Anda di halaman 1dari 6

BAB III

PEMBAHASAN
1.1 Aplikasi konsep Community as Patner Model pada kasus Transgender
1.3 Contoh Kasus
Terdapat seorang pria di daerah kota metropolitan Jakarta yang ingin merubah jenis
kelaminnya menjadi seorang wanita (transgender) dengan cara operasi kelamin. Keinginan untuk
merubah jenis kelaminnya semakin mantap ketika teman-teman dekatnya yang memiliki
kesamaan perilaku yaitu feminin sudah ada yang melakukan operasi mengubah jenis kelamin
(transgender). Pada awalnya pria ini adalah seorang waria yang mencari nafkah dengan bekerja
sebagai pengamen jalanan. Kerasnya kehidupan di ibu kota membuat pria tersebut banting tulang
untuk menghidupi dirinya sendiri. Pria tersebut serta beberpa pengamen waria lainnya telah
memiliki komunitas dan tidak sedikit dari waria tersebut yang telah melakukan transgender
(operasi kelamin untuk mengubah jenis kelamin). Kebanyakan alasan dari waria tersebut
melakukan transgender adalah karena keinginan dari diri sendiri yang berperilaku condong ke
arah wanita/feminin. Selain alasan tersebut, para waria yang melakukan transgender dipengaruhi
oleh beberapa faktor, yang pertama didominasi karena adanya masalah keluarga. Perceraian
orang tua, penganiayaan, kekerasan rumah tangga, termasuk menjadi pemicu munculnya
masalah penyimpangan ini. Pengalaman kehidupan mereka yang pernah mengalami trauma saat
berhubungan dengan lawan jenis juga menjadi faktor pemicunya. Salah satu anggota komunitas
ini juga mengungkapkan bahwa memiliki perilaku layaknya wanita jauh lebih menyenangkan
daripada harus menjadi seorang pria. Mending gue jadi cewek, cewek itu lebih anggun, bisa
dandan, terus kalo mau belanja baju banyak pilihannya, gak cuman belanja celana jeans aja tapi
juga bisa belanja rok mini sama high heels yang banyak pilihannya ujar salah satu waria yang
telah melakukan transgender.
Dilihat dari penampilan para waria di komunitas ini terdapat waria yang sangat menyerupai
wanita (beberapa sudah melakukan transgender) dan ada pula yang berdandan seperti wanita
hanya pada saat mengamen. Waria yang melakukan transgender sebanyak 7 orang, waria yang
menyerupai wanita sebanyak 14 orang dan yang berdandan wanita hanya pada saat mengamen
sebanyak 7 orang. Terdapat 25% waria yang memiliki kondisi jiwa kurang stabil, mudah marah,
dan menyendiri serta 15% anggota memiliki riwayat perselisihan dengan lawan jenis.
1.4 Proses Keperawatan
1.4.3 Pengkajian
1. Data inti
a) Riwayat atau Sejarah Perkembangan Komunitas
Komunitas ini berdiri pada tahun 2000. Awalnya anggota komunitas ini
mengatakan bahwa mereka ingin menutupi identitas sebenarnya terutama waria
yang telah melakukan transgender. Hal ini dikarenakan kehidupannya sebagai
seorang transgender masih sangat tabu di kalangan masyarakat. Bahkan tak jarang
para transeksual (pelaku transgender) rela berpindah-pindah tempat tinggal akibat
desakan warga yang menolak kehadiran mereka. Dengan bergabungnya para
transeksual ini pada komunitas waria tersebut maka mereka dapat bekerja sama
dalam membela diri ketika mendapat penolakan/hinaan dari masyarakat.
Meskipun demikian, kehidupan seksual mereka masih berbenturan dengan nilai

dan norma sosial-budaya yang ada dalam masyarakat. Masyarakat belum


sepenuhnya menerima adanya transgender dalam kehidupan.
b) Data Demografi
Adapun jumlah anggota komunitas ini sebanyak 28 orang. Mereka berasal dari
berbagai daerah seperti Jakarta, Tasikmalaya, Bandung, Medan, Bogor, dan lain
lain.
c) Vital Statistik
Semua anggota komunitas ini adalah waria dan sebagian merupakan transeksual
yang memiliki masalah tentang perubahan gender.
d) Nilai dan Kepercayaan
Para waria yang tergabung dalam komunitas ini menganggap bahwa dirinya tidak
menyimpang dari norma karena mereka tidak mengganggu dan merugikan orang
lain. Mereka tidak terlalu mempermasalahkan persepsi masyarakat mengenai
dirinya. Eksistensi para waria terlihat jelas di kehidupan masyarakat mulai dari
hanya sekedar berkumpul dengan teman-teman waria hingga bekerja sebagai
pengamen di jalanan.
2. Subsistem
a) Lingkungan Fisik
Kaum waria ini biasanya berkumpul di berbagai tempat seperti mall, warung
pinggir jalan, diskotik dan lain-lain.
b) Pelayanan Kesehatan dan Sosial
Beberapa anggota masih belum mengetahui pentingnya kesehatan sehingga
mereka masih kurang dalam pemanfaatan pelayanan kesehatan sebagai salah satu
cara menangani masalah kesehatan yang dialami.
c) Ekonomi
Anggota komunitas ini rata-rata dari kalangan ekonomi menengah ke bawah,
mereka mengaku bahwa mereka jarang berkumpul di tempat mahal dan
menggunakan barang-barang mahal. Hanya waria yang memiliki kondisi
keuangan menengah ke atas yang dapat melakukan transgender melaui operasi
kelamin. Beberapa anggota mengaku bahwa ketika tuntutan kehidupannya
meningkat tak jarang mereka melacurkan dirinya kepada pria hidung belang demi
mendapatkan sejumlah uang untuk kesenangan mereka.
d) Keamanan dan Transportasi
Rata-rata anggota komunitas ini tidak memiliki kendaraan bermotor sebagai
transportasi mereka.
e) Politik dan Pemerintahan
Di dalam komunitas ini juga dibentuk struktur organisasi yang masing-masing
telah memiliki tugasnya dalam mengelola setiap kegiatan komunitas tersebut.
Contohnya seperti adanya ketua dalam komunitas ini yang bertanggungjawab atas
kesejahteraan anggotanya, sekretaris yang mengatur jadwal pertemuan rutin yang
diadakan untuk mempererat hubungan, dan bendahara yang bertugas mengatur
kas dalam komunitas ini.
f) Komunikasi
Dalam berkomunikasi mereka menggunakan telepon genggam, media sosial
semisal facebook sebagai sarana untuk curahan hati dengan membentuk grup atau
page. Kegiatan komunikasi yang dilakukan yaitu mulai dari sekedar mengobrol di

chating, janjian untuk bertemu hingga tak jarang para waria tersebut mendapat
pasangan dari media sosial.
g) Pendidikan
Rata-rata anggota komunitas ini hanya mengenyam bangku pendidikan hingga
SMP. Alasan utamanya kebanyakan karena alasan ekonomi. Selain itu, masalah
harga diri yang rendah akibat tingkah laku yang ditunjukkan cenderung
berlawanan dengan jenis kelamin/feminin.
h) Rekreasi
Untuk mengisi waktu senggang setelah bekerja/mengamen di jalanan, anggota
komunitas biasanya berkumpul di warung pinggir jalan, mall, diskotik dan lainlain.
1.4.4

1.4.5

Diagnosa Keperawatan
1. Koping komunitas tidak efektif: gangguan identitas pribadi pada anggota kelompok
Etiologi:
- Kebingungan gender
- Disfungsi proses keluarga
- Perubahan peran sosial

Perencanaan
Dapat dilakukan pencegahan secara primer, sekunder, dan tersier.
Data
Diagnosa
Tujuan
Dan Intervensi
Keperawatan
Kriteria
Hasil (NIC)
(NOC)
1. Jumlah
1. Koping
1. Mengenali
1. Primer
anggota
komunitas
faktor positif
Pencegahan
ini
lebih
komunitas
tidak
dan
negatif
ditekankan
kepada
ini
efektif:
yang
masyarakat yang belum
sebanyak
gangguan
mempengaruhi
menunjukkan
perilaku
28 orang.
identitas
kemampuan
transgender,
dengan
2.Waria yang
pribadi
sosial
untuk
memberi
pendidikan
melakukan
pada
menemukan
kepada masyarakat tentang
transgender
anggota
keinginan dan
pengertian
transgender,
sebanyak 7
kelompok
kebutuhan.
tanda
dan
gejala,
orang,
2. mengidentifika
penyebab,
dampaknya
3. waria yang
si solusi untuk
serta
pencegahannya.
menyerupai
mengatasi
Secara
perlahan-lahan
wanita
kegiatan yang
mulai ditumbuhkan rasa
sebanyak
tidak
perhatian yang dimiliki
14
orang
sewajarnya
orang tua terhadap anaknya
dan
dalam proses
serta menanamkan nilai4.
yang
penyesuaian /
nilai spiritualitas untuk
berdandan
penyelesaian
anak-anaknya.
wanita
masalah.
hanya pada

saat
mengamen
sebanyak 7
orang.
5.Terdapat 25%
waria yang
memiliki
kondisi
jiwa kurang
stabil,
mudah
marah, dan
menyendiri
6. 15% anggota
memiliki
riwayat
perselisihan
dengan
lawan jenis.
3. Memperlihatkan 2. Sekunder
peningkatan fungsi
Pencegahan
ini
dapat
di
komunitas
dilakukan
dengan
berdasarkan
melakukan
pemantauan
aktivitas ehari-hari.
kesehatan
terutama
kesehatan
jiwa
dan
membantu
dalam
konseling
penyelesaian
masalah pada anggota
komunitas.
3. Tersier
Pencegahan tersier ini
dilakukan agar yang telah
memiliki gangguan tidak
menyebarkan
kepada
masyarakat yang lain. Hal
yang
dapat
dilakukan
dengan cara menganjurkan
untuk tidak melakuakan hal
yang melanggar norma di
depan publik dan mengajak
masyarakat yang masih
normal untuk mengikuti
mereka. Agar proses ini
berjalan baik, dianjurkan
juga para transgender untuk

sering mengunjungi klinik


maupun tempat konsultasi
yang lain.

1.2.4

Implementasi
1. Cognitive Implementation
Memberikan sosialisasi warga kampus yang tinggal di daerah yang sama dengan
komunitas transgender tersebut. Isi dari sosialisai ini adalah menjelaskan apakah itu
transgender, bagaimana ciri-cirinya dan juga bagaimana sebaiknya keluarga dirumah
dapat mencegah terjadinya gangguan tersebut. Pada cognitive implementation kita
dapat memberikan pertanyaan atau memberi kesempatan pada masyarakat untuk
bertanya agar terdapat umpan balik
2. Interpersonal Implementation
Pada tahap ini kita dapat mengkoordinasi kegiatan-kegiatan apa saja yang dapat
dilakukan untuk mengurangi resiko bertambahnya jumlah transgender yang ada di
Universitas Jakarta dan wilayah sekitar kampus dengan warga dan orang-orang yang
berperan penting di wilayah tersebut (dosen maupun tokoh masyarakat yang ada,
khususnya tokoh agama). Sebagai perawat pada tahap ini dapat menjadi konselor
dengan memberikan layanan bagi anggota komunitas lesbian maupun yang tidak
untuk mendpatkan bimbingan bagaimana menjalani hidup yang baik dan tidak
melanggar norma yang berlaku dengan harapan dapat mengikuti saran yang diberikan
dan dapat mengubah sikapnya.
3. Technical Implementation
Untuk melakukan pendidikan kesehatan tentang transgender atau bagaimana cara
pencegahan yang dapat dilakukan pada mahasiswa, warga kampus dan warga yang
ada di daerah kampus, perawat harus membuat bahan presentasi yang disesuaikan
dengan tempat dan tingkat pendidikan di tempat tersebut. perawat bisa menjelaskan
dengan media powerpoint yang akan ditampilkan melalui proyektor yang ada di
kampus. Dalam materi tersebut juga diselingi dengan contoh ilustrasi dari transgender
itu sendiri sehingga masyarakat lebih paham apa itu lebian.

3.2.5

Evaluasi atau penilaian


1. Evaluasi struktur
Penggunaan media powerpoint sangat efektif dikarenakan dapat menampilkan materi
disertai dengan gambar ilustrasi dari komunitas transgender itu sendiri.
2. Evalasi Proses
Saat melakukan sosialisasi beberapa orang masih bingung terhadap materi yang
diberikan, mereka kurang memahami masalah transgender yang terjadi di kalangan
masyarakat tersebut. Dan juga ada beberapa orang yang masih kurang antusias de gan
kegiatan yang dilakukan tersebut. Perawat cukup mengalami kesulitan untuk
menjelaskan bagaimana konsep dan cara pencegahan untuk kasus transgender yang
terjadi.

3. Evaluasi hasil
Setelah dilakukan sosialisasi ke masyarakat, mereka mulai menggunakan fasilitas
yang ditawarkan oleh perawat berupa konseling mulai sering dikunjungi. Beberapa
orang mulai berani menceritakan bagaimana awal mula berperilaku menyimpang
tersebut, mulai dari suka berperilaku seperti lawan jenisnya sampai menjadi
transgender.

Daftar Pustaka
Anderson, E.T., and McFarlane, J. 2000. Community as partner: Theory and practice in nursing,
3rd.ed. Philadelpia: Lippincott.
Allender, J.A., and Spradley, B.W. 2001. Community health nursing : Concepts and practice,
4th.ed. Philadelpia: Lippincott.
Hidayat Aziz Halimul. 2004. Pengantar Konsep Keperawatan Dasar. Jakarta: Salemba Medika.
Mubarak, Iqbal Wahit. 2009. Pengantar dan Teori Ilmu Keperawatan Komunitas 1. Cv Sagung
Seto : Jakarta.
Potter & Perry, 2005, Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses, dan Praktik,
Jakarta: EGC.
Willkinson, Judith M. 2011. Buku Saku Diagnosis Keperawatan, edisi 9. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai