PBL Mudit
PBL Mudit
Anastasia Mudita
Mahasiswa Fakultas Kedokteran UKRIDA
10.2013.366
E-mail: muditalinanda@gmail.com
Pendahuluan
Ledakan dapat menyebabkan kerusakan multisistem serta menyebabkan cedera yang
mengancam hidup terhadap satu atau beberapa korban secara bersamaan. Ledakan dapat
menghasilkan pola luka klasik dari mekanisme tumpul dan penetrasi ke beberapa sistem
organ, tetapi ledakan juga dapat mengakibatkan cedera pola unik untuk organ tertentu
termasuk paru-paru dan sistem saraf pusat. 1,2
Luka bakar adalah suatu bentuk kerusakan atau kehilangan jaringan yang disebabkan
kontak dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan kimia, listrik dan radiasi. Luka
bakar merupakan suatu jenis trauma dengan morbiditas dan mortalitas tinggi yang
memerlukan penatalaksanaan khusus sejak awal (fase syok) sampai fase lanjut.
Luka bakar dapat mengakibatkan masalah yang kompleks yang dapat meluas melebihi
kerusakan fisik yang terlihat dalam perawatan luka dan tehnik rehabilitasi yang lebih efektif
semuanya dapat meningkatkan rata-rata harapan hidup pada sejumlah klien dengan luka bakar
serius.
Di Amerika di laporkan sekitar 2 sampai 3 juta penderita setiap tahunnya dengan jumlah
kematian 5-6 ribu kematian pertahun, sedangkan di Indonesia belum ada laporan tertulis.
Rumah Sakit Cipto Mangun Kusumo Jakarta pada tahun 1998 di laporkan 107 kasus luka
bakar yang dirawat, dengan angka kematian 37,38% sedangkan di Rumah Sakit Dr. Sutomo
Surabaya pada tahun 2000 dirawat 106 kasus luka bakar, kematian 26,41% . Pada makalah ini
penulis akan menjelaskan lebih rinci tentang luka bakar dan penatalaksanaanya serta
dihubungkan dengan scenario.
Pembahasan
A. Anamnesis
Anamnesis yang dilakukan pada pasien luka bakar adalah anamnesis singkat dikarenakan
luka bakar merupakan bagian dari kegawat daruratan biasanya anamnesis dilakuakan secara
auto dan alloanamnesis. Anamnesis yang sering ditanyakan adalah, berat badan pasien, umur,
sudah berapa lama setelah terapar ledakan, terkena ledakan apa, seberapa besar ledakan,
penanganan apa yang sudah dilakukan dan lain lain seperti keluhan utama, riwayat penyakit
1
sekarang, riwayat penyakit dahulu riwayat penyakit keluarga, riwayat pekerjaan, sosial,
ekonomi, dan kejiwaan, riwayat pemakaian obat.1,2
Pada kasus ini didapatkan hasil anamnesis : seorang perempuan berusia 30 tahun
mengalami luka bakar akibat terkena ledakan dari kompor gas di rumahnya sekitar 1 jam yang
lalu
B.
Pemeriksaan Fisik
1. Primary survey
A (Airway) Jalan nafas
Edema mukosa dapat terjadi pada pasien luka bakar atau trauma inhalasi,
obstruksi pada saluran napas atas (pharynx / larynx) dapat berkembang dengan cepat
terutama pada anak. Trauma inhalasi harus dicurigai pada siapa pun dengan luka
bakar dan diasumsikan sampai terbukti sebaliknya, pada siapa pun yang terbakar
dalam ruang tertutup. Inspeksi dari mulut dan pharynx harus dilakukan lebih awal,
dan intubasi endotracheal dilakukan jika perlu. Suara serak dan bunyi wheezing pada
ekspirasi adalah tanda-tanda edema saluran napas yang serius atau trauma inhalasi.
Produksi lendir berlebihan dan dahak karbon yaitu dahak bercampur flek hitam juga
tanda-tanda positif trauma inhalasi. Tingkat karboksihemoglobin harus didapatkan
dan peningkatan tingkat gejala atau keracunan karbon monoksida (CO) adalah
berdasarkan kemungkinan trauma inhalasi. Penurunan rasio dari tekanan oksigen
arteri (PaO2) dan persentase oksigen terinspirasi (FiO 2), adalah salah satu indikator
yang paling awal pasien telah menghirup asap. Bila pasien positif trauma inhalasi
sebaiknya pasien dirujuk ke rumah sakit yang mempunyai fasilitas pusat luka bakar
(burn centre) dengan dilakukan intubasi terlebih dahulu untuk memastikan jalan
nafas tetap terbuka.1-3
B (Breathing) Kemampuan bernafas
Jika jalan napas baik dan pasien dapat bernapas, pemberian oksigen dengan
sungkup atau nasal kanul mungkin dapat mencukupi. Tetapi jika pasien tidak dapat
bernapas akibat obstruksi jalan napas atas atau akibat penurunan kesadaran, dapat
diberikan intubasi endotrakeal. Trakeostomi emergensi harus dihindari kecuali jika
hal itu benar-benar dibutuhkan. Jika curiga terdapat trauma pada vertebra servikalis,
2
manipulasi jalan napas harus dilakukan dengan tetap meimobilisasi leher dan kepala
pada axis tubuh sampai vertebra servikal terevaluasi sepenuhnya.
C (Circulation)
Sirkulasi perifer yang adekuat harus ditemukan dengan cepat setelah terjadinya
luka bakar dengan meraba pulsasi di perifer. Semua pakaian pasien harus dilepaskan.
Cincin, jam dan perhiasan harus dilepaskan pada anggota tubuh yang mengalami
cedera, konstriksi pada bagian yang bengkak akibat jeratan perhiasan dapat
mengakibatkan iskemia di bagian distal. Pada luka bakar, permeabilitas pembuluh
darah meningkat, sehingga terjadi perpindahan cairan dari pembuluh darah ke
jaringan intersitial, akibatnya daat menimbulkan syok hipovolemik. Semakin luas
area luka bakar, semakin berat syok hipovolemik yang terjadi. Resusitasi cairan harus
diberikan secepatnya. 2-4
2. Secondary survey
Kepala
Wajah
: dakah luka bakar di wajah bagian depan dan kiri dan kanan
Rambut
: adakah terbakar
Mata
THT
Paru
Jantung
Selanjutnya untuk mengetahui apakah kondisi luka bakar pasien berpotensi menimbulkan
syok atau tidak maka perlu kita lakukan beberapa pemeriksaan penunjang antara lain darah
lengkap, rotgent dada, elektrolit, dan analisis gas darah.5
Pemeriksaan darah lengkap dilakukan dengan cara memeriksa Hb, dan Ht tiap
8 jam pada 2 hari pertama dan tiap 2 hari pada 10 hari berikutnya. Pemeriksaan
ini bertujuan untuk mengetahui apakah pasien mengalami hemokonsentrasi
atau tidak pada darahnya akibat hilangnya cairan pada tubuh, hal ini ditandai
dengan meningkatnya nilai Hb 12-16 g/dl dan Ht 35-45%.
Pemeriksaan rotgent dada dilakukan bila kita curiga pasien mengalami trauma
inhalasi atau tidak, biasanya dapat kita temukan tekanan yang terlalu kuat pada
dada, usaha kanulasi pada vena sentralis, dan fraktur iga, kondisi ini berpotensi
untuk menimbulkan pneumothoraks dan hemotoraks.
Pemeriksaan elektrolit juga dapat dilakukan untuk mengetahui apakah kondisi
luka bakar dapat menyebabkan penurununan atau peningkatan dari kadar
elektrolit, pemeriksaan ini dapat dilakukan tiap hari pada minggu pertama.
Selain itu konsetrasi gas darah dan karboksi hemoglobin juga perlu segera
diukur oleh karena pemberian oksigen dapat menutupi keracunan CO yang
dialami penderita, adapun data yang diperoleh dari analisis gas darah PaCO2
>50 mmHg, PaO2 <50mmHg, serta satu rasi oksigen <90%.
D. Diagnosis
Diagnosis dari luka bakar dapat diambil dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang, selain itu diagnosis pembagian deraja juga diperlukan agar
penanganannya tepat dan cepat. Kedalaman kerusakan jaringan akibat luka bakar tergantung
pada derajat panas sumber, penyebab dan lamanya kontak dengan tubuh penderita.5
Luka bakar adalah luka yang disebabkan oleh pengalihan energi dari
suatu
sumber
panas
pada
tubuh,
panas
dapat
dipindahkan
oleh
Luka bakar derajat II yang mengenai bagian reticular dermis (deep partial
thickness) tampak lebih pucat, tetapi masih terasa nyeri jika di tusuk dengan jarum
(pin prick test). Luka bakar ini sembuh dalam 14-35 hari dengan reepitelisasi dari
folikel rambut, dan keratinosit kelenjar keringat, seringkali parut berat muncul sebagai
akibat dari hilangnya dermis.1,2,4
9%
Lengan
18 %
Badan Depan
18 %
Badan Belakang
18 %
Tungkai
Genitalia/perineu
36 %
1%
Total
100 %
Luka bakar mengenai tangan, wajah, telinga, mata, kaki dan genitalia/perineum.
Pada kasus didapatakan luka bakar pada wajah, leher, dada, dan kedua lengan atasnya.
Luas luka bakar berdasarkan rule of nine didapatkan
-
Dada : 9%
Total : 36%
Dilihat dari bagian terkenanya luka bakar dan luas luka bakar maka pada kasus ini pasien
terkena luka bakar berat
E. Epidemiologi
Sekitar dua juta orang menderita luka bakar di Amerika Serikat, tiap tahun, di mana
100.000 penderita dirawat di rumah sakit dan 20.000 penderita yang perlu dirawat dalam
pusat-pusat perawatan luka bakar. Dewasa ini, penderita luka bakar lebih dari 50% daerah
permukaan tubuh memiliki cukup kemungkinan untuk bertahan hidup bila dirawat dengan
tepat. Insiden puncak luka bakar pada dewasa muda yaitu pada umur 20-29 tahun, diikuti oleh
anak umur 9 tahun ke bawah. Luka bakar jarang terjadi pada umur 80 tahun ke atas.
Sekitar 80% luka bakar terjadi di rumah. Penyebab luka bakar tersering pada anak di
bawah usia 3 tahun yaitu kecelakaan jatuh pada kepala. Sedangkan pada usia 3-14 tahun,
penyebab tersering ialah nyala api yang membakar baju. Dari umur ini sampai 60 tahun, luka
bakar tersering disebabkan kecelakaan industri. Setelah umur ini, luka bakar biasanya terjadi
karena kebakaran di rumah akibat rokok yang membakar tempat tidur atau berhubungan
dengan lupa mental.6
F. Etiologi
Luka bakar banyak disebabkan karena suatu hal, diantaranya adalah:
a. Luka bakar suhu tinggi (Thermal Burn): gas, cairan, bahan padat
terpapar
atau
kontak
dengan
objek-objek
panas
G.
Patogenesis
Pada luka bakar terjadi perubahan lokal berupa nekrosis koagulatif pada epidermis,
dermis dan jaringan di bawahnya, dengan kedalaman tergantung pada temperatur bahan dan
durasi pajanan.
Pada luka yang melibatkan sebagian tebal lapisan kulit (derajat 1 dan 2) bisertai rasa
nyeri, sedangkan derajat 3 biasanya rasa nyeri minimal atau tidak ada. 1 Berdasarkan
gambaran histologis, pada luka bakar terdapat tiga zona yaitu zona koagulasi, zona stasis,
dan zona hiperemia. Pada zona koagulasi terjadi nekrosis jaringan dan kerusakan yang
ireversibel. Zona stasis berada di sekitar zona koagulasi, dimana terjadi penurunan perfusi
jaringan dengan kerusakan dan kebocoran vaskuler. Pada zona hiperemia terjadi vasodilatasi
karena inflamasi, jaringannya masih viable dan proses penyembuhan berawal dari zona
ini.1,2,5
Inti dari permasalahan luka bakar adalah kerusakan endotel dan epitel akibat cedera
termis yang melepaskan mediator-mediator proinflamasi dan berkembang menjadi Systemic
Inflammatory Response Syndrome (SIRS), kondisi ini hampir selalu berlanjut dengan Multisystem Organ Dysfunction Syndrome (MODS). MODS terjadi karena gangguan perfusi
jaringan yang berkepanjangan akibat gangguan sirkulasi mikro. Berdasarkan konsep SIRS,
paradigma penatalaksanaan luka bakar fase akut berubah, semula berorientasi pada
gangguan sirkulasi makro menjadi berubah orientasi pada proses perbaikan perfusi (srkulasi
mikro) sebagai end-point dari prosedur resusitasi.6
Pelepasan sitokin dan mediator inflamasi lainnya di tempat terjadinya luka bakar
memiliki efek sistemik jika luka bakar mencapai 30% luas permukaan tubuh. Perubahanperubahan yang terjadi sebagai efek sistemik tersebut anatara lain berupa:5
-
vaskular yang
Gangguan metabolik, terjadi peningkatan basal metabolic rate hingga 3 kali lipat. Hal
ini, disertai dengan adanya hipoperfusi sphlancnic menyebabkan dibutuhkannya
pemberian makanan enteral secara agresif untuk menurunkan katabolisme dan
mempertahankan integritas saluran pencernaan.
Fase akut
: deteriorasi airway, breathing, circulation; berlangsung selama 048 jam (72 jam)
Fase subakut
Fase lanjut
Masalah yang timbul pada luka bakar fase akut terutama berkaitan dengan gangguan
jalan napas (cedera inhalasi), gengguan mekanisme bernapas dan gangguan sirkulasi. Ketiga
hal tersebut menyebabkan gangguan perfusi jaringan yang dapat menyebabkan kematian.6
Cedera inhalasi merupakan gangguan mukosa saluran napas akibat kontak dengan
sumber termis, toxic fumes, dan zat toksik lainnya. Dugaan kuat mengenai adanya cedera
inhalasi bila dijumpai riwayat luka bakar yang disebabkan api, terperangkap di ruang
tertutup, luka bakar pada wajah dan leher, bulu hidung terbakar, sputum dan air liur
mengandung karbon.2 Kerusakan mukosa dapat pula disebabkan oleh minyak panas, air
panas, bahan kimia yang mengenai muka, leher, dada bagian atas. Pada cedera inhalasi
terjadi edema mukosa dari orofaring dan laring hingga membran alveoli. Hal ini dapat
menyebabkan obstruksi yang ditandai dengan stridor, suara serak, sulit bernapas, gelisah.
Bronkospasme dapat terjadi bila reaksi inflamasi melibatkan otot polos bronkus.6,7
Gangguan mekanisme bernapas pada luka bakar dapat terjadi pada pasien dengan eskar
melingkar di dada yang menyebabkan gangguan proses ekspansi rongga toraks sehingga
compliance paru berkurang.2,6
Gangguan sirkulasi pada luka bakar terjadi melalui mekanisme perubahan integritas
membran mikrovaskuler, perubahan hukum Starling, gangguan perfusi (syok seluler), dan
evaporative heat loss. Setelah cedera termis, terjadi pelepasan histamin diikuti pelepasan
histmain dan aktivasi komplemen yang menyebabkan perlekatan leukosit PMN dengan
endotel. Endotel inflamatif akan melepaskan radikal bebas yang diikuti oleh peroksidasi lipid
yang mengaktivasi asam arakidonat. Hal ini menyebabkan aktivasi kaskade koagulasi dan
pelepasan sitokin (IL1, IL6, TNFa). Proses inflamasi mengakibatkan perubahan morfologi
endotel dan peningkatan permeabilitas kapiler. Peningkatan permeabilitas kapiler ini
mengakibatkan perpindahan cairan dari intravaskuler ke ruang interstisium.6
Gangguan perfusi merupakan penyebab hipoksemia. Kerusakan organ yang terjadi
sangat tergantung pada waktu karena tiap organ memiliki batas toleransi tertentu untuk
kondisi hipoksia. Sel-sel glia memiliki waktu 4 menit, sel-sel tubulus ginjal memiliki waktu
iskemik 8 jam, sel otot polos 4 jam, otot lurik 8-10 jam.6
10
H. Penatalaksanaan
Prehospital
Hal pertama yang harus dilakukan jika menemuikan pasien luka bakar di tempat kejadian
adalah menghentikan proses kebakaran. Maksudnya adalah membebaskan pasien dari pajanan
atau sumber dengan memperhatikan keselamatan diri sendiri. Kemudian lepaskan semua
bahan yang dapat menahan panas (pakaian, perhiasan, logam), hal ini untuk mencegah luka
yang semakin dalam karena tubuh masih terpajan dengan sumber. Bahan yang meleleh dan
menempel pada kulit tidak boleh dilepaskan.8 Air suhu kamar dapat disiramkan ke atas luka
dalam waktu 15 menit sejak kejadian, namun air dingin tidak boleh diberikan untuk mencegah
terjadinya hipotermia dan vasokonstriksi.9
Resusitasi jalan napas
Resusitasi jalan napas bertujuan untuk mengupayakan suplai oksigen yang adekuat. Pada
luka bakar dengan kecurigaan cedera inhalasi, tindakan intubasi dikerjakan sebelum edema
mukosa menimbulkan manifestasi obstruksi.3,9 Sebelum dilakukan intubasi, oksigen 100%
diberikan menggunakan face mask.2 Intubasi bertujuan untuk mempertahankan patensi jalan
napas, fasilitas pemeliharaan jalan napas (penghisapan sekret) dan bronchoalveolar lavage.
Krikotiroidotomi masih menjadi diperdebatkan karena dianggap terlalu agresif dan
morbiditasnya lebih besar dibandingkan intubasi. Krikotiroidotomi dilakukan pada kasus yang
diperkirakan akan lama menggunakan endotracheal tube (ETT) yaitu lebih dari 2 minggu
pada luka bakar luas yang disertai cedera inhalasi.6 Kemudian dilakukan pemberian oksigen
2-4 L/menit melalui pipa endotrakeal. Terapi inhalasi mengupayakan suasana udara yang
lebih baik di saluran napas dengan cara uap air menurunkan suhu yang menigkat pada proses
inflamasi dan mencairkan sekret yang kental sehingga lebih mudah dikeluarkan. Terapi
inhalasi dengan Ringer Laktat hasilnya lebih baik dibandingkan NaCl 0,9%.6 Dapat juga
diberikan bronkodilator bila terjadi bronkokonstriksi seperti pada cedera inhalasi yang
disebabkan oleh bahan kimiawi dan listrik. 10 Pada cedera inhalasi perlu dilakukan pemantauan
gejala dan tanda distres pernapasan. Gejala dan tanda berupa sesak, gelisah, takipnea,
pernapasan dangkal, bekerjanya otot-otot bantu pernapasan, dan stridor. Pemeriksaan
penunjang yang perlu dilakukan adalah analisa gas darah serial dan foto toraks.10
Resusitasi cairan
11
Syok pada luka bakar umum terjadi dan merupakan faktor utama berkembangnya SIRS
dan MODS.6 Tujuan resusitasi cairan pada syok luka bakar adalah:
Preservasi perfusi yang adekuat dan seimbang di seluruh pembuluh vaskuler regional
hipertonik
dapat
meningkatkan
volume
intravaskuler
2,5
kali
dan
dan 10% dalam larutan fisiologik. T1/2 dalam plasma selama 5 hari, tidak bersifat toksik,
memiliki efek samping koagulopati namun umumnya tidak menyebabkan masalah klinis. 6
HES dapat memperbaiki permeabilitas kapiler dengan cara menutup celah interseluler pada
lapisan endotel sehingga menghentikan kebocoran cairan, elektrolit dan protein. Penelitian
terakhir mengemukakan bahwa HES memiliki efek antiinflamasi dengan menurunkan lipid
protein complex yang dihasilkan oleh endotel, hal ini diikuti oleh perbaikan permeabilitas
kapiler. Efek antiinflamasi ini diharapkan dapat mencegah terjadiinya SIRS.6
Dasar pemilihan cairan
Beberapa faktor yang harus diperhatikan dalam pemilihan cairan adalah efek
hemodinamik, distribusi cairan dihubungkan dengan permeabilitas kapiler, oxygen carrier,
pH buffering, efek hemostasis, modulasi respon inflamasi, faktor keamanan, eliminasi, praktis
dan efisiensi.6,8 Jenis cairan terbaik untuk resusitasi dalam berbagai kondisi klinis masih
menjadi perdebatan terus diteliti. Sebagian orang berpendapat kristaloid adalah cairan yang
paling aman digunakan untuk tujuan resusitasi awal pada kondisi klinis tertentu. Sebagian
berpendapat koloid bermanfaat untuk entitas klinik lain. Hal ini dihubungkan dengan
karakteristik masing-masing cairan yang memiliki kelebihan dan kekurangan, sehingga sulit
untuk mengambil keputusan untuk diterapkan secara umum sebagai protokol. 6 Pada kasus
luka bakar, terjadi kehilangan cairan di kompartemen interstisial secara masif dan bermakna
sehingga dalam 24 jam pertama resusitasi dilakukan dengan pemberian cairan kristaloid.6
Penentuan jumlah cairan
Untuk melakukan resusitasi dengan cairan kristaloid dibutuhkan tiga sampai empat kali
jumlah defisit intravaskuler. 1L cairan kristaloid akan meningkatkan volume intravaskuler
300ml. Kristaloid hanya sedikit meningkatkan cardiac outout dan memperbaiki transpor
oksigen.6
Penatalaksanaan dalam 24 jam pertama
Resusitasi syok menggunakan Ringer laktat atau Ringer asetat, menggunakan
beberapa jalur intravena. Pemberian cairan pada syok atau kasus luka bakar >25-30% atau
dijumpai keterlambatan >2jam. Dalam <4 jam pertama diberikan cairan kristaloid sebanyak
3[25%(70%x BBkg)] ml. 70% adalah volume total cairan tubuh, sedangkan 25% dari jumlah
minimal kehilangan cairan tubuh yang dapat menimbulkan gejala klinik sindrom syok.3
13
Pada resusitasi cairan tanpa adanya syok atau kasus luka bakar luas <25-30%, tanpa
atau dijumpai keterlambatan <2jam. Kebutuhan dihitung berdasarkan rumus Baxter: 3-4
ml/kgBB/ % luas LB.3
Metode Parkland merupakan metode resusitasi yang paling umum digunakan pada
kasus luka bakar, menggunakan cairan kristaloid. Metode ini mengacu pada waktu iskemik sel
tubulus ginjal < 8 jam sehingga lebih tepat diterapkan pada kasus luka bakar yang tidak
terlalu luas dan tanpa keterlambatan.2,3,4
Pemberian cairan menurut formula Parkland adalah sebagai berikut:
Pada 24 jam pertama : separuh jumlah cairan diberikan dalam 8 jam pertama, sisanya
diberikan dalam 16 jam berikutnya. Pada bayi, anak, dan orang tua, kebutuhan cairan
adalah 4 ml. Bila dijumpai cedera inhalasi maka kebutuhan cairan 4ml ditambah 1%
dari kebutuhan. Bila dijumpai hipertermia, kebutuhan cairan ditambah 1% dari
kebutuhan.
Pemantauan untuk menilai sirkulasi sentral melalui tekanan vena sentral (minimal 612cmH2O) dan sirkulasi perifer (sirkulasi renal). Jumlah produksi urin melalui kateter,
saat resusitasi (0,5-1ml/kgBB/jam) dan hari1-2 (1-2 ml/kgBB/jam). Jika produksi urin
<0,5ml/kgBB/jam maka jumlah cairan ditingkatkan 50% dari jam sebelumnya. Jika
produksi urin >1ml/kgBB/jam maka jumlah cairan dikurangi 25% dari jam
sebelumnya.
Pemeriksaan fungsi renal (ureum, kreatinin) dan urinalisis (berat jenis dan sedimen)
Pemberian cairan yang mengandung glukosa dan dibagi rata dalam 24 jam. Jenis
cairan yang dapat diberikan adalah Glukosa 5% atau 10% 1500-2000ml. Batasi Ringer
laktat karena dapat memperberat edema interstisial.
14
Pemantauan sirkulasi dengan menilai tekanan vena pusat dan jumlah produksi urin (12ml.kgBB/jam). Jika jumlah cairan sudah mencukupi namun produksi urin
<1-2ml/kgBB/jam, berikan vasoaktif sampai 5mg/kgBB.
Perawatan luka
Perawatan luka dilakukan setelah tindakan resusitasi jalan napas, mekanisme bernapas
dan resusitasi cairan dilakuakan. Tindakan meliputi debridement, nekrotomi dan pencucian
luka. Tujuan perawatan luka adalah mencegah degradasi luka dan mengupayakan proses
epitelisasi.10 Untuk bullae ukuran kecil tindakannya konservatif sedangkan untuk ukuran
besar (>5cm) dipecahkan tanpa membuang lapis epidermis di atasnya. Untuk eskar yang
melingkar dan mengganggu aliran atau perfusi dilakukan eskarotomi. Pencucian luka
dilakukan dengan memandikan pasien dengan air hangat mengalir dan sabun mandi bayi. Lalu
luka dibalut dengan kasa lembab steril dengan atau tanpa krim pelembab. Perawatan luka
tertutup dengan oclusive dressing untuk mencegah penguapan berlebihan. Penggunaan tulle
berfungsi sebagai penutup luka yang memfasilitasi drainage dan epitelisasi. Sedangkan krim
antibiotik diperlukan untuk mengatasi infeksi pada luka.10
Penggunaan antibiotik
Pemberian antibiotik pada kasus luka bakar bertujuan sebagai profilaksis infeksi dan
mengatasi infeksi yang sudah terjadi. Penggunaan antibiotik sebagai profilaksis masih
merupakan suatu kontroversi.4 Dalam 3-5 hari pertama populasi kuman yang sering dijumpai
adalah bakteri Gram positif non-patogen. Sedangkan hari 5-10 adalah bakteri Gram negatif
patogen. Dalam 1-3 hari pertama pasca cedera, luka masih dalam keadaan steril sehingga
tidak diperlukan antibiotik. Beberapa antibiotik topikal yang dapat digunakan adalah silver
sulfadiazin, povidone-iodine 10%, gentamicin sulfate, mupirocin, dan bacitracin/polymixin.2,10
Eksisi dan grafting
15
Luka bakar derajat dua dalam dan tiga tidak dapat mengalami penyembuhan spontan
tanpa autografting. Jika dibiarkan, jaringan yang sudah mati ini akan menjadi fokus inflamasi
dan infeksi. Eksisi dini dan grafting saat ini dilakukan oleh sebagian besar ahli bedah karena
memiliki lebih banyak keuntungan dibandingkan debridement serial.2 Setelah dilakukan
eksisi, luka harus ditutup, idealnya luka ditutup dengan kulit pasien sendiri. Pada luka bakar
seluas 20-30%, biasanya dapat dilakukan dalam satu kali operasi dengan penutupan oleh
autograft split-thickness yang diambil dari bagian tubuh pasien. Sebagian besar ahili bedah
melakukan eksisi pada minggu pertama, biasanya dalam satu kali operasi dapat dilakukan
eksisi seluas 20%. Eksisi tidak boleh melebihi kemampuan untuk menutup luka baik dengan
autograft, biologic dressing atau allograft.2
I. Komplikasi
Komplikasi pada luka bakar dibagi menjadi dua, yaitu komplikasi saat perawatan kritis
atau akut dan komplikasi yang berhubungan dengan eksisi dan grafting.1 Komplikasi yang
dapat terjadi pada masa akut adalah SIRS, sepsis dan MODS. Selain itu komplikasi pada
gastrointestinal juga dapat terjadi, yaitu atrofi mukosa, ulserasi dan perdarahan mukosa ,
motilitas usus menurun dan ileus. Pada ginjal dapat terjadi acute tubular necrosis karena
perfusi ke renal yang menurun. Skin graft loss merupakan komplikasi yang sering terjadi,
hal ini disebabkan oleh hematoma, infeksi dan robeknya graft. Pada fase lanjut suatu luka
bakar, dapat terjadi jaringan parut berupa jaringan parut hipertrofik, keloid dan kontraktur.11
J. Pencegahan
1. Waspada Rokok
2. Waspada Pada Penerang Api
3. Jauhkan Sumber Api dari Anak-Anak
4. Rawat Perangkat Listrik dan Perangkat Api
5. Siapkan Perangkat Pemadam Kebakaran Ringan
6. Melakukan Pembinaan dan Sosialisasi Kebakaran
7. Waspada Lingkungan Sekitar
16
K. Prognosis
Prognosis pada luka bakar tergantung dari derajat luka bakar, luas permukaan badan
yang terkena luka bakar, adanya komplikasi seperti infeksi, dan kecepatan pengobatan
medikamentosa. Luka bakar minor dapat sembuh 5-10 hari tanpa adanya jaringan parut. Luka
bakar moderat dapat sembuh dalam 10-14 hari dan mungkin menimbulkan luka parut. Luka
bakar mayor membutuhkan lebih dari 14 hari untuk sembuh dan akan membentuk jaringan
parut. Jaringan parut akan membatasi gerakan dan fungsi. Dalam beberapa kasus,
pembedahan diperlukan untuk membuang jaringan parut.
Penutup
Luka bakar merupakan respon kulit dan jaringan subkutan terhadap trauma termal.
Luka bakar dapat diklasifikasikan secara klasik yaitu derajat 1, derajat 2, dan derajat 3.
Klasifikasi lain untuk luka bakar adalah luka bakar sebagian ketebalan kulit dan seluruh
ketebalan kulit. Prinsip penatalaksanaan utama bagi luka bakar yaitu penutupan lesi sesegera
mungkin, pencegahan infeksi, mengurangi rasa sakit, pencegahan trauma mekanik pada kulit
yang vital dan elemen di dalamnya, dan pembatasan pembentukan jaringan parut. Prognosis
luka bakar bervariasi, tergantung pada derajat luka bakar, luas permukaan tubuh yang terkena,
komplikasi yang menyertai, serta kecepatan penatalaksanaan pada pasien
Daftar Pustaka
1. Burns J, Phillips L. Burns. In: McCarthy J, Galiano R, Boutros S,editors. Current
therapy in plastic surgery. Philadelphia: Saunders Elsevier; 2006. p. 71-6.
2. Sabiston D. Buku saku ilmu bedah sabiston. Jakarta : EGC; 2007.h. 276-90.
3. Wolf S, Herndon D. Burns. In: Townsend CM, Beauchamp RD, Evers BM, Mattox
KL,editors. Sabiston textbook of surgery. Philadelphia: Saunders; 2006. p. 569-92.
4. Heimbach DM. Burns. In: Brunicardi FC, Andersen DK, Billiar TL, Dunn DL, Hunter
JG, Pollock RE. Schwartzs principles of surgery, 8th ed. McGraw-Hill; 2007.
5. Hettiaratchy S, Papini R. ABC of burns; initial management of major burn: IIassesment and resuscitation. BMJ 2006;329:101-3.
6. Hettiaratchy S, Dziewulski P. Pathophysiology and types of burns. BMJ
2006;328:14279.
17
7. Moenadjat Y. Resusitasi: dasar-dasar manajemen luka bakar fase akut. Jakarta: Komite
Medik Asosiasi Luka Bakar Indonesia; 2007. h.5-20, 54-60.
8. Ansermino M, Hemsley C. ABC of burns; intensive care management and control of
infection. BMJ 2006;329:2203.
9. Managing the ABCs in the burn patient. Diunduh dari www.burnsurgery.org diakses
pada tanggal 5 desember 2016
10. Hettiaratchy S, Papini R. ABC of burns; initial management of major burn: Ioverview. BMJ 2006;328:15557.
11. Moenadjat Y. Petunjuk praktis penatalaksanaan luka bakar. Jakarta: Komite medik
asosiasi luka bakar Indonesia; 2007. h.4-20, 30-41.
18