Anda di halaman 1dari 8

Pengujian Trafo Arus

CT atau Trafo Arus merupakan perantara pengukuran arus, dimana keterbatasan kemampuan baca alat ukur.
Misal pada sistem saluran tegangan tinggi, arus yang mengalir adalah 2000A sedangkan alat ukur yang ada hanya
sebatas 5A. Maka dibutuhkan sebuah CT yang mengubah representasi nilai aktual 2000A di lapangan menjadi 5A
sehingga terbaca oleh alat ukur.
CT umumnya selain digunakan sebagai media pembacaan juga digunakan dalam sistem proteksi sistem tenaga listrik.
Sistem proteksi dalam sistem tenaga listrik sangatlah kompleks sehingga CT itu sendiri dibuat dengan spesifikasi dan
kelas yang bervariatif sesuai dengan kebituhan sistem yang ada.
Spesifikasi pada CT antara lain:
1.

Ratio CT, rasio CT merupakan spesifikasi dasar yang harus ada pada CT, dimana representasi nilai arus yang
ada di lapangan di hitung dari besarnya rasio CT. Misal CT dengan rasio 2000/5A, nilai yang terukur di skunder
CT adalah 2.5A, maka nilai aktual arus yang mengalir di penghantar adalah 1000A. Kesalahan rasio ataupun
besarnya presentasi error (%err.) dapat berdampak pada besarnya kesalahan pembacaan di alat ukur, kesalahan
penghitungan tarif, dan kesalahan operasi sistem proteksi.

2.

Burden atau nilai maksimum daya (dalam satuan VA) yang mampu dipikul oleh CT. Nilai daya ini harus lebih
besar dari nilai yang terukur dari terminal skunder CT sampai dengan koil relay proteksi yang dikerjakan.
Apabila lebih kecil, maka relay proteksi tidak akan bekerja untuk mengetripkan CB/PMT apabila terjadi
gangguan.

3.

Class, kelas CT menentukan untuk sistem proteksi jenis apakah core CT tersebut. Misal untuk proteksi arus
lebih digunakan kelas 5P20, untuk kelas tarif metering digunakan kelas 0.2 atau 0.5, untuk sistem proteksi busbar
digunakan Class X atau PX.

4.

Kneepoint, adalah titik saturasi/jenuh saat CT melakukan excitasi tegangan. Umumnya proteksi busbar
menggunakan tegangan sebagai penggerak koilnya. Tegangan dapat dihasilkan oleh CT ketika skunder CT
diberikan impedansi seperti yang tertera pada Hukum Ohm. Kneepoint hanya terdapat pada CT dengan Class X
atau PX. Besarnya tegangan kneepoint bisa mencapai 2000Volt, dan tentu saja besarnya kneepoint tergantung
dari nilai atau desain yang diinginkan.

5.

Secondary Winding Resistance (Rct), atau impedansi dalam CT. Impedansi dalam CT pada umumnya sangat
kecil, namun pada Class X nilai ini ditentukan dan tidak boleh melebihi nilai yang tertera disana. Misal:
<2.5Ohm, maka impedansi CT pada Class X tidak boleh lebih dari 2.5Ohm atau CT tersebut dikembalikan ke
pabrik untuk dilakukan penggantian.

Berdasarkan kriteria diatas, maka dapat dilakukan pengujian CT sebagai berikut:


Contoh-contoh beserta uraian dalam artikel kali ini saya ambil dari pengalaman-pengalaman saya melakukan SAT CT
dan HV Equipments pada Project: Cikarang Listrindo 4x60MW Gas Power Plant Project, Inalum 275kV OHL Protn
Panel Replacement Project, dan 2x250MW Muara Karang Gas Power Plant Project.

Ratio Test
Misal: Ratio CT = 2000/5A

Untuk melakukan pengujian bahwa apakah benar nilai skunder CT


tersebut apabila line primer diberi arus sebesar 2000A adalah 5A, maka
disini diperlukan alat injeksi arus yang mampu mengalirkan arus
sebesar 2000A. Tentu saja alat ini sangat langka dan besar sekali.
Cara alternatif yang biasa digunakan adalah dengan alat inject yang
lebih kecil, misal 500A. Untuk mendapatkan nilai 2000A maka kita
dapat membuat gulungan atau lilitan sebanyak 2000A/500A = 4 kali
gulungan.
Tentu saja nilainya tidaklah tepat seperti yang tertera pada kalkulator tapi setidaknya nilai tersebut dapat tercapai.
Metering ataupun instrument terpasang harus menunjukkan nilai kurang-lebih 2000A.
Pada kasus umumnya yang terjadi di lapangan, ternyata jenis alat test yang mampu menghasilkan
arus dalam jumlah yang besar ini cukup susah untuk dicari (karena harganya mahal maka
umumnya kami rental dari temen-temen)

Di balik itu ternyata banyak CT yang hasil pengukurannya tidak linear / atau tidak berbanding lurus
dengan rasio yang tertera. Dengan kata lain nilai presentase error-reading-nya bervariatif dan
umumnya semakin kecil arus yang diberikan, presentase error-reading-nya semakin besar
melampaui batas spesifikasi CT yang tertera pada nameplate. Padahal untuk beberapa sistem proteksi seperti Distance
Relay menggunakan pembacaan parameter arus pada nilai yang rendah.

Kemudian IEC mengeluarkan standarisasi bahwa nilai pengukuran CT harus linear minimal s/d 10% dari nilai rating
current atau arus nominal yang tertera. Tentu saja ini menguntungkan bagi saya selaku tim SAT dan commissioning.
Untuk menguji CT 2000A cukup dibutuhkan arus sebesar 10% x 2000A = 200A saja. Hmm.. alhasil alat ujinya pun tidak
terlampau berat dan tidak banyak memakan tempat.

bagasi masih muat untuk nyimpen oleh-oleh...

Kemudian cara pengujian dan kalkulasi presentasi error-reading-nya bagaimana?

Contoh untuk 2000A:

CT 2.1 - Core #3

Serial No. CT: 0805451

Terminal Tap yang digunakan 3S1~3S3

Class 0,5 Security Factor (FS) < 20, maksimum %err. adalah 0.5%

Ratio 2000/5 A

Injeksi Arus sebesar 200A, arus terukur pada sisi primer CT adalah: 199,96A,
tentu saja ada losses di kabel dan sambungan pada sisi primer.

Arus terukur pada sisi skunder CT adalah: 501,55 mA


Dengan rumus diatas, maka nilai arus primernya adalah: 2000A dan nilai arus
skundernya adalah 5,0165A
Sehingga %err. = 0,33% [OK]

Karena kurang hobby berhitung, maka saya buat dalam bentuk formula Excel, dan
hasilnya akan seperti ini. Cukup memasukkan nilai aktual arus primer dan nilai aktual
arus skunder. Cukup sederhana bukan?

Pengujian Secondary Burden CT (VA)


Pengujian secondary burden CT merupakan pengujian untuk mengetahui nilai aktual beban yang terpasang pada sisi
sekunder CT, mulai dari kabel sampai dengan panel proteksi dan metering. Pengujian ini tidak bisa menentukan nilai
burden nominal ataupun maksimal CT, untuk melakukan hal ini harus menggunakan metode tegangan atau dengan
alat uji yang dikenal dengan nama CT Analyzer.

Mengetahui nilai burden pada sisi sekunder CT pada dasarnya cukup sederhana, karena hanya menggunakan
perhitungan Hukum Ohm. Dimana VA = Arus x Tegangan.
Apabila CT mengeluarkan arus 1A nominal, maka kita bisa memberikan arus sebesar 1A untuk sisi kabel yang
terpasang pada CT. Terminal sekunder CT tidak boleh ikut dialiri arus karena akan berdampak timbulnya arus besar
pada sisi primer.
Di dalam pengujian ini pada dasarnya kita hanya ingin mengetahui berapa sih besarnya impedansi loop tertutup pada
beban CT (kabel + relay + metering + dst). Apabila nilai burden atau impedansi terukur pada arus 1A melebihi rating
burden nominal CT (dalam satuan VA), maka harus dilakukan penggantian kabel yang lebih besar atau penggantian
relay dengan burden yang lebih kecil.
Berikut ini adalah skema wiring pada saat dilakukan pengujian Secondary CT Burden:

Berikut ini adalah contoh perhitungan nilai Secondary Burden yang didapat, disini saya buat sistem perhitungan
otomatis dengan menggunakan Excel, dimana formulanya sangat mudah diingat (VA = Volt x Ampere):

Pengujian Secondary Winding Resistance (Rct)

Pengujian Secondary Winding CT umumnya mengacu pada standar IEC 60076-1. Formula dan sistem pengujian harus
mengacu pada setandar tersebut. Pengujian diluar standar tersebut tidak sah dan tidak memenuhi kriteria pengujian
standar CT.
Berdasarkan pada IEC 60076-1, elemen-elemen pengukuran yang harus diambil saat pengujian Secondary Winding CT
adalah sebagai berikut:

IDC : Arus DC aktual yang diinjeksikan ke terminal sekunder CT. biasanya nilai arus yang saya gunakan
adalah 5A untuk CT tipe 5A nominal secondary output.

VDC : Tegangan terukur yang dihasilkan oleh injeksi arus DC pada sisi kumparan/winding CT.
R meas : Nilai winding resistance atau tahanan dalam CT, yang diperoleh dari hasil perhitungan VDC/IDC
(Hukum Ohm).
Time : Total waktu yang diperlukan dalam pengujian
Dev : Sudut deviasi yang dinyatakan dalam nilai % antara nilai maksimum dan minimum yang terukur dan
dievaluasi sekurang-kurangnya 10 detik dari pengukuran. Hasil dinyatakan stabil jika Dev < 0.1%.

Tmeas : ambient temperature atau suhu ruang

Tref : operating temperature dari CT, biasanya nilai yang digunakan umumnya adalah 75C. Sebaiknya lihat
data FAT pabrikan atau referensi manual dari CT.

Sehingga formulasi perhitungan Secondary Winding Burden CT dapat dibuat sebagai berikut ini:

Pengujian secondary burden ini cukup penting, mengingat bahwa test ini sekaligus merupakan pengecekan terhadap
rangkaian beban CT seperti panel relay, metering, buspro, logger, dsb. Rangkaian CT harus selalu tertutup (shortcircuit) agar dapat mengasilkan arus.

Rangkaian tidak boleh ada impedansi yang besar atau bahkan terpotong, apabila terjadi maka arus tidak dapat mengalir
dan CT menjadi panas dan overload. Alhasil CT bisa rusak, pecah, atau bahkan meledak. Pengujian ini sekaligus
memastikan kondisi rangkain CT layak dioperasikan ataukah belum.

Pengujian Eksitasi CT atau CT Kneepoint


Di dalam pengujian titik saturasi CT atau kneepoint ada tiga jenis Standar yang mengatur, ketiganya memiliki nilai
kneepoint yang berbeda namun ketiganya dianggap sah, bergantung dari Standar apa yang hendak digunakan
setidaknya Produsen CT dan End-User menggunakan Standar yang sama.

IEC/BS - According to IEC 60044-1, the knee point is defined as the point on the curve where a voltage
increment of 10% increases the current by 50%.
ANSI 45 - According to IEEE C57.13, the knee point is the point where, with a double logarithmic
representation, the tangent line to the curve forms a 45 angle.Applies to current transformer cores without an air
gap.

ANSI 30 - Like ANSI 45 but forming a 30 angle.Applies to current transformer cores with an air gap.

Di Indonesia umumnya mengacu pada Standar IEC, sebagai standar intalasi tegangan tinggi dan menengah.
Untuk melakukan pengujian CT, maka diperlukan sebuah sumber tegangan AC yang mampu digunakan untuk menguji
CT Class X, dimana nilai kneepoint-nya bisa mencapai 2000Volts. Tegangan eksitasi diberikan pada terminal skunder
CT di tiap Core-nya, kemudian tegangan dinaikan perlahan sampai mencapai nilai arus nominal CT. Pengukuran arus
bisa dilakukan dengan cara memasang Ampere-meter yang dihubung seri dengan alat injeksi atau penggunakan clamp
meter pada kabel output alat injeksi tegangan.
Model pengujian yang umumnya saya gunakan adalah seperti di bawah ini:

Setiap perubahan arus signifikan atau setiap kelipatan berapa volts dari tegangan, bisa dilakukan pengukuran dan
pencatatan secara simultan agar di dapat grafik yang halus dan presisi. Contoh grafik tersebut adalah seperti berikut
ini:

Jika dibuat grafik pada Excel, maka grafik-nya akan berbentuk seperti dibawah ini:

Sayangnya, tidak semua atau jarang sekali pabrikan CT yang menyebutkan nilai Kneepoint yang didapat saat dilakukan
FAT (karena tidak semua orang mudah dan mengerti untuk menentukan nilai dari pengukuran yang didapat). Biasanya
pabrikan hanya melampirkan data nilai eksitasi beserta nilai arus yang di dapat serta melampirkan grafiknya.
Kunci inti pengujian tegangan eksitasi pada CT ini hanyalah menentukan di nilai berapa Volt, CT sudah mencapai titik
jenuh dan sudah tidak menghasilkan perubahan arus yang signifikan.

Misal spesifikasi CT adalah Vk > 1,7kV maka tegangan eksitasi CT harus melebihi 1,7kV untuk menghasilkan 5A,
setidaknya 2kV baru mencapai 5A. Maka CT tersebut memiliki spesifikasi yang sesuai dengan yang tertera.

Pengujian Isolasi atau Megger


Pengujian diatas secara keseluruhan hanyalah untuk menentukan bahwa CT tersebut layak beroperasi sesuai spesifikasi
desain sistem dan tidak terjadi kesalahan pengukuran arus sebenarnya dimana CT merupakan elemen metering dan
proteksi.
Untuk menentukan apakah CT tersebut layak bertegangan ataukah tidak, maka harus dilakukan pengujian Isolasi atau
Megger. Megger yang digunakan adalah 5kV untuk sisi primer dan 1kV untuk sisi skunder.
Titik yang bisa dilakukan pengetesan adalah:

Terminal Primer dengan Ground tidak boleh ada hubungan

Terminal Primer dengan Skunder tidak boleh ada hubungan

Terminal Skunder dengan Ground tidak boleh ada hubungan

Cek Fisik
CT saat datang dan saat dipasang harus diulakukan cek fisik terlebih dahulu sebagai wujud sebuah quality control.
Tidak boleh ada retakan, atau bahkan rembesan oli trafo.
Mudah-mudahan artikel diatas mampu menambah wawasan dan meningkatkan kualitas kontrol terhadap produkproduk ataupun proyek-proyek pengembangan infrastruktur kelistrikan di Indonesia. Listrik yang lebih baik untuk masa
depan, dan mari ber-Hemat Energi.

Anda mungkin juga menyukai