Anda di halaman 1dari 18

Sindrom Klinefelter dan Penatalaksanaannya

Oleh:
David Christian Ronaldtho (102012210)
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Terusan Arjuna No.6 Kebon Jeruk, Jakarta Barat. Telp. 021-56942061
Email : drdavidchristian@gmail.com

Pendahuluan
Perkembangan seorang manusia dimulai dengan pembuahan. Dalam persiapan untuk
pembuahan, baik sel benih pria maupun wanita tersebut mengalami sejumlah perubahan yang
melibatkan kromosom maupun sitoplasma. Kelainan kromosom bisa merupakan kelainan jumlah
atau kelainan susunan dan merupakan penyebab penting malformasi kongenital dan abortus
spontan.1 Kelainan jumlah atau kelainan susunan ini terjadi karena kesalahan yang terjadi pada
meiosis selama pembetukan gamet.Selama meiosis atau mitosis, kegagalan, pasangan kromosm
untuk memisahkan diri dengan benar akan mengakibatkan nondisjunction. Aneuploidi adalah
perubahan jumlah kromosom yang terjadi akibat nondisjunction. Suatu sel mungkin memiliki
satu (monosomi) atau tiga (trisomi). Salah satu contoh sindrom yang terjadi akibat kelainan
jumlah kromosom ini adalah sindrom Klinefelter.2
Pada makalah ini akan membahas pengertian sindrom klinefelter, gejala-gejala yang
timbul dan pemeriksaan-pemeriksaan yang dilakukan untuk menentukan sindrom klinefelter,
serta cara penanganan dan pencegahannya.
Pembahasan
Anamnesis
Anamnesis merupakan hal yang penting dilakukan sebelum menentukan suatu diagnosis.
Selain menanyakan identitas pasien yaitu nama, umur, alamat serta pekerjaannya, adapun hal-hal
yang penting ditanyakan adalah:2
Riwayat Kehamilan
Riwayat kehamilan dan kelahiran dapat menggali berbagai faktor risiko multiple yang
terkait dengan dismorfologi. Bayi-bayi kecil usia kehamilan mungkin memiliki anomali
kromosom atau terpapar terhadap teratogen. Bayi-bayi besar usia kehamilan mungkin memiliki
ibu diabetes atau mengalami sindrom pertumbuhan berlebihan. Selain itu dalam riwayat
1 | Page

kehamilan perlu ditanyakan usia ibu. Karena kehamilan pada ibu usia lanjut dikaitkan dengan
peningkatan risiko nondisjunction yang menyebabkan trisomi. Usia ayah yang lanjut mungkin
terkait dengan peningkatan risiko mutase baru yang menyebabkan pembawa sifat autosomal
dominan. 2
Riwayat Keluarga
Pada riwayat keluarganya penting juga ditanyakan untuk mengetahui dalam keluarganya
bila ada yang menderita gejala yang sama. Perlu disusun suatu pedigree untuk mencari
abnormalitas baik yang serupa maupun tidak serupa pada kerabat derajat satu atau dua.
Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan
Pada penderita yang dicurigai mengidap sindrom Klinefelter, perlu ditanyakan sejak
kapan penderita mulai mengalami keluhan, pada waktu lahir bagaimana apakah ada kelainan
yang terjadi. Selain itu penting juga menanyakan tentang perkembangan intelektualnya, apakah
penderita sering tidak focus saat pelajaran, mengalami depresi atau tidak, atau melakukan hal-hal
yang menunjukan adanya retardasi mental.2
Pemeriksaan Fisik
Pubertas merupakan proses di mana seorang individu yang belum dewasa akan
mendapatkan ciri-ciri fisik dan sifat yang memungkinkannya mampu bereproduksi. Pada anak
laki-laki, pubertas sebagian besar merupakan respons tubuh terhadap kerja androgen yang
meluas, yang disekresi oleh testis yang baru aktif di bawah pengaruh gonadotropin yang
disekresi oleh hipofisis anterior.3 Perubahan fisik yang mencolok terjadi selama proses ini,
kemudian diikuti oleh perkembangan ciri-ciri seksual sekunder, perubahan komposisi tubuh serta
perubahan maturasi tulang yang cepat, diakhiri dengan epifisis yang tertutup serta terbentuk
perawakan akhir dewasa. Tanda awal perkembangan pubertas pada anak lelaki adalah
pembesaran ukuran testis dan penipisan kulit skrotum, kemudian diikuti oleh pigmentasi
skrotum, pembesaran penis dan kemudian terlihat pertumbuhan rambut pubis. 4 Akan tetapi,
dalam masa pubertas kadang terdapat beberapai anak laki-laki yang tidak mengalami pubertas
atau dengan kata lain pubertas terlambat atau tidak terjadi.3 Untuk mengetahui diperlukan
beberapa pemeriksaan fisik yaitu:
2 | Page

Pemeriksaan Genitalia
Pemeriksaan genitalia harus dilakukan dengan teliti untuk mencari abnormalitas struktur.
Pemeriksaan yang dilakukan adalah dengan inspeksi dan palpasi.5 Pada laki-laki, nila penis
tampak pendek, maka harus diukur dan dibandingan dengan data sesuai usia. Pengukuran
sebaiknya menggunakan rol yang tipis dan keras atau bisa juga menggunakan spatula kayu dan
pinsil untuk menandai batas pengukuran. Pengukuran harus dilakukan dengan teliti, karena
merupakan hal yang sangat esensial dalam tata laksana mikropenis.Penderita dibaringkan dalam
keadaan terlentang. Glans penis dipegang dengan jari telunjuk dan ibu jari, ditarik secara vertikal
sejauh mungkin. Kemudian diukur panjang penis mulai dari basis penis (pubis) hingga glans
penis, prepusium tidak ikut diukur. Pengukuran dilakukan tiga kali dan diambil reratanya. Pada
anak gemuk, rol atau spatula yang dipakai harus ditekan sampai ke tulang pubis untuk menekan
lemak pubis. Hasil pengukuran yang didapat dibandingkan dengan nilai standar.6 (Gambar 1)

Gambar 1. Ukuran penis


Pengukuran Volume Testis
Pada anak laki-laki awal pubertas ditandai dengan meningkatnya volume testis, ukuran
testis menjadi lebih dari 3 mL, pengukuran testis dilakukan dengan memakai alat orkidometer
Prader. Pembesaran testis pada umumnya terjadi pada usia 9 tahun, kemudian diikuti oleh
pembesaran penis. Pembesaran testis pada dikontrol oleh 2 hormon, yaitu sekresi luteinizing
hormone (LH) yang merangsang sel-sel Leydig untuk tumbuh dan menghasilkan testosteron dan

3 | Page

selanjutnya bersama-sama dengan follicle stimulating hormone (FSH) menyebabkan


pertumbuhan tubulus seminiferus dan spermatogenesis.5

Gambar 2. Orkidometer prader


Pengukuran Tinggi Badan
Gangguan pertumbuhan tertentu menyebabkan perubahan khas proporsi badan,
ekstremitas, dan kepala. Pola gangguan pertumbuhan tersebut memerlukan evaluasi lebih lanjut.
Evaluasi seorang anak secara berkala dapat menunjukkan pola pertumbuhannya norml atau tidak
normal. Evaluasi pola pertumbuhan ini seharusnya dilengkapi dengan anamnesis dan
pemeriksaan fisik yang detil. Pada sindrom klinefelter karena memiliki kegagalan dalam
penutupan epifisis pada waktu yang tepat, akan memiliki tinggi badan yang abnormal. Oleh
karena itu, perlu diketahui tinggi badan orang tua, hal ini berguna untuk menentukan apakah
pertumbuhan perlu dioberservasi atau perlu segera dievaluasi. 2
Untuk laki-laki, tinggi mid parental dihitung sebagai berikut:
Tinggi ayah (cm) + Tinggi ibu (cm)
-------------------------------------------- + 6,4 cm
2
Tinggi badan anak laki-laki bertambah kira-kira 10 cm per tahun Secara keseluruhan
pertambahan tinggi badan 28 cm pada anak laki-laki. Pertambahan tinggi badan terjadi dua tahun
lebih awal pada anak perempuan dibanding anak laki-laki. Puncak pertumbuhan tinggi badan
4 | Page

(peak height velocity) pada anak laki-laki pada usia 14 tahun. Pada anak laki laki , pertumbuhan
akan berakhir pada usia 18 tahun. Setelah usia tersebut, pada umumnya pertambahan tinggi
badan hampir selesai. Hormon steroid seks juga berpengaruh terhadap maturasi tulang pada
lempeng epifisis. Pada akhir pubertas lempeng epifisis akan menutup dan pertumbuhan tinggi
badan akan berhenti.5 Untuk pengukuran tinggi badan bisa dengan menggunakan microtoise.

Gambar 3. Pengukuran tinggi badan dengan microtoise


Pemeriksaan Perkembangan Seksual Sekunder
Pada penderita sindrom klinefelter, biasanya pada pemeriksaan ini akan ditemukan
pertumbuhan rambut pada wajah yang kurang, kegagalan perubahan suara menjadi berat, bahu
dan pinggul yang sempit, dan pembesaran payudara (gynecomastia).
Pemeriksaan Penunjang
Analisa Kromosom (Karyotyping)
Analisis visualisasi kromosom dilakukan saat sel dalam fase metafase dan analisis ini
berguna untuk mendiagnosis kelainan genetik. Analisa visualisasi kromosom dilakukan oleh
seorang ahli sitogenetik untuk mendeteksi adanya kerusakan kromosom baik secara jumlah
maupun struktur. Proses analisa kromosom dilakukan dengan mengklasifikasikan kromsom
berdasarkan panjang dan bentuknya sehingga dihasilkan ideogram. Proses tersebut dinamakn

5 | Page

kariotipe. Kariotipe dapat digunakan untuk mendeteksi kerusakan (aberasi) kromosom akibat
paparan radiasi.7
Ada beberapa cara untuk memperoleh preparat kromosom. Teknik pembuatan preparat
yang telah dikenal luas ada dua cara yakni: pembuatan preparat kromosom langsung dari sel-sel
organ yang diambil dari tubuh organisme yang masih muda (kebanyakan larva atau anakan dari
organisme tersebut) dan melakukan kultur jaringan atau kultur sel, Teknik yang pertama relatif
lebih murah dan mudah dibandingkan dengan teknik yang kedua. Akan tetapi, kromosomkromosom tampak lebih jelas dengan menggunakan teknik yang kedua.7
Cara kerja untuk memeriksa kromosom yaitu pertama, memperoleh sampel sel. Hampir
semua sel yang membelah bisa digunakan, termasuk sel darah, sel kulit, sel cairan amnion.
Kedua, sel tersebut dikultur dengan diberi nutrisi yang tepat untuk pertumbuhan agar bisa aktif
membelah. Ketiga, beberapa sel akan dipanen dan dilakukan pemberhentian mitosis pada tahap
metafase. Selanjutnya kromosom diberi pewarnaan dan dilakukan analisis mengenai jumlah dan
kelainan yang terjadi.7

Gambar 4. Kariotipe sindrom Klinefelter


Analisis Semen
Analisis semen (ejakulat) merupakan sumber informasi utama mengenai produksi sperma
dan patensi saluran reproduksi. Hasil analisis ejakulat yang abnormal memberikan kesan
kemungkinan terjadinya penurunan fertilitas. Semen adalah cairan putih atau abu-abu, terkadang
kekuningan, yang dikeluarkan dari uretra pada saat ejakulasi. 8 Fungsi semen adalah membawa
jutaan semen ke dalam saluran reproduksi wanita. Pengambilan sperma dilakukan 48-72 jam
6 | Page

setelah pengeluaran ejakulat terakhir. Semen hendaknya dikeluarkan dengan self-stimulated ke


dalam tabung kaca/plastik bersih bermulut luas.8 Karena motilitas sperma menurun setelah
ejakulasi maka pemeriksaan harus dilakukan dalam 1 jam pertama setelah dikumpulkan. Selama
transit jaga suhu ejakulat sesuai dengan suhu tubuh. Karakteristik fisik yang harus dinilai:
Volume
Pria subur rata-rata mengeluarkan 2 hingga 5 cc semen dalam satu kali ejakulasi. Secara
konsisten mengeluarkan kurang dari 1,5 cc atau lebih dari 5,5 cc dikatakan abnormal. Volume
lebih sedikit biasanya terjadi bila sangat sering berejakulasi, volume yang lebih banyak terjadi
setelah lama puasa seksual.8
Warna
Dalam keadaan normal, sperma berwarna putih keruh. Inrerrpretasi hasil:
1.
2.
3.
4.

Warna putih keabu-abuan


Putih jernih
Coklat
Kuning

: jumlah spermatozoa normal


: jumlah spermatozoa sedikit
: terdapat eritrosit
: pasien mengalami icterus atau mengkonsumsi obat

Konsentrasi Sperma
Pria subur memiliki konsentrasi sperma di atas 20 juta per cc atau 40 juta secara keseluruhan.
Jumlah di bawah 20 juta/cc dikatakan konsentrasi sperma renda dan dibawah 10 juta/cc
digolongkan sangat rendah. Sperma dengan konsentrasi rendah disebut oligospermia. Bila sama
sekali tidak ada sperma disebut azoospermia.8
Morfologi Sperma
Sperma normal memiliki bentuk kepala oval beraturan dengan ekor lurus panjang di tengahnya.
Sperma yang bentuknya tidak normal atau abnormal, tidak dapat membuahi telur. Hanya sperma
yang bentuknya normal yang dapat membuahi telur. Pria normal memproduksi paling tidak 30%
sperma bentuk normal.8

Motilitas (Pergerakan) Sperma


7 | Page

Sperma terdiri dari dua jenis, yaitu dapat berenang maju dan yang tidak. Hanya sperma yang
dapat berenang maju dengan cepatlah yang dapat mencapai sel telur. Sperma yang tidak bergerak
, tidak akan mencapai sel telur sehingga tidak akan terjadi pembuahan. Menurut WHO, motilitas
sperma dibagi menjadi:8

Kelas 1. Sperma bergerak lamban dan membuat sedikit kemajuan. (Sperma yang, pada
kenyataannya, mengumpul mungkin menunjukkan bahwa adanya antibodi terhadap sperma.

Kelas 2. Sperma bergerak maju, tetapi mereka baik sangat lambat atau tidak bergerak
dalam garis lurus.

Kelas 3. Sperma bergerak dalam garis lurus pada kecepatan yang wajar dan dapat menuju
telur dengan akurat.

Kelas 4. Sperma seakurat kelas 3 sperma, tetapi bergerak dengan kecepatan yang sangat
cepat.

Jumlah Sperma
Secara umum, jumlah sperma yang normal dianggap 20 juta per milliliter semen.
Pemeriksaan Hormon
Pemeriksaan hormone sampel yang diambil adalah darah . Pemeriksaan ini untuk
menguji fertilitas seorang pria adalah dengan mengukur kadar FSH dan testosteron dalam darah.
Pada pria, FSH berperan dalam spermatogenesis (pembentukan sperma). Sedangkan testosteron
berperan dalam spermatogenesis dan stimulasi libido. Pengujian kadar hormon diindikasikan jika
hasil analisis semen menunjukan abnormalitas, terutama jika konsentrasi sperma kurang dari 10
juta per milimeter atau ada indikasi lain yang mengarah pada kelainan hormonal. Biasanya, uji
testosteron dan FSH yang pertama kali diukur. Jika kadar testosteron rendah, kadar LH diukur. 8
Rendahnya kadar ketiga hormon tersebut menandakan diagnosis hipogonadotropik
hipogonadism. Kadar FSH yang tinggi dengan kadar hormon lain yang normal mengindikasikan
abnormalitas pada inisiasi produksi sperma. Hal tersebut dapat terjadi apabila testikel mengalami
defek berat, yang menyebabkan sindrom sel sertoli, sehingga sel perakit sperma tidak ada.
Kadar FSH normal pada pria adalah sebagai berikut.

Sebelum pubertas: 0-5,0 mIU / ml


8 | Page

Selama pubertas: 0,3-10,0 mIU / ml

Dewasa: 1,5-12,4 mIU / ml

Sementara itu, kadar testosteron normal pada pria adalah 300-1,200 ng/dL.
Working Diagnosis (Diagnosis Kerja)
Sindrom Klinefelter
Sindroma Klinefelter ( Seminiferous Tubule Dysgenesis, Testicular Dysgenesis,
Medullary Gonadal Dysgenesis, Chromatin Positive Micro-orchidism ) adalah suatu kelainan
kromosom pada pria. Orang-orang yang dilahirkan dengan kondisi seperti ini mengalami
sedikitnya kelebihan satu kromosom X. Nama Sindroma Klinefelter diberikan setelah Dr. Henry
Klinefelter, orang yang pertama kali menemukan gejala-gejala yang ditemukan pada beberapa
orang pria yang mempunyai kelebihan kromosom X, pada tahun 1942.9
Sindrom Klinefelter terjadi pada 1 dari 500 kelahiran laki-laki dan merupakan penyebab
tersering hipogonadisem dan infertilitas pada laki-laki. Penampilan anak laki-laki pasien SK
hampir tidak berbeda dengan mereka yang berkariotip normal, tanpa gejala klinis yang khas
selama masa anak, sehingga diagnosis baru dapat ditegakkan saat remaja atau dewasa muda.
Kesulitan dan keterlambatan dalam penegakkan diagnosis dapat menyebabkan hilangnya
kesempatan tata laksana untuk memperbaiki keadaan hipogonadisme, gangguan kognitif, dan
faktor-faktor psikososial. Pendekatan diagnosis dapat dilakukan melalui analisis riwayat penyakit
dan pemeriksaan fisik yang teliti, dengan petunjuk penting adalah testis yang teraba lebih kecil
dan keras, sedangkan analisis kariotip dari darah perifer merupakan baku emas dalam
menegakkan diagnosis.10
Patofisiologi Sindrom Klinefelter
Kromosom terdapat di dalam sel dalam tubuh kita. Kromosom mengandung gen-gen,
struktur yang memberitakan bagaimana tubuh kita akan tumbuh dan berkembang. Kromosom
bertanggung jawab untuk mewariskan sifat dari orang tua kepada anak- anaknya. Kromosom
juga menentukan apakah seorang anak yang akan dilahirkan berjenis kelamin perempuan atau
pria. Pada keadaan normal, manusia mempunyai total 46 kromosom dalam setiap selnya, dimana
terdiri dari 22 pasangan autosom dan 1 pasang dari kromosom tadi akan bertanggung jawab
untuk menentukan jenis kelaminnya. Dua kromosom seks ini disebut kromosom X dan Y.
Kombinasi dari kedua kromosom seks ini menentukan jenis kelamin dari seorang anak Wanita
9 | Page

mempunyai dua kromosom X ( XX ), pria mempunyai satu kromosom X dan satu kromosom Y
( XY ).11
Sindrom Klinefelter merupakan kelainan kromosom yang cukup sering ditemui dan
kelainan kromosom yang terjadi biasanya berupa kelainan pada jumlah kromosom (aneuploidy).
Kelainan-kelainan jumlah kromosom bisa timbul selama pembelahan meiosis. Biasanya, dua
anggota dari sepasang kromosom homolog berpisah pada pembelahan meiosis pertama, sehingga
masing-masing sel anak menerima satu komponen dari setiap pasangan. Tetapi, kadangkala
pemisahan ini tidak terjadi (nondisjunction), dan kedua anggota pasangan tersebut sama-sama
menuju ke satu sel. Akibat dari tidak terpisahnya kromosom ini adalah satu sel menerima 24
kromosom, dan yang lainnya menerima 22 bukannya menerima 23 kromosom seperti biasanya.
Kalau, pada saat fertilisasi, satu gamet yang memiliki 23 kromosom bersatu dengan gamet yang
mempunyai 24 atau 22 kromosom, hasilnya adalah seorang individu yang mempunyai 47
kromosom (trisomy) atau 45 kromosom (monosomy). Nondisjunction bisa terjadi pada
pembelahan meiosis sel benih pertama atau kedua dan bisa mengenai kromosom yang manapun.
Angka kejadian kelainan kromosom meningkat setelah seorang wanita mencapai usia 35 tahun.
Kasus-kasus monosomy dan trisomy lebih sering terjadi dan bisa mengenai kromosom seks
maupun autosom.7
Pada sindroma Klinefelter, masalahnya adalah hasil dari perkembangan jumlah
kromosom yang tidak normal, seringkali seorang pria dengan sindroma Klinefelter dilahirkan
dengan 47 kromosom pada setiap selnya. Kelebihan satu kromosom tersebut adalah kromosom
X. Hal ini berarti dibanding keadaan normal yaitu kombinasi kromosom XY, pria ini mempunyai
kombinasi kromosom XXY. Karena orang dengan sindroma Klinefelter mempunyai kromosom
Y, maka mereka semuanya adalah seorang pria. Kira-kira 1-3 dari semua pria dengan sindroma
Klinefelter mempunyai perubahan kromosom lain termasuk kelebihan satu kromosom X. Mozaic
Klinefelter sindrom terjadi ketika beberapa sel dari tubuh mendapatkan tambahan kromosom X
dan bagian yang lain mempunyai kromosom pria normal. Pria-pria ini dapat mempunyai gejala
yang sama atau lebih ringan dibandingkan dengan Non Mosaic Klinefelter sindrom. Pria dengan
tambahan lebih dari satu kromosom X, seperti 48 XXXY, biasanya mempunyai kelainan yang
lebih berat dibandingkan pria dengan 47 XXY.2

10 | P a g e

Gambar 5.
Kegagalan pembelahan pada meiosis
Manifestasi Klinis Sindrom Klinefelter
Gejala dari sindroma Klinefelter bervariasi dan tidak setiap orang dengan sindroma
Klinefelter mempunyai gejala yang lengkap. Pria dengan sindroma Klinefelter tampak normal
saat dilahirkan dan mempunyai genitalia pria yang normal. Sejak masa kanak-kanak pria dengan
sindroma Klinefelter mempunyai tinggi badan yang lebih tinggi dari rata-rata dan lengan yang
lebih panjang. Rata-rata 20-50% mempunyai tremor ringan, suatu pergerakan yang tidak
terkontrol. Banyak pria dengan sindroma Klinefelter mempunyai kekuatan tubuh bagian atas
yang lemah. Sindroma Klinefelter tidak menyebabkan kelainan homoseksual.12
Beberapa pasien dapat mempunyai semua gejala klinis klasik kelainan ini (diurutkan dari
yang paling sering timbul) yaitu infertilitas, volume testis kecil, kurangnya rambut-rambut pada
wajah dan pubis, ginekomastia, dan ukuran penis yang lebih kecil. Kebanyakan anak laki-laki
memasuki masa puber yang normal, tetapi beberapa ada yang mengalami keterlambatan. Sel-sel
Leydig di testis biasanya memproduksi testosteron. Pada sindroma Klinefelter, sel Leydig gagal
bekerja dengan semestinya menyebabkan produksi testosteron yang lambat saat pertengahan
masa puber produksi testosteron menurun sampai kira-kira setengahnya. Hal ini akan
menyebabkan menurunnya pertumbuhan rambut di wajah dan pubis. Genitalia internal dan
eksternal secara makroskopis tampak normal, kecuali testis tampak lebih kecil dan mrskipun

11 | P a g e

pada keadaan normal libido menurun, pria dengan sindroma Klinefelter tetap mempunyai
kemampuan untuk ereksi dan melakukan intercourse. 10
Penurunan testosteron juga menyebabkan peningkatan dua hormon yang lain, foliccle
stimulating hormone ( FSH ) dan luteinizing hormone ( LH ) . Pada keadaan normal FSH dan LH
membantu sel-sel sperma yang immatur tumbuh dan berkembang. Pada sindroma Klinefelter,
sel-sel sperma tersebut hanya sedikit atau bahkan tidak ada Peningkatan FSH dan LH
menyebabkan hialinisasi dan fibrosis dari tubulus seminiferus dimana tempat spermatozoon
diproduksi. Hasilnya testis menjadi lebih kecil dibanding normal. Pria dengan sindroma
Klinefelter menjadi infertil karena tidak dapat memproduksi spermatozoon. Dulu dipercaya
bahwa anak laki-laki dengan sindroma Klinefelter akan menjadi retardasi mental, dokter tidak
mengetahui bahwa kelainan tersebut dapat timbul tanpa adanya retardasi mental. Bagaimanapun,
anak-anak dengan sindroma Klinefelter seringkali mengalami kesulitan berbicara, termasuk cara
belajar berbicara, membaca dan menulis. Kira- kira 50% pria dengan sindroma Klinefelter
mengalami dyslexia. Beberapa orang dengan sindroma Klinefelter mempunyai kesulitan
sosialisasi dan cenderung lebih pemalu, mudah cemas dan depresi.11
Jenis-Jenis Sindrom Klinefelter
Hampir 90% pria dengan sindrom Klinefelter memiliki kariotipe 47 XXY. Sepuluh
persen sisanya akan menunjukkan susunan kromosom X tambahan. Beriku adalah beberapa
jenis sindrom Klinefelter:10
a.Jenis 46XY/47XXY
Jenis ini merupakan mosaikisme. Mosaik Klinefelyer , merupakan bagian terbesar pria
dengan sindrom Klinefelter yang mempertahankan sebagian fungsi testis. Telah dilaporkan
terdapat mosaic dengan fenotipe 46XY yang bersifat fertile.
b. Jenis 48XXXY
Pada jenis ini, semua penderita mengalami retardasi mental. Anomali somatik lebih
banyak terjadi bila dibandingkan dengan kasus 47XXY, seperti ginekomastia, leher pendek, plika
epicanthus, sinostosis radioulnar serta klinodaktili.

12 | P a g e

c. Jenis 49XXXXY
Hampir semua penderita mengalami retardasi mental yang parah dengan tingkay IQ
berkisar antara 20 sampai 60. Seringkali memperlihatkan mikropenis dan kriptokismus. Semua
kasus dengan jenis ini memperlihatkan diagenesis tubuli seminiferi, azoospermia, sel Leydig
tidak ada atau hipoplastik serta defisiensi androgen.
Differential Diagnosis (Diagnosis Banding)
Hipogonadisme
Hipogonadisme adalah suatu kondisi ketika hormone seksual yang dihasilkan oleh
kelenjar seksual berada di bawah jumlah normal. Hormon seksual memiliki fungsi untuk
mengatur karakteristik seksual sekunder, di antaranya membantu produksi sperma dan
perkembangan testis pada pria. Selain itu hormone seksual juga berperan dalam pertumbuhan
rambut kemaluan, baik pada pria maupun wanita.
Hipogonadisme pada laki-laki terbagi atas dua, yaitu hipogonadisme primer dan
sekunder. Hipogonadisme primer yang juga dikenal sebagai kegagalan testis primer, berasal dari
kelainan di testis. Penyebab umum dari hipogonadisme primer termasuk sindrom Klinefelter,
kelainan bawaan dari seks kromosom X dan Y, kriptokismus ( undescended testis ),
hemokromatosis, akibat dari terlalu banyak zat besi dalam darah, cedera pada testis, operasi
hernia sebelumnya, pengobatan kanker dan proses penuaan. Hipogonadisme sekunder
disebabkan oleh gangguan pada kelenjar pituitari yang terhubung ke otak dan berperan dalam
mengontrol produksi hormon.1
Selama pubertas, gejala hipogonadisme memperlambat pertumbuhan dan mempengaruhi
perkembangan normal. Perubahan fisik dapat mencakup menurunnya perkembangan massa otot,
kurangnya pendalaman suara, gangguan dari pertumbuhan testis, penis dan rambut tubuh, serta
terjadinya pembesaran dari payudara ( ginekomastia ). Gejala umum lainnya termasuk fisikal
yang tinggi dan proporsi tubuh yang abnormal.
Pada

orang

dewasa,

hipogonadisme

dapat

mengakibatkan

disfungsi

ereksi,

ketidaksuburan, penurunan pertumbuhan rambut tubuh dan janggut, peningkatan lemak tubuh,
pengembangan jaringan payudara dan penurunan ukuran atau ketegasan dari testis, otot dan
massa tulang (osteoporosis).13
Penatalaksanaan
13 | P a g e

Tidak ada pengobatan yang tersedia untuk merubah kromosom. Anak-anak dengan
sindroma Klinefelter mungkin membutuhkan terapi wicara atau pelatihan pembelajaran yang
lain. Belum diketahui apakah terapi sulih hormon (hormonal replacement therapy) yaitu
androgen, secara lebih dini yaitu pada onset pubertas dapat memperbaiki hipogonadisme pada
pasien SK. Jika diberikan, maka terapi sulih androgen berlangsung seumur hidup. Terapi sulih
testosteron tidak memperbaiki keadaan infertilitas, ginekomastia, dan ukuran testis yang kecil,
namun dapat mengatasi defisiensi androgen. Akan nampak peningkatan rambut-rambut di wajah
dan pubis, distribusi lemak tubuh menjadi lebih maskulin, pemikiran yang lebih terarah,
meningkatkan rasa percaya diri, mengurangi kelemahan tubuh dan iritabilitas, serta akan
meningkatkan libido, dan kekuatan tulang setelah mendapat terapi sulih testosteron. Testosteron
juga mempunyai efek jangka panjang untuk mengurangi risiko osteoporosis, penyakit autoimun,
dan keganasan payudara.9
Tindakan pembedahan jaringan mammae juga bisa dianjurkan, jika ginekomastia
merupakan problem psikologis yang menonjol. Tindakan pembedahan yang dapat dilakukan
adalah masektomi (pengangkatan payudara). Masektomi ini selain mengurangi masalah
psikologis yang menonjol pada penderita sindrom klinefelter juga dapat mengurangi risiko
terkena kanker payudara.10
Hampir semua pria dengan sindrom Klinefelter akan mengalami infertilitas. Namun
dengan adanya perkembangan zaman serta teknologi yang semakin canggih, dapat membuat
konsepsi atau pembuahan tanpa hubungan seksual. Salah satunya bisa dengan In vitro
fertilization (IVF). IVF merupakan pembuahan yang terjadi diluar tubuh. Jadi, sperma penderita
sindrom Klinefelter ini akan diambil dan kemudian akan digabungkan dengan sel telur pasangan
wanita. Kemudian diinkubasi selama 48-72 jam, sel telur yang sudah dibuahi (embrio) akan
dimasukkan ke dalam Rahim dan selanjutnya terjadi kehamilan yang normal. 14
Selain IVF ada juga dengan Intracytiplasmic sperm injection (ICSI). Prosedur ini
merupakan revolusi pengobatan untuk pria dengan infertilitas berat. Satu sperma langsung
disuntikkan ke dalam sel telur dengan jarum mikroskopis dna kemudia setelah dibuahi, ditransfer
ke dalam rahim pasangan. Dengan adanya teknik ini, diketahui beberapa anak yang lahir dengan
bantuan ICSI memiliki jumlah kromosom yang normal yaitu 46XX untuk perempuan dan 46XY
untuk laki-laki.14

14 | P a g e

Prognosis
Penderita dengan sindroma Klinefelter dapat mempunyai kehidupan seks yang normal , tetapi
mereka biasanya hanya memproduksi sedikit atau bahkan tidak ada spermatozoon sama sekali.
Antara 95% dan 99% dari pria XXY adalah infertil, karena mereka tidak dapat
menghasilkan spermatozoon. Pria dengan sindroma Klinefelter mempuyai resiko yang
meningkat untuk terjadinya osteoporosis, kelainan autoimun seperti lupus dan arthritis, diabetes
dan tumor payudara maupun tumor germ cell.
Pencegahan
Untuk pencegahannya yang perlu dilakukan adalah dengan melakukan amniosintesis
sebagai diagnosis prenatal. Diagnosis prenatal sangat membantu klinisi untuk menjelaskan
sebab-sebab terjadinya kelainan kongenital, macam kelainan dan mempersiapkan hal-hal yang
diperlukan setelah bayi lahir. Peranan amniosentesis sangat penting dalam mencegah penyakit
genetikAmniosentesis pada trimester II (minggu ke 14-20 kehamilan) merupakan teknik invasif
yang paling umum digunakan, hal ini karena lebih aman dan lebih mudah (dibandingkan dengan
amniosentesis pada trimester I dan CVS), terpercaya dan akurat dari segi sitogenetik serta biaya
yang relatif murah daripada metode skrining yang lain. Komplikasi amniosentesis berkisar antara
0,5-2,2%. 15
Pada penelitian di Perancis dan Inggris didapatkan bahwa cairan amnion pada trimester
II-III dapat dilakukan pemeriksaan karyotyping. Angka kegagalan kultur cairan amnion trimester
I sekitar 1,8%, trimester II sekitar 0,2-0,5%6,7 dan trimester III sekitar 1,3%.8,9 Kegagalan
kultur dapat diminimalkan dengan menggunakan 2 medium yang berbeda pada tiap sampel dan
kultur juga ditumbuhkan pada inkubator yang terpisah. Adapun volume cairan amnion yang
diaspirasi dianjurkan sebesar 10-20 ml, karena bila terlalu sedikit yang diaspirasi akan
menyebabkan kemungkinan komplikasi kehamilan, sedang bila melebihi 20 ml menimbulkan
lebih sering komplikasi pada bayi.2

15 | P a g e

Gambar 6. Perbandingan amniosintesis pada trimester I,II dan III15


Penutup
Sindroma Klinefelter yang juga dikenal dengan sindroma XXY, adalah suatu keadaan
dimana kelebihan kromosom X pada seorang pria. Tidak semua pria dengan sindroma Klinefelter
mempunyai gejala yang sama atau derajat kelainan yang sama. Beratnya gejala tergantung dari
berapa banyak jumlah XXY pada sel-sel yang dimiliki pria tersebut. Sindroma Klinefelter
menyebabkan gangguan perkembangan baik perkembangan fisik, berbicara dan social. Gejala
yang paling sering muncul hipogonadisme dan infertilitas.
Daftar Pustaka
1. Sadler TW. Embriologi kedokteran langman.Jakarta:EGC.2002.h.1-10,134,137,301-2
2. Marcdante KJ, Kliegman RM dkk. Nelson ilmu kesehatan anak esensial. Edisi ke-6.
Jakarta:IDAI.2014.h.13,199-200,202-3,206-8
3. Heffner

LJ,

Schust

DJ.

At

glance

sistem

reproduksi.

Edisi

ke-2.

Jakarta:EMS.2002.h.32-3,60-2,64,66-7,77.

16 | P a g e

4. Unknown.

Pubertas

pada

laki-laki.

Diunduh

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/38010/4/Chapter%20II.pdf,

dari
26

September 2016
5. Batubara JRL. Adolescent development (perkembangan remaja). Diunduh dari
http://saripediatri.idai.or.id/pdfile/12-1-5.pdf, 26 September 2016
6. Supriatmo, Siregar CD. Mikropenis. Diunduh dari http://saripediatri.idai.or.id/pdfile/5-42.pdf, 26 September 2016
7. Wahyono DJ. Analisis kromosom pada penyakit kelainan bawaan dengan teknik
sitogenetika.

Diunduh

dari

http://bio.unsoed.ac.id/sites/default/files/Analisis

%20Kromosom%20pada%20Penyakit%20Kelainan%20Bawaan%20dengan%20Teknik
%20Sitogenetika%20-.pdf, 27 September 2016
8. Fitantra JB. Pemeriksaan kesuburan (fertilitas pada pria dan wanita. Diunduh dari
http://www.medicinesia.com/kedokteran-klinis/reproduksi/pemeriksaan-kesuburanfertilitas-pada-pria-dan-wanita/, 27 September 2016
9. Harmin

S,

Tridjaja

B.

Sindrom

klinefelter.

Diunduh

dari

Diunduh

dari

http://saripediatri.idai.or.id/pdfile/10-6-4.pdf, 26 September
10. Pranoto

I.

Sindroma

klinefelter

laporan

kasus.

https://jurnal.ugm.ac.id/bik/article/download/4476/3745, 26 September 2016


11. Darmono.

Kelainan

seks

kromosom

dan

link.

Diunduh

dari

http://penyakitgenetik.yolasite.com/resources/x-link.pdf, 26 September 2016


12. Ernawati.

Sindroma

klinefelter.

Diunduh

dari

http://elib.fk.uwks.ac.id/asset/archieve/jurnal/Vol1.no2.Juli2010/SINDROMA
%20KLINEFELTER.pdf, 27 September 2016
13. Visootsak J, Graham JM. Klinefelter syndrome and other sex chromosomal aneuploidies.
Orphanet J Rare Dis 2006;1:42.

17 | P a g e

14. Australasian Pediiatric Endrocine Group. Hormones and klinefelter syndrome. Diunduh
dari

https://www.andrologyaustralia.org/wp-

content/uploads/Hormones_and_Me_13_Klinefelter_Syndrome.pdf, 27 September 2016


15.

Pranoto I. Peranan amniosentesis untuk menetapkan kelainan genetic. Diunduh

dari https://jurnal.ugm.ac.id/bik/article/viewFile/4487/3756, 26 September 2016.

18 | P a g e

Anda mungkin juga menyukai