Anda di halaman 1dari 18

Nama : SRI YULIANTI

NIM : 190610037
KLP : 1
MODUL 1
KELAINAN KONGENITAL SISTEM UROGENITAL
MONIC YANG PEMURUNG

Monic gadis remaja 12 tahun duduk di kelas VI sebuah SD Negri. Akhirakhir ini Sinta
menjadi pemurung dan pendiam. Di rumah waktunya lebih banyak dihabiskan mengurung
diri dikamarnya. Orang tuanya menjadi khawatir, karena sebelumnya Monic merupakan gadis
remaja yang periang dan mudah bergaul. Suatu saat setelah makan malam, ibunya mengajak
Monic untuk berbicara. Monic mengatakan bahwa alat kelaminnya berbeda dengan teman-
teman perempuannya yang lain, dan belum punya payudara. Itu diketahuinya di ruang ganti
pakaian setelah mereka selesai pelajaran olah raga. Monic dengan yakin mengatakan
sebenarnya dia anak laki-laki. Betapa terkejutnya orang tua Monic saat itu, karena selama ini
Sinta dibesarkan sebagai anak perempuan.
Akhirnya orang tua Monic memutuskan membawa anaknya untuk berkonsultasi dengan
seorang dokter spesialis obstetri dan ginekologi terkenal dikotanya. Dari pemeriksaan fisik,
genetalia eksterna dan interna didapatkan pertumbuhan payudara tidak sesuai dengan
kasifikasi Tanner, terdapat tonjolan dibibir kelamin menyerupai gland penis, hipospadia
penoscrotal dan agenesis vagina. Pada pemeriksaan USG didapatkan sebuah organ
menyerupai testis tapi tidak didapatkan uterus dan adneksa. Dokter menjelaskan bahwa ini
merupakan suatu ambigu genetalia yaitu suatu kelainan genetik dimulai dari dalam
kandungan, dimana fenotipnya perempuan tetapi genotipnya laki-laki. Lalu dokter
menyarankan pemeriksaan karyotipe dan hormon reproduksi. Dari hasil pemeriksaan
kromosom didapatkan 46,XY Disorders of Sex Development dan defisiensi 5 Alfa Reduktase
Tipe 2 (5ARS2), sehingga tidak diproduksinya hormone dihidrotestosteron (DHT). Dokter
juga menjelaskan perlu penelusuran lebih lanjut untuk penentuan jenis keamin. Monic akan
ditangani secara multidisiplin ilmu, ahli agama dan lainnya.
Orang tua Monic menanyakan apakah proses buang air kecil anaknya akan normal dan
bagaimana kehidupan dewasanya nanti ?
Bagaimana saudara menjelaskan apa yang dialami oleh Monic dan penatalaksanaan
nya?

JUMP 1 : TERMINOLOGI
 Klasifikasi tunner : Pertumbuhan dan perkembangan tanda-tanda seks sekunder
tersebut dinilai dengan Tanner Staging atau Sexual Maturation Rating (SMR). Penilaian
ini berdasarkan karakteristik organ seksual sekunder, yaitu: penampakan rambut pubis,
perkembangan payudara dan mulainya menstruasi (pada wanita) atau derajat
perkembangan testis dan penis serta penampakan rambut pubis (pada pria)
 Hipospadia penoscrotal : adalah hipospadia dimana lubang kencing terletak di bagian
antara penis dan skrotum yang normalnya terletak di gland penis
 Agenesis vagina : Agenesis Vagina adalah kelainan bawaan di mana seorang wanita
tidak memiliki vagina, leher rahim, rahim, saluran tuba, atau ovarium. Penderita
Agenesis Vagina bisa jadi memiliki organ-organ genital tersebut tetapi kurang sempurna.
 Pemeriksaan karyotype : adalah tes untuk mengidentifikasi dan menilai ukuran,
bentuk, dan jumlah kromosom dalam sampel sel tubuh. Kromosom tambahan atau yang
hilang, atau posisi abnormal bagian kromosom, dapat menyebabkan masalah pada
pertumbuhan, perkembangan, dan fungsi tubuh seseorang
 Disorder of sex development: (gangguan perkembangan organ kelamin) didefinisikan
sebagai suatu keadaan perkembangan organ kelamin laki-laki atau perempuan yang
berbeda dari normalnya. Kondisi ini dapat terjadi kelainan dalam perkembangan
kromosom seks, gonad, atau anatomi organ kelamin.
 Difesiensi alfa 5 reduktase tipe 2 : Enzim 5AR2 berfungsi untuk mengubah testosteron
(T) menjadi dihidrotestosteron (DHT)

JUMP 2 DAN JUMP 3: RUMUSAN MASALAH DAN HIPOTESIS


1. Apakah ada hubungan antara usia, jenis kelamin dan kelainan yang dialami oleh
Monic?
Ada.
Usia : Kasus DSD umumnya diperiksakan setelah anak diatas 2 tahun bahkan dewasa.
Untuk monic di usia 12 tahun.
Jenis kelamin : Monic dibesarkan sebagai perempuan dengan bentuk fisik yang berbeda
dari teman-temannya. Ambiguitas seksual terjadi pada 1:4500-5000 kelahiran . 2/3 dari
total kasus dibesarkan sebagai laki-laki. Meski pun demikian alat genital luar pada
penderita kelainan ini biasanya ambigu atau predominan perempuan dan disertai
pertumbuhan payudara saat pubertas.

2. Faktor apa saja yang mempengaruhi kelainan kongenital sistem urogenital seperti
yang terjadi pada Monic?
o Hipospadia jenis fenoscrotal
o UDT
o Kelainan hormone 5 alfa reduktase tipe 2
o Kelainan kromosom XY
o DSP

1.faktor keluarga
2.vegetarian
3.faktor genetic
4.kegawatdaruratan
5.riwayat penyakit ibu
6.prematur

Kekurangan dari DHT sehingga pembentukan genitalia eksterna tidak terjadi sempurna
sehingga dapat terjadi ambiguous genetalia,mikrofalus,atau tanpa mikroskismus

3. Mengapa alat kelaminnya berbeda dengan teman-teman perempuannya yang lain


dan belum punya payudara?
Dikarenakan monic mengalami ambigu genitalia yaitu suatu kondisi dimana alat kelamin
individu tidak terbentuk dengan sempurna. Dan ambigus genitalia terjadi ketika
perkembangan kromoson seks, gonad, hormon dan sturktur organ reproduksi tidak
tipikal. Kondisi ini terjadi karena kelainan bawaan. Dan payudara tidak terbentuk
dikarenakan hipoplasia payudara

4. Bagaimana interpretasi hasil pemeriksaan fisik?


Gland penis tidak normal karena juga terjadi hipospadia penoscrotal dan pertumbuhan
payudara dan agenesis vagina terjadi karena monic mempunyai kromosom laki2 yaitu
46xy
5. Bagaimana interpretasi hasil pemeriksaan USG?
Monic memiliki kromosom XY sehingga genetalia yang tumbuh adalah genetalia interna
laki laki testis namun berada diabdomen dan tidak turun ke skrotum

6. Bagaimana fenotipenya perempuan tetapi genotipenya laki-laki?


Karena terjai gangguan hormonalpada ibu atau keliana genetic pada bayi sehingga terjadi
ambigu genetlia.Kondisi yang dapat mempengaruhi kekurangan enzim 5ARS2,kalianan
struktur pada fungsi testis,atau kelainan hormone testosteron

7. Apa kemungkinan hasil dari pemeriksaan karyotipe dan hormon reproduksi?


Karyotype ; 46XY,DSD
Hormone reproduksi : terjadi kelainan hormone DHT akibat kekurangan enzim 5ARS2.

8. Bagaimana penentuan lebih lanjut untuk penentuan jenis kelamin dilakukan?


a. Pemeriksaan kromosom lebih lanjut dengan mengambil sampel darah untuk di
analisis
b. Pemeriksaan alat kelamin dengan usg,radiologi
c. Menganalisis sampel jaringan genetalia interna
d. Apabila sulit ditentukan,keputusan jneis kelamin dikembalikan keluarga namun
ketika sudah dewasa penderita dapat mengambil keputusannya sendiri.

o Melihat dari genetic yang dominan


o Melihat bagaimana potensi dari gentalia yang terbentuk
o Perubahan malignansi
o Para konseling anatara anak dan orang tua
o Pembedahan

9. Bagaimana interpretasi hasil pemeriksaan kromosom?


46 XY,DSD.Namun genetalia ekterna tidak terbentuk sempurna.Monic mengalami
ketidakcocokn genotip dan fenotip sehingga mangalami ambigu gentalia.
Penyebabnya disebabkan defisiensi 5ARS2 sehingga hormone testosterone tidak dapat
diubah menjadi DHT

10. Bagaimana ditangani secara multidisiplin ilmu, alhi agama dilakukan?


Sudah idatur dengan peraturan pemerintah yang terdiri dari berbagai ahli.Namun hanya
berlaku untuk interseksual dan bukan transeksual.Pemeriksaan laboratorium
rutin,analisis kromosom dan DNA,pemeriksaan hormonal dan tes lain seperti USG,foto
ronsen dan lain lain
MUI,kelainan ambigu genatlia dapat diputuskan namun harus diperiksa lebih
dalam,sementara wali gerja katolik Indonesia bahwa kasus operasi intersex dibenarkan

11. Apakah proses Buang air kecil anaknya akan normal dan bagaimana kehidupan
dewasanya nanti?
Diskenario sudah dijelaskan bahwasanya monic ini mengalami hipospadia penoscrotal
yang dimana meatus atau lubang berada diantara srotum dan penis maka otomatis
pembuang air kecing nya itu tidak normal yang dimana seharusnya pembuangannya itu
melewati gland penis namun ini tidak kemudian bagaimana kehidupan dewasanya itu dia
juga akan mengalami malasah atau gangguan dalam berhubungan seksual kemudia dia
juga jika tidak dilakukannya tindakan atau pembedahan maka akan terjadinya keganasan
seperti terjadinya tumor dan kanker.

12. Apa diagnosis serta diagnosis banding Monic?


Diagnosis mengalami DSD(pseuduhermafroditisme)
Diagnosis banding : hermafroditisme sejati, mikropenis, hernia inguinalis lateralis

13. Bagaimana tatalaksana yang harus dilakukan kepada monic?


o Operasi : Merupakan metode pengobatan utama amibigous genitalia. Tujuan operasi
adalah untuk menjaga fungsi seksual anak serta membentuk tampilan luar organ
kelamin agar terlihat normal.
o Terapi : Jika amibigous genitalia disebabkan oleh gangguan hormonal, dokter akan
memberikan terapi hormon kepada bayi untuk menyeimbangkan kadar hormon di
dalam tubuhnya. Pemberian terapi hormon juga dapat dilakukan pada masa pubertas.

JUMP 4 : SKEMA

JUMP 5 : LEARNING OBJECTIVE


1. Kelainan Urogenital Kongenital (Epidemiologi, Etiologi, Patogenesis, Gambaran
Klinis, Diagnose, Pemeriksaan Penunjang)
A. Nephric
B. Urter
C. Vesicourinaria
D. Sistem Genetalia Eksterna Pria Dan Wanita
2. Tatalaksana
A. Farmako
B. Nonfarmako
3. Komplikasi Dan Rujukan

JUMP 7 : SHARING INFORMATION


1. KELAINAN UROGENITAL
A. NEPHRIC
1) Agenesis ginjal

Agenesis ginjal : keadaan tidak ditemukan jaringan ginjal pada satu sisi atau keduanya.
a. Agenesis ginjal unilateral : Agenesis ginjal unilateral terjadi karena kegagalan tunas
ureter membentuk ginjal atau blastema metanefrik pada satu sisi. Insidennya 1 dari
500 kelahiran hidup. Agenesis ini lebih sering terjadi dan kompatibel dengan
kehidupan yang panjang. Ginjal soliter menjadi hipertrofik dan hipertrofi glomerulus
serta hiperfusi mungkin bertanggung jawab atas perkembangan sklerosis glomerulus,
proteinuria dan gagal ginjal kronis di kemudian hari. Agenesis unilateral dilaporkan
merupakan predisposisi untuk nefrolitiasis dan infeksi, yang berkaitan dengan
frekuensi ektopia serta obstruksi ginjal soliter yang tinggi.
b. Agenesis ginjal bilateral : Agenesis bilateral, keadaan dimana sama sekali tidak
didapatkan adanya jaringan ginjal dan dapat berakibat buruk di kehidupan
ekstrauterin. Kondisi ini terjadi pada sekitar satu dalam 4000 kelahiran, dengan 2:1
dominasi lakilaki. Kelainan ini disertai dengan oligohidramnion, amnion nodosum,
deformitas posisi tungkai dan wajah aneh dengan lipatan, hidung menyerupai paruh,
serta deformitas dan telinga letak rendah. Kumpulan kelainan ini dikenal sebagai
rangkaian Potter, yang diduga terjadi akibat oligohidramnion. Bayi yang terkena
biasanya terlahir prematur dan sering juga kecil untuk usia kehamilan. Masalah klinik
utama pada bayi baru lahir adalah distress pernapasan akibat hipoplasia paru. Upaya
resusitasi biasanya mengakibatkan emfisema interstitial paru dan pneumotoraks.
http://eprints.undip.ac.id/44182/3/BAB_IIe.pdf

2) Hipoplasia Ginjal
Hipoplasia ginjal : ginjal berukuran kecil yang terjadi akibat defisiensi perkembangan
jumlah atau ukuran nefron. Ginjal kecil dangan parenkim normal (ginjal “kerdil”) sering
unilateral dan sering kali ditemukan bersama kelainan kongenital lain.
- Hipoplasia ginjal unilateral : Walaupun biasanya tidak bergejala selama masa bayi,
kelainan unilateral dikatakan akan mempredisposisi pielonefritis kronis dan hipertensi.
Namun literatur telah gagal membedakan secara jelas ginjal yang mengalami defisiensi
akibat perkembangan dari ginjal yang mengalami defisiensi sekunder akibat parut atau
atrofi. Tipe ginjal kecil yang paling lazim pada masa anak mungkin terjadi akibat
atrofi segmental dan kehilangan parenkim berat pada nefropati refluks suatu kondisi
yang disebut sebagai ginjal AskUpmark, yang biasanya meliputi pielonefritis kronis
dan berkaitan dengan hipertensi.
- Hipoplasia ginjal bilateral : Suatu kelainan yang tidak lazim, biasanya ditandai dengan
kehilangan sejumlah nefron yang secara individual mengalami hipertrofi. Ginjal
berukuran sangat kecil dan dapat memiliki jumlah lobus yang kurang. Nefron dapat
berjumlah hanya seperlima normal dan sangat membesar, menimbulkan sebutan yang
tidak lazim tetapi diterima umum yaitu oligomeganefronia atau hipoplasia oligonefron.
Manifestasi klinis hipoplasia oligonefron adalah gangguan kemampuan memekatkan
urin, dengan poliuria, polidipsia dan serangan dehidrasi. Proteinuria biasanya sedang.
Retardasi pertumbuhan merupakan kondisi yang menonjol dan sering anemia.
Hipoplasia oligonefron telah dilaporkan merupakan penyebab gagal ginjal masa anak
paling lazim ke-4, bertanggung jawab atas 10-15% total kasus. Terkadang, hipoplasia
oligonefron disertai kelainan kongenital lain.
http://eprints.undip.ac.id/44182/3/BAB_IIe.pdf

3) Renal Fusion
- Congenital renal and urinary tract anomalies are not infrequent. Renal fusion
anomalies are defined as the congenital fusion of the kidneys in early
embryonic period either partially or completely.
- Partial fusion anomalies include horseshoe kidney (HSK) and crossed fused renal
ectopia (CFRE) and complete fusion represented by ‘cake’ kidney or fused pelvic
kidney. These renal fusion anomalies exhibit abnormalities of position (ectopia),
migration, rotation and vascularsupply.
- They occur more frequently in males.
- Many fusion anomalies remain asymptomatic and incidentally detected at autopsy,
surgery or radiological investigations.
- Less frequently they may beassociated with anomalies of skeletal,
cardiovascular, genitourinaryand gastrointestinal systems.
- Presence of such renal fusion anomalies poses difficulties and complications
during abdominalaortic aneurysm (AAA) surgery, retroperitoneal and pelvic
surgeries, renal transplantation and interventional procedures. Thorough
understanding of their anatomical and radiological features will greatlyaid in their
surgical management and avoid complications.
https://www.researchgate.net/publication/283187273_Renal_Fusion_Anomalies_A_Review_
of_Surgical_Anatomy

B. URETER
1) Ureteropelvic junction obstruction
- Ureteropelvic junction obstruction (UPJO) is a well-recognized clinical entity, which
results in impaired urine flow from the renal pelvis into the ureter, and if not detected
and treated properly, can result in complete loss of the affected kidney. UPJO is
mainly a congenital condition that can be detected by antenatal ultrasound during the
second trimester.
- Anatomical pathology is seen more frequently in boys than in girls, with up to twice
the number of cases in males compared to females. The left side is as well affected
twice as often as the right side.
- UPJO has an estimated incidence of 1 in 1000 to 1500.
- All patients who have symptoms of ureteropelvic junction obstruction (UPJO) should
have a full set of blood, including complete blood count, kidney function tests,
including creatinine, GFR, and BUN. Patients will present with high levels of
creatinine and decreased GFR, in case of infection, leukocytosis can be seen. A urine
sample should be sent for analysis and culture as recurrent urinary tract infections are
commonly seen in these patients.
- In neonates who were found to have mild to moderate hydronephrosis on an antenatal
scan, a follow-up scan should be done after 48 hours, to avoid transient neonatal
dehydration period, however, in severe cases, a scan should be performed within the
first 48 hours as it might need urgent intervention.
- Urogram is a comprehensive imaging modality that can be used to diagnose multiple
urologic problems in both adults and pediatrics, as it supports the provider with an
accurate idea about anatomical variations such as a crossing vessel.
- Surgical intervention is the gold standard treatment of ureteropelvic junction
obstruction (UPJO) if indicated.
- Differential Diagnosis : Vesicoureteral reflux, Multicystic dysplastic kidney (MCDK),
Duplication anomalies, Megaureter, Posterior urethral valves
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK560740/

2) Double Ureter
- Congenital ureter anomalies such as double ureters are uncommon developmental
anomalies of the renal system. An abnormal branching pattern of ureteric bud results
in the formation of double ureter.
- Congenital anomalies of the kidney and urinary tract, including double ureter,
constitute 20% to 30% of all prenatal anomalies. Double ureter may present as either
complete or incomplete/partial duplication
- Double ureter is caused by abnormalities in the branching pattern of the ureteric bud.
In the case of complete duplication, the ureteral bud arises twice, resulting in a double
ureter with a double opening into the urinary bladder. In rare cases, one of the ureters
can open into sites other than the urinary bladder, such as the vagina, seminal vesicle,
urethra, prostate, epididymis, or vas deferens. This condition is called ectopic ureter.
Incomplete duplication is due to splitting of the ureteric bud anywhere along its course
to its termination into the metanephric blastema. The duplicated ureters unite at a
variable distance away from the kidney, and only one ureteric orifice is seen in the
bladder on that side. If the ureteric bud bifurcates after fusing with metanephric tissue,
it results in a double pelvis and double ureter 
- Clinically, patients with a double ureter may be asymptomatic or may present with
hematuria or abdominal or flank pain and be predisposed to ureteral obstruction,
ureteroureteric reflux, and recurrent urinary infections
- Ureteral injury is a common complication of open or laparoscopic surgical procedures
involving the abdomen and pelvic region. The occurrence of such ureteral injuries can
be prevented by prior imaging of the abdomen and pelvis, as well as examining the
ureter. In-depth knowledge of the normal and abnormal patterns of the ureter is a
prerequisite for both radiologists and surgeons to plan any surgical procedure.
- Many radiologists have reported double ureters after performing excretory
urethrograms.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC7243094/

C. VESICOURINARIA
1) Ekstrofi kandung kemih
- Kelainan kongenital dimana terbukanya kandung kemih di dinding abdomen
bawah yang terjadi pada bayi baru lahir.
- Ratio kejadian kasus ini di duniaantara anak laki-laki dan perempuan adalah 2:1.
- Disebabkan karena dinding abdomen infraumbilikal posterior gagal menutup
yang biasanya terjadi pada trimester kedua sampai ketiga.
- Menimbulkan berbagai resiko seperti gangguan berkemih, infeksi, pemakaian
kateter intremitten, refluks vesikoureteral, dan masalah kosmetik seperti klitoris
bifida.
- Kelainan ini sering dibarengi dengan adanya epispadia, spinghter kandung
kemih sering gagal berkembang.
- Untuk mendiagnosis dari ekstrofi kandung kemih termasuk mudah karena kita
dapat tegakkan langsung saat melihat kandung kemih yang terekspos pada awal
kelahiran.
- Penyebab dari kelainan ini masih belum jelas dan tidak bersifat herediter.
i) Ekstrofi Kandung Kemih Klasik : Kelainan ini didapatkan pada dinding perut
bawah adanya kandung kemih yang terekspos, umbilicus yang rendah, jarak
antara anus dan umbilicus yang pendek dan biasanya sering didapatkan
adanya hernia inguinalis yang disebabkan karena cincin ingunalis yang lebar.
Biasanya pada kelainan ini organ genital interna biasanya normal.
ii) Epispadia : Kelainan ini biasanya didapatkan phallus yang pendekdan luas, glans
yang datar serta terbuka, meatus uretra yang didapatkan di dorsal penis dan tepi
proksimal dari glans penis. Biasanya pada tulang simfisis pubis ditemukan
lebar dan otot rektus bagian distal divergen.
iii) Kloakal Ekstrofi : Kelainan ini biasanya didapatkan adanya kandung kemih
yang terbuka dan terpisah menjadi 2 bagian dan biasanya selalu berhubungan dengan
kelainan omphalochele. Kasus ini biasanya juga berkaitan dengan kegagalan jantung,
ginjal serta gastrointestinal. Kelainan yang lain seperti hidrosepalus dan
myelomeningocele juga sering dijumpai bersama kasus ini.
iv) Varian-Varian Ekstrofi : Kelainan ini dibagi menjadi dua varian yaitu
supravesical fissure dan patenturachus. Dimana pada supravesikal issure
biasanya kandung kemih yang terlihat berada didekat umbilicus dan genital
eksterna yang normal sedangkan pada patent urachus adalah abnormalitas pada
musculoskeletal yang terbuka ke bagian umbilicus., sedangkan superior vesical
fissure biasanya muncul infraumbilikal.

- Penatalaksanaan bedah pada ekstrofi dikenal dengan rekontruksi fungsional


yang bertujuan untuk menutup kandung kemih, rekontruksi dinding perut,
rekontruksi alat kelamin dan pada akhirnya mengembalikan kontinensia urin.
- The first description of exstrophy bladder dates back to 2000 BC.
- After more than 100 years of the initial surgical management by Trendelenberg,
bladder exstrophy continues to be the most difficult challenge for a pediatric surgeon.
The prevalence of classical bladder exstrophy is approximately 3.3 per 1,00,000 live
births, and it has gender predominance in males.
- Although multiple theories highlighting the etiology and pathogenesis of bladder
exstrophy have been published, the exact cause still eludes us. Of all these theories, the
one by Marshall and Muecke is the most accepted. An abnormally large cloacal
membrane causes a wedge effect and prevents the medial migration of the
mesenchymal tissue. As a result, the lower abdominal wall is not well-formed. A
subsequent rupture of the cloacal membrane results in herniation of all the contents
and leading to the clinical picture of bladder-exstrophy-epispadias complex.
- Bladder exstrophy is a rare birth defect. As per the largest International dataset, its
prevalence is approximately 2 per 100,000 births. The disease is twice more common
in boys as compared to girls. However, some studies have also shown a very high male
preponderance, with M to F=6 to 1.
- The diagnosis of exstrophy bladder is clinical and does not require any other additional
investigations. Routine hemogram and blood chemistry are performed as a part of the
preoperative work-up. Obtaining plain radiographs of the abdomen and pelvis to know
the degree od pubic diastasis is crucial. Due to continuous urine leakage, it is
uncommon to have upper tract damage before bladder plate closure. However, an
ultrasound KUB to rule out associated anomalies of the upper urinary tract should be
done.
- Other radiological investigations and nuclear scintigraphy scans are reserved for
follow-up purposes only. In females, it is always better to rule out the associated
anomalies of the Mullerian structures by an ultrasound abdomen or perineal
ultrasound. Evaluating the local microflora by taking a 'bladder swab' before surgery is
performed by some surgeons; however, evidence supporting this practice is lacking.
https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum/article/view/8513/6374
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK563156/

2) Patent Urachus
- One condition in a rare spectrum of disorders referred to as urachal anomalies.
- These conditions result from the failure of the involution of normal embryologic
tissues that serve to empty the fetal bladder.
- The location and amount of persistent tissue dictate the presenting symptoms.
- The prevalence of all urachal anomalies in their general pediatric population was
1.03%. True patent urachus was a rare diagnosis, representing only 1.5% of all
diagnosed urachal anomalies. Consequently, the incidence in male children is three
times higher than in female children.
- A true 'patent urachus' results in a communication from the urinary bladder to the
umbilicus, resulting in drainage of urine at the umbilicus, resultant dermatitis, and the
potential for recurrent urinary tract infections.
- In a newborn with visible umbilical cord abnormality, an ultrasound helps to delineate
the diagnosis further. While not usually necessary for diagnosis, CT scans are
commonly performed before evaluation by a pediatric general surgeon and are highly
sensitive for diagnosis.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK557723/

3) Vesico Uretal Reflux


- Refluks vesiko ureter adalah suatu kelainan traktus urinarius yaitu terjadinya aliran
balik urin dari vesika urinaria ke ureter selanjutnya menuju ginjal.
- Insiden RVU di masyarakat tidak diketahui secara pasti karena banyak yang
asimptomatik dan pemeriksaan invasif hanya dilakukan jika ada indikasi klinis. Nelson
melaporkan insiden RVU 1-2% sedangkan di Bagian Anak RS Cipto Mangunkusumo,
Jakarta 22%. Kemungkinan seorang anak menderita RVU menurut Deeter sebesar
10% dan menurut Choe 17-37% pada penderita hidronefrosis dengan pemeriksaan
sonografi antenatal. Anak dengan ISK berisiko menderita refluks vesiko ureter
sebanyak 15-70% menurut Nelson CP7 dan 25-40% menurut Deeter RM tergantung
usia. Anak perempuan 5-6 kali lebih sering mengalami RVU. Seorang anak yang
memiliki saudara menderita refluks vesiko ureter mempunyai risiko sebesar 25-33%
untuk mendapat kelainan yang sama. Kejadian RVU lebih banyak pada ras Kaukasia
serta sepuluh kali lebih sering mengenai anak berkulit putih.
- Refluks primer paling banyak dijumpai, muncul sejak lahir akibat adanya defek ureter
dan kegagalan mekanisme anti-refluks pada daerah ureter-vesika. Defek kongenital
berupa ureter intravesika yang pendek, orifisium ureter lebih besar dan bergeser ke
lateral merupakan penyebab terbanyak. Refluks ini juga dikatakan sebagai prediktor
kerusakan ginjal pada anak dengan ISK.
- Menurut International Reflux Study Grading System berdasarkan obstruksinya maka
RVU dibagi menjadi RVU derajat I, aliran balik urin hanya sampai di ureter. Pada
RVU derajat II, aliran balik urin sampai ke pelvis renalis dan kaliks tanpa dilatasi
ureter. Pelvis renalis normal, kaliks masih terlihat tajam. Untuk RVU derajat III,
seperti derajat II, tapi disertai dilatasi ureter ringan-sedang tanpa/ perubahan ringan
ujung forniks kaliks menjadi tumpul. Sedangkan RVU derajat IV, berupa dilatasi
ureter sedang dan berliku-liku, pelvis dan kaliks; forniks kaliks berbentuk tumpul
derajat sedang. Akhirnya RVU derajat V, berupa dilatasi berat dan berliku-liku pada
ureter, pelvis dan kaliks; forniks kaliks tumpul derajat berat serta tidak ditemukannya
lagi gambaran papila pada kaliks.
- Manifestasi klinis pada neonatus berupa gangguan pernafasan, muntah berulang, gagal
ginjal, masa di abdomen, asites akibat urin, gagal tumbuh dengan atau tanpa demam.
- Diagnosis RVU ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik yang ditunjang
dengan pemeriksaan laboratorium dan radiologi. Pemeriksaan laboratorium urin
lengkap, kultur urin, pemeriksaan hitung sel darah lengkap, kadar C-reactive protein
(CRP), tes fungsi ginjal jika diperlukan, kadar kalsium urin untuk mencari
hiperkalsiuria. Tingginya kadar prekalsitonin dapat sebagai prediktor kuat adanya
RVU.
- Hidronefrosis antenatal dan RVU sulit dibedakan. Pemeriksaan USG pada RVU akan
menunjukkan adanya refluks sesuai dengan derajatnya dan mungkin dapat terlihat
adanya hidronefrosis pada RVU derajat berat.
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/800/735

D. SISTEM GENITALIA EKSTERNA PRIA DAN WANITA


1) Phimosis
- Fimosis (Phimosis) merupakan salah satu gangguan yang timbul pada organ kelamin
bayi laki-laki, yang dimaksud dengan fimosis adalah keadaan dimana kulit kepala
penis (preputium) melekat pada bagian kepala (glans) dan mengakibatkan
tersumbatnya lubang di bagian air seni, sehingga bayi dan anak kesulitan dan kesakitan
saat kencing, kondisi ini memicu timbulnya infeksi kepala penis (balantis).
- Fimosis bisa merupakan kelainan bawaan sejak lahir (kongenital) maupun didapat.
Fimosis kongenital (true phimosis) terjadi apabila kulit preputium selalu melekat erat
pada glans penis dan tidak dapat ditarik ke belakang pada saat lahir, namun seiring
bertambahnya usia serta diproduksinya hormone dan faktor pertumbuhan, terjadi
proses keratinisasi lapisan epitel dan deskuamasi antara glans penis dan lapis bagian
dalam preputium sehingga akhirnya kulit preputium terpisah dari glans penis.
- Hanya sekitar 4% bayi yang seluruh kulit preputiumnya dapat ditarik ke belakang
penis pada saat lahir, namun mencapai 90% pada saat usia 3 tahun dan hanya 1-1,5%
laki-laki berusia 17 tahun yang masih mengalami fimosis kongenital.
- Fimosis pada bayi laki-laki yang baru lahir terjadi karena ruang di antara kutup dan
penis tidak berkembang dengan baik. Kondisi ini menyebabkan kulup menjadi melekat
pada kepala penis, sehingga sulit ditarik ke arah pangkal.
http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/151/jtptunimus-gdl-isniayusro-7506-2-14.bab-i.pdf

2) Paraphimosis

- Parafimosis terjadi bila kutup zakar yang fimosis terretraksi di belakang sulkus karena
dengan retraksi ini fimosis dapat dikurangi.
- Keadaan ini menyebabkan statsis vena distol sampai korona dengan edema
menyebabkan sampai sakit dan kemampuan untuk mengurangi kulit kulup zakar.
- Jika ditemukan awal, keadaan tersebut dapat diobati dengan mereduksi kulit kulup
zakar dengan pelicinan (lubrikasi) yang tepat.
http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/151/jtptunimus-gdl-isniayusro-7506-2-14.bab-i.pdf

3) Mikropenis
- Definisi mikropenis adalah organ penis yang ukuran panjangnya kurang dari rerata –
2.5 SD untuk usia dan perkembangan pubertasnya, tanpa disertai kelainan struktur
penis.
- Etiologi : Defisiensi sekresi testosterone (Hipogonadotropik hipogonadisme,
Hipergonadotropik hipogonadisme) , Defek pada aksis testosterone, Anomali
pertumbuhan, idiopatik.
- Diagnosis mikropenis ditegakkan jika hasil pengukuran penis di bawah rerata – 2.5
SD.

- Tata laksana mikropenis dibagi dalam terapi hormonal dan pembedahan.


https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/911/844

4) Ambiguos genetalia
- Ambiguous genitalia atau sex ambiguity adalah suatu kelainan di mana penderita
memiliki ciri-ciri genetik, anatomik dan atau fisiologik meragukan antara laki-laki dan
perempuan. Dalam bahasa Indonesia hal ini disebut dengan jenis kelamin meragukan
atau membingungkan. Disebut pula dengan kelamin ganda karena kadang-kadang
klitoris sangat besar sehingga tampak seperti ada dua kelamin.
- Terdapat tiga tahapan dalam pembentukan alat kelamin setiap individu, yaitu tahap
penentuan jenis kelamin genetic (kromosomal), tahap pembentukan alat kelamin
gonadal, dan tahap pembentukan alat kelamin fenotip. Bilamana terjadi kelainan atau
gangguan pada salah satu tahapan maka ambiguous genetalia dapat terjadi.
- Gangguan perkembangan genetalia (Disorder of genetalia development) dapat terjadi
mulai dari tahap penyatuan kromosom hingga pembentukan genetalia eksterna.
Terdapat beberapa model pengelompokan untuk ambiguitas seksual / interseksual,
tetapi yang sering dipakai secara klinis adalah male pseudohermaphroditism
(hermaprodit semu laki-laki), female pseudoherma-phroditism (hermaprodit semu
perempuan), true hermaphrodite (hermaprodit yang sebenarnya), dan dysgenesis
gonad.
- Diagnosis
Bayi baru lahir, patut dicurigai menderita kelainan ambiguous genetalia bila ditemukan
memiliki bentuk alat kelamin luar yang berbeda dari normal. Manifestasi atau bentuk
alat kelamin luar bayi yang berkemungkinan ambiguous genitalia antara lain:
a) Tampak sebagai laki-laki : •Testes tidak teraba pada bayi aterm • Hipospadi
disertai kantung skrotum terbelah • Kriptorkidisme dengan hipospadi
b) Meragukan/indeterminated • Ambigua genetalia,
c) Tampak sebagai perempuan • Hipertropi klitoris dalam berbagai derajat • Vulva
dangkal hanya dengan satu lubang • Hernia inguinalis yang berisi gonad
Diagnosis kelainan ambiguous genetalia ini meperlukan anamnesis terhadap orang tua
bayi , antara lain tentang riwayat keluarga/keturunan; riwayat penyakit, gizi, dan
konsumsi obat selama kehamilan; riwayat penyakit dahulu; pola hidup sehari-hari,dan
lain sebagainya. Pada bayi dilakukan observasi yang lebih teliti pada organ genital dan
anal serta daerah perineum, diikuti palpasi daerah perineal dan lipatan paha untuk
meraba adanya gonad/testis. Pada bayi atau anak yang lebih besar diperlukan
anamnesis dan pengamatan tentang tumbuh kembang anak. Selanjutnya, dilakukan
pemeriksaan radiologi (USG/scaning), biokimia, dan genetika. Pemeriksaan radiologis
diperlukan untuk melihat anatomis alat kelamin dalam. Pemeriksaan biokimia untuk
melihat kadar 17- OH progesterone, testosterone, LH, folliclestimulating hormone
(FSH), hCG, 11 deoksicortisol dan deoksikorticosterone, 21 hydroksilase dan 11
hidroksilase, 5α reduktase, dan lain-lain. Pemeriksaan genetika untuk memastikan
bahwa karyotipe bayi/anak adalah XY atau XX atau mungkin yang lain (XO, XXY
atau lainnya).
http://journal.unair.ac.id/filerPDF/ikfml5427baf863full.pdf

2. TATALAKSANA
A. FARMAKO
1) Vesico Uretal refluks
Terapi berupa profilaksis antibiotik. Jika seorang anak pernah diterapi sebagai ISK, atau
adanya abnormalitas pemeriksaan radiologi maka harus segera diberikan profilaksis.
Kejadian RVU persisten tanpa ISK berulang pada anak laki-laki biasanya hanya dilakukan
profilaksis sampai usia pubertas, sedangkan pada anak perempuan disarankan tindakan
pembedahan (pertimbangan kehamilan). Menurut pedoman Royal College of Physicians,
profilaksis antibiotik diberikan minimal sampai umur 5 tahun atau sampai terjadi resolusi
spontan atau resolusi melalui pembedahan. Kemungkinan resolusi spontan sangat besar
pada usia kurang dari 5 tahun dengan RVU derajat I-III sedangkan derajat IV-V dapat
terjadi resolusi spontan jika bebas dari ISK. Jenis antibiotik yaitu amoksisilin pada bayi
yang berumur kurang dari 8 minggu, sedangkan pada anak yang berusia lebih tua
digunakan trimetroprim-sulfametoksasol, nitrofurantoin dan golongan penisilin. Dosis
antibiotik ¼ dari dosis terapi dalam bentuk suspensi (oral) sekali sehari pada malam hari
hal ini untuk memaksimalkan kadar obat di dalam vesika urinaria sepanjang malam.
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/800/735

2) Ureteropelvic junction obstruction


Medical management is considered to maintain sterile urine, treating urinary tract
infections, and assess renal function and the grade of hydronephrosis on a regular basis.
However, UPJO cannot be revered using medical management solely.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK560740/

3) Fimosis
Fimosis yang disertai balaniits xerotica obliterans dapat diberikan salep deksamethasone
0,1% yang dioleskan 3-4 kali sehari, dan diharapkan setelah 6 minggu pemberian,
preputium dapat diretraksi spontan.
http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/151/jtptunimus-gdl-isniayusro-7506-2-14.bab-i.pdf

4) Mikropenis
Tidak ada konsensus mengenai dosis, cara pemberian, waktu pemberian, dan lama
pengobatan androgen pada pasien dengan mikropenis. Namun, beberapa penulis seperti
Conte dkk, Bin Abbas, dkk, dan Sutherland, dkk merekomendasikan pemberian
testosteron enanthate 25-50 mg intramuskular setiap bulan, selama 3 bulan. Diharapkan
rerata penambahan panjang penis sekitar 2 cm. Jika terjadi kegagalan penambahan
panjang penis, Tietjen dkk. menganjurkan untuk mengulang terapi hormonal. Hal ini
berdasarkan penemuan Tietjen dkk bahwa protein reseptor androgen dan enzim 5a-
reduktase secara signifikan melakukan down regulation pada penis selama periode
pematangan normal. Sejak diketahui bahwa reseptor androgen dan enzim 5a-reduktase
mempunyai hubungan integral terhadap perkembangan penis timbul hipotesis bahwa
pemberian androgen intermiten secara teratur selama masa bayi, kanak-kanak dan remaja
sebelum masa down regulation dapat menghasilkan pertumbuhan penis yang optimal.
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/911/844

5) Ambigous Genetalia
Secara definitif, pada ambiguous genetalia dapat dilakukan terapi hormonal dan terapi
pembedahan (penyesuaian). Bila pasien menjadi laki-laki, maka tujuan pengobatan
endokrin adalah mendorong perkembangan maskulinasi dan menekan perkembangan
feminisasi, dengan memberikan testosteron. Bila perkembangan mengarah kepada
perempuan maka tujuan pengobatan adalah mendorong secara simultan perkembangan
karakteristik seksual ke arah feminim dan menekan perkembangan maskulin. Pada CAH
diberikan glukokortikokoid dan hormon untuk retensi garam. Glukokortikoid dapat
membantu pasien mempertahankan reaksi bila terjadi stress fisik dan menekan
perkembangan maskulinisasi pada pasien perempuan. Pengobatan dengan hormon seks
biasanya dimulai pada saat pubertas dan glukokortikoid dapat dilakukan lebih awal bila
diperlukan, biasanya dimulai saat diagnosis ditegakkan. Pemberian terapi harus dilakukan
seumur hidup untuk mempertahankan sifat karakteristik.
http://journal.unair.ac.id/filerPDF/ikfml5427baf863full.pdf

B. NON FARMAKO
1) Ekstrofi Vesicaurinaria
- Penatalaksanaan bedah pada ekstrofi dikenal dengan rekontruksi fungsional
yang bertujuan untuk menutup kandung kemih, rekontruksi dinding perut,
rekontruksi alat kelamin dan pada akhirnya mengembalikan kontinensia urin.
- Penatalaksaanan ini terdiri dari tiga fase.
- Fase I bertujuan untuk melindungi saluran kencing bagian atas dan memudahkan
rekontruksi pada tahap lanjut yang dilakukan biasanya segera setelah bayi lahir.
Penutupan awal kandung kemih diharapkan dapat dilakukan dalam kurun waktu 72
jam setelah kelahiran. Jika terlambat, maka diperlukan tindakan osteotomi yang
bertujuan agar kandung kemih dapat diletakkan didalam cincin pelvis.
- Fase II bertujuan untuk memperbaiki struktur alat kelamin dan mendukung dari
perkembangan kandung kemih untuk meningkatkan tahanan saluran keluar.
Fase ini biasanya dilakukan jika bayi sudah berumur 1 tahun.
- Fase III biasanya dilakukan pada saat bayi berumur kira-kira 4 tahun. Fase ini
bertujuan untuk mencapai kontinensia dan mendukung kepercayaan diri. Pada
fase inidilakukan rekonstruksi pada leher kandung kemih yang bertujuan untuk
kontinensia urin dan perbaikan refluks vesicoureteral.
https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum/article/view/8513/6374

2) Patent Urachus
- Patent urachus should be surgically resected, either by an open or laparoscopic
approach, to avoid recurrent urinary tract infections and umbilical skin breakdown. 
- In newborns or small children, an open approach typically involves smaller incisions,
less scarring, and is relatively easy from a technical standpoint. 
- The patent urachus should be resected in its entirety, including the portion of the
bladder it attaches to, and the bladder should be closed in two layers with absorbable
suture. While not mandatory, rarely some surgeons will place a Foley catheter and
leave it in place for 24 to 72 hours after surgery, particularly if a large bladder repair is
required.
- If a child is diagnosed with a urachal anomaly and has an infected umbilicus, incision
and drainage should be performed, antibiotics started, and the wound should be fully
healed for 4 to 6 weeks before the elective repair is considered to avoid a bladder leak.
If the child is asymptomatic from the standpoint of a urachal anomaly, particularly
with a bladder diverticulum, the risk to benefit ratio of excision has not been
determined, and many surgeons are now opting to follow these patients.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK557723/

3) Vesico Uretal Refluks


Indikasi pembedahan antara lain adanya 1) ISK berulang disertai demam meskipun telah
mendapat profilaksis antibiotik, 2) refluks berat (derajat V/IV bilateral) terutama yang
disertai parut ginjal, 3) refluks ringan/sedang pada perempuan yang persisten hingga usia
pubertas, 4) respon terapi medikamentosa kurang memuaskan, 5) adanya kelainan bentuk
orifisium ureter, 6) pertumbuhan dan fungsi ginjal yang buruk serta adanya pembentukan
parut ginjal baru. Pembedahan berupa reimplantasi ureter (ureteroneocystostomy)
ekstravesikal maupun intravesikal dengan membuat panjang saluran submukosa mencapai
rasio 5 : 1, memperkuat otot detrusor, memperbaiki fiksasi ureter. Injeksi
polytetrafluoroethylene (Teflon®) melalui endoskopi berhasil mengkoreksi sebesar 70-
94%. Pembedahan dikatakan tidak terlalu bermakna sebagai tambahan terapi antibiotika
karena 9 reimplantasi hanya akan dapat mencegah 1 kejadian ISK dengan demam.
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/800/735

4) Ureteropelvic junction obstruction


Surgical intervention is the gold standard treatment of ureteropelvic junction obstruction
(UPJO) if indicated.
The indications for surgical treatment include:
o UPJO with less than 40% in the split function of the affected kidney on the diuretic
renogram.
o Renal parenchymal atrophy due to severe bilateral UPJO
o Recurrent infections despite using prophylactic antibiotics
o Symptomatic obstructive UPJO, or associated with an abdominal mass
Options of surgery : Endourology, Enodopyelotomy, Pyeloplasty
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK560740/

5) Fimosis
- Dilakukan tindakan sirkumsisi (membuang sebagian atau seluruh bagian kulit
preputium).
- Dilakukan tindakan teknik bedah preputioplasty (memperlebar bukaan kulit preputium
tanpa memotongnya).
http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/151/jtptunimus-gdl-isniayusro-7506-2-14.bab-i.pdf
6) MIkropenis
- Tindakan operasi untuk membesarkan penis memberikan hasil yang bervariasi.
Kesulitan operasi terutama karena terbatasnya kemampuan untuk membentuk jaringan
korpus penis, untuk fungsi ereksi dipakai penis buatan.
- Sebenarnya operasi yang dilaporkan berhasil dilakukan bukanlah pada kasus
mikropenis yang sebenarnya. Hal ini memang akibat kelemahan cara mendiagnosis
mikropenis itu sendiri.
- Selain operasi rekonstruksi, pada mikropenis yang gagal dengan terapi hormonal,
dipertimbangkan operasi penggantian jenis kelamin. Mengenai waktu untuk
melakukan penggantian kelamin masih belum ada kesepakatan, walaupun ada penulis
menganjurkan operasi dilakukan atas kemauan si anak. Aaronson menganjurkan
operasi penggantian jenis kelamin pada mikropenis di bawah ukuran panjang rerata-
3SD.
- Woodhouse membuktikan bahwa penis kecil dengan fungsi ereksi alamiah
menghasilkan fungsi seksual yang lebih baik dibanding penis yang diperbesar dengan
operasi. Reilly dan Woodhouse menyatakan pada akhir penelitiannya, bahwa ukuran
penis yang kecil tidak dapat menghalangi seseorang hidup seperti pria normal lainnya.
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/911/844

7) Ambigous Genetalia
Tujuan pembedahan rekonstruksi pada perempuan adalah agar mempunyai genetalia
eksterna feminim, sedapat mungkin bentuk dan fungsinya mendekati normal. Biasanya
dilakukan secara bertahap, tahap pertama mengkoreksi ukuran clitoris yang terlalu besar,
dan tahap kedua dilakukan untuk mengkoreksi bentuk vagina. Pada laki-laki koreksi
bertujuan untuk mengkoreksi bentuk penis dan urethra, biasanya dapat dengan satu
tahapan operasi, kecuali pada kasus yang sulit.
http://journal.unair.ac.id/filerPDF/ikfml5427baf863full.pdf

3. KOMPLIKASI, PROGNOSIS DAN RUJUKAN


A. Ekstrofi Kandung Kemih
- The most common complications of the surgical treatment of bladder exstrophy are
wound dehiscence and bladder dehiscence. Complete dehiscence can cause bladder
prolapse. It can be prevented by adequate mobilization of the flaps and by
incorporating osteotomy during bladder turn-in, thus reducing the tension over the
abdominal wall and bladder plate.
- Continence: functional voiding outcomes must be assessed in terms of the dry period
and continence. But, there is no universally accepted definition of urinary continence.
According to the Johns Hopkins group, continence was defined as the dry period of at
least 3 hours during the day, dry during the night, able to void without clean
intermittent catheterization (CIC), and no need for augmentation. They have shown
that 70% of their patients had continence as per this definition.
- Sexual function: the majority of the patients have a normal long-term sexual function.
Fertility, which is normal in females, is significantly low in males. Patients who have
undergone diversion procedures have better ejaculatory function and fertility as
compared to those who have undergone reconstructive procedures
- Patients of exstrophy usually require long-term follow-up; therefore, the involvement
of multiple disciplines is necessary for their optimal care. Neonatologist and
pediatrician plays a vital role in the pre-operative management of these children.
Surgical consultation has to be sought immediately after birth, as an early repair
generally obviates the need for osteotomy. For osteotomy, consultation with a trained
pediatric surgeon is required. Long-term upper tract functional assessment requires
consultation with a nephrologist. When these patients enter adolescence and
adulthood, there are certain psychosocial and sexual issues that need to be addressed
properly. Therefore, consultation with a psychiatrist and a urologist/andrologist is
required during their transitional care.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK563156/

B. Patent Urachus
- The prognosis of children with isolated urachal anomalies is excellent; however, the
potential presence of posterior urethral valves should not be overlooked in infants with
total patent urachus. It should also be noted that 25% to 30% of children with prune
belly syndrome have patent urachus.
- With regards to patent urachus, recurrent urinary and umbilical infections can
represent a significant cause of morbidity. While postoperative complications are rare,
wound infection and dreaded intraperitoneal urinary leak can occur.
- Consultation with a pediatric surgeon is required in patients with a suspected or
confirmed urachal anomaly. In children with associated urinary tract abnormalities
(i.e., posterior urethral valves), urology is routinely involved.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK557723/

C. Vesico Uretal Refluks


- Komplikasi RVU adalah refluks persisten karena mobilisasi ureter tidak adekuat,
pendeknya saluran intramural, dan kesalahan penempatan orifisium. Obstruksi ureter
terjadi karena edem pada lokasi ureteroneostomi, bekuan darah atau mukus. Hematuria
karena hemostasis yang tidak adekuat. Urosepsis sebagai akibat ISK yang tidak di
obati atau obstruksi ureter. Anuria akibat dehidrasi, obstruksi ureter bilateral atau
perburukan perjalanan penyakit menjadi gagal ginjal.
- Perjalanan penyakit RVU terutama pada refluks primer tanpa ISK berulang pada
umumnya akan mengalami resolusi spontan. Sebesar 66% RVU derajat sedang pada
bayi dapat terjadi resolusi spontan sampai usia 5 tahun. Jika RVU tidak dikoreksi akan
terjadi refluks nefropati persisten, pielonefritis yang berlanjut menjadi parut ginjal,
hipertensi, insufisiensi ginjal dan akhirnya gagal ginjal. Hampir 4% anak dengan RVU
berlanjut menjadi gagal ginjal terminal. Studi prospektif selama 10 tahun menunjukkan
tidak terdapat perbedaan bermakna dalam pertumbuhan ginjal antara terapi
pembedahan dan medikamentosa pada RVU berat, hanya sedikit mengalami parut
ginjal baru dan sangat jarang terjadi dalam 5 tahun pertama pengamatan. Ginjal
dengan refluks derajat ringan akan tumbuh dengan normal sedangkan derajat berat
akan menyebabkan retardasi pertumbuhan.
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/800/735

D. Ureteropelvic junction obstruction


- Prognosis : Neonatal ureteropelvic junction obstruction (UPJO) and hydronephrosis
gradually resolve without any surgical intervention in most of the patients. There has
been shown a strong correlation between the grade of hydronephrosis and the chance
of spontaneous resolution. The Society for Fetal Urology suggested a grading system
for hydronephrosis into four grades, grade I resolves in approximately 50% of patients,
and grades II, III, IV hydronephrosis resolve in 36%, 16%, and 3% of cases,
respectively.
- Complications : Recurrent urinary tract infection; with perinephric stranding; Chronic
loin pain; Formation of secondary renal stones ;With prolonged obstruction, loss of
kidney function can occur, partially or completely
- The management of ureteropelvic junction obstruction (UPJO) should be implemented
by an interprofessional team that consists of a urologist, emergency department
provider, radiologist, primary care provider, and nephrologist. Moreover, the
gynecologist plays a major role in diagnosing the condition antenatally. Urologic
nurses should be a part of the team as well, taking care of patients and responding to
their needs. Pharmacists are asked to review the patients' medications to avoid any
insult to the kidney or drug-drug interactions that might worsen the situation.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK560740/

E. Fimosis
Komplikasi yang dapat terjadi pada anak /bayi yang mengalami fimosis, antara lain
terjadinya infeksi pada uretra kanan dan kiri akibat terkumpulnya cairan smegma dan
urine yang tidak dapat keluar seluruhnya pada saat berkemih. Infeksi tersebut akan naik
mengikuti saluran urinaria hingga mengenai ginjal dan dapat menimbulkan kerusakan
pada ginjal.
http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/151/jtptunimus-gdl-isniayusro-7506-2-14.bab-i.pdf

F. Ambigous Genetalia
Penanganan penderita ambiguous genetalia harus dilakukan secara holistic karena
dampaknya tidak hanya sebatas masalah medis namun juga psikologis, social bahkan
hukum. Oleh karena itu penanganannya harus melibatkan berbagai macam keahlian.
Sudah ditunjuk beberapa rumah sakit sebagai pusat rujukan untuk menangani kasus
ambiguous genetalia beserta team yang menanganinya, yang salah satu diantaranya
menangani bidang hukum dan medikolegal.
http://journal.unair.ac.id/filerPDF/ikfml5427baf863full.pdf

Anda mungkin juga menyukai