PENDAHULUAN
I.
Latar Belakang
Blok Muskuloskeletal adalah blok ke-22 semester III dari Kurikulum Berbasis
Kompetensi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Palembang.
Pada kesempatan ini dilaksanakan tutorial studi kasus sebagai bahan pembelajaran untuk
II.
III.
Data Tutorial
Tutor
Moderator
Sekertaris
Defina Yunita
Andani Lestari
Waktu
BAB II
ISI
I.
Skenario
Mrs. Ani, 43 year old presents with a history of a insidious onset of joint pain since
three months ago. Affected are all small joints of the hands, wrists, knees, and
forefeet. A steroid dose-pack and 400mg dose of ibuprofen three times a day relieved
all symptoms for one more month, but was followed by a slow return of joint pain,
now with clearly swelling, and morning stiffness lasting two hours. In the afternoon,
she often felt low grade fever, fatigue, and less appetite. There is no back pain. She
works half-time in a flower shop, and is having difficulty cutting flowers and picking
up anything over five pounds. Physical exam reveals boggy synovitis at the
metacarpal phalangeal joints with tenderness. There is tenderness but no synovitis at
the knees and metatarsal joints. Her BMI is in the normal range.
Laboratory evaluation revealed that her rheumatoid factor was positive, anti-cyclic
citrullinated peptide (CCP) negative, 60mm/hour of sedimentation rate, and 35mg/dl
of C reactive protein. All other routine laboratory findings were normal. X-rays of her
affected joints show minimal periarticular osteopenia and no erosion.
II.
Klarifikasi Istilah
No. Kata
1
Joint pain
Arti
Rasa
sakit
pada
menghubungkan
bagian
tulang
tubuh
dengan
yang
tulang,
terganggu
Agen antiinflamasi non steroid yang digunakan
Ibuprofen
untuk
3
4
Clearly swelling
Morning stiffness
mengurangi
rasa
sakit
serta
pada
5
6
Synovitis
Metacarpal
joints
Metatarsal
8
9
joints
Tenderness
Rheumatoid factor
10
Anti-cyclic
11
peptide
C reactive protein
12
Periarticular osteopenia
panjang lainnya
Periarticular: disekitar sendi
Osteopenia: pengurangan massa tulang akibat
penurunan kecepatan sintesis osteoid sampai
tingkat
yang
tidak
cukup
lagi
untuk
Identifikasi Masalah
No. Masalah
1
Mrs. Ani, 43 year old presents with a history of a insidious
Prioritas
***
onset of joint pain since three months ago. Affected are all
small joints of the hands, wrists, knees, and forefeet.
2
**
times a day relieved all symptoms for one more month, but
was followed by a slow return of joint pain, now with
clearly swelling, and morning stiffness lasting two hours.
3
In the afternoon, she often felt low grade fever, fatigue, and
**
**
Analisis Masalah
1. Mrs. Ani, 43 year old presents with a history of an insidious onset of joint pain
since three months ago. Affected are all small joints of the hands, wrists, knees,
and forefeet.
a. Bagaimana hubungan jenis kelamin dan usia terhadap kasus?
Jawab: Rheumatoid Arthritis merupakan penyakit yang jarang pada
laki-laki dibawah umur 30 tahun. Insiden penyakit ini memuncak pada
umur 60-70 tahun.
Prevalensi dari artritis reumatoid mendekati 0,8 % dari populasi.
Wanita terkena tiga kali lebih sering dibandingkan dengan laki-laki.
Penyakit ini menyerang orang-orang di seluruh dunia dari berbagai
suku bangsa. Onset dari penyakit ini sering pada dekade ke-empat dan
ke-lima dari kehidupan.
b. Mengapa menyerang pada sendi-sendi yang kecil?
Jawab: Degenerasi yang terjadi pada RA akan berefek pertama kali di
sendi-sendi kecil pada tubuh, seperti sendi pada jari, tangan, dan kaki.
Kerusakan kemudian menyebar ke sendi-sendi besar yang lain.
c. Apa saja penyakit yang menyebabkan nyeri sendi?
Jawab:
Rheumatoid Arthritis
Rheumatoid arthritis disebabkan oleh kerusakan system
autoimun sehingga tubuh menghasilkan zat yang menyebabkan
peradangan, terutama pada sendi. Bagian tubuh yang sering
diserang yaitu sendi jari tangan dan kaki, dan tulang belakang.
Serangan rematik membuat peradangan dan pembengkakan
tangan, dll.
Ankylosing Spondylitis
Merupakan salah satu bentuk dari artritis lainnya.Kondisi ini
terutama menyebabkan nyeri dan peradangan sendi tulang
belakang dan panggul.Gejala ini dirasakan sewaktu tidur,
tidak
membahayakan
kehidupan
tetapi
sangat
dan reumatik
5. Nyeri akibat batu ginjal
6. Nyeri pasca operasi
7. Nyeri haid
8. Demam
b. Apa efek samping steroid dan ibuprofen?
Jawab:
Efek samping ibuprofen:
- Mual
- Dyspepsia
- Diare dan sembelit
- Ulserasi gastrointestinal/ perdarahan
- Sakit kepala, pusing, ruam
- Retensi garam dan cairan
- Hipertensi
Efek samping steroid:
- Jangka pendek:
o Gangguan tidur
o Meningkatkan napsu makan
o Meningkatkan berat badan
o Efek psikologis, termasuk
-
penurunan energi
Jangka panjang:
o Pengurangan produksi kortisol
o Osteoporosis terutama pada
peningkatan
atau
perokok,
post
synovitis
at
the
Normal
Interpretasi
Tidak Ada
Abnormal
Tidak Ada
Abnormal
Normal
Abnormal
Interpretasi
citrullinated
peptide
Abnormal
(CCP) Normal
negative
, 60mm/hour of sedimentation rate
Abnormal (meningkat)
Abnormal
Pemeriksaan
Interpretasi
Mekanisme
Abnormal
Laboratorium
1.
positif
pada
beberapa
lupus),
(virus,
parasit
atau
Tidak
akurat
untuk
bakteri).
Anti-cyclic
citrullinated
(CCP) negative
Abnormal
peptide
sensitivitasnya
meningkat
bila
dikombinasi
dibandingkan
dengan
CCP
3.
60mm/hour
of
Abnormal
sedimentation rate,
4.
35 mg/dl of C reactive
Abnormal
protein.
picogram/mL,
digunakan
bisa
untuk
monitor
perjalanan penyakit
5.
All
other
laboratory
routine
Normal
Abnormal
findings
were normal.
6.
periarticular osteopenia
dengan
and no erosion.
struktur
foto
polos,
sendi
peradangan
tampilan
lebih
yang
rinci.
ditimbulkan
tidak
hanya
tubuh
,zat
yang
Osteoporosis.
periartikular
yaitu
Osteopenia
merupakan
Pemeriksaan
C-reaktif
inflamasi
lainnya
juga
untuk
mengetahui
apakah
reaktif,
spondiloartropati
seronegatif,
lupus
erosi/dekalsifikasi
c. Diagnosis kerja
Jawab: Rheumatoid arthritis
d. Etiologi
Jawab: Rheumatoid arthritis melibatkan reaksi sistemik, tetapi
penyebab pastinya belum diketahui.
e. Epidemiologi
Jawab: Insiden penyakit ini memuncak pada umur 60-70 tahun.
Prevalensi dari artritis reumatoid mendekati 0,8 % dari populasi.
Wanita terkena tiga kali lebih sering dibandingkan dengan laki-laki.
Penyakit ini menyerang orang-orang di seluruh dunia dari berbagai
suku bangsa. Onset dari penyakit ini sering pada dekade ke-empat dan
ke-lima dari kehidupan.
f. Faktor risiko
Jawab:
1) Faktor genetik: Beberapa
penelitian
yang
telah
dilakukan
proses
reumatoid
standard bagi
DMARD.
Auro
sodium
tiomalat
(AST)
diberikan
tocilizumab
(anti
IL-6),
rituximab
(antibody
Terapi
bedah
ortopedi
ini
dilakukan
untuk
sendi
Mencegah terjadinya atrofi dan kelemahan otot
Mencegah terjadinya deformitas
Meningkatkan rasa nyaman dan kepercayaan diri
Mempertahankan kemandirian sehingga tidak bergantung
modalitas
terapi
fisis
seperti
pemanasan,
Keterangan
Berkolerasi dengan LED dan aktivitas penyakit, 75% penderita
Anemia
Kanker
Penyakit tulang
belakang leher
Gangguan mata
Pembentukan fistula
Peningkatan infeksi
Deformitas sendi tangan boutonniere, deformitas swan neck, hiperekstensi dari ibu jari,
peningkatan risiko ruptur tendon.
Deformitas sendi lain
Komplikasi pernafasan
Nodul reumatoid
Vaskulitis
V.
Learning Issue
What I know
.
1
Anatomi
dan
to prove
Textbook
Fisiologi
IT
Persendian
2
Rheumatoid
Arthritis
References
Journal
VI.
Learning Issue
a. Anatomi dan fisiologi persendian
Sendi merupakan suatu engsel yang membuat anggota tubuh dapat bergerak dengan baik,
juga merupakan suatu penghubung antara ruas tulang yang satu dengan ruas tulang lainnya,
sehingga kedua tulang tersebut dapat digerakkan sesuai dengan jenis persendian yang
diperantarainya.
Proteoglikan : yang meliputi 10% berat kering rawan sendi, mengandung 70-80% air, hal
inilah yang menyebabkan tahan terhadap tekanan dan memungkinkan rawan sendi
elastis.
Kolagen : komponen ini meliputi 50% berat kering rawan sendi, sangat tahan terhadap
tarikan. Makin kearah ujung rawan sendi makin tebal, sehingga rawan sendi yang tebal
kolagennya akan tahan terhadap tarikan
Disamping itu matriks juga mengandung mineral, air, dan zat organik lain seperti enzim.
Klasifikasi Sendi
Secara struktural :
1. Persendian fibrosa, yaitu persendian yang tidak memiliki rongga sendi dan diperkokoh
dengan jaringan ikat fibrosa.
2. Persendian kartilago, yaitu persendian yang tidak memiliki rongga sendi dan diperkokoh
dengan jaringan kartilago.
3. Persendian sinovial, yaitu persendian yang memiliki rongga sendi dan diperkokoh dengan
kapsul dan ligament artikular yang membungkusnya.
Menurut fungsinya :
1.
Sendi sinartosis (sendi mati), sendi ini dibungkus dengan jaringan ikat fibrosa atau
kartilago. Sendi jenis ini antara lain adalah :
a) Sutura, yaitu sendi yang dihubungkan dengan jaringan ikat fibrosa rapat yang hanya
ditemukan pada tulang tengkorak. Contoh: sutura sagital dan parietal.
b) Sinkondrosis, yaitu sendi yang tulang-tulangnya dihubungkan dengan kartilago hialin.
2.
Contoh: lempeng epifisis sementara antara epifisis dan diafisis pada tulang panjang.
Sendi amfiartosis (sendi dengan pergerakan terbatas) Sendi ini memungkinkan gerakan
terbatas sebagai respon terhadap torsi dan kompresi. Sendi jenis ini antara lain adalah:
a) Simfisis, adalah sendi yang kedua tulangnya dihubungkan dengan diskus kartilago,
yang menjadi bantalan sendi dan memungkinkan terjadi sedikit gerakan. Contoh:
simpisis pubis
b) Sindesmosis, terbentuk saat tulang-tulang yang berdekatan dihubungkan dengan seratserat jaringan ikat kolagen. Contoh: ditemukan pada tulang yang bersisihan seperti
radius dan ulna, serta tibia dan fibula
c) Gomposis, adalah sendi dimana tulang berbentuk kerucut masuk dengan pas dalam
3.
kantong tulang, seperti pada gigi yang tertanam pada tulang rahang
Sendi diartosis (sendi dengan pergerakan bebas) disebut juga sendi synovial Sendi ini
memiliki rongga sendi yang berisi cairan sinofial. Klasifikasi persendian synovial terdiri
dari:
a) Sendi sferoidal, yang terdiri dari sebuah tulang yang masuk kedalam rongga
berbentuk cangkir pada tulang lain. Contoh: sendi panggul dan bahu
b) Sendi engsel, terdiri dari sebuah tulang yang masuk dengan pas pada permukaan
konkaf tulang kedua, sehingga memungkinkan gerakan kesatu arah. Contoh: sendi
c)
d) Sendi kondiloid, merupakan sendi biaksial, yang memungkinkan gerakan kedua arah
e)
disudut kanan setiap tulang. Contoh: sendi antara tulang radius dan tulang karpal
Sendi pelana, permukaan tulang yang berartikulasi berbentuk konkaf disatu sisi dan
konkaf pada sisi lain, sehingga tulang akan masuk dengan pas seperti dua pelana
yang saling menyatu. Satu-satunya sendi pelana sejati yang ada dalam tubuh adalah
f)
Fungsi sendi :
1. Mempermudah gerakan antara kedua ujung-ujung tulang.
2. Berperan dalam pertumbuhan tulang ke arah memanjang.
b. Rheumatoid arthritis
Definisi
Rheumatoid arthritis (RA) merupakan penyakit autoimun dengan inflamasi kronis dan
progresif sistemik yang ditandai dengan pembengkakan dan nyeri sendi, serta destruksi
membrane sinovial persendian. Rheumatoid arthritis dapat menyebabkan disabilitas berat
serta mortalitas dini.
meningkatkan permeabilitas vaskular juga dapat menarik lebih banyak sel polimorfonuklear
(PMN) dan monosit ke arah lokasi tersebut. Pemeriksaan histopatologis membran sinovial
menunjukkan bahwa lesi yang paling dini dijumpai pada AR adalah peningkatan
permeabilitas mikrovaskular membran sinovial, infiltrasi sel PMN dan pengendapan fibrin
pada membran sinovial.
Fagositosis kompleks imun oleh sel radang akan disertai oleh pembentukan dan pembebasan
radikal oksigen bebas, leukotrien, prostaglandin dan protease neutral (collagenase dan
stromelysin) yang akan menyebabkan erosi rawan sendi dan tulang Radikal oksigen bebas
dapat menyebabkan terjadinya depolimerisasi hialuronat sehingga mengakibatkan terjadinya
penurunan viskositas cairan sendi. Selain itu radikal oksigen bebas juga merusak kolagen dan
proteoglikan rawan sendi.
Prostaglandin E2( PGE2) memiliki efek vasodilator yang kuat dan dapat merangsang
terjadinya resorpsi tulang osteoklastik dengan bantuan IL-1 dan TNF. Rantai peristiwa
imunologis ini sebenarnya akan terhenti bila antigen penyebab dapat dihilangkan dari
lingkungan tersebut. Akan tetapi pada AR, antigen atau komponen antigen umumnya akan
menetap pada struktur persendian, sehingga proses destruksi sendi akan berlangsung terus.
Tidak terhentinya destruksi persendian pada AR kemungkinan juga disebabkan oleh
terdapatnya faktor reumatoid. Faktor reumatoid adalah suatu autoantibodi terhadap epitop
fraksi Fc IgG yang dijumpai pada 70-90 % pasien AR. Faktor reumatoid akan berikatan
dengan komplemen atau mengalami agregasi sendiri, sehingga proses peradangan akan
berlanjut terus. Pengendapan kompleks imun juga menyebabkan terjadinya degranulasi mast
cell yang menyebabkan terjadinya pembebasan histamin dan berbagai enzim proteolitik serta
aktivasi jalur asam arakidonat.
Masuknya sel radang ke dalam membran sinovial akibat pengendapan kompleks imun
menyebabkan terbentuknya pannus yang merupakan elemen yang paling destruktif dalam
patogenesis AR. Pannus merupakan jaringan granulasi yang terdiri dari sel fibroblas yang
berproliferasi, mikrovaskular dan berbagai jenis sel radang. Secara histopatologis pada daerah
perbatasan rawan sendi dan pannus terdapatnya sel mononukleus, umumnya banyak dijumpai
kerusakan jaringan kolagen dan proteoglikan.
Manifestasi Klinis
RA memiliki karakteristik berupa inflamasi sinovial dan hiperplasia (swelling), produksi
autoantibodi (rheumatoid factor dan anticitrullinated protein antibody [ACPA]), destruksi
kartilago dan tulang (deformity), dan gejala sistemik termasuk di antaranya cardiovascular,
pulmonary, psychological, dan skeletal disorders.
Ada beberapa gambaran klinis yang lazim ditemukan pada penderita artritis reumatoid.
Gambaran klinis ini tidak harus timbul sekaligus pada saat yang bersamaan oleh karena
penyakit ini memiliki gambaran klinis yang sangat bervariasi. Menurut Michael ( 1995 )
gejalanya adalah sebagai berikut :
Kekakuan di pagi hari selama lebih dari 1 jam: dapat bersifat generalisata tatapi
terutama menyerang sendi-sendi. Kekakuan ini berbeda dengan kekakuan sendi pada
osteoartritis, yang biasanya hanya berlangsung selama beberapa menit dan selalu
kurang dari 1 jam.
Artritis erosif merupakan ciri khas penyakit ini pada gambaran radiologik.
Peradangan sendi yang kronik mengakibatkan erosi di tepi tulang dan ini dapat dilihat
pada radiogram.
Manifestasi ekstra-artikular: artritis reumatoid juga dapat menyerang organ-organ lain di luar
sendi. Jantung (perikarditis), paru-paru (pleuritis), mata, dan pembuluh darah dapat rusak.
Pemeriksaan Penunjang
Darah perifer : anemia, trombositosis, dan peningkatan laju endap darah & C-reactive
protein.
Analisis cairan sendi inflamasi : leukosit 5.000-50.000/L, PMN >50%, protein meningkat,
glukosa menurun, uji bekuan musin buruk, kristal (-), kultur bakteri (-).
Rheumatoid factor (RF) serum umumnya positif. Rheumatoid factor adalah antibodi terhadap
fraksi Fc IgG dan berhubungan dengan prognosis.
Diagnosis
Kriteria American Rheumatism Association untuk Artritis Reumatoid (ARA, 1987) :
Artritis simetris
Keterlibatan sendi yang sama pada kedua belah sisi, keterlibatan PIP, MCP atau MTP
bilateral dapat diterima walaupun tidak mutlak bersifat simetris.
Nodul rheumatoid
Nodul subkutan pada penonjolan tulang atau permukaan ekstensor atau daerah jukstaartrikular yang diobservasi oleh seorang dokter.
Perubahan gambaran
Perubahan gambaran radiologis yang radiologis khas bagi arthritis reumotoid pada
periksaan sinar X tangan posteroanterior atau pergelangan tangan yang harus
menunjukkan adanya erosi atau dekalsifikasi tulang yang berlokalisasi pada sendi atau
daerah yang berdekatan dengan sendi (perubahan akibat osteoartritis saja tidak
memenuhi persyaratan).
Untuk keperluan klasifikasi, seseorang dikatakan menderita artritis reumatoid jika ia
sekurang-kurangnya memenuhi 4 dari 7 kriteria di atas. Kriteria 1 sampai 4 harus terdapat
minimal selama 6 minggu. Pasien dengan dua diagnosis tidak dieksklusikan. Pembagian
diagnosis sebagai artritis reumatoid klasik, definit, probable atau possible tidak perlu dibuat.
Diagnosis Banding
Artropati reaktif, spondiloartropati seronegatif, lupus eritematosus sistemik, artritis gout.
Tatalaksana
Tujuan
pengobatan
RA
ialah
menghilangkan
inflamasi,
mencegah
deformitas,
NSAID/OAINS, diberikan sejak dini untuk mengatasi nyeri sendi akibat inflamasi
yang sering dijumpai, tetapi tidak melindungi kerusakan tulang rawan sendi dan
tulang dari proses destruksi.
kemudian. Setelah 2-5 tahun, maka efektivitasnya dalam menekan proses reumatoid
akan berkurang. Keputusan penggunaannya bergantung pada pertimbangan risiko
manfaat oleh dokter. Umumnya segera diberikan setelah diagnosis artritis reumatoid
ditegakkan, atau bila respon OAINS tidak baik, meski masih dalam status tersangka.
Jenis-jenis yang digunakan adalah:
Klorokuin,
paling
banyak
digunakan
karena
harganya
terjangkau,
namun
efektivitasnya lebih rendah dibandingkan dengan yang lain. Dosis anjuran klorokuin
fosfat 250 mg/hari hidrosiklorokuin 400 mg/hari. Efek samping bergantung pada
dosis harian, berupa penurunan ketajaman penglihatan, dermatitis makulopapular,
nausea, diare, dan anemia hemolitik.
Sulfasalazin dalam bentuk tablet bersalut enteric digunakan dalam dosis 1 x 500
mg/hari, ditingkatkan 500 mg per minggu, sampai mencapai dosis 4 x 500 mg.
Setelah remisi tercapai, dosis dapat diturunkan hingga 1 g/hari untuk dipakai dalam
jangka panjang sampai tercapai remisi sempurna. Jika dalam waktu 3 bulan tidak
terlihat khasiatnya, obat ini dihentikan dan diganti dengan yang lain, atau
dikombinasi. Efek sampingnya nausea, muntah, dan dyspepsia.
D-penisilamin, kurang disukai karena bekerja sangat lambat. Digunakan dalam dosis
250-300 mg/hari, kemudian dosis ditingkatkan setiap 2-4 minggu sebesar 250-300
mg/hari untuk mencapai dosis total 4x 250-300 mg/hari. Efek samping antara lain
ruam kulit urtikaria atau mobiliformis, stomatitis, dan pemfigus.
Garam emas adalah gold standard bagi DMARD. Khasiatnya tidak diragukan lagi
meski sering timbul efek samping. Auro sodium tiomalat (AST) diberikan
intramuskular, dimulai dengan dosis percobaan pertama sebesar 10 mg, seminggu
kemudian disusul dosis kedua sebesar 20 mg. Seminggu kemudian diberikan dosis
penuh 50 mg/minggu selama 20 minggu. Dapat dilanjutkan dengan dosis tambahan
sebesar 50 mg tiap 2 minggu sampai 3 bulan. Jika diperlukan, dapat diberikan dosis
50 mg setiap 3 minggu sampai keadaan remisi tercapai. Efek samping berupa pruritis,
stomatitis, proteinuria, trombositopenia, dan aplasia sumsum tulang. Jenis yang lain
adalah auranofin yang diberikan dalam dosis 2 x 3 mg. Efek samping lebih jarang
dijumpai, pada awal sering ditemukan diare yang dapat diatasi dengan penurunan
dosis.
7,5 mg setiap minggu. Bila dalam 4 bulan tidak menunjukkan perbaikan, dosis harus
ditingkatkan. Dosis jarang melebihi 20 mg/minggu. Efek samping jarang ditemukan.
Penggunaan siklosporin untuk artritis reumatoid masih dalam penelitian.
Agen biologic, seperti etanercept (anti TNF-), infliximab (anti TNF-), tocilizumab
(anti IL-6), rituximab (antibody monoclonal anti-sel B).
Prognosis
Prognosis rheumatoid arthritis sangat bergantung dari waktu diagnosis dan pengobatan
dimulai.Sekitar 40% pasien rheumatoid arthritis mengalami hendaya dalam 10 tahun ke
depannya. Penggunaan DMARD kurang dari 12 minggu setelah gejala awal menunjukkan
hasil remisi yang lebih baik.
VII.
Kerangka Konsep
VIII.
Sintesis
Ny. Ani, 43 tahun, mengeluh mengalami nyeri sendi sejak tiga bulan yang lalu. Ia mengeluh
kekakuan pada pagi hari yang berlangsung selama 2 jam. Pada pemeriksaan fisik ditemukan
adanya pembengkakan dan gangguan pada beberapa sendi, antara lain sendi kecil jari-jari
tangan, pergelangan tangan, lutut, dan pergelangan kaki. Jari-jari tangan yang terkena adalah
sendi metacarpal phalangeal. Pasien juga mengeluhkan sering demam ringan, mudah lelah,
dan kurang nafas makan.
Rheumatoid arthritis merupakan penyakit autoimun yang bersifat kronis. Rheumatoid
arthritis menyerang synovium. Penyakit ini sering menyerang orang dekade ke empat dan
lima, dan juga sering ditemukan pada wanita. Penyebabnya belum diketahui.
Rheumatoid arthritis berhubungan dengan beberapa faktor, seperti faktor genetik. Selain
faktor genetik, ada faktor lingkungan yang memengaruhi munculnya gejala, seperti infeksi.
Rheumatoid arthritis berisiko mengenai perokok, umur yang lebih tua, penggunaan salisilat,
dan konsumsi kopi berlebihan. Kerusakan sendi pada RA dimulai dengan adanya proliferasi
makrofag dan fibroblast synovial yang dicetuskan oleh autoimun dan infeksi yang akan
memicu terjadinya reaksi imun oleh mediator-mediator inflamasi.
Masuknya sel radang ke dalam membran sinovial akibat pengendapan kompleks imun
menyebabkan terbentuknya pannus. Pannus, elemen yang paling destruktif dalam
patogenesis RA, merupakan jaringan granulasi yang terdiri dari sel fibroblas yang
berproliferasi, mikrovaskular dan berbagai jenis sel-sel radang. Pada gambaran histopatologis
daerah perbatasan rawan sendi dan pannus terdapat sel mononukleus, umumnya banyak
dijumpai kerusakan jaringan kolagen dan proteoglikan.
Nyeri sendi ini menyebabkan pasien membatasi pergerakannya, saat immobilisasi lama akan
terjadi pemendekan otot yang dapat menyebabkan kekakuan sendi. Maka dari itu, pasien ini
sering merasakan kaku sendi saat setelah bangun tidur.
Peradangan tersebut menyebabkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah sehingga
terjadi ekstravasasi cairan ke celah sendi, sehingga terjadi efusi cairan synovial. Efusi cairan
synovial menyebabkan nyeri dan pembengkakan yang terlihat pada sendi metacarpal
phalangeal.
Pada lutut dan sendi metatarsal phalangeal sudah mulai terjadi inflamasi ringan ditandai
dengan nyeri tekan, namun belum ditemui pembengkakan.
Peningkatan laju endap darah dan C-reaktif protein mengindikasikan bahwa terjadi reaksi
inflamasi dalam tubuh pasien. Antibodi dari CCP tidak ditemukan pada pasien. Anti CCP
memang spesifik terhadap RA, namun tidak ditemukannya anti CCP tidak menyingkirkan
diagnosis RA. Adanya anti CCP biasanya menandakan prognosis buruk.
Pasien mengkonsumsi steroid dose pack dan ibuprofen 400 mg tiga kali sehari sebelumnya.
Obat ini memperbaiki nyeri, tetapi tidak menghambat perkembangan penyakit, sehingga
penyakitnya kambuh. Steroid menurunkan inflamasi dengan menurunkan fungsi imun
sehingga nyeri berkurang dan menghambat kerusakan sendi lebih lanjut. Penggunaan steroid
tidak boleh jangka panjang. Ibuprofen berfungsi mengurangi prostaglandin yang dihasilkan
karena adanya induksi oleh mediator proinflamasi.
Perkembangan RA dapat bermanifestasi ektra artikular. Saat RA tak terkontrol dapat
menyebabkan deformitas dan disabilitas yang menurunkan kualitas hidup seseorang.
Tatalaksana awal pada pasien ini adalah diberikan NSAID untuk mengurangi nyeri dan
pembengkakan. NSAID tidak merubah perjalanan penyakit. Untuk terapi selanjutnya, pasien
dirujuk ke dokter spesialis orthopedi.
Pengobatan selanjutnya untuk mengatasi perjalanan penyakitnya dapat diberikan DMARD
(Disease Modifying Anti-Rheumatic Drugs), yang terdiri dari: MTX atau metrotexate (7,5
25 mg per oral yang baru akan menimbulkan respons 1 2 bulan); Hidroksiklorokuin (200
400 mg per oral yang akan menimbulkan respon 2 6 bulan kemudian); dan Sulfasalazin (2
3 g per oral yang akan menimbulkan respons 1 3 kemudian).
BAB III
PENUTUP
I.
Kesimpulan
Mrs. Ani, wanita 43 tahun yang memiliki keluhan nyeri sendi mengalami Rheumatoid
Arthritis.
Daftar Pustaka
Ariff B. Mahdzub, Muhammad. 2015. "Ulnar Deviations". Kuantan: University College Shahputra
Arthritis Research UK. 2014. Rheumatoid Arthritis. http://arthritisresearchuk.org. Diakses
pada 15 November 2016. 05:38:44 WIB
Choy, Ernest. 2012. Understanding The Dynamics: Pathways Involved in The Pathogenesis of
Rheumatoid Arthritis. : Oxford University Journals
Firestein, Gary S. 2009. Etiology and Pathogenesis of Rheumatoid Arthritis. Kelley's Textbook of
Rheumatology, 9th ed. Philadelphia.
Harris ED Jr., 1993, Etiology and Pathogenesis of Reumatoid Arthritis. Dalam: Textbook of
Rheumatology.Philadhelpia:Saunders Co
Hollmann DB. Arthritis & musculoskeletal disorders. In: Tierney LM, McPhee, Papadakis MA (Eds):
Current Medical Diagnosis & Treatment, 34 th ed., Appleton & Lange, International Edition,
Connecticut 2005, 729-32.
Kumar, V., Cotran, R. S., Robbins, S. L., 2007. BUKU AJAR PATOLOGI Edisi 7. Jakarta : EGC
Nurida, Theresia, dkk. 2010. "Imunopatologi 2: Rheumatoid Arthritis". Yogyakarta: Universitas Sanata
Dharma
Price, SA. Dan Wilson LM., 1993, Patofisiologi: Konsep Klinik Proses-Proses Penyakit bag 2.
Jakarta: EGC
Siti Setiati dkk. 2014. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid III, Edisi VI. Jakarta: Interna Publishing
Tanto, Chris (ed), dkk. 2014. Kapita Selekta Kedokteran Edisi IV. Jakarta: Media Aesculapius
Young, Kelly. 2009. "What Causes Rheumatoid Arthritis Fatigue?". http://rawarrior.com/ what-causesrheumatoid-arthritis-fatigue/, diunduh pada 15 November 2016, pukul 20.02 WIB