Pada Pasien Dengan Sle
Pada Pasien Dengan Sle
A. DEFINISI
SLE merupakan suatu penyakit auotoimun kronik yang melibatkan berbagai
organ dengan manifestasi klinis yang bervariasi dari yang ringan sampai berat.
(kapita selekta 2000). Sistemik lupus erytematosus adalah penyakit otoimun
kronis yang di tandai dengan berbagai antibodi yang membentuk kompleks imun
dan menimbulkan inflamasi padaa berbagai organ.
SLE (Sistemisc lupus erythematosus) adalah penyakit radang multisistem
yang sebabnya belum diketahui, dengan perjalanan penyakit yang mungkin akut
dan fulminan atau kronik remisi dan eksaserbasi disertai oleh terdapatnya
berbagai macam autoantibodi dalam tubuh. Penyakit lupus merupakan penyakit
sistem daya tahan, atau penyakit auto imun, dimana tubuh pasien lupus
membentuk antibodi yang salah arah, merusak organ tubuh sendiri, seperti ginjal,
hati, sendi, sel darah merah, leukosit, atau trombosit. Antibodi seharusnya
ditujukan untuk melawan bakteri ataupun virus yang masuk ke dalam tubuh.
( Smeltzer. Suzanne C. 2002). SLE (Sistemisc lupus erythematosus)adalah suatu
penyakit komplek yang bersifat genetis dan di duga lebih dari satu gen
menentukan seseorang akan terkena atau tidak (Sharon moore, 2008).
B. ETIOLOGI
1.
Faktor genetik
2.
a.
Faktor lingkungan
Infeksi
Risiko timbulnya SLE meningkat pada mereka yang lain pernah sakit herpes
zoster (shingles). Herpes zoster adalah penyakit yang disebabkan oleh virus
varisela, virus yang juga menjadi penyebab dari penyakit cacar air (variscela atau
chiken pox).
b. Antibiotik
Hormon Kurang lebih dari 90% dari penderita SLE adalah wanita. Perbedaan
hormonal antara pria dan wanita mungkin menjadi latar belakang timbulnya
lupus.
c.
Adalah salah satu kondisi yang dapat memperburuk gejala Lupus. Diduga oleh
para dokter bahwa sinar matahari memiliki banyak ekstrogen sehingga
mempermudah terjadinya reaksi autoimmun. Tetapi bukan berarti bahwa penderita
hanya bisa keluar pada malam hari. Pasien Lupus bisa saja keluar rumah sebelum
pukul 09.00 atau sesudah pukul 16.00 WIB dan disarankan agar memakai krim
pelindung dari sengatan matahari. Teriknya sinar matahari di negara tropis seperti
Indonesia, merupakan faktor pencetus kekambuhan bagi para pasien yang peka
terhadap sinar matahari dapat menimbulkan bercak-bercak kemerahan di bagian
muka.kepekaan terhadap sinar matahari (photosensitivity) sebagai reaksi kulit
yang tidak normal terhadap sinar matahari.
d. Stres yang berlebihan
e.
C. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis SLE sangat luas.awalnya di tandai dengan gejala klinis yang
tidak spesifik antara lain: lemah, lesu, panas mual nafsu makan turun dan berat
badan menurun.
1.
Dapat berupa artalgia yang hampir di jumpai sekitar 70% atau atritis yang di
tandai dengan sendi yang bengkok, kemerahan yang kadang - kadang disertai
efusi, sendi yang sering tekena antara lain sendi jari jari tangan, siku, bahu, dan
lutut. Artritis pada SLE kadang menyerupai artritis reumatoid, bedanya adalah
artritis pada SLE sifatnya nonerosif
2.
Sistem mukokutaneus
a. Kutaneus lupus akut: malar rash (butterfly rash) merupakan tanda spesifik
pada SLE, yaitu bentukan ruam pada kedua pipi yang tidak melebihi lipatan
nasolabial dan di tandai dengan adanya ruam pada hidung yang menyambung
dengan ruam yang ada di pipi. Bentuk akut kutaneus lain yaitu bentuk morbili,
ruam makular, fotosensitif, papulodermatitis, bulosa, toksik epidermal nekrolitik.
Pada umumnya ruam akut kutaneus ini bersifat fotosensitif
b. Kutaneus lupus subakut simetrikal eritema sentrifugum, anular eritema ,
psoriatik LE, pitiriasis dan makulo papulo fotosensitif. Manifestasi subakut lupus
ini sangat erat hubungannya dengan antibody Ro lesi subakut umumnya sembuh
tanpa meninggalkan scar.
c. Kutaneus lupus kronis. Bentuk yang klasik adalah lupus dikoid yang berupa
bercak kemerahan denga kerak keratotik pada permukaannya. Bersifat kronik dan
rekuren pada lesi yang kronik ditan dai dengan parut dan atropi pada daerah
sentral dan hiperpigmentasi pada daerah tepinya. Lesi ini sering dijumpai pada
kulit kepala yang sering menimbulkan kebotakan yang irreversible. Daun telinga
leher , lengan dan wajah juga sering terkena panikulitis lupus atau lupus
profundus di tandai dengan inflamasi pada lapisan bawah dari dermis dan jaringan
subkutan. Gambaran klinisnyaberupa nodul yang sangat dalam dan sangat keras,
dengan ukuran 1-3cm. Hanya di temukan sekitar 2 % pada penderita SLE
d. Nonspesifik kutaneus lupus ; vaskulitis cutaneus. Ditemuka hampir pada 70%
pasien . manifestasi kutaneus nonspesifik lupus tergantung pada pembuluh darah
yang terkena . bentuknya bermacam macam antara lain :
Urtikaria
Ulkus
Purpura
Bulosa, bentuk ini akibat dari hilangnya integritas dari dermal dan
epidermal junction
Splinter hemorrhage
Eritema periungual
Nailfold infar bentuk vaskulitis dari arteriol atau venul pada tangan
Eritema pada tenar dan hipotenar mungkin bisa dijumpai pada umumnya
biopsi pada tempat ini menunjukkan leukosistoklasik vaskulitis
Raynould phenomenon
Alopesia
Sklerodaktili
Di tandai dengan adanya sklerotik dan bengkak berwarna kepucatan pada tangan
akibat dari perubahan tipe skleroderma. Hanya terjadi pada 7% pasien
Nodul rheumatoid
Ini dikaitkan dengan antibodi Ro yang positif dan adanya reumatoid like artritis
Perubahan pigmentasi
Bisa berupa hipo atau hiperpigmentasi pada daerah yang terpapar sinar matahari
Kuku. Manifestasinya bisa berupa nail bed atrofy atau telangektasi pada
kutikula kuku
Luka mulut (oral ulcer) luka pada mulut yang terdapat pada palatum molle
atau durum mukosa pipi, gusi dan biasanya tidak nyeri
3.
kenal dengan nama Libmn Sachs endokarditis, sering sekali asimptomatis tanpa di
sertai dengan bising katup. Yang sering terkena adalah katup mitral dan aorta
5.
Manifestasi hematologi
D. PATOFISIOLOGI
Penyakit SLE terjadi akibat terganggunya regulasi kekebalan yang
menyebabkan peningkatan autoantibodi yang berlebihan. Gangguan
imunoregulasi ini ditimbulkan oleh kombinasi antara faktor-faktor genetik,
hormonal ( sebagaimana terbukti oleh awitan penyakit yang biasanya terjadi
selama usia reproduktif) dan lingkungan (cahaya matahari, luka bakar termal).
Obat-obat tertentu seperti hidralazin, prokainamid, isoniazid, klorpromazin dan
beberapa preparat antikonvulsan di samping makanan seperti kecambah alfalfa
turut terlibat dalam penyakit SLE- akibat senyawa kimia atau obat-obatan.
Pada SLE, peningkatan produksi autoantibodi diperkirakan terjadi akibat fungsi
sel T-supresor yang abnormal sehingga timbul penumpukan kompleks imun dan
kerusakan jaringan. Inflamasi akan menstimulasi antigen yang selanjutnya
serangsang antibodi tambahan dan siklus tersebut berulang kembali.
Pathway SLE:
Gangguan Respon Imun
Aktivasi Sel T
Memproduksi Sitokin
Sel B Terangsang
E. KLASIFIKASI
Ada tiga jenis lupus, yaitu :
1. Lupus Eritematosus Sistemik (LES), dapat menimbulkan komplikasi seperti
lupus otak, lupus paru-paru, lupus pembuluh darah jari-Jari tangan atau kaki,
lupus kulit, lupus ginjal, lupus jantung, lupus darah, lupus otot, lupus retina, lupus
sendi, dan lain-lain.
2. Lupus Diskoid, lupus kulit dengan manifestasi beberapa jenis kelainan kulit.
Termasuk paling banyak menyerang.
3. Lupus Obat, yang timbul akibat efek samping obat dan akan sembuh sendiri
dengan memberhentikan obat terkait. Umumnya berkaitan dengan pemakaian obat
hydralazine (obat hipertensi) dan procainamide (untuk mengobati detak jantung
yang tidak teratur).
F. KOMPLIKASI
Lupus mungkin terlihat sebagai penyakit yang biasa terjadi pada kulit. Namun jika
tidak segera ditangani, lupus bisa menjadi momok bagi kehidupan Anda. Berikut
ini adalah beberapa komplikasi yang bisa terjadi jika penyakit lupus tidak
ditangani dengan cepat dan tepat:
1.
Penyakit ginjal
Jika terjadi pembengkakan pada kaki atau pergelangan kaki setelah Anda divonis
mengidap lupus, maka itu adalah tanda bahwa eksresi cairan pada tubuh Anda
sudah tidak normal. Ada yang salah pada ginjal Anda. Pada kasus yang lebih
parah, gejalanya sampai urin bercampur darah hingga pasien mengalami gagal
ginjal.
2.
Penyakit jantung
Komplikasi jantung yang paling umum terjadi pada penderita lupus adalah
terjadinya infeksi pada selaput pembungkus jantung, penebalan pembuluh darah,
dan melemahnya otot-otot jantung.
3.
Penyakit paru-paru
1 dari 3 orang penderita lupus akan mengalami infeksi pada selaput pembungkus
paru-paru. Jika ini terjadi maka pasien akan merasakan sakit saat bernapas hingga
batuk berdarah.
4.
Untuk penyakit yang satu ini pada penderita lupus, biasanya tidak ditemukan
gejala yang dapat dideteksi secara langsung. Gangguannya antara lain seperti
terganggunya distribusi oksigen dalam darah atau berkurangnya produksi sel
darah putih, dan anemia.
5.
Banyak dari penderita lupus yang mengalami susah konsentrasi, cepat lupa, sakit
kepala yang sangat parah, khawatir berlebihan, dan selalu gelisah. Hal ini
dikarenakan penyakit lupus lama-kelamaan akan melemahkan kerja saraf dan
menyebabkan stres pada pasien.
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1.
Patologi Anatomi
- Epidermis atrofi
- Degenerasi pada junction dermal-epidermal
- Dermis edema
-
Imunofluoresensi Kulit
Pada tes imunofluoresensi langsung didapatkan antibodi intraseluler tipe IgG dan
C3. Pada tes imunofluoresensi secara langsung didapatkan antibodi pemphigus
tipe IgG. Tes pertama lebih terpercaya daripada tes kedua, karena telah positif
pada penuaan penyakit. Kadar titernya pada umumnya sejajar dengan beratnya
penyakit dan akan menurun dan menghilang dengan pengobatan kortikosteroid.
3.
Serologi
Hematologi
Urinalisa
- Proteinuria.
H. PENATALAKSANAAN
1.
Penatalaksanaan medis
Terapi Nonfarmakologi
setiap 2 jam. Lampu fluorescence juga dapat meningkatkan timbulnya lesi kulit
pada pasien SLE.
b.
Terapi Farmakologi
Terapi farmakologi untuk SLE ditujukan untuk menekan sistem imun dan
mengatasi inflamasi. Umumnya pengobatan SLE tergantung dari tingkat
keparahan dan lamanya pasien menderita SLE serta manifestasi yang timbul pada
setiap pasien.
- NSAID
Merupakan terapi utama untuk manifestasi SLE yang ringan termasuk
salisilat dan NSAID yang lain (Delafuente, 2002). NSAID memiliki efek
antipiretik, antiinflamasi, dan analgesik (Neal, 2002). NSAID dapat dibedakan
menjadi nonselektif COX inhibitor dan selektif COX-2 inhibitor. Nonselektif
COX inhibitor menghambat enzim COX-1 dan COX-2 serta memblok asam
arakidonat. COX-2 muncul ketika terdapat rangsangan dari mediator inflamasi
termasuk interleukin, interferon, serta tumor necrosing factor sedangkan COX-1
merupakan enzim yang berperan pada fungsi homeostasis tubuh seperti produksi
prostaglandin untuk melindungi lambung serta keseimbangan hemodinamik dari
ginjal. COX-1 terdapat pada mukosa lambung, sel endotelial vaskular, platelet,
dan tubulus collecting renal (Katzung, 2002). Efek samping penggunaan NSAID
adalah perdarahan saluran cerna, ulser, nefrotoksik, kulit kemerahan, dan alergi.
- Obat lain
Obat-obat lain yang digunakan pada terapi penyakit SLE antara lain adalah
azatioprin, intravena gamma globulin, monoklonal antibodi, terapi hormon,
mikofenolat mofetil dan pemberian antiinfeksi.
2.
Penatalaksanaan keperawatan
a.
c.
Penghematan enersi
Fotoproteksi
Kontak dengan sinar matahari harus dikurangi atau dihindarkan. Dapat juga
digunakan lotion tertentu untuk mengurangi kontak dengan sinar matahari
langsung.
e.
Mengatasi infeksi
Pasien SLE rentan terhadap infeksi. Jika ada demam yang tak jelas sebabnya,
pasien harus memeriksanya.
f.
Kehamilan harus dihindarkan jika penyakit aktif atau jika pasien sedang
mendapatkan pengobatan dengan obat imunosupresif.
I.
ASUHAN KEPERAWATAN
1.
Pengkajian
a.
Identitas
Keluhan utama
Pada SLE ( sistemik lupus eritematosus ) kelainan kulit meliputi eritema malar
( pipi ) ras seperti kupu-kupu, yang dapat mengenai seluruh tubuh, sebelumnya
pasien mengeluh demam dan kelelahan.
c.
d.
Penderita SLE banyak yang kehilangan berat badannya sampai beberapa kg,
penyakit
ini
disertai
adanya
rasa mual
dan
muntah
sehingga
mengakibatkan penderita nafsu makannya menurun.
Pola aktivitas
Pola eliminasi
Tidak semua dari penderita SLE mengalami nefritis proliferatif mesangial, namun,
secara klinis penderita ini juga mengalami diare.
Pada penderita SLE, daya perabaannya akan sedikit terganggu bila pada jari jari
tangannya terdapat lesi vaskulitik atau lesi semi vaskulitik.
Dengan adanya lesi kulit yang bersifat irreversibel yang menimbulkan bekas
seperti luka dan warna yang buruk pada kulit penderita SLE akan membuat
penderita merasa malu dengan adanya lesi kulit yang ada.
f.
Pemeriksaan fisik
o Sistem integument
Pada penderita SLE cenderung mengalami kelainan kulit eritema molar yang
bersifat irreversibel.
o Kepala
Pada penderita SLE mengalami lesi pada kulit kepala dan kerontokan yang
sifatnya reversibel dan rambut yang hilang akan tumbuh kembali.
o Muka
Pada penderita SLE lesi tidak selalu terdapat pada muka/wajah
o Telinga
Pada penderita SLE tidak selalu ditemukan lesi di telinga.
o Mulut
Pada penderita SLE sekitar 20% terdapat lesi mukosa mulut.
o Ekstremitas
Pada penderita SLE sering dijumpai lesi vaskulitik pada jari-jari tangan dan jari
jari-jari kaki, juga sering merasakan nyeri sendi.
o Paru paru
Penderita SLE mengalami pleurisy, pleural effusion, pneumonitis, interstilsiel
fibrosis.
o Leher
Penderita SLE tiroidnya mengalami abnormal, hyperparathyroidisme, intolerance
glukosa.
o Jantung
Penderita SLE dapat mengalami perikarditis, myokarditis, endokarditis, vaskulitis.
o Gastro intestinal
Penderita SLE mengalami hepatomegaly / pembesaran hepar, nyeri pada perut.
o Muskuluskletal
Penderita mengalami arthralgias, symmetric polyarthritis, efusi dan joint swelling.
o Sensori
Penderita mengalami konjungtivitis, photophobia.
o Neurologis
Penderita mengalami depresi, psychosis, neuropathies.
g.
Pemeriksaan penunjang
2.
Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada pasien dengan SLE adalah:
a.
Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi dan peningkatan aktivitas
penyakit, kerusakan jaringan, keterbatasan mobolitas atau tingkat toleransi yang
rendah.
b. Keletihan berhubungan dengan peningkatan aktivitas penyakit, rasa nyeri,
tidur/aktivitas yang tidak memadai, nutrisi yang tidak memadai dan depresi/stres
emosional.
c. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan rentang gerak,
kelemahan otot, rasa nyeri pada saat bergerak, keterbatasan daya tahan fisik,
kurangnya atau tidak tepatnya pemakaian alat-alat ambulasi.
d. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan dan ketergantungan
fisik serta psikologis yang diakibatkan oleh penyakit kronik.
3.
Perencanaan
Diagnosa
Keperawatan
Nyeri
akut
berhubungan
dengan
inflamasi dan
peningkatan
aktivitas
penyakit,
kerusakan
jaringan,
keterbatasan
mobolitas atau
tingkat
Perencanaan
Tujuan
kriteria hasil
dan
Setelah dilakukan
tindakkan
keperawatan
selama ... x 24 jam
diharapkan nyeri
berkurang dengan
kriteria hasil:
Intervensi
Rasional
1.
Kolaborasi
pemberian
analgetik
dan
kaji skala nyeri
1.
Menggunakan
agens
farmakologi
untuk meredakan
atau
menghilangkan
nyeri
Skala nyeri
berkurang
-
TTV dalam
2.
2.
Mengetahui
Ukur TTV perubahan TTV
pasien
Keletihan
berhubungan
dengan
peningkatan
aktivitas
penyakit, rasa
nyeri,
tidur/aktivitas
yang
tidak
memadai,
nutrisi
yang
tidak memadai
dan
depresi/stres
emosional.
Setelah dilakukan
tindakkan
keperawatan
selama ... x 24 jam
diharapkan
keletihan teratasi
dengan
kriteria
hasil:
1.
Mengontrol
asupan
nutrisi
pasien
untuk
mengurangi
keletihan
Hambatan
mobilitas fisik
berhubungan
dengan
penurunan
rentang gerak,
kelemahan
otot, rasa nyeri
pada
saat
bergerak,
keterbatasan
daya
tahan
fisik,
kurangnya
atau
tidak
Setelah
dilakukan
tindakkan
keperawatan
selama ... x 24 jam
diharapkan pasien
menunjukkan
mobilitas
fisik
dengan
kriteria
hasil:
1.
Monitor
nutrisi
dan
sumber energi
yang adekuat
3.
Mengetahui
respon
pasien
terhadap nyeri
2.
Mengetahui
2. Kaji tingkat apakah
pasien
kecemasan
cemas
untuk
pasien
Glukosa
mengurangi
darah adekuat
keletihan
Kecemasan
menurun
cukup
3.
Mengetahui
apakah istirahat/
3.
Monitoring tidur
pasien
Istirahat pola tidur dan cukup
lamanya tidur/
istirahat pasien
1. Latih pasien
berpindah dari
tempat tidur ke
kursi
1.
Melatih
pasien
untuk
berpindah untuk
menghindari
dissus atrofi.
2.
Mengetahui
perubahan TTV
2. Ukur TTV pasien saat dan
pasien
pasien saat dan setelah
beraktivitas
setelah
Mampu beraktivitas
3.
berpindah
dari
Memandirikan
tempat duduk ke
pasien
dalam
kursi
memenuhi
tepatnya
pemakaian
alat-alat
ambulasi.
TTV normal
kebutuhan ADL
saat dan setelah
3. Latih pasien
beraktivitas
dalam
Mampu pemenuhan
melakukan
kebutuhan ADL
kebutuhan ADL secara mandiri
secara mandiri
Gangguan
citra
tubuh
berhubungan
dengan
perubahan dan
ketergantunga
n fisik serta
psikologis
yang
diakibatkan
oleh penyakit
kronik.
Setelah dilakukan
tindakkan
keperawatan
selama ... x 24 jam
diharapkan pasien
dapat menerima
keadaan tubuhnya
dengan
kriteria
hasil:
Body
positif
1. Kaji secara 1.
Mengetahui
verbal
dan apakah
body
nonverbal
image
pasien
respon
klien positif atau tidak
terhadap
tubuhnya
2.
Fasilitasi
kontak dengan
individu
lain
image dalam kelompok
kecil
2.
Membantu
pasien
untuk
mempertahankan
interaksi
sosialnya
Mempertahankan
interaksi sosial
3.
Dorong
klien
3.
Mendorong
mengungkapkan pasien
untuk
perasaannya
mengungkapkan
secara
faktual
Mendeskripsikan
tentang
secara
faktual
perasaannya
perubahan fungsi
terhadap
tubuh
perubahan fungsi
tubuh
4.
Evaluasi
Diagnosa keperawatan
Evaluasi
Kegelisahan berkurang
Hambatan
mobilitas
fisik
berhubungan dengan penurunan
rentang gerak, kelemahan otot, rasa
nyeri
pada
saat
bergerak,
keterbatasan daya tahan fisik,
kurangnya atau tidak tepatnya
pemakaian alat-alat ambulasi.
1.
Body image pasien terlihat
positif
2.
Pasien
mampu
mempertahankan interaksi sosial
3. Pasien mampu mendeskripsikan
secara faktual perubahan fungsi
tubuh