Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN KASUS BESAR

SEORANG LAKI-LAKI 37 TAHUN


DENGAN ODS KONJUNGTIVITIS BAKTERIAL

Diajukan Guna Memenuhi Tugas Kepaniteraan Senior


Ilmu Penyakit Mata Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro

Penguji kasus

: dr. Afrisal Hari Kurniawan, Sp.M(K)

Pembimbing

: dr. Soraya Rachima

Dibacakan oleh

: Khumayroh Rachmawati Buana


22010115210129

Dibacakan tanggal

: 17 Januari 2017

BAGIAN ILMU PENYAKIT MATA


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2017

HALAMAN PENGESAHAN
Melaporkan kasus seorang laki-laki 37 tahun dengan ODS konjungtivitis bakterial
Penguji kasus

: dr. Afrisal Hari Kurniawan, Sp.M(K)

Pembimbing

: dr. Soraya Rachima

Dibacakan oleh

: Khumayroh Rachmawati Buana / 220 101 152 10 129

Dibacakan tanggal : 17 Januari 2017


Diajukan Guna Memenuhi Tugas Kepaniteraan Senior Di Bagian Ilmu Penyakit Mata
Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro.
Semarang, 17 Januari 2017
Mengetahui,
Penguji Kasus

Pembimbing

dr. Afrisal Hari Kurniawan, Sp.M(K)

dr. Soraya Rachima

BAB I
PENDAHULUAN
Konjungtiva merupakan membran yang tipis dan transparan melapisi bagian
anterior dari bola mata (konjungtiva bulbi), serta melapisi bagian posterior dari palpebra
(konjungtiva palpebrae). Karena letaknya paling luar itulah sehingga konjungtiva sering
terpapar terhadap banyak mikroorganisme dan faktor lingkungan lain yang
mengganggu.

Salah

satu

penyakit

konjungtiva

yang

paling

sering

adalah

konjungtivitis.1,2
Radang konjungtiva (konjungtivitis) adalah penyakit mata yang paling umum
didunia. Penyakit ini bervariasi dari hiperemia ringan dengan berair mata sampai
konjungtivitis berat dengan banyak sekret purulen kental. Penyebabnya umumnya
eksogen, namun dapat endogen.1
Berdasarkan

agen

penyebabnya

maka

konjungtivitis

dapat

dibedakan

konjungtivitis bakterial, konjungtivitis virus, konjungtivitis klamidia, konjungtivitis


rickettsia, konjungtivitis fungal, konjungtivitis parasit, konjungtivitis alergika,
konjungtivitis kimia atau iritatif, konjungtivitis yang penyebabnya tidak diketahui, serta
konjungtivitis yang berhubungan dengan penyakit sistemik. Kalau berdasarkan atas
lamanya penyakit maka konjungtivitis dapat dibedakan menjadi akut dan kronik.1,3,4
Berikut ini dilaporkan kasus konjungtivitis bakterial ODS (Oculi Dextra
Sinistra) stadium akut pada penderita laki-laki 37 tahun yang berobat ke poliklinik Mata
RSUP Dr. Kariadi Semarang.

BAB II
LAPORAN KASUS
IDENTITAS
Nama

: Tn. AW

Jenis Kelamin

: Laki-laki

Usia

: 37 tahun

No. CM

: C200888

Alamat

: Karangrejo RT.005/002 Semarang

Pekerjaan

: Karyawan Kontraktor

ANAMNESIS
Hari/tanggal

: Rabu, 11 Januari 2016 (autoanamnesis)

Keluhan Utama

: Mata kanan dan kiri merah

Riwayat Penyakit Sekarang

Sejak + 4 hari yang lalu pasien mengeluh mata kanan merah diikuti mata kiri
merah 2 hari kemudian, gatal pada kedua mata, nerocos keluar air terus. Pasien
mengaku saat bangun tidur terdapat kotoran mata warna kuning yang cukup banyak di
mata kanan dan lengket. Ada keluhan nyeri, tidak ada pandangan mata kabur, tidak silau
bila melihat cahaya, keluhan demam tidak ada, batuk pilek tidak ada. Sebelum berobat
ke poliklinik mata, pasien ada memberikan tetes mata ROHTO, tapi keluhan tidak
berkurang sehingga pasien berobat ke poliklinik mata RSUP Dr. Kariadi Semarang.
Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat kencing manis (-)

Riwayat penyakit darah tinggi (-)

Riwayat trauma kelilipan (-)

Riwayat mata merah berulang (-)

Riwayat alergi disangkal

Riwayat menggunakan kacamata disangkal

Riwayat operasi mata disangkal

Riwayat terpapar sinar matahari dan debu disangkal


3

Riwayat Penyakit keluarga

Ada anggota keluarga yang sakit seperti ini (saudara)


Riwayat Sosial Ekonomi:

Pasien saat ini bekerja sebagai karyawan kontraktor

Berpendidikan tamat SMA

Sudah menikah memiliki istri satu

Biaya pengobatan ditanggung sendiri


Kesan ekonomi cukup

PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan Fisik (11 Januari 2017)
Status Praesens
Keadaan Umum

: Baik

Kesadaran

: Compos Mentis, GCS 15

Tanda Vital

: TD: 120/80 mmHg, Suhu: 36,80C,


Nadi: 85x/menit, RR: 19x/menit

Status Opthamologi
Oculi Dekstra

Oculi Sinistra

6/10

VISUS

6/7,5

Tidak dilakukan

KOREKSI

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

SENSUS COLORIS

Tidak dilakukan

Gerak bola mata bebas ke

PARASE/PARALYSE

Gerak bola mata bebas ke

segala arah, nyeri (-)


Sikatrik (-),

segala arah, nyeri (-)


SUPERCILIA

Sikatrik (-),

Hiper/hipopigmentasi (-),

Hiper/hipopigmentasi (-),

perdarahan (-)

perdarahan (-)

Trichiasis (-),Dischiasis (-)

CILIA

Trichiasis (-),Dischiasis (-)

Edema (+), spasme (+),

PALPEBRA SUPERIOR

Edema (-), spasme (-)

Ptosis (-), lagoftalmus (-),

Ptosis (-), lagoftalmus (-),

bekas luka (-), eritema (-)

bekas luka (-), eritema (-)

Edema (+), spasme (-),

PALPEBRA INFERIOR

bekas luka (-), eritema (-)

Edema (-), spasme (-)


bekas luka (-), eritema (-)

Hiperemis (+), sekret (+)

CONJUNGTIVA

I Hiperemis (+), sekret (+)

serous mukous, folikel (-)

PALPEBRALIS

serous mukous, folikel (-)

papil (-), pseudo

papil (-), pseudo

memberan (-) kemosis (-)

memberan (-) kemosis (-)

Hiperemis (+), sekret (+),

CONJUNGTIVA

Hiperemis (+), sekret (+),

serous mucous

FORNICES

serous mucous

Injeksi (+) mixed

CONJUNGTIVA BULBI

Injeksi (+) mixed

Putih

SCLERA

Putih

Jernih

CORNEA

Jernih

Kedalaman cukup, efek

CAMERA OCULI

Kedalaman cukup, efek

tyndall (-), hipopion (-),

ANTERIOR

tyndall (-), hipopion (-),

hifema (-)

hifema (-)

Kripte (+). Sinekia (-)

IRIS

Kripte (+), Sinekia (-)

Bulat, sentral, reguler, d:

PUPIL

Bulat, sentral, reguler, d:

3mm, RP (+) N

3mm, RP (+) N

Jernih

LENSA

jernih

Tidak dilakukan

FUNDUS REFLEKS

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

CORPUS VITREUM

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

TENSIO OCULI

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

SISTEM CANALIS

Tidak dilakukan

LACRIMASLIS
Tidak dilakukan

Limfonodi

TEST FLUORESCEIN

Tidak dilakukan

: Pembesaran nnll preauricula dextra et sinistra (-)

RESUME
Seorang laki-laki berumur 37 tahun datang ke poliklinik mata RSDK dengan keluhan
ODS hiperemis (+), lakrimasi (+), sekret (+) purulen, nyeri (+), photophobia (-),
penurunan visus (-), febris (-), batuk pilek (-), pembesaran nnll preauricula dextra et
sinistra (-).
Status Opthamologi
Oculi Dekstra
Edema (+), spasme (+),

Oculi Sinistra
PALPEBRA SUPERIOR

Edema (-), spasme (-)

Ptosis (-), lagoftalmus (-),

Ptosis (-), lagoftalmus (-),

bekas luka (-), eritema (-)

bekas luka (-), eritema (-)

Edema (+), spasme (-),

PALPEBRA INFERIOR

bekas luka (-), eritema (-)

Edema (-), spasme (-)


bekas luka (-), eritema (-)

Hiperemis (+), sekret (+)

CONJUNGTIVA

Hiperemis (+), sekret (+)

serous mukous, folikel (-)

PALPEBRALIS

serous mukous, folikel (-)

papil (-), pseudo

papil (-), pseudo

memberan (-) kemosis (-)

memberan (-) kemosis (-)

Hiperemis (+), sekret (+),

CONJUNGTIVA

Hiperemis (+), sekret (+),

serous mucous

FORNICES

serous mucous

Injeksi (+) mixed

CONJUNGTIVA BULBI

Injeksi (+) mixed

DIAGNOSA KLINIS
Diagnosis banding
ODS Konjungtivitis Bakterial
Dd/ ODS Konjungtivitis Viral
ODS Konjungtivitis Alergika
Diagnosis kerja
OS Konjungtivitis Bakterial
TERAPI
Gentamycin eye drops 1 tetes/4 jam ODS
Lyters eye drops 1 tetes/4 jam OS
PROGNOSIS
OD

OS

Quo ad vitam

ad bonam

ad bonam

Quo ad functionam

ad bonam

ad bonam

Quo ad sanationam

ad bonam

ad bonam

Quo ad comesticam

ad bonam

ad bonam

EDUKASI

Menjelaskan kepada pasien dan keluarga bahwa rasa gatal nampak merah
di mata kanan dan kiri pasien karena infeksi bakteri.

Menjelaskan kepada pasien dan keluarga bahwa pasien akan diberikan


obat tetes mata untuk mengobati gejala iritasi, kemerahan pada mata kiri.

Menjelaskan kepada pasien dan keluarga agar pasien menggunakan obat


tetes mata secara teratur agar tidak terjadi komplikasi yang tidak
diinginkan.

Menjaga higienitas. Penetesan obat tetes mata, ujung botolnya jangan


tersentuh mata. Sebelum dan sesudah meneteskan obat mata, harus
mencuci tangan agar tidak terjadi penularan ke orang lain.

Kontrol kembali 1 minggu

BAB III
DISKUSI
Konjungtiva
Anatomi
Secara anatomis konjungtiva adalah membran mukosa yang transparan dan tipis
yang membungkus permukaan posterior kelopak mata (konjungtiva palpebralis) dan
permukaan anterior sklera (konjungtiva bulbaris). Konjungtiva palpebralis melapisi
permukaan posterior kelopak mata dan melekat erat ke tarsus. Di tepi superior dan
inferior tarsus, konjungtiva melipat ke posterior (pada forniks superior dan inferior) dan
membungkus jaringan episklera menjadi konjungtiva bulbaris. Konjungtiva bulbaris
melekat longgar ke septum orbital di forniks dan melipat berkali-kali. Adanya lipatanlipatan ini memungkinkan bola mata bergerak dan memperbesar permukaan
konjungtiva sekretorik.

Histologi
Secara histologis, lapisan sel konjungtiva terdiri atas dua hingga lima lapisan sel
epitel silindris bertingkat, superfisial dan basal. Sel sel epitel superfisial mengandung
sel-sel goblet bulat atau oval yang mensekresi mukus yang diperlukan untuk dispersi air
mata. Sel-sel epitel basal berwarna lebih Universitas Sumatera Utara pekat
9

dibandingkan sel-sel superfisial dan dapat mengandung pigmen. Stroma konjungtiva


dibagi menjadi satu lapisan adenoid (superfisialis) dan satu lapisan fibrosa (profundus).
Lapisan adenoid mengandung jaringan limfoid dan tidak berkembang sampai setelah
bayi berumur 2 atau 3 bulan. Lapisan fibrosa tersusun dari jaringan penyambung yang
melekat pada lempeng tarsus dan tersusun longgar pada mata.
Perdarahan dan Persarafan
Arteri-arteri konjungtiva berasal dari arteri konjungtiva posterior. Arteri ini
beranastomosis dengan bebas dan bersama dengan banyak vena konjungtiva
membentuk jaringan vaskular konjungtiva yang sangat banyak. Konjungtiva juga
menerima persarafan dari percabangan pertama nervus V dengan serabut nyeri yang
relatif sedikit.
Konjungtivitis
Konjungtivitis adalah suatu peradangan konjungtiva yang disebabkan bakteri,
virus, jamur, chlamidia, alergi atau iritasi dengan bahan-bahan kimia. Tanda penting
pada konjungtivitis adalah :1,4,5
1. Hiperemia, disebabkan dilatasi pembuluh-pembuluh konjungtiva posterior.
2. Lakrimasi, disebabkan oleh adanya sensasi benda asing, sensasi terbakar atau gatal,
atau karena gatal.
3. Hipertrofi papila, terjadi karena konjungtiva terikat pada tarsus atau limbus di
bawahnya oleh serabut-serabut halus.
4. Kemosis, mengesankan konjungtivitis alergika namun dapat terjadi pada
konjungtivitis gonokok atau meningokok akut dan terutama pada konjungtivitis
adenovirus.
5. Folikel, tampak pada kebanyakan kasus konjungtivitis virus, pada semua kasus
konjungtivitis klamidia kecuali konjungtivitis inklusi neonatal, pada beberapa kasus
konjungtivitis parasitik dan pada beberapa kasus konjungtivitis toksik yang
diinduksi pengobatan topikal.
6. Pseudomembran dan membran, adalah hasil proses eksudatif dan hanya berbeda
derajatnya. Pseudomembran adalah pengentalan diatas permukaan epitel, bila
diangkat epitel tetap utuh. Membran adalah pengentalan yang meliputi seluruh epitel
dan jika diangkat akan meninggalkan permukaan yang kasar dan berdarah.
10

7. Limfadenopati preaurikuler, terdapat pada konjungtivitis herpes simplek primer,


keratokonjungtivitis epidemika, konjungtivitis inklusi dan trachoma.
Konjungtivitis Bakteri
Definisi
Konjungtivitis Bakteri adalah inflamasi konjungtiva yang disebabkan oleh
bakteri. Pada konjungtivitis ini biasanya pasien datang dengan keluhan mata merah,
sekret pada mata dan iritasi mata.
Etiologi dan Faktor Resiko
Konjungtivitis bakteri dapat dibagi menjadi empat bentuk, yaitu hiperakut, akut,
subakut dan kronik. Konjungtivitis bakteri hiperakut biasanya disebabkan oleh N
gonnorhoeae, Neisseria kochii dan N meningitidis. Bentuk yang akut biasanya
disebabkan oleh Streptococcus pneumonia dan Haemophilus aegyptyus. Penyebab yang
paling sering pada bentuk konjungtivitis bakteri subakut adalah H influenza dan
Escherichia coli, sedangkan bentuk kronik paling sering terjadi pada konjungtivitis
sekunder atau pada pasien dengan obstruksi duktus nasolakrimalis. Konjungtivitis
bakterial biasanya mulai pada satu mata kemudian mengenai mata yang sebelah melalui
tangan dan dapat menyebar ke orang lain. Penyakit ini biasanya terjadi pada orang yang
terlalu sering kontak dengan penderita, sinusitis dan keadaan imunodefisiensi.
Patofisiologi
Jaringan pada permukaan mata dikolonisasi oleh flora normal seperti
streptococci, staphylococci dan jenis Corynebacterium. Perubahan pada mekanisme
pertahanan tubuh ataupun pada jumlah koloni flora normal tersebut dapat menyebabkan
infeksi klinis. Perubahan pada flora normal dapat terjadi karena adanya kontaminasi
eksternal, penyebaran dari organ sekitar ataupun melalui aliran darah. Penggunaan
antibiotik topikal jangka panjang merupakan salah satu penyebab perubahan flora
normal pada jaringan mata, serta resistensi terhadap antibiotik. Mekanisme pertahanan
primer terhadap infeksi adalah lapisan epitel yang meliputi konjungtiva sedangkan
mekanisme pertahanan sekundernya adalah sistem imun yang berasal dari perdarahan
konjungtiva, lisozim dan imunoglobulin yang terdapat pada lapisan air mata,
mekanisme pembersihan oleh lakrimasi dan berkedip. Adanya gangguan atau kerusakan
pada mekanisme pertahanan ini dapat menyebabkan infeksi pada konjungtiva.

11

Gejala Klinis
Gejala-gejala yang timbul pada konjungtivitis bakteri biasanya dijumpai injeksi
konjungtiva baik segmental ataupun menyeluruh. Selain itu sekret pada kongjungtivitis
bakteri biasanya lebih purulen daripada konjungtivitis jenis lain, dan pada kasus yang
ringan sering dijumpai edema pada kelopak mata. Ketajaman penglihatan biasanya tidak
mengalami gangguan pada konjungtivitis bakteri namun mungkin sedikit kabur karena
adanya sekret dan debris pada lapisan air mata, sedangkan reaksi pupil masih normal.
Gejala yang paling khas adalah kelopak mata yang saling melekat pada pagi hari
sewaktu bangun tidur.
Diagnosis
Pada saat anamnesis yang perlu ditanyakan meliputi usia, karena mungkin saja
penyakit berhubungan dengan mekanisme pertahanan tubuh pada pasien yang lebih tua.
Pada pasien yang aktif secara seksual, perlu dipertimbangkan penyakit menular seksual
dan riwayat penyakit pada pasangan seksual. Perlu juga ditanyakan durasi lamanya
penyakit, riwayat penyakit yang sama sebelumnya, riwayat penyakit sistemik, obatobatan, penggunaan obat-obat kemoterapi, riwayat pekerjaan yang mungkin ada
hubungannya dengan penyakit, riwayat alergi dan alergi terhadap obat-obatan, dan
riwayat penggunaan lensa-kontak.
Komplikasi
Blefaritis marginal kronik sering menyertai konjungtivitis bateri, kecuali pada
pasien yang sangat muda yang bukan sasaran blefaritis. Parut di konjungtiva paling
sering terjadi dan dapat merusak kelenjar lakrimal aksesorius dan menghilangkan
duktulus kelenjar lakrimal. Hal ini dapat mengurangi komponen akueosa dalam film air
mata prakornea secara drastis dan juga komponen mukosa karena kehilangan sebagian
sel goblet. Luka parut juga dapat mengubah bentuk palpebra superior dan menyebabkan
trikiasis dan entropion sehingga bulu mata dapat menggesek kornea dan menyebabkan
ulserasi, infeksi dan parut pada kornea.

12

Penatalaksanaan
Terapi

spesifik

konjungtivitis

bakteri

tergantung

pada

temuan

agen

mikrobiologiknya. Terapi dapat dimulai dengan antimikroba topikal spektrum luas.


Pada setiap konjungtivitis purulen yang dicurigai disebabkan oleh diplokokus gramnegatif harus segera dimulai terapi topical dan sistemik . Pada konjungtivitis purulen
dan mukopurulen, sakus konjungtivalis harus dibilas dengan larutan saline untuk
menghilangkan sekret konjungtiva. Bisa juga ditambahkan artificial tears untuk irigasi
kotoran.
Perbedaan jenis-jenis konjungtivitis
Tanda

Bakterial

Viral

Alergik

Gatal

Minimal

Minimal

Hebat

Air mata

Sedang

Profuse

Sedang

Sakit

Jarang

Sewaktu-

Ringan-sedang

Ringan-

tenggorokan dan

Toksik

waktu

demam yang
menyertai
Injeksi

Mencolok

Sedang

konjungtiva

sedang

Hemoragi

Kemosis

++

+/-

++

+/-

Eksudat

Purulen atau

Jarang, air

Berserabut,

mukopurulen
Pseudomembran

+/- (strep,

lengket, putih
+/-

+/-

Folikel

+ (medikasi)

Nodus

++

- (kecuali

C.diph)
Papil

preaurikular
Panus

vernal)
Pewarnaan
usapan

Bakteri,

Monosit,

PMN

Limfosit
13

Eosinofil

ANALISIS KASUS
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik pasien ini didiagnosis menderita
konjungtivitis bakterial, yaitu dari anamnesis pasien mengeluh mata kanan dan kiri
merah yang berlangsung selama + 4 hari, gatal (+), lakrimasi (+), demam (-), batuk
pilek (-). Dari pemeriksaan fisik didapatkan injeksi konjungtiva (+) dan didapatkan
sekret yang purulen (+), namun penururnan visus (-).
Terapi spesifik terhadap konjungtivitis bakterial tergantung temuan agen
mikrobiologiknya.

Pada kasus ini terapi yang diberikan berupa antibiotik yaitu

pemberian Gentamycin 1 tetes/4 jam mata kiri. Gentamycin merupakan antibiotik yang
diindikasikan untuk mengobati konjungtivitis. Selain itu, pasien juga diberi Lyters 1
tetes/4 jam sebagai antificial tears, sehingga mata tidak kering dan kotoran dari
konjungtivitis bisa teririgasi lewat saluran air mata.6
Konjungtivitis bakterial akut hampir selalu sembuh sendiri. Tanpa diobati,
infeksi dapat berlangsung selama 10-14 hari; jika diobati secara memadai berlangsung
1-3 hari, kecuali konjungtivitis stafilokokus dan konjungtivitis gonokokus.1,7

14

BAB IV
PENUTUP
ANALISIS KASUS
Pada kasus ini, pasien didiagnosis konjungtivitis bakterial berdasarkan pada
anamnesis dan pemeriksaan fisik yang mengarah pada diagnosis tersebut.
Pada anamnesis diperoleh, pasien merasakan mata kanan dan kiri merah, gatal,
(+), mata perih (+), nyeri (+) pasien tidak mengeluh pandangan kabur, keluar kotoran
mata (+), mata berair (+), demam (-), batuk pilek (-).
Pada pemeriksaan fisik didapatkan visus OD 6/10, OS 6/7,5. ODS konjungtiva
injeksi konjungtiva (+), sekret mukopurulen (+).
Pasien diberikan antibiotik Gentamycin 1 tetes/4 jam OS untuk terapi empiris
dari penyebab peradangan konjungtiva dan diberikan Lyters sebagai artificial tears 1
tetes/4 jam OS untuk mencegah iritasi, rasa panas, kemerahan, dan irigasi kotoran.
Pasien disarankan kontrol seminggu kemudian.

15

DAFTAR PUSTAKA
1. Schwab IR, Dawson CR. 2000. Konjungtiva dalam: Oftalmologi Umum. Edisi
14. Jakarta: Widya Medika.
2. Soewono W, Budiono S, Aminoe. 1994. Konjungtivitis Vernal dalam: Pedoman
Diagnosis dan Terapi Lab/UPF Ilmu Penyakit Mata. Surabaya: RSUD Dokter
Soetomo.
3. Ilyas, Sidarta. 1999. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
4. James Bruce, Chris Chew, Anthony Bron. 2006. Oftalmologi. Edisi kesembilan.
Jakarta : Erlangga
5. Wijana, Nana. 1983. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta.
6. Almatsier M, Djuanda A, Sani A et al. 2006. MIMS. Edisi Bahasa Indonesia
Volume 7. Jakarta : CMP Medica
7. Vaughan D, Asbury T. 1992. Oftalmologi Umum. Jilid 2. Edisi II. Yogyakarta:
Widya Medika.

16

Anda mungkin juga menyukai