NIM
: 13102005
Bentuk kerja sama di Indonesia antara badan usaha dengan pemerintah dalam usaha
eksploitasi Minyak dan Gas Bumi bentuknya selalu berubah-ubah sesuai dengan peraturan yang
berlaku. Pada dasarnya kegiatan usaha hulu dapat dilaksanakan oleh Badan Usaha Milik Negara
(BUMN), Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), koperasi, usaha kecil, badan usaha swasta, dan
Bentuk Usaha Tetap (BUT). Jenis bentuk kerja sama (kontrak) Kegiatan Usaha Hulu yang
dikenal di Indonesia, yaitu sebagai berikut :
1. Kontrak Karya
Kontrak Karya diberlakukan sejak disahkannya Undang-Undang No. 44 Prp Tahun 1960
tentang Minyak dan Gas Bumi (Lembaran Negara No. 133 tahun 1960 jo. Tambahan Lembaran
Negara No. 2070 tahun 1960). Kontrak Karya pada prinsipnya adalah suatu perjanjian yg
mengatur tentang pembagian keuntungan atau pendapatan. Dalam Kontrak Karya, manajemen
berada di tangan kontraktor dan kepemilikan aset berada di tangan kontraktor sampai aset
tersebut sepenuhnya disusutkan. Sedangkan kepemilikan minyak dan gas bumi yang dihasilkan
pada prinsipnya berada di tangan negara yang diwakili oleh perusahaan negara.
Dalam menjalankan operasi kontraktor berkewajiban untuk memberikan pembayaran
dalam bentuk minyak dan gas bumi yang diberikan secara proporsional sampai dengan 25% dari
produksi tahunan. Masa berlaku Kontrak Karya adalah 30 tahun.
2. Kontrak Kerja Sama
Istilah Kontrak Kerja Sama baru dikenal setelah diundangkannya Undang-undang No. 22
Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi. Kontrak Kerja Sama adalah Kontrak Bagi Hasil atau
bentuk kerja sama lain dalam kegiatan Eksplorasi dan Eksploitasi yang lebih menguntungkan
Negara dan hasilnya dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Kontrak Kerja
Sama setidaknya memuat persyaratan yang menyatakan kepemilikan sumber daya Minyak dan
Gas Bumi tetap di tangan Pemerintah sampai pada titik penyerahan, pengendalian manajemen
atas operasi yang dilaksanakan oleh kontraktor berada pada Badan Pelaksana, dan modal dan
resiko seluruhnya ditanggung oleh Kontraktor.
Kontrak Kerja Sama merupakan dasar bagi kontraktor dalam melakukan Kegiatan Usaha
Hulu di Wilayah Kerja. Kontrak Kerja disepakati oleh badan usaha atau Bentuk Usaha tetap yang
menjadi Kontraktor dengan Badan Pelaksana. Jangka waktu Kontrak Kerja Sama paling lama
adalah 30 (tiga puluh) tahun, dan dapat diperpanjang dengan jangka waktu perpanjangan paling
lama 20 (dua puluh) tahun untuk setiap kali perpanjangan. Jangka waktu Kontrak Kerja Sama
terdiri dari jangka waktu Eksplorasi selama 6 (enam) tahun dan hanya dapat diperpanjang 1
(satu) kali paling lama 4 (empat) tahun, dan jangka waktu Eksploitasi pun hampir sama seperti
waktu Eksplorasi.
Dari pengertian Kontrak Kerja Sama, maka dapat dibagi menjadi dua yaitu :
-
Istilah Kontrak Bagi Hasil (Production Sharing Contract) ditemukan dalam Pasal 12 ayat
(2) Undang-undang Nomor 8 Tahun 1971 tentang Pertamina jo. Undang-undang Nomor 10
Tahun 1974 tentang Perubahan Undang-undang Nomor 8 tahun 1971. Disebutkan bahwa
Pertamina dapat mengadakan kerja sama dengan pihak lain dalam bentuk Production Sharing
Contract.
Sejak diperkenalkan Kontrak Bagi Hasil telah mengalami berbagai perubahan. Kontrak
Bagi Hasil dapat dibagi menjadi empat generasi, yaitu :
1) Kontrak Bagi Hasil Generasi I (1964-1977), pada prinsipnya adalah
- Manajemen operasi berada di tangan Pertamina
- Kontraktor menyediakan seluruh biaya operasi perminyakan
- Kontraktor akan memperoleh kembali seluruh biaya operasinya dengan ketentuan
maksimum 40 % dari total
- Dari 60% dibagi menjadi Pertamina 65% dan Kontraktor 35%
- Pertamina membayar pajak pendapatan kontraktor kepada pemerintah
- Kontraktor wajib memenuhi kebutuhan bahan bakar minyak dalam negeri secara
proporsional (maksimum 25% bagiannya) dengan harga US$ 0.20/barel.
- Semua peralatan dan fasilitas yang dibeli oleh kontraktor menjadi milik Pertamina
- Interest kontraktor ditawarkan kepada Perusahaan Nasional Indonesia setelah
dinyatakan komersial
2) Kontrak Bagi Hasil Generasi II (1978-1987), pada prinsipnya adalah :
- Tidak ada pembatasan pengembalian biaya operasi yang diperhitungkan oleh
Kontraktor
- Setelah dikurangi biaya-biaya, pembagian hasil menjadi minyak 65,91% untuk
Pertamina; 34,09% untuk kontraktor. Sedangakan gas: 31,80% untuk Pertamina;
68,20% untuk kontraktor
- Kontraktor membayar pajak 56% secara langsung kepada pemerintah
- Kontraktor mendapat insentif, yaitu harga ekspor penuh minyak mentah Domestic
Market Obligation setelah lima tahun produksi.
Insentif pengembangan 20% dari modal yang dikeluarkan untuk fasilitas produksi