Anda di halaman 1dari 3

ETIKA PERGAULAN DALAM ISLAM (gag islam gag gaul)

Konsep Pergaulan
Gaul, campur, kenal: kata gaul verba intransitifnya adalah bergaul bererti hidup
berteman dalam masyarakat; berkawan akrab. Saya sudah dua tahun bergaul dengan orang
itu. Perkataan campur iaitu, bercampur bererti berkumpulnya orang-orang menjadi satu
seperti: Tua muda, besar kecil, laki-laki wanita bercampur menjadi satu dalam pesta itu .
Kenal berarti mengerti dan pernah mengetahui seseorang. Sudah berapa lama kamu
mengenal dia?.
Sebenarnya dalam Islam tidak ada istilah "pergaulan bebas", sebab secara fitrah
manusia memiliki keharusan untuk bergaul dalam interaksi sosial yang merupakan sunah
sosial dan kehidupan itu sendiri. Namun setelah masuknya budaya asing -ke dalam
pergaulan masyarakat muslim- yang dibentuk oleh kecenderungan material semata-mata dan
falsafah hidup yang lahir dari bumi dan hawa nafsu, maka Islam menamakannya sebagai
pergaulan bebas, bebas dari tuntunan wahyu, moral dan fitrah.
Jika kita berbicara masalah pergaulan pada era globalisasi saat ini memang sangat rumit.
Dalam erti yang lain, kita hidup dengan manusia yang mempunyai prinsip dan pandangan
hidup yang berbeza, bahkan masyarakat di kota-kota besar dapat dikatakan memiliki
kecenderungan hidup bebas. Terkadang dengan kondisi seperti itu, kita menghadapi sebuah
dilema bagaimana menempatkan diri dalam dunia pergaulan agar kita sebagai muslim dapat
diterima oleh lingkungan, tetapi keyakinan atau syariat Islam pun tetap terjaga.
Sebetulnya, kaedah yang paling tepat dalam pergaulan, khususnya dengan lawan jenis
(berbeza jantina) adalah pandai-pandai menempatkan diri dan menjaga hati (bergantung
kepada penilaian iman dalam situasi berkenaan). Usahakanlah untuk mengerti situasi bila
kita harus serius dan bila harus santai, "think before you act" sangatlah penting.
Meskipun demikian, menjaga etika pergaulan seperti menundukkan pandangan adalah
sangat dianjurkan (wajib hukumnya, dalam erti kata, tidak meihat dengan syahwat). Namun
inti dari ajaran ini adalah bagaimana kita menjaga kebersihan dan kesucian hati. Istilahnya,
untuk apa kita menundukkan pandangan atau menghindar dari pertemuan dengan lawan jenis
jika hati tidak kita tundukkan?
Allah Swt berfirman:

(19: )











Dia (Allah) Mengetahui (pandangan) mata yang khianat dan apa yang disembunyikan oleh
hati. QS. 40:19
Semua tergantung pada niat kita. Contohnya, dalam suasana kerja atau organisasi di
mana kita dituntut untuk berinteraksi dengan orang banyak, baik laki-laki atau wanita, kita
tentu saja diperbolehkan mengadakan kontak dengan lawan jenis (berbeza jantina, lelaki
dengan perempuan). Pada prinsipnya, jika maksud kita untuk kebaikan dan batasanbatasan syariat tetap dijaga, semuanya dibolehkan dalam Islam. Islam tidaklah pernah
bertujuan untuk mempersulitkan sesuatu, tapi justru mempermudahkan hidup kita.
Segala yang disyariatkan sudah barang tentu demi kebaikan umat manusia.
Demikian halnya dengan seruan ditetapkannya legalitas (undang-undang kenegaraan
misalnya) tidak menutup muka wanita serta penyertaan mereka dalam kehidupan sosial
bersama laki-laki (seperti dalam bidang pendidikan, pekerjaan dan sebagainya yang sesuai
denga tanggungjawab sosial sebagai wanita) dengan menjaga batasan-batasan syariat adalah
seruan kepada hidayah, dan hidayah Allah Swt itu membawa kemudahan bagi manusia. Bukan
seperti dua kelompok yang kesulitan memahami seruan hidayah ini:
Pertama, kelompok yang mengharamkan terbukanya wajah wanita dan segala
bentuk penyertaan wanita dalam pelbagai kondisi,
walau ia sangat memerlukan dan
diperlukan serta telah menjaga batasan syariat. Barangkali mereka lupa terhadap satu
peringatan Nabi saw.:

Bahwa mengharamkan yang halal sama seperti menghalalkan yang haram , HR. Athabarani,
keduanya dianggap melampaui batas syariat.
Sedang Rasulullah saw. ketika mensunahkan (membenarkan akan syariat) terbukanya
wajah wanita dan penyertaan mereka dalam kehidupan sosial (sesuai dengan tanggungjawab
sosial mereka), Baginda saw menginginkan kebaikan bagi kaum muslimin, karena hal itu akan
mempermudahkan pergaulan mereka dalam kehidupan yang positif dan serius, serta
membuka pintu aktiviti soleh untuk wanita, mulai dari menuntut dan mengajarkan ilmu,
membantu kerja suami yang lemah, hingga andil dalam kegiatan sosial atau politik yang
dapat mendukung perkara positif, konsruktif sekaligus melawan kerosakan, penyimpangan
dan lain-lain.
Kedua, kelompok yang menentang syariat. Dalam pergaulan mereka senantiasa senang
berbuat urakan, bercampur bebas tanpa batas dan aturan kesopanan, berpakaian mini dan
setengah telanjang, ketat dan jarang. Maka, pergaulan dan perjumpaan seperti ini sering
membuat mereka menderita, kerana di samping terkena murka Allah Swt, mereka
terjerumus ke dalam berbagai penyakit sosial seperti yang dideritai oleh masyarakat Barat.
Kedua kelompok tersebut sama-sama bingung dalam menempatkan diri mereka di dalam
dunia material yang serba maju ini. Oleh karena itu, sebagai muslim yang merasa dirinya
beriman, harus memahami etika pergaulan, penyertaan dan perjumpaan laki-laki dan wanita
yang telah ditetapkan Islam dalam kehidupan sosial.
Etika sempurna; etika yang dapat melindungi moral serta tidak merusak kehidupan
yang baik. Etika yang dapat menumbuh kembangkan kebaikan dan kebajikan, menjauhi
kemunkaran dan menjinakkan potensi untuk berbuat buruk, adalah etika luhur yang dapat
memperkaya kesihatan psikologi laki-laki dan wanita secara sempurna. Kerana di satu sisi
tidak terjadi perlecehan, pelanggaran dan rangsangan seksual terhadap lawan jenis, dan di
sisi lain bukanlah sebuah pelarian, tindakan berlebihan, perasaan malu yang bukan pada
tempatnya dan alergi terhadap lawan jenis.
Jika dalam etika Islam ini ada perhatian yang lebih kepada muslimah -ketimbang muslim-,
baik dalam berpakaian, bicara atau gerak-gerik dan lain-lain, hal itu karena wanita lebih
banyak menanggung beban dalam merealisasikan kemaslahatan dan kepentingan hidup dalam
pergaulan serta bermasyarakat. Sebab jika banyak kemaslahatan dan kepentingan,
pertemuan pun menjadi banyak. Sebaliknya jika kepentingan itu sedikit, pertemuan pun
menjadi sedikit.
ETIKA PERGAULAN DALAM MASYARAKAT
Dalam pergaulan hendaklah kita saling hormat menghormati baik itu orang tua
sendiri/orang tua yang tentunya lebih tua dari kita.
Hormat menghormati seseorang perlu adanya aturan-aturan lebih-lebih terhadap
orang tua kita yang telah mendidik dan membesarkan kita.
Dalam pergaulan hendaknya kita mempunyai sikap sopan santun dan ramah tamah
karena dengan sikap ini kita akan lebih mudah bergaul dengan siapa pun.
Selain dalam pergaulan kita juga harus memperhatikan kesopanan dalam tata cara
makan minum dan juga etika dalam pakaian dan memandang.
Dengan adanya pergaulan kita harus menghargai orang tua dan kalau berbicara pada
orang tua haruslah bicara baik jangan bicara yang jorok-jorok kepada orang lain atau
orang tua yang lebih tua dari kita
Saran-Saran
Untuk menjamin terbinanya pergaulan dalam masyarakat diperlukan sikap yang sopan
santun, saling tolong menolong, menghormati orang tua, bicara yang baik kepada
orang tua.
Di dalam pembicaraan harus menggunakan tata bahasa yang sopan dan tidak boleh
mengeraskan bunyi suara dalam berbicara.

Anda mungkin juga menyukai