Anda di halaman 1dari 5

Melestarikan Kesenian dan Budaya Tradisional melalui

Yayasan Kesenian Batara Gowa

Menurut Tolstoy, seni adalah kegiatan manusia yang dilakukan secara sadar dengan
perantaraan tanda-tanda lahiriah tertentu untuk menyampaikan perasaan-perasaan yang telah
dihayatinya kepada orang lain sehingga mereka kejangkitan perasaan ini dan juga
mengalaminya. Dengan kata lain seni sebagai komunikasi dari pencipta kepada orang lain.
Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang canggih memberikan kemudahan
dan mempercepat penyebaran karya seni dan budaya ke seluruh penjuru dunia dan
menjadikan transformasi budaya yang sangat pesat.

Nilai-nilai Pancasila sebagai dasar Negara Indonesia, tersirat di dalam kesenian


daerah atau kesenian tradisional. Dengan demikian pengembangan kesenian Indonesia harus
mengakar pada kesenian tradisional yang hidup di daerah-daerah. Contohnya yaitu di daerah
Sulawesi Selatan, perkembangan kesenian di daerah Sulawesi Selatan juga berkembang
dengan pesat. Kesenian di Sulawesi dikenal sebagai kebudayaan tinggi dalam konteks
kekinian. Di Sulawesi, nilai kekhasan kesenian dapat dikatakan sebagai wasiat kebudayaan
yang menggiring kita pada local values (kearifan). Dalam perkembangannya, kepentingan
politik dan kebutuhan industry banyak mempengaruhi kesenian dan budaya tradisional di
daerah Sulawesi, maka dari itu dibutuhkan pelurusan makna dan kejelasan dari arti seni yang
sebenarnya melalui aspek keilmuan.

Untuk melestarikan dan mempertahankan kesenian dan kebudayaan tradisional


khususnya di Sulawesi Selatan, telah banyak dikembangkan yayasan-yayasan dan kelompok-
kelompok kesenian di masyarakat. Salah satunya yaitu Yayasan kesenian Batara Gowa
dimana pusat sanggarnya terletak di Kampung Seni Baruga Kaluarrang, studio outdoor yang
ada di daerah Parangtambung Makassar.
Yayasan Kesenian Batara Gowa dulunya merupakan sanggar seni milik keluarga
kerajaan di istana Balla Lompoa Gowa, yang besar di lingkup istana kerajaan Gowa,
anggotanya hanyalah keluarga dan kerabat kerajaan, dan hanya diperbolehkan pentas di
istana. Seiring dengan perkembangannya, sanggar milik kerajaan ini diubah oleh foundernya
yaitu Andi Ummu Tunru pada tahun 1967 menjadi lembaga pendidikan kesenian untuk
umum yang memiliki visi dan misi menjaga, melestarikan, mengembangkan, dan
mempromosikan kesenian dan budaya tradisional khususnya Sulawesi Selatan, yang sekarang
anggotanya hampir dari semua kalangan masyarakat.

Andi Ummu Tunru dibantu oleh suaminya yang juga komposer music yaitu Basri
Baharuddin Sila yang akrab disapa Daeng Bas, membawa Batara Gowa ke masyarakat
umum, agar tari pakarena dan tari-tari lainnya lebih diketahui oleh masyarakat, dan tujuannya
lebih kepada regenerasi. Kemudian pada tahun 90-an kedua pasangan maestro ini
membesarkan Batara Gowa hingga menjadi Yayasan Seni yang cukup dikenal di dalam
maupun luar negeri hingga saat ini. Menurut Andi Muhammad Redo tujuan dari
pembentukan yayasan ini juga agar operasionalnya lebih menjangkau berbagai sector. Bukan
hanya sanggar, tapi Batara Gowa juga mensupport penelitian dalam bidang pendidikan.

Menurut generasi kedua yaitu Andi Muhammad Redo Basri, juga selaku Executive
director dari Yayasan Kesenian Batara Gowa, bahwa yayasan ini telah melakukan berbagai
macam kegiatan kesenian, bahkan juga kegiatan yang berbasis pendidikan dan kegiatan-
kegiatan lainnya. Yayasan Batara Gowa melatih mulai dari anak kecil hingga pelajar dan
mahasiswa. Materi yang diberikan berupa seni pertunjukan tradisional dan kontemporer (tari,
music, dan drama), ritual budaya, tata kelola seni, hingga permainan tradisional. “Belakangan
malah sudah merambah ke dunia film, kita sudah buat film, sudah jadi konsultan event juga,
konsultan juga buat teman-teman seperti kalian, dan itu tidak terbatas lintas level, jadi mulai
dari teman-teman yang mau tugas kuliah sampai yang ambil program kedokteran di Barkeley
itu sudah kerjasama dengan kami, kami support untuk kebutuhan data, atau apa saja yang
mereka butuhkan.” Kata Andi Muhammad Redo saat ditemui di Gedung Kesenian Sulsel.
Batara Gowa telah mengembangkan
sayapnya di kancah internasional, mereka
terlibat penuh dalam pertunjukan teater I La
Galigo yang disutradarai oleh Robert Wilson.
Andi Ummu Tunru berperan sebagai master
tari dan Basri Baharuddin Sila sebagai
konsultan music, sebagian besar penari dalam
pertunjukan ini dari yayasan Batara Gowa.
Mereka melakukan pementasan di kota-kota
besar dunia yaitu New York, Milan, Ravenna,
Madrid, Barcelona, Amsterdam, Lyon, Taipei,
Melbourne, Singapore, Jakarta dan terakhir di

Andi Muhammad Redo Basri bersama penulis Makassar. Yayasan Batara Gowa juga telah
melakukan kegiatan pameran dari beberapa
koleksi benda seni dan memorabilia yang dimilikinya, pameran ini dilakukan di beberapa
galeri seni luar negeri antara lain Watermill Center New York, Library University of
California Barkeley, dan Auvergne Aurillac di Prancis.

Yayasan Batara Gowa juga mendukung dan membantu komunitas-komunitas budaya


dan seniman-seniman lokal yang kurang diperhatikan, agar mereka lebih berkembang dan
lebih maju. Upaya Yayasan ini dalam menjaga dan melestarikan seni budaya mendapat
apresiasi dari pemerintah dan lembaga, diantaranya yaitu piagam penghargaan Kementerian
Pariwisata, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Pemerintah Kota Makassar, Cape
Town Islamic Association, Kedutaan Besar Amerika Serikat, Indonesia Karawitan Award
dari UNESCO, National University of Singapore, Maison des cultures du Monde dari
Kementerian Kebudayaan Perancis. Batara Gowa juga mendukung berbagai kegiatan
pemerintah, mereka berperan dalam mendukung usaha pemerintah dalam mendapat
penghargaan antara lain penghargaan Baksyacaraka 2014 dari Kemenkokesra untuk
Pemerintah kota Makassar serta Bronze Trophy untuk Pavilion Indonesia di World Expo
2010 Shanghai China.
Yayasan Kesenian Batara Gowa merupakan yayasan non profit yang cukup
menguntungkan, sehingga tetap bisa bertahan hingga saat ini. Namun di dalam
perkembangannya yayasan kesenian ini banyak menghadapi kendala, terutama pada saat ini
dimana kesenian-kesenian tradisional lebih dikesampingkan dengan adanya pertunjukan-
pertujukan modern dan artis-artis atau penyanyi-penyanyi yang lebih disukai masyarakat
masa kini. Menurut Andi Muhammad Redo, bahwa banyak anak muda yang menganggap
seni budaya tradisional itu kolot dan kampungan, padahal di luar negeri orang-orang yang
aktif di seni adalah kaum elit karena disana kesenian itu mahal. Seharusnya kita bangga
apalagi seni budaya adalah identitas bangsa kita. Dalam menghadapi berbagai macam
kendala ini, yayasan Batara Gowa terus berusaha mengembangkan eksistensinya dengan
mempertahankan ciri khas dan kreatifitasnya. Yayasan ini juga telah membangun beberapa
jaringan di luar negeri, diantaranya institusi teater di Taiwan, pusat kebudayaan dunia di
Perancis, pusat yoga dan meditasi dunia di India, dan World Expo 2010 di Shanghai China.

“Apapun bisa diangkat ke panggung, seni pun pada awalnya, seperti teater lebih
kepada bentuk protes atau apapun itu, itu diangkat ke panggung, prodak-prodak kesenian
lokal kita banyak yang sebenarnya bersumber dari ide-ide politik, jadi apapun itu bisa
diangkat ke panggung”, kata Andi Muhammad Redo Basri.

Yayasan ini memiliki tujuan utama yaitu untuk melestarikan dan menyelamatkan
asset bangsa yang tidak berwujud (intangible asset) bukan hanya untuk komunitas
masyarakat tetapi juga untuk Negara. Yayasan ini juga bertujuan untuk membentuk karakter
generasi masyarakat ke arah yang lebih baik. “Masyarakat tidak bisa diubah tetapi dibentuk
dari dini” kata Andi Muhammad Redo Basri.

Batara Gowa memberikan fasilitas sarana dan tempat latihan secara gratis bagi
remaja, pelajar dan mahasiswa atau siapapun yang ingin mempergunakannya, termasuk para
penderita tuna rungu Indonesia (Gerkatin). Anak-anak kecil yang tidak mampu yang tinggal
di sekitar kampung seni, juga dididik secara gratis bahkan disediakan taman bacaan pelangi
yang menyediakan buku gratis untuk mereka baca.

Dalam pengelolaan generasi kedua ini oleh Andi Muhammad Redo Basri, Yayasan
Batara Gowa hingga saat ini mampu untuk terus berkembang dan melestarikan kesenian
budaya tradisional khususnya daerah Sulawesi Selatan. Yayasan ini memiliki team
professional yang bukan hanya terampil sebagai seniman tetapi juga menguasai tata kelola
organisasi seni budaya sehingga yayasan ini dapat tetap konsisten untuk terus menjaga,
melestarikan, dan mempromosikan seni budaya Sulawesi Selatan.

Anda mungkin juga menyukai