Anda di halaman 1dari 33

PORTOFOLIO

PREEKLAMSIA BERAT

Disusun Oleh:
dr. Shorea Sylviana Puteri

Pembimbing:
dr. I Putu Abdi Wirakusuma, SpOG

Dokter Internsip
Periode 17 Februari 2015 16 Februari 2016
Puskesmas Negara RSUD Brigjend H. Hasan Basry
Kabupaten Hulu Sungai Selatan
Kalimantan Selatan

BORANG PORTOFOLIO
No. ID dan Nama Peserta : dr. Shorea Sylviana Puteri
No. ID dan Nama Wahana : RSUD Brigjend H. Hassan Basry
Kandangan HSS
Topik

: Preeklamsia Berat

Tanggal Masuk RS
2016

: 4 Januari

Presenter
: dr. Shorea
Syviana Puteri

Tanggal Pemeriksaan : 4
Januari 2016
Tanggal presentasi :

Pembimbing : dr. I Putu Abdi


Wirakusuma, SpOG

Tempat presentasi :
Obyektif presentasi :
Keilmuan
Pustaka

Keterampilan

Penyegaran

Tinjauan

Diagnostik

Manajemen

Masalah

Istimewa

Neonatus
Bumil

Bayi

Anak

Remaja

Dewasa

Lansia

Deskripsi
: Seorang wanita hamil G1P0A0 berusia 20 tahun datang ke
Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Brigjend H. Hasan Basry rujukan dari
puskesmas Negara dengan mules, lender darah (+), ketuban merembes berwarna
hijau, pusing, dengan tekanan darah 180/120
Tujuan

: Menegakkan diagnosis dan penatalaksanaan Preeklamsia berat

Bahan
bahasan :

Tinjauan
Pustaka

Riset

Kasus

Audit

Cara
membahas :

Diskusi

Presentasi dan
diskusi

E-mail

Pos

Data Pasien:

Nama
: Ny. S
Umur
: 20 tahun
Jenis Kelamin: Wanita
Alamat
: Desa Sungai Mandala rt.4
Rekam Medis: 139263
Data Utama untuk bahan diskusi: Anamnesis dan pemeriksaan fisik dilakukan
pada tanggal 4 Januari 2016. Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis pada
pasien.
1. Diagnosis / gambaran klinis : Pasien hamil G1P0A0 hamil lewat bulan, datang
dengan mules, lendir darah (+), merembes cairan berwarna hijau, pusing,
pasien memiiki tekanan darah tinggi saat kehamilan
2. Riwayat Kontrol : Pasien biasa control kehmilan di puskesmas, tekana darah
terakhir 180/120
3. Riwayat Persalinan : Pasien hamil anak pertama, abortus (-)
4. Riwayat Penyakit dahulu : Hipertensi (-), asma (-), alergi (-), penyakit jantung
(-)
Daftar Pustaka:
1.

2.

3.
4.
5.

6.

BAPPENAS. 2010. Laporan Pencapaian Tujuan Pembangunan Millenium di


Indonesia 2010. Kementrian Perencanaan Pembangunan Nasional / Badan
Perencanaan Pembangunan Nasional, Jakarta, Indonesia, hal 1-74
AbouZhar, C. 2003. Global buden of maternal death and disability : Causes of
Maternal deaths and disabilities. British Medical Bulletin. 60: 1-11.
(http://bmb.oxfordjournal.org, diakses 24 April 2012).
UNFPA. 2011. Maternal Mortality Ratio. (http://Indonesia.unfpa.org/issuesand-challenges/maternal-mortality-ratio, diakses 24 April 2012).
WHO,
2011.
Maternal
and
Perinatal
Health.
(http://www.who.int/topics/maternal_health/en/, diakses 24 April 2012)
Departemen
Kesehatan
RI
[Online].
2011.
(http://www.gizikia.depkes.go.id/wp_content/uploads/downloads/2011/01/Mate
ri-Advokasi-BBL-Pdf, diakses 24 April 2012).
Winkjosastro, H, dkk. 2006. Ilmu Kebidanan: Hipertensi dalam Kehamilan
(edisi ke-3). Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta, Indonesia,
hal. 281-300.

7. Sudhaberata, Ketut. Penanganan Preeklampsia Berat dan Eklampsia. UPF. Ilmu


Kebidanan dan Penyakit Kandungan, Rumah Sakit Umum Tarakan Kalimantan
Timur. Di unduh dari: (http://www.sidenreng.com/2008/06/penangananpreeklampsia-beratdaneklampsia/, diakses pada tanggal 25 Maret 2012).
8. Lana, K.,M.D. 2004. Diagnosis and Management of Preeclampsia. The
American
Family
Physician.
70(12).
Hal
1-7
(http://wwwaafp.org/afp/2004/1215/p23.h, diakses 24 April 2012).
9. Cunningham, F.G., dkk. 2005. Obstetri Williams : Gangguan Hipertensi dalam
Kehamilan (edisi ke-21). Terjemahan oleh : Hartono, Suyono, Pendit. EGC,
Jakarta, Indonesia, hal. 624-683.
10. Universitas Sriwijaya. Protap Obgyn: Preeklampsia Berat, hal.3-10.
11. Arga, J., Guick Obgyn: PEB. Departemen Obstetri dan Ginekologi Dr.
Mohammad Hoesin, FK UNSRI, Palembang, hal.73-77.
12. Angsar, M,D., 2002. Ilmu Kebidanan: Hipertensi dalam Kehamilan (edisi
ke-3). Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta, Indonesia, hal.
530-561.
13. Anonim. Preeklampsia Berat / Eklampsia. Di unduh dari :
(http://idmgarut.wordpress.com/2009/01/24/preeklampsia-berateklamsia/
Di
akses pada tanggal 25 Maret 2012).
14. ACOG, 2002. Practice Bulletin : Diagnosis and Management of Preeclampsia
and
Eclampsia.33.
(http://mail.ny.acog.org/website/SMIPodcast/DiagnosisMgt.pdf, diakses 24
April 2012)
15. Zhang, Jun., dkk. 1997. Epidemiology of Pregnancy-induced hypertension.
Epidemiologic Reviews. 19(2). (http://epirev.oxfordjournals.org/, diakses 24
April 2012).
16. Subianto, Teguh. Prosedur Penatalaksanaan Pre-Eklampsia Berat. Di unduh
dari:
(http://teguhsubianto.blogspot.com/2009/07/prosedur-penatalaksanaanpre-eklampsia.html, diakses pada tanggal 25 Maret 2012).
17. Anonim.
Penanganan
Preeklampsia
Berat.
Di
unduh
dari:
http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/10_PenangananPreeklampsiaBerat.pdf/10
_PenangananPreeklampsiaBerat.html Di akses pada tanggal 25 Maret 2012.
18. Mochtar, R. 1998. Toksemia Gravidarum. Dalam : Lutan, D (Editor). Sinopsis
Obstetri (hal. 198-208). EGC, Jakarta, Indonesia.
19. Diyoyen.
Preeklampsia
Berat.
Di
unduh
dari
:
http://diyoyen.blog.friendster.com/2008/11/preeklampsia-berat/ Di akses pada
tanggal 25 Maret 2012.
20. Mansjoer, A, dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran : Komplikasi selama
Kehamilan (edisi ke-3). Media Aesculapius, Jakarta, Indonesia, hal. 270-271.

21. Wikipedia.(http://id.wikipedia.org/wiki/Antioksidan, diakses 4 Mei 2012).


Hasil pembelajaran :
1. Penegakan diagnosis preeklamsia berat.
2. Tatalaksana preeklamsia berat.

RANGKUMAN HASIL PEMBELAJARAN PORTOFOLIO


Subjektif : Autonamnesis dilakukan pada tanggal 4 Januari
2016 dengan pasien.
Diagnosis / gambaran klinis : Pasien hamil G1P0A0 hamil lewat
bulan, datang dengan mules, lendir darah (+), merembes cairan
berwarna hijau, pusing, pasien memiiki tekanan darah tinggi saat
kehamilan. Mual (-), muntah (-), pandangan kabur (-) nyeri ulu hati
(-)
Riwayat Kontrol : Pasien biasa control kehmilan di puskesmas,
tekana darah terakhir 180/120
Riwayat Persalinan : Pasien hamil anak pertama, abortus (-)
Riwayat Penyakit dahulu : Hipertensi (-), asma (-), alergi (-),
penyakit jantung (-)

Objektif:

pemeriksaan

fisik

dilakukan

pada

tanggal

Nopember 2015 pukul 09.00 WITA di Ruang Penyakit Dalam


RSUD H. Hasan Basry.
a. Tanda vital

KU: lemah

Kesadaran: composmentis, GCS E4V5M6

TD: 180/100 mmHg

Frekuensi nadi: 84 x/menit

Frekuensi nafas: 20 x /menit

Suhu: 36,60 C

b. Pemeriksaan sistemik

Kulit:
Teraba hangat, tidak pucat, tidak ikterik, tidak sianosis.

Kepala:
Mesosefal, rambut hitam, distribusi merata, tidak mudah dicabut.

Mata:
Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, pupil isokor,
diameter 2 mm, refleks cahaya +/+ normal, mata cekung (-/-)

THT:
Tidak ada kelainan.

Mulut:
Mukosa mulut dan bibir tidak kering.

Leher :
Tidak ada kelainan.

KGB:
Tidak teraba pembesaran KGB pada leher, axilla, dan inguinal.

Thoraks:

Jantung :
I: ictus cordis tak tampak
Pa: ictus cordis teraba di SIC IV linea midclav sinistra
Pe: konfigurasi jantung dalam batas normal
A: BJ I-II murni, bising (-), gallop (-)
Paru :
I: simetris statis = dinamis
Pa: stem frenitus kanan = kiri
Pe: sonor seluruh lap. paru
A: SDV (+/+), ST (-)
Abdomen:

Inspeksi : Balotemen kehamilan (+), tfu 22 cm

Auskultasi : Bising usus (+) normal

Palpasi : teraba balotemen dengan posisi punggung kiri

Perkusi : sulit dinilai

Ekstremitas:
Ekstremitas
Akral hangat
Edema
Sianosis

Superior
+/+
-/-/-

Inferior
+/+
-/-/-

Pemeriksaan Obstetri :
Tinggi badan : 148 cm
Berat badan : 49 kg
Perkiraan lahir : 25/12/2015
TFU : 22, pungung kiri, presentasi kepala
Djj : 150x/menit, HIS (+) kuat
Vagina toucher : pembukaan 2-3 cm, potio edema, ketuban (-), kepala di
hodge 3

CTG : dd : 150x/menit
c. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan darah lengkap: pada tanggal 4 Januari 2016
HASIL

NILAI
RUJUKAN

SATUAN

Hemoglobin

12,2

14.0 18.0

g/dl

Leukosit
Eritrosit
Hematokrit
Tombosit
MCV, MCH, MCHC
MCV
MCH
MCHC
HITUNG JENIS
Gran%
Limfosit%
MID%
Gran#
Limfosit#
MID#
KIMIA
GULA DARAH
Glukosa Darah
Sewaktu
HATI
SGOT
SGPT
GINJAL
Ureum
Creatinin
hbsag
CT
BT

13,5
4,27
37,7
303

4.0 10.5
4,50 6,00
40-50
150 450

Ribu/ul
Juta/ul
Vol%
Ribu/ul

88,2
28,6
324

80.0 97.0
27.0 32.0
32.0 38.0

Fl
Pg
%

67,9
21,3
10.8
9,2
21,3
1,5

50.0-70.0
25.0-40.0
4.0-11.0
2.50-7.00
1.25-4.0

%
%
%
ribu/ul
ribu/ul
ribu/ul

90

<200

mg/dl

10
5

0-46
0-45

U/l
U/l

3,2
0,62

10-50
0.7-1.4

mg/dl
mg/dl

620
20

4-7
1-3

Menit
Menit

PEMERIKSAAN
HEMATOLOGI

URINALISA (SEDIMEN)

Leukosit
Eritrosit
protein
Epithel
Bakteri
Kristal
Lain-lain

Blood 3
+3
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif

Negatif
1+
Negatif
Negatif
Negatif

Assessment : Preeklamsia Berat


Plan:
Rawat inap
Mgso4 40%
Nipedifin 3x1
Awasi KU dan vital sign
Di programkan untuk terminasi kehamilan dengan SC cito

PENDAHULUAN
Indonesia saat ini sedang menghadapi krisis tantangan global yang tidak ringan,
maka dari itu Indonesia berkomitmen mencapai Millenium Development Goals
(MDGs) dengan maksud manusia sebagai fokus utama program pembangunan. Dari
semua target yang ingin dicapai MDGs, khususnya tentang kinerja penurunan Angka
Kematian Ibu (AKI) dan penurunan Angka Kematian Bayi (AKB) secara global
masih rendah, sehingga perlu target pada tahun 2015 dimana AKI sebesar 102 per
100.000 kelahiran hidup dan AKB sebesar 23 per 1000 kelahiran hidup. Diharapkan
dengan mengetahui sedini mungkin faktor-faktor risiko untuk terjadinya komplikasi
selama kehamilan dapat menurunkan morbiditas dan mortalitas ibu dan bayi. Hal ini
masih membutuhkan komitmen dan usaha keras yang terus menerus untuk
mewujudkan MDGs.1
Berdasarkan data dari World Health Organization (WHO) tentang angka
kematian ibu di seluruh dunia, ternyata terdapat 5 keadaan obsetrik yang menjadi
penyebab kematian ibu, yaitu perdarahan post partum, sepsis, preeklampsiaeklampsia, jalan lahir sempit dan aborsi. Angka kejadian terjadinya preeklampsia
diperkirakan 3,2% dari di setiap angka kelahiran. Angka ini memberikan total sekitar
lebih dari 4 miliar kasus per tahunnya di seluruh dunia. Berdasarkan studi yang
dilakukan oleh WHO tahun 2011, dengan peserta wanita yang hamil atau wanita
hamil yang mengakhiri kehamilannya di periode antara tahun 1997-2002, terdapat
sekitar 14,9% wanita meninggal dengan preeklampsia. Selain itu preeklampsia
merupakan pembunuh nomor satu penyebab kematian ibu di Amerika Latin sebanyak
25,7%, disusul oleh Afrika dan Asia sebanyak 9,1%. Penelitian ini menjadi salah satu
bukti bahwa preeklampsia merupakan penyebab kematian ibu yang paling serius,
selain perdarahan di seluruh negara, terutama negara yang sedang berkembang.2,3,4
Di Indonesia sendiri tingginya angka kematian ibu menjadi agenda kesehatan
yang paling utama. Berdasarkan Maternal Mortality Ratio, perkiraan terjadi 300400
kematian ibu per 100,000 kelahiran, ini artinya wanita Indonesia meninggal setiap
jamnya karena kehamilan. Hal ini juga diperkuat menurut Survei Demografi dan

Kesehatan Indonesia tahun 2007

angka kematian ibu adalah 228 per 100.000

kelahiran hidup. Jika dibandingkan dengan target yang ingin dicapai oleh pemerintah
pada tahun 2015 dimana AKI sebesar 102 per 100.000 kelahiran hidup, angka
tersebut masih tergolong tinggi.3,5
Beragam pendapat telah diutarakan dalam pemahaman preeklampsia secara
mendasar dan telah dilakukan pula berbagai penelitian untuk memperoleh
penatalaksanaan yang dapat dipakai sebagai dasar pengobatan untuk preeklampsia.
Namun demikian, preeklampsia tetap menjadi satu di antara banyak penyebab
morbiditas dan mortalitas ibu dan janin di Indonesia, sehingga masih menjadi kendala
dalam penanganannya. Oleh karena itu diagnosis dini preeklampsia yang merupakan
tingkat pendahuluan eklampsia, serta penanganannya perlu segera dilaksanakan untuk
menurunkan angka kematian ibu dan anak. Perlu ditekankan bahwa sindrom
preeklampsia ringan dengan hipertensi, edema, dan proteinuri sering tidak diketahui
atau tidak diperhatikan; pemeriksaan antenatal yang teratur dan secara rutin mencari
tanda preeklampsia sangat penting dalam usaha pencegahan preeklampsia berat dan
eklampsia, di samping pengendalian terhadap faktor-faktor predisposisi yang lain.6,7
Untuk menurunkan angka kematian karena eklampsia ini, maka ketersediaan
akses untuk memperoleh Antenatal Care (ANC) minimal secara rutin dilakukan 4
kali selama periode masa kehamilan sangat penting. Karena hal ini dapat memberikan
pengaruh

positif

sikap wanita terhadap Antenatal Care secara benar. Upaya

pencegahan, pengamatan dini, dan terapi sangat penting untuk mencegah angka
kematian pada ganguan ini.8

TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Preeklampsia ialah timbulnya hipertensi disertai proteinuria dan / atau
edema akibat dari kehamilan setelah umur kehamilan 20 minggu atau segera
setelah persalinan.9, 10,11
Sebelumnya, edema termasuk ke dalam salah satu kriteria diagnosis
preeklampsia, namun sekarang tidak lagi dimasukkan ke dalam kriteria
diagnosis, kecuali edema anasarka yang bisa ditandai dengan kenaikan berat
badan >500 gr/minggu.12
Hipertensi umumnya timbul terlebih dahulu dari pada tanda-tanda lain.
Kenaikan tekanan darah sistolik dan diastolik 140/90 mmHg dapat membantu
ditegakkannya diagnosis hipertensi. Penentuan tekanan darah dilakukan
minimal 2 kali dengan jarak waktu 4 jam pada keadaan istirahat.12,13
Proteinuria ditandai dengan ditemukannya protein dalam urin 24 jam
yang kadarnya melebihi 0.3 gram/liter atau pemeriksaan kualitatif menunjukkan
1+ atau 2+ atau 1 gram/liter atau lebih dalam urin yang dikeluarkan dengan
kateter atau midstream yang diambil minimal 2 kali dengan jarak waktu 6 jam.
Umumnya proteinuria timbul lebih lambat, sehingga harus dianggap sebagai
tanda yang serius.10,11
Walaupun edema tidak lagi menjadi bagian kriteria diagnosis preeklampsia, namun adanya penumpukan cairan secara umum dan berlebihan di
jaringan tubuh seperti pretibia, dinding perut, lumbosakral, wajah dan tangan
harus tetap diwaspadai. Edema dapat menyebabkan kenaikan berat badan
tubuh. Normalnya, wanita hamil mengalami kenaikan berat badan sekitar 500
gr per minggu, 2000 gr per bulan, atau 13 kg selama kehamilan. Apabila
kenaikan berat badannya lebih dari normal, perlu dicurigai timbulnya preeklampsia.10,11,13
Preeklampsia pada perkembangannya dapat berkembang menjadi
eklampsia, yang ditandai dengan timbulnya kejang atau koma. Eklampsia dapat

menyebabkan terjadinya DIC (Disseminated intravascular coagulation) yang


menyebabkan jejas iskemi pada berbagai organ, sehingga eklampsia dapat
berakibat fatal.10,13
Dikatakan sebagai preeklampsia-eklampsia apabila memiliki salah satu
atau lebih dari gejala dan tanda-tanda yang ada dibawah ini :14
1. Preeklampsia ringan, adalah suatu keadaan pada ibu hamil disertai
kenaikan tekanan darah sistolik 140/90 mm/Hg atau kenaikan diastolik 15
mm/Hg atau lebih, atau kenaikan sistolik 30 mm/Hg atau setelah 20
minggu kehamilan dengan riwayat tekanan darah normal dan adanya
proteinuria kuantitatif >3 gr perliter atau kuantitatif 1+ atau 2+ pada urin
kateter atau midstream.
2. Preeklamsia berat, adalah suatu keadaan pada ibu hamil bila disertai
kenaikan tekanan darah 160/110 mm/Hg atau lebih, adanya proteiunuria
5 gr atau lebih per liter dalam 24 jam atau kuantitatif 3+ atau kuantitatif
4+, adanya oliguria (jumlah urin kurang dari 500cc per jam, adanya
gangguan serebral, gangguan penglihatan, rasa nyeri di epigastrium,
adanya tanda sianosis, edema paru, trombositopeni, gangguan fungsi hati,
serta yang terakhir adalah pertumbuhan janin terhambat.
3. Eklampsia merupakan preeklampsia yang disertai kejang dan disusul
dengan koma.
Terdapat empat jenis penyakit hipertensi, antara lain :9,12
1. Hipertensi kronik, dengan gejala yaitu tekanan darah >140/90 mm/Hg
sebelum hamil atau didiagnosa sebelum usia gestasi 20 minggu , atau bila
terdapat hipertensi didiagnosa setelah usia gestasi 20 minggu dan
persisten 12 minggu setelah melahirkan.
2. Hipertensi gestasional dengan gejala yaitu tekanan darah >140/90 mm/Hg
untuk pertama kalinya ketika hamil, bila tidak terdapat proteinuria, dan
tekanan darah kembali normal kurang dari 12 minggu setelah melahirkan.
3. Preeklampsia-eklampsia dengan gejala yaitu tekanan darah >140/90
mm/Hg setelah usia gestasi 20 minggu pada wanita yang sebelumnya
memiliki tekanan darah yang bormal dan adanya proteinuria (0,3 gr

protein dalam specimen urin dalam 24 jam), sedangkan eklampsia


didefinisikan sebagai kejang yang tidak dapat dihubungkan dengan kasus
lain pada wanita dengan preeklampsia.
4. Superimposed Preeclampsia (preeklampsia pada pengidap hipertensi
kronis) dengan gejala yaitu onset baru proteinuria dengan jumlah
proteinuria > 300 mg/24 jam pada ibu hamil dengan hipertensi, tetapi
tidak ada proteinuria sebelum usia gestasi 20 minggu.
B. Epidemiologi
Angka kejadian preeklampsia eklampsia berkisar antara 2% dan 10%
dari kehamilan di seluruh dunia. Kejadian preeklampsia merupakan penanda
awal dari kejadian eklampsia, dan diperkirakan kejadian preeklampsia menjadi
lebih tinggi di negara berkembang. Angka kejadian preeklampsia di negara
berkembang, seperti di negara Amerika Utara dan Eropa adalah sama dan
diperkirakan sekitar 5-7 kasus per 10.000 kelahiran. Disisi lain kejadian
eklampsia di negara berkembang bervariasi secara luas. Mulai dari satu kasus
per 100 kehamilan untuk 1 kasus per 1700 kehamilan. Rentang angka kejadian
preeklampsia-eklampsia di negara berkembang seperti negara Afrika seperti
Afrika selatan, Mesir, Tanzania, dan Ethiopia bervariasi dari 1,8% sampai 7,1%.
Di Nigeria angka kejadiannya berkisar antara 2% sampai 16,7% Dan juga
preeklampsia ini juga dipengaruhi oleh ibu nullipara, karena ibu nullipara
memiliki resiko 4-5 kali lebih tinggi dari pada ibu multipara .4,7,15
Angka kejadian dari preeklampsia di Indonesia sekitar 7-10%, ini
merupakan bukti bahwa preeklampsia merupakan penyebab kematian nomor
dua di Indonesia bagi ibu hamil, sedangkan no.1 penyebab kematian ibu di
Indonesia adalah akibat perdarahan.5
Penelitian berbagai faktor risiko terhadap hipertensi pada kehamilan /
preeklampsia /eklampsia.9,12,13
a. Usia

Insidens tinggi pada primigravida muda, meningkat pada primigravida tua.


Pada wanita hamil berusia kurang dari 25 tahun insidens > 3 kali lipat. Pada
wanita hamil berusia lebih dari 35 tahun, dapat terjadi hipertensi laten
b. Paritas
Angka kejadian tinggi pada primigravida, muda maupun tua, primigravida tua
risiko lebih tinggi untuk pre-eklampsia berat.
c. Ras/golongan etnik
Mungkin ada perbedaan perlakuan/akses terhadap berbagai etnik di banyak
Negara
d. Faktor keturunan
Jika ada riwayat pre-eklampsia/eklampsia pada ibu/nenek penderita, faktor
risiko meningkat sampai + 25%
e. Faktor gen
Diduga adanya suatu sifat resesif (recessive trait), yang ditentukan genotip ibu
dan janin.
f. Diet/gizi
Tidak ada hubungan bermakna antara menu/pola diet tertentu (WHO).
Penelitian lain : kekurangan kalsium berhubungan dengan angka kejadian
yang tinggi. Angka kejadian juga lebih tinggi pada ibu hamil yang
obese/overweight.
g. Iklim / musim
Di daerah tropis insidens lebih tinggi
h. Tingkah laku/sosioekonomi
Kebiasaan merokok : insidens pada ibu perokok lebih rendah, namun merokok
selama hamil memiliki risiko kematian janin dan pertumbuhan janin
terhambat yang jauh lebih tinggi.
Aktifitas fisik selama hamil : istirahat baring yang cukup selama hamil
mengurangi kemungkinan/insidens hipertensi dalam kehamilan.
i. Hiperplasentosis

Proteinuria dan hipertensi gravidarum lebih tinggi pada kehamilan kembar,


dizigotik lebih tinggi daripada monozigotik.
j. Hidrops fetalis : berhubungan, mencapai sekitar 50% kasus
k. Diabetes mellitus : angka kejadian yang ada kemungkinan patofisiologinya
bukan preeklampsia murni, melainkan disertai kelainan ginjal/vaskular primer
akibat diabetesnya.
l. Mola hidatidosa : diduga degenerasi trofoblas berlebihan berperan
menyebabkan preeklampsia. Pada kasus mola, hipertensi dan proteinuria
terjadi lebih dini/pada usia kehamilan muda, dan ternyata hasil pemeriksaan
patologi ginjal juga sesuai dengan pada pre-eklampsia.
m. Riwayat pre-eklampsia.
n. Kehamilan pertama
o. Usia lebih dari 40 tahun dan remaja
p. Obesitas
q. Kehamilan multiple
r. Diabetes gestasional
s. Riwayat diabetes, penyakit ginjal, lupus, atau rheumatoid arthritis.
C. Etiologi
Penyebab preeklampsia sampai saat ini masih belum diketahui secara
pasti, sehingga penyakit ini disebut dengan The Diseases of Theories.
Beberapa faktor yang berkaitan dengan terjadinya preeklampsia adalah :
6,7,9,13,16,17

1. Faktor Trofoblast
Semakin banyak jumlah trofoblast semakin besar kemungkinan terjadinya
Preeklampsia. Ini terlihat pada kehamilan Gemeli dan Molahidatidosa. Teori
ini didukung pula dengan adanya kenyataan bahwa keadaan preeklampsia
membaik setelah plasenta lahir.
2. Faktor Imunologik

Preeklampsia sering terjadi pada kehamilan pertama dan jarang timbul lagi
pada kehamilan berikutnya. Secara Imunologik dan diterangkan bahwa pada
kehamilan pertama pembentukan Blocking Antibodies terhadap antigen
plasenta tidak sempurna, sehingga timbul respons imun yang tidak
menguntungkan terhadap Histikompatibilitas Plasenta. Pada kehamilan
berikutnya, pembentukan Blocking Antibodies akan lebih banyak akibat
respon imunitas pada kehamilan sebelumnya, seperti respons imunisasi.
3. Faktor Hormonal
Penurunan hormon Progesteron menyebabkan penurunan Aldosteron
antagonis, sehingga menimbulkan kenaikan relative Aldoteron yang
menyebabkan retensi air dan natrium, sehingga terjadi Hipertensi dan
Edema.
4. Faktor Genetik
Menurut Chesley dan Cooper (1986) bahwa Preeklampsia / eklampsia
bersifat diturunkan melalui gen resesif tunggal. 2 Beberapa bukti yang
menunjukkan peran faktor genetik pada kejadian Preeklampsia-Eklampsia
antara lain:
a. Preeklampsia hanya terjadi pada manusia.
b. Terdapatnya kecendrungan meningkatnya frekwensi PreeklampsiaEklampsia pada anak-anak dari ibu yang menderita PreeklampsiaEklampsia.
c. Kecendrungan meningkatnya frekwensi Preeklampsia-Eklampsia pada
anak dan cucu ibu hamil dengan riwayat Preeklampsia-Eklampsia dan
bukan pada ipar mereka.
5. Faktor Gizi
Menurut Chesley (1978) bahwa faktor nutrisi yang kurang mengandung
asam lemak essensial terutama asam Arachidonat sebagai precursor sintesis
Prostaglandin akan menyebabkan Loss Angiotensin Refraktoriness yang
memicu terjadinya preeklampsia.
6. Peran Prostasiklin dan Tromboksan

Pada Preeklampsia-Eklampsia didapatkan kerusakan pada endotel vaskuler,


sehingga terjadi penurunan produksi prostasiklin (PGI 2) yang pada
kehamilan normal meningkat, aktivasi penggumpalan dan fibrinolisis, yang
kemudian akan diganti trombin dan plasmin. Trombin akan mengkonsumsi
antitrombin III, sehingga terjadi deposit fibrin. Aktivasi trombosit
menyebabkan pelepasan tromboksan (TXA2) dan serotonin, sehingga terjadi
vasospasme dan kerusakan endotel.
D. Gejala Klinis
Gejala preeklampsia adalah :10
1. Hipertensi
2. Edema
3. Proteinuria
4. Gejala subjektif : sakit kepala, nyeri ulu hati, gangguan penglihatan.
E. Patogenesis
Belum diketahui dengan pasti, secara umum pada Preeklampsia terjadi
perubahan dan gangguan vaskuler dan hemostatis. Sperof (1973) menyatakan
bahwa dasar terjadinya Preeklampsia adalah iskemik uteroplasenta, sehingga
terjadi ketidakseimbangan antara massa plasenta yang meningkat dengan aliran
perfusi sirkulasi darah plasenta yang berkurang.
Disfungsi plasenta juga ditemukan pada preeklampsia, sehingga terjadi
penurunan kadar 1 -25 (OH)2 dan Human Placental Lagtogen (HPL),
akibatnya terjadi penurunan absorpsi kalsium dari saluran cerna. Untuk
mempertahankan penyediaan kalsium pada janin, terjadi perangsangan kelenjar
paratiroid yang mengekskresi paratiroid hormon (PTH) disertai penurunan
kadar kalsitonin yang mengakibatkan peningkatan absorpsi kalsium tulang yang
dibawa melalui sirkulasi ke dalam intra sel. Peningkatan kadar kalsium intra sel
mengakibatkan peningkatan kontraksi pembuluh darah, sehingga terjadi
peningkatan tekanan darah.

Teori vasospasme dan respons vasopresor yang meningkat menyatakan


prostaglandin berperan sebagai mediator poten reaktivitas vaskuler. Penurunan
sintesis prostaglandin dan peningkatan pemecahannya akan meningkatkan
kepekaan vaskuler terhadap Angiotensin II. Angiotensin II mempengaruhi
langsung sel endotel yang resistensinya terhadap efek vasopresor berkurang,
sehingga terjadi vasospasme. Penyempitan vaskuler menyebabkan hambatan
aliran darah yang menyebabkan hambatan aliran darah yang menyebabkan
tejadinya hipertensi arterial yang membahayakan pembuluh darah karena
gangguan aliran darah vasavasorum, sehingga terjadi hipoksia dan kerusakan
endotel pembuluh darah yang menyebabkan dilepasnya Endothelin 1 yang
merupakan vasokonstriktor kuat. Semua ini menyebabkan kebocoran antar sel
endotel, sehingga unsur-unsur pembentukan darah seperti thrombosit dan
fibrinogen tertimbun pada lapisan subendotel yang menyebabkan gangguan ke
berbagai sistem organ.18
Fungsi organ-organ lain :12,13,19
a. Otak
Pada hamil normal, perfusi serebral tidak berubah, namun pada pre-eklampsia
terjadi spasme pembuluh darah otak, penurunan perfusi dan suplai oksigen otak
sampai 20%. Spasme menyebabkan hipertensi serebral, faktor penting
terjadinya perdarahan otak dan kejang / eklampsia.
b. Hati
Terjadi peningkatan aktifitas enzim-enzim hati pada pre-eklampsia, yang
berhubungan dengan beratnya penyakit.
c. Ginjal
Pada pre-eklampsia, arus darah efektif ginjal berkurang + 20%, filtrasi
glomerulus berkurang + 30%. Pada kasus berat terjadi oligouria, uremia,
sampai nekrosis tubular akut dan nekrosis korteks renalis. Ureum-kreatinin
meningkat jauh di atas normal. Terjadi juga peningkatan pengeluaran protein
(sindroma nefrotik pada kehamilan).

d. Sirkulasi uterus , koriodsidua


Perubahan arus darah di uterus, koriodesidua dan plasenta adalah patofisiologi
yang terpenting pada pre-eklampsia, dan merupakan faktor yang menentukan
hasil akhir kehamilan.
-

Terjadi iskemia uteroplasenter, menyebabkan ketidakseimbangan antara


massa plasenta yang meningkat dengan aliran perfusi darah sirkulasi yang
berkurang.

hipoperfusi uterus menjadi rangsangan produksi renin di uteroplasenta, yang


mengakibatkan vasokonstriksi vaskular daerah itu. Renin juga meningkatkan
kepekaan vaskular terhadap zat-zat vasokonstriktor lain (angiotensin,
aldosteron) sehingga terjadi tonus pembuluh darah yang lebih tinggi.

karena gangguan sirkulasi uteroplasenter ini, terjadi penurunan suplai


oksigen dan nutrisi ke janin. Akibatnya bervariasi dari gangguan
pertumbuhan janin sampai hipoksia dan kematian janin.

F. Diagnosis
Dikatakan preeklampsia berat bila dijumpai satu atau lebih tanda/gejala
berikut :10,11,18
1. TD 160 / 110 mmHg
2. Proteinuria > 5 gr / 24 jamatau kualitatif 3+ / 4+
3. Oliguria 500 ml / 24 jam disertai kenaikan kadar kreatinin darah
4. Peningkatan kadar enzim hati dan / atau ikterus
5. Gangguan visus dan cerebral
6. Nyeri epigastrium
7. Edema paru atau sianosis
8. Pertumbuhan janin intra uterin yang terhambat (IUFGR)
9. HELLP Syndrom (H = Hemolysis, E = Elevated, L = Liver enzyme, LP =
Low Platelet Counts)
Impending eklampsia bila dijumpai tanda/ gejala berikut :10,11

1. Nyeri kepala hebat


2. Gangguan visual
3. Muntah-muntah
4. Nyeri epigastrium
5. TD naik secara progresif
G. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik harus diketahui :16
a. Tekanan darah harus diukur dalam setiap ANC
b. Tinggi fundus harus diukur dalam setiap ANC untuk mengetahui adanya
retardasi pertumbuhan intrauterin atau oligohidramnion
c. Edema pada pretibia, dinding perut, lumbosakral, wajah dan tangan yang
memberat
d. Peningkatan berat badan lebih dari 500 gr per minggu atau peningkatan berat
badan secara tiba-tiba dalam 1-2 hari.
H. Pemeriksaan Penunjang
Saat ini belum ada pemeriksaan penyaring yang terpercaya dan efektif
untuk preeklampsia. Dulu, kadar asam urat digunakan sebagai indikator
preeklampsia, namun ternyata tidak sensitif dan spesifik sebagai alat diagnostik.
Namun, peningkatan kadar asam urat serum pada wanita yang menderita
hipertensi kronik menandakan peningkatan resiko terjadinya preeklampsia
superimpose.
Pemeriksaan laboratorium dasar harus dilakukan di awal kehamilan pada
wanita dengan faktor resiko menderita preeklampsia, yang terdiri dari
pemeriksaan kadar enzim hati, hitung trombosit, kadar kreatinin serum, protein
total, reduksi bilirubin, sedimen pada urin 24 jam.
Pada wanita yang telah didiagnosis preeklampsia, harus dilakukan juga
pemeriksaan kadar albumin serum, LDH, apus darah tepi, serta waktu
perdarahan dan pembekuan serta untuk mengetahui keadaan janin perlu

dilakukan pemeriksaan USG. Semua pemeriksaan ini harus dilakukan sesering


mungkin untuk memantau progresifitas penyakit.13,20
I. Prognosis
Penentuan prognosis ibu dan janin sangat bergantung pada umur gestasi
janin, ada tidaknya perbaikan setelah perawatan, kapan dan bagaimana proses
bersalin dilaksanakan, dan apakah terjadi eklampsia. Kematian ibu antara 9.8%25.5%, kematian bayi 42.2% -48.9%.9,13
J. Komplikasi
Beberapa komplikasi yang dapat terjadi, yaitu :13,18
1. Solusio plasenta: Biasa terjadi pada ibu dengan hipertensi akut.
2. Hipofibrinogenemia
3. Hemolisis: Gejala kliniknya berupa ikterik. Diduga terkait nekrosis
periportal hati pada penderita pre-eklampsia.
4. Perdarahan otak: Merupakan penyebab utama kematian maternal
penderita eklampsia.
5. Kelainan mata: Kehilangan penglihatan sementara dapat terjadi.
Perdarahan pada retina dapat ditemukan dan merupakan tanda gawat yang
menunjukkan adanya apopleksia serebri.
6. Edema paru
7. Nekrosis hati: Terjadi pada daerah periportal akibat vasospasme arteriol
umum. Diketahui dengan pemeriksaan fungsi hati, terutama dengan
enzim.
8. Sindrom HELLP (hemolisis, elevated liver enzymes, dan low platelet).
9. Prematuritas
10. Kelainan ginjal: Berupa endoteliosis glomerulus yaitu pembengkakan
sitoplasma sel endotelial tubulus ginjal tanpa kelainan struktur lainnya.
Bisa juga terjadi anuria atau gagal ginjal.
11. DIC (Disseminated Intravascular Coagulation): Dapat terjadi bila telah
mencapai tahap eklampsia.

K. Diagnosis Banding
Diagnosis banding preeklampsia berat , yaitu :6,16
1. Kehamilan dengan sindrom nefrotik
2. Kehamilan dengan payah jantung,
3. Hipertensi Kronis
4. Penyakit Ginjal
5. Edema Kehamilan
6. Proteinuria Kehamilan,
L. Penatalaksanaan
1. Penanganan di Puskesmas
Mengingat terbatasnya fasilitas yang tersedia di puskesmas, maka secara
prinsip, kasus-kasus preeklampsia berat dan eklampsia harus dirujuk ke tempat
pelayanan kesehatan dengan fasilitas yang lebih lengkap. Persiapan-persiapan yang
dilakukan dalam merujuk penderita adalah sebagai berikut :7
1. Menyiapkan surat rujukan yang berisikan riwayat penderita.
2. Menyiapkan partus set dan tongue spatel (sudip lidah).
3. Menyiapkan obat-obatan antara lain: valium injeksi, antihipertensi, oksigen,
cairan infus dextrose/ringer laktat.
4. Pada penderita terpasang infus dengan blood set.
5. Pada penderita eklampsia, sebelum berangkat diinjeksi valium 20 mg/iv, dalam
perjalanan diinfus drip valium 10 mg/500 cc dextrose dalam maintenance
drops. Selain itu diberikan oksigen, terutama saat kejang, dan terpasang tongue
spatel.
2. Penanganan di Rumah Sakit
Ditinjau dari umur kehamilan dan perkembangan gejala-gejala pre eklampsia
berat selama perawatan, maka perawatan dibagi menjadi:10,11,19

1. Perawatan aktif yaitu kehamilan segera diakhiri atau diterminasi ditambah


pengobatan medisinal.
2. Perawatan konservatif yaitu kehamilan tetap dipertahankan ditambah
pengobatan medisinal.
1. Perawatan Aktif
Perawatan aktif yang dilakukan, yaitu :10,11,16
a. Indikasi
-

Keadaan Ibu:

Kehamilan aterm ( > 37 minggu)


Adanya gejala-gejala impending eklampsia
Perawatan konservatif gagal ( 6 jam setelah pengobatan medisinal terjadi kenaikan
TD, 24 jam setelah pengobatan medisinal gejala tidak berubah)
Adanya Sindrom Hellp
-

Keadaan Janin

Adanya tanda-tanda gawat janin

Adanya pertumbuhan janin terhambat dalam rahim

b. Pengobatan Medisinal
-

Segera MRS.

Tirah baring miring ke satu sisi.

Infus D5 : RL 2:1 (60-125 ml/jam)

Diet cukup protein, rendah KH-lemak dan garam.

Antasida.

Obat-obatan :

Anti kejang:
i.

Sulfas Magnesikus (MgSO4)


Syarat-syarat pemberian MgSO4
a) Tersedia antidotum MgSO4 yaitu calcium gluconas 10%, 1 gram
(10% dalam 10 cc) diberikan I.V pelan dalam 3 menit.

b) Refleks patella positif kuat


c) Frekuensi pernapasan > 16 kali per menit, tanda distress pernafasan
(-)
d) Produksi urin > 100 cc dalam 4 jam sebelumnya (0,5 cc/kgBB/jam).
Cara Pemberian:
a) Jika ada tanda impending eklampsi dosis awal diberikan IV + IM,
jika tidak ada, dosis awal cukup IM saja. Dosis awal sekitar 4 gram
MgSO4 IV (20 % dalam 20 cc) selama 4 menit (1 gr/menit) atau
kemasan 20% dalam 25 cc larutan MgSO4 (dalam 3-5 menit).
Diikuti segera 4 gram di bokong kiri dan 4 gram di bokong kanan
(40 % dalam 10 cc) dengan jarum no 21 panjang 3,7 cm. Untuk
mengurangi nyeri dapat diberikan 1 cc xylocain 2% yang tidak
mengandung adrenalin pada suntikan IM.
b) Dosis ulangan diberikan setelah 6 jam pemberian dosis awal, dosis
ulangan 4 gram MgSO4 40% diberikan secara intramuskuler setiap
6 jam, bergiliran pada bokong kanan/kiri dimana pemberian
MgSO4 tidak melebihi 2-3 hari.
Penghentian MgSO4 :
1. Ada tanda-tanda keracunan yaitu kelemahan otot, hipotensi, refleks
fisiologis menurun, fungsi jantung terganggu, depresi SSP,
kelumpuhan dan selanjutnya dapat menyebabkan kematian karena
kelumpuhan otot-otot pernapasan karena ada serum 10 U
magnesium pada dosis adekuat adalah 4-7 mEq/liter. Refleks
fisiologis menghilang pada kadar 8-10 mEq/liter. Kadar 12-15 mEq
terjadi kelumpuhan otot-otot pernapasan dan lebih 15 mEq/liter
terjadi kematian jantung.
2. Setelah 24 jam pasca persalinan
3. 6 jam pasca persalinan normotensif, selanjutnya dengan luminal
3x30-60 mg
Bila timbul tanda-tanda keracunan magnesium sulfat

a) Hentikan pemberian magnesium sulfat


b) Berikan calcium gluconase 10% 1 gram (10% dalam 10 cc) secara
IV dalam waktu 3 menit.
c) Berikan oksigen.
d) Lakukan pernapasan buatan.
ii.

Diazepam
Digunakan bila MgSO4 tidak tersedia, atau syarat pemberian MgSO4
tidak dipenuhi. Cara pemberian: Drip 10 mg dalam 500 ml, max. 120
mg/24 jam. Jika dalam dosis 100 mg/24 jam tidak ada perbaikan, rawat
di ruang ICU.

iii.

Diuretika
Diuretikum tidak diberikan kecuali bila ada tanda-tanda edema paru,
payah jantung kongestif atau edema anasarka, serta kelainan fungsi
ginjal. Diberikan furosemid injeksi (Lasix 40mg/im).

iv.

Anti hipertensi
Indikasi pemberian antihipertensi bila TD sistolik >160 mmHg
diastolik > 110 mmHg. Sasaran pengobatan adalah tekanan diastolis <
105 mmHg (bukan kurang 90 mmHg) karena akan menurunkan perfusi
plasenta. Dosis antihipertensi sama dengan dosis antihipertensi pada
umumnya.
-

Bila dibutuhkan penurunan tekanan darah secepatnya, dapat


diberikan obat antihipertensi parenteral (tetesan kontinyu), catapres
(clonidine) injeksi 1 ampul = 0,15 mg/ml 1 amp + 10 ml NaCl
flash/ aquades masukkan 5 ml IV pelan 5 mnt, 5 mnt kemudian
TD diukur, tak turun berikan sisanya (5ml pelan IV 5 mnt).
Pemberian dapat diulang tiap 4 jam sampai TD normotensif.

Bila tidak tersedia antihipertensi parenteral dapat diberikan tablet


antihipertensi secara sublingual atau oral. Obat pilihan adalah
nifedipin yang diberikan 4 x 10 mg sampai diastolik 90-100 mmHg

v.

Kardiotonika

Indikasinya bila ada tanda-tanda menjurus payah jantung, diberikan


digitalisasi cepat dengan cedilanid.
vi.

Lain-lain :
-

Konsul bagian penyakit dalam / jantung, dan mata

Obat-obat antipiretik diberikan bila suhu rektal > 38,5 oC dapat


dibantu dengan pemberian kompres dingin atau alkohol atau
xylomidon 2 cc IM.

Antibiotik diberikan atas indikasi. Diberikan ampicillin 1 gr/6


jam/IV/hari.

Analgetik bila penderita kesakitan atau gelisah karena kontraksi


uterus. Dapat diberikan petidin HCL 50-75 mg sekali saja,
selambat-lambatnya 2 jam sebelum janin lahir.

Anti Agregasi Platelet: Aspilet 1x80 mg/hari.


Syarat: Trombositopenia (<60.000/cmm)

c. Pengobatan obstetrik
Cara terminasi kehamilan yang belum inpartu :
i.

Induksi persalinan :
-

amniotomi

tetesan oksitosin dengan syarat nilai Bishop 5 atau lebih dan dengan
fetal heart monitoring.

ii.

Seksio sesaria bila :


-

Fetal assesment jelek

Syarat tetesan oksitosin tidak dipenuhi (nilai Bishop kurang dari 5) atau
adanya kontraindikasi tetesan oksitosin.

12 jam setelah dimulainya tetesan oksitosin belum masuk fase aktif.

Pada primigravida lebih diarahkan untuk dilakukan terminasi dengan


seksio sesaria.

Cara terminasi kehamilan yang sudah inpartu :


Kala I
i.

Fase laten : 6 jam belum masuk fase aktif maka dilakukan seksio sesaria.

ii.

Fase aktif :
-

Amniotomi saja

Bila 6 jam setelah amniotomi belum terjadi pembukaan lengkap maka


dilakukan seksio sesaria (bila perlu dilakukan tetesan oksitosin).

Kala II
Pada persalinan per vaginam maka kala II diselesaikan dengan partus
buatan vakum ekstraksi/forcep ekstraksi. Amniotomi dan tetesan oksitosin
dilakukan sekurang-kurangnya 3 menit setelah pemberian pengobatan
medisinal. Pada kehamilan <37 minggu; bila keadaan memungkinkan,
terminasi ditunda 2 kali 24 jam untuk maturasi paru janin dengan memberikan
kortikosteroid.
2. Perawatan Konservatif
a. Indikasi perawatan konservatif
-

bila kehamilan preterm kurang dari 37 minggu

tanpa disertai tanda-tanda inpending eklampsia

keadaan janin baik.

b. Pengobatan medisinal :
-

Awal diberikan 8 g SM 40% IM bokong kanan- bokong kiri dilanjutkan


dengan 4 g IM setiap 6 jam

Bila ada perbaikan atau tetap diteruskan 24 jam

Apabila setelah 24 jam ada tanda-tanda perbaikan maka pengobatan


diteruskan sbb : beri tablet luminal 3 x 30 mg/p.o

Anti hipertensi oral bila TD masih > 160/110 mmHg.

c. Pengobatan obstetri :
-

Selama perawatan konservatif : observasi dan evaluasi sama seperti


perawatan aktif hanya disini tidak dilakukan terminasi.

MgSO4 dihentikan bila ibu sudah mempunyai tanda-tanda pre eklampsia


ringan, selambat-lambatnya dalam 24 jam.

Bila setelah 24 jam tidak ada perbaikan maka dianggap pengobatan


konservatif gagal dan harus diterminasi.

Bila sebelum 24 jam hendak dilakukan tindakan maka diberi lebih dahulu
MgSO4 20% 2 gram intravenous.

d. Penderita dipulangkan bila :


-

Penderita kembali ke gejala-gejala / tanda-tanda pre eklampsia ringan dan


telah dirawat selama 3 hari.

Bila selama 3 hari tetap berada dalam keadaan pre eklampsia ringan :
penderita dapat dipulangkan dan dirawat sebagai pre eklampsia ringan
(diperkirakan lama perawatan 1-2 minggu).

3. Penatalaksanaan Eklampsia
Eklampsia merupakan kelanjutan dari preeklampsia berat disertai semakin
tingginya angka kematian maternal dan perinatal. Tambahan gejala eklampsia
adalah menurunnya kesadaran sampai dengan koma dan terjadi konvulsi. Terapi
eklampsia dengan konvulsi bertujuan untuk mencegah terjadi konvulsi terlalu
lama, mencegah agar konvulsi berkurang, menyelamatkan jiwa maternal dengan
pengobatan Magnesium sulfat.10,11,18
a. Prinsip pengobatan :
-

Menghentikan dan mencegah kejang-kejang

Memperbaiki keadaan umum ibu/janin seoptimal mungkin

Mencegah komplikasi

Terminasi kehamilan/ persalinan dengan trauma seminimal mungkin pada


ibu.

i.

Obat untuk anti kejang


-

Mg SO4

Dosis awal : 4 g 20% IV pelan-pelan selama 3 menit atau lebih, disusul


8 g 40% IM terbagi pada bokong kanan dan kiri.

Dosis ulangan : tiap 6 jam diberikan 4 g 40% IM diteruskan sampai 24


jam paska persalinan atau 24 jam bebas kejang.

Apabila ada kejang lagi, diberikan 2 g MgSO4 20% IV pelan-pelan.


Pemberian IV ulangan ini hanya SEKALI SAJA, apabila timbul kejang
lagi, berikan pentotal 5 mg/KgBB/IV pelan-pelan

Bila ada tanda-tanda keracunan MgSO4 diberikan anti dotum Glukonas


Kalsikus 10g%, 10ml IV pelan-pelan selama 3 menit.

Apabila sudah diberikan pengobatan diazepam diluar maka : diberikan


MgSO4 secara hati-hati terutama kalu ada kelainan jantung.

Perawatan kalau kejang :

Kamar isolasi yang cukup terang

Pasang sadep lidah ke dalam mulut

Kepala dierandahkan dan orofaring dihisap

Oksigenisasi yang cukup

Fiksasi badan di tempat tidur harus cukup longgar agar jangan fraktur

Perawatan kalau koma : antikejang tidak diberikan

Monitor kesadaran dan dalamnya koma dan tentukan skor tanda vital

Perlu diperhatikan pencegahan dekubitus dan makanan penderita

Pada koma yang lama bila nutrisi parenteral tidak mungkin maka
berikan dalam bentuk NGT

ii.

iii.

Memperbaiki keadaan umum ibu


-

Infus D5%

Pasang CVP untuk :

Pemantauan keseimbangan cairan

Pemberian kalori

Koreksi keseimbangan asam basa

Koreksi keseimbangan elektrolit

Mencegah komplikasi

Obat-obat antihipertensi
Diberikan

pada

penderita

TD

160/110

mmHG

atau

lebih

(nifedipine,catapres)
-

Diuretika : hanya diberikan atas indikasi edema paru dan kelainan fungsi
ginjal

Kardiotonika : diberikan atas indikasi ada tanda-tanda payah jantung,


edema paru, dan nadi > 120x/m, sianosis diberikan digitalis cepat dengan
cedilanid.

iv.

v.

Antibiotika diberikan ampicilin 3x1 g/IV

Antipiretika : xylomidon 2 ml/IM dan atau kompres alkohol

Kortikosteroid

Penanganan pada edema paru akut :


-

Oksigen

Morfin

Furosemid

Bila TD 160/100 mmHg diberikan antihipertensi

Terminasi kehamilan
Stabilisasi : 4-8 jam setelah salah satu atau lebih keadaan di bawah ini
-

Setelah kejang terakhir

Setelah pemberian anti kejang terakhir

Setelah pemberiaan anti hipertensi terakhir

Penderita mulai sadar

Untuk koma tentukan skor tanda vital


STV > 10 boleh terminas, STV <9 tunda 6 jam kalau ada perubahan
terminasi

Cara pengakhiran kehamilan dan persalinan sama dengan PEB


M. Pencegahan
1. Meningkatkan jumlah balai pemeriksaan antenatal dan mengusahakan agar
semua wanita hamil memeriksakan diri sejak hamil muda.

2. Mencari

pada

setiap

pemeriksaan

tanda-tanda

preeklampsia

dan

mengobatinya segera apabila ditemukan.


3. Mengakhiri kehamilan sedapat-dapatnya pada kehamilan 37 minggu ke atas
apabila setelah dirawat tanda-tanda preeklampsia tidak juga dapat
dihilangkan.
4. Berdasarkan teori iskemik plasenta, radikal bebas dan disfungsi endotel yang
dapat menyebabkan hipoksia dan iskemik plasenta, yang pada akhirnya
menghasilkan oksidan (radikal bebas) dalam tubuh, sehingga untuk
mencegahnya bisa diberikan antioksidan, yang dibagi menjadi 3 golongan :
-

Antioksidan primer
Antioksidan primer berperan untuk mencegah pembentukan radikal bebas
baru dengan memutus reaksi berantai dan mengubahnya menjadi produk
yang lebih stabil. Contoh antioksidan primer, ialah enzim superoksida
dimustase (SOD), katalase, dan glutation dimustase.

Antioksidan Sekunder
Antioksidan sekunder berfungsi menangkap senyawa radikal serta
mencegah terjadinya reaksi berantai. Contoh antioksidan sekunder
diantaranya yaitu vitamin E, Vitamin C, dan -karoten.

Antioksidan Tersier
Antioksidan tersier berfungsi memperbaiki kerusakan sel dan jaringan
yang disebabkan oleh radikal bebas. Contohnya yaitu enzim yang
memperbaiki DNA pada inti sel adalah metionin sulfoksida reduktase.13,21

KESIMPULAN
Preeklampsia berat adalah suatu komplikasi kehamilan yang ditandai dengan
timbulnya tekanan darah tinggi 160/110 mmHg atau lebih disertai proteinuria
dan/atau edema pada kehamilan 20 minggu atau lebih.
Penyebab preeklampsia sampai saat ini masih belum diketahui secara pasti,
sehingga penyakit ini disebut dengan The Diseases of Theories. Beberapa faktor
yang berkaitan dengan terjadinya preeklampsia adalah : Faktor Trofoblast, Faktor
Imunologik, Faktor Gizi, Faktor Genetik, Faktor Hormonal, Peran Prostasiklin dan
Tromboksan. Jumlah Kematian ibu antara 9.8%-25.5%, kematian bayi 42.2% -48.9%.
Dikatakan preeklampsia berat bila dijumpai satu atau lebih tanda/gejala
berikut : TD 160 / 110 mmHg, proteinuria > 5 gr / 24 jamatau kualitatif 3+ / 4+,
Oliguria 500 ml / 24 jam, peningkatan kadar enzim hati dan / atau ikterus, nyeri
kepala frontal atau gangguan penglihatan, nyeri epigastrium, edema paru atau
sianosis, pertumbuhan janin intra uterin yang terhambat (IUFGR), HELLP Syndrom
(H = Hemolysis, E = Elevated, L = Liver enzyme, LP = Low Platelet Counts) dan
Koma.
Ditinjau dari umur kehamilan dan perkembangan gejala-gejala pre eklampsia
berat selama perawatan, maka perawatan dibagi menjadi : (1) Perawatan aktif yaitu
kehamilan segera diakhiri atau diterminasi ditambah pengobatan medicinal (segera
rawat di ruangan yang terang dan tenang, terpasang infus Dx/RL, tirah baring miring
ke satu sisi, diet cukup protein, rendah KH-lemak dan garam, berikan anti kejang, anti
hipertensi, dll) (2) Perawatan konservatif yaitu kehamilan tetap dipertahankan
ditambah pengobatan medicinal.

Anda mungkin juga menyukai