya untuk tambahan
dana eksternal (cost of debt) atau melikuidasi aset (Ferreira dan Vilela, 2004).
Manajemen yang ingin memaksimalkan kesejahteraan para pemegang sahamnya
harus mengatur cash holding perusahaan pada tingkat dimana manfaat kas setara
atau bahkan melebihi biaya yang harus dikeluarkan perusahaan untuk memegang
kas tersebut (Opler, et al., 1999).

2.1.2.

Pecking Order Theory


Myers dan Majluf (dalam Anjum dan Malik, 2013) memperkenalkan dan

mendiskusikan teori yang pendanaannya berasal dari tiga sumber : pertama laba
ditahan, lalu berasal dari utang dan yang terakhir yaitu ekuitas. Berdasarkan teori
ini, ketika perusahaan membutuhkan dana untuk pembiayaannya, seharusnya
perusahaan membiayai dengan dana internal terlebih dahulu. Jika pembiayaan
tersebut tidak bisa diperoleh dari pendanaan internal, maka perusahaan akan
menggunakan pendanaan eksternal dari utang sebagai sumber pendanaan kedua,
dan sebagai pendanaan terakhir adalah ekuitas (Marfuah dan Zulhilmi, 2014).
Menurut Ferreira dan Vilela (2004) tujuan dari urutan pendanaan tersebut
untuk meminimalisir biaya asimetri informasi dan biaya keuangan yang lainnya.
Teori ini menunjukkan bahwa perusahaan tidak memiliki target kas, tetapi kas
digunakan sebagai penyangga antara laba ditahan dengan kebutuhan investasi.

2.1.3.

Definisi Cash

Kas meliputi uang logam, uang kertas, cek, giro, wesel dan simpanan uang
yang tersedia untuk ditarik kapan saja dari bank dan lembaga keuangan lainnya
(Reeve, et al., 2011:398). Bagian aset lancar yang paling likuid adalah kas dan
setara kas.
Menurut Marfuah dan Zulhilmi (2014) menyatakan :
Ketersediaan kas sangat penting bagi perusahaan terutama dalam membiayai
kegiatan operasional suatu perusahaan seperti untuk pembayaran gaji atau
upah, pembelian aktiva tetap, membayar utang, membayar dividen dan
transaksi lainnya. Ketersediaan kas dalam jumlah yang banyak dapat
memberikan berbagai macam keuntungan bagi perusahaan seperti keuntungan
dari potongan dagang (trade discount), terjaganya posisi perusahaan dalam

10

peringkat kredit (credit rating) dan untuk membiayai kebutuhan akan kas yang
tidak terduga (unexpected espenses). Akan tetapi, selain keuntungan yang
diberikan melalui ketersediaan kas dalam jumlah yang besar, terdapat juga sisi
negatif memegang terlalu banyak kas (excess cash) yakni kehilangan
kesempatan perusahaan dalam memeroleh laba karena kas bersifat idle fund
atau tidak memberikan pendapatan jika hanya disimpan dan tentunya bisa
berkurang karena pengaruh dari pengenaan pajak. Apabila perusahaan
memiliki ketersediaan kas yang terlalu sedikit juga maka perusahaan akan
kesulitan untuk mencukupi kebutuhan jangka pendeknya. Hal ini akan
menyebabkan perusahaan dipandang buruk atau tidak likuid, yang akhirnya
menimbulkan keraguan pihak lain pada perusahaan karena citra buruk yang
ditimbulkan oleh perusahaan.
Menurut Rodoni dan Ali (dalam Ratnasari, 2015) Posisi kas perusahaan yang
dilaporkan pada neraca akan dipengaruhi oleh banyak faktor, termasuk hal-hal
berikut ini :
1. Arus kas
2. Perubahan dalam modal kerja. Modal kerja bersih didefinisikan sebagai
aktiva lancar minus kewajiban. Peningkatan dalam aktiva lancar diluar
kas, seperti persediaan dan piutang akan mengurangi kas, sedangkan
pengurangan akun-akun ini akan meningkatkan kas.
3. Aktiva tetap. Jika sebuah perusahaan berinvestasi pada aktiva tetap, hal ini
akan mengurangi posisi kasnya. Disisi lain, penjualan dari aktiva tetap
akan meningkatkan kas.
4. Transaksi sekuritas dan pembayaran deviden. Jika sebuah perusahaan
menerbitkan saham atau obligasi selama tahun berjalan, dana yang
dikumpulkan akan meningkatkan posisi kasnya. Disisi lain, jika
perusahaan menggunakan kasnya untuk membeli kembali utang atau
ekuitas yang masih beredar, atau membayar deviden kepada para
pemegang sahamnya, hal ini akan menurunkan jumlah kas.
2.1.4.

Definisi Cash Holding

11

Kas yang ada di perusahaan disebut dengan istilah Cash Holding. Menurut
Gill dan Shah (2012) Cash Holding didefinisikan sebagai kas yang ada di
perusahaan atau tersedia untuk investasi pada aset fisik dan untuk dibagikan
kepada investor. Sedangkan menurut Christina dan Ekawati (2014) Cash holdings
merupakan uang tunai yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan aktivitas
operasional sehari-hari, serta dapat pula digunakan untuk beberapa hal, yaitu
dibagikan kepada para pemegang saham (shareholders) berupa dividen kas,
membeli kembali saham saat diperlukan, dan untuk keperluan mendadak lainnya.
Dengan demikian cash holding merupakan kas dan setara kas yang ada di
perusahaan yang digunakan untuk memenuhi aktivitas operasional perusahaan dan
juga digunakan untuk memenuhi kewajiban jangka pendek perusahaan.
John Maynard Keynes (dalam Horne dan JR, 2012:268) menyebutkan tiga
motif perusahaan dalam menahan kas yaitu :
1. Motif transaksi adalah motif untuk melakukan pembayaran rutin dalam
operasional perusahaan sehari-hari dan melakukan pembayaran untuk
kewajiban-kewajiban perusahaan, seperti pembelian, upah, pajak, dan
dividen yang timbul dalam kegiatan bisnis umum.
2. Motif spekulasi adalah motif perusahaan untuk memanfaatkan peluang
yang muncul, seperti penurunan tiba-tiba harga bahan baku ataupun
adanya investasi yang menguntungkan bagi perusahaan.
3. Motif berjaga-jaga adalah motif perusahaan untuk mengantisipasi apabila
ada kebutuhan perusahaan yang tak terduga tetapi pembayaran rutin dan
operasional perusahaan tidak terganggu.

12

Perusahaan harus menentukan seberapa besar cash holding yang ada di


perusahaan, jangan terlampau sedikit dan jangan terlampau banyak. Jumlah kas
yang tersedia memengaruhi likuiditas perusahaan dan menunjukkan kemampuan
perusahaan dalam memenuhi kewajibannya secara tepat waktu. Agar aktivitas
perusahaan berjalan sebagaimana mestinya, kas sebaiknya digunakan untuk halhal yang memang sudah seharusnya dikeluarkan jangan sampai dikeluarkan untuk
hal-hal yang bukan tujuan penggunaan kas, sehingga tidak terjadi kas yang
mubazir (Kasmir, 2010:190). Maka dari itu, perusahaan harus menentukan jumlah
kas yang tersedia atau cash holding agar sesuai dengan kebutuhan.
Menurut H.G. Guthmann (dalam Sjahrial, 2012:138) menetapkan besar kas
adalah 5% sampai dengan 10% dari jumlah aset lancar. Ada tiga faktor yang
memengaruhi besarnya persediaan minimal (persediaan bersih) kas :
1. Pertimbangan antara aliran kas masuk dengan aliran kas keluar.
2. Penyimpangan terhadap aliran kas yang diperkirakan.
3. Adanya hubungan yang baik dengan bank-bank.

2.1.5.

Faktor-Faktor yang Memengaruhi Cash Holding

2.1.5.1. Net Working Capital

13

Modal kerja (Working Capital) adalah seluruh aset lancar yang digunakan
dalam operasional perusahaan, seperti kas, efek yang dapat diperjualbelikan,
persediaan, piutang usaha dan lain-lain (Bringham dan Houston, 2011:258).
Ada tiga konsep atau definisi modal kerja yang umum dipergunakan yaitu
(Munawir, 2004:114-116) :
1. Konsep Kuantitatif
Konsep ini menitik-beratkan kepada kuantum yang diperlukan untuk
mencukupi kebutuhan perusahaan dalam membiayai operasinya yang
bersifat rutin atau menunjukkan jumlah dana (fund) yang tersedia untuk
tujuan operasi jangka pendek. Dalam konsep ini menganggap bahwa
modal kerja adalah jumlah aktiva lancar (gross working capital).
2. Konsep Kualitatif
Konsep ini menitik-beratkan pada kualitas modal kerja, dalam konsep ini
pengertian modal kerja adalah kelebihan aktiva lancar terhadap hutang
jangka pendek (net working capital), yaitu jumlah aktiva lancar yang
berasal dari pinjaman jangka panjang maupun dari para pemilik
perusahaan.
3. Konsep Fungsionil
Konsep ini menitik-beratkan fungsi dari dana yang dimiliki dalam rangka
menghasilkan pendapatan (laba) dari usaha pokok perusahaan.
Jika dilihat dari konsep atau definisi modal kerja, modal kerja bersih (net
working capital) ada pada konsep kualitatif yang mana diartikan sebagai aset
lancar dikurangi seluruh kewajiban lancar (Bringham dan Houston, 2011:258).
Modal kerja bersih (net working capital) merupakan selisih antara seluruh aktiva
lancar dikurangi dengan seluruh kewajiban lancar.

2.1.5.2. Cash Conversion Cycle

14

William dan Fauzi (2013) menyatakan kecepatan perusahaan dalam


menghasilkan kas ditentukan oleh lamanya proses penyelesaian CCC. Cash
coversion cycle atau siklus konversi kas adalah berapa lama dana terikat dalam
modal kerja atau berapa lama waktu antara pembayaran untuk modal kerja dan
penagihan kas dari penjualan modal kerja tersebut (Bringham dan Houston,
2011:259).
Cash conversion cycle menunjukkan seberapa cepat perusahaan menghasilkan
kasnya, dari membayar biaya persediaan hingga mengumpulkan kas dari
konsumen dalam bentuk pembayaran atas produk jadi. Semakin lama siklus ini
terjadi, semakin besar kebutuhan pendanaan internal perusahaan untuk membayar
kebutuhan bahan baku perusahaan. Siklus yang pendek, semakin cepat perusahaan
akan menerima kas yang selanjutnya kas tersebut dapat digunakan untuk
diinvestasikan kembali di perusahaan.
Strategi untuk mempersingkat cash coversion cycle atau siklus konversi kas
yang dapat digunakan perusahaan adalah sebagai berikut (Sjahrial, 2012:140141):
1. Melaksanakan perputaran persediaan secepat mungkin tetapi menghindari
kehabisan persediaan dan kehilangan momentum penjualan dengan harga
jual yang bagus.
2. Menagih piutang secepat mungkin tanpa merugikan penjualan dimasa
yang akan datang yang disebabkan oleh penagihan yang dipercepat.
3. Membayar liabilitas dagang selambat mungkin tanpa merusak rating kredit
perusahaan tetapi tetap menerima keuntungan dari potongan tunai.

15

2.1.5.3. Cash Flow


Islam (2012) menyatakan bahwa kas umumnya diperoleh dari pendapatan
operasional. Cash flow merupakan jumlah kas yang masuk dan keluar selama
suatu periode tertentu. Arus kas bersih mencerminkan kas yang dihasilkan oleh
suatu usaha dalam tahun tertentu (Bringham dan Houston, 2011:97). Apabila arus
kas masuk lebih besar dari arus kas keluar, hal ini menunjukkan arus kas bersih
positif dan sebaliknya, apabila arus kas masuk lebih kecil dari arus kas keluar,
maka terjadi arus kas bersih negatif. Arus kas bersih positif menyebabkan naiknya
jumlah kas yang dimiliki perusahaan, dan sebaliknya, arus kas bersih negatif
menyebabkan turunnya jumlah kas perusahaan.
Laporan yang digunakan untuk menyajikan ikhtisar terinci mengenai semua
arus kas masuk dan arus kas keluar atau sumber dan penggunaan kas selama
periode akuntansi adalah laporan arus kas (Kieso, et al., 2007:212).
Penerimaan dan pembayaran kas selama suatu periode diklasifikasikan dalam
laporan arus kas menjadi tiga aktivitas berbeda yaitu sebagai berikut (Kieso, et al.,
2007:213) :
1. Aktivitas operasi (operating activities) meliputi pengaruh kas dari
transaksi yang digunakan utuk menentukan laba bersih.
2. Aktivitas investasi (investing activities) meliputi pemberian dan penagihan
pinjaman serta perolehan dan pelepasan investasi (baik utang maupun
ekuitas) serta properti, pabrik dan peralatan.
3. Aktivitas pembiayaan (financing activities) melibatkan pos-pos kewajiban
dan ekuitas pemilik. Aktivitas ini meliputi perolehan sumber daya dari
pemilik dan komposisinya kepada mereka dengan pengembalian atas dan
dari investasinya, dan peminjaman uang dari kreditor serta pelunasannya.
2.1.5.4. Capital Expenditure

16

Perusahaan dalam pelaksanaan kegiatan operasinya pasti mengeluarkan biayabiaya sehubungan dengan aset tetap yang dimiliki oleh suatu perusahaan. Dimana
biaya-biaya tersebut dikeluarkan dengan tujuan untuk memperoleh aset tetap,
meningkatkan efisiensi operasional dan kapasitas produktif aset tetap serta
memperpanjang masa manfaat dan memperbaiki aset tetap perusahaan tersebut.
Salah satu biaya yang dikeluarkan adalah pengeluaran modal (capital
expenditure). Menurut Horngren (2009:467) Capital Expenditure adalah
pengeluaran yang meningkatkan kapasitas atau efisiensi aktiva atau yang
memperpanjang masa manfaat. Sedangkan menurut Mulyadi (2005:16) Capital
Expenditure adalah biaya yang mempunyai manfaat lebih dari satu periode
akuntansi. Jika dilihat dari beberapa pengertian maka, capital expenditure adalah
segala bentuk pengeluaran yang dialokasikan pada penambahan, perbaikan atau
peningkatan kualitas aktiva yang menghasilkan manfaat jangka panjang.

2.1.5.5. Short Term Debt


Menurut Weygandt, et al., (2010:4) Kewajiban jangka pendek (short term
debt) merupakan utang yang memiliki dua kriteria pokok sebagai berikut :
1. Diharapkan dapat dibayarkan dari aset lancar yang ada atau dengan
membuat kewajiban jangka pendek baru lainnya,
2. Diperkirakan akan dibayarkan dalam jangka waktu satu tahun atau satu
siklus operasional perusahaan.
Karena memiliki jangka waktu yang pendek maka perusahaan mengusahakan
pembayaran kewajiban tersebut dengan menggunakan aset lancar atau kas.
Kewajiban jangka pendek perusahaan meliputi utang usaha, wesel bayar dan
pendapatan diterima dimuka. Kewajiban jangka pendek juga meliputi kewajiban

17

yang masih harus dibayar (akrual kewajiban) seperti pajak, gaji dan upah, dan
utang bunga.

2.2.

Penelitian Terdahulu
Penelitian ini didasarkan pada penelitian sebelumnya yang menganalisis

faktor-faktor yang memengaruhi cash holding. Penelitian-penelitian sebelumnya


dirangkum sebagai berikut :
1. Gill dan Shah (2012) melakukan sebuah penelitian mengenai faktor-faktor
yang mempengaruhi cash holding perusahaan dengan menggunakan
beberapa variabel, di antaranya market to book ratio (MTB), cash flow to
net asset ratio (CF), net working capital to asset ratio (NWC), leverage,
firm size, dividend payment, board size, dan CEO duality. Penelitian
dilakukan dengan menggunakan sampel 166 perusahaan (91 perusahaan
manufaktur dan 75 perusahaan jasa) di Canada yang tecatat dalam Toronto
Stock Exchange dengan periode penelitian dari tahun 2008-2010. Dengan
menggunakan analisis regresi The Ordinary Least Square (OLS), hasil dari
penelitian ini menunjukan bahwa pada perusahaan manufaktur, MTB,
NWC, dan board size berpengaruh positif dan signifikan terhadap cash
holding sedangkan firm size mempunyai pengaruh negatif signifikan
terhadap cash holding. Di samping itu juga ditemukan bahwa terdapat
hubungan yang tidak signifikan antara CF, leverage, dividend payment,
dan CEO duality terhadap cash holding. Berbeda dengan hasil penelitian
di perusahaan manufaktur, pada perusahaan jasa diperoleh hasil bahwa

18

leverage, board size, dan CEO duality berpengaruh positif signifikan


terhadap cash holding sedangkan MTB, NWC, dan firm size mempunyai
pengaruh negatif signifikan terhadap cash holding. Hubungan yang tidak
signifikan juga terjadi antara dividend payment dengan cash holding.
2. Jinkar (2013) melakukan penelitian faktor penentu kebijakan cash holding
di Indonesia menggunakan sampel perusahaan-perusahaan manufaktur
yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia selama periode 2007-2011. Dengan
menggunakan metode fixed effect model (FEM), hasil dari penelitian ini
menunjukkan

adanya

hubungan positif signifikan antara

growth

opportunity, net working capital, dividend payment dengan cash holding.


Terdapat juga hubungan positif yang tidak signifikan terjadi antara size,
cash flow dengan cash holding. Hubungan negatif signifikan terlihat antara
leverage dengan cash holding. Sedangkan untuk variabel capital
expenditure mempunyai hubungan negatif yang tidak signifikan dengan
cash holding.
3. William dan Fauzi (2013) meneliti tentang pengaruh growth opportunity
(GO), net working capital (NWC), dan cash conversion cycle (CCC)
terhadap cash holdings perusahaan sektor pertambangan. Hasil penelitian
tersebut

menunjukkan

adanya

pengaruh

positif

seluruh

variabel

independen secara parsial terhadap cash holding.


4. Penelitian Marfuah dan Zulhilmi (2014) melihat pengaruh dari growth
opportunity (GO), net working capital (NWC), cash conversion cycle
(CCC) dan leverage terhadap cash holding pada perusahaan manufaktur.

19

Penelitian tersebut menyatakan bahwa growth opportunity (GO) dan net


working capital (NWC) memiliki pengaruh positif terhadap cash holding
sedangkan cash conversion cycle (CCC) dan leverage berpengaruh negatif
terhadap cash holding.
5. Ratnasari (2015) meneliti tentang pengaruh cash flow, investment
opportunity set, leverage dan capital expenditure terhadap cash holding
perusahaan property dan real estate yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia
tahun 2011 2014. Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa
cash flow dan leverage berpengaruh terhadap cash holding. Sedangkan
investment opportunity set dan capital expenditure tidak berpengaruh
terhadap cash holding.

Tabel 2.1
Ringkasan Penelitian Terdahulu
Penelitian
Judul
Amarjit Gill Dan Determinants Of
Charul Shah
Corporate Cash
(2012)
Holdings: Evidence
From Canada
Manufacturing And

Variabel
Variabel Y
Cash Holding
Variabel X
Market To Book

Hasil
Pada Perusahaan
Manufaktur:
Market To Book,
Net Working
Capital Dan
Board Size
20

Service Companies

Ratio, Cash Flow,


Net Working
Capital,
Leverage, Firm
Size, Dividend
Payment, Board
Size Dan Ceo
Duality.

Berpengaruh
Positif Signifikan
Terhadap Cash
Holding;
Firm Size
Berpengaruh
Negatif Terhadap
Cash Holding;
Dan Cash Flow,
Leverage,
Dividend
Payment, Dan
Ceo Duality
Terdapat
Hubungan Yang
Tidak Signifikan
Terhadap Cash
Holding.
Pada Perusahaan
Jasa: Leverage,
Board Size, Dan
Ceo Duality
Berpengaruh
Positif Terhadap
Cash Holding
Sedangkan
Market To Book,
Net Working
Capital, Dan
Firm Size
Berpengaruh
Negatif Terhadap
Cash Holding.
Hubungan Yang
Tidak Signifikan
Juga Terjadi
Antara Dividend
Payment Dengan
Cash Holding.
21

Rabecca Theresia Analisa FaktorFaktor Penentu


Jinkar
Kebijakan Cash
(2013)
Holding
Perusahaan
Manufaktur Di
Indonesia

Variabel Y
Cash Holding
Variabel X
Growth
Opportunity, Net
Working Capital,
Dividend
Payment, Size,
Cash Flow,
Leverage,
Capital
Expenditure

Growth
Opportunity, Net
Working Capital
Dan Dividend
Payment
Memiliki
Hubungan Positif
Signifkan
Terhadap Cash
Holding
Size Dan Cash
Flow Memiliki
Hubungan Positif
Tidak Signifikan
Terhadap Cash
Holding
Leverage
Memiliki
Hubungan
Negatif Signifkan
Terhadap Cash
Holding

William Dan
Syarief Fauzi
(2013)

Analisis Pengaruh
Growth Opportunity,
Net Working
Capital, Dan Cash
Conversion Cycle
Terhadap Cash
Holdings

Variabel Y
Cash Holding
Variabel X
Growth
Opportunity, Net
Working Capital,

Capital
Expenditure
Memiliki
Hubungan
Negatif Tidak
Signifkan
Terhadap Cash
Holding
Growth
Opportunity, Net
Working Capital,
Dan Cash
Conversion Cycle
Berpengaruh
Positif Secara

22

Marfuah
Ardan Zulhilmi
(2014)

Musyrifah
Ratnasari
(2015)

2.3.

Perusahaan Sektor
Pertambangan
Pengaruh Growth
Opportunity, Net
Working Capital,
Cash
Conversion Cycle
Dan Leverage
Terhadap Cash
Holding
Perusahaan

Dan Cash
Conversion Cycle
Variabel Y
Cash Holding

Analisis Pengaruh
Cash Flow,
Investment
Opportunity Set,
Leverage Dan
Capital Expenditure
Terhadap Cash
Holding Perusahaan
Property Dan Real
Estate Yang
Terdaftar Di Bursa
Efek Indonesia
Tahun 2011 2014

Variabel Y
Cash Holding

Variable X
Growth
Opportunity, Net
Working Capital,
Cash Conversion
Cycle Dan
Leverage

Variabel X
Cash Flow,
Investment
Opportunity Set,
Leverage Dan
Capital
Expenditure

Parsial Terhadap
Cash Holding
Growth
Opportunity, Net
Working Capital
Berpengaruh
Positif Terhadap
Cash Holding
Sedangkan Cash
Conversion Cycle
Dan Leverage
Berpengaruh
Negatif Terhadap
Cash Holding
Cash Flow Dan
Leverage
Berpengaruh
Terhadap Cash
Holding.
Sedangkan
Investment
Opportunity Set
Dan Capital
Expenditure
Tidak
Berpengaruh
Terhadap Cash
Holding

Kerangka Berfikir
Variabel dependen yang digunakan dalam penelitian ini adalah cash holding

dan variabel independen dalam penelitian ini adalah net working capital, cash
conversion cycle, cash flow, capital expenditure dan short term debt.

2.3.1.

Hubungan Net Working Capital terhadap Cash Holding

23

Net working capital atau modal kerja bersih diperoleh dengan cara
mengurangi aktiva lancar perusahaan dengan kewajiban lancar perusahaan
(Munawir, 2004:115). Apabila hasil perhitungan menunjukkan bahwa net working
capital dari perusahaan adalah negatif maka diperkirakan perusahaan sedang
mengalami kesulitan likuiditas. Dengan begitu perusahaan yang memiliki nilai net
working capital negatif akan menyimpan lebih banyak kas.
Berdasarkan trade-off theory, terdapat hubungan negatif antara modal kerja
bersih dan cash holding. Pada saat dibutuhkan, net working capital dapat dengan
cepat dilikuidasi untuk pendanaan. Akibatnya, perusahaan dengan modal kerja
bersih yang banyak cenderung memegang kas dalam jumlah yang sedikit. Lebih
lanjut, Ozkan dan Ozkan (2004) menjelaskan bahwa biaya untuk mengonversi
aset lancar non-kas menjadi kas lebih murah dibandingkan dengan aset-aset
lainnya sehingga perusahaan tidak selalu bergantung kepada pasar modal ketika
terjadi kekurangan kas. Oleh karena itu, tingginya tingkat modal kerja bersih
dapat dikaitkan dengan rendahnya tingkat cash holding (Daher, 2010). Perusahaan
dengan aset lancar yang cukup mungkin tidak harus menggunakan pasar modal
untuk mendapatkan dana ketika mereka mengalami kekurangan kas. Dengan
begitu, perusahaan dengan modal kerja bersih yang tinggi akan memiliki cash
holding yang rendah.

2.3.2.

Hubungan Cash Conversion Cycle terhadap Cash Holding

Kecepatan perusahaan untuk menerima kas ditentukan oleh lamanya proses


penyelesaian cash conversion cycle. Cash conversion cycle dianggap efisien dan

24

bermanfaat ketika perusahaan menerima kas dari debitur-debitur mereka sebelum


mereka harus membayar hutang kepada kreditur-kreditur mereka (Attari dan
Raza, 2012).
Secara teori, semakin pendek waktu yang diperlukan semakin baik bagi
perusahaan, sebaliknya, semakin panjang waktu yang diperlukan semakin banyak
modal yang harus ditanamkan (Marfuah dan Zulhilmi, 2014). Bigelli dan Vidal
(2009) mengatakan bahwa jika perusahaan dapat mengelola siklus konversi kas
mereka menjadi lebih singkat, maka mereka akan membutuhkan saldo kas dalam
jumlah yang lebih kecil dibandingkan dengan perusahaan yang memiliki siklus
konversi kas yang panjang. Dengan begitu perusahaan dengan cash conversion
cycle yang panjang memiliki cash holding yang besar.

2.3.3.

Hubungan Cash Flow terhadap Cash Holding


Cash flow merupakan jumlah kas yang masuk dan keluar selama suatu

periode akuntansi Apabila arus kas masuk lebih besar dari arus kas keluar, hal ini
menunjukkan arus kas bersih positif dan sebaliknya, apabila arus kas masuk lebih
kecil dari arus kas keluar, maka terjadi arus kas bersih negatif. Arus kas bersih
positif menyebabkan naiknya jumlah kas yang dimiliki perusahaan, dan
sebaliknya, arus kas bersih negatif menyebabkan turunnya jumlah kas perusahaan.
Menurut pecking order theory, cash flow memiliki hubungan positif dengan
cash holding. Menurut Ozkan dan Ozkan (2002) perusahaan yang memiliki cash
flow tinggi akan memegang kas dalam jumlah yang besar sebagai akibat dari
kecenderungan mereka untuk mendahulukan pendanaan internal dibandingkan

25

pendanaan eksternal. Dengan begitu perusahaan dengan tingkat cash flow tinggi
memiliki cash holding dalam jumlah yang besar.

2.3.4.

Hubungan Capital Expenditure terhadap Cash Holding

Capital expenditure merupakan segala bentuk pengeluaran yang dialokasikan


pada penambahan, perbaikan atau peningkatan kualitas aktiva yang menghasilkan
manfaat jangka panjang. Pengeluaran yang dilakukan tersebut membutuhkan kas
dalam jumlah yang besar atau cukup material.
Pecking order theory mengidikasikan hubungan antara capital expenditure
dan cash holding adalah negatif karena capital expenditure biasanya dikatakan
aliran arus kas yang keluar untuk memperoleh aset tetap. Bates, et al., (2009)
menyatakan bahwa capital expenditure dapat meningkatkan kapasitas utang dan
dengan demikian mengurangi cash holding karena capital expenditure dapat
membantu meningkatkan atau menciptakan aset baru bagi perusahaan dan karena
aset-aset ini dapat menjadi jaminan atas utang jika diperlukan, mereka juga dapat
meningkatkan kapasitas pinjaman dan melemahkan kebutuhan untuk cash
holdings. Pernyataan tersebut juga didukung oleh Saddour (2006) yang
menyatakan apabila capital expenditure perusahaan semakin kecil, maka debt
capacity perusahaan akan semakin kecil dan perusahaan akan memegang kas
dalam jumlah yang lebih besar. Dengan begitu perusahaan yang memiliki capital
expenditure yang tinggi mengindikasikan bahwa perusahaan memiliki cash
holding yang rendah.

26

2.3.5.

Hubungan Short Term Debt terhadap Cash Holding


Short term debt adalah kewajiban atau utang yang memiliki jangka waktu

pelunasannya singkat atau kurang dari satu periode akuntansi. Karena memiliki
jangka waktu yang pendek maka perusahaan mengusahakan pembayaran
kewajiban tersebut dengan menggunakan aset lancar atau kas (Weygandt, et al.,
2010:4).
Dengan begitu semakin banyak kewajiban jangka pendek yang dimiliki
perusahaan maka semakin banyak juga kas yang harus ditahan perusahaan untuk
melunasi kewajiban jangka pendek atau yang pelunasannya kurang dari satu
periode akuntansi. Berdasarkan uraian diatas maka dibuat kerangka berfikir
sebagai berikut

Gambar 2.1
Kerangka Berfikir

Net Working Capital


(X1)
Cash Conversion
Cycle (X2)
Cash Flow

Cash

(X3)

Holding (Y)
27

Capital Expenditure
(X4)
Short Term Debt
(X5)

2.4.

Hipotesis Penelitian
Hipotesis merupakan jawaban sementara yang disusun oleh peneliti, yang

kemudian akan diuji kebenarannya melalui penelitian yang dilakukan.


Berdasarkan kerangka teoritis dan kerangka berfikir yang telah diuraikan diatas
maka diajukan hipotesis sebagai berikut :
H1: Net working capital berpengaruh terhadap cash holding perusahaan
manufaktur
H2: Cash conversion cycle berpengaruh terhadap cash holding perusahaan
manufaktur.
H3: Cash Flow berpengaruh terhadap cash holding perusahaan manufaktur.
H4: Capital Expenditure berpengaruh terhadap cash holding perusahaan
manufaktur.
H5: Short Term Debt berpengaruh terhadap cash holding perusahaan
manufaktur.

28

H6: Net Working Capital, Cash conversion cycle, Cash Flow, Capital
Expenditure dan Short Term Debt secara simultan berpengaruh signifikan
terhadap cash holding perusahaan manufaktur.

BAB III
METODE PENELITIAN
3.1.

Lokasi dan Waktu Penelitian


Penelitian ini dilakukan pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa

Efek Indonesia (BEI) melalui media internet atau mesin pencarian dengan situs
www.idx.co.id. Waktu penelitian dilakukan pada Februari 2016 sampai dengan
selesai.

29

3.2.

Populasi dan Sampel

3.2.1.

Populasi
Populasi merupakan keseluruhan kumpulan elemen-elemen yang berkaitan

dengan apa yang peneliti harapkan dalam mengambil beberapa kesimpulan


(Ikhsan dan Misri, 2012:161). Populasi dalam penelitian ini adalah perusahaanperusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI). Alasan
penulis memilih perusahaan manufaktur karena perusahaan tersebut merupakan
perusahaan yang harus memiliki waktu pengembalian kas yang singkat
dikarenakan perusahaan manufaktur adalah perusahaan yang memroduksi bahan
mentah menjadi produk jadi dan data yang dibutuhkan tersedia. Periode yang
diteliti oleh peneliti yaitu data periode tahun 2012 hingga tahun 2014.

3.2.2.

Sampel

Sampel merupakan bagian dari jumlah maupun karakteristik yang dimiliki


oleh populasi dan dipilih secara hati-hati dari populasi tersebut. (Ikhsan dan
Misri, 2012:142). Sampel dipilih dari beberapa populasi perusahaan manufaktur
yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Sampel dipilih dengan menggunakan
metode penyampelan atau purposive sampling, yaitu pemilihan sampel
perusahaan selama periode penelitian berdasarkan kriteria tertentu. Adapun tujuan
dari metode ini adalah untuk mendapatkan sampel yang representatif sesuai
dengan kriteria yang telah ditentukan.
Adapun kriteria yang digunakan untuk pemilihan sampel adalah sebagai
berikut:

30

1.

Perusahaan manufaktur yang terdaftar (listed) di Bursa Efek Indonesia

2.

(BEI) selama periode 2012-2014.


Perusahaan manufaktur yang mempublikasikan laporan keuangan yang
telah diaudit secara berturut-turut di Bursa Efek Indonesia (BEI) selama

3.

periode 2012-2014.
Perusahaan manufaktur yang mempublikasikan laporan keuangan

4.

menggunakan mata uang rupiah.


Perusahaan manufaktur yang memiliki waktu pengembalian kas satu atau
lebih dari satu hari.

3.3.

Variabel Penelitian dan Definisi Operasional


Variabel merupakan sesuatu yang dijadikan titik perhatian dalam suatu

penelitian atau objek penelitian. Dalam penelitian ini terdapat satu variabel
dependen dan lima variabel independen.

3.3.1 Variabel Penelitian


3.3.1.1 Variabel Dependen (Y) : Cash Holding
Variabel dependen (dependent variable) atau variabel terikat dapat dinyatakan
merupakan jenis variabel yang dijelaskan atau dipengaruhi variabel independen
(Ikhsan dan Misri, 2012:47). Variabel dependen dalam penelitian ini merupakan
cash holding (Y) perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia
(BEI).
3.3.1.2 Variabel Independen (X)
Variabel independen (Independent Variables) disebut juga dengan variabel
bebas merupakan jenis variabel yang dipandang sebagai penyebab munculnya
variabel dependen yang diduga sebagai akibatnya (Ikhsan dan Misri, 2012:47).

31

Variabel independen pada penelitian ini adalah net working capital (X1), cash
conversion cycle (X2), cash flow (X3), capital expenditure (X4) dan short term
debt (X5).

3.3.2 Definisi Operasional


3.3.2.1 Cash Holding (Y)
Menurut Gill and Shah (2012) cash holding didefinisikan sebagai kas dan
setara kas yang ada diperusahaan atau tersedia untuk investasi pada aset fisik dan
untuk dibagikan kepada para investor. Maka cash holding diukur dengan
menggunakan logaritma natural dari total kas dan setara kas.
CASH HOLDING = Ln TOTAL CASH AND CASH EQUIVALENT

3.3.2.2 Net Working Capital (X1)


Net Working Capital diukur dengan membagi pengurangan current assets dan
current liabilities dengan total assets (Jinkar. 2013). Ukuran untuk menentukan
besaran variabel net working capital didalam penelitian ini adalah:
NET WORKING CAPITAL = CURRENT ASSETS CURRENT LIABILITIES
TOTAL ASSETS

3.3.2.3 Cash Conversion Cycle (X2)


Cash conversion cycle merupakan lamanya waktu yang diperlukan dalam
proses pembelian persediaan oleh perusahaan kepada supplier, proses penagihan
piutang oleh perusahaan kepada pembeli dan proses pelunasan utang oleh
perusahaan kepada supplier. Untuk mengukur lamanya variabel Cash conversion
cycles dengan cara (Marfuah dan Zulhilmi, 2014) :

32

CASH CONVERSION CYLE = DAYS INVENTORY + DAYS RECEIVABLE DAYS PAYABLE

1. Days Inventory
2. Days Receivable
3. Days Payable

Inventory
HPP/365
= Account Receivable
Sales/365
= Account Payable
HPP/365

3.3.2.4. Cash Flow (X3)


Cash flow merupakan jumlah kas yang masuk dan keluar selama suatu periode
akuntansi. Dalam Saddour (2006) untuk menguji hubungan antara cash flow dan
cash holding menggunakan rasio cash flow terhadap net assets. Cash flow
didefinisikan dengan net operasional income ditambah dengan depreciation.
CASH FLOW =

INCOME AFTER TAX + DEPRECIATION


TOTAL ASSETS CASH&CASH EQUIVALENT

3.3.2.5. Capital Expenditure (X4)


Capital expenditure adalah segala bentuk pengeluaran yang dialokasikan pada
penambahan, perbaikan atau peningkatan kualitas aktiva yang menghasilkan
manfaat jangka panjang. Capital expenditure diukur dengan membagi selisih
jumlah aset tetap tahun sekarang dikurang dengan tahun sebelumnya dengan total
aset tahun sekarang (Jinkar. 2013) :
CAPITAL EXPENDITURE = FIXED ASSETSt FIXED ASSETSt-1
TOTAL ASSETSt
33

3.3.2.6. Short Term Debt (X5)


Short term debt adalah kewajiban atau utang yang memiliki jangka waktu
pelunasannya singkat atau kurang dari satu periode akuntansi. Karena memiliki
jangka waktu yang pendek maka perusahaan mengusahakan pembayaran
kewajiban tersebut dengan menggunakan aset lancar atau kas (Weygandt, et al.,
2010:4). Dengan begitu semakin banyak kewajiban jangka pendek perusahaan
maka semakin banyak juga cash holding perusahaan. Banyak atau sedikitnya
short term debt dihitung dengan menggunakan logaritma natural dari total short
term debt.
SHORT TERM DEBT = Ln TOTAL SHORT TERM DEBT

3.4.

Teknik Pengumpulan Data


Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan melalui dua teknik. Pertama,

studi kepustakaan yaitu data diperoleh dengan mencari dan mempelajari bukubuku, literatur, jurnal-jurnal penelitian, skripsi, tesis dan penelusuran internet yang
berkaitan dengan masalah yang sedang diteliti. Kedua, teknik pengumpulan data
dari basis data yang diperoleh melalui internet dengan mengunduh atau download
data yang dibutuhkan melaui website www.idx.co.id berupa laporan keuangan
yang sudah diaudit.

3.5.

Teknik Analisis Data

34

Teknik analisis data yang digunakan pada penelitian ini adalah analisis regresi
linier sederhana. Analisis regresi linear sederhana digunakan untuk menguji
pengaruh masing-masing variabel independen, dalam penelitian ini net working
capital, cash conversion cycle, cash flow, capital expenditure dan short term debt
terhadap variabel dependen cash holding pada perusahaan manufaktur yang
terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Sebelum dilakukan analisis regresi linear
sederhana, terlebih dahulu akan dilakukan uji statistik deskriptif dan uji asumsi
klasik. Berikut ini penjelasan terperinci mengenai teknik analisis data dalam
penelitian ini :
3.5.1. Uji Statistik Deskriptif
Ghozali (2012) menyatakan bahwa statistik deskriptif memberikan gambaran
atau deskripsi suatu data yang dilihat dari nilai rata-rata (mean), maksimum,
minimum dan standar deviasi dari variabel-variabel yang diteliti.

3.5.2 Uji Asumsi Klasik


Uji asumsi klasik dilakukan untuk memastikan bahwa sampel yang diteliti
terhindar dari gangguan normalitas, multikolonieritas, autokorelasi, dan
heteroskedastisitas.

3.5.2.1 Uji Normalitas


Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel
pengganggu atau residual memiliki distribusi normal (Ghozali, 2012). Model
regresi yang baik ketika memiliki nilai residual yang terdistribusi normal atau

35

mendekati normal. Dalam penelitian ini, untuk menguji normalitas data dilakukan
melalui pendekatan grafik plot dan pendekatan uji statistik non-parametrik onesample Kolmogorov-Smirnov. Adapun dasar pengambilan keputusannya :
a. Dengan pendekatan grafik plot, apabila plot (data) tersebar mengikuti
sepanjang garis diagonal, maka data tersebut terdistribusi normal.
b. Dengan

pendekatan

uji

statistik

non-parametrik

one-sample

Kolmogorov-Smirnov, jika nilai Asymp.sig menunjukkan nilai diatas


0,05 maka data terdistribusi normal.

3.5.2.2. Uji Multikolinearitas


Uji multikolinearitas bertujuan untk menguji apakah model regresi ditemukan
adanya korelasi antar variabel independen (Ghozali, 2012). Model regresi yang
baik seharusnya tidak terjadi korelasi di antara variabel independen. Jika variabel
independen saling berkorelasi, maka variabel-variabel ini tidak ortogonal (variabel
independen yang nilai korelasi antar sesama variabel independen sama dengan
nol).
Dalam mendeteksi ada atau tidaknya multikolonieritas di dalam model regresi
dapat dilihat dari nilai tolerance dan variance inflation factor (VIF). Kedua
ukuran ini menunjukkan setiap variabel independen manakah yang dijelaskan oleh
variabel independen lainnya. Tolerance mengukur variabilitas variabel independen
yang dipilih yang tidak dijelaskan oleh variabel independen lainnya. Jadi nilai
tolerance yang rendah sama dengan nilai VIF tinggi. Nilai cutoff yang umum

36

dipakai untuk menunjukkan adanya mutikolonieritas adalah nilai tolerance 0,10


atau sama dengan nilai VIF 10 (Ghozali, 2012).
3.5.2.3 Uji Autokorelasi
Uji autokorelasi bertujuan menguji apakah dalam model regresi linear ada
korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan
pengganggu pada periode t-1 (Ghozali, 2012). Dalam penelitian ini, uji
autokorelasi dilakukan dengan menggunakan uji Durbin Waston (DW test).
Untuk pengambilan keputusan ada tidaknya autokorelasi disesuaikan dengan tabel
keputusan hipotesis sebagai berikut:
Tabel 3.1
Uji Autokorelasi
HIPOTESIS NOL
KEPUTUSAN
Tidak ada autokorelasi positif
Tolak
Tidak ada autokorelasi positif
No decision
Tidak ada korelasi negatif
Tidak ada korelasi negatif
Tidak ada autokorelasi, positif atau
negatif

JIKA
0 < d < dl
dl d du

Tolak

4 dl < d < 4

No decision
Tidak ditolak

4 du d 4 dl
du < d < 4 du

3.5.2.4 Uji Heteroskedastisitas


Uji heteroskedastisitas bertujuan menguji apakah dalam model regresi terjadi
ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain
(Ghozali, 2012). Jika variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain
tetap, maka disebut homoskedastisitas dan jika berbeda disebut heteroskedatisitas.
Model regresi yang baik adalah yang homoskedastisitas atau tidak terjadi
heteroskedastisitas. Dalam penelitian ini, cara untuk mendeteksi ada atau tidaknya

37

heteroskedasitas melalui uji gletser dan dengan melihat sebaran titik pada
scatterplot.

3.5.3

Analisis Regresi Linier Berganda


Analisis regresi digunakan untuk mengukur kekuatan hubungan antara dua

variabel atau lebih. Analisis ini juga dapat menunjukkan arah hubungan antara
variabel dependen dan variabel independen (Ghozali, 2013). Dalam penelitian ini,
analisis regresi linear berganda digunakan untuk mengetahui ada tidaknya
pengaruh net working capital, cash conversion cycle, cash flow, capital
expenditure dan short term debt terhadap cash holding perusahaan food and
beverages. Persamaan regresi yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
CH = +1NWC + 2CCC + 3CF + 4CAPEX +5STD +
Di mana:
CH

: Cash holding

: Kostanta

12345

: Koefisien regresi X12345

NWC

: Net Working Capital

CCC

: Cash Conversion Cycle

CF

: Cash Flow

CAPEX : Capital Expenditure


STD

: Short Term Debt

: Error

38

3.5.4.

Koefisien Determinasi
Menurut Ghozali (2012), koefisien determinasi (R2) merupakan alat ukur

seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel dependen.


Nilai R2 yang kecil berarti kemampuan variabel-variabel independen dalam
menjelaskan variasi variabel dependen amat terbatas. Nilai yang mendekati satu
berarti variabel-variabel independen memberikan hampir semua informasi yang
dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel dependen. Banyak peneliti yang
menganjurkan untuk menggunakan nilai adjusted R2 pada saat mengevaluasi
mana model regresi terbaik dikarenakan angka R2 yang terus meningkat ketika
ditambahkan satu atau lebih variabel independen ke dalam model baik variabel
independen tambahan tersebut berpengaruh secara signifikan terhadap variabel
dependen maupun tidak signifikan.

3.5.5

Pengujian Hipotesis

3.5.5.1 Uji Signifikansi Parsial (Uji Statistik T)


Uji statistik t menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel independen
secara individual dalam menerangkan variasi variabel dependen (Ghozali, 2012).
Hipotesis nol (Ho) yang akan diuji adalah apakah suatu parameter (bi) sama
dengan nol, atau:
Ho : i = 0
Artinya, apakah suatu variabel independen bukan merupakan penjelas yang
signifikan terhadap variabel dependen. Hipotesis alternatifnya (Ha) parameter
suatu variabel tidak sama dengan nol, atau:

39

Ha : i 0
Artinya, variabel independen tersebut merupakan penjelas yang signifikan
terhadap variabel dependen. Untuk menguji hipotesis menggunakan uji statistik t,
dilakukan dengan cara membandingkan nilai statistik t dengan titik kritis menurut
tabel. Kriteria pengambilan keputusannya sebagai berikut :
1. Apabila t hitung > t tabel untuk = 5%, maka Ho ditolak dan menerima
Ha. Artinya, suatu variabel independen berpengaruh terhadap variabel
dependen.
2. Apabila t hitung < t tabel untuk = 5%, maka Ho diterima dan menolak
Ha. Artinya, suatu variabel independen tidak berpengaruh terhadap
variabel dependen.

3.5.5.2. Uji Signifikansi Simultan (Uji Statistik F)


Uji statistik F menunjukkan apakah semua variabel independen atau bebas
yang dimasukkan dalam model mempunyai pengaruh secara bersama-sama
terhadap variabel dependen atau terikat (Ghozali, 2012). Uji statistik F ini
dilakukan untuk menunjukkan apakah net working capital, cash conversion cycle,
cash flow, capital expenditure dan short term debt simultan berpengaruh terhadap
cash holding. Uji F dapat dilakukan dengan mengamati nilai signifikansi F.
Apabila tingkat signifikan dari F hitung < tingkat signifikansi yang ditentukan (
= 0,05), maka Ho ditolak dan Ha diterima.
Hipotesis nol (Ho) hendak menguji sebagai berikut :

40

Ho = X1, X2, X3, X4, X5 = 0

net working capital, cash conversion cycle, cash


flow, capital expenditure dan short term debt
tidak memiliki pengaruh secara simultan terhadap
cash holding.

Ha = X1, X2, X3, X4, X5 0

net working capital, cash conversion cycle, cash


flow, capital expenditure dan short term debt
memiliki pengaruh secara simultan terhadap cash
holding.

41

Anda mungkin juga menyukai