Anda di halaman 1dari 10

TUGAS AGAMA

ALIRAN-ALIRAN YANG BERKEMBANG


DALAM ISLAM

Dosen Pembimbing
MUHAJIR, S.Pd I, MA
Disusun Oleh
KELOMPOK 3
ANGGOTA :

NURUL ZULFATI JANNAH (16624010


PUTRI NAHRISYAH (16624010
RAHMAT ZULFAN (16624010
SYAFIRA (16624010
ZIHAN FERADICA (16624010

PRODI AKUNTANSI JURUSAN TATANIAGA


POLITEKNIK NEGERI LHOKSEUMAWE
2016

1. Jamiyatul Chair
Didirikan pada tahun 1901 M. Di Jakarta sebagai hasil dari masuknya faham Syeh
Muhammad Abduh ke Indonesia melalui majalah Al Urwatul Wutsqa. Nama Jamiyatul
Chair disesuaikan dengan Jamiyah Al Chairiyah, yang didirikan Syech Muhammad
Abduh di Mesir.
Anggotanya terdiri dari keturunan Arab yang ada di Indonesia.
Pada tahun 1903 Saiyid Barzandi, Muhammad Al Fachir Al Mansur dan Idrus ibn
Shahab mengurus izin ke Belanda dan izin dapat diperoleh dari Belanda pada tahun
1905. pada tahun itu juga datang peninjau dari Istanbul yaitu Ahmad Amin Bey.
Organisasi ini kemudian berkembang maju, di antara anggotanya antara lain: KH.
Ahmad Dahlan, dan H.O.S Cokroaminoto.
Pada tahun 1912 organisasi ini mendapat kiriman seorang guru agama dari Syarif
Husein di Mekah, yang bernama Syech Ahmad Surkaty Al Anshary As Sudany
Selanjutnya Syeh Ahmad Surkaty mengadakan peningkatan usaha dalam Jamiyatul
Chair dengan melakukan modernisasi dalam empat bidang, yaitu :
- Bahasa Arab
- Pendidikan Agama Islam
- Pelajaran Agama

- Ukhuwah Islamiyah
2. Al Irsyad
Jamiyatul Ishlah wal Irsyad atau disingkat Al Irsyad merupakan organisasi yang berdiri
pada tahun 1914. Organisasi ini merupakan kelanjutan dari organisasi Jamiyatul Chair
yang terpecah menjadi tiga macam, yaitu Jamiyatul Chair, ar-Rabithah al Awaliyah
dan Al Irsyad.
Latar belakang berdirinya organisasi ini karena Syech Ahmad Surkaty dalam suatu
dialog tentang sekufu antara golongan Sayid dan bukan Sayid, memberikan
penjelasan tanpa menyinggung madzhab hanya menggunakan pendapat sendiri,
sehingga menimbulkan perpecahan antara golongan Sayid dan bukan sayid. Pendapat
Syech Ahmad Surkaty menimbulkan salah pengertian pada orang awam, bahwa
pendapatnya itulah satu-satunya yang benar, sedangkan pendapat yang lainnya
salah.
Golongan Sayid marah kepada Syech Ahmad Surkaty, lalu mereka memisahkan diri
dari Jamiyatul Chair dan membentuk organisasi baru yang bernama Ar Rabithah AlAlawiyah.
Akibatnya Jamyatul Chair menjadi sepi. KH. Ahmad Dahlan dan HOS Cokroaminoto
membujuk Syeh Ahmad Surkaty agar tetap melanjutkan usaha bersama-sama
mengadakan modernisasi di Indonesia. Lalu Syech Ahmad Surkaty membentuk
organisasi baru yang diberi nama Jamiyatul Ishlah wal Irsyad atau Al Irsyad.
Dalam perkembangan selanjutnya di Indonesia muncul organisasi yang bermacammacam tetapi pada intinya merupakan perkembangan dari dua organisasi sebelumnya
yaitu organisasi simpatisan Al Irsyad atau organisasi simpatisan Al rabithah Al
Alawiyah. Di antara simpatisan Al Irsyad antara lain : Muhammadiyah, Persis,
Thawalib, sedangkan simpatisan Ar Rabithah Al Alawiyah antara lain : Persatuan
Tarbiyatul Islamiyah, Jamiyatul Washliyah, Musyawaratut Thalibin.
Kemudian muncul pula organisasi yang berusaha menggabungkan semuanya yaitu
Nahdlatul Ulama atau NU
Syech Ahmad Surkaty wafat pada tahun 1945, usahanya kemudian dilanjutkan oleh
keponakannya yaitu : Ustadz Muchtar Lutfie Al Anshary

3. Sarikat Islam
Sebagai perwujudan kesepakatan dengan Syeh Ahmad Surkaty, HOS Cokroaminoto
kemudian mendirikan organisasi bernama Sarikat Islam. Pada awalnya organisasi ini
bernama SDI ( Sarikat Dagang Islam ) yang didirikan pada tahun 1911 di Solo dibawah
pimpinan H. Samanhudi. Kemudian kegiatannya diperluas dan namanya diganti
menjadi Sarikat Islam ( SI ) pada tahun 1912.
Pada tahun 1916 M. Sarikat Islam mulai bergerak di bidang politik. Menginginkan
pemerintahan sendiri, turut merundingkan soal pemerintahan. Kemudin SI dimasuki
oleh orang-orang yang berjiwa Komunis, sehingga SI pecah menjadi :
1. SI putih yang murni
2. SI merah yang berhaluan Komunis.

Untuk menonjolkan unsur politiknya maka SI ditingkatkan namanya menjadi Partai


Sarikat Islam ( PSI ), tetapi adanya SI merah yang berhaluan Komunis menjadikan
keruhnya tanggapan masyarakat terhadap SI. Akhirnya SI merah keluar dari SI dan
membentuk Partai Komunis Indonesia ( PKI ) , sedangkan SI putih lalu meningkatkan
namanya menjadi Partai Saikat Islam Indonesia ( PSII ).
Akibat masuknya pengaruh Komunis dalam SI merah, menyebabkan simpati
masyarakat terhadap SI menjadi berkurang. Banyak orang orang awam yang
menarik diri dan tidak memasuki organisasi SI lagi. Hal ini mendorong ulama ulama
Jawi membentuk organisasi lokal seperti Nahdlatul Ulama ( NU ) di Surabaya,
Musyawaratut Thalibin di Kalimantan, Persatuan Ulama Seluruh Aceh ( PUSA), Darul
Dawah wal Irsyad di Sulawesi, dan Nahdlatul Wathan di Nusa Tenggara.
4. Muhammadiyah
Sebagaimana kesepakatan dengan Syeh Ahmad Surkaty, maka bersama sama
dengan SI yang dipimpin oleh HOS Cokroaminoto, KH. A. Dahlan mendirikan
Muhammadiyah di Yogyakarta. Kalau SI menitik - beratkan pada bidang ekonomi dan
politik, maka Muhammadiyah lebih menitik beratkan kepada pendidikan,
pembentukan kader yang sanggup ber-ijtihad. Muhammadiyah sebagai organisasi
yang berasaskan Islam bertujuan untuk menegakkan dan menjunjung tinggi agama
Islam, sehingga terwujud masyarakat Islam yang sebenarnya.
Untuk mencapai tujuannya maka diadakan usaha usaha antara lain :
1. Membentuk majlis Tabligh,
2. Mendirikan Sekolah-sekolah
3. Membentuk Majlis Tarjih
4. Mendirikan Panti Asuhan dan PKU untuk mengurusi orang sakit
5. Mendirikan orgnisasi Aisyiyah untuk kaum wanita
5. Thawalib
Organisasi ini didirikan pada tahun 1907 oleh H. Abdul Karim Amrullah, M, Jamil
Jambek dan Abdullah Ahmad di Sumatera Barat. Organisasi ini berusaha mengadakan
modernisasi seperti yang telah dilakukan oleh Syeh Muhamad Abduh di Mesir, dan
Jamiyatul Chair di Jawa. Madrasah Diniyah didirikan untuk mendidik kader-kader.
Didirikan juga madrasah diniyah untuk putri.
Abdullah Ahmad mendirikan Adabiyah School di Padang . Sebagai sarana untuk
menyiarkan pikiran pembaharuan , maka diterbitkan pula majalah Al Munir yang
antara lain berisi terjemahan Al Urwatul Wutsqo.
H. Abdullah Karim Amrullah kemudian menulis kitab Ushul Fiqh yang bernama :
Sullamul Mushul yang menerangkan tentang umat Islam tidak boleh puas dengan
mengikuti madzhab, tetapi harus berusaha ber- ijtihad sendiri langsung memetik
hukum dari Quran dan Hadist, tanpa madhab. Pendapat ini tidak disetujui oleh
sebagian ulama yang kemudian para ulama berusaha membentuk organisasi baru
yang bernama Tarbiyatul Islamiyah
6. PERTI

Persatuan Tarbiyatul Islamiyah ( PERTI ) didirikan di Sumatera Barat oleh ulama yang
tidak setuju dengan Thawalib, yang dipimpin oleh Syech Sulaiman Ar Rasuly.
Organisasi PERTI ditetapkan bermadzhab Syafii. Usaha-usahanya antara lain :
- mendirikan Madrasah
- menerbitkan majalah SUARTI ( Suara Tarbiyatul Islamiyah )
- menerbitkan bulletin Al Mizan
Organisasi ini terus berkembang sampai Proklamasi Kemerdekaan RI dan menjelma
menjadi
Partai Tarbiyatul Islamiyah dengan singkatan tetap PERTI
7. PMT
Dengan alasan yang sama terhadap Thawalib, maka di Tapanuli didirikan Persatuan
Muslimin Tapanuli ( PMT ) yang mengadakan kegiatan yang sama dengan PERTI di
daerah Tapanuli. PMT didirikan pada tahun 1930 dibawah pimpinan Syech Mustofa
Husein Purbabaru. Setelah Proklamasi Kemerdekaan RI, oraganisasi PMT bergabung
dengan Nahdlatul Ulama ( NU ).
8. NU
Nahdlatul Ulama (Kebangkitan Ulama atau Kebangkitan Cendekiawan Islam), disingkat
NU, adalah sebuah organisasi Islam yang terbesar nomer 1 di Indonesia. Organisasi
ini
berdiri pada 31 Januari 1926 dan bergerak di bidang pendidikan, sosial, dan ekonomi.
Keterbelakangan baik secara mental, maupun ekonomi yang dialami bangsa
Indonesia, akibat penjajahan maupun akibat kungkungan tradisi, telah menggugah
kesadaran kaum terpelajar untuk memperjuangkan martabat bangsa ini, melalui jalan
pendidikan dan organisasi. Gerakan yang muncul 1908 tersebut dikenal dengan
"Kebangkitan Nasional". Semangat kebangkitan memang terus menyebar ke manamana - setelah rakyat pribumi sadar terhadap penderitaan dan ketertinggalannya
dengan bangsa lain. Sebagai jawabannya, muncullah berbagai organisasi pendidikan
dan pembebasan.
Kalangan pesantren yang selama ini gigih melawan kolonialisme, merespon
kebangkitan nasional tersebut dengan membentuk organisasi pergerakan, seperti
Nahdlatul Wathan (Kebangkitan Tanah Air) pada 1916. Kemudian pada tahun 1918
didirikan Taswirul Afkar atau dikenal juga dengan "Nahdlatul Fikri" (kebangkitan
pemikiran), sebagai wahana pendidikan sosial politik kaum dan keagamaan kaum
santri. Dari situ kemudian didirikan Nahdlatut Tujjar, (pergerakan kaum saudagar).
Serikat itu dijadikan basis untuk memperbaiki perekonomian rakyat. Dengan adanya
Nahdlatul Tujjar itu, maka Taswirul Afkar, selain tampil sebagai kelompok studi juga
menjadi lembaga pendidikan yang berkembang sangat pesat dan memiliki cabang di
beberapa kota.
Beranggotakan komite dan berbagai organisasi yang bersifat embrional dan ad hoc,
maka setelah itu dirasa perlu untuk membentuk organisasi yang lebih mencakup dan
lebih sistematis, untuk mengantisipasi perkembangan zaman. Maka setelah
berkordinasi dengan berbagai kyai, akhirnya muncul kesepakatan untuk membentuk
organisasi yang bernama Nahdlatul Ulama (Kebangkitan Ulama) pada 16 Rajab 1344 H
(31 Januari 1926). Organisasi ini dipimpin oleh K.H. Hasyim Asy'ari sebagai Rais Akbar.
Untuk menegaskan prisip dasar organisasi ini, maka K.H. Hasyim Asy'ari merumuskan
kitab Qanun Asasi (prinsip dasar), kemudian juga merumuskan kitab I'tiqad

Ahlussunnah Wal Jamaah. Kedua kitab tersebut kemudian diejawantahkan dalam


khittah NU, yang dijadikan sebagai dasar dan rujukan warga NU dalam berpikir dan
bertindak dalam bidang sosial, keagamaan dan politik.
NU menganut paham Ahlussunah waljama'ah, sebuah pola pikir yang mengambil jalan
tengah antara ekstrem aqli (rasionalis) dengan kaum ekstrem naqli (skripturalis).
Karena itu sumber pemikiran bagi NU tidak hanya al-Qur'an, sunnah, tetapi juga
menggunakan kemampuan akal ditambah dengan realitas empirik. Cara berpikir
semacam itu dirujuk dari pemikir terdahulu seperti Abu Hasan Al-Asy'ari dan Abu
Mansur Al-Maturidi dalam bidang teologi. Kemudian dalam bidang fiqih lebih
cenderung mengikuti mazhab: imam Syafi'i dan mengakui tiga madzhab yang lain:
imam Hanafi, imam Maliki,dan imam Hanbali sebagaimana yang tergambar dalam
lambang NU berbintang 4 di bawah. Sementara dalam bidang tasawuf,
mengembangkan metode Al-Ghazali dan Junaid Al-Baghdadi, yang mengintegrasikan
antara tasawuf dengan syariat.
Gagasan kembali kekhittah pada tahun 1984, merupakan momentum penting untuk
menafsirkan kembali ajaran ahlussunnah wal jamaah, serta merumuskan kembali
metode berpikir, baik dalam bidang fikih maupun sosial. Serta merumuskan kembali
hubungan NU dengan negara. Gerakan tersebut berhasil kembali membangkitkan
gairah pemikiran dan dinamika sosial dalam NU.
Dalam menentukan basis pendukung atau warga NU ada beberapa istilah yang perlu
diperjelas, yaitu: anggota, pendukung atau simpatisan, serta Muslim tradisionalis yang
sepaham dengan NU. Jika istilah warga disamakan dengan istilah anggota, maka
sampai hari ini tidak ada satu dokumen resmipun yang bisa dirujuk untuk itu. Hal ini
karena sampai saat ini tidak ada upaya serius di tubuh NU di tingkat apapun untuk
mengelola keanggotaannya.
Apabila dilihat dari segi pendukung atau simpatisan, ada dua cara melihatnya. Dari
segi politik, bisa dilihat dari jumlah perolehan suara partai-partai yang berbasis atau
diasosiasikan dengan NU, seperti PKBU, PNU, PKU, Partai SUNI, dan sebagian dari PPP.
Sedangkan dari segi paham keagamaan maka bisa dilihat dari jumlah orang yang
mendukung dan mengikuti paham kegamaan NU. Maka dalam hal ini bisa dirujuk hasil
penelitian Saiful Mujani (2002) yaitu berkisar 48% dari Muslim santri Indonesia. Suaidi
Asyari[1] memperkirakan ada sekitar 51 juta dari Muslim santri Indonesia dapat
dikatakan pendukung atau pengikut paham keagamaan NU. Jumlah keseluruhan
Muslim santri yang disebut sampai 80 juta atau lebih, merupakan mereka yang sama
paham keagamaannya dengan paham kegamaan NU. Namun belum tentu mereka ini
semuanya warga atau mau disebut berafiliasi dengan NU.
Berdasarkan lokasi dan karakteristiknya, mayoritas pengikut NU terdapat di pulau
Jawa, Kalimantan, Sulawesi dan Sumatra. Pada perkembangan terakhir terlihat bahwa
pengikut NU mempunyai profesi beragam, meskipun sebagian besar di antara mereka
adalah rakyat jelata baik di perkotaan maupun di pedesaan. Mereka memiliki
kohesifitas yang tinggi, karena secara sosial ekonomi memiliki problem yang sama,
serta selain itu juga sama-sama sangat menjiwai ajaran ahlus sunnah wal jamaah.
Pada umumnya mereka memiliki ikatan cukup kuat dengan dunia pesantren yang
merupakan pusat pendidikan rakyat dan cagar budaya NU.
Basis pendukung NU ini cenderung mengalami pergeseran. Sejalan dengan
pembangunan dan perkembangan industrialisasi, maka penduduk NU di desa banyak
yang bermigrasi ke kota memasuki sektor industri. Maka kalau selama ini basis NU
lebih kuat di sektor petani di pedesaan, maka saat di sektor buruh di perkotaan, juga
cukup dominan. Demikian juga dengan terbukanya sistem pendidikan, basis

intelektual dalam NU juga semakin meluas, sejalan dengan cepatnya mobilitas sosial
yang terjadi selama ini. Belakangan ini NU sudah memiliki sejumlah doktor atau
magister dalam berbagai bidang ilmu selain dari ilmu ke-Islam-an baik dari dalam
maupun luar negeri, termasuk negara-negara Barat. Namun para doktor dan magister
ini belum dimanfaatkan secara maksimal oleh para pengurus NU hampir di setiap
lapisan kepengurusan NU.
Tujuan
Menegakkan ajaran Islam menurut paham Ahlussunnah waljama'ah di tengah-tengah
kehidupan masyarakat, di dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Usaha
1. Di bidang agama, melaksanakan dakwah Islamiyah dan meningkatkan rasa
persaudaraan yang berpijak pada semangat persatuan dalam perbedaan.
2. Di bidang pendidikan, menyelenggarakan pendidikan yang sesuai dengan nilai-nilai
Islam, untuk membentuk muslim yang bertakwa, berbudi luhur, berpengetahuan
luas.Hal ini terbukti dengan lahirnya Lembaga-lembaga Pendidikan yang bernuansa
NU dan sudah tersebar di berbagai daerah khususnya di Pulau Jawa.
3. Di bidang sosial budaya, mengusahakan kesejahteraan rakyat serta kebudayaan
yang sesuai dengan nilai keislaman dan kemanusiaan.
4. Di bidang ekonomi, mengusahakan pemerataan kesempatan untuk menikmati hasil
pembangunan, dengan mengutamakan berkembangnya ekonomi rakyat.Hal ini
ditandai dengan lahirnya BMT dan Badan Keuangan lain yang yang telah terbukti
membantu masyarakat.
5. Mengembangkan usaha lain yang bermanfaat bagi masyarakat luas. NU berusaha
mengabdi dan menjadi yang terbaik bagi masyrakat.
Struktur
1. Pengurus Besar (tingkat Pusat)
2. Pengurus Wilayah (tingkat Propinsi)
3. Pengurus Cabang (tingkat Kabupaten/Kota) atau Pengurus Cabang Istimewa untuk
kepengurusan di luar negeri
4. Pengurus Majlis Wakil Cabang / MWC (tingkat Kecamatan)
5. Pengurus Ranting (tingkat Desa / Kelurahan)
Untuk Pusat, Wilayah, Cabang, dan Majelis Wakil Cabang, setiap kepengurusan terdiri
dari:
1. Mustayar (Penasihat)
2. Syuriyah (Pimpinan tertinggi)
3. Tanfidziyah (Pelaksana Harian)
Untuk Ranting, setiap kepengurusan terdiri dari:
- Syuriyah (Pimpinan tertinggi )
- Tanfidziyah (Pelaksana harian)
9. PERSIS
Sebagai akibat pembatasan gerak yang dilakukan oleh Belanda terhadap Jamiyatul
Chair, maka diadakanlah Persatuan Islam ( PERSIS ) yang didirikan oleh A. Hasan di
Bandung pada tahun 1923. Usahanya untuk meningkatkan kesadaran beragama dan
membentuk kader dengan membuka sekolah dan madrasah. Dalam
perkembangannya organisasi ini menonjol dalam amar makruf nahi munkar, terutama
pemberantasan kemaksiatan
10. Musyawaratut Thalibin

Organisasi ini lahir di Kalimantan sebagai perkembangan lebih lanjut dari organisasi
Sarikat Islam. Mereka melanjutkan usah- usaha SI dengan mendirikan sekolah Darus
Salam Martapura, merupakan madrasah yang lengkap dengan asrama dan sawah ladangnya, sebagai bekal para santri belajar di sana . para santri tamatan madrasah
Darus Salam setelah kembali banyak yang mengembangkan usaha pendidikan Darus
Salam di kampung halaman masing-masing, sehingga menjadi cabang dari Darus
Salam.
Pada tahun 1930, syeh Abdur rasyid Amuntai kembali dari Mesir, lalu mengadakan
modernisasi dengan membuka Mahad Rasyidiyah, sebagai lembaga pendidikan yng
lengkap dari taman kanak-kanak sampai lanjutan atas. Juga mendirikan Normal Islam
Amuntai, sebagai sekolah guru Islam yang modern , serta mendirikan poliklinik untuk
anak-anak dan umum yang berada dalam suatu komplek yang disebut Mahad
Rasyidiyah.
Selanjutnya Musyawaratut Thalibin bergabung dengan MIAI atau Masyumi . Dan
setelah Masyumi bubar, sebagian anggota Musyawatut Thalibin ada yang bergabung
dengan Nahdlatul Ulama ( NU ) dan ada juga yang bergabung dengan Al Jamiyatul
Washliyah.
11. Jamiyatul Washliyah
Diresmikan pada tahun 1930, di Sumatera Utara. Mengutamakan kegiatan di bidang
dawah hasil usahanya melahirkan organisasi dawah besar, yaitu Yayasan Zending
Islam Indonesia.
Program kegiatan Jamiyatul Washliyah antara lain :
1. menetapkan satu madzhab, yaitu Syafii
2. memberikan kebebasan kepada para anggotanya untuk beramal menurut faham
masing-masing
3. mengalihkan pemikiran umat Islam yang sedang sibuk mempertentangkan masalah
chilafiyah kepada masalah dawah yang sebenarnya.
12. PUSA
Persatuan Ulama Seluruh Aceh atau PUSA merupakan organisasi yang melanjutkan
usaha dari SI, bertujuan untuk melaksanakan syariat Islam dalam masyarakat, serta
meningkatkan syiar Islam dengan meningkatkan pendidikan.
13. Nahdhatul Wathan
Organisasi ini didirikan di Nusa Tenggara, sebagai kelanjutan dari SI. Usaha Nahdlatul
Wathan adalah meningkatkan kesadaran bergama dengan membuka sekolah-sekolah.
14. MIAI
Majlis Islam Alaa Indonesia atau MIAI, merupakan organisasi gabungan dari organisasi
yang ada di Indonesia. Pada awal berdiri tahun 1921 anggotanya terdiri dari :
1. PSII
2. Muhammadiyah
3. Al Irsyad
4. POI ( Persatuan Oemmat Islam ) Majalengka
5. Al Islam, Solo
6. Hidayatul Islamiyah, Banyuwangi

7. Al Chairiyah, Surabaya
Pada kongres I tahun 1932 di Malang, anggotanya bertambah, yaitu :
8. Nahdlatul Ulama, Surabaya
9. Jong Islamiten Bond, Semarang
10. Ahmadiyah Lahore, Solo
11. PPDP ( Persatuan Pengulu dan Pegawainya ) Solo
12. PUSURA ( Perhimpunan Putera Surabaya )
13. PAI ( Partai Arab Indonesia ), Surabaya
14. Muroatul Ikhwan, Surabaya
15. Kuliyah Islam, Surabaya
16. PTTR ( Perhimpunan Pegawai Pos Telegraf Telefon dan Radio Dienst Rendahan ),
Surabaya
17. Komite Pembela Islam Palembang
18. Komite Persatuan Islam Banjarnegara
19. Komite Umat Islam
Pada kongres II di Solo tahun 1939, anggotanya bertambah, yaitu :
1. Persatuan Islam ( PERSIS )
2. Al Ittihadiyatul Islamiyah Sukabumi
3. Partai Islam Indonesi ( PII)
4. Ar Rabithah Al Alawiyah, Jakarta
5. Pasundan Isteri, Bandung
6. Perempuan Indonesia, Bandung
7. PIB ( Persatuan Islam Bima )
8. Badan Pertahanan Islam Medan
9. Perhimpunan Andalas Surakarta
10. Perserikatan Ulama Majalengka
11. Persatuan Umat Islam Banjarnegara
12. Majlis Islam Cirebon
13. Komite Umat Islam Purworejo
14. Hoofd-Comite Pesantren Luhur, Solo
Pada kongres III di Solo tahun 1941, anggotanya bertambah yaitu :
1. Persatuan Ulama Seluruh Aceh ( PUSA)
2. Musyawaratut Thalibin Kalimantan
3. Majlis Ulama Indonesia Toli-Toli
4. Persatuan Muslimin Minahasa
5. Persatuan Putera Borneo, Surabaya
6. PERPINDOM ( Persatuan Pemuda Indonesia Malaya ) di Mesir
7. Al Jamiyatul Wasliyah Medan
8. Ittihadul Ulama Medan

15. JZII
Yayasan Zending Islam Indonesia atau JZII adalah suatu badan yang dibentuk sebagai
pelaksana dari hasil keputusan MIAI tentang zending Islam. Pada awal berdirinya
dipakai nama Centraal Zending islam Indonesia, kemudian di Indonesiakan menjadi
Majlis Tinggi Penyiaran Islam Indonesia, yang berpusat di Medan.

Pada tahun 1950 setelah MIAI dibubarkan, badan ini menjadi otonom di dalam
organisasi Al Jamiyatul Wasliyah
16. TPI
Taman Pendidikan Islam ( TPI ) didirikan pada tahun 1950 di Medan dengan ketua H.
Rivai Abd Manaf. Organisasi ini mementingkan pendidikan meliputi Ilmu, Amal dan
Maal, dengan sasaran orang-orang yang bekerja di perkebunan-perkebunan Belanda.

17. Inkar Sunnah


Orang yang tidak mempercayai hadits Nabi saw sebagai landasan Islam, maka dia sesat.
Itulah kelompok Inkar Sunnah.
Ada tiga jenis kelompok Inkar Sunnah. Pertama kelompok yang menolak hadits-hadits
Rasulullah saw secara keseluruhan. Kedua, kelompok yang menolak hadits-hadits yang
tak disebutkan dalam al-Quran secara tersurat ataupun tersirat. Ketiga, kelompok yang
hanya menerima hadits-hadits mutawatir (diriwayatkan oleh banyak orang setiap jenjang
atau periodenya, tak mungkin mereka berdusta) dan menolak hadits-hadits ahad (tidak
mencapai derajat mutawatir) walaupun shahih. Mereka beralasan dengan ayat,
sesungguhnya persangkaan itu tidak berguna sedikitpun terhadap kebenaran (Qs AnNajm: 28). Mereka berhujjah dengan ayat itu, tentu saja menurut penafsiran model mereka
sendiri.

Inkar Sunnah di Indonesia muncul tahun 1980-an ditokohi Irham Sutarto. Kelompok Inkar
Sunnah di Indonesia ini difatwakan oleh MUI (Majelis Ulama Indonesia) sebagai aliran yang
sesat lagi menyesatkan, kemudian dilarang secara resmi dengan Surat Keputusan Jaksa
Agung No. Kep-169/ J.A./ 1983 tertanggal 30 September 1983 yang berisi larangan
terhadap aliran inkarsunnah di seluruh wilayah Republik Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai