Anda di halaman 1dari 5

RELIGION AND HUMANITARIANISM

Agama merupakan pandangan hidup dan kepercayaan seseorang kepada Tuhannya.


Agama sangat erat kaitannya dengan aksi kemanusiaan, karena semua agama pasti mengajarkan
tentang kebaikan dan prinsip-prinsip kemanusiaan. Di dalam agama diajarkan bagaimana
menjalin hubungan baik , kerja sama, dan saling tolong menolong antar sesama makhluk hidup.
Atas dasar inilah maka banyak terbentuk organisasi-organisasi kemanusiaan yang berlandaskan
maupun mengatas namakan agama.
Organisasi-organisasi kemanusiaan yang berlandaskan agama sangat banyak berkembang
dan bahkan menimbulkan kontroversi-kontroversi baik dari dalam maupun dari luar organisasi
tersebut, karena agama merupakan hal yang sangat sensitif dan merupakan hal yang paling sering
menimbulkan konflik. Organisasi-organisasi yang berlandaskan agama yang berbeda bisa saling
bertentangan antara satu dengan yang lainnya. Meskipun demikian sangat sulit untuk
menghilangkan aspek agama dari organisasi tersebut, karena organisasi-organisasi tersebut
sebagian besar pendapatannya berasal dari aksi atau ritual-ritual keagamaannya. Seperti contoh,
organisasi kemanusiaan yang berbasis agama islam, sebagian besar pendapatannya berasal dari
zakat yang wajib diberikan oleh setiap orang yang beragama islam.
Namun setelah peristiwa penyerangan 9/11, pemerintah Amerika Serikat menutup semua
badan amal atau lembaga kemanusiaan yang berbasis Islam dan menghukum penyelenggaranya
di AS, karena beberapa badan amal Islam tersebut dianggap terlibat dan mendukung Afghanistan
dan Bosnia setelah mereka telah diidentifikasi sebagai teroris. Pemerintah Amerika menganggap
bahwa apapun bentuk bantuan yang berkaitan dengan teroris, maka itu juga dianggap teroris,
meskipun itu murni adalah bantuan kemanusiaan seperti rumah sakit, tetapi jika berkaitan
dengan badan amal Islam, maka juga akan dianggap sebagai teroris. Namun seiring dengan
perkembangannya, pemerintah Inggris dan komisi amalnya yang merangkul prinsip-prinsip nondiskriminasi, telah membuka pintu dan kesempatan kepada lembaga dan organisasi-organisasi
Islam setelah melihat perkembangan dan catatan-catatan yang sehat dari sector amal islam di
Inggris. Sehingga sekarang, Islamic Relief menjadi badan amal islam terbesar di dunia dan
bahkan berkembang di Amerika Serikat.

Dalam perkembangannya organisasi-organisasi tersebut juga bisa saling bekerjasama


dalam melakukan suatu aksi kemanusiaan, seperti halnya pada saat pasca tsunami di Aceh,
CAFOD yang merupakan lembaga kemanusiaan yang berbasis agama Katolik telah
menyumbangkan dana yang cukup besar untuk bantuan tsunami tersebut. CAFOD juga
merupakan salah satu dari anggota Komite Darurat Bencana (DEC), yang mengkoordinasikan
penggalangan dana secara nasional pada saat bencana besar. Namun CAFOD mengalami
kesulitan saat bekerja pada pasca tsunami tersebut, karena hampir seluruh penduduk Aceh
beragama Islam dan subkontrak anggaran konstruksinya yaitu untuk Islamic Relief. Oleh karena
itu, kedua lembaga kemanusiaan tersebut yaitu CAFOD dan Islamic Relief memulai kerjasama
jangka panjang dalam membantu pembangunan dan korban pasca tsunami Aceh tersebut.
Selain itu, lembaga kemanusiaan lainnya seperti Mormon dan Latter Day Saints, dalam
program utama bantuan bencana pertamanya, juga disubkontrakkan ke Islamic Relief Worldwide
dalam membangun sepuluh sekolah dan tiga klinik kesehatan di Aceh. Dengan kerjasama
tersebut, lembaga-lembaga tersebut menemukan kesamaan dengan Islam, khususnya yang
berkaitan dengan pentingnya puasa dan persepuluhan. Dan juga masih banyak organisasiorganisasi maupun lembaga-lembaga keagamaan lainnya, yang ikut berperan dan saling
bekerjasama dalam memberikan bantuan secara berkelanjutan terhadap korban dan kerugiankerugian yang terjadi akibat tsunami di Aceh tanpa memandang perbedaan agama mereka dan
murni merupakan tindakan kemanusiaan.
Disamping program-program cash for work dan bantuan modal usaha kerja, para donatur
NGO asing juga melaksanakan program informal work dalam bentuk conseling trauma. Program
ini bertujuan untuk mengembalikan sikap dan minda masyarakat mangsa terutamanya anak-anak
yang mengalami tekanan mental dan trauma dengan musibah bencana tsunami. Pada umumnya
mereka diberikan bimbingang dalam bentuk pelatihan-pelatihan, counseling, penyuluhan dan
pendampingan. Jangka masa kegiatan purata berkisar antara tiga hari sampai dengan satu
minggu. Kepada peserta program diberikan insentif sejumlah Rp 50.000,- per hari.
Setelah masa kecemasan berakhir, semua institusi NGO asing melanjutkan kegiatan
dengan program pemulihan ekonomi dengan sasaran terfokus kepada perbaikan kehidupan sosioekonomi masyarakat yang dimulai dari perbaikan kemudahan infrastruktur dasar seperti
persediaan bekalan air bersih, perbaikan jalan-jalan persekitaran desa sampai kepada pemberian

bantuan modal usaha kerja. Kegiatan seperti ini masih berlaku sampai pada masa penyelidikan
ini dilaksanakan dikawasan berkenaan di Aceh.
Tsunami telah berlaku empat tahun yang lalu dan kini, Provinsi Aceh telah mengalami
perkembangan yang sangat pesat. Kesihatan, pendidikan, ketersediaan kemudahan infrastruktur
dan kehidupan sosioekonomi masyarakat serta kenyataan yang ada saat ini, berbeda dengan masa
tanggap darurat/kecemasan yang menekankan bantuan pada hal-hal yang bersifat emergency.
Setelah masa emergency dan pembangunan kemudahan infrastruktur asas masyarakat, maka
bantuan difokuskan untuk pembangunan jangka panjang. Kondisi ini menyebabkan lembaga
yang bertahan di Aceh hanyalah NGO-NGO berskala besar dengan bantuan yang besar pula.
Mereka melakukan program pembangunan jangka panjang dengan pembangunan fasiliti umum
yang dapat digunakan dalam waktu jangka panjang pula. Untuk melaksanakan program-program
yang kegiatannya berskala besar hanya dapat dilaksanakan oleh NGO asing/ internasional.
Keberadaan NGO asing dengan aktiviti pembangunan skala besar di Aceh juga memberikan
ruang kerja yang besar bagi tenaga kerja sama ada tenagakerja nasional ataupun tenagakerja
lokal tempatan.
Paska bencana tsunami telah terjadi proses pembangunan sosioekonomi yang sangat
pesat di Aceh lewat program humanitarian aid. Kepedulian internasional kepada masyarakat
Aceh yang menderita akibat tsunami telah menjadikan Aceh sebagai destinasi tempat
bertemunya budaya yang berbeda dari berbagai dunia internasional yang difasilitasi oleh NGO
asing. Namun demikian masih banyak masalah yang perlu penanganan serius dengan pendekatan
yang lebih baik pula. Pembangunan yang dilakukan oleh NGO asing hanya beberapa tahun
sahaja dan hampir berakhir, sementara kehidupan di Aceh akan terus berterusan. Dengan
demikian diperlukan pelbagai upaya perlindungan segera terhadap kemungkinan terjadinya
perubahan drastis setelah NGO asing keluar dari Aceh. Masalah lain adalah budaya
ketergantungan kepada program-program dan bantuan asing yang telah memberi manfaat nyata
secara ekonomi, akan dapat menyebabkan menurunnya kreatifiti dan budaya kerja masyarakat
tempatan secara lokal, yang dijangka merupakan ketidakseimbangan sosial yang memungkinkan
timbulnya masalah baru di Aceh. Persoalan dan isue ini akan terus menjadi perbincangan secara
akademik dan oleh itu, kajian-kajian yang terfokus dan lebih mendalam mengenai isue ini perlu

terus ditingkatkan untuk masa-masa yang akan datang, agar jawapan untuk meningkatkan
kesejahteraan kehidupan sosio ekonomi masyarakat Aceh pasca tsunami dapat tercapai.
Jadi dengan berbagi prinsip-prinsip kemanusiaan, membuat Muslim, Katolik, Agensi
Mormon dan lembaga-lembaga kemanusiaan lainnya dapat saling berkolaborasi dan
bekerjasama. Mereka saling bekerjasama, bahu membahu membangun kembali bangunanbangunan yang rusak, membantu para korban bencana tanpa memandang perbedaan agama, dan
murni karena prinsip-prinsip kemanusiaan.
Organisasi kemanusiaan berbasis agama akan terus bertumbuh di dunia, seni branding
atau mengatasnamakan agama ini akan terus berkembang karena sangat banyak mendapat
perhatian dan lebih diminati oleh umat manusia. Meskipun organisasi-organisasi tersebut prinsip
utamanya ialah kemanusiaan, namun terkadang masih sulit untuk dipisahkan dengan
keagamaanya.

DAFTAR PUSTAKA
Aceh Institut Online. 2007. 2 Tahun proses rehabilitasi-rekontruksi-reintegrasi Aceh dan
kepemimpinan Aceh baru. Aceh Institut Online, Edisi 23 Desember 2007.
Badan Pusat Statistik Provinsi NAD.2007. Aceh dalam angka 2007. Banda Aceh: BPS
Badan Pusat Statistik dan Bappeda Provinsi NAD.2007. Buku saku Nanggroe Aceh Darussalam.
Banda Aceh: BPS & BAPPEDA Prov. NAD.
Bappeda Provinsi NAD.2007. Rencana tata ruang wilayah Nanggroe Aceh Darussalam
(RTRW-NAD). BAPPEDA Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.
Peterson, Jenny H. (2015). Introduction, dalam The Routledge Companion to
Humanitarian Action. Roger M. Ginty & Jenny H. Peterson (editors). London & New York:
Routledge.

Anda mungkin juga menyukai