Anda di halaman 1dari 9

A.

LATAR BELAKANG
Pembangunan Kesehtan Indonesia telah diarahkan guna tercapainya kesadaran,
kemauan dan kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap penduduk agar dapat
mewujudkan derajat kesehatan optimal. Penyelenggaraan Pembangunan kesehatan
meliputi upaya kesehatan dan sumber dayanya yang harus dilakukan secara terpadu dan
berkesinambungan sehingga mencapai tujuan optimal.
Rumah Sakit adalah suatu institusi pelayanan kesehatan yang komplek, padat
pakar dan padat modal. Kompleksitas ini muncul karena pelayanan di RS menyangkut
berbagai fungsi pelayanan, pendidikan dan penelitian, serta mencakup berbagai
tingkatan maupun jenis disiplin. Agar Rumah sakit mampu melaksanakan fungsi yang
dedmikian kompleks, RS harus memiliki sumber daya, manusia yang professional baik
di bidang teknis medis maupun administrasi kesehatan. Untuk menjaga dan
meningkatkan mutu, RS harus mempunyai suatu ukuran yang enjamin peningkatan
mutu di semua tingkatan.
Pengukuran mutu pelayanan kesehatan di RS diawali dengan penilaian
akreditasi RS yang mengukur dan memecahkan masalah pada tingkat input dan proses.
Pada kegiatan ini RS harus melakukan berbagai standard dan prosedur yang telah
ditetapkan. RS dipicu untuk mendapat menilai diri dan memberikan pelayanan sesuai
ketentuan yang telah ditetapkan. Sebagai kelanjutan untuk mengukur hasil kerjanya
perlu ada alat ukur yang lain, yaitu instrument mutu pelayanan RS yang menilai dan
memecahkan masalah pada hasil (output).
Dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan kesehatan, khususnya di RS
disusun suatu indicator sederhana untuk mengukur kualitas pelayanan. Indikator
sederhana RS adalah seperangkat alat ukur mutu pada output suatu pelayanan. Alat
ukur ini lebih mencerminkan mutu pelayanan medic, mutu pelayanan pendukung dan
tingkat kecanggihan, sehingga mutu pelayanan RS dapat dicapai dan ditingkatkan.

B. LATAR BELAKANG.
Upaya peningkatan mutu pelayanan kesehatan sebenarnya bukanlah hal yangbaru.
Pada tahun (1820 1910) Florence Nightingale seorang perawat dari Inggris
menekankan pada aspek-aspek keperawatan pada peningkatan mutu pelayanan.
Salahsatu ajarannya yangterkenal sampai sekarang adalah hospital should do the
patient no harm, Rumah Sakit jangan sampai merugikan atau mencelakakan pasien.
1

Di Amerika Serikat, upaya peningkatan mutu pelayanan medik dimulai olehahli


bedah Dr.E.A.Codman dari Boston dalam tahun 1917. Dr.E.A Codman danbeberapa ahli
bedah lain kecewa dengan hasil operasi yang seringkali buruk, karenaseringnya terjadi
penyulit. Mereka berkesimpulan bahwa penyulit itu terjadi karenakondisi yang tidak
memenuhi syarat di Rumah Sakit. Untuk itu perlu ada penilaiandan penyempurnaan
tentang segala sesuatu yang terkait dengan pembedahan. Ini adalah upaya pertama yang
berusaha mengidentifikasikan masalah klinis, dan kemudian mencari jalan keluarnya.
Kelanjutan dari upaya ini pada tahun 1918 The American College of Surgeons
(ACS) menyusun suatu Hospital Standardization Programme. Program standarisasi
adalah upaya pertama yang terorganisasi dengan tujuan meningkatkan mutu pelayanan.
Program ini ternyata sangat berhasil meningkatkan mutu pelayanan sehingga banyak
Rumah Sakit tertarik untuk ikut serta. Dengan berkembangnya ilmu dan teknologi maka
spesialisasi ilmu kedokteran diluar bedah cepat berkembang. Oleh karena itu program
standarisasi perlu diperluas agar dapat mencakup disiplin lain secara umum.
Pada tahun 1951 American College of Surgeon, American College of Physicians,
American Hospital Association bekerjasama membentuk suatu JointCommision on
Accreditation of Hospital (JCAH) suatu badan gabungan untukmenilai dan
mengakreditasi Rumah Sakit.
Pada akhir tahun 1960 JCAH tidak lagi hanya menentukan syarat minimal dan
essensial untuk mengatasi kelemahan-kelemahan yang ada di Rumah Sakit, namun telah
memacu Rumah Sakit agar memberikan mutu pelayanan yang setinggi-tingginya sesuai
dengan sumber daya yang ada. Untuk memenuhi tuntutan yang baru ini antara tahun
1953-1965 standar akreditasi direvisi enam kali, selanjutnya beberapa tahun sekali
diadakan revisi.
Atas keberhasilan JCAH dalam meningkatkan mutu pelayanan, Pemerintah
Federal memberi pengakuan tertinggi dalam mengundangkan Medicare Act. Undangundang ini mengabsahkan akreditasi Rumah Sakit menurut standar yangditentukan oleh
JCAH. Sejak saat itu Rumah Sakit yang tidak diakreditasi oleh JCAH tidak dapat ikut
program asuransi kesehatan pemerintah federal (medicare), padahalasuransi di Amerika
sangat menentukan utilisasi Rumah Sakit karena hanya 9,3% biaya Rumah Sakit berasal
dari pembayaran langsung oleh pasien.

Sejak tahun 1979 JCAH membuat standar tambahan, yaitu agar dapat lulus
akreditasi suatu Rumah Sakit harus juga mempunyai program pengendalian mutu yang
dilaksanakan dengan baik.
Di Australia, Australian Council on Hospital Standards (ACHS) didirikan dengan
susah payah pada tahun 1971, namun sampai tahun 1981 badan ini baru berhasil
beroperasi dalam 3 Negara bagian. Tetapi lambat laun ACHS dapat diterima
kehadirannya dan diakui manfaatnya dalam upaya peningkatan mutu pelayanan
sehingga sekarang kegiatan ACHS telah mencakup semua negara bagian. Pelaksanaan
peningkatan mutu di Australia pada dasarnya hampir sama dengan diAmerika.
Di Eropa Barat perhatian terhadap peningkatan mutu pelayanan sangat
tinggi,namun masalah itu tetap merupakan hal baru dengan konsepsi yang masih agak
kabur bagi kebanyakan tenaga profesi kesehatan. Sedangkan pendekatan secara Amerika
sukar diterapkan karena perbedaan sistem kesehatan di masing-masing negara diEropa.
Karena itukantor Regional WHO untuk Eropa pada awal tahun 1980-an mengambil
inisiatif

untuk

membantu

negara-negara

Eropa

mengembangkan

pendekatan

peningkatan mutu pelayanan disesuaikan dengan sistem pelayanankesehatan masingmasing.


Pada tahun 1982 kantor regional tersebut telah menerbitkan buku tentang upaya
meningkatkan mutu dan penyelenggaraan simposium di Utrecht, negeri Belanda tentang
metodologi peningkatan mutu pelayanan. Dalam bulan Mei 1983 diBarcelona, Spanyol
suatu kelompok kerja yang dibentuk oleh WHO telah mengadakan pertemuan untuk
mempelajari peningkatan mutu khusus untuk Eropa.
Walaupun secara regional WHO telah melakukan berbagai upaya, namun pada
symposium peningkatan mutu pada bulan Mei 1989 terdapat kesan bahwa secara
nasional upaya peningkatan mutu di berbagai negara Eropa Barat masih pada
perkembangan awal.
Di Asia, negara pertama yang sudah mempunyai program peningkatan mutu dan
akreditasi Rumah Sakit secara nasional adalah Taiwan. Negara ini banyak menerapkan
metodologi dari Amerika. Sedangkan Malaysia mengembangkan peningkatan mutu
pelayanan dengan bantuan konsultan ahli dari Negeri Belanda.
Di Indonesia langkah awal yang sangat mendasar dan terarah yang telah
dilakukan

Departemen

Kesehatan

dalam

rangka

upaya

peningkatan

mutu

yaitupenetapan kelas Rumah Sakit pemerintah melalui Surat Keputusan Menteri


KesehatanNo.033/Birhup/1972. Secara umum telah ditetapkan beberapa kriteria untuk
3

tiap kelasRumah Sakit A,B,C,D. Kriteria ini kemudian berkembang menjadi standarstandar.
Kemudian dari tahun ke tahun disusun berbagai standar baik menyangkut
pelayanan, ketenagaan, sarana dan prasarana untuk masing-masing kelas Rumah Sakit.
Disamping standar, Departemen Kesehatan juga mengeluarkan berbagai panduan dalam
rangka meningkatkan penampilan pelayanan Rumah Sakit. Sejak tahun 1984
Departemen Kesehatan telah mengembangkan berbagai indikator untuk mengukur dan
mengevaluasi penampilan (performance) Rumah Sakit pemerintah kelas C dan Rumah
Sakit swasta setara yaitu dalam rangka Hari Kesehatan Nasional.
Indikator ini setiap dua tahun ditinjau kembali dan disempurnakan. Evaluasi
penampilan untuk tahun 1991 telah dilengkapi dengan indicator kebersihan dan
ketertiban Rumah Sakit dan yang dievaluasi selain kelas C juga kelas D dan kelas B
serta Rumah Sakit swasta setara.
Sedangkan evaluasi penampilan tahun 1992 telah dilengkapi pula dengan
instrument mengukur kemampuan pelayanan. Evaluasi penampilan Rumah Sakit ini
merupakan langkahawal dari Konsep Continuous Quality Improvement (CQI). Berbeda
dengan konsep QA tradisional dimana dalam monitor dan evaluasi dititik beratkan
kepada pencapaianstandar,maka pada CQI fokus lebih diarahkan kepada penampilan
organisasi melaluipenilaian pemilik, manajemen, klinik dan pelayanan penunjang.
Perbedaan yang sangat mendasar yaitu keterlibatan seluruh karyawan.
Selain itu secara sendiri-sendiri beberapa Rumah Sakit telah mengadakan
monitoring dan evaluasi mutu pelayanan Rumah Sakitnya. Pada tahun 1981 RS Gatot
Subroto telah melakukan kegiatan penilaian mutu yang berdasarkan atas derajat
kepuasan pasien. Kemudian Rumah Sakit Husada pada tahun 1984 melakukan kegiatan
yang sama. Rumah Sakit Adi Husada di Surabaya membuat penilaian mutu atas dasar
penilaian perilaku dan penampilan kerja perawat. Rumah Sakit Dr.Soetomo Surabaya
menilai mutu melalui penilaian infeksi nosokomial sebagai salah satu indikator mutu
pelayanan.
Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo menggunakan upaya penggunaan obat
secara rasional. Rumah Sakit Islam Jakarta pernah menggunakan pengendalian mutu
terpadu (TQC) dan Gugus Kendali Mutu (QualityControl Circle = QCC). Beberapa
Rumah Sakit lainnyajuga telah mencoba menerapkan Gugus Kendali Mutu, walaupun
hasilnya belum ada yang dilaporkan.Sejalan dengan hal di atas maka Departemen
Kesehatan telah mengadakan Pelatihan Peningkatan Mutu Pelayanan Rumah Sakit pada
4

beberapa Rumah Sakit. Berdasarkan data di atas dapat disimpulkan bahwa kesadaran
untuk meningkatkan mutu sudah cukup meluas walaupun dalam penerapannya sering
ada perbedaan.
Dengan akreditasiRS 2012 dimana menekankan pada pelayanan berbasis pasien,
akan menyamakan standat pelayanan yang bermutu. Sehingga perlu disusun program
peningkatan mutu dan keselamatan pasien.

C. TUJUAN.
1. Tujuan Umum
Peningkatan

mutu

dan

keselamatan

pasien

ini

bertujuan

untuk

mendukung keselamatan pasien dan mencari jalan untuk bekerja sama lebih
efektif dan efisien, untuk menjamin asuhan pasien yang diberikan aman dan
bermutu tinggi.
2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus Program PMKP adalah :
a. Meningkatkan mutu pelayanan klinis
b. Meningkatkan mutu manajemen
c. Meningkatkan pemenuhan sasaran Keselamatan Pasien
D. KEGIATAN POKOK DAN RINCIAN KEGIATAN
Kegiatan Pokok, rincian kegiatan serta peta lokasi pelaksanaan kegiatan Program
Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien RSUD Kab. Sampang :
1. PPK Dan Clinical Pathway
No
1.
2.
3.
4.
5.

CP Prioritas
TB Paru
Gastroenteritis Anak
CVA Infark
Ulkus Kornea
Ketuban Pecah Dini Aterm

Ruang Pelaksana
Bougenvil, Anggrek, Dahlia
Bougenvil, Cempaka
Anggrek, Dahlia, Bougenvil, ICU
Bougenvil, Melati
Mawar

2. Program Mutu

Program mutu RSUD Kab. Sampang meliputi indicator area klinis, indicator area
manajemen dan sasaran keselamatan pasien. Berikut indicator mutu yang telah
ditetapkan :
No
Indikator
1. Assesmen pasien
2.
3.
4.

Pelayanan
Laboratorium
Pelayanan
Radiologi
Prosedur Bedah

5.

Penggunaan
antibiotic

6.

Kesalahan medikasi
dan KNC
Penggunaan
anastesi dan sedasi

7.

8.

Penggunaan darah
dan produk darah
9. Ketersediaan isian
penggunaan
RM
Pasien
10. PPI

INDIKATOR AREA KLINIS


Prioritas
Skrinning malnutrisi pada masien
baru dengan Dx. Medis DM di IRNA
Waktu tunggu pemeriksaan cito dari
IGD dan Irna
Waktu tunggu foto thorax hingga
pembacaan oleh Radiolog di Irna
Angka kelengkapan laporan operasi
hernia
Penulisan
antibiotic
sesuai
formularium pada pasien PPOK
Ketepatan
waktu
pemberian
antibiotic di Instalasi Rawat Inap
Pasien paska pembiusan di transfer
dari RR IBS ke IRNA sesuai dengan
alderette score
Angka reaksi tranfusi darah pada
pasien OBGIN
Pemberian Informed Consent pasien
sedasi dengan jelas
Angka Plebitis RS

INDIKATOR AREA MANAJEMEN


Prioritas
Ketersediaan alat habbis pakai
disposable di IGD
Pelaporan aktifitas
Kelengkapan laporan HIV
Manajemen Risiko
Kejadian pulang paksa di NICU
Manajemen
Utilisasi Ruang VVIP
penggunaan sumber
daya
Harapan
dan Survei
kepuasan
pasien
kepuasan
Pasien menggunakan
Indeks
kepuasan
dan Keluarga
masyarakat di Instalasi Rawat Jalan
Harapan
dan Tingkat kepuasan karyawan
kepuasan Staf
Demografi pasien 10 besar penyakit
dan diagnosis klinis

Lokasi
Bougenvil,
Anggrek, Dahlia
Laborat
Inst. Radiologi
OK/ IBS
Ruang Anggrek/
Dahlia/
Bougenvil
IRNA
Anastesi & RR

Ruang Mawar
Anastesi & RR

Instalasi Rawat
Inap

No
Indikator
1. Pengadaan Rutin

IGD

2.
3.
4.

MR
NICU
Bougenvil

5.

6.
7.

Lokasi

Instalasi Rawat
Jalan
SEluruh
karyawan
MR
6

8.
9.

1.
2.
3.
4.
5.

6.

Manajemen
keuangan
PPI dari kejadian
yang
dapat
menimbulkan
masalah
bagi
keselamatan pasien,
keluarga dan staf

CRR per semester


Ketaatan penggunaan APD di NICU

SASARAN KESELAMATAN PASIEN


Ketepatan
Jumlah pasien tanpa gelang identitas
identifikasi
di Irna
Peningkatan
Verbal order di tandatangani dokter
komunikasi efektif
dalam 24 jam
Peningkatan
% high alert yang masih di ruang
keamanan obat
perawatan
Ketepatan lokasi, Time out dilaksanakan dengan
prosedur dan orang
lengkap sebelum operasi hernia
Pengurangan
Angka kepatuhan 5 saat cuci tangan
infeksi
terkait di NICU
pelayanan
Pengurangan pasien Pelaksanaan assesmen pasien jatuh di
jatuh
poli spesialis saraf

Bagian
Keuangan
NICU

Irna
Irna
Irna
OK
NICU

Poli saraf

3. Program Keselamatan Pasien


Program pasien meliputi :
1. Pengukuran kejadian insiden baik yang potensial terjadi, nyaris terjadi ataupun
telah terjadi ( KTD, KNC, KTC, KPC)
2. RCA ( Root Case analisis)
3. FMEA
4. Penilaian Kinerja
Penilaian kinerja seluruh karyawan menggunakan SKP ( satuan kredit

E. CARA MELAKSANAKAN KEGIATAN


Rangkaian kegiatan yang akan dilakukan untuk pemantauan indikator klinis
tersebut adalah :
7

a. Pencatatan setiap indikator klinis dilakukan oleh perawat / petugas (PIC Pengumpul
data ) di setiap unit pelayanan yang terkait dengan indikator klinis masing masing,
(untuk pementauan dan pelaporan insiden keselamatan pasien pelaksanaannya di
tangani khusus oleh tim keselamatan pasien rumah sakit).
b. Indikator klinis tersebut dicatat setiap harinya, kemudian direkapitulasi oleh Kepala
Ruangan atau Kepala Unit Pelayanan masing masing;
c. Ketua Tim Pemantauan dan Peningkatan Mutu Klinis bertanggungjawab
mengkoordinasi pengumpulan data indikator klinis yang telah dicatat dan
direkapitulasi oleh setiap unit pelayanan dan dilakukan analisa pada akhir bulan.
d. Setiap 3 bulan sekali dilakukan analisa menyeluruh untuk dibuat rekomendasi
kepada Direktur RSUD Kab. Sampang, menyangkut langkah langkah untuk
menjamin mutu pelayanan.
F. SASARAN
Sasaran program peningkatan mutu dan keselamatan pasien yang akan
dicapai adalah sebagai berikut:
a. Tercapainya 100% kelengkapan pengkajian awal keperawatan dalam
24 jam
b. Tercapainya 2 % angka kegagalan pelayanan rontgen
c. Tercapainya 60% waktu tunggu pelayanan obat racikan
d. Tercapainya 100% kelengkapan pengisian rekam medik 24 jam setelah
selesai pelayanan
e. Tercapainya 100% kelengkapan informed concent setelah mendapatkan
informasi yang jelas
f. Tercapainya

100%

tidak

adanya

kesalahan

penyerahan

hasil

pemeriksaan laboratorium
g. Tercapainya 99% tidak adanya kejadian kematian di meja operasi
h. Tercapainya 100% tidak adanya kejadian tertinggalnya benda asing
pada tubuh pasien setelah operasi
i. Tercapainya 100% tidak adanya komplikasi anastesi karena over dosis,
reaksi anantesi dan salah penempatan endotracheal tube
j. Tercapainya 99,9% tidak adanya kejadian reaksi transfuse Angka Infeksi
k.
l.
m.
n.

Karena Jarum Infus


Tercapainya 100% Angka Pemakaian Gelang Pasien
Tercapainya 100% tidak adanya kejadian kesalahan pemberian obat
Tercapainya 100% tidak adanya kejadian operasi salah sisi
Tercapainya 100% tidak adanya Pasien Decubitus
8

o. Tercapainya 100% tidak adanya Kejadian Pasien Jatuh


p. Tercapainya 100% ketetapan identifikasi pasien
q. Terselenggaranya 100 % pelatihan - pelatihan bagi petugas di rumah
sakit
G. SKEDUL
(terlampir)
H. EVALUASI PELAKSANAAN KEGIATAN DAN PELAPORAN
Pelaporan dan Evaluasi indikator Klinis dan keselamatan pasien adalah untuk menilai
indikator klinis dan keselamatan pasien sehingga mutu pleyanan dapat meningkat. Dalam
pelaksanaannya agar data tercatat dengan baik maka setiap ruang disediakan formulir, antara
lain :
Jenis Formulir
Kegunaan
Pelaksana
Lembar
Pengumpulan Dokumen data indikator Ruang rawat inap
Data
Formulir

klinik
Formulir sensus harian

Laboratorium, Apotik,
Kamar operasi, RM

1) Petugas pencatat adalah penanggung jawab pada unit pelayanan yang sudah
ditunjuk
2) Pada akhir bulan penanggung jawab pada unit rawat inap & kebidanan
menyerahkan hasil Formulir Sensus Harian kepada Kepala Bagian Unit yang
kemudian diteruskan ke Tim Indikator Klinis.
3) Data dikumpulkan dan direkapitulasi oleh Tim Indikator Klinis.
4) Hasil rekapitulasi kemudian dilaporkan kepada Tim Peningkatan Mutu RS.
5) Tim Peningkatan Mutu RS membuat analisa memberikan rekomendasirekomendasi. Selanjutnya melaporkan hasil rekapitulasi tersebut berikut analisanya
kepada Direktur RSUD Kab. Sampang
6) Agar data pada laporan tersebut dapat lebih mudah dibaca serta dapat melihat
kecenderungannya dari tingkat mutu yang diukur, maka dibuat dalam bentuk tabel
dan grafik.
I. PENCATATAN, PELAPORAN DAN EVALUASI KEGIATAN

Anda mungkin juga menyukai