Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PRAKTIKUM

KIMIA INSTRUMENTASI
PERCOBAAN V
PENENTUAN KONSENTRASI RHODAMIN B DENGAN
SPEKTROFOTOMETER UV VIS

OLEH :
NAMA

: TUTRIYANTI

NIM

: J1B112025

KELOMPOK

: X (SEPULUH)

ASISTEN

: TANTRIATI

PROGRAM STUDI S-1 KIMIA


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARBARU
2014

PERCOBAAN V
PENENTUAN KONSENTRASI RHODAMIN B MENGGUNAKAN
SPEKTROFOTOMETER UV VIS

I.

TUJUAN PERCOBAAN
Tujuan dari percobaan ini adalah untuk menentukan konsentrasi rhodamin B
secara spektrofotometer ultraviolet.

II.

TINJAUAN PUSTAKA
Dalam penggunaan dewasa ini, istilah spektrofotometri menyiratkan

pengukuran jauhnya pengabsorbsian energi cahaya oleh suatu sistem kimia itu
sebagai suatu fungsi dari panjang gelombang radiasi, demikian pula pengukuran
pengabsorpsian yang menyendiri pada suatu panjang gelombang tertentu (Day &
Underwood, 2001).
Sebuah

spektrofotometer

adalah

suatu

instrumen

yang

mengukur

transmitans atau absorbans suatu sampel sebagai fungsi panjang gelombang;


pengukuran terhadap sederetan sampel pada suatu panjang gelombang tunggal
dapat pula dilakukan.

Instrumen semacam itu dapat dikelompokkan secara

manual atau merekam atau sebagai: berkas tunggal atau berkas rangkap (Day &
Underwood, 2001).
Serapan cahaya dalam daerah ultraviolet dan daerah tampak tergantung pada
struktur elektronik dari molekul. Spektra ultraviolet dan tampak dari senyawasenyawa organik berkaitan erat dengan transisi-transisi diantara tingkat-tingkat
tenaga elektronik. Disebabkan hal ini, maka serapan radiasi elektronik/tampak
sering dikenal sebagai spektroskopi elektronik. Transisi-transisi tersebut biasanya
antara orbital-orbital, ikatan atau orbital pasangan bebas dan orbital non ikatan tak
jenuh atau anti ikatan.

Panjang gelombang serapan merupakan ukuran dari

pemisahan tingkatan-tingkatan tenaga dari orbital-orbital yang bersangkutan


pemisahan tenaga paling tinggi diperoleh bila elektron-elektron dalam ikatan
tereksitasi yang menimbulkan serapan dalam daerah daerah dari 120 hingga 200
nm, daerah ini dikenal sebagai daerah ultraviolet vakum dan relatif tidak banyak
memberikan keterangan. Di atas 200 nm eksitasi elektron dari orbital p dan d dan

orbital segera dapat diukur dan spektra yang diperoleh memberikan banyak
keterangan. Dalam praktik spektrofotometri ultraviolet digunakan terbatas pada
sistem-sistem terkonjugasi (Khopkar, 2002).
Sebuah spektrofotometer adalah suatu instrumen yang mengukur transmitan
atau absorban suatu sampel sebagai fungsi panjang gelombang, pengukuran
terhadap sederetan sampel pada suatu panjang gelombang tunggal dapat pula
dilakukan.

Instrumen semacam itu dapat dikelompokkan secara manual atau

merekam atau sebagai berkas tunggal atau berkas rangkap (Day & Underwood,
2001).
Suatu spektrofotometer standar terdiri atas spektrofotometer untuk
menghasilkan cahaya dengan panjang gelombang terseleksi yaitu bersifat
monokromatik serta suatu fotometer yaitu suatu piranti untuk mengukur intensitas
berkas monokromatik, digabungkan bersama dinamakan sebagai spektrofotometer
(Khopkar, 2002).
Spektrum absorbsi dalam daerah-daerah ultraungu dan tampak umumnya
terdiri dari satu atau beberapa pita absorpsi yang lebar. Semua molekul dapat
menyerap radiasi dalam daerah UV-tampak, oleh karena mereka mengandung
elektron, baik yang dipakai bersama maupun tidak, yang dapat dieksitasi ke
tingkat energi yang lebih tinggi. Panjang gelombang pada waktu absorbsi terjadi
tergantung pada bagaimana erat elektron terikat di dalam molekul.

Elektron

dalam satu ikatan kovalen tunggal terikat erat, dan radiasi dengan energi tinggi,
atau panjang gelombang pendek, diperlukan untuk eksitasinya (Day &
Underwood, 2001).
Pengukuran absorbansi atau transmitansi dalam spektroskopi ultraviolet dan
daerah tampak digunakan untuk analisis kualitatif dan kuantitatif spesies kimia.
Absorbansi spesies ini berlangsung dalam dua tahap, yang pertama yaitu M + hv =
M*, merupakan eksitasi spesies akibat absorpsi foton (hv) dengan waktu hidup
terbatas (10-8 10-9 detik). Tahap kedua adalah relaksasi dengan berubahnya M*
menjadi spesies baru dengan reaksi fotokimia. Absorbsi dalam daerah ultraviolet
dan daerah tampak menyebabkan eksitasi elektron ikatan. Puncak absorbsi (maks)
dapat dihubungkan dengan jenis ikatan-ikatan yang ada dalam spesies.
Spektroskopi absorbsi berguna untuk mengkarakterisasikan gugus fungsi dalam

suatu molekul dan untuk analisis kuantitatif. Spesies yang mengabsorpsi dapat
melakukan transisi yang meliputi (a) elektron,, , n (b) elektron-elektron d dan f
(c) transfer muatan elektron (Khopkar, 2002).
Serapan cahaya dalam daerah ultraviolet dan daerah tampak tergantung pada
struktur elektronik dari molekul. Spektra ultraviolet dan tampak dari senyawasenyawa organik berkaitan erat dengan transisi-transisi diantara tingkat-tingkat
tenaga elektronik. Disebabkan hal ini, maka serapan radiasi elektronik/tampak
sering dikenal sebagai spektroskopi elektronik. Transisi-transisi tersebut biasanya
antara orbital-orbital, ikatan atau orbital pasangan bebas dan orbital non ikatan tak
jenuh atau anti ikatan. Panjang gelombang serapan merupakan ukuran dari
pemisahan tingkatan-tingkatan tenaga dari orbital-orbital yang bersangkutan
pemisahan tenaga paling tinggi diperoleh bila elektron-elektron dalam ikatan
tereksitasi yang menimbulkan serapan dalam daerah daerah dari 120 hingga 200
nm, daerah ini dikenal sebagai daerah ultraviolet vakum dan relatif tidak banyak
memberikan keterangan. Di atas 200 nm eksitasi elektron dari orbital p dan d dan
orbital segera dapat diukur dan spektra yang diperoleh memberikan banyak
keterangan. Dalam praktik spektrofotometri ultraviolet digunakan terbatas pada
sistem-sistem terkonjugasi (Khopkar, 2002).
Rhodamin B adalah zat pewarna berupa kristal yang tidak berbau dan
berwarna hijau atau ungu kemerahan yang beredar di pasar untuk industri sebagai
zat pewarna tekstil. Dengan mengkomsumsi rhodamin B yang cukup besar dan
berulang-ulang akan menyebabkan iritasi pada saluran penapasan, iritasi pada
kulit, iritasi pada mata, ritasi pada pencernaan, keracunan, gangguan fungsi hati
dan kanker hati. Penelitian yang sudah dilakukan oleh Mudjajanto dari Institut
Pertanian Bogor (IPB), menemukan zat pewarna rhodamin B pada produk
makanan industri rumah tangga seperti kerupuk, sirup, cendol, manisan, sosis,
minuman ringan, ikan asap dan kue-kue lainnya. Beberapa produsen yang menjual
makanan dan minuman yang menggunakan zat pewarna rhodamin B yang
dilarang tersebut memiliki warna yang cerah, praktis digunakan, harganya relatif
murah, serta tersedia dalam kemasan kecil di pasaran untuk memungkinkan
masyarakat umum membelinya (Dawile dkk, 2013).

III.

ALAT DAN BAHAN


A.

Alat
Alat-alat yang digunakan pada percobaan ini adalah spektrofotometer UV-

VIS DMS 100, monitor BMC internasional, labu ukur 50 mL, kuvet, botol
semprot, pipet tetes, propipet, tube film, dan pipet volume.
B.

Bahan
Bahan-bahan yang digunakan pada percobaan ini adalah larutan standar

Rhodamin B 300 ppm, HCl 0,1 M dan aquades.


IV.

PROSEDUR KERJA
A. Pembuatan Larutan Sampel Rhodamin B 1 ppm
1. Mengencerkan larutan rhodamin B dengan HCl sampai 50 mL sampai
konsentrasinya menjadi 1 ppm dari larutan induk 300 ppm
(memerlukan beberapa kali pengenceran).
2. Mengambil beberapa mL, kemudian memasukkannya ke dalam botol
vial untuk dianalisis.
3. Mengukur absorbansinya

pada

panjang

gelombang

maksimum

rhodamin B.
B. Penggunaan Spektrofotometer UV-Vis
1.

Menghidupkan alat spektrofotometer dan monitor selama 15-30 menit.

2.

Memilih sistem optik daerah UV dengan menekan tombol tanda UV OnOff.

3.

Memilih skala untuk penentuan absorbansi dengan memasukkan nilai


absorbansi tertinggi pada ORD MAX dan absorban terendah pada ORD
MIN.

4.

Memilih pembacaan TIME CONSTANT untuk daerah tertinggi dan


daerah minimum untuk daerah terendah.

5.

Memilih panjang gelombang maksimum untuk daerah tertinggi dan


daerah minimum untuk daerah terendah.

6.

Memasukkan blanko pada kuvet kotak dan Mengamati pembacaan pada


layar monitor.

7.

Memasukkan salah satu konsentrasi larutan untuk men-Scan panjang


gelombang pada absorbansi maksimum.

8.

Memilih panjang gelombang maksimum ini sebagai nilai

panjang

gelombang maksimum tetap (FIXED WAVELENGHT).


9.

Mengukur nilai absorbansi semua larutan standar untuk memperoleh


kurvanya (secara regresi linier).

B. Menentukan Konsentrasi Larutan rhodamin B


1. Mengukur konsentrasi larutan cuplikan dengan mengukur absorbansinya
pada panjang gelombang maksimum dan minimumnya.
2. Mengalurkan nilai absoprbansi yang diperoleh dalam kurva kalibrasi
yang diperoleh dari larutan standar
V.

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil
Tabel 1. Hasil Absorbansi Larutan Rhodamin B pada
KonsentrasiLarutanRhodamin B
0,2 ppm
0,4 ppm
0,6 ppm
0,8 ppm
1,0 ppm

maks=

560 nm

Absorbansi
0,151
0
0
0,012
0,004

Tabel 2. Hasil Absorbansi Sampel Larutan Rhodamin B


SampelLarutanRhodamin B
Kelompok 6
Kelompok 7
Kelompok 8
Kelompok 9
Kelompok 10

Absorbansi
0,045
-0,025
0,016
0,006
-0,016

Grafik 1. Kurva Kalibrasi Konsentrasi Larutan Rhodamin B Vs Absorbansi pada


maks = 560 nm

Kurva Kalibrasi
Konsentrasi Larutan Rhodamin B Vs Absorbansi
Kurva Kalibrasipada maks = 560 nm
Konsentrasi Larutan
Rhodamin B Vs
Absorbansi pada
maks = 560 nm

0.2
0.15
Absorbansi

Linear (Kurva Kalibrasi


f(x) = - 0.14x + 0.12 Konsentrasi Larutan
0.05 R = 0.46
Rhodamin B Vs
Absorbansi pada
0
maks = 560 nm)
0 0.5 1 1.5
0.1

Konsentrasi

Perhitungan :
Untuk sampel larutan Rhodamin B kelompok 10
Diketahui : A sampel = -0,016
y = -0,141x + 0,118
R = 0,4575
A sampel = y
Ditanya : Konsentrasi cuplikan (x) ?
Jawab :
y

= -0,141x + 0,118

-0,016

= -0,141x + 0,118

= 0,950 M

Jadi, konsentrasi sampel larutan Rhodamin B kelompok 10 adalah 0,950 M


B.

Pembahasan
Pada percobaan kali ini alat yang digunakan adalah spektrofotometer

ultraviolet atau ultraungu. Dimana tersusun dari sumber spektrum tampak yang
kontinu, monokromator, sel pengabsorbsi untuk larutan sampel atau blanko dan
suatu alat untuk mengukur perbedaan absorbsi antara sampel dan blanko ataupun
pembanding.
1. Sumber lampu hidrogen atau lampu deutrium digunakan untuk sumber pada
daerah UV, kebalikan dari lampu wolfram dimana energi radiasi yang dibebaskan
tidak bervariasi pada berbagai panjang gelombang. Untuk memperoleh tegangan

yang stabil dapat digunakan tranformator. Jika potensial tidak stabil, kita akan
mendapatkan energi yang bervariasi. Untuk kompensasi hal ini maka dilakukan
pengukuran transmitan larutan sampel lalu disertai larutan pembanding.
2. Monokromator digunakan untuk memperoleh sumber sinar yang monokromatis.
Alatnya dapat berupa prisma ataupun grating. Untuk mengarahkan sinar
monokromatis yang diinginkan dari hasil penguraian ini dapat digunakan celah.
Jika celah posisinya tetap, maka prisma atau gratingnya yang dirotasikan untuk
mendapatkan yang diinginkan.
3. Sel absorbsi pada pengukuran di daerah tampak kuvet kaca atau kuvet corex dapat
digunakan, tetapi untuk pengukuran pada daerah UV kita harus menggunakan sel
kuarsa karena gelas tidak tembus cahaya pada daerah ini.

Umumnya tebal

kuvetnya adalah 10 mm, tetapi yang lebih kecil atau lebih besar dapat digunakan.
Sel yang biasa digunakan berbentuk persegi, tetapi bentuk silinder juga dapat
digunakan. Kita harus menggunakan kuvet yang bertutup untuk pelarut organik.
Sel yang baik adalah kuarsa atau gelas hasil leburan serta seragam
keseluruhannya.
4. Detektor peranan detektor penerima adalah memberikan respon terhadap cahaya
pada berbagai panjang gelombang.
Ada 3 penyimpangan yang mungkin terjadi yaitu :
1.

Penyimpangan nyata
ketika sampel terdiri dari beberapa konsentrasi akan terjadi pergeseran

kedudukan indeks bias maka sangat tidak akurat analisis yang digunakan.
2. Penyimpangan kimia
Karena ada hukum kesetimbangan atau pergeseran kesetimbangan jika
mengenai sinar sampel sehingga terjadi pergeseran kesetimbangan.
3. Penyimpangan instrumental
2.

Pembuatan Larutan Rhodamin B 1 ppm.


Pembuatan Larutan rhodamin B dilakukan pada percobaan ini untuk di

analisa konsentrasinya menggunakan spektrofotometr ultraviolet. Pertama-tama


praktikan membuat larutan sampel dengan konsenrasi 1 ppm (kelompok 10) dari
larutan induk dengan konsentrasi 300 ppm. Dalam hal ini, teknik pengenceran
dari konsentrasi tinggi ke renda harus dilakukan beberapa kali pengenceran,
karena apabila pembuatan larutan dengan konsentrasi kecil sangat jarang

dilakukan pengambilan volume dari yang konsentrasinya tinggi, sebab dapat


mempengaruhi hasil yang didapat. Praktikan salah dalam menentukan
konsentrasinya yang hanya memerlukan dua kali pengenceran

yang pada

normalnya empat kali. Larutan tersebut dibuat dengan penambahan HCl, yang
nantinya akan di analisis menggunakan spektronik Uv-Vis.
2.

Penentuan konsentrasi rhodamin B


Dilakukan dengan spektrofotometer dalam daerah ultraviolet tanpa

melakukan pengompleksan terlebih dahulu. Daerah ultraviolet mempunyai range


panjang gelombang 400-800 nm, yang terbagi dalam dua daerah yaitu ultraviolet
dekat dan ultraviolet jauh (ultraviolet biasa dan ultraviolet vakum).
Pada percobaan ini digunakan larutan rhodamin B sebagai larutan sampel
yang akan diukur konsentrasinya dan aquades sebagai blanko. Grafik hubungan
antara konsentrasi larutan dengan absorbansinya adalah garis linear. Sebelum
melakukan pengukuran larutan sampel dengan konsentrasi yang telah dibuat,
terlebih dahulu ditentukan panjang gelombang maksimumnya. maks ini diperoleh
dengan cara alat yang digunakan dinolkan terlebih dahulu dimana larutan blanko
dimasukkan ke dalam cuvet lalu ditekan back corect dan run, setelah alat pada
kondisi nol blanko tersebut di keluarkan, kemudian masukkan sampel rhodamin
yang telah diencerkan bergantian pada posisi metoda scan maka display akan
menampilkan spektrum panjang gelombang optimum untuk kafein. Maka
diperoleh panjang gelombang optimum untuk rhodamin B sebesar 560 nm. Dari
hasil yang diperolah, didapatkan nilai abs pada sampel 10 yakni -0,016 hal ini
terjadi karena kesalahan praktikan dalam melakukan pengenceran. Seharusnya
pengenceran dilakukan bertahap dari konsentrasi besar, sedang kemudian
kekonsentrasi yang kecil hingga didapatkan konsentrasi yang diinginkan,
sehingga konsentrasi sampel kami untuk rhodamin B sebesar 0,095 M dan
inventaris tersebut diperoleh dengan cara perhitungan pada persamaan yang
diperoleh dari garis linear kedua grafik tersebut.
1.

KESIMPULAN
1. Spektrofotometer Ultraviolet terdiri dari sumber, monokromator, sel
absorbsi dan detektor.

2. Spektrofotometer Ultraviolet dapat digunakan untuk menentukan


konsentrasi larutan tak berwarna tanpa melakukan pengompleksan
terlebih dahulu.
3. Konsentrasi pada sampel 5 dengan perbandingan tersebut sebesar 0,098

DAFTAR PUSTAKA

Dawile, S., Fatimawali., & F. Wehantouw. Analisis Zat Pewarna Rhodamin B


pada Kerupuk yang Beredar di Kota Manado. ISSN 2302 2493. Vol. 2
No. 03.
Khopkar, S. M. 2002. Konsep Dasar Kimia Analitik. Penerbit Universitas
Indonesia. Jakarta.
Underwood, A. L & Day R. A., JR. 2001. Analisis Kimia Kuantitatif. Penerbit
Erlangga. Jakarta.

ANALISA JURNAL ILMIAH

I.

JUDUL
Analisis Zat Pewarna Rhodamin B pada Kerupuk yang Beredar di Kota

Manado.
II.

TUJUAN
Tujuan dari jurnal penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menentukan

kadar rhodamin B pada kerupuk yang beredar di Kota Manado.


III. METODE PENELITIAN
A. Ekstraksi dan pemurnia dalam pembuatan larutan uji
1.

Sampel kerupuk ditimbang sebanyak 10 gram dimasukkan ke dalam


Erlenmeyer kemudian direndam dalam 20 ml larutan ammonia 2 %

2.

(yang dilarutkan dalam etanol 70%) selama semalaman.


Larutan disaring filtratnya dengan menggunakan kertas saring whatman

3.

No. 1.
Larutan dipindahkan ke dalam gelas kimia kemudian dipanaskan di atas

4.

hot plate.
Residu dari penguapan dilarutkan dalam 10 ml air yang mengandung
asam (larutan asam dibuat dengan mencampurkan 10 ml air dan 5 ml

5.

asam asetat 10%).


Benang wol dengan panjang 15 cm dimasukkan ke dalam larutan asam
dan didihkan hingga 10 menit, pewarna akan mewarnai benang wol,

6.
7.

kemudian benang diangkat.


Benang wol dicuci dengan air.
Kemudian benang dimasukkan ke dalam larutan basa yaitu 10 ml

8.

ammonia 10% (yang dilarutkan dalam etanol 70%) dan didihkan.


Benang wol akan melepaskan pewarna, pewarna akan masuk ke dalam

9.

larutan basa.
Larutan basa yang di dapat selanjutnya akan digunakan sebagai
cuplikan sampel pada analisis kromatografi lapis tipis.

B.

Pembuatan larutan baku rhodamin B


Pembuatan larutan baku rhodami B dilakukan dengan membuat
larutan baku dengan konsentrasi 20 ppm. Selanjutnya dibuat larutan baku
dengan konsentrasi masing-masing 0.5; 1; 1,5; 2; 3; 5; 6; 7,5 ppm. Pelarut
yang digunakan adalah larutan HCl 0,1 N

C.

Identifikasi Sampel Menggunakan KLT dan UV-Vis


Identifikasi sampel pada plat KLT berukuran 20 x 20 cm diaktifkan
dengan cara dipanaskan dalam oven pada suhu 100 C selama 30 menit.
0

Sampel ditotolkan pada plat KLT dengan menggunakan pipa kapiler pada
jarak 1,5 cm dari bagian bawah plat, jarak antara noda adalah 2 cm.
Kemudian dibiarkan beberapa saat hingga mengering. Plat KLT yang telah
mengandung cuplikan dimasukkan ke dalam chamber yang lebih terdahulu
telah dijenuhkan dengan fase gerak berupa nbutanol : etil asetat : ammonia
(10:4:5). Dibiarkan hingga lempeng terelusi sempurna, kemudian plat KLT
diangkat dan dikeringkan. Diamati warna secara visual dan dibawah sinar
UV, jika secara visual noda berwarna merah jambu dan dibawah sinar UV
254 nm dan 366 nm berfluoresensi kuning atau orange, hal ini menunjukkan
adanya rhodamin B
D.

Penentuan Kadar Rhodamin B


Penetapan kadar rhodamin B adalah dari masing-masing larutan
dimasukkan ke dalam kuvet, kemudian di ukur secara spektrofotometri
cahaya tampak pada panjang gelombang 500-600 nm. Untuk menghitung
kadar rhodamin B dalam sampel dapat di hitung dengan menggunakan
kurva kalibrasi dengan persamaan regresi y=bx a.

IV.

HASIL
Hasil penelitian analisis zat pewarna Rhodamin B pada kerupuk yang
beredar di kota Manado adalah sepuluh sampel yang telah diuji dengan dua
kali pengujian (duplo), yaitu sembilan sampel T1, T2, T3, P1, P2, P3, 452, B1, dan
B2 negatif tidak mengandung rhodamin B dan satu sampel dari pasar 45 1
positif mengandung rhodamin B. Hal ini dapat dilihat dangan fluoresensi
kuning pada KLT yang di sinari lampu UV dengan panjang gelombang 366
nm. sampel 451 positif mengandung rhodamin B. Rhodamin B pada sampel
dari pasar 451 yaitu sebesar 0,28 g/ml. Hal ini membahayakan konsumen,
karena semakin banyak rhodamin B masuk dalam tubuh maka besar efek
toksik yang akan timbul. Rhodamin B ditambahkan pada kerupuk untuk
menambah kualitas pewarna agar lebih menarik sehingga konsumen lebih
tertarik untuk membelinya. Selain itu banyak penjual masih menggunakan

rhodamin B yang praktis digunakan dan harganya relatif murah serta


tersedia dalam kemasan kecil di pasaran sehingga memungkinkan
masyarakat umum untuk membelinya.
V.

KELEBIHAN METODE JURNAL


Kelebihan pada metode yang ada di jurnal ilmiah dengan metode yang

digunakan saat praktikum adalah metode yang digunakan menggunakan analisi


menggunakan KLT disamping penggunaan spektrofotometer UV-Vis. Hal ini
mengakibatkan sampel yang diuji dapat diketahui positif negatifnya mengandung
rhodamin B. Pada pengujian menggunakan KLT lah yang menjadi pembeda dari
metode yang digunakan pada jurnal dan saat praktikum. Namun secara garis besar
metode yang digunakan sama dengan yang dilakukan di laboratorium.

Anda mungkin juga menyukai