Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sekarang ini tampaknya ada isu yang mendua terhadap sosok dan cara kerja aparatur pemerintah
berbagai daerah termasuk Kabupaten Bandung salah satunya. pandangan pertama menganggap bahwa
birokrasi pemerintah ibarat sebuah perahu besar yang dapat menyelamatkan seluruh warga masyarakat
dari bencana banjir, ekonomi maupun politik. Bagaikan dilengkapi oleh militer dan partai politik yang kuat,
organisasi pemerintah merupakan dewa penyelamat dan merupakan organ yang dikagumi masyarakat.
Pandangan ini didasarkan atas asumsi bahwa di dalam mengolah sumber daya yang dimiliki, organisasi
ini mengerahkan para intelektual dari beragam latar belakang pendidikan sehingga keberhasilannya lebih
dapat terjamin. Jadi mereka
berkesimpulan bahwa birokrasi pemerintah memegang peran utama, bahkan peran tunggal dalam
pembangunan suatu negara.
Pada sisi lain, pandangan kedua menganggap birokrasi pemerintah sering menunjukkan gejala yang
kurang menyenangkan. Bahkan hampir selalu birokrasi pemerintah bertindak canggung, kurang
terorganisir dan buruk koordinasinya, menyeleweng, otokratik, bahkan sering bertindak korupsi. Para
aparatnya kurang dapat menyesuaikan diri dengan modernisasi orientasi pembangunan serta perilakunya
kurang inovatif dan tidak dinamis. Dalam keadaan semacam ini, pemerintah biasanya mendominasi
seluruh organ politik dan menjauhkan diri dari masyarakat.
Berdasarkan dari kedua pandangan tersebut di atas, bahwa pada pandangan pertama mungkin di ilhami
dengan pengharapan yang muluk-muluk dan berlebihan, yang dewasa ini mungkin sudah sangat jarang
ditemukan, sedangkan pada pandangan kedua merupakan suatu pandangan yang berlebihan yang
didasarkan pada prasangka buruk. Bisa juga terjadi kedua pandangan tersebut bertentangan satu sama
lain yang didasarkan pada pengamatan yang mendalam dan evaluasi terhadap kondisi nyata aparatur
pemerintah.

1.
2.
3.
4.
5.
6.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang kami ambil dalam makalah ini adalah
sebagai berikut:
Bagaimana sejarah dari Kabupaten Bandung?
Bagaimana Visi dan misi Kabupaten Bandung sebenarnya?
Apa pengertian dari otonomi daerah?
Bagaimana Otonomi Daerah di Kabupaten Bandung?
Apa saja yang menjadi faktor terjadinya penyelewengan Otonomi Daerah?
Bagaimana cara mengoptimalkan pelaksanaan Otonomi Daerah?
C. Tujuan Pembuatan Makalah
1. Untuk mengetahui Pelaksanaan Otonomi Daerah di Kabupaten Bandung
2. Untuk mengetahui Penyebab terjadinya penyelewengan otonomi daerah
3. Untuk mengetahui bagaimana cara mengoptimalkan pelaksanaan Otonomi Daerah

BAB II
PEMBAHASAN
A. Sejarah Kabupaten Bandung
Kabupaten Bandung lahir melalui Piagam Sultan Agung Mataram, yaitu pada ping Songo tahun
Alif bulan Muharam atau sama dengan hari sabtu tanggal 20 April tahun 1641 M, sebagai
Bupati Pertama pada waktu itu adalah Tumenggung Wiraangunangun (1641-1681 M). dari bukti
sejarah tersebut maka ditetapkan bahwa tanggal 20 April sebagai tanggal Hari Jadi Kabupaten
Bandung. Jabatan Bupati kemudian di gantikan oleh Tumenggung Nyili salah seorang putranya.
Namun Nyili tidak lama memegang jabatan tersebut karena mengikuti Sultan Banten. Jabatan
Bupati kemudian di lanjutkan oleh Tumenggung Ardikusumah, seorang Dalem Tenjolaya
(Timbanganten) dari tahun 1681 -1704.
Selanjutnya kedudukan Bupati Kabupaten Bandung dari R. Ardikusumah diserahkan kepada
putranya R. Ardisuta yang diangkat tahun 1704 setelah Pemerintah Belanda mengadakan
pertemuan dengan para Bupati Wilayah Priangan di Cirebon. R. Ardisuta ( 1704 - 1747 )
terkenal dengan nama Tumenggung Anggadiredja I setelah wafat dia sering disebut Dalem
Gordah. sebagai penggantinya diangkat Putra tertuanya Demang Hatapradja yang bergelar
Anggadiredja II (1707 - 1747).
Pada masa Pemerintahan Anggadiredja III (1763 - 1794) Kabupaten Bandung disatukan dengan
Timbanganten, bahkan pada tahun 1786 dia memasukkan Batulayang kedalam
Pemerintahannya. Juga pada masa Pemerintahan Adipati Wiranatakusumah II (1794 - 1829)
inilah Ibukota Kabupaten Bandung di pindahkan dari Karapyak (Dayeuh kolot) ke Pinggir
sungai Cikapundung atau Alun - alun Kotamadya Bandung sekarang. Pemindahan Ibukota itu
atas dasar perintah dari Gubernur Jendral Hindia Belanda Daendels tanggal 25 Mei 1810,
dengan alasan karena daerah baru tersebut dinilai akan memberikan prospek yang lebih baik
terhadap perkembangan wilayah tersebut. Setelah kepala pemerintahan di pegang oleh Bupati
Wiranatakusumah IV (1846 - 1874) Ibukota Kabupaten Bandung Berkembang pesat dan beliau
dikenal sebagai Bupati yang progresif. dialah peletak dasar master plan Kabupaten Bandung,
yang disebut Negorij Bandoeng. Tahun 1850 dia mendirikan pendopo Kabupaten Bandung dan
Mesjid Agung. kemudian dia memprakarsai pembangunan sekolah Raja (pendidikan Guru) dan
mendirikan sekolah untuk para menak (Opleiding School Voor Indische Ambtenaaren). atas
jasa-jasanya dalam membangun Kabupaten Bandung disegala bidang beliau mendapatkan
penghargaan dari pemerintah Kolonial Belanda berupa Bintang jasa, sehingga masyarakat
menjulukinya dengan sebutan dalem bintang.
Dimasa pemerintahan R. Adipati Kusumahdilaga jalan Kereta Api mulai masuk tepatnya tanggal
17 Mei 1884. Dengan masuknya jalan Kereta Api ini Ibukota Bandung kian ramai. Penghuninya
bukan hanya pribumi, bangsa Eropa dan Cina pun mulai menetap di Ibukota, dampaknya
perekonomian Kota Bandung semakin maju. Setelah wafat penggantinya diangkat RAA.
Martanegara, Bupati ini pun terkenal sebagai perencana kota yang jempolan. Martanegara juga
dianggap mampu menggerakkan rakyatnya untuk berpartisipasi aktif dalam menata wilayah

kumuh menjadi pemukiman yang nyaman. Pada masa pemerintahan RAA Martanegara (1893 1918) ini atau tepatnya pada tanggal 21 Februari 1906, kota Bandung sebagai Ibukota Kabupaten
Bandung berubah statusnya menjadi Gementee (Kotamadya).
Periode selanjutnya Bupati Kabupaten Bandung dijabat oleh Aria Wiranatakusumah V (Dalem
Haji) yang menjabat selama 2 periode, pertama tahun 1912 - 1931 sebagai Bupati yang ke 12 dan
berikutnya tahun 1935 - 1945 sebagai Bupati yang ke 14. Pada periode tahun 1931 - 1935 R.T.
Sumadipradja menjabat sebagai Bupati ke 13. Selanjutnya pejabat Bupati ke 15 adalah R.T.E.
Suriaputra (1945 - 1947) dan penggantinya adalah R.T.M Wiranatakusumah VI alias aom Male
(1948 - 1956), kemudian diganti oleh R. Apandi Wiriadipura sebagai Bupati ke 17 yang
dijabatnya hanya 1 tahun (1956 - 1957).
Sebagai Bupati berikutnya adalah Letkol R. Memet Ardiwilaga (1960 - 1967). Kemudian pada
masa transisi kehidupan politik Orde Lama ke Orde Baru adalah Kolonel Masturi. Pada masa
Pimpinan Kolonel R.H. Lily Sumantri tercatat peristiwa penting yaitu rencana pemindahan
Ibukota Kabupaten Bandung ke Wilayah Hukum Kabupaten Bandung yang semula berada di
Kotamadya Bandung ke Wilayah Hukum Kabupaten Bandung yaitu daerah Baleendah. Peletakan
Batu Pertamanya pada tanggal 20 April 1974 yaitu pada saat Hari Jadi Kabupaten Bandung yang
ke - 333. Rencana kepindahan Ibukota tersebut berlanjut hingga jabatan Bupati dipegang oleh
Kolonel R. Sani Lupias Abdurachman (1980 - 1985). Atas pertimbangan secara fisik geografis
daerah Baleendah tidak memungkinkan untuk dijadikan sebagai Ibukota Kabupaten, maka ketika
Jabatan Bupati dipegang oleh Kolonel H.D. Cherman Affendi (1985 - 1990), Ibukota Kabupaten
Bandung pindah ke lokasi baru yaitu Kecamatan Soreang. Dipinggir Jalan Raya Soreang
tepatnya di Desa Pamekaran inilah di Bangun Pusat Pemerintahan Kabupaten Bandung seluas 24
Ha, dengan menampilkan arsitektur khas gaya Priangan sehingga kompleks perkantoran ini
disebut - sebut sebagai kompleks perkantoran termegah di Jawa Barat. Pembangunan
perkantoran yang belum rampung seluruhnya dan dilanjutkan oleh bupati berikutnya yaitu
Kolonel H.U.Djatipermana, sehingga pembangunan tersebut dirampungkan dalam kurun waktu
1990-1992.
Tanggal 5 Desember 2000, Kolonel H. Obar Sobarna S.Ip. terpilih oleh DPRD Kabupaten
Bandung menjadi Bupati Bandung dengan didampingi oleh Drs. H. Eliyadi Agraraharja sebagai
Wakil Bupati. Sejak itu, Soreang betul-betul difungsikan menjadi pusat Pemerintahan.Tahun
2003 semua aparat Daerah, kecuali Dinas Pekerjaan umum, Dinas Perhubungan, Dinas
Kebersihan, Kantor BLKD, dan Kantor Diklat, sudah resmi berkantor di komplek perkantoran
Kabupaten Bandung. Pada masa pemerintahan H. Obar Sobarna S.Ip. telah dibangun Stadion
Olahraga si Jalak Harupat, yaitu stadion bertaraf internasional yang menjadi kebanggaan
masyarakat Kabupaten Bandung. Selain itu pada masa pemerintahan Obar Sobarna, berdasarkan
aspirasi masyarakat yang diperkuat oleh Undang-undang Nomor 22 tahun 1999, Kota
Administratif Cimahi berubah status menjadi Kota Otonom.
Tanggal 5 Desember 2005. H. Obar Sobarna, S.Ip menjabat Bupati Bandung untuk kedua kalinya
didampingi oleh H. Yadi Srimulyadi sebagai Wakil Bupati, melalui proses pemilihan langsung
oleh seluruh masyarakat Kabupaten Bandung.
Dimasa pemerintahan H.Obar Sobarna yang kedua ini, berdasarkan dinamika masyarakat dan
didukung oleh hasil penelitian dan pengkajian dari 5 perguruan tinggi, secara yuridis sudah

terbentuk Kabupaten Bandung Barat bersamaan dengan keluarnya Undang-Undang Nomor 12


tahun 2007 tentang Pembentukan Kabupaten Bandung Barat di Propinsi Jawa Barat.
Berdasarkan Visi & quot;Terwujudnya Masyarakat Kabupaten Bandung yang Repeh Rapih
Kertaraharja, melalui Akselerasi Pembangunan Partisipatif yang Berbasis Religius, Kultural dan
Berwawasan Lingkungan, dengan Berorientasi pada Peningkatan Kinerja Pembangunan Desa,"
Kabupaten Bandung bertekad untuk melaksanakan pembangunan dalam rangka mencapai
kesejahteraan.[1]

B. VISI DAN MISI KABUPATEN BANDUNG


1.
Visi Kabupaten Bandung :
Terwujudnya Masyarakat Kabupaten Bandung yang maju, mandiri dan berdaya saing melalui
tata kelola pemerintahan yang baik dan pemantapan pembangunan pedesaan berlandaskan
religious, kultural dan berwawasan lingkungan.
2. Misi Kabupaten Bandung :
Untuk mewujudkan visi diatas maka harus ditetapkan juga misi yang harus mendapatkan
perhatian seksama dimana tugas yang diemban oleh pemerintah Kabupaten Bandung adalah
:
meningkatkan keamanan dan ketertiban wilayah
Meningkatkan profesionalisme birokrasi
Memulihkan keseimbangan lingkungan dan menerapkan pembangunan
Meningkatkan kualitas SDM (pendidikan dan kesehatan) yang berlandaskan iman dan
takwa serta melestarikan budaya sunda
Memantapkan pembangunan perdesaan
Meningkatkan ketersediaan infrastruktur dan keterpaduan tata ruang wilayah
Meningkatkan Ekonomi Kerakyatan Yang Berdaya Saing[2]

C. PENGERTIAN OTONOMI DAERAH


Otonomi Daerah adalah kewenangan Daerah Otonom untuk mengatur danmengurus
kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkanaspirasi masyarakat
sesuai dengan peraturan perundang-undangan (pasal 1 huruf(h) UU NOMOR 22 Tahun 1999
tentang Pemerintahan Daerah).
Daerah Otonom, selanjutnya disebut Daerah, adalah kesatuan masyarakathukum yang
mempunyai batas daerah tertentu berwenang mengatur dan menguruskepentingan masyarakat
setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasimasyarakat dalam ikatan Negara
Kesatuan Republik Indonesia (pasal 1 huruf (i)UU NOMOR 22 tahun 1999 tentang
Pemerintahan Daerah).
Pengertian "otonom" secara bahasa adalah "berdiri sendiri" atau "denganpemerintahan
sendiri".Sedangkan "daerah" adalah suatu "wilayah" atau"lingkungan pemerintah". Dengan
demikian pengertian secara istilah "otonomidaerah" adalah "wewenang/kekuasaan pada suatu
wilayah/daerah yang mengaturdan mengelola untuk kepentingan wilayah/daerah masyarakat itu
sendiri." Danpengertian lebih luas lagi adalah wewenang/kekuasaan pada suatu

wilayah/daerahyang mengatur dan mengelola untuk kepentingan wilayah/daerah masyarakat


itusendiri mulai dari ekonomi, politik, dan pengaturan perimbangan keuangantermasuk
pengaturan sosial, budaya, dan ideologi yang sesuai dengan tradisi adatistiadat daerah
lingkungannya.
Pelaksanaan otonomi daerah dipengaruhi oleh faktor-faktor yang meliputikemampuan si
pelaksana, kemampuan dalam keuangan, ketersediaan alat danbahan, dan kemampuan dalam
berorganisasi.
Otonomi daerah tidak mencakup bidang-bidang tertentu, seperti politikluar negeri,
pertahanan keamanan, peradilan, moneter, fiskal, dan agama. Bidang-bidang tersebut tetap
menjadi urusan pemerintah pusat. Pelaksanaan otonomidaerah berdasar pada prinsip demokrasi,
keadilan, pemerataan, dankeanekaragaman.
D. IMPLEMENTASI OTONOMI DI KABUPATEN BANDUNG
1. Keadaan Dewasa ini
Tantangan yang dihadapi dalam pelaksanaan otonomi daerah sebagai pelaksanaan dan Undangundang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah adalah bagaimana meningkatkan
kapasitas pemerintah daerah dalam memberdayakan masyarakat. Masalah utama yang dihadapi
dalam pelaksanaan otonomi daerah adalah:
a. Belum dipahaminya hakekat otonomi daerah yang berakibat antara lain munculnya ego daerah
yang berlebihan.
b. Belum optimalnya sinergi pembangunan antar sektor dan antar sektor dan daerah
c. Terbatasnya kemampuan aparatur daerah dalam pelayanan masyarakat.
d. Masih rendahnya kemampuan keuangan daerah dalam membiayai pelaksanaan pemerintahan
dan pembangunan.
e. Adanya konflik antar daerah mengena; penguasan sumber daya alam dan aset ekonomi daerah.
2. Strategi Kebijakan
Strategis kebijakan yang ditempuh adalah:
a. Sosialisasi otonomi daerah agar diperoleh pemahaman yang benar.
b. Mengembangkan potensi lokal dalam rangka meningkatkan pendapatan daerah.
c. Memperbaiki koordinasi dalam penyusunan dan pelaksanaan pogram.
d. Mendorong dan melaksanakan kerjasama antar daerah.
3. Tujuan dan Sasaran
Tujuan otonomi daerah adalah meningkatkan kemampuan daerah dalam penyelenggaraan
pemerintahan yang berbasis pada potensi lokal, dengan sasaran:
a. Terwujudnya kemandirian daerah yang berbasis potensi lokal.
b. Meningkatnya kemampuan keuangan daerah.
c. Meningkatnya kinerja yang sinergis diantara unsur-unsur penentu kebijakan
4. Program Pembangunan

a.
b.
c.
d.
e.

Pelaksanaan Otonomi Daerah Program ini bertujuan meningkatkan kemampuan daerah dalam
penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan dengan mengutamakan potensi
daerah. Kegiatannya meliputi:
Perencanaan pembangunan yang bertumpu pada kapasitas daerah.
Peningkatan kemampuan sumberdaya manusia dan akuntabilitas aparatur pemerintah.
Identifikasi, intensifikasi dan ekstensifikasi sumber-sumber pendapatan daerah.
Peningkatan koordinasi dan kerjasama antar daerah.
Peningkatan Kerjasama antara DPRD dan Pemda berdasar atas asas kesetaraan

E. BERBAGAI PENYELEWENGAN DALAM OTONOMI DAERAH


1. Adanya kecenderungan pemerintah daerah untuk mengeksploitasi rakyat melalui pengumpulan
pendapatan daerah. Keterbatasan sumberdaya dihadapkan dengan tuntutan kebutuhan dana
(pembangunan dan rutin operasional pemerintahan) yang besar. Hal tersebut memaksa
Pemerintah Daerah menempuh pilihan yang membebani rakyat, misalnya memperluas dan atau
meningkatkan objek pajak dan retribusi. Padahal banyaknya pungutan hanya akan menambah
biaya ekonomi yang akan merugikan perkembangan ekonomi daerah. Pemerintah daerah yang
terlalu intensif memungut pajak dan retribusi dari rakyatnya hanya akam menambah beratnya
beban yang harus ditanggung warga masyarakat.
2. Penggunaan dana anggaran yang tidak terkontrol, Hal ini dapat dilihat dari pemberian fasilitas
yang berlebihan kepada pejabat daerah. Pemberian fasilitas yang berlebihan ini merupakan bukti
ketidakarifan pemerintah daerah dalam mengelola keuangan daerah.
3. Rusaknya Sumber Daya Alam, Rusaknya sumber daya alam ini disebabkan karena adanya
keinginan dari Pemerintah Daerah untuk menghimpun pendapatan asli daerah (PAD), di mana
Pemerintah Daerah menguras sumber daya alam potensial yang ada, tanpa mempertimbangkan
dampak negatif/kerusakan lingkungan dan prinsip pembangunan berkelanjutan (sustainable
development). Selain itu, adanya kegiatan dari beberapa orang Bupati yang menetapkan
peningkatan ekstraksi besar-besaran sumber daya alam di daerah mereka, di mana ekstraksi ini
merupakan suatu proses yang semakin mempercepat perusakan dan punahnya hutan serta
sengketa terhadap tanah. Akibatnya terjadi percepatan kerusakan hutan dan lingkungan yang
berdampak pada percepatan sumber daya air hampir di seluruh wilayah tanah air. Eksploitasi
hutan dan lahan yang tak terkendali juga telah menyebabkan hancurnya habitat dan ekosistem
satwa liar yang berdampak terhadap punahnya sebagian varietas vegetasi dan satwa langka serta
mikro organisme yang sangat bermanfaat untuk menjaga kelestarian alam.
4. Bergesernya praktik korupsi dari pusat ke daerah, Praktik korupsi di daerah tersebut terjadi pada
proses pengadaan barang-barang dan jasa daerah (procurement). Seringkali terjadi harga sebuah
barang dianggarkan jauh lebih besar dari harga barang tersebut sebenarnya di pasar.
5. Pemerintahan kabupaten juga tergoda untuk menjadikan sumbangan yang diperoleh dari hutan
milik negara dan perusahaan perkebunaan bagi budget mereka.
F. CARA MENGOPTIMALKAN PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH
Pelaksanaan Otonomi Daerah yang seharusnya membawa perubahan positif bagi daerah otonom
ternyata juga dapat membuat daerah otonom tersebut menjadi lebih terpuruk akibat adanya
berbagai penyelewengan yang dilakukan oleh aparat pelaksana Otonomi Daerah tersebut.

1.
2.
3.
4.

Penerapan Otonomi Daerah yang efektif memiliki beberapa syarat yang sekaligus merupakan
faktor yang sangat berpengaruh bagi keberhasilan Otonomi Daerah, yaitu:
Manusia selaku pelaksana dari Otonomi Daerah harus merupakan manusia yang berkualitas.
Keuangan sebagai sumber biaya dalam pelaksanaan Otonomi Daerah harus tersedia dengan
cukup.
Prasarana, sarana dan peralatan harus tersedia dengan cukup dan memadai.
Organisasi dan manajemen harus baik.
Dari semua faktor tersebut di atas, faktor manusia yang baik adalah faktor yang paling penting
karena berfungsi sebagai subjek dimana faktor yang lain bergantung pada faktor manusia ini.
Oleh karena itu, sangat penting sekali untuk meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia
karena inilah kunci penentu dari berhasil tidaknya pelaksanaan Otonomi Daerah.
Selain itu, untuk mengoptimalkan pelaksanaan Otonomi Daerah harus ditempuh berbagai cara,
seperti:
1. Memperketat mekanisme pengawasan kepada Kepala Daerah.
Hal ini dilakukan agar Kepala Daerah yang mengepalai suatu daerah otonom akan terkontrol
tindakannya sehingga Kepala Daerah tersebut tidak akan bertindak sewenang-wenang dalam
melaksanakan tugasnya tersebut. Berbagai penyelewengan yang dapat dilakukan oleh Kepala
Daerah tersebut juga dapat dihindari dengan diperketatnya mekanisme pengawasan ini.
2. Memperketat pengawasan terhadap Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
Pengawasan terhadap Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dapat dilakukan oleh Badan
Kehormatan yang siap mengamati dan mengevaluasi sepak terjang anggota Dewan.
3. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah wajib menyusun kode etik untuk menjaga martabat dan
kehormatan dalam menjalankan tugasnya
Dengan berbekal ketentuan yang baru tersebut, anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang
telah jelas-jelas terbukti melanggar larangan atau kode etik dapat diganti.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian diatas, dapat kita ambil kesimpulan bahwa pelaksanaan Otonomi Daerah di
Indonesia masih belum optimal. Walaupun di daerah Wonosobo dan Gorontalo terdapat contoh
nyata keberhasilan pelaksanaan Otonomi Daerah, tetapi kedua daerah tersebut hanya merupakan
contoh keberhasilan kecil dari pelaksanaan Otonomi Daerah di Indonesia. Secara keseluruhan,
pelaksanaan Otonomi Daerah di tempat-tempat lain di seluruh pelosok Indonesia masih belum
dapat berjalan dengan optimal.
Belum optimalnya pelaksanaan Otonomi Daerah antara lain disebabkan karena adanya berbagai
macam penyelewengan yang dilakukan oleh berbagai pihak yang terlibat dalam pelaksanaan
Otonomi Daerah di daera-daerah otonom.
Banyak hal yang dapat dilakukan untuk mengoptimalkan pelaksanaan Otonomi Daerah, tetapi
hal yang paling penting yang harus dilakukan untuk meningkatkan pelaksanaan Otonomi Daerah
itu adalah dengan meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia sebagai pelaksana dari Otonomi
Daerah tersebut. Sumber Daya Manusia yang berkualitas merupakan subjek dimana faktor-faktor

lain yang ikut menentukan keberhasilan dalam pelaksanaan Otonomi Daerah ini bergantung.
Oleh karena itu, sangat penting sekali untuk meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia
karena inilah kunci penentu dari berhasil tidaknya pelaksanaan Otonomi Daerah di Indonesia.

1.

2.
3.

4.

B. Saran
Dari kesimpulan yang dijabarkan diatas, maka dapat diberikan saran antara lain:
Pemerintahan daerah dalam rangka meningkatkan efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan
otonomi daerah, perlu memperhatikan hubungan antarsusunan pemerintahan dan
antarpemerintah daerah, potensi dan keanekaragaman daerah.
Konsep otonomi luas, nyata, dan bertanggungjawab tetap dijadikan acuan dengan meletakkan
pelaksanaan otonomi pada tingkat daerah yang paling dekat dengan masyarakat.
Keterlibatan masyarakat dalam pengawasan terhadap pemerintah daerah juga perlu diupayakan.
Kesempatan yang seluas-luasnya perlu diberikan kepada masyarakat untuk berpartisipasi dan
mengambil peran. Masyarakat dapat memberikan kritik dan koreksi membangun atas kebijakan
dan tindakan aparat pemerintah yang merugikan masyarakat dalam pelaksanaan Otonomi
Daerah. Karena pada dasarnya Otonomi Daerah ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat. Oleh karena itu, masyarakat juga perlu bertindak aktif dan berperan serta dalam
rangka menyukseskan pelaksanaan Otonomi Daerah.
Pihak-pihak yang berkepentingan dalam pelaksanaan Otonomi Daerah sebaiknya membuang
jauh-jauh egonya untuk kepentingan pribadi ataupun kepentingan kelompoknya dan lebih
mengedepankan kepentingan masyarakat. Pihak-pihak tersebut seharusnya tidak bertindak egois
dan melaksanakan fungsi serta kewajibannya dengan baik.

DAFTAR PUSTAKA
A. Perundang-undangan Indonesia.
1. Undang-Undang tentang Pemerintahan Daerah. UU No. 32 tahun 2004. Pasal 1 butir 5.
2. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah
B.
C. Internet
http://www.bandungkab.go.id/index.php?option=com_content&task=view&id=1&Itemid=3
http://www.bandungkab.go.id/index.php?option=com_content&task=view&id=3&Itemid=5

http://www.pu.go.id/itjen/buletin/3031otoda.htm
http://www.transparansi.or.id/otoda/perkembangan.html
http://www.sinarharapan.co.id/berita/0302/20/opi02.html
http://www.apkasi.or.id/modules.php?name=News&file=article&sid=54
http://www.pu.go.id/humas/media%20massa/juni/sp0806002.htm
http://www.geocities.com/aripsda/makalah/hubungan.htm
http://www.ditjen-otda.go.id/otonomi/detail_artikel.php?id=52

Anda mungkin juga menyukai