Anda di halaman 1dari 8

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis haturkan kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa atau Tuhan Yang
Maha Esa karena berkat Asung Kertha Wara beliau lah laporan kasus ini dapat penulis
selesaikan dengan baik tepat pada waktunya. Laporan kasus yang berjudul Herpes Zoster
ini disusun dalam rangka mengikuti Kepaniteraan Klinik Madya di Bagian Ilmu Penyakit
Kulit dan Kelamin Rumah Sakit Umum Daerah Sanjiwani, Gianyar. Dan Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Warmadewa.
Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar
besarnya kepada dr. Made Sudarjana, Sp. KK selaku pembimbing di RSUD Sanjiwani
Gianyar dan juga kepada pihak-pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Penulis sepenuhnya menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu
penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya bila ada kesalahan dalam penulisan ini baik yang
disengaja maupun tidak disengaja.
Akhir kata penulis mengucapkan terimakasih dan semoga tulisan ini memberikan
manfaat bagi yang membaca tulisan ini.
Gianyar, 23 Juli 2013
Penulis ii

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ................................................................................................................ i
DAFTAR ISI ..............................................................................................................................
ii
BAB I PENDAHULUAN ..........................................................................................................
1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...............................................................................................
2
2.1 Definisi ............................................................................................................................. 2
2.2 Epidemiologi dan Faktor Resiko ..................................................................................... 2
2.3 Etiologi ............................................................................................................................. 2
2.4 Transmisi.......................................................................................................................... 3
2.5 Patogenesis ....................................................................................................................... 3
2.6 Gejala Klinis .................................................................................................................... 4
2.7 Diagnosis.......................................................................................................................... 4
2.8 Diagnosis Banding ........................................................................................................... 5
2.9 Penatalaksanaan ............................................................................................................... 5
2.10 Komplikasi ..................................................................................................................... 6
2.11 Pencegahan .................................................................................................................... 6
2.12 Prognosis ........................................................................................................................ 6
DAFTAR PUSTAKA ..............................................................................................................
13
LAMPIRAN .............................................................................................................................
14 1

BAB I PENDAHULUAN
Virus adalah salah satu agen patologik yang dapat menyebabkan berbagai macam
penyakit. Di dunia secara global telah ditemukan bermacam-macam penyakit yang
disebabkan oleh infeksi virus, salah satunya yang sangat banyak kejadiannya adalah infeksi
virus varisela zoster (VZV) yang reaktivasinya menyebabk penyakit yang disebut dengan
herpes zoster.
Herpes zoster merupakan salah satu penyakit yang hampir semua orang pernah
mengalaminya paling tidak sekali dalam hidup mereka. Herpes zoster yang merupakan
reaktivasi dari VZV ini dapat kambuh kembali bila sistim imun penderita tidak baik. Infeksi
primer dari VZV adalah varisela, dimana penyakit ini dialami hampir oleh seluruh populasi
dunia. Herpes zoster dapat terjadi kapan saja sepanjang tahun tanpa mengenal musim. Herpes
zoster terjadi apabila VZV yang dorman dalam tubuh penderita mengalami reaktivasi karena
mekanisme kerja sistim imun induk gagal menekan reproduksi virus.
Kasus herpes zoster kini masih banyak terjadi oleh sebab itu diperlukan pengetahuan
tentang herpes zoster baik dari bagaimana terjadinya, diagnosis, penatalaksanaan dan
prognosis dari herpes zoster. 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Definisi
Herpes zoster adalah penyakit yang disebabkan oleh virus varisela-zoster (VZV) yang
menyerang kulit dan mukosa. Herpes zoster merupakan reaktivasi virus yang terjadi setelah
infeksi primer1,2.
2.2 Epidemiologi dan Faktor Resiko
Penyebarannya sama seperti varisela. Penyakit ini merupakan reaktivasi dari virus
setelah infeksi primernya dalam bentuk varisela. Terkadang varisela terjadi secara subklinis1.
Sekitar 4% penderita herpes zoster mengalami episode berulang setelahnya. Herpes
zoster yang berulang hampir khas terjadi pada penderita dengan sistem imun yang rendah.
Sekitar 25% penderita dengan HIV dan 7-9% penderita yang mendapatkan transplantasi
ginjal atau jantung mengalami episdoe berulang2.
Faktor resiko herpes zoster biasanya pada orang tua diatas 60 tahun dan pada orangorang yang mengalami penurunan sistem imun seperti pada individu dengan HIV, sedang
menajalani kemoterapi, mendapat transplantasi sumsum tulang, dengan menggunakan
kortikosteroid, penderita kanker3,2, dengan terapi imunosupresif, dengan infeksi primer VSV
pada infant dimana respon imun normal masih rendah, penderita sindrom inflamasi
rekonstitusi imun (IRIS), dan penderita leukimia limpositis akut dan individu dengan
keganasan lain2.
2.3 Etiologi
VZV merupakan virus dengan DNA berantai ganda berselimut yang termasuk dalam
famili Herpesviridae. Pada manusia, infeksi primer terjadi saat virus kontak dengan mukosa
saluran pernapasan atau konjungtiva. Dari tempat-tempat kontak tersebur virus lalu menyebar
ke 3 seluruh tubuh melalui serat saraf sensoris menuju sel akar ganglia dorsal dimana virus
akan menjadi dorman2.
Reaktivasi VZV yang telah menjadi dorman, sering dalam puluhan tahun setelah infeksi
primer dalam bentuk varisela, menjadi herpes zoster. Penyebab pasti timbulnya reaktivasi
tersebut masih belum diketahui, akan tetapi mungkin penyebabnya adalah salah satu atau
kombinasi dari beberpa faktor seperti eksposur eksternal dengan VZV, proses penyakit akut
atau kronis (Terutama infeksi dan keganasan), beberapa jenis pengobatan, dan stres
emosional2.
Alasan mengapa hanya satu akar ganglion dorsal saja yang mengalami reaktivasi virus
sementara tidak terjadi reaktivasi pada ganglia lain masih belum jelas. Menurunya imunitas
seluler diperkirakan meningkatkan resiko aktivasi kembali, dimana keadaan tersebut
meningkat sesuai dengan usia2.

2.4 Transmisi
Herpes zoster tidak dapat menular dari seseorang yang mengalami ke orang lain.
Namun VZV dapat menular ke orang lain yang belum pernah mengalami varisela atau cacar
air karena jika orang tersebut tertular VSV maka manifestasinya berupa varisela.
VSV pada orang yang mengalami herpes zoster berada pada vesikel herpes, dan orang
dapat tertular VSV jika menyentuh atau kontak dengan ruam maupun cairan pada vesikel
yang melepuh, namun pada saat vesikel belum terbentuk atau saat telah mengering menjadi
krusta merupakan saat dimana VSV tidak dapat menular lagi3.
2.5 Patogenesis
Infeksi VZV menyebabkan dua sindrom yang berbeda. Infeksi primer, varisela, adalah
penyakit demam yang menular biasanya ringan. Setelah infeksi primer selesai, partikel virus
menetap di ganglia saraf perifer dimana virus menjadi dorman untuk beberapa tahun hingga
puluhan tahun. Pada periode tersebut, mekanisme pertahanan tubuh induk menekan replikasi
virus, akan tetapi VZV teraktivasi kembali saat mekanisme pertahanan tubuh induk gagal
menekan replikasi virus. Kegagalan tersebut dapat disebabkan oleh banyak keadaan, mulai
dari stres hingga imunosupresif berat, terkadang juga diikuti dengan trauma langsung. Virema
VZV terjadi saat infeksi primer, namun dapat juga muncul pada fase reaktivasi dengan
jumlah virus yang lebih sedikit. 4
Setelah VZV teraktivasi kembali, terjadi respon inflamasi di akar ganglion dorsal
yang dapat diikuti dengan nekrosis hemoragik dari sel saraf menyebabkan kehilangan
neuronal atau fibrosis. Frekuensi efek pada kulit berkorelasi dengan distribusi sentripetal dari
lesi varisela. Pola ini menunjukkan latensi mungkin terjadi akibat penyebaran penularan virus
saat varisela dari kulit yang terinfeksi dari darah saat fase viremik dari varisela, dan frekuensi
dermatom yang terkena efek herpes zoster mungkin merupakan ganglia yang paling sering
terkena stimuli reaktivasi2.
2.6 Gejala Klinis
Daerah yang paling sering terkena adalah daerah toraks. Gejala prodromal dapat
berupa gejala sistemik dan gejala lokal. Gejala sistemik seperti demam atau pusing. Gejala
lokal berupa gatal dan nyeri atau neuralgia pada daerah dermatom yang terkena. Nyeri yang
terjadi merupakan salah satu ciri khas dari herpes yang dapat dibedakan menjadi preherpetic
neuralgia dan post herpetic neuralgia karena nyeri dapat menetap setelah penyakit sembul
dapat berlangsung berbulan-bulan hingga menahun1.
Kemudian eritema yang dalam waktu singkat menjadi vesikel herpetiformis dengan
dasar eritematus dan edema terbatas pada kulit yang terinervasi saraf sensoris yang terasa
nyeri. Vesikel tersebut berisi cairan yang jernih, kemudian menjadi keruh, dapat menjadi
pustul dan krusta. Terkadang vesikel mengandung darah yang disebut sebagai herpes zoster
hemoragik. Dapat pula menimbulkan infeksi sekunder sehingga menimbulkan ulkus dengan
penyembuhan berupa sikatrik1,2.

Perlu diingat bahwa herpes zoster dapat terjadi pada lebih dari satu dermatom dan
mungkin saja bilateral (zoster multiplex). Frekuensi terjadinya zoster pada lebih dari satu
dermatom meningkat pada populasi yang imunokompromis. Terkadang pasien mengeluh
nyeri pada distribusi dermatom tanpa adanya lesi (zoster sine herpete)2.
2.7 Diagnosis
Diagnosis ditegakkan melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik. Dalam anamnesis
didapatkan keluhan berupa ruam atau vesikel berkelompok yang kemudian pecah disertai
nyeri. Selain itu dapat pula kronologis ruam seperti gejala prodromal yang dirasakan.
Pemeriksaan fisik didapatkan pasien mengalami sedikit demam namun bisa berbeda pada tiap
individu, 5 kemudian dapat dilihat pada inspeksi kulit kelainan berupa vesikel bergerombol
diatas kulit eritema yang sebagian dapat mengalami eksoriasi dan tertutup krusta1,2.
2.8 Diagnosis Banding
Beberapa diagnosis banding dari herpes zoster adalah herpes simpleks dimana pada herpes
simpleks terdapat perbedaan pada tempat predileksinya yaitu pada herpes simplek berulang di
tempat yang sama terutama pada regio sacrum sedangkan herpes zoster tidak, angina pektoris
bila dermatom yang terserang setinggi jantung sehingga menimbulkan nyeri pada daerah
yang mirip denganangina pektoris1. Diagnosis banding lainnya adalah dermatitis kontak
iritan dimana pada dermatitis kontak iritan tidak terdapat gejala prodormal, dan lesi tidak
sesuai dengan dermatom3, dermatitis kontak alergika, varisela, folikulitis, gigitan serangga,
liken striatus, kontak stomatitis, infeksi cowpox, ektima, erisipelas, erisipeloid, dan sengatan
ubur-ubur2.
2.9 Penatalaksanaan
Kejadian herpes zoster biasanya dapat sembuh tanpa intervensi, dan cendrung lebih
jinak pada anak-anak ketimbang orang dewasa. Pengobatan herpes zoster dilakukan untuk
mempercepat penyembuhan dan mengurangi resiko komplikasi.
Penatalaksanaan herpes zoster ada dua yaitu penatalaksanaan tanpa obat dan dengan
obat4. Penatalaksanaan tanpa obat adalah dengan melakukan beberapa hal berikut yaitu
menjaga agar lesi tetap bersih dengan membersihkan dengan air dan sabun untuk
menghindari infeksi sekunder, lindungi lesi dengan memakai pakaian bersih dan tidak ketat4.
Penatalaksanaan dengan obat bersifat simtomatik, untuk mengobati nyeri diberikan
analgetik sedangkan untuk infeksi sekunder diberikan antibiotik. Terapi dengan antiviral
bertujuan untuk mempersingkat waktu penyakit serta menurunkan keparahan dari penyakit4.
Obat antiviral yang biasa digunakan adalah acyclovir, famciclovir, dan valacyclovir. Dosis
acyclovir adalah 800mg yang diberikan 5 kali sehari dalam 7 hari. Sedangkan dosis
famsciclovir diberikan 3x250 mg sehari dan valacyclovir diberikan 3x1000mg sehari1.
Penatalaksanaan dengan obat topikal bergantung pada stadium. Jika masih stadium
vesikel, vesikel dapat diberikan bedak dengan tujuan protektif untuk mencegah pecahnya

vesikel agar tidak terjadi infeksi sekunder. Jika terdapat ulserasi dapat diberikan salep
antibiotik1. 6

2.10 Komplikasi
Postherpetic neuralgia (PHN) merupakan komplikasi herpes zoster yang paling
sering terjadi, ditemukan pada 50% penderita berusia 60 tahun keatas. PNH dapat terjadi
akibat nyeri pada herpes zoster yang berkelanjutan, atau dapat terjadi setelah resolusi dari
reaktivasi herpes zoster sebelumnya. Nyeri dapat berlangsung berbulan-bulan hingga
menahun. Patofisiologi dari PNH mungkin melibatkan keruskan saraf perifer atau aktivitas
virus yang berkelanjutan2.
Herpes zoster yang melibatkan CN V1 (contohnya HZO) dapat menyebabkan
konjungtivitis, keratitis, ulserasi kornea, iridosiklitis, glukoma, dan penurunan akuitas
pengelihatan bahkan kebutaan. Dengan terlibatnya organ okuler, maka diperlukan pemberian
anti-viral jangka panjang2.
2.11 Pencegahan
Pada anak dengan imunokompeten yang pernah menderita varisela maka tidak
diperlukan tindakan pencegahan. Pencegahan diberikan kepada mereka yang memiliki resiko
tinggi menderita varisela yang fatal seperti pada neonatus, pubertas, dan dewasa dengan
tujuan mencegah ataupun mengurangi gejala varisela. Biasanya pencegahan diberikan
melalui vaksin3.
2.12 Prognosis
Lesi umumnya sembuh dalam 10-15 hari. Prognosis pada orang yang lebih muda dan
lebih sehat sangat baik, sementara pada lansia memiliki resiko komplikasi yang lebih tinggi 2.
Pada orang dengan imunokompeten pada umumnya baik dan sembuh tanpa komplikasi
namun pada orang dengan imunokompromisangka mortalitas dan morbiditasnya signifikan1.
Herpes zoster jarang menimbulkan kematian pada pasien yang imunokompeten,
namun dapat mengancam nyawa pada penderita dengan sistim imun yang sangat rendah.
Herpes zoster pada pasien dengan sistim imun yang rendah dapat menyebabkan kematian
karena ensepalitis, hepatitis, atau pneumoitis. Resiko kematian pada penderita dengan sistim
imun yang sangat rendah berkisar antara 5-15%2. 7

DAFTAR PUSTAKA

1. Handoko R.P.. Penyakit Virus. dalam Djuanda A., Kosasih A., Wiryadi B.E.,
Nathasuda E.C., Sjamsoe-Daili E., Effendi E.H., dkk. Ilmu Penyakit Kulit dan
Kelamin. edisi ke 5. Jakarta: Penerbit FK UI;2010. Hal. 110-114.
2. Janniger C.K.. Herpes Zoster. WebMD LLC; [diperbaharui pada 26 Februari 2013;
dikutip pada 18 Juli 2013]. Dikutip dari:
(http://emedicine.medscape.com/article/1132465-overview).
3. Strauss, Stephen et al. Varicella and Herpes Zoster. In : Wolff K, Goldsmith L, editors.
Fitzpatricks Dermatology in General Medicine : 7th ed. New York : McGraw-Hill,
2008 : 1885-1898.
4. Observer Extra : Herpes Zoster. Available from
(http://www.acpinternist.org/archives/2007/03/herpes.pdf).

Anda mungkin juga menyukai