Anda di halaman 1dari 39

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
A. Fisiologi Jantung
1. Sirkulasi jantung

Gambar 2.1 Sirkulasi jantung (Price, 2006)


Darah yang kembali dari seluruh tubuh masuk ke atrium kanan melalui
vena besar yang dikenal sebagai vena kava superior dan inferior. Darah yang
masuk ke atrium kanan berasal dari jaringan tubuh, telah diambil O2 nya dan
ditambahi dengan CO2. Darah yang miskin akan O2 tersebut mengalir dari
atrium kanan ke ventrikel kanan melalui katup trikuspid, ventrikel kanan akan
memompa darah yang kaya akan CO2 tersebut keluar melalui arteri
9

10

pulmonalis ke paru. Dengan demikian, sisi kanan jantung memompa darah


yang kaya akan CO2 ke sirkulasi paru. Di dalam paru, darah akan kehilangan
CO2 nya dan menyerap O2 oleh pembuluh darah kapiler dan darah yang kaya
akan O2 tersebut dikembalikan ke atrium kiri melalui vena pulomonalis.
Darah kaya akan O2 kembali ke atrium kiri yang dibawa oleh vena
pulmonalis ini kemudian mengalir ke dalam ventrikel kiri melalui katup
bicuspid, ventrikel kiri tersebut memompa atau mendorong darah ke aorta
melalui katup aorta dan selanjutnya ke semua system tubuh (Wijaya & Putri,
2013). Arteri koronaria kanan dan kiri yang merupakan cabang aorta yang
berfungsi memasok darah ke miokardium, karena O2 penting untuk kontraksi
miokardium (Scanlon, 2007).
2. Sistem Konduksi Jantung
Menurut Gibson, (2002) :
a. Sistem konduksi (listrik jantung) yang berperan dalam pencatatan pada
EKG, yang terdiri dari :

Gambar 2.2 Sistem Penjalaran Konduksi Jantung (Guyton & Hall, 2008)
1) SA Node ( Sino-Atrial Node )
Terletak dibatas atrium kanan (RA) dan vena cava superior (VCS). Sel-sel
dalam SA Node ini bereaksi secara otomatis dan teratur mengeluarkan

11

impuls (rangsangan listrik) dengan frekuensi 60 - 100 kali permenit


kemudian menjalar ke atrium, sehingga menyebabkan seluruh atrium
terangsang.
2) AV Node (Atrio-Ventricular Node)
Terletak di septum internodal bagian sebelah kanan, diatas katup trikuspid.
Sel-sel dalam AV Node dapat juga mengeluarkan impuls dengan frekuensi
lebih rendah dan pada SA Node yaitu : 40 - 60 kali permenit. Oleh karena
AV Node mengeluarkan impuls lebih rendah, maka dikuasai oleh SA Node
yang mempunyai impuls lebih tinggi. Bila SA Node rusak, maka impuls
akan dikeluarkan oleh AV Node.
3) Berkas His
Terletak di septum interventrikular dan bercabang 2, yaitu :
a) Cabang berkas kiri (Left Bundle Branch)
b) Cabang berkas kanan (Right Bundle Branch)
Setelah melewati kedua cabang ini, impuls akan diteruskan lagi ke
cabang-cabang yang lebih kecil yaitu serabut purkinye.
4) Serabut Purkinye
Serabut purkinye ini akan mengadakan kontak dengan sel-sel ventrikel.
Dari sel-sel ventrikel impuls dialirkan ke sel-sel yang terdekat sehingga
seluruh sel akan dirangsang. Di ventrikel juga tersebar sel-sel pace maker
(impuls) yang secara otomatis mengeluarkan impuls dengan frekuensi 20
- 40 kali permenit.
b. Bentuk Gelombang dan Interval EKG
Pada EKG terlihat bentuk gelombang khas yang disebut P, QRS, dan T,
sesuai dengan penyebaran eksitasi listrik dan pemulihannya melalui sistem
hantaran dan miokardium. Gelombang gelombang ini direkam pada

12

kertas grafik dengan skala waktu horizontal dan voltase vertikal. Makna
bentuk gelombang dan interval pada EKG adalah sebagai berikut :

Gambar 2.3 Gelombang Normal pada EKG (Gibson, 2002)


1) Gelombang P
Sesuai dengan depolarisasi atrium. Rangsangan normal untuk depolarisasi
atrium berasal dari nodus sinus. Namun, besarnya arus listrik yang
berhubungan dengan eksitasi nodus sinus terlalu kecil untuk dapat terlihat
pada EKG. Gelompang P dalam keadaan normal berbentuk melengkung
dan arahnya ke atas pada kebanyakan hantaran. Pembesaran atrium dapat
meningkatkan amplitudo atau lebar gelombang P, serta mengubah bentuk
gelombang P. Disritmia jantung juga dapat mengubah konfigurasi
gelombang P. Misalnya, irama yang berasal dari dekat perbatasan AV dapat

13

menimbulkan inversi gelombang P, karena arah depolarisasi atrium


terbalik.
2) Interval PR
Diukur dari permulaan gelombang P hingga awal kompleks QRS. Dalam
interval ini tercakup juga penghantaran impuls melalui atrium dan
hambatan impuls melalui nodus AV. Interval normal adalah 0,12 sampai
0,20 detik. Perpanjangan interval PR yang abnormal menandakan adanya
gangguan hantaran impuls, yang disebut bloks jantung tingkat pertama.
3) Kompleks QRS
Menggambarkan depolarisasi ventrikel. Amplitudo gelombang ini besar
karena banyak massa otot yang harus dilalui oleh impuls listrik. Namun,
impuls menyebar cukup cepat, normalnya lamanya komplek QRS adalah
antara 0,06 dan 0,10 detik. Pemanjangan penyebaran impuls melalui berkas
cabang disebut sebagai blok berkas cabang (bundle branch block) akan
melebarkan kompleks ventrikuler. Irama jantung abnormal dari ventrikel
seperti takikardia juga akan memperlebar dan mengubah bentuk kompleks
QRS oleh sebab jalur khusus yang mempercepat penyebaran impuls
melalui ventrikel di pintas. Hipertrofi ventrikel akan meningkatkan
amplitudo kompleks QRS karena penambahan massa otot jantung.
Repolasisasi atrium terjadi selama massa depolarisasi ventrikel. Tetapi
besarnya kompleks QRS tersebut akan menutupi gambaran pemulihan
atrium yang tercatat pada elektrokardiografi.
4) Segmen ST
Interval ini terletak antara gelombang depolarisasi ventrikel dan
repolarisasi ventrikel. Tahap awal repolarisasi ventrikel terjadi selama

14

periode ini, tetapi perubahan ini terlalu lemah dan tidak tertangkap pada
EKG. Penurunan abnormal segmen ST dikaitkan dengan iskemia
miokardium sedangkan peningkatan segmen ST dikaitkan dengan infark.
Penggunaan digitalis akan menurunkan segmen ST.
5) Gelombang T
Repolarisasi ventrikel akan menghasilkan gelombang T. Dalam keadaan
normal gelombang T ini agak asimetris, melengkung dan ke atas pada
kebanyakan sadapan. Inversi gelombang T berkaitan dengan iskemia
miokardium. Hiperkalemia (peningkatan kadar kalium serum) akan
mempertinggi dan mempertajam puncak gelombang T.
6) Interval QT
Interval ini diukur dari awal kompleks QRS sampai akhir gelombang T,
meliputi depolarisasi dan repolarisasi ventrikel. Interval QT rata rata
adalah 0,36 sampai 0,44 detik dan bervariasi sesuai dengan frekuensi
jantung. Interval QT memanjang pada pemberian obat obat antidisritmia.
3. Siklus jantung
Peristiwa yang terjadi pada jantung berawal dari permulaan sebuah
denyut jantung sampai akhirnya denyut jantung berikutnya disebut dengan
siklus jantung. Setiap siklus dimulai oleh pembentukan potensial aksi yang
spontan didalam nodus sinus, nodus sinus terletak pada dinding lateral
suporior atrium kanan dekat tempat masuk vena kava superior dan potensial
aksi menjalar dengan cepat melalui kedua atrium dan kemudian melalui AV
node ke ventrikel. Pengaturan khusus sistem konduksi dari atrium menuju ke
ventrikel, ditemukan keterlambatan selama lebih dari 1/10 detik sewaktu

15

impuls jantung dihantarkan dari atrium ke ventrikel. Keadaan ini


menyebabkan atrium akan berkontraksi mendahului ventrikel sebelum
kontraksi ventrikel yang kuat. Jadi atrium itu bekerja sebagai pompa primer
bagi ventrikel dan ventrikel selanjutnya akan menyediakan sumber kekuatan
yang utama untuk memompakan darah kesistem pembuluh darah (Guyton &
Hall, 2007). Siklus jantung juga menghasilkan bunyi jantung setiap denyut
jantung, menghasilkan dua bunyi, yaitu S1 dan S2 yang kadang disebut lupdub, yang dapat didengar dengan menggunakan stetoskop. Bunyi pertama,
yang terkeras dan terlama, terjadi akibat penutupan katup AV oleh sistol
ventrikel. Bunyi kedua disebabkan oleh penutupan katup semilunaris aorta
dan pulmonalis. Jika ada katup yang tidak menutup secara sempurna, akan
terdengar bunyi tambahan yang disebut bising jantung (Scanlon, 2007).
B. Konsep Dasar Penyakit SKA
1. Definisi
Acute Coronary Syndrome (ACS) atau yang lebih dikenal dengan
sindrom koroner akut (SKA) yang merupakan gambaran suatu spektrum
kondisi yang berbahaya di mana iskemia miokard disebabkan oleh suatu
penurunan mendadak aliran darah yang melalui pembuluh koroner. Penurunan
ini hampir selalu diinisiasi oleh ruptur plak aterosklerotik, yang menyebabkan
pembentukan trombus intrakoroner yang menurunkan aliran darah dan
terjadinya penyumbatan parsial bahkan total (Aaronson, 2010).

16

SKA merupakan keadaan darurat jantung dengan


manifestasi klinis rasa tidak enak di dada atau gejala lain
sebagai akibat iskemia miokardium (Harun, 2007).
SKA merupakan suatu istilah atau terminologi

yang

digunakan untuk menggambarkan spektrum keadaan atau kumpulan


proses penyakit yang meliputi ST-segment elevation myocardial infarction
(STEMI), Non ST-segment elevation myocardial infarction (NSTEMI), serta
Unstable angina pectoris (UAP) (Sudoyo, 2006).
2. Klasifikasi
a. ST-segment elevation myocardial infarction (STEMI)
Rusaknya bagian otot jantung secara permanen akibat insufisiensi aliran
darah koroner oleh proses degeneratif maupun dipengaruhi oleh banyak
faktor dan merupakan oklusi total dari arteri koroner yang menyebabkan
area infark yang lebih luas meliputi seluruh ketebalan miokardium, yang
ditandai dengan adanya elevasi segmen ST pada EKG dan dapat
berkembang menjadi gelombang Q/ gelombang Q patologis (Sudoyo,
2006).
b. Non ST-segment elevation myocardial infarction (NSTEMI)
Adanya ketidakseimbangan antara permintaan dan suplai oksigen ke
miokardium

terutama

akibat

penyempitan

arteri

koroner

akan

menyebabkan iskemia miokardium lokal. NSTEMI merupakan oklusi


parsial dari arteri koroner tanpa melibatkan seluruh ketebalan miokardium,
sehingga tidak ada elevasi segmen ST pada EKG (Sudoyo, 2006). NSTEMI

17

menunjukan depresi segmen ST, gelombang T datar atau inversi dan juga
bisa menunjukan gambaran EKG yang normal (Hurst, 2015).
c. Unstable angina pectoris (UAP)
UAP dan NSTEMI merupakan suatu kesinambungan dengan kemiripan
patofisiologi

dan

gambaran

klinis

sehingga

pada

prinsipnya

penatalaksanaan keduanya tidak berbeda. Diagnosis NSTEMI ditegakan


jika pasien dengan manifestasi klinis UAP menunjukkan bukti adanya
nekrosis miokard berupa peningkatan biomarker jantung, sedangkan UAP
tanpa peningkatan biomarker jantung (Sudoyo, 2006).
3. Etiologi
a. Menurut Hurst, (2015) yaitu :
1) Sumbatan mendadak arteri koroner
Sumbatan dapat disebabkan oleh :
a) Bekuan darah yang terbentuk pada permukaan kasar dan berpori dari
plak ateromatosa yang berulserasi.
b) Debris ateromatosa.
c) Retakan pada endotelium dan topi fibrosa menonjol keluar
(menggantung keluar) untuk memblokir lumen pembuluh darah.
2) Perdarahan dengan pembentukan bekuan di dalam atau di bawah plak
aterosklerosis.
a) Pembuluh darah kecil yang terdapat didalam plak mengalami ruptur dan
berdarah di dalam plak, yang memperbesar ukuran plak sehingga
menyumbat lumen.
b) Plak itu sendiri bisa pecah, berdarah, dan membentuk bekuan darah.
(1) Sumbatan arteri yang disebabkan oleh spasme.
Spasme dapat terjadi :
(a) Disekitar dan/atau berdekatan dengan plak ateromatosa karena
adanya iritasi langsung pada otot polos dinding arteri oleh ujungujung plak aterosklerotik atau mungkin akibat dari refleks saraf

18

yang menyebabkan kontraksi otot koroner. Spasme ini kemudian


akan menimbulkan trombosis sekunder pada pembuluh tersebut
(Guyton & Hall, 2007).
(b) Akibat penggunaan kokain
Kokain memiliki efek yang sangat kuat terhadap sistem
kardiovaskular. Stimulasi simpatis membuat jantung berdenyut
lebih cepat dan lebih kuat, sehingga meningkatkan kebutuhan
oksigen miokardium. Meskipun kokain bekerja di otot jantung,
pembuluh darah perifer berkontraksi dan meningkatkan tekanan
darah. Peningkatan beban kerja jantung akan lebih menambah
kebutuhan oksigen, tetapi pada saat yang sama kokain
mengkonstruksi

arteri

koroner.

Spasme

arteri

dapat

menyebabkan serangan jantung bahkan ketika pembuluh koroner


bebas dari ateroma, sehingga pegguna kokain dengan tingkat
aterosklerosis yang mana pun dapat terkena serangan jantung.
(c) Akibat respons terhadap angina prinzmetal
Disebabkan oleh spasme arteri koroner, berhubungan dengan
resiko tinggi terjadinya infark.
(2) Kebutuhan oksigen miokardium yang sangat meningkat secara
mendadak dan tidak sesuai atau tidak biasa
Mungkin disebabkan oleh aktivitas seperti menghisap kokain
karena sangat meningkatkan konsumsi oksigen miokardium
(kebutuhan). penyakit arteri koroner dengan lumen yang sangat
sempit tidak dapat mengalirkan darah yang cukup ke otot jantung

19

dan iskemia berat berkembang, yang menyebabkan nekrosis jika


lebih dari 20 menit.
b. Menurut Wijaya & putri, (2013) :
a. Faktor resiko biologis yang tidak dapat dirubah :
1) Usia lebih dari 40 tahun
2) Jenis kelamin : insiden pada pria tinggi, sedangkan pada wanita
meningkat setelah menopause.
3) Hereditas
4) Ras: lebih tinggi insiden pada kulit hitam
b. Faktor resiko yang dapat diubah :
1) Mayor
Hiperlipidemia, Hipertensi, Merokok, Diabetes melitus, dan
Obesitas.
2) Minor
In aktifitas fisik, Pola kehidupan tipe A (emosional, agresif,
ambisius, kompetitif) dan stress psikologis berlebihan.
4. Patofisiologi
Aterosklerosis merupakan proses pembentukan plak di tunika intima
arteri koroner. Proses ini berlangsung terus selama hidup sampai akhirnya
bermanifestasi sebagai SKA. Beberapa faktor risiko koroner turut berperan
dalam proses aterosklerosis, antara lain Hiperlipidemia, Hipertensi, Merokok,
Diabetes melitus, dan Obesitas. Faktor- faktor risiko ini dapat menyebabkan
kerusakan endotel dan selanjutnya menyebabkan disfungsi endotel. Jejas
endotel mengaktifkan proses inflamasi, migrasi dan proliferasi sel, kerusakan
jaringan lalu terjadi perbaikan, dan akhirnya menyebabkan pertumbuhan plak.
Inti lipid yang besar, kapsul fibrosa yang tipis, dan inflamasi dalam plak
merupakan predisposisi untuk terjadinya ruptur dan setelah terjadi ruptur plak

20

maupun erosi endotel, matriks subendotelial akan terpapar darah yang ada di
sirkulasi. Hal ini menyebabkan adhesi trombosit yang diikuti aktivasi dan
agregasi trombosit, selanjutnya terbentuk trombus. Jika bekuan menjadi cukup
besar, maka bisa menghambat aliran darah koroner baik total maupun parsial
pada arteri koroner. Angina tak-stabil terjadi karena menurunnya perfusi ke
jantung (disrupsi plak menyebabkan terbentuknya trombus dan penurunan
perfusi) atau peningkatan kebutuhan oksigen. Trombus biasanya bersifat labil
dengan oklusi tidak menetap. Pada angina tak stabil, miokardium mengalami
stres tetapi bisa membaik kembali. NSTEMI terjadi bila perfusi miokardium
mengalami disrupsi karena oklusi trombus parsial. Adanya trombolisis
spontan, berhentinya

vasokonstriksi, atau adanya sirkulasi kolateral

membatasi kerusakan miokardium yang terjadi. Sedangkan STEMI terjadi


bila disrupsi plak dan trombosis menyebabkan oklusi total sehingga terjadi
iskemia. Iskemik yang lama akan menimbulkan infark (daerah jaringan
nekrotik mati). Nekrosis miokardium menyebabkan pelepasan protein
intraselular, seperti troponin T dan I serta pengeluaran enzim jantung (CKMB) atau biomarker jantung. (Aaronson, 2010). Terbendungnya pembuluh
darah menghambat darah yang kaya oksigen mencapai bagian otot jantung
yang disuplai oleh arteri tersebut mengakibatkan terjadinya metabolisme
anaerob yang meningkatkan produksi asam laktat. Bagian otot jantung tengah
atau miokard berfungsi sebagai pemacu denyut jantung, jika terjadi kematian
pada otot jantung miokard maka akan terjadi penurunan kontraktilitas jantung

21

yang akan meningkatkan beban kerja jantung sehingga kebutuhan oksigen


akan meningkat (Smeltzer & Bare, 2016).

22

5. Woc

Bagan : Web Of Caution (WOC)

Faktor Resiko : insiden pada pria tinggi , ras


kulih hitam, usia > 40 th, hiperlipidemia,
hipertensi, DM dll

Endapan
lipoprotein di
tunika intima

Tidak seimbang kebutuhan dengan suplai oksigen

Cidera endotel : interaksi


Invasi dan
Lesi
Plaque fibrosa
antara fibrin & platelet,
akumulasi dari
komplikata
Proliferasi otot tunika
lipid
media
Trombus
Ruptur plak / erosi
penyumbatan
Penurunan suplai darah
arteri koroner
parsial / total
kemiokard

Aterosklerosis
Penyempitan/obstruksi arteri
koroner

Iskemia miokardium

Pe

Infark

kontraktilitas miokard

Stimulasi simpatis aktif

MK : Penurunan curah
Tekanan darah sistemik
jantung
Vol. Akhir diastolic ventrikel kiri
Suplai darah ke jaringan tidak adekuat
MK :
Ketidakefektifan
perfusi jaringan
perifer

Vasokontriksi
perifer

Kelemahan fisik

Ekstremitas
dingin

ST elevasi

Denyut jantung
MK : Ansietas

Keadaan psikologi terusmenerus


Perubahan status

Beban kerja jantung

MK : Intoleransi aktifitas

Biomarker jantung

kesehatan

Kebutuhan 02 ke jantung

Pe

Aktivitas vagal

MK : Nyeri akut

Nyeri didada

Lumen sempit
danparu
kaku
Oedem

Aliran
darah pengeluaran
Merangsang
MK:
zatPenurunan
kimia spt
Respon
nyeri
tersumbat
Nyeri
di dada
bradikinin, serotonin,
curah
histamin
jantung

Sesak napas

Perubahan dari metabolisme aerob menjadi anaerob


Merangsang keluarnya asam laktat di otot jantung
Diaforesis

MK : Mual

Modifikasi : Aaronson, 2010 & Smeltzer & Bare, 2016)

Tekanan vena
Pembuluh
darah nekrotik
Tumbuh
jaringan
pulmonalis
Hipertensi
kapiler parut

Takikardia

Kelenjar keringat aktif


Stimulasi saraf simpatis

Refleks vagal

Sesak napas
MK : Ketidakefektifan perfusi jaringan kardiak

Kebutuhan oksigen jantung

MK :
Ketidakefektifan
perfusi jaringan
kardiak

Respon nyeri

Menurunya PH sel
Spinal cord
Merangsang pengeluaran
zat kimia spt bradikinin,
serotonin, histamin
Korteks serebri

23

6. Manifestasi klinis
Menurut Hurst, (2015) yaitu :
a. Nyeri dada (menjalar ke atas)
Penyempitan pembuluh darah koroner karena aterosklerosis, atau
rupturnya plak dengan bekuan darah menyumbat pembuluh darah
secara dramatis sehingga mengurangi atau memutus suplai oksigen
ke sebagian otot jantung. Asam laktat dari metabolisme anaerob
menyebabkan nyeri. Menurut Gray dkk, (2005) Gejala khas dan
dapat dibandingkan dengan serangan memanjang angina berat,
sementara serangan angina tidak khas berlangsung selama 5-10
menit, nyeri dada pada infark miokard biasanya berlangsung
minimal 30 menit.
b. Takikardia
Otot jantung yang rusak tidak dapat memompa secara efisien.
Penurunan curah jantung mengaktifkan stimulasi simpatis untuk
meningkatkan denyut jantung dalam upaya meningkatkan curah
jantung. Stimulasi simpatis juga menyebabkan nyeri dan cemas.
c. Ansietas (cemas)
Nyeri dada yang meremukkan disertai perasaan akan terjadi
malapetaka, yang memicu mekanisme melawan atau menghindar
degan semua sistem pada kode bahaya. Keadaan psikologi yang
tidak beristirahat menghasilkan respon cemas.
d. Mual
Kapan saja curah jantung turun tiba-tiba, aliran darah dialihkan
menjauh dari sirkulasi gastrointestinal (organ non vital). Menurut

24

Gray dkk, (2005). Refleks mual bisa juga karena stimulasi


diafragmatik dan dapat terjadi sebagai respons terhadap nyeri hebat.
e. Diaforesis (berkeringat)
Stimulasi saraf simpatis mengaktifkan kelenjar keringat.
f. Ekstremitas dingin
Disebabkan oleh vasokontriksi perifer dalam upaya mengalihkan
darah ke organ vital saat curah jantung turun.
g. Sesak napas
Penurunan curah jantung sekunder akibat nekrosis sebagian jaringan
miokardium.
7. Komplikasi
Menurut Sudoyo, (2006) yaitu:
a. Disfungsi ventrikular
Setelah STEMI , ventrikel kiri mengalami perubahan serial dalam
bentuk, ukuran, dan ketebalan pada segmen yang mengalami infark
dan non infark. Proses ini disebut remodeling ventrikular dan
umumnya mendahului berkembangnya gagal jantung secara klinis
dalam hitungan bulan atau tahun pasca infark. Segera setelah infark
ventrikel kiri mengalami dilatasi. Secara akut, hal ini berasal dari
ekspansi infark antara lain slippage serat otot, disrupsi sel
miokardial normal dan hilangnya jaringan dalam zona nekrotik.
Selanjutnya

terjadi

pula

pemanjangan

segmen

noninfark,

mengakibatkan penipisan yang disproporsional dan elongasi zona


infark. Pembesaran ruang jantung secara keseluruhan yang terjadi
dikaitkan ukuran dan lokasi infark, dengan dilatasi terbesar pasca
infark pada apeks ventrikel kiri yang mengakibatkan penurunan
hemodinamik yang nyata, lebih sering terjadi gagal jantung dan
prognosis lebih buruk.

25

b. Gangguan hemodinamik
Gagal pemompaan (pump failure) merupakan penyebab utama
kematian di rumah sakit pada STEMI. Perluasan nekrosis iskemia
mempunyai korelasi yang baik dengan tingkat gagal pompa dan
mortalitas, baik pada awal (10 hari infark) dan sesudahnya. Tanda
tersering yang sering dijumpai adalah ronki basah di paru dan
bunyi jantung S3 dan S4 gallop. Pada pemeriksaan rontgen sering
dijumpai kongesti paru.
c. Syok kardiogenik
Syok kardiogenik terjadi karena penurunan curah jantung yang
sangat parah yang terjadi akibat kerusakan otot jantung / setelah
STEMI, pengisian ventrikel buruk, aliran keluar buruk karena
ventrikel kiri rusak tidak dapat berkontraksi secara efisien dan
aritmia ventrikular (Hurst, 2015).
d. Edema paru akut
Edema paru merupakan tanda adanya kongesti paru yang terjadi
jika dasar vaskular paru menerima darah berlebihan dari ventrikel
kanan yang tidak mampu diakomodasi dan diambil dari jantung
kiri. Sedikit ketidakseimbangan antara aliran masuk pada sisi kanan
dan aliran keluar pada sisi kiri jantung tersebut mengakibatkan
konsekuensi yang berat (Muttaqin, 2012).
e. Infark ventrikel kanan
Sekitar sepertiga pasien dengan infark inferior menunjukkan
sekurang-kurangnya nekrosis ventrikel kanan derajat ringan. Jarang
pasien dengan infark terbatas primer pada ventrikel kanan. Infark
ventrikel kanan secara klinis menyebabkan tanda gagal ventrikel
kanan yang berat (distensi vena jugularis, dan tanda kusmaul serta

26

hepatomegali) dengan atau tanpa hipotensi. Elevasi segmen ST


pada sandapan EKG sisi kanan, terutama sandapan V4R, sering
dijumpai dalam 24 jam pertama pasien infark ventrikel kanan.
f. Aritmia pasca stemi
Mekanisme aritmia terkait infark mencakup ketidakseimbangan
sistem

saraf

autonom,

gangguan

elektrolit,

iskemia

dan

perlambatan konduksi di zona iskemia miokard (Hurst, 2015).


8. Pemeriksaan Diagnostic
Menurut Hurst, (2015) yaitu :
EKG merupakan pemeriksaan diagnostik awal yang terbaik untuk
mengevaluasi nyeri dada dan standar emas yang mengharuskan
pemeriksaan ini dilakukan dalam 10 menit pertama kedatangan.
a. Bentuk gelombang EKG akan memperlihatkan cedera jelas yang
saat ini terjadi, tercermin dari elevasi segmen ST(STEMI).
b. Bentuk gelombang dapat menunjukkan depresi segmen ST,
gelombang T datar atau inversi merupakan karakteristik dari angina
pectoris tidak stabil / UAP & NSTEMI.
Jika memiliki laboratorium sentral,

standarnya

adalah

pemeriksaan laboratorium segera harus selesai dalam 30 menit.


Pemeriksaan diagnostik esensial meliputi pemeriksaan segera :
1)EKG 12 lead
untuk mengidentifikasi bentuk gelombang guna mendiagnosis
cedera miokardium (elevasi segmen ST) atau iskemia (depresi
segmen ST). Perubahan yang tidak spesifik, gelombang T datar
atau inversi juga dapat menjadi peringatan infark yang akan
muncul. Aritmia atau gangguan konduksi yang disebabkan oleh
iskemia/cedera juga dapat terjadi.
2) Troponin I dan troponin T

27

Dua biomarker jantung yang sangat spesifik I dan T atau cardic


specific troponin (cTn)T dan (cTn) I merupakan protein yang
ditemukan di sel otot jantung, yang sangat spesifik untuk cedera
sel otot jantung. Biomarker ini meningkat dalam beberapa jam
setelah cedera dan tetap tinggi selama 1-3 minggu (yang sangat
membantu jika pasien menunda untuk mengobati nyeri dada).
Troponin T normalnya 0,2 ng/mL sedangkan troponin I
normalnya 0,03 ng/mL.
3) Enzim jantung (total CK)
Dibagi menjadi komponen-komponen untuk memisahkan ketiga
isoenzim kreatinin kinase : CK-BB berasal dari jaringan otak,
CK-MM berasal dari jaringan otot skeletal, dan CK-MB berasal
dari sel otot jantung. Nilai CK-MB 4% mengindikasikan
kerusakan dari sel otot jantung.
4) Mioglobulin
Meningkat dalam 1-2 jam setelah kejadian awitan nekrosis
miokardium. Meskipun tidak spesifik jantung, hasil negatif
berarti bahwa nyeri dada bukan berasal dari jantung.
Tabel 2.1 Biomarker molekul untuk evaluasi pasien infark miokard
dengan elevasi ST
Biomarker

Berat
molekul,
Da

CK-MB

86000

Rentang
waktu
untuk
meningkat
3-12 jam

Rerata waktu
Waktu kembali
elevasi puncak
ke
(non reperfusi) rentang normal

cTnI

23500

3-12 jam

24 jam

cTnT

33000

3-12 jam

12 jam 2 hari 5-14 hari

Myoglobin

17800

1-4 jam

6-7 jam

24 jam

48-72 jam
5-10 hari

(Dikutip dari Sudoyo, 2006)


5) Pemeriksaan diagnostik lanjutan :

24 hari

28

a. Uji stres olahraga.


b. Pencitraan perfusi miokardium (yaitu talium).
c. Ekokardiogram untuk mengevaluasi gerakan

dinding

ventrikel dan efektivitasnya.


d. Angiografi CT 3D (mirip dengan angiografi biasa) dengan
keunggulan non-invasif.
e. Kateterisasi jantung dengan angiografi koroner untuk
menggambarkan

setiap

penyempitan

pembuluh

darah

koroner.
9. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan medis
1) Menurut Sudoyo, (2006). Tatalaksana umum yaitu :
a) Oksigen
Suplemen oksigen harus diberikan pada pasien dengan saturasi
oksigen arterri 90%. Pada semua STEMI tanpa komplikasi
dapat diberikan oksigen selama 6 jam pertama.
b) Nitrogliserin (NTG)
Nitrogliserin untuk mengurangi nyeri dada, NTG juga dapat
menurunkan kebutuhan oksigen miokard dan meningkatkan
suplai oksigen miokard dengan cara dilatasi pembuluh koroner
yang terkena infark atau pembuluh kolateral. NTG intravena
juga diberikan untuk mengendalikan hipertensi atau edema
paru. Terapi nitrat harus dihindari pada pasien dengan tekanan
darah sistolik 90 mmHg atau pasien yang dicurigai menderita
infark ventrikel kanan (infark inferior pada EKG, JVP
meningkat, paru bersih dan hipotensi) nitrat juga harus
dihindari pada pasien yang menggunakan phosphodiesterase-5

29

inhibitor sildenafil dalam 24 jam sebelumnya karena dapat


memicu efek hipotensi nitrat.
c) Morfin
Morfin sangat efektif mengurangi nyeri dada dan merupakan
analgesik pilihan dalam tatalaksana nyeri dada pada STEMI.
Efek samping yang perlu diwaspadai pada pemberian morfin
adalah konstriksi vena dan ateriolar melalui penurunan
simpatis yang akan mengurangi curah jantung dan tekanan
arteri.
d) Aspirin
Aspirin merupakan tatalaksana dasar pada pasien yang
dicurigai STEMI dan efektif pada spektrum sindrom koroner
akut.
e) Penyekat beta
Jika morfin tidak berhasil mengurangi nyeri dada, pemberian
penyekat beta IV, selain nitrat mungkin efektif.
f) Terapi Reperfusi
Reperfusi dini akan memperpendek lama oklusi koroner,
meminimalkan

derajat

disfungsi

dilatasi

ventrikel

dan mengurangi kemungkinan pasien stemi berkembang


menjadi pump failure atau takiaritmia ventrikular yang
maligna.
2) Menurut Hurst, (2015) penatalaksanaan SKA yaitu :
a) Terapi obat
(1)
Obat anti-platelet (mencegah trombosit

saling

menggumpal dan menempel)


(a) Inhibitor agregasi platelet : aspirin, klopidogrel
(Plavix), kilostazol (Pletal), tiklopidin (Ticlid).
(b) Inhibitor GB IIb-III : eptifibatide (Integrilin), tirofiban
(Aggrastat), absiksimab (Reopro).

30

(c) Inhibitor adhesi platelet : dipiridamole (Persantine IV,


(2)

Apo-Dipyridamole, Novo-Dipiradol, Dipridakot).


Obat antitrombosis (untuk mencapai koagulan,
mengurangi meluasnya bekuan/penyumbatan ulang)
(a) Heparin (unfractionated) menghambat pembentukan
trombin, meningkatkan kerja antitrombin. Obat ini
memiliki waktu paruh yang sangat pendek dan sangat
mudah disimpan, yang merupakan hal penting jika
mempertimbangkan

dilakukanya

bedah

jantung

terbuka.
(b) Heparinoids (berat molekul rendah) : enoksaparin
(Lovenox), danaparoid (Orgaran) mempunyai efek
yang lebih panjang, memberikan efek antikoagulasi
yang lebih lama.
(c) Bivalirudin (angiomax) menghambat trombin dengan
mengikatnya ke sisi reseptor, mencegah konversi
fibrinogen

menjadi

fibrin,

menghambat

adhesi

trombosit dan agregasi. Memiliki waktu paruh yang


sangat mudah diperkirakan, yaitu 25 menit dengan
fungsi ginjal normal.
(3) Obat anti-iskemik (meningkatkan

oksigenasi

untuk

mempertahankan saturasi O2 93 %.
(a) Oksigen
(b) Nitrogliserin : Nitrostat, NitroQuick, Nitro-Bid IV,
Nitrolingual (spray)

31

Apabila pasien mengalami STEMI (peningkatan segmen


ST terlihat), aliran darah ke otot jantung harus diperbaiki
dengan cepat. Maka penatalaksanaan segera :
(a) Reperfusi koroner (penghancur bekuan)
UGD
(b) Intervensi percutaneus (PCI) dengan
sten
Laboratorium kateter
(c) Revaskularisasi dengan coronary artery bypass
graft (CABG)
Di kamar operasi (OK)
Pada setiap penatalaksanaan yang disebutkan diatas, waktu
adalah kuncinya dan penatalaksanaan dilakukan segera karena
otot jantung sekarat seiring waktu.
Penghancuran bekuan diindikasikan jika fasilitas tidak
memadai untuk PCI atau tidak aman untuk merujuk pasien
dalam 60 menit. PCI adalah metode yang dipilih untuk
membuka aliran darah ketika melibatkan satu atau dua
pembuluh darah. Waktu untuk sampai kelaboratorium kateter
harus kurang dari 90 menit.
Penyakit yang melibatkan banyak pembuluh darah (tiga
atau lebih) memerlukan tindakan CABG untuk revaskularisasi.
PCI dilakukan dengan anestesi lokal, biasanya
diselangkangan,

tempat

kateter

dan

kawat

pemandu

dimasukkan melalui selubung yang dimasukkan hingga ke


aorta dan dari sana, hingga ke dalam arteri koroner tersumbat.
Media kontras mengidentidfikasi arteri yang menyempit dan
intervensi koroner pilihan kemudian dilakukan Primary
Percutaneus Transluminal Coronary Angioplasty (PTCA),

32

angioplasti laser, atau aterektomi (pengangkatan plak) diikuti


dengan penempatan sten untuk menahan arteri tatap terbuka.
Kateter tersebut dikeluarkan melalui selubung (introduser) dan
selubung tetap ditempat sampai selesai.
b. Tatalaksana di Rumah Sakit
Menurut Sudoyo, (2006) Tatalaksana di ruang ICCU yaitu :
1) Aktivitas
Pasien harus istirahat dalam 12 jam pertama.
2) Diet
Karena risiko muntah dan aspirasi segera setelah infark miokard,
pasien harus puasa atau hanya minum cair dengan mulut dalam 412 jam pertama. Diet mencangkup lemak 30% kalori total dan
kandungan kolestrol 300 mg/hari. Menu harus diperkaya dengan
makanan yang kaya serat, kalsium, magnesium, dan rendah
natrium.
3) Bowels
Istirahat ditempat tidur dan efek penggunaan narkotik untuk
menghilangkan nyeri sering mengakibatkan konstipasi. Dianjurkan
diet tinggi serat dan penggunaan pencahar ringan secara rutin
seperti duoctyl sodium sulfosuksinat (200 mg/hari).
4) Sedasi
Pasien
memerlukan
sedasi
selama
perawatan

untuk

mempertahankan periode inaktivitas dengan penenang. Diazepam 5


mg, oksaxzepam 15-30 mg, atau lorazepam 0,5-2 mg, diberikan 3
atau 4 kali sehari biasanya efektif.

33

C. Konsep asuhan Keperawatan


Menurut Muttaqin, (2012) yaitu :
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan aspek penting dalam proses perawatan. Hal ini
penting

untuk

merencanakan

tindakan

selanjutnya.

Perawat

mengumpulkan data dasar informasi status terkini klien mengenai


pengkajian sistem kardiovaskular sebagai prioritas pengkajian.
Pengkajian sistematis pasien mencakup riwayat yang berhubungan
dengan gambaran gejala berupa nyeri dada, sulit bernapas (dispnea)
dan keringat dingin (diaforesis). Masing-masing gejala harus
dievaluasi waktu dan durasinya serta faktor yang mencetuskan dan
yang meringankan.
Data pengkajian yang dapat ditemukan pada pasien dengan SKA ialah
a. Data biografi
Nama, umur, jenis kelamin, tempat tinggal, suku dan agama yang
dianut.
b. Keluhan utama
Keluhan biasanya nyeri dada dan perasaan sulit bernapas.
c. Riwayat penyakit sekarang
Pengkajian RPS yang mendukung keluhan utama dengan
melakukan serangkaian pertanyaan tentang nyeri dada klien secara
PQRST adalah sebagai berikut :
1) Provoking incident
Nyeri setelah beraktivitas dan tidak berkurang dengan istirahat
dan setelah diberikan nitroliserin.
2) Quality of pain
Seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan klien.
Sifat keluhan nyeri seperti tertekan.
3) Region, radiation, relief

34

Lokasi nyeri didaerah substernal atau nyeri diatas perikardium.


Penyebaran dapat meluas di dada. Dapat terjadi nyeri serta
ketidakmampuan bahu dan tangan.
4) Severity (scale) of pain
Klien bisa ditanya dengan menggunakan rentang 0-5 dan klien
akan menilai seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan.
Biasanya pada saat angina skala nyeri berkisar antara 4-5 skala
(0-5).
5) Time
Sifat mula timbulnya (onset), gejala timbul mendadak. Lama
timbulnya (durasi) nyeri dada dikeluhkan lebih dari 15 menit.
Nyeri oleh infark miokard dapat timbul pada waktu istirahat,
biasanya lebih parah dan berlangsung lebih lama. Gejala-gejala
yang menyertai infark miokard meliputi dispnea, diaforesis dan
ansietas.

d. Riwayat penyakit dahulu


Riwayat penyakit dahulu yang mendukung dengan mengkaji
penyakit sebelumnya klien pernah menderita nyeri dada,
hipertensi, DM dan hiperlipidemia. Tanyakan mengenai obat-obat
yang biasa diminum oleh klien pada masa lalu yang masih
relevan. Obat-obat ini meliputi obat antiangina nitrat dan
penghambat beta serta obat-obat antihipertensi. Catat adanya efek
samping yang terjadi dimasa lalu. Tanyakan juga mengenai alergi

35

obat dan reaksi alergi apa yang timbul. Sering kali klien tidak bisa
membedakan antara reaksi alergi dengan efek samping.
e. Riwayat keluarga
Menanyakan tentang penyakit yang pernah dialami oleh keluarga
serta bila ada anggota keluarga yang meninggal, maka penyebab
kematian juga ditanyakan. Penyakit jantung iskemik pada orang
tua yang timbulnya pada usia muda merupakan faktor resiko
utama untuk penyakit janutng iskemik pada keturunanya.
f. Riwayat pekerjaan dan kebiasaan
Menanyakan situasi tempat bekerja dan lingkunganya. Kebiasan
sosial di tayakan dengan menanyakan kebiasaan dalam pola
hidup, misalnya minum alkohol, atau obat tertentu. Kebiasaan
merokok juga harus dikaji dengan menanyakan tentang kebaisaan
merokok sudah berapa lama, berapa batang per hari, dan jenis
rokok.
g. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik klien terdiri atas keadaan umum dan B1-B6.
1) Keadaan umum
Pada pemeriksaan keadaan umum biasanya didapatkan
kesadaran baik atau compos mentis dan akan berubah sesuai
tingkat gangguan yang melibatkan perfusi sistem saraf pusat.
2) B1 (Breathing)
Terlihat sesak, frekuensi napas melebihi normal, dan keluhan
napas seperti tercekik.
3) B2 (Bleeding)
Pemeriksaan B2 yang dilakukan dapat melalui teknik inspeksi,
palpasi, dan auskultasi.
a) Inspeksi : inspeksi adanya parut
b) Palpasi : denyut nadi perifer melemah.
c) Auskultasi : tekanan darah biasanya menurun akibat
penurunan volume sekuncup.

36

d) Perkusi : tidak ada pergeseran katup jantung


4) B3 (Brain)
Kesadaran biasanya CM. Pengkajian objektif klien berupa
adanya wajah meringis, perubahan postur tubuh, menangis,
merintih, meregang, dan menggeliat.
5) B4 (Bladder)
Pengukuran volume keluaran urine berhubungan dengan
asupan cairan, oleh karena itu perawat perlu memantau adanya
oliguria yang merupakan tanda awal dari komplikasi dari
sindrom koroner akut yaitu syok kardiogenik.
6) B5 (Bowel)
Kaji pola makan klien apakah sebelumnya

terdapat

peningkatan konsumsi garam dan lemak. Adanya nyeri akan


memberika respons mual.
7) B6 (Bone)
Hasil yang biasanya terdapat pada pemeriksaan B6 adalah
Aktivitas gejala yang ditemukan berupa kelemahan dan
kelelahan dengan tanda terjadinya takikardi, dan dispnea pada
saat istirahat/ aktivitas.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang menguraikan
respon aktual atau potensial klien terhadap masalah kesehatan yang
perawat mempunyai izin dan berkompeten untuk mengatasinya (Potter
& Perry, 2010).
Diagnosa keperawatan yang dapat ditemukan berdasarkan respon
pasien yang disesuaikan menurut (Smeltzer & Bare, 2016) :
a. Nyeri akut berhubungan dengan iskemik miokardium.
b. Penurunan Curah jantung berhubungan dengan penurunan
kontraktilitas jantung.

37

c. Ketidakefektifan perfusi jaringan kardiak berhubungan dengan


penurunan pertukaran sel
d. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan
penurunan curah jantung (Cardiac output)
e. Mual berhubungan dengan faktor fisiologi nyeri
f. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara
suplai dan kebutuhan oksigen.
g. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan.
3. Intervensi Keperawatan
Perencanaan keperawatan adalah rencana keperawatan yang akan
penulis rencanakan kepada klien sesuai dengan diagnosa yang
ditegakkan sehingga kebutuhan klien dapat terpenuhi. Dalam teori
perencanaan keperawatan dituliskan sesuai dengan rencana dan kriteria
hasil berdasarkan Nursing Intervension Clasification (NIC) dan
Nursing Outcome Clasification (NOC) (Judith et al, 2012).
Perencanaan keperawatan disesuaikan dengan kondisi klien dan
fasilitas yang ada dengan Spesifik, Mearsure, Archievable, Rasional,
Time (SMART) selanjutnya akan diuraikan rencana keperawatan dari
diagnosa yang ditegakkan

(Judith et al,

2012). perencanaan

keperawatan dengan pasien SKA menurut Nursing Intervension


Clasification (NIC)

dan Nursing Outcome Clasification (NOC)

adalah :
No

Diagnosa
Keperawatan

1.

Nyeri akut b/d


iskemik
miokardium.

Tujuan &
Kriteria Hasil
NOC :
Kontrol nyeri :
1: Tidak pernah
2: Jarang
3: Kadang-kadang
4: Sering

Intervensi
NIC :
Manajemen Nyeri
1.

Lakukan pengkajian nyeri secara


komprehensif termasuk lokasi, kualitas

1.

38

5: Secara konsisten
dengan kriteria :
1

Mengenali kapan nyeri


terjadi

2.
3.

dan karakteristik
Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau
Observasi reaksi nonverbal dari

4.

ketidaknyamanan
Gunakan teknik komunikasi terapeutik

Menggambarkan

untuk mengetahui pengalaman nyeri

faktor penyebab
3

Menggunakan jurnal

5.

harian untuk

4
5

Menggunakan tindkan

2012)
Kurangi faktor presipitasi nyeri
Ajarkan tentang teknik non farmakologi
Dengan cara relaksasi pernapasan dalam

pencegahan

dan ajarkan teknik distraksi pada saat

6.
7.

Menggunakan
analgesik yang

8.

ketidaknyamanan dari prosedur

terhadap gejala nyeri


kesehatan
7

Melaporkan gejala
yang tidak terkontrol
pada profesional
kesehatan

Menggunakan sumber
daya yang tersedia

Mengenali apa yang


terkait dengan gejala
nyeri

10 Melaporkan nyeri
yang terkontrol
Indikator Tingkat Nyeri:
1: Berat
2: Cukup berat
3: Sedang
4: Ringan
5: Tidak ada
dengan kriteria :
1. Nyeri yang dilaporkan
berkurang

nyeri (Muttaqin, 2012)


Berikan informasi tentang nyeri seperti
berkurang dan antisipasi

Melaporkan perubahan
pada profesional

6.
7.

penyebab nyeri, berapa lama nyeri akan

direkomendasikan
6

klien
Manajemen lingkungan : lingkungan
tenang dan batasi pengunjung (Muttaqin,

memonitor gejala dari


waktu ke waktu

2.
3.
4.
5.

Pemberian analgesik
9.

Cek instruksi dokter tentang jenis obat,

dosis, dan frekuensi


10. Cek riwayat alergi
11. Tentukan pilihan analgesik tergantung
tipe dan beratnya nyeri
12. Kolaborasi pemberian terpi farmakologis
antiangina seperti nitrogliserin, mmorfin
dan penyekat beta (Muttaqin, 2012)
13. Monitor vital sign sebelum dan sesudah

8.
9.

10.
11.

12.

pemberian analgesik pertama kali


14. Evaluasi efektvitas analgesik, tanda dan
gejala
15. Dianjurkan diet tinggi serat dan
penggunaan pencahar ringan seperti
duoctyl sodium sulfosuksinat (200
mg/hari) (Sudoyo, 2006)
16. Ikuti lima benar obat
17. Verifikasi resep atau obat sebelum
memberikan obat
18. Bantu pasien dalam minum obat

13.

14.

15.

39

2.

Durasi episode nyeri

3.

tidak memanjang
Mengerang dan

4.

menangis tidak ada


Ekspresi nyeri pada

16.
17.

18.

wajah tidak ada atau


5.

berkurang
Ketegangan otot tidak
ada

2.

Penurunan curah

NOC :

jantung b/d

Status Sirkulasi :
1: Deviasi berat
2: Deviasi cukup

penurunan
kontraktilitas

besar
3: Deviasi Sedang
4: Deviasi Ringan
5: Tidak ada

jantung

deviasi
dengan kriteria :
1. Tekanan darah
sistolik, diastolik dan
rerata rentang
tekanan darah normal
Frekuensi nadi

NIC :
Perawatan Jantung
1.

Pantau nadi apikal dan radial sekurang-

1.

2.
3.

kurangnya setiap 4 jam (Taylor, Cynthia M)


Catat adanya disritmia jantung
Catat adanya tanda dan gejala penurunan

2.

4.
5.

cardiac output
Monitor status kardiovaskuler
Monitor status pernafasan yang menandakan

6.
7.

gagal jantung
Monitor adanya perubahan tekanan darah
Monitor respon klien terhadap efek

8.

pengobatan
Atur periode latihan dan istirahat untuk

karotis kanan dan kiri

menghindari kelelahan
9. Monitor toleransi aktivitas klien
10. Monitor adanya dispnea, fatigue, takipnea

3.

baik
Frekuensi nadi kanan

dan ortopnea
11. Anjurkan untuk menurunkan stress

4.

dan kiri (perifer) baik


Tekanan vena sentral

2.

5.
6.

Monitor Tanda Tanda Vital

dan tekanan baji

12. Monitor Tekanan Darah (TD), nadi, suhu,

pulmonal normal
PaO2 dan PaCO2
Normal
Status kognitif baik

dan Respiration Rate (RR)


13. Catat adanya fluktuasi tekanan darah
14. Monitor TD, nadi, RR, sebelum, selama, dan

Status Sirkulasi :
1: Berat
2: Cukup berat
3: Sedang
4: Ringan
5: Tidak ada
dengan kriteria :
1. Hipotensi ortostatik
tidak terjadi

15.
16.
17.
18.

setelah aktivitas
Monitor kualitas dari nadi
Monitor frekuensi dan irama jantung
Monitor bunyi jantung
Monitor pola, frekuensi dan irama

19.
20.
21.
22.

pernapasan
Auskultasi suara paru
Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit
Monitor sianosis perifer
Monitor adanya crushing triad (tekanan nadi
yang melebar, bradikardi, peningkatan

3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

10.

11.
12.

13.

14.

15.

40

2.

Suara napas

3.

tambahan tidak ada


Distensi vena leher

4.

tidak ada
Edema perifer tidak

5.
6.

ada
Asites tidak ada
Bruit pembuluh

sistolik)
23. Identifikasi penyebab dari perubahan tanda-

16.

tanda vital

17.

darah besar angina


tidak ada

18.

19.

20.

21.

22.
23.
3.

Ketidakefektifan
perfusi jaringan
kardiak b/d
penurunan
pertukaran sel

NOC
Perfusi jaringan kardiak :
1 : Deviasi berat
2 : Deviasi cukup besar
3 : Deviasi sedang
4 : Deviasi ringan
5 : Tidak ada deviasi
Dengan kriteria :
1. Temuan
elektrokardigram
normal
2. Enzim jantung tidak
meningkat/ normal
3. Hasil angiogram
koroner baik

NIC
Manajemen sensasi kardiak
1.

Pantau tanda-tanda vital pasien (frekuensi

1.

jantung, tekanan darah dan tekanan vena


sentral (CVP) setiap jam hingga stabil
2.

kemudian setiap 2 jam


Pantau laju pernapasan dan suara napas

3.

pasien
Pantau perubahan frekuensi dan irama

4.
5.
6.

jantung pada EKG


Kolaborasikan pemberian oksigen 4 lpm
Pertahankan terapi oksigen untuk pasien
Dorong pasien untuk mengubah posisi dan

7.

berpartisipasi dalam aktivitas sesuai kondisi


Pantau kadar creatinin kinase

2.

3.
4.
5.

41

6.
7.

4.

Ketidakefektifan

NOC :

perfusi jaringan

Perfusi jaringan perifer ::


1 : Deviasi berat
2 : Deviasi cukup besar
3 : Deviasi sedang
4 : Deviasi ringan
5 : Tidak ada deviasi
Dengan kriteria :

perifer b/d
penurunan curah
jantung (cardiac
output)

NIC :
Manajemen sensasi perifer
1.

Tinggikan bagian kepala tempat tidur pasien

1M

30 derajat atau posisikan bagian kepala


tempat tidur pada tingkat 6 sampai 8 blok
2.

(Taylor, 2015)
Monitor adanya daerah tertentu yang hanya

Pengisian kapiler jari


3.

peka terhadap panas/dingin/tajam/tumpul


Monitor adanya tanda homan (nyeri pada

baik
Pengisian kapiler jari

4.

kaki baik
Suhu kulit ujung kaki

beris dengan posisi dorsofleksi)


Observasi kulit terhadap pucat, sianosis,

dan tangan normal


Kekuatan denyut nadi

5.
6.

belang, kulit dingin/lembab


Gunakan sarung tangan untuk proteksi
Cek frekuensi nadi perifer pasien setiap 4

karotis (kanan) normal

jam. Dokumentasikan ada atau tidaknya nadi


dan intensitas masing-masing dan gunakan

2K

3In
4va

5M
6D

7M

8Pe

detektor aliran darah ultrasonik bila tersedia


7.

(Taylor, 2015)
Dorong klien untuk latihan ROM aktif/pasif

8.

pada kaki
Jangan berikan kompres panas secara
langsung pada ekstremitas pasien

(Taylor,2015 )
9. Monitor adanya tromboplebitis
10. Pantau pemasukan dan catat haluaran urine

9A
10P
11
12

Kolaborasi :
11. Kolaborasi pemantauan data laboratorium
(GDA, BUN, kreatinin, elektrolit )
12. Kolaborasi dalam pemberian antikoagulan
menggunakan heparin
13. Kolaborasi dalam pemberian terapi
farmakologis trombolitik (Muttaqin, 2012)

13

42

Mual b/d faktor

NOC:

fisiologi nyeri

Kontrol mual & muntah


1 : Tidak pernah
2 : Jarang
3 : kadang-kadang
4 : Sering
5 : Secara konsisten
Dengan kriteria :
1. Mengenali onset mual
2. Mendeskripsikan
3.

faktor-faktor penyebab
Mengenali pencetus

4.

mual
Menghindari faktorfaktor penyebab

NIC :
Manajemen mual
1. Kaji penyebab mual pasien
2. Lakukan penilaian lengkap terhadap mual,

1. M
2. M

termasuk frekuensi, durasi, tingkat keparahan,

tand

dan faktor-faktor pencetus


3. Observasi asupan cairan dan makanan
4. Anjurkan pasien untuk diet lemak dan kolestrol

inter
3. m

(Sudoyo, 2006)
5. Ajarkan teknik relaksasi dan bantu pasien
menggunakan teknik tersebut selama waktu

pe
4. L

makan (Taylor, 2015)


6. Dorong pola makan dengan porsi sedikit

5. M

makanan yang menarik bagi pasien yang mual


7. Kolaborasi pemberian obat antiemetik

6. M

na
7. F

m
6. Intoleransi aktifitas
b/d
ketidakseimbangan
antara suplai dan
kebutuhan oksigen

NOC :

NIC :
Manajemen Energi

Konservasi energi :
1: Tidak pernah
1. Anjurkan pasien istirahat dalam 12 jam
2: Jarang
pertama (Sudoyo, 2006)
3: Kadang-kadang
2. Observasi adanya pembatasan klien dalam
4: Sering
5: Secara konsisten
melakukan aktivitas
3. Dorong klien untuk mengungkapkan perasaan
dengan kriteria :
1. Menyeimbangkan
terhadap keterbatasan
4. Kaji adanya faktor yang menyebabkan
aktivitas dan
kelelahan
istirahat
5. Monitor klien akan adanya kelelahan fisik dan
2. Menyadari
emosi secara berlebihan
keterbatasan energi
6. Monitor pola tidur dan lamanya tidur/istirahat
3. Mengatur jadwal
klien
aktivitas untuk
7. Tingkatkan tirah baring, istirahat (di tempat
menghemat energy
tidur/kursi)
4. Melaporkan
8. Batasi pengunjung
kekuatan yang
9. Anjurkan klien menghindari peningkatan
cukup untuk

tekanan abdomen

beraktivitas
Terapi Aktivitas
10. Bantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas
Toleransi aktivitas :
1: Sangat
terganggu
2: Banyak
terganggu

yang mampu dilakukan


11. Bantu untuk memilih aktivitas konsisten
yang sesuai dengan kemampuan fisik,
psikologi dan sosial
12. Bantu untuk mendapatkan alat bantuan

43

3: Cukup

aktivitas seperti kursi roda, kruk


13. Bantu untuk mengidentifikasi aktivitas yang

terganggu
4: Sedikit
terganggu
5: Tidak terganggu
dengan kriteria :
1. Saturasi oksigen saat
2.

beraktivitas baik
Frekuensi pernapasan

disukai
14. Bantu klien untuk membuat jadwal latihan
diwaktu luang
15. Bantu klien/keluarga untuk mengidentifikasi
kekurangan dalam beraktivitas
16. Sediakan penguatan positif bagi yang aktif
beraktivitas

saat beraktifitas
3.

normal
Kemampuan untuk
berbicara saat
beraktifitas fisik baik

7. Ansietas b/d
perubahan status
kesehatan

NOC
Pengurangan kecemasan
Tingkat kecemasan:
1. Kaji dan dokumentasi tingkat kecemasan pasien
1 : Berat
2. Gunakan pendekatan yang tenang dan
2 : Cukup berat
3 : Sedang
meyakinkan
4 : Ringan
3. Bantu klien mengekspresikan perasaan marah,
5 : Tidak ada
kelhilangan dan takut (Muttaqin, 2012)
Dengan kriteria :
4. Kaji tanda verbal dan non verbal kecemasan, serta
1. Dapat beristirahat
2. Perasaan gelisah
dampingi klien dan lakukan ti dakan bila
3.

tidak ada
Ekspresi wajah

4.
5.

tidak tegang
Konsentrasi baik
Rasa takut tidak

6.

menunjukkan perilaku rusak


5. Hindari konfrontasi
6. Mulai melakukan tindakan untuk mengurngi

2.
3.
4.
5.

kecemasan. Beri lingkungan yang tenang dan

suasana penuh istirahat


ada
7. Tingkatkan kontrol sensasi klien
Rasa cemas tidak 8. Orientasikan klien terhadap prosedur rutin dan
ada

1.

6.
7.

aktivitas yang diharapkan


9. Beri kesempatan kepada klien untuk
mengungkapkan ansietasnya
10. Berikan privasi untuk klien dan orang terdekat
Kolaborasi
11. Berikan anticemas sesuai indikasi seperti
diazepam, oksaxzepam , atau lorazepam

8.
9.

44

(Muttaqin, 2012)

10.

11.

(Modifikasi : Bulechek, dkk 2016 & Muttaqin, 2012 & Sudoyo, 2006 & Taylor,
2015)

45

4. Implementasi Keperawatan
Implementasi yang merupakan komponen dari proses keperawatan
adalah kategori dari perilaku keperawatan dimana tindakan yang
diperlukan untuk mencapai tindakan dan hasil yang diperkirakan dari
asuhan keperawatan dilakukan dan diselesaikan (Potter & Perry, 2010).
Implementasi menuangkan rencana asuhan kedalam tindakan.
Setelah rencana dikembangkan, sesuai dengan kebutuhan dan prioritas
klien, perawat melakukan intervensi keperawatan spesifik, yang
mencakup tindakan perawat. Rencana keperawatan dilaksanakan sesuai
dengan intervensi. Tujuan dari implementasi adalah membantu klien
dalam mencapai peningkatan kesehatan baik yang dilakukan secara
mandiri maupun kolaborasi dan rujukan (Potter & Perry, 2010).
5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah proses keperawatan mengukur respon klien terhadap
tindakan keperawatan dan kemajuan klien kearah pencapaian tujuan.
Tahap akhir yang bertujuan untuk mencapai kemampuan klien dan tujuan
dengan melihat perkembangan klien. Evaluasi klien SKA dilakukan
berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya pada tujuan dan
menggunakan SOAP (subjektif, objektif, analisa dan perencanaan)
(Potter & Perry, 2010).

DAFTAR PUSTAKA

46

Aaronson, P. I. & Jeremy, P. T. Ward. 2010. At a Glance Sistem


Kardiovaskuler Edisi Ketiga. Jakarta: Erlangga
Ariandiny, M. Afriwardi, Masrul, S. 2014. Gambaran Tekanan Darah pada
Pasien Sindrom Koroner Akut di RS Khusus Jantung Sumatera Barat
Tahun 2011-2012. http://jurnal.Fk.unand.ac.id Diakses pada tanggal
21 oktober 2016 pada pukul 10.00 Wib
Bulechek, G.M., Butcher, H & Dochterman, J M. 2016. Nursing
Intervention Classification (NIC) sixth edition.United States of
America. Elsevier
Bulechek, G.M., Butcher, H & Dochterman, J M. 2016. Nursing Outcomes
Classification (NOC) sixth edition.United States of America. Elsevier
Corwin, 2009. Patofisiologi (Handbook of Pathophysiology) Edisi 3.
Jakarta : penerbit Buku Kedokteran EGC
Dinas Kesehatan Provinsi Bengkulu. 2014. Diakses tanggal 14 Oktober
2016 pada pukul 13.00 Wib
Gibson, John. 2002. Fisiologi dan Anatomi Modern untuk Perawat edisi 2.
Jakarta : EGC
Gray, H.H., Dawkins, K.D., Morgan, J.M., dan Simpson, I.A. 2005.
Kardiologi : Lecture Notes edisi 4. Jakarta : Penerbit Erlangga
Guyton A. C & Hall J. E. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11.
Jakarta: EGC
Harun, I. 2007. Infark Miokard Akut Tanpa Elevasi ST. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Jilid III. Edisi IV. Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit
Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta
Hurst, M. 2015. Keperawatan Medikal Bedah. Vol 1 . Jakarta : EGC
Judith, M., & Wilkinson, N. R. 2012. Buku saku diagnosis keperawatan:
Diagnosis NANDA, intervensi NIC, kriteria hasil NOC.Jakarta: EGC

47

Muttaqin, A. 2012. Buku ajar Asuhan keperawatan klien dengan gangguan


sistem kardiovaskular dan hematologi. Jakarta: Salemba Medika
Potter & Perry. 2010. Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep,
Proses & Praktek. Edisi 7. Vol 2. Jakarta : EGC
Price, S.A, Wilson, L.M. 2006. Patofisiologi konsep klinis proses-proses
penyakit Edisi 6. Jakarta : EGC
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2014. Pedoman Pewawancara Petugas
Pengumpul Data. Jakarta: Kemenkes RI
RSMY Bengkulu. 2016. Medical Record RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu
RSMY Bengkulu. 2016. Data Register Intensive Cardiologi Care Unit
RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu
Scanlon C Valerie, Sanders Tina. 2007. Buku Ajar Anatomi Dan Fisiologi
(Essentials of Anatomy and Physiology). Edisi III. Jakarta : EGC
Smeltzer, S.C & Bare, B.G. 2016. Buku Ajar Medikal Bedah Edisi 12,
Alih Bahasa Kuncara, H.Y, dkk, Jakarta : EGC
Sudoyo WA. 2006. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jilid III. Ed IV.
Jakarta: Interna Publishing
Taylor, M.C. 2015. Diagnosis Keperawatan dengan Rencana Asuhan, Alih
bahasa Ns. Eny Meiliya, S.Kep. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran
EGC
Wijaya, A.S & Putri, Y.M. 2013. Keperawatan Medikal Bedah 2,
Keperawatan Dewasa Teori dan Contoh Askep. Yogyakarta : Nuha
Medika
World Health organization (WHO). 2013. Report coronary heart disease
World Health organization (WHO). 2014. Report coronary heart disease

Anda mungkin juga menyukai