Anda di halaman 1dari 46

BAB I

PENDAHULUAN
A Latar Belakang
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi pada era globalisasi
saat ini sangat pesat dan persaingan sangat ketat, sehingga diperlukan sumber
daya manusia yang berkualitas yang mampu bersaing dan mampu
menghadapi perubahan-perubahan yang tidak menentu. Salah satu pembinaan
sumber daya manusia yaitu melalui pendidikan. Oleh karena itu, pendidikan
perlu mendapat perhatian lebih oleh pemerintah dan masyarakat.
Seiring dengan peningkatan mutu pendidikan tersebut, matematika
merupakan salah satu bidang ilmu yang memegang peranan penting dalam
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Untuk memanfaatkan
teknologi di masa depan salah satunya diperlukan penguasaan matematika
yang kuat sejak dini. Hal tersebut disebabkan karena matematika merupakan
salah satu ilmu universal yang turut serta mendasari perkembangan teknologi
modern dan mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin ilmu dan
memajukan daya pikir manusia.
Bagi dunia keilmuan, matematika memiliki peran sebagai bahasa
simbolik yang memungkinkan terwujudnya komunikasi secara cermat dan
tepat. Sehingga dapat dikatakan bahwa perkembangan pesat di bidang
teknologi informasi dan komunikasi dewasa ini dilandasi oleh perkembangan
matematika. Mengingat peranan matematika tersebut, maka perlu adanya
peningkatan prestasi pada mata pelajaran matematika.
Matematika bukan alat untuk sekedar berpikir melainkan merupakan
alat untuk menyampaikan ide yang jelas dan tepat. Oleh karena itu,

matematika terus disampaikan sebagai suatu bahasa yang bermakna.


Matematika merupakan aktivitas sosial yang melibatkan proses interaksi yang
aktif, dimana siswa harus menerima ide-ide matematika melalui mendengar,
membaca dan membuat visualisasi. Komunikasi membuka ruang kepada
siswa untuk berdiskusi dan membahas tentang matematika.
Kemampuan siswa untuk mengomunikasikan gagasan dengan simbol,
tabel, diagram, grafik, atau gambar merupakan salah satu kemampuan dasar
komunikasi matematika. Matematika dalam ruang lingkup komunikasi secara
umum mencakup keterampilan atau kemampuan menulis, membaca, diskusi,
dan wacana. Kemampuan komunikasi matematika meliputi: (1) kemampuan
memberikan alasan rasional terhadap suatu pernyataan, (2) kemampuan
mengubah bentuk uraian ke dalam model matematika, dan (3) kemampuan
mengilustrasikan ide-ide matematika dalam bentuk uraian yang relevan
(Wihatma, 2004: 1)
Membangun komunikasi matematika menurut The National Council of
Teachers of Mathematics (NCTM), dapat memberikan manfaat pada siswa
berupa: (1) memodelkan situasi dengan lisan, tertulis, gambar, grafik, dan
secara aljabar, (2) merefleksi dan mengklarifikasi dalam berpikir mengenai
gagasan-gagasan matematika dalam berbagai situasi, (3) mengembangkan
pemahaman terhadap gagasan-gagasan matematika termasuk peranan
definisi-definisi dalam matematika, (4) menggunakan keterampilan membaca,
mendengar, dan menulis untuk menginterpretasikan dan mengevaluasi
gagasan matematika, (5) mengkaji gagasan matematika melalui konjektur dan

alasan yang meyakinkan, (6) memahami nilai dari notasi dan peran
matematika dalam pengembangan gagasan matematika.
Kemampuan komunikasi, penalaran dan pemecahan

masalah

matematik merupakan kompetensi hasil belajar matematika yang juga


dituntut oleh kurikulum 2013. Kemampuan tersebut merupakan bagian dari
kemampuan berfikir matematik tingkat tinggi. Agar kemampuan berfikir
matematik tingkat tinggi berkembang, maka pembelajaran harus mampu
memposisikan siswa untuk dapat terlibat secara aktif dalam banyak kegiatan
matematik yang bermanfaat. Saat seorang siswa memperoleh informasi
berupa konsep matematika yang diberikan guru maupun yang diperoleh dari
bacaan, maka saat itu terjadi transformasi informasi matematika dari sumber
kepada siswa tersebut. Siswa akan

memberikan

respon

berdasarkan

interpretasinya terhadap informasi tersebut. Namun, karena karakteristik


matematika yang sarat dengan istilah dan simbol, maka tidak jarang ada
siswa yang mampu memahaminya

dengan

baik dan ada yang kurang

memahaminya. Siswa yang mempunyai kemampuan komunikasi yang lemah


akan berakibat pada lemahnya kemampuan-kemampuan matematika yang
lain. Siswa yang mempunyai kemampuan komunikasi matematik yang baik
akan bisa membuat representasi yang beragam, hal ini akan lebih
memudahkan dalam menemukan alternatif-alternatif penyelesaian yang
berakibat pada meningkatnya kemampuan menyelesaikan permasalahan
matematika. Oleh karenanya kemampuan komunikasi matematik perlu
dikembangkan dalam diri siswa.

Berdasarkan hasil observasi awal pada hari Rabu, 25 November 2016


dilakukan wawancara dengan guru matematika kelas VIII, diperoleh
informasi bahwa masih rendahnya kemampuan komunikasi matematik siswa
khususnya siswa kelas VIII SMP Negeri 13 Kendari, diantaranya disebabkan
karena: (1) banyak siswa yang tidak mampu membuat kesimpulan dari materi
yang telah dipelajari; (2) ketika ada masalah yang disajikan dalam bentuk
soal cerita, siswa masih bingung bagaimana menyelesaikannya, mereka
kesulitan dalam membuat model matematik dari soal cerita tersebut; (3) siswa
jarang bertanya maupun menanggapi tanggapan karena siswa tidak tahu dan
tidak paham apa yang ingin ditanyakan dan belum mampu menjelaskan ideide matematika.
Fakta ini didukung dengan nilai rata-rata hasil tes kemampuan
komunikasi matematik siswa seperti pada tabel 1.1 berikut.
Tabel 1.1. Data nilai rata-rata hasil tes kemampuan komunikasi matematik
siswa kelas VIII SMPN 1 Kendari

Kelas

Nilai Rata-rata
Kemampuan Komunikasi
Matematik

VIII1

55.18

VIII2

58.9

VIII3

54.7

VIII4

47.14

VIII5

55.3

VIII6

25

VIII7

31.2

Rata-rata

46.77

Sumber : Hasil Tes yang Dilakukan pada Saat Observasi


Kemungkinan penyebab kelemahan siswa, antara lain: (1) pola
pengajarannya
memberikan

masih

dengan

contoh-contoh

dan

tahapan

memberikan

berikutnya

materi-materi,

latihan-latihan

sehingga

pengetahuan siswa bukan hasil konstruksi pemikiran sendiri; (2) soal-soal


yang diberikan guru masih terbatas pada konsep materi yang diberikan; (3)
dalam menyelesaikan suatu permasalahan dalam soal, tidak diajarkan strategistrategi yang bervariasi, sehingga jika dihadapkan
membutuhkan

pemahaman

tingkat

tinggi,

siswa

pada soal yang


tidak

dapat

menyelesaikannya dengan baik.


Memperlihatkan akar masalah yang telah dikemukakan, dapat
disimpulkan bahwa gejala-gejala tersebut merupakan gejala kemampuan
komunikasi matematik siswa yang masih rendah. Untuk itu, perlu dipikirkan
cara-cara untuk mengatasinya. Guru harus memperhatikan komponenkomponen yang menunjang keberhasilan suatu proses pembelajaran. Selain
kesiapan siswa dan guru, faktor yang terpenting adalah perhatian terhadap
kesesuaian antara pendekatan dan model yang digunakan kaitannya dengan
materi yang diajarkan.

Pembelajaran yang bermakna sangat dibutuhkan terutama untuk


materi-materi yang saling berhubungan satu dengan yang lainnya seperti
halnya materi Lingkaran. Dalam memahami konsep-konsep dari Lingkaran
bukan hanya sekedar dihafalkan, tetapi lebih pada pemahaman dan
mengaitkannya (mengaplikasikannya) dengan masalah yang terjadi dalam
kehidupan sehari-hari. Pembelajaran akan menjadi bermakna jika menyajikan
masalah kontekstual sehingga merangsang siswa untuk belajar.
Pembelajaran yang memiliki sifat dan karakter pembelajaran yang
bermakna adalah Contekstual Teaching and Learning (CTL). Model
pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) merupakan salah satu model
pembelajaran yang dikembangkan dalam pembelajaran pendekatan saintifik.
Pada PBM, siswa juga dituntut aktif untuk mendapatkan konsep yang
dapat

diterapkan

dengan

jalan memecahkan masalah, siswa akan

mengeksplorasi sendiri konsep-konsep yang harus mereka kuasai, dan siswa


diaktifkan untuk bertanya dan beragumentasi melalui diskusi, mengasah
keterampilan investigasi, dan menjalani prosedur kerja ilmiah lainnya
(Permana, 2010). Jadi model

pembelajaran ini juga digunakan sebagai

pendorong untuk dapat memunculkan kemampuan komunikasi matematik


siswa, karena model pembelajaran ini berangkat dari persoalan dalam dunia
nyata sehingga siswa dapat menyajikan pernyataan matematika baik secara
lisan maupun tulisan, melakukan manipulasi matematika dan pada akhirnya
dapat menemukan pola atau sifat dari gejala matematik untuk membuat
generalisasi. Jadi antara pendekatan saintifik dengan model pembelajaran
berbasis masalah (PBM) saling menunjang satu sama lainnya

Berdasarkan uraian di atas, penulis berkeinginan untuk melakukan


penelitian dengan judul Pengaruh Model Pembelajaran Contextual Teaching
and Learning (CTL) terhadap Kemampuan Komunikasi Matematik Siswa
B Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang maka rumusan masalah yang akan dikaji
dalam penelitian ini adalah:
1

Bagaimana kemampuan komunikasi matematik siswa Kelas VIII SMP


Negeri 13 Kendari sebelum diajar dengan menggunakan model

pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL)?


Bagaimana kemampuan komunikasi matematik siswa Kelas VIII SMP
Negeri

13

Kendari

setelah

diajar

dengan

menggunakan

model

pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL)?


Apakah pembelajaran dengan model pembelajaran Contextual Teaching
and Learning (CTL) mempunyai pengaruh terhadap kemampuan
komunikasi matematik siswa?

C Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan di atas, maka
tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini sebagai berikut:
1 Untuk memperoleh gambaran kemampuan komunikasi matematik siswa
Kelas VIII SMP Negeri 13 Kendari sebelum diajar dengan pembelajaran
yang menggunakan model pembelajaran Contekstual Teaching and
2

Learning (CTL) .
Untuk memperoleh gambaran kemampuan komunikasi matematik siswa
Kelas VIII SMP Negeri 13 Kendari setelah diajar dengan pembelajaran

yang menggunakan model pembelajaran Contextual Teaching and


Learning (CTL).
Untuk mengetahui pengaruh pembelajaran dengan model pembelajaran

Contextual

Teaching

and

Learning

(CTL)

terhadap

kemampuan

komunikasi matematik siswa.


D Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dapat diperoleh dari penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1

Bagi guru, dapat memberikan informasi tentang penerapan model


pembelajaran

Contextual

Teaching

and

Learning

(CTL)

untuk

meningkatkan kemampuan komunikasi matematik siswa sehingga


penguasaan matematika siswa dapat meningkat.
2

Bagi siswa, dapat menambah pengetahuan terhadap konsep matematika


serta dapat mengaitkan matematika dengan kehidupan sehari-hari
sehingga dapat meningkatkan kemampuan komunikasi matematiknya.

Bagi sekolah, sebagai bahan masukan bagi sekolah yang dijadikan tempat
penelitian dalam upaya meningkatkan kemampuan komunikasi matematik
secara khusus dan dalam upaya meningkatkan prestasi belajar matematik
secara umum.

Sebagai bahan acuan dan tambahan referensi bagi mahasiswa atau peneliti
yang tertarik ingin mengangkat topik penelitian yang relevan dengan
penelitian ini.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A Deskripsi Teoritik
1 Hakikat Pembelajaran Matematika
Proses pembelajaran merupakan kegiatan inti dalam pendidikan.
Segala sesuatu yang telah diprogramkan akan dilaksanakan dalam proses
pembelajaran. Pembelajaran adalah suatu kegiatan yang bernilai edukatif.
Dalam proses pembelajaran siswa adalah subjek dan objek dari proses
pembelajaran (Djamarah, 1997: 10). Dalam suatu proses pembelajaran,
adanya unsur proses belajar memegang peranan yang sangat penting.
Belajar bukan suatu tujuan, tetapi belajar merupakan suatu proses untuk
mencapai tujuan (Hamalik, 2001: 29). Belajar menurut Fontana dalam
Suherman dkk (2003: 7) merupakan proses perubahan tingkah laku
individu yang relatif tetap sebagai hasil pengalaman.
Hakikat belajar menurut teori kognitif dijelaskan sebagai suatu
aktivitas belajar yang berkaitan dengan penataan informasi, reorganisasi,
perseptual, dan proses internal. Budiningsih (2008: 58) menyatakan bahwa
belajar menurut pandangan konstruktivis merupakan suatu proses
pembentukan pengetahuan baru. Pembentukan pengetahuan baru ini harus
dilakukan oleh siswa. Siswa harus aktif melakukan kegiatan, aktif berpikir,
menyusun konsep, dan memberi makna tentang hal-hal yang sedang
dipelajari. Siswa dipandang memiliki kemampuan untuk mengkonstruksi

pengetahuan baru tersebut berdasarkan proses interaksi terhadap


pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya.
Hakikatnya

pembelajaran

matematika

adalah

membangun

pengetahuan matematika. Menurut Suherman dkk (2003: 57) dalam


pembelajaran matematika, para siswa dibiasakan untuk memperoleh
pemahaman melalui pengalaman tentang sifat-sifat yang dimiliki dan yang
tidak dimiliki dari sekumpulan objek (abstraksi). Abstraksi merupakan
sebuah proses yang ditempuh pikiran untuk sampai pada konsep yang
bersifat umum. Selanjutnya, dengan abstraksi tersebut para siswa dilatih
untuk membuat perkiraan, terkaan atau kecenderungan berdasarkan
kepada pengalaman atau pengetahuan yang dikembangkan melalui contohcontoh khusus yang disebut dengan generalisasi. Dalam melaksanakan
kegiatan pembelajaran matematika, perlu memperhatikan beberapa hal,
yaitu: 1) mengkondisikan siswa untuk menemukan kembali rumus, konsep
atau prinsip dalam matematika melalui bimbingan guru agar siswa terbiasa
melakukan penyelidikan dan menemukan sesuatu, 2) dalam setiap
pembelajaran, guru hendaknya memperhatikan penguasaan materi
prasyarat yang diperlukan, 3) pendekatan pemecahan masalah merupakan
fokus dalam pembelajaran matematika, yang mencakup masalah tertutup
(mempunyai solusi tunggal) dan masalah terbuka (mempunyai lebih dari
satu penyelesaian atau cara penyelesaian).
Uraian tentang belajar dan pembelajaran matematika yang telah
dipaparkan, maka dapat diartikan bahwa belajar matematika merupakan

proses aktif dari siswa untuk membangun pengetahuan matematika,


sedangkan pembelajaran matematika berarti membangun pengetahuan
matematika. Melalui pembelajaran matematika, siswa akan memperoleh
suatu pengetahuan baru berdasarkan proses interaksi terhadap pengetahuan
yang telah dimiliki sebelumnya.
2

Kemampuan Komunikasi matematik


Kata komunikasi (bahasa Inggris: Communication) berasal dari
kata kerja Latin communicare, yang berarti berbicara bersama,
berunding, berdiskusi dan berkonsultasi, satu sama lain. Kata ini erat
hubungannya dengan kata Latin communitas, yang tidak hanya berarti
komunitas/masyarakat sebagai satu kesatuan, tetapi juga berarti ikatan
berteman dan rasa keadilan dalam hubungan antara orang-orang satu sama
lain.
Menurut NCTM (1989: 214), matematika sebagai alat komunikasi
dapat: 1) mengungkapkan dan menjelaskan pemikiran mereka tentang ide
matematika dan hubungannnya; 2) merumuskan definisi matematika dan
membuat

generalisasi

yang

diperoleh

melalui

investigasi;

3)

mengungkapakan ide matematika secara lisan dan tulisan; 4) menyajikan


matematika yang di baca dan ditulis dengan pengertian; 5) menjelaskan
dan mengajukan pertanyaan yang berhubungan dengan matematika yang
biasa di baca dan didengar; dan 6) menghargai nilai ekonomis daya dan
keindahan matematika.

Salah satu berpikir tingkat tinggi dalam matematika adalah


komunikasi matematis atau komunikasi matematik yang menghubungkan
benda nyata, gambar dan diagram ke dalam ide matematika; menjelaskan
ide, situasi dan relasi matematika secara lisan atau tulisan dengan benda
nyata, gambar, grafik dan aljabar; menyatakan peristiwa sehari-hari dalam
bahasa simbol matematika; mendengarkan, berdiskusi tentang matematika;
dan mencoba dengan pemahaman suatu presentasi matematika tertulis,
membuat konjektur, menyusun argumen, merumuskan definisi dan
generalisasi;

serta

mejelaskan

dan

membuat

pertanyaan

tentang

matematika yang telah dipelajari.


Komunikasi berkaitan dengan aspek mencari, memilah-milah,
merumuskan, menerapkan, mengatur, menghubungkan, dan memadukan
gagasan dengan kata-kata yang bermakna dan dapat dipahami. Kaitan itu
melalui proses pembelajaran dapat kita amati, siswa yang banyak
melakukan aktivitas belajar seperti mendengar, mencatat, bertanya,
berdiskusi, membuat pekerjaan rumah. Secara umum, kemampuankemampuan dasar yang diharapkan dapat digali dan ditingkatkan melalui
kegiatan matematika adalah kemampuan komunikasi matematik.
Kemampuan komunikasi matematik dalam NCTM (1989: 140)
adalah kemampuan yang ditunjukan siswa:
a

Merefleksikan dan menjelaskan pemikiran siswa mengenai ide dan

hubungan matematika,
Memformulasikan definisi matematika dan generalisasi melalui
metode penemuan,

c
d
e

Menyatakan ide matematika secara lisan dan tulisan,


Membaca wacana matematika dengan pemahaman,
Mengklarifikasi dan memperluas pertanyaan terhadap matematika

yang dipelajarinya,
Menghargai keindahan dan kekuatan notasi matematika dalam
mengembangkan ide matematika.
Herdian ( 2010: 1) mengungkapkan bahwa indikator kemampuan

komunikasi matematik adalah:


a

Dapat merefleksikan benda-benda nyata, gambar, dan diagram ke

dalam ide matematika,


Membuat model situasi atau persoalan menggunakan metode lisan,

tertulis, konkrit, grafik, dan aljabar,


Menyatakan peristiwa sehari-hari

d
e
f

matematika,
Mendengarkan, berdiskusi, dan menulis tentang matematika,
Membaca dengan pemahaman suatu presentasi matematik tertulis,
Membuat konjektur, menyusun argument, merumuskan defenisi, dan

generalisasi,
Menjelaskan dan membuat pertanyaan tentang matematika yang telah

dalam

bahasa

dan

simbol

dipelajari.
Baroody dalam (Wasiah, 2004: 1) mengungkapakan bahwa
komunikasi adalah kemampuan siswa yang dapat diukur melalui aspekaspek:
a

Representasi (Representating)
Representasi adalah bentuk baru sebagai hasil translasi dari suatu
masalah atau ide; translasi suatu diagram atau model fisik ke dalam

simbol kata-kata.
Mendengar (Listening)

Mendengar merupakan sebuah aspek yang sangat penting ketika


sedang berdiskusi. Begitupun dalam kemampuan berkomunikasi,
mendengar merupakan aspek yang sangat penting untuk dapat
c

terjadinya komunikasi yang baik.


Membaca (Reading)
Reading adalah aktivitas membaca aktif untuk mencari jawaban atas
pertanyaan yang telah disusun. Membaca aktif berarti membaca yang
difokuskan pada paragraf yang diperkirakan mengandung jawaban

yang relevan dengan pertanyaan.


Diskusi (Discussing)
Mediskusikan sebuah ide adalah cara yang baik bagi siswa untuk
menjauhi gap; ketidakkonsistenan, atau suatu keberhasilan kemurnian
berpikir. Selain itu, dengan diskusi dapat meningkatkan kemampuan
berpikir.

Menulis (Writing)
Menulis adalah suatu aktivitas yang dilakukan dengan sadar untuk
mengungkapkan dan merefleksikan pikiran. Dengan menulis berarti
seseorang telah melalui tahap proses berpikir keras yang kemudian
dituangkan ke dalam kertas. Dalam komunikasi, menulis sangat
diperlukan untuk merangkum pembelajaran yang telah dilaksanakan,
dituangkan dalam bahasa sendiri sehingga lebih mudah dipahami dan
lebih lama tersimpan dalam ingatan.
Beberapa

penjelasan

tersebut

dapat

di

simpulkan

bahwa

komunikasi dalam matematika (Communicating in Mathematic) terdiri


dari 1) komunikasi lisan (Talking) seperti membaca (Reading), 2)
Mendengar (Listening), 3) Diskusi (Discussing), 4) menjelaskan

(Explaining), 5) Sharing dan 6) komunikasi tulisan atau menulis (Writing)


melalui pengungkapan ide matematika dalam fenomena dunia nyata
melalui grafik, tabel, persamaan aljabar, ataupun dalam bahasa sehari-hari
(written word). Selain itu, pada penelitian ini, penulis terfokus pada aspek:
(1) merefleksikan benda-benda nyata, gambar, dan diagram ke dalam ide
matematika; (2) membuat model situasi atau persoalan menggunakan
metode lisan, tertulis, konkrit, grafik, dan aljabar; (3) menyatakan
peristiwa sehari-hari dalam bahasa dan simbol matematika; dan (4)
menjelaskan dan membuat pertanyaan tentang matematika yang telah
dipelajari. Hal ini disebabkan oleh keadaan siswa yang belum mampu
mengomunikasikan aspek mendengarkan, berdiskusi, dan menulis tentang
matematika; membaca dengan pemahaman suatu presentasi matematik
tertulis; dan membuat konjektur, menyusun argument, merumuskan
defenisi, dan generalisasi.
3

Model Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL)


a. Konsep Dasar Pendekatan Pembelajaran CTL
Pembelajaran

CTL

adalah

suatu

pembelajaran

yang

menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk


dapat menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya
dengan situasi kehidupan nyata sehingga mendorong siswa untuk dapat
menerapkannya dalam kehidupan mereka.

Dari konsep tersebut, minimal tiga hal yang terkandung di


dalamnya. Pertama, Pembelajaran CTL menekankan kepada proses
keterlibatan siswa untuk menemukan materi, artinya proses belajar
diorientasikan pada proses pengalaman secara langsung. Proses belajar
dalam konteks Pembelajaran CTLtidak mengharapkan agar siswa
hanya menerima pelajaran, akan tetapi proses mencari dan menemukan
sendiri materi pelajaran. Kedua, Pembelajaran CTLmendorong agar
siswa dapat menemukan hubungan antara materi yang dipelajari
dengan situasi kehidupan nyata, artinya siswa dituntut untuk dapat
menangkap hubungan antara pengalaman belajar di sekolah dengan
kehidupan nyata. Hal ini sangat penting karnadapat mengorelasikan
materi yang ditemukan dengan kehidupan nyata, bukan saja bagi siswa
materi itu akan bermakna secara fungsional akan tetapi materi yang
dipelajarinya akan tertanam erat dalam memori siswa, sehingga tidak
akan mudah dilupakan. Ketiga, Pembelajaran CTLmendorong siswa
untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan, artinya Pembelajaran
CTL bukan hanya mengharapkan siswa dapat memahami materi yang
dipelajarinya, akan tetapi bagaimana materi pelajaran itu dapat
mewarnai perilakunya dalam kehidupan sehari-hari.
Pembelajaran CTL sebagai suatu pendekatan pembelajaran
memiliki 7 (tujuh) asas (Rusman, 2012: 191-197), Asas-asas ini yang
melandasi pelaksanaan proses pembelajaran dengan menggunakan
pendekatan pembelajaran CTL. Komponen tersebut antara lain

konstruktivisme
(questioning),

(constructivism),
masyarakat

inkuiri

belajar

(inquiry),

(learning

bertanya

community),

pemodelan(modelling), refleksi (reflection), penilaian nyata (authentic


assessment).
1) Konstruktivisme (constructivism).
Konstruktivisme adalah proses membangun atau menyusun
pengetahuan baru dalam struktur kognitif siswa berdasarkan
pengalaman. Menurut konstruktivisme, pengetahuan itu memang
berasal dari luar akan tetapi dikonstruksi oleh dan dari dalam diri
seseorang. Oleh sebab itu pengetahuan terbentuk oleh dua faktor
penting, yaitu objek yang menjadi bahan pengamatan dan kemampuan
subjek untuk menginterpretasi objek tersebut. Kedua faktor itu sama
pentingnya. Dengan demikian pengetahuan itu tidak bersifat statis
akan tetapi bersifat dinamis, tergantung individu yang melihat dan
mengonstruksinya.
2) Inkuiri (inquiry).
Asas kedua dalam pembelajaran CTLadalah inkuiri. Artinya,
proses pembelajaran didasarkan pada pencarian dan penemuan melalui
proses berpikir secara sistematis. Pengetahuan bukanlah sejumlah fakta
hasil dari mengingat, akan tetapi hasil dari proses menemukan sendiri.
Dengan demikian

dalam proses

perencanaan, guru bukanlah

mempersiapkan materi yang harus dihafal, akan tetapi merancang


pembelajaran yang memungkinkan siswa dapat menemukan sendiri
materi yang harus dipahaminya. Belajar pada dasarnya merupakan
proses mental seseorang yang tidak terjadi secara mekanis. Melalui
proses mental itulah diharapkan siswa berkembang secara utuh baik
intektual, mental emosional maupun pribadinya.
3) Bertanya (questioning).
Bertanya (questioning). Belajar pada hakikatnya adalah
bertanya dan menjawab pertanyaan. Bertanya dapat dipandang sebagai
refleksi dari keingintahuan setiap individu; sedangkan menjawab
pertanyaan mencerminkan kemampuan seseorang dalam berfikir.
Dalam proses pembelajaran melalui pembelajaran CTL, guru tidak
menyampaikan informasi begitu saja, akan tetapi memancing agar
siswa dapat menemukan sendiri. Oleh sebab itu peran bertanya sangat
penting, sebab melalui pertanyaan guru dapat membimbing dan
mengarahkan

siswa

untuk

menemukan

setiap

materi

yang

dipelajarinya. Dalam suatu pembelajaran yang produktif kegiatan


bertanya akan sangat berguna untuk: (1) menggali informasi tentang
kemampuan

siswa

dalam

penguasaan

materi

pelajaran;

(2)

membangkitkan motivasi siswa untuk belajar; (3) merangsang


keingintahuan siswa terhadap sesuatu; (4) memfokuskan siswa pada

sesuatu yang diinginkan; dan (5) membimbing siswa untuk


menemukan atau menyimpulkan sesuatu.

4) Masyarakat belajar (learning community).


Masyarakat belajar (learning community). Dalam pembelajaran
CTL, penerapan asas masyarakat belajar dapat dialukan dengan
menerapkan pembelajaran melalui kelompok belajar. Siswa dibagi
dalam kelompok yang anggotanya bersifat heterogen, baik dilihat dari
kemampuan dan kecepatan belajarnya, maupun dilihat dari bakat dan
minatnya. Biarkan dalam kelompoknya mereka saling membelajarkan;
yang cepat belajar didorong untuk membantu yang lambat belajar,
yang memiliki kemampuan tertentu didorong untuk menularkannya
pada yang lain.
5) Pemodelan(modelling),
Pemodelan (modelling)maksudnya adalah, proses pembelajaran
dengan menggunakan sesuatu contoh yang dapat ditiru oleh setiap
siswa.

Misalnya

guru

memberikan

contoh

bagaimana

cara

mengoperasionalkan sebuah alat, atau bagaimana cara melafalkan


sebuah kalimat asing, guru olahraga memberikan contoh bagaimana
cara melempar bola, guru kesenian memberi contoh bagaimana cara

memainkan alat musik, guru biologi memberikan contoh bagaimana


cara mengggunakanthermometer dan lainsebagainya.
Proses pemodelan, tidak terbatas dari guru saja, akan tetapi
dapat juga guru memanfaatkan siswa yang dianggap memiliki
kemampuan. Misalnya siswa yang pernah menjadi juara dalam
membaca puisi dapat disuruh untuk menampilkan kebolehannya di
depan teman-temannya, dengan demikian siswa dapat dianggap
sebagai pemodelan. Pemodelan merupakan asas yang cukup penting
dalam pembelajaran CTL, sebab melalui pemodelan

siswa dapat

terhindar dari pembelajaran yang teoretis-abstrak yang memungkinkan


terjadinya verbalisme.
6) Refleksi (reflection).
Refleksi (reflection) adalah proses pengendapan pengalaman
yang telah dipelajari yang dilakukan dengan cara mengurutkan
kembali kejadian atau peristiwa pembelajaran yang telah dilaluinya.
Melalui proses refleksi, pengalaman belajar itu akan dimasukkan
dalam struktur kognitif siswa yang pada akhirnya akan menjadi bagian
dari pengetahuan yang dimilikinya. Bisa terjadi melalui proses refleksi
siswa akan memperbarui pengetahuan yang telah dibentuknya, atau
menambah khazanah pengetahuannya dunia pendidikan.
7) Penilaian nyata (authentic assessment).

Penilaian nyata (authentic assessment) adalah proses yang


dilakukan guru untuk mengumpulkan informasi tentang perkembangan
belajar yang dilakukan siswa. Penilaian ini diperlukan untuk
mengetahui apakah siswa benar-benar belajar atau tidak; apakah
pengalaman belajar siswa memiliki pengaruh yang positif terhadap
perkembangan baik intelektual maupun mental siswa.
b. Karakteristik dan Prinsip Pendekatan Pembelajaran CTL
Berdasarkan pengertian dan konsep pendekatan pembelajaran
CTL, menurut (Syaefudin, 2009:162-164) terdapat lima karakteristik
penting dalam proses pembelajaran yang menggunakan pendekatan
pembelajaran CTL seperti:
1. Pembelajaran

merupakan

proses

pengaktifan

pengetahuan

yang sudah ada (activtinging knowledge), artinya apa yang akan


dipelajari tidak terlepas dari pengetahuan yang sudah dipelajari,
dengan demikian pengetahuan yang akan diperoleh siswa adalah
pengetahuan yang memiliki keterkaitan antara yang satu dengan yamg
lainnya.
2. Pembelajaran CTL adalah belajar dalam rangka memperoleh dan
menambah pengetahuan baru (acquiring knowledge). Pengetahuan
baru itu diperoleh dengan cara deduktif, artinya pembelajaran dimulai
dengan mempelajari secara keseluruhan, kemudian memperhatikan
detailnya.

3. Pemahaman

pengetahuan

(understanding

knowledge),

artinya

pengetahuan yang diperoleh bukan untuk dihafal tapi untuk dipahami


dan diyakini, misalnya dengan cara meminta tanggapan dari yang lain
tentang pengetahuan yang diperolehnya dan berdasarkan tanggapan
tersebut.
4. Mempraktikkan pengetahuan dan pengalaman tersebut (applying
knowledge)

artinya

pengetahuan

dan

pengalaman

yang

diperolehnya harus dapat diaplikasikan dalam kehidupan siswa,


sehingga tampak perubahan tingkah laku yang diperolehnya dari
pengetahuan.
5. Melakukan refleksi

(reflecting

knowledge)

terhadap

strategi

pengembangan pengetahuan. Hal ini dilakukan sebagai umpan balik


untuk proses perbaikan atau penyempurnaan strategi
Dalam pembelajaran CTL, selain konsep dan karakteristik
pendekatanpembelajaran CTL ada pula prinsip-prinsip pendekatan
pembelajaran CTL yaitu: (Jhonson dalam Syaefudin,2009:165-167)
mengklaim bahwa dalam pembelajaran CTL, minimal ada tiga prinsip
utama yang sering digunakan , yaitu: saling ketergantungan
(interdepence), diferensiasi (differetiation), dan perorganisasian (self
organization).
1) Prinsip saling ketergantungan, menurut hasil kajian para ilmuan segala
yang ada di dunia ini adalah saling berhubungan dan tergantung.
Begitu pula dala pendidikan dan pembelajaran, sekolah merupakan
suatu sistem kehidupan, yang terkait dalam kehidupan di rumah, di

tempat kerja, di masyarakat. Dalam kehidupan di sekolah siswa saling


berhubungan dan tergantung pada guru, kepala sekolah, tata usaha,
orang tua siswa, dan narasumber yang ada di sekitarnya.
2) Dalam proses pembelajaran siswa, berhubungan dengan media ajar,
sumber belajar, media, sarana prasarana belajar, iklim sekolah dan
lingkungan.
3) Prinsip diferensiasi, yang menunjukkan kepada sifat alam yang secara
terus menerus menimbulkan perbedaan, keseragaman, keunikan.
Diferensiasi bukan hanya menunjukkan perubahan dan kemajuan tanpa
batas, akan tetapi juga kesatuan-kesatuan yang berbeda tersebut
berhubungan, saling tergantung dalam keterpaduan yang bersifat
simbiosis atau saling menguntungkan. Apabila para pendidik memiliki
keyakinan yang sama dengan para ilmuan modern bahwa prinsip
diferensiasi yang dinamis ini bukan hanya berlaku dan berpengaruh
pada alam semesta, tetapi juga pada sistem pendidikan. Para pendidik
juga dituntut untuk mendidik, mengajar, melatih, membimbing, sejalan
dengan prinsip diferensiasi dan harmoni alam semesta ini.
4) Prinsip organisasi diri, setiap individu atau kesatuan dalam alam
semesta ini mempunyai potensi yang melekat, yaitu kesadaran sebagai
kesatuan utuh yang berbeda dari yang lain. Tiap hal mempunyai
organisasi diri, keteraturan diri, kesadaran diri, pemeliharaan diri
sendiri, suatu energi atau kekuatan hidup, ang memungkinkan
mempertahankan dirinya secara khas, berbeda dengan yang lainnya.
Prinsip organisasi diri, menuntut para pendidik dan para pengajar di

sekolah agar mendorong tiap siswanya untuk memahami dan


menerapkan semua potensi yang dimilikinya seoptimal mungkin.
Adapun langkah-langkah pembelajan CTL dapat dilihat pada
tabel berikut::
Tabel 2.1
Sintaks Pendekatan Pembelajaran CTL
No
1.

Aspek
pembelajaran
Tahap perencanaan

Aktifitas Guru

Menyampaika
n tujuan
pembelajaran
sesuai dengan
pendekatan
CTL
Memberikan
apersepsi
Memotivasi
siswa.
2. Tahap Pelaksanaan
Menjelaskan
pelajaran
menggunakan
pendekatan
CTL
Menyiapkan
LKS
Membagikan
LKS
berdasarkan
pendekatan
CTL dan
membimbing
siswa dalam
mengisi LKS.
3. Tahap Evaluasi
Evaluasi
Memberikan
penghargaan.
Memeriksa
hasil jawaban
siswa.
- Menilai pekerjaan
siswa.

Aktifitas Siswa

Mencermati apa
yang disampaikan
oleh guru.
Menjawab hal-hal
yang diketahui
tentang materi
pelajaran.

Asas pembelajaran
CTL
- Konstrukti
visme
- Tanya jawab

- Inquiri
Menyimak
- Diskusi
penjelasan guru
dan mencatat hal- Pependekatanan
hal penting yang
berkaitan dengan
materi.
Mengerjakan tugas
dalam LKS sesuai
dengan pendekatan
CTL dan aktif
dalam bertanya.

Menyimpulkan
materi pelajaran
dengan dibimbing
guru.

Refleksi
Penilaian nyata

Jhonson dalam Syaefudin, 2009:16

B Penelitian yang Relevan


Hasil penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah:
1

Penelitian yang dilakukan Sucipta (2014), yang menyimpulkan bahwa


rata-rata

skor

kemampuan

komunikasi

matematika

siswa

yang

dibelajarkan dengan pendekatan scientific lebih tinggi dari rata-rata skor


kemampuan komunikasi matematika siswa yang dibelajarkan dengan
pembelajaran konvensional. Dengan demikian, pendekatan scientific
2

berpengaruh positif terhadap kemampuan komunikasi matematika siswa.


Penelitian yang dilakukan Hasminah (2012), yang menyimpulkan bahwa
hasil belajar melalui kemampuan komunikasi matematik siswa yang
mendapat model pembelajaran berbasis masalah lebih tinggi daripada hasil
belajar melalui kemampuan komunikasi matematik siswa yang mendapat
pembelajaran konvensional materi pokok sistem persamaan linear dua
variabel di kelas VIII SMP Negeri 9 Kendari tahun ajaran 2011/2012.

C Kerangka Berpikir
Pembelajaran merupakan usaha membantu siswa mengkonstruksi
pengetahuan melalui proses. Proses pembelajaran dapat menjadi pengalaman
bagi siswa untuk membangun pengetahuan dan kemampuan komunikasinya.
Keberhasilan proses pembelajaran khususnya pembelajaran matematika dapat
dilihat dari tingkat pemahaman siswa pada materi yang diajarkan. Pemahaman
siswa yang baik jika didukung dengan kemampuan mengomunikasikan suatu

gagasan baik dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain menjadikan siswa
dapat meningkatkan keterampilan berpikir matematik tingkat tinggi.
Dibandingkan dengan model pembelajaran konvensional, model pembelajaran
Contextual Teaching and Learning (CTL) memiliki keunggulan-keunggulan
dalam mengembangkan pemahaman dan kemampuan komunikasi matematik
siswa.
Salah satu materi matematika yang membutuhkan pemahaman dan
kemampuan komunikasi matematik adalah Lingkaran. Materi Lingkaran
penting diketahui dan dipahami oleh siswa karena materi ini banyak
dimanfaatkan dalam menyelesaikan masalah yang ada dalam kehidupan
sehari-hari. Oleh karena itu,. Agar materi Teorema Pythagoras dapat dipahami
dengan baik, guru harus memperhatikan pemilihan model pembelajaran yang
sesuai. Salah satu alternatif yang dimaksud adalah dengan menggunakan
model pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL).
Model

pembelajaran

berbasis

masalah

merupakan

model

pembelajaran yang masih jarang digunakan di sekolah-sekolah. Model


pembelajaran berbasis masalah merupakan model pembelajaran yang
berpusat pada siswa (student centered). Prinsip dari model pembelajaran
berbasis masalah adalah pengetahuan tidak diterima secara pasif, tetapi
dibangun secara aktif oleh siswa. Sehingga siswa memiliki kesempatan untuk
membangun pengetahuannya sendiri. Hal ini dapat melatih pemahaman dan
kemampuan komunikasi siswa serta meningkatkan daya serap siswa terhadap
materi yang diajarkan.

Aktivitas pembelajaran berbasis masalah (PBM), siswa dibagi dalam


beberapa kelompok belajar. Dengan memusatkan pembelajaran pada siswa,
maka siswa dituntut untuk dapat bekerjasama, berdiskusi dengan teman
kelompoknya serta diberi kesempatan untuk dapat mengekspresikan idenya
dalam memecahkan masalah matematika. Dengan cara ini pengetahuan yang
diserap akan bertahan lebih lama serta guru dapat mengetahui bagaimana cara
belajar dan tingkat pemahaman siswa. Selain itu, cara yang digunakan oleh
siswa dalam menyelesaikan masalah serta mengomunikasikannya dapat
menjadi petunjuk mengenai pemahaman siswa yang sedang berkembang.
D Hipotesis Penelitian
Hipotesis dalam penelitian ini adalah Terdapat pengaruh positif yang
signifikan model pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL)
terhadap kemampuan komunikasi matematik siswa. Secara statistik dapat
dirumuskan sebagai berikut:
H0

: =0

lawan

H1

: >0

Keterangan:

nilai rata-rata skor N-Gain kemampuan komunikasi matematik siswa

BAB III
METODE PENELITIAN
A Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan di SMP Negeri 13 Kendari, waktu
pelaksanaannya pada semester genap Tahun Ajaran 2016/2017. Pembelajaran
dilakukan sebanyak empat kali pertemuan. Pengambilan data dilakukan
sebanyak dua kali yaitu pada pretest dan posttest.
B Populasi dan Sampel
1 Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII di
SMP Negeri 13 Kendari yang terdaftar pada tahun ajaran 2016/2017 yang
tersebar pada enam kelas paralel yaitu kelas VIII 1 sampai VIII6. Distribusi
siswa kelas VIII SMP Negeri 13 Kendari dapat dilihat pada tabel 3.1
berikut.
Tabel 3.1 Distribusi Siswa Kelas VIII SMP Negeri 1 Kendari, Semester
Ganjil Tahun Pelajaran 2013/2014.

No.

Kelas

Jumlah

1.

VIII1

34

2.

VIII2

34

3.

VIII3

35

4.

VIII4

35

5.

VIII5

35

6.

VIII6

34

7.

VIII7

35

Sampel
Penentuan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan
menggunakan teknik simple random sampling yaitu mengambil satu kelas
secara acak (random) untuk dijadikan kelas eksperimen yang kemudian
diajar menggunakan model pembelajaran Contextual Teaching and

Learning (CTL).
C Variabel, Definisi Operasional, dan Desain Penelitian
1 Variabel Penelitian
Variabel yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari satu
variabel terikat dan satu variabel bebas. Variabel terikat disimbolkan
dengan Y dan variabel bebas disimbolkan dengan X.
a

Variabel bebas yaitu perlakuan berupa pembelajaran dengan


menerapkan model pembelajaran Contextual Teaching and Learning

(X).
Variabel terikat yaitu kemampuan komunikasi matematik siswa
setelah

dilakukan

pembelajaran

dengan

menggunakan

pembelajaran Contextual Teaching and Learning (Y).


Definisi Operasional

model

Untuk menghindari kesalahan-kesalahan dalam menafsirkan variabelvariabel dalam penelitian, maka perlu diberikan definisi operasional
sebagai berikut :
a Model Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) adalah model
pembelajaran dimana siswa secara aktif memecahkan permasalahan
yang kompleks dalam situasi yang nyata. Dalam implementasinya,
pemebelajaran berbasis masalah diawali dengan adanya masalah yang
harus dipecahkan oleh siswa, melalui serangkaian percobaan. Model
pembelajaran berbasis masalah memiliki sintaks sebagai berikut: (1)
orientasi siswa pada masalah, (2) mengorganisasi siswa untuk belajar,
(3)

membimbing

pengalaman

individu/kelompok,

(4)

mengembangkan dan menyajikan hasil karya, dan (5) menganalisis


b

dan mengevaluasi proses pemecahan masalah.


Kemampuan komunikasi matematik adalah skor jawaban siswa
dalam menjawab tes kemampuan komunikasi matematik yang diukur
dengan menggunakan indikator : (1) merefleksikan benda benda
nyata, gambar, dan diagram ke dalam ide matematika, (2) membuat
model situasi atau masalah matematika secara lisan atau tulisan
dengan benda nyata, gambar, grafik dan aljabar, (3) menyatakan
peristiwa sehari hari dalam bahasa atau simbol matematik, (4)
Menjelaskan

atau

membuat

pertanyaan

atau

cerita

tentang

matematika yang telah dipelajari.


Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan desain penelitian One-Group PretestPosttest Design, yaitu penelitian yang dilaksanakan pada satu kelompok

saja tanpa ada kelompok pembanding. Alur dari desain penelitian ini
adalah kelas yang digunakan untuk penelitian (kelas eksperimen) diberi
pretest kemudian dilanjutkan dengan pemberian perlakuan, yaitu
penerapan pendekatan saintifik model pembelajaran berbasis masalah
(PBM), setelah itu diberi posttest.
Desain ini dapat digambarkan seperti berikut:
O1

O2

Keterangan:
O1 = Tes awal (Pretest) dilakukan sebelum siswa diberikan perlakuan
dengan pendekatan saintifik model pembelajaran berbasis
masalah (PBM).
X = Perlakuan

(Treatment)

pembelajaran

diberikan

menggunakan

kepada

pendekatan

siswa

berupa

saintifik

model

pembelajaran berbasis masalah (PBM).


O2 = Tes akhir (Posttest) dilakukan setelah siswa diberikan perlakuan
dengan pendekatan saintifik model pembelajaran berbasis
masalah (PBM).
3

Instrumen Penelitian
Penelitian ini mempunyai dua instrumen, yaitu instrumen berupa
lembar observasi kegiatan guru dan aktivitas siswa dan instrumen
kemampuan komunikasi matematik siswa.

Lembar Observasi

Lembar observasi digunakan untuk mengukur tingkat aktivitas


atau partisipasi guru dan siswa dalam proses pembelajaran
matematika dengan menggunakan pendekatan saintifik model
pembelajaran berbasis masalah (PBM). Dalam penelitian ini
digunakan lembar observasi untuk kegiatan guru dan lembar observasi
untuk aktivitas siswa. Lembar observasi ini digunakan pada setiap
pertemuan yaitu, sebanyak empat kali pertemuan.
b Kemampuan Komunikasi Matematik
Tes kemampuan komunikasi matematik dalam penelitian ini
berupa tes tertulis dalam bentuk uraian (essay) yang disusun oleh
peneliti bekerja sama dengan guru bidang studi matematika kelas VIII
SMP Negeri 1 Kendari. Instrumen dalam penelitian ini disusun
berdasarkan empat jenis masalah komunikasi matematik, yaitu: 1)
merefleksikan benda-benda nyata, gambar, dan diagram ke dalam ide
matematika; 2) membuat model situasi atau masalah matematika
secara lisan atau tulisan dengan benda nyata, gambar, grafik dan
aljabar; 3) menyatakan peristiwa sehari hari dalam bahasa atau
simbol matematik; dan 4) Menjelaskan atau membuat pertanyaan atau
cerita tentang matematika yang telah dipelajari.
Penilaian untuk setiap butir soal tes kemampuan komunikasi
matematik digunakan pedoman pemberian skor yang disajikan pada
tabel 3.2 berikut.
Tabel 3.2 Pemberian Skor Tes Kemampuan Komunikasi Matematik

SKOR
Bentuk-Bentuk Komunikasi
3

Menyatakan situasi atau ide-ide matematika


dalam bentuk gambar, diagram atau grafik
Menyatakan situasi, gambar, dan diagram ke
dalam bahasa, simbol, ide atau model matematika
Menyatakan peristiwa sehari-hari ke dalam
bahasa atau simbol matematika
Menjelaskan ide, situasi dan relasi matematika
secara tulisan dan menyusun argumen atau
mengungkapkan pendapat serta memberikan
penjelasan atas jawaban
Keterangan :
a

Skor 3 jika membuat model matematika dengan benar, melakukan


perhitungan dan mendapatkan solusi secara lengkap dan benar

Skor 2 jika membuat model matematika dengan benar dan


melakukan

perhitungan,

namun

sedikit

kesalahan

dalam

mendapatkan solusi
c

Skor 1 jika hanya sedikit dari model matematika yang benar

Skor 0 jika tidak ada jawaban, kalaupun ada menunjukkan tidak


memahami konsep sehingga informasi yang diberikan tidak berarti
apa-apa
(Mia, 2012: 1).

Sebelum instrumen penelitian tersebut digunakan, terlebih


dahulu dilakukan uji panelis. Jumlah panelis yang dibutuhkan dalam
pengujian validitas dan reliabilitas ini terdiri dari 20-40 orang (Djaali
dan Muljono, 2004: 96). Setelah itu dilakukan uji coba butir soal untuk
mengetahui validitas dan reliabilitasnya berdasarkan hasil tes. Setelah
uji panelis dan uji coba butir soal lalu diambil empat nomor yang
mewakili masing-masing jenis masalah komunikasi matematik untuk
c

diujikan pada pretest dan posttest penelitian.


Validitas dan Reliabilitas Instrumen Penelitian
Validitas yang digunakan yaitu validitas isi dan validitas
konstruk. Pengukuran validitas isi melalui uji penilaian panelis oleh 20
orang panelis. Adapun kriteria penilaian panelis adalah sebagai berikut.
(a) Kesesuaian antara butir soal dengan kompetensi inti dan standar
kompetensi, (b) Kesesuaian antara butir soal dengan jenis masalah
komunikasi matematik, (c) Penggunaan bahasa Indonesia yang benar,
dan (d) Tidak bermakna ganda. Skor penilaian panelis terdiri dari 1
sampai 5 dengan ketentuan, skor 1 jika dalam pernyataan tidak satupun
kriteria yang muncul, skor 2 jika dalam pernyataan satu kriteria yang
muncul, skor 3 jika dalam pernyataan dua kriteria yang muncul, skor 4
jika dalam pernyataan tiga kriteria yang muncul dan skor 5 jika dalam
pernyataan semua kriteria muncul. Data hasil dari penilaian panelis
kemudian dianalisis validitasnya menggunakan rumus Aiken dan
reliabilitasnya menggunakan rumus Alpha Cronbach.
Pengujian validitas konstruk melalui uji coba butir soal pada
siswa kelas VIII SMP atau sederajat. Hasil uji coba instrumen

dianalisis validitasnya menggunakan rumus korelasi pruduct moment


dan reliabilitasnya dengan menggunakan rumus Alpha Cronbach.
Rumus analisis penilaian panelis dan hasil analisis uji coba instrumen
dari kedua jenis soal tersebut yaitu sebagai berikut.
1 Validitas penilaian panelis instrumen penelitian
Analisis validitas instrumen digunakan untuk mengetahui
validitas konsep instrumen melalui penilaian panelis. Perhitungan
validitas penilaian panelis menggunakan rumus dari Aiken sebagai
berikut.

n i|i- i0|

V=

[ N ( c-1 ) ]

(Aiken, 1996: 91)

Keterangan:
V
= Indeks validitas isi
n
= Cacah dari titik skala hasil penilaian rater
i
= Titik skala ke-i (i = 1, 2, 3, 4, 5)
io
= Titik skala terendah
N
= Jumlah rater (ni)
c
= Banyaknya titik skala
Nilai V terletak antara 0-1 (dikatakan valid apabila nilai V 0,6)
Validitas uji coba instrumen
Uji validitas bertujuan untuk mengetahui ukuran yang
menunjukan tingkat keshahihan atau tingkat kevalidan suatu
instrumen, dan ini mesti dilakukan oleh peneliti untuk mencapai
tujuan yang telah ditetapkan. Validitas butir soal hasil uji coba
instrumen dihitung dengan menggunakan rumus korelasi product
moment dengan angka kasar sebagai berikut :

rXY

X Y
X N Y Y

N XY

N X

(Arikunto, 2005: 72).

Keterangan:
rxy

koefisien korelasi antara variabel X dan Y

skor butir soal

skor total

jumlah subjek

Adapun kriteria pengujian sebagai berikut.

Jika

Jika

rXY
rXY

rtabel

dengan = 0,05 maka butir soal tersebut valid

rtabel
<

dengan = 0,05 maka butir soal tersebut tidak

valid.
3

Reliabilitas penilaian panelis dan reliabilitas hasil uji coba


instrumen
Reliabilitas penilaian panelis dan hasil uji coba instrumen
dapat diketahui dengan menggunakan rumus Alpha Cronbach
sebagai berikut.
n
r
11 n 1

2
i

2
t

(Arikunto, 2005:109)

Keterangan:
r11

= reliabilitas,

= Jumlah butir soal

i2

= jumlah varians skor tiap butir soal,

t2

= varians total

Selanjutnya

dalam

koefisien reliabilitas tes (

r11

pemberian

interpretasi

terhadap

) pada umumnya digunakan patokan:

0,00 < r11 0,20

reliabilitas : sangat rendah

0,20 < r11 0,40

reliabilitas : rendah

0,40 < r11 0,70

reliabilitas : sedang

0,70 < r11 0,90

reliabilitas : tinggi

0,90 < r11 1,00

reliabilitas : sangat tinggi

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah itemitem yang valid dan reliabel dari seluruh item yang diuji panelis
dan uji coba.
D Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan pemberian
instrument berupa tes kemampuan komunikasi matematik siswa berbentuk
essay kepada siswa. Pada setiap pertemuan observer mengamati kegiatan
pembelajaran di kelas melalui lembar observasi. Observasi dilakukan pada
setiap

pertemuan

yaitu

sebanyak

empat

kali

pertemuan.

Hasilnya

dipergunakan untuk memperoleh data tentang aktivitas atau partisipasi guru


dan siswa. Tes kemampuan komunikasi matematik dilakukan sebanyak dua
kali yaitu sebelum kelas diberi perlakuan (pretest) dan setelah kelas tersebut
diberikan perlakuan (posttest). Sebelum kegiatan pembelajaran dengan
menggunakan pendekatan saintifik model pembelajaran berbasis masalah
(PBM) dilaksanakan di kelas, maka terlebih dahulu dilakukan pretest pada
materi segitiga untuk mengetahui kemampuan komunikasi matematik awal

siswa. Setelah kegiatan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan


saintifik model pembelajaran berbasis masalah (PBM) dilakukan, siswa
diberikan posttest untuk mengetahui pengaruh pendekatan saintifik model
pembelajaran berbasis masalah (PBM) terhadap kemampuan komunikasi
matematik siswa. Kemudian tes tersebut dikerjakan oleh siswa, selanjutnya
hasil pekerjaan siswa dikumpulkan oleh peneliti untuk diperiksa dan diberi
skor. Skor mentah dari hasil pekerjaan siswa sebelum (pretest) dan setelah
(posttest)

pembelajaran

menggunakan

pendekatan

saintifik

model

pembelajaran berbasis masalah (PBM) inilah yang dijadikan data dalam


penelitian ini.
E Teknik Analisis Data
Data dalam penelitian ini dianalisis menggunakan dua teknik statistik
yaitu analisis deskriptif dan analisis inferensial.
1 Analisis deskriptif hanya melihat gambaran sampel dalam bentuk
persentase (%), rata-rata ( x ), median (Me), modus (Mo), skewness,

nilai maksimum (
2

x max

), dan nilai minimum (

x min

).

Analisis Inferensial digunakan untuk menguji hipotesis penelitian.


Terlebih dahulu melalui tahapan uji yang lain, yaitu uji normalitas dan uji
homogenitas sebagai uji prasyarat untuk melakukan uji hipotesis. Data
yang digunakan dalam uji normalitas dan uji-t berbentuk skor Normalized
Gain (N-gain). Gain adalah selisih antara nilai posttest dan pretest, gain
menunjukkan peningkatan pemahaman atau penguasaan konsep siswa
setelah pembelajaran dilakukan guru. Sering kali terjadi permasalahan
pada suatu kelompok (misalnya kelompok A) nilai gain tinggi, yang

berarti nilai posttest siswa sangat tinggi, dan nilai pretest siswa sangat
rendah, sedangkan pada kelompok yang lain (misalnya kelompok B) nilai
gain rendah, karena kebanyakan siswa di kelompok tersebut memang
pandai-pandai. Jika gain kelompok A dan B akan dibandingkan, maka
didapatkan kesimpulan kelompok A lebih baik dari kelompok B.
Kesimpulan ini akan menimbulkan bias penelitian, karena pada pretest
kedua kelompok ini sudah berbeda. Untuk menghindari bias penelitian
seperti ini digunakan normal gain. Rumus normal gain menurut Meltzer
dalam Herlanti (2006: 71) adalah:
Ngain =

skor posttest - skor pretest


skor maksimal ideal skor pretest

Kriteria interpretasi skor N-gain adalah:


N-gain tinggi jika N-gain > 0,7
N-gain sedang jika 0,3 < N-gain 0,7
N-gain rendah jika N-gain 0,3
a

Uji Normalitas
Uji normalitas data dimaksudkan untuk mengetahui populasi
berdistribusi normal atau tidak. Pengujian normalitas data dalam
penelitian ini menggunakan statistik uji Kolmogorov-Smirnov.
Langkah-langkah yang diperlukan dalam pengujian ini adalah sebagai
berikut.
1 Data hasil pengamatan variabel Y diurutkan mulai dari data terkecil
2

sampai data yang terbesar.


Menentukan proporsi distribusi frekuensi setiap data variabel yang
sudah diurutkan dan diberi simbol Fa(Y).

Menghitung nilai Z dengan rumus:


Y
Z

Keterangan :

= skor rata-rata (digunakan Y )

= standar deviasi (digunakan Sx)


Menentukan proporsi distribusi frekuensi kumulatif teoretis (luas

daerah dibawah kurva normal) dari variabel Y dinotasikan Fe(Y).


Menentukan nilai mutlak dari selisih Fa(Y) dan Fe(Y) yaitu

|Fa ( Y )Fe(Y )|
6

Membandingkan nilai Dmaks = maks

1,36
Dtabel = n
7

|Fa ( Y ) -Fe(Y)|

dengan nilai

jika n > 35, dimana n adalah banyaknya sampel.

Kriteria untuk pengambilan keputusan adalah :


Jika Dmaks Dtabel maka data berasal dari populasi yang

berdistribusi normal.
Jika Dmaks > Dtabel maka data berasal dari populasi yang tidak

berdistribusi normal, (Djarwanto, 1995:50).


Uji Homogenitas
Uji homogenitas terhadap distribusi data yang diteliti
digunakan statistik chi-kuadrat. Rumus uji chi-kuadrat yang digunakan
adalah:

(n 1) S 2

02
2

(Sudjana, 2005: 236)

Kriteria pengujian yang digunakan adalah terima H0 jika

2 12/ 2

12/ 2 2 121 / 2
, serta tolak H0 jika

12/ 2
dimana nilai

2 121 / 2
atau

121/ 2
dan

didapat dari distribusi chi-kuadrat

dengan dk = (n - 1) dan taraf kesalahan = 0,05.


Pasangan hipotesis:
2
2
H0 : = 0

2
2
H1 : 0

Keterangan:
H0 = Varians kelompok data homogen terhadap varians populasi
H1 = Varians kelompok data tidak homogen terhadap varians populasi
c

Uji Hipotesis
Uji hipotesis dengan uji-t satu sampel (one sample t-test) untuk
mengetahui lebih lanjut pengaruh dari pemberian perlakuan
pendekatan saintifik model pembelajaran berbasis masalah (X)
terhadap kemampuan komunikasi matematik siswa (Y). Data yang
akan diolah dalam uji-t ini menggunakan skor Normallized Gain (NGain).
Uji hipotesis hanya dilakukan jika data berdistribusi normal
dan homogen. Untuk menguji pengaruh pendekatan saintifik model
pembelajaran

berbasis

masalah

(PBM)

terhadap

kemampuan

komunikasi matematik siswa, digunakan uji-t satu sampel. Rumus ujit yang digunakan adalah:

X 0
S

(Sugiyono,

2011:

96)

Keterangan:
X = rata- rata sampel
0
S
n

= nilai parameter
= standar deviasi sampel
= jumlah sampel
Dengan kriteria pengujian yaitu terima H0 jika thitung ttabel,

dimana ttabel diperoleh dari daftar distribusi t dengan dk = (n - 1) dan


taraf kesalahan = 0,05. Untuk harga-harga t lainnya H0 ditolak.
Pasangan hipotesis:
0
H0 :
lawan

0
H1 :
Keterangan:
= nilai rata-rata N-Gain kemampuan komunikasi matematik siswa
Hipotesis yang diajukan:
H0 = Tidak terdapat pengaruh yang signifikan pendekatan saintifik
model

pembelajaran

berbasis

masalah

(PBM)

terhadap

kemampuan komunikasi matematik siswa.


H1 = Terdapat pengaruh yang signifikan pendekatan saintifik model
pembelajaran berbasis masalah (PBM) terhadap kemampuan
komunikasi matematik siswa.

DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek Edisi Revisi V.
Rineka Cipta. Jakarta.
_______, 2005. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan (Edisi Revisi). Bumi Angkasa. Jakarta.
Atsnan, M.F. dan Rahmita Y.G. 2013. Penerapan Pendekatan Scientific dalam Pembelajaran
Matematika SMP Kelas VII Materi Bilangan (Pecahan). UNY. Yogyakarta.
Budiningsih, Asri. 2008. Belajar dan Pembelajaran. Rineka Cipta. Jakarta.
Djaali dan Muljono, Pudji. 2004. Pengukuran Dalam Bidang Pendidikan. Program Pascasarjana
UNJ. Jakarta.
Djamarah, Syaiful Bahri, 1997. Strategi Belajar Mengajar. PT. Rineka Cipta. Jakarta.
Hamalik, Oemar. 2001. Proses Belajar Mengajar. Bumi Aksara. Jakarta.
Hasminah. 2012. Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Berbasis Masalah Terhadap Hasil
Belajar Melalui Kemampuan Komunikasi Matematik Siswa. Universitas Halu Oleo.
Kendari.
Herdian.
2010.
Kemampuan
Komunikasi
Matematika.
Disajikan
http://herdy07.wordpress.com/2014/07/04/kemampuan-komunikasi-matematika.
Diakses tanggal 4 Juli 2014.

di

Herlanti, Yanti. 2006. Tanya Jawab Seputar Penelitian Pendidikan Sains. Tersedia di:
http://dhetik.weebly.com/uploads/8/1/1/5/8115637/tanya-jawab-seputar-penelitianpendidikan.pdf Diakses tanggal 30 Juli 2014.
Kadir. 2009. Meningkatkan Kualitas Pendidikan Melalui Pembelajaran Inovatif Untuk
Mendukung Terciptanya Manusia Cerdas. Lembaga Penelitian Universitas Lampung
FKIP Universitas Lampung. Prosiding Seminar nasional pendidikan.ISBN: 978-97918755-1-6.
Kemendikbud. 2013. Materi Pelatihan Guru Implementasi Kurikulum 2013 SMP/MTs
Matematika. Kemediknas. Jakarta.
_______. 2013. Pendekatan dan Strategi Pembelajaran Kurikulum 2013. Kemendiknas. Jakarta.
Mia.

2012.
Komunikasi
Matematika.
Disajikan
di
http://miamtk.wordpress.com/2012/01/09/19. Diakses tanggal 19 Agustus 2014.

NCTM. (1989). Curriculum and Evaluation Standards for School Mathematics. Reston, VA:
NCTM.
Disajikan di: http://herdy07.wordpress.com/2014/07/04/kemampuankomunikasi-matematika. Diakses tanggal 4 Juli 2014.

Permana, Lis & Purtadi. (2010). Pembelajaran Kimia Tematik Pada Mata Kuliah Kimia
Dasar Sebagai Model Pembelajaran Berbasis Masalah. Jurnal Cakrawala Pendidikan Th.
XXIX, No.3
Pusat

Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan (PPPPTK)


Matematika. 2010. Pembelajaran Berbasis Masalah Matematika di SD. Disajikan di:
http://p4tkmatematika.org/downloads/sma/pemecahanmasalah.pdf. Diakses tanggal 4
Juli 2014.
Rusman. 2010. Model-Model Pembelajaran, Mengembangkan Profesionalisme Guru. Jakarta:
PT RajaGrafindo Persada.
Sintawati, Reni. 2014. Implementasi Pendekatan Saintifik Model Discovery Learning dalam
Pembelajaran Pendidikan Agam Islam di SMA Negeri 1 Jetis Bantul. UIN Sunan
Kalijaga. Yogyakarta.
Sucipta, I G. P. H. M., dkk. 2014. Pengaruh Pendekatan Scientific terhadap Kemampuan
Komunikasi Matematik Siswa Kelas X SMA Laboratorium Undiksha Singaraja.
Undiksha.
Singaraja.
Disajikan
di
http://ejournal.undiksha.ac.id/index.php/JJPM/article/view/4006. Diakses tanggal 1
Oktober 2014.
Sudjana. 2005. Metoda Statistik. Tarsito. Bandung.
Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Alfabeta. Bandung.
Suherman, Erman dkk. 2003. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Jurusan
Pendidikan Matematika FMIPA UPI. Bandung.
Sumardyono.
2007.
Pengertian
Dasar
Problem
Solving.
Disajikan
di:
http://p4tkmatematika.org/file/problemsolving/PengertianDasarProblemSolving_smd.pdf.
Diakses tanggal 1 Oktober 2014
Tim Penyusun Buku Pedoman Unsri. 2008. Buku Pedoman Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan. Universitas Sriwijaya. Inderalaya.
Trianto, 2009. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif Progresif. Jakarta: Kencana Prenada
Media Group.
Wasiah, Rohmatul. 2004. Studi Komparasi Hasil Belajar Matematika Antara Siswa yang Diajar
dengan Menggunakan Pendekatan Pembelajaran Open-Ended dan Pembelajaran
Konvensional. UMS.
Yamin, Martinis. 2011. Paradigma Baru Pembelajaran. Jakarta: Gaung Persada Press.

Anda mungkin juga menyukai