Anda di halaman 1dari 5

Bahan makalah PBL KLINEFELTER

Pemeriksaan Penunjang
1. Analisa Kromosom
Untuk mengetahui adanya kelainan pada kromosom maka dilakukan pemeriksaan kariotipe.
Kemudian dilakukan pengamatan terhadap jumlah kromosom dan struktur dari kromosom. Pada
kariotipe Sindrom Klinefelter akan ditemukan 47,XXY pada 75% penderitanya. 1-3
Pada masa prenatal dapat dilakukan pemeriksaan kariotipe melalui amnionsintesis, pemeriksaan
ini dilakukan jika mempunyai riwayat kelainan genetic pada keluarga dan jika usia ibu termasuk
dalam usia beresiko untuk terjadinya kelainan genetic (kehamilan pada usia tua). Amniosintesis
dapat dilalukan pada usia kehamilan 16-18 minggu dengan mengambil sedikit cairan amnion
untuk diperiksa. Kedua prosedur pemeriksaan tersebut mempunyai resiko terjadinya abortus. 1-3
Pemeriksaan biasanya menggunakan sampel darah, yaitu limfosit karena sel tersebut memiliki
inti. Dilihat pada fase profase awal atau metaphase awal..1
Gen reseptor androgen kuantitatif real-time PCR (AR-qPCR) teknik: Sebuah metode skrining
yang sederhana dan dapat diandalkan untuk diagnosis pasien dengan sindrom Klinefelter atau
kelainan kromosom lain yang melibatkan jumlah menyimpang dari X-kromosom. 1-2

2. Pemeriksaan hormon
Pada masa prepubertas kadar testosterone biasanya normal. Pada masa dewasa, baik kadar FSH
maupun LH biasanya meningkat, Peningkatan FSH dan LH menyebabkan hialinisasi dan fibrosis
dari tubulus seminiferus dimana tempat spermatozoon diproduksi. Hasilnya testis menjadi lebih
kecil dibanding normal. sedangkan kadar testosterone biasanya dibawah normal. Hal ini
disebabkan karena defisiensi faali testis serta tidak adanya mekanisme umpan balik inhibisi.1,3

3. Pemeriksaan Radiologi
Echocardiography dilakukan untuk menilai prolaps katup mitral.
Radiografi dilakukan untuk menilai kepadatan mineral tulang yang lebih rendah, synostosis
radioulnar, dan taurodontism.4
Dafpus :
1. Bickley L.S. Genitalia Pria dan Hernia. Dalam: Buku Saku Pemeriksaan Fisik & Riwayat
Kesehatan Bates Edisi ke-5. Jakarta : EGC. 2008.
2. Wahyono DJ. Analisis Kromosom pada Kelainan Bawaan dengan Analisis Sitogenetika.
Diunduh dari : http://bio.unsoed.ac.id/sites/default/files/Analisis%20Kromosom%20pada
%20Penyakit%20Kelainan%20Bawaan%20dengan%20Teknik%20Sitogenetika%20-.pdf

3. Ernawati. Sindrom Klinefelter. Surabaya. 2010. Diunduh dari :


http://elib.fk.uwks.ac.id/asset/archieve/jurnal/Vol1.no2.Juli2010/SINDROMA
%20KLINEFELTER.pdf

Working Diagnosis
Sindrom Klinefelter (SK) merupakan kelainan kromosom seks yang paling banyak terjadi,
disebabkan adanya kromosom X tambahan pada laki-laki (47,XXY).1 Orang-orang yang
dilahirkann dengan kondisi ini mengalami sedikitnya kelebihan satu kromosom X.2 Pasien akan
mengalami kegagalan perkembangan testis, dengan akibat hipogonadisme dan gangguan
spermatogenesis. Gejala klinis SK yang lain adalah gangguan perkembangan, bentuk tubuh
eunukoid, ginekomastia, volume testis yang kecil, dan peningkatan kadar hormon gonadotropin
(hipergonadotropisme). Penampilan anak laki-laki pasien SK hampir tidak berbeda dengan
mereka yang berkariotip normal, tanpa gejala klinis yang khas selama masa anak, sehingga
diagnosis baru dapat ditegakkan saat remaja atau dewasa muda. Kesulitan dan keterlambatan
dalam penegakkan diagnosis dapat menyebabkan hilangnya kesempatan tata laksana untuk
memperbaiki keadaan hipogonadisme, gangguan kognitif, dan faktor-faktor psikososial
Pendekatan diagnosis dapat dilakukan melalui analisis riwayat penyakit dan pemeriksaan fisis
yang teliti, dengan petunjuk penting adalah testis yang teraba lebih kecil dan keras, sedangkan
analisis kariotip dari darah perifer merupakan baku emas dalam menegakkan diagnosis.1,2
Dafpus :
1. Harmin S. T Bambang. Sindrom Klinefelter. 2009. Diunduh dari :
http://saripediatri.idai.or.id/pdfile/10-6-4.pdf
2. Ernawati. Sindrom Klinefelter. Surabaya. Diunduh dari :
http://elib.fk.uwks.ac.id/asset/archieve/jurnal/Vol1.no2.Juli2010/SINDROMA
%20KLINEFELTER.pdf

Differential Diagnosis
Hipogonadisme

Hipogonadisme pada pria adalah suatu kondisi yang hasil dari ketidakmampuan testis untuk
menghasilkan hormon seks testosteron, sperma atau keduanya. Sebagai bagian dari sistem
reproduksi mereka, laki-laki memiliki organ genital eksternal yang disebut testis. Jika testis
menghasilkan testosteron terlalu sedikit, maka baik pertumbuhan organ seksual atau fungsi
mereka terganggu. Hormon ini juga memainkan peran penting dalam pengembangan dan
pemeliharaan khas karakteristik fisik maskulin. 1,2

Hipogonadisme pada laki-laki terbagi atas dua, yaitu hipogonadisme primer dan sekunder.
Hipogonadisme primer yang juga dikenal sebagai kegagalan testis primer, berasal dari kelainan
di testis. Penyebab umum dari hipogonadisme primer termasuk sindrom Klinefelter, kelainan
bawaan dari seks kromosom X dan Y, kriptokismus ( undescended testis ), hemochromatosis,
akibat dari terlalu banyak zat besi dalam darah, cedera pada testis, operasi hernia sebelumnya,
pengobatan kanker dan proses penuaan. 2

Hipogonadisme sekunder disebabkan oleh gangguan pada kelenjar pituitari yang terhubung ke
otak dan berperan dalam mengontrol produksi hormon. Jika pesan kimiawi dari kelenjar pituitari
ke testis tidak dikirim, akan terjadi gangguan fungsi testis. Kondisi ini bisa terjadi akibat dari
cacat pada perkembangan kelenjar pituitari, penyakit radang tertentu, dan penggunaan obat-
obatan tertentu yang digunakan dalam pengobatan gangguan kejiwaan dan penyakit
gastroesophageal reflux. 2

Gejala :

Efek dari hipogonadisme terutama ditentukan oleh tahap kehidupan di mana ia terjadi. Jika
gonad menghasilkan terlalu sedikit hormon selama perkembangan awal janin, pertumbuhan atau
fungsi organ seks eksternal dan internal mungkin terganggu. Hal ini dapat menyebabkan kondisi
di mana jenis kelamin anak tidak jelas dengan pemeriksaan luar pada saat lahir. Selama pubertas,
gejala hipogonadisme memperlambat pertumbuhan dan mempengaruhi perkembangan normal.

Perubahan fisik dapat mencakup menurunnya perkembangan massa otot, kurangnya pendalaman
suara, gangguan dari pertumbuhan testis, penis dan rambut tubuh, serta terjadinya pembesaran
dari payudara ( ginekomastia ). Gejala umum lainnya termasuk fisikal yang tinggi dan proporsi
tubuh yang abnormal.

Pada orang dewasa, hipogonadisme dapat mengakibatkan disfungsi ereksi, ketidaksuburan,


penurunan pertumbuhan rambut tubuh dan janggut, peningkatan lemak tubuh, pengembangan
jaringan payudara dan penurunan ukuran atau ketegasan dari testis, otot dan massa tulang
(osteoporosis).

Dafpus dd :

1. Davey,Patrick. Hipogonadisme .At a Glance Medicine. Jakarta : Erlangga. 2005.


Hal : 282
2. Wilson,LM dkk. Gangguan Sistem Reproduksi laki-laki. Price,SW dan
Wilson,LM.Patofisiologi. Edisi 6, Volume 2. Jakarta: EGC. 2005. Hal : 1312

Etiologi

Pria dengan Sindrom Klinefelter memiliki chromosome X tambahan ditemukan di setiap sel dari
tubuh manusia. Mereka membawa bahan genetik yang menentukan semua karakteristik manusia,
termasuk warna rambut, warna mata, tinggi, dan gender. Secara total, setiap sel memiliki 23
pasang kromosom (atau total 46). 1-2

Dari 23 pasang kromosom, satu pasang adalah kromosom seks. Ini menentukan jenis kelamin
seseorang. Satu kromosom seks diwariskan dari ibu dan yang lainnya dari ayah.Wanita selalu
lulus pada kromosom X, tapi laki-laki dapat lulus di X atau kromosom Y.Susunan kromosom
laki-laki yang normal 46XY, tapi pria dengan Sindrom Klinefelter memiliki 47XXY. Kromosom
X tambahan dapat berasal dari salah satu orangtua. Berhubungan dengan nondisjunction dari
paternal meiosis (55%), maternal meosis I (34%), dan maternal meosis II (9%). 1-2

1. Suryo. Genetika Manusia. Cetakan ke-7. Yogyakarta : Gadjah Manda University


Press. 2003. Hal 251 – 254
2. Clarke. Klinefelter. Dalam: Genetika Manusia dan Kedokteran. Edisi Ke-3.
Jakarta : EGC. 2005.
Komplikasi1-3

 Resiko terkena tumor sel germinal ekstratestikular dan resiko kemungkinan terkena
kanker payudara mendekati 20 kali dibanding pria sehat
 Komplikasi psikologis
 Kolaps tulang belakang karena osteoporosis
 Resiko peningkatan thrombosis vena
 Penyakit endokrin seperti : Diabetes Mellitus, hipotiroidisme
 Penyakit serebrovaskuler : Katup aorta
 Pelebaran pembuluh darah pada kaki (varises)

Dafpus :
1. Harold Chen. Klinefelter Syndrome. Edisi July 2011. Tersedia pada URL
http://emedicine.medscape.com/article/945649-overview
2. MayoClinic Staff. Klinefelter Syndrome. Edisi October 2010. Tersedia pada URL
http://www.mayoclinic.com/health/klinefelter-syndrome/DS01057.
3. Ernawati. Sindrom Klinefelter. Surabaya. Diunduh dari :
http://elib.fk.uwks.ac.id/asset/archieve/jurnal/Vol1.no2.Juli2010/SINDROMA
%20KLINEFELTER.pdf

Anda mungkin juga menyukai