Anda di halaman 1dari 28

BAB I

LAPORAN KASUS
A IDENTIFIKASI
Nama

: Tn. AS

Jenis Kelamin

: laki-laki

Tanggal lahir

: 27/1/1975

MRS

: 9/1/2017

Ruangan

: Kartika

B ANAMNESIS

Keluhan Utama
Nyeri perut kanan atas

Riwayat Perjalanan Penyakit


Dialami sejak 1 bulan sebelum masuk Rumah Sakit. Nyeri dirasakan tertusuk-tusuk,
hilang timbul, tidak tembus ke belakang dan tidak menjalar ke tempat lain. Nyeri tidak
dipengaruhi oleh makanan saat makan. Nyeri disertai dengan mual, muntah tidak ada.
Demam tidak ada, batuk tidak ada.
BAB: Biasa,warna kuning pekat.
BAK: lancar, kuning

Riwayat Penyakit Terdahulu/Lainnya


-

Riwayat trauma tidak ada


Riwayat penyakit yang sama dalam keluarga tidak ada
Riwayat kuning tidak ada
Riwayat BAK keluar batu tidak ada, keluar nanah tidak ada, keluar darah tidak ada

Riwayat makanan
Pasien makan sehari 3kali , sering makan makanan yg bersantan dan berlemak

C PEMERIKSAAN FISIK

Status Generalis
Sakit sedang/gizi baik/composmentis
Status Vitalis
Tekanan Darah: 110/80mmHg
Nadi

: 86 x/menit

Pernafasan

: 18 x/menit

Suhu

: 36, 8oC

Kepala
Konjungtiva
Sklera

: anemis (-)
: ikterus (+)

Bibir

: tidak ada sianosis

Gusi

: perdarahan (-)

Mata
pupil bulat, isokor, 2,5mm/2,5mm, RC +/+
Leher
Kelenjar getah bening :tidak terdapat pembesaran
DVS

: R-2 cmH20

Deviasi trakea

: tidak ada, tidak didapatkan massa tumor.


tidak ada nyeri tekan.

Paru
Inspeksi

: simetris kiri dan kanan

Palpasi

: nyeri tekan (-), massa tumor (-), fremitus raba kiri=kanan

Perkusi

: sonor R=L

Auskultasi

: Bunyi pernapasan vesikuler R=L


Bunyi tambahan: ronkhi -/- Wheezing -/-

Jantung

Inspeksi

: ictus cordis tidak tampak

Palpasi

: ictus cordis teraba di ICS V midclavicularis (S)

Perkusi

: batas jantung dalam batas normal

Auskultasi

: S1/S2 reguler,murmur (-)

Status Lokalis

Abdomen
Inspeksi

: datar, ikut gerak napas, warna kulit sama sekitarnya.


Darm contour tidak ada, darm stefing tidak ada.

Auskultasi

: peristaltik (+) normal

Palpasi

: Nyeri tekan ada di daerah hypochondrium kanan,


murphy sign negatif, tidak teraba massa,
defense muskular tidak ada.

Perkusi

: Nyeri ketok ada di daerah hypochondrium kanan,


tympani (+)

Rectal Touche : sfingter mencekik, ampulla tidak kolaps berisi feses,


mukosa licin, nyeri tekan (-)
Handscoon

: lendir (-), feses (+), darah (-)

D PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan
WBC
LYM
MID
GRA
RBC
HGB
HCT
MCV
MCH
MCHC
RDW
PLT
MPV

Hasil
11,6
2,2
1,4
8,0
5,6
15,1
48,0
85,8
27,0
31,5
13,3
301
8,2

Nilai normal
4,6 10,2
0,8 4,0
2,0 7,7
2.0 7,7
4,7 6,13
12,2 18,0
37,7 53,7
80,0 97,0
27,0 31,2
31,0 37,0
11,6 14,8
150 450
7,2 11,1

Pemeriksaan Ultrasonografi
Gall bladder : Dinding tidak menebal. Mukosa reguler. Tampak beberapa
echo batu dengan diameter terbesar 3,54 cm.
Kesan: Choleliths

Gambar 2: Hasil ultrasonografi

E RESUME
Seorang laki-laki,41 tahun masuk Rumah Sakit dengan keluhan nyeri perut kanan
atas dialami sejak 1 bulan sebelum masuk Rumah Sakit. Nyeri dirasakan tertusuk-tusuk,
hilang timbul. Nyeri disertai dengan mual, muntah tidak ada. Dari pemeriksaan fisik,
pasien sakit sedang, gizi baik dan composmentis. Tanda vital dalam batas normal. Pada
palpasi abdomen didapatkan nyeri tekan di daerah hypochondrium kanan, murphy sign
negatif. Pada perkusi didapatkan nyeri ketok di daerah hypochondrium kanan.
Pemeriksaan Rectal Touche tidak didapatkan kelainan. Pada pemeriksaan laboratorium
tidak didapatkan peningkatan ataupun penurunan yang signifikan. Pada pemeriksaan
ultrasonografi tampak beberapa echo batu dengan diameter terbesar 3,54 cm di
gallbladder. Kesan: Choleliths.
F DIAGNOSIS KERJA
Cholelithiasis

G PENATALAKSANAAN
-Inf. D5 drip ketorolac 1% 10tpm
-Inj. Ceftriaxone 1x1 (skin tes)
-Inj. Ranitidin 3x1amp
-Estazol 3x1 tab
-Kaltropen supp (k/p)
-USG abdomen

Follow Up 10 januari 2017


1

Keluhan Utama
Nyeri perut (+), mual (-), muntah (-), BAB (-) 1 hari, kentut (+), BAK (+) dbn.

Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum
: sedang
Kesadaran
: compos mentis
Tekanan darah
: 120/80 mmHg
Frekuensi jantung
: 60 x/menit, teratur, kuat angkat (+)
Frekuensi napas
: 17 x/menit, teratur
Suhu tubuh
: 36,0 C (axilla)
Kepala dan leher
:
o Kepala:
anemia (-) pada konjungtiva okular dextra dan sinistra
ikterik (+) pada sklera konjungtiva dextra dan sinistra
cyanosis (-) pada mukosa.
o Leher:
dyspneu (-)
pembesaran nodul limfe (-)
pembesaran tiroid (-)
peningkatan JVP (-)
kaku kuduk (-)
deviasi trakea (-).
Thorax
:
o Cor:
Inspeksi
: ictus cordis tidak tampak
Palpasi
: ictus cordis tidak teraba
Perkusi
: redup di ICS III parasternal dextra
sampai ICS IV midclavicula sinistra

Auskultasi

o Pulmo :
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi

: S1 S2 tunggal, teratur, suara


tambahan (-)
: simetris, retraksi - / -,
: fremitus N / N,
: sonor
: vesikuler + / +
rhonki - / wheezing - / -

Abdomen
:
o Inspeksi
o Auskultasi
o Perkusi
o Palpasi

Extremitas

: dinding perut flat


: bising usus (+) 5x/menit
: timpani
: soepel, elastisitas kulit normal,
nyeri tekan (+) hipocondria dextra,
hepatomegali (-)
splenomegali (-)

Akral

Extremitas Atas
Dextra
Sinistra
(+)
(+)

Extremitas Bawah
Dextra
Sinistra
(+)
(+)

Hangat
Oedem

(-)

(-)

(-)

Assesment
Kolik abdomen + ikterik + suspect kolelitiasis

Plan Therapy
Infus D5 drip ketorolac 1% 10tpm
Inj. Ceftriaxon 1 x 1 gr
Inj. Ranitidin 3x1amp
Kaltropen sup (k/p)
Rencana pemeriksaan USG Abdomen

(-)

Follow Up 11 januari 2017


1. Keluhan Utama
Nyeri perut kanan atas (+), mual (-), muntah (-), BAB (-) 1 hari, kentut (+), BAK (+) dbn.
2. Pemeriksaan Fisik

Keadaan Umum
: sedang
Kesadaran
: compos mentis
Tekanan darah
: 110/80 mmHg
Frekuensi jantung
: 60 x/menit, teratur, kuat angkat (+)
Frekuensi napas
: 18 x/menit, teratur
Suhu tubuh
: 36,2 C (axilla)
Kepala dan leher
:
o Kepala:
anemia (-) pada konjungtiva okular dextra dan sinistra
ikterik (+) pada sklera konjungtiva dextra dan sinistra
cyanosis (-) pada mukosa.
o Leher:
dyspneu (-)
pembesaran nodul limfe (-)
pembesaran tiroid (-)
peningkatan JVP (-)
kaku kuduk (-)
deviasi trakea (-).
Thorax
:
o Cor:
Inspeksi
: ictus cordis tidak tampak
Palpasi
: ictus cordis tidak teraba
Perkusi
: redup di ICS III parasternal dextra
sampai ICS IV midclavicula sinistra
Auskultasi
: S1 S2 tunggal, teratur, suara
tambahan (-)
o Pulmo :
Inspeksi
: simetris, retraksi - / -,
Palpasi
: fremitus N / N,
Perkusi
: sonor
Auskultasi
: vesikuler + / +
rhonki - / wheezing - / -

Abdomen
:
o Inspeksi
o Auskultasi
o Perkusi
o Palpasi

Extremitas

: dinding perut flat


: bising usus (+) 5x/menit
: timpani
: soepel, elastisitas kulit normal,
nyeri tekan (+) hipocondria dextra,
hepatomegali (-)
splenomegali (-)

Akral Hangat
Oedem

Extremitas Atas
Dextra
Sinistra
(+)
(+)
(-)
(-)

Extremitas Bawah
Dextra
Sinistra
(+)
(+)
(-)
(-)

3. Hasil pemeriksaan penunjang USG

Gall bladder : Dinding tidak menebal. Mukosa reguler. Tampak beberapa


echo batu dengan diameter terbesar 3,54 cm.
Kesan: Choleliths
4. Assesment
Kolik abdomen + ikterik + kolelitiasis
5. Plan Therapy
Infus D5 drip ketorolac 1% 10tpm
Injeksi Ceftriaxon 1 x 1 gr
Kaltropen sup (k/p)
P/O Estazol 3 x 1 tab

Follow Up 12 januari 2017


1. Keluhan Utama

Nyeri perut berkurang, mual (-), muntah (-),mkan minum (+), BAB (+) , kentut (+), BAK
(+) dbn.
2. Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum
: sedang
Kesadaran
: compos mentis
Tekanan darah
: 120/90 mmHg
Frekuensi jantung
: 60 x/menit, teratur, kuat angkat (+)
Frekuensi napas
: 19 x/menit, teratur
Suhu tubuh
: 36,5 C (axilla)
Kepala dan leher
:
o Kepala:
anemia (-) pada konjungtiva okular dextra dan sinistra
ikterik (-) pada sklera konjungtiva dextra dan sinistra
cyanosis (-) pada mukosa.
o Leher:
dyspneu (-)
pembesaran nodul limfe (-)
pembesaran tiroid (-)
peningkatan JVP (-)
kaku kuduk (-)
deviasi trakea (-).
Thorax
:
o Cor:
Inspeksi
: ictus cordis tidak tampak
Palpasi
: ictus cordis tidak teraba
Perkusi
: redup di ICS III parasternal dextra
sampai ICS IV midclavicula sinistra
Auskultasi
: S1 S2 tunggal, teratur, suara
tambahan (-)
o Pulmo :
Inspeksi
: simetris, retraksi - / -,
Palpasi
: fremitus N / N,
Perkusi
: sonor
Auskultasi
: vesikuler + / +
rhonki - / wheezing - /

Abdomen
:
o Inspeksi
o Auskultasi
o Perkusi
o Palpasi

: dinding perut flat


: bising usus (+) 5x/menit
: timpani
: soepel, elastisitas kulit normal,

nyeri tekan (+) hipocondria dextra,


hepatomegali (-)
splenomegali (-)

Extremitas

Akral Hangat
Oedem

:
Extremitas Atas
Dextra
Sinistra
(+)
(+)
(-)
(-)

3. Assesment
Kolik abdomen + kolelitiasis
4. Plan Therapy
Infus D5 drip ketorolac 1% 10tpm
Injeksi Ceftriaxon 1 x 1 gr
Kaltropen sup (k/p)
P/O Estazol 3 x 1 tab

Extremitas Bawah
Dextra
Sinistra
(+)
(+)
(-)
(-)

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I

PENDAHULUAN
Kolelitiasis adalah penyakit batu empedu yang dapat ditemukan di dalam kandung
empedu (kolesistolitiasis) atau di dalam saluran empedu (koledokolitiasis), atau pada
kedua-duanya. Sebagian besar batu empedu, terutama batu kolesterol, terbentuk di dalam
kandung empedu.
Prevalensi penyakit batu empedu pada suku Indian di Amerika mencapai tingkat
yang tinggi yaitu sekitar 40-70%. Di Amerika Serikat, insiden batu empedu diperkirakan
20 juta orang, dengan 70% diantaranya didominasi oleh batu kolesterol dan 30% sisanya
terdiri dari batu pigmen dan komposisi yang bervariasi. Prevalensi penderita penyakit
batu kandung empedu meningkat sehubungan dengan usia dan empat kali lebih tinggi
pada wanita dibandingkan pada pria.
Kandung empedu adalah sebuah kantung terletak di bawah hati yang
mengkonsentrasikan dan menyimpan empedu sampai ia dilepaskan ke dalam usus.
Kebanyakan batu duktus koledokus berasal dari batu kandung empedu, tetapi ada juga
yang terbentuk primer di dalam saluran empedu.
Batu empedu bisa terbentuk di dalam saluran empedu jika empedu mengalami
aliran balik karena adanya penyempitan saluran. Batu empedu di dalam saluran empedu
bisa mengakibatkan infeksi hebat saluran empedu (kolangitis). Jika saluran empedu
tersumbat, maka bakteri akan tumbuh dan dengan segera menimbulkan infeksi di dalam

saluran. Bakteri bisa menyebar melalui aliran darah dan menyebabkan infeksi di bagian
tubuh lainnya.
Indikasi paling umum untuk kolesistektomi (bedah) adalah adanya keluhan bilier
yang mengganggu atau semakin sering atau berat dan adanya komplikasi. Apabila
tindakan kolesistektomi tidak dilakukan, prosedur (ESWL (Extracorporeal Shock Wave
Lithotripsy), ERCP (Endoscopic Retrograde Cholangio Pancreatography), disolusi medis
(penanggunglangan dengan non-bedah) dapat diberikan sebagai alternatif.

II

EPIDEMIOGI
Sedangkan di Asia, prevalensinya berkisar antara 3-15%. Di Indonesia,
Kolelitiasis baru mendapat perhatian di klinis, sementara penelitian batu empedu masih
terbatas. Sebagian besar pasien dengan batu empedu tidak mempunyai keluhan. Angka
kejadian penyakit batu empedu ini diduga tidak berbeda dengan angka kejadian di Asia
Tenggara. Berdasarkan penelitian di RSCM Jakarta dari 51 pasien di bagian Hepatologi
ditemukan 73% pasien menderita penyakit batu empedu pigmen dan batu kolesterol pada
27% pasien (menurut divisi Hepatologi, FKUI/RSCM Jakarta, Mei 2009). Faktor infeksi
empedu oleh kuman gram negatif E.coli ikut berperan penting dalam timbulnya pigmen.
Insiden batu primer saluran empedu adalah 40-50% dari penyakit empedu.

III

ANATOMI

Hati terletak di kuadran kanan atas abdomen di atas ginjal kanan, kolon, lambung,
pankreas, dan usus serta tepat di bawah diafragma. Hati dibagi menjadi lobus kiri dan
kann, yang berawal di sebelah anterior di daerah kandung empedu dan meluas ke
belakang vena kava. Kuadran kanan atas abdomen didominasi oleh hati serta saluran
empedu dan kandung empedu. Pembentukan dan eksresi empedu merupakan fungsi
utama hati.

Empedu dihasilkan oleh sel hepatosit hepar dan disekresi oleh hepar ke dalam
canaliculi biliaris. Canaliculi biliaris adalah cabang terkecil dari sistem duktus biliaris
intrahepatik. Canaliculi ini akan bermuara pada duktus biliaris interlobularis. Duktusduktus ini akan membentuk duktus hepatikus dextra dan sinistra. Duktus hepatikus
sinistra berasal dari lobus sinister hepar. Sedangkan duktus hepatikus dextra dibentuk
oleh pertemuan cabang dorsokaudal dan ventrokranial segmen intrahepatik yang berasal
dari lobus dexter hepar. Duktus hepatikus sinistra lebih panjang dan mempunyai
kecenderungan untuk dilatasi lebih besar daripada dextra, sehingga lebih mudah terjadi
onstruksi distal. Duktus hepatikus dextra dan sinistra meninggalkan hepar dan mulai
sebagai segmen extra hepatik pada daerah portal hepatik untuk kemudian bersatu
membentuk Duktus Hepatikus Komunis, panjangnya 4-6 cm, duktus ini bersatu dengan
cystikus panjangnya 3-4 cm dari vesica velea membentuk duktus Choledochus. Duktus
ini bersama duktus pankreaticus mayor (Wirsungi) bermuara ke dalam papilla duodeni
mayor (papilla Vater) d duodenum pars decendens. Pada muara ini terdapat Sphincter
Oddi. Duktus hepatikus komunis dengan duktus choledochus disebut Common Bile Duct
(CBD). Emepedu mengandung garam empedu, pigmen empedu (bilirubin), lekitin,
kolesterol,dan elektrolit. Jumlah cairan sehari 500-1000cc/hari.

Gambar 2: Anatomi duktus bilier

Vesica felea merupakan suatu kantong yang berfungsi memekatkan dan


menyimpan empedu. Ukuran normalnya kira-kira sebesar 2 kali jari. Vesical felea dapat
menampung empedu sebanyak 50ml. Dibagi menjadi 4 bagian; fundus, corpus,
infundibulum dan collum. Sebagian besar korpus menempel di dalam jaringan hati. Dari
collum berlanjut menjadi duktus cystikus. Tunika mukosa duktus cystikus berbentuk
lipatan yang berjalan sebagai spiral disebut valvula spiralis Heisteri, yang memudahkan
cairan empedu mengalir masuk ke dalam kandung empedu dan menahan aliran keluar.
Apabila terjadi distensi akibat bendungan oleh batu maka bagian infundibulum akan
menonjol seperti kantong dan dikenal sebagai Kantong Hartmann. Vesica felea
diperdarahi oleh arteri cystica cabang arteri hepatika dextra.
Ada sesuatu daerah yang dibentuk oleh ductus cystikus, CBD, dan cabang arteri
cystikus disebut Trigonum Calot/ Cholecystohepatik triangle, daerah ini penting untuk
identifikasi arteri cystikus dan duktus cystikus pada tindakan Kolesistektomi.

Gambar 3: anatomi gallbladder

IV

PATOFISIOLOGI

Fungsi kandung empedu yaitu sebagai tempat menyimpan cairan empedu dan
memekatkan cairan empedu yang ada di dalamnya dengan cara mengabsorpsi air dan
elektrolit. Cairan empedu ini adalah cairan elektrolit yang dihasilkan oleh sel hati. Garam
empedu menyebabkan meningkatnya kelarutan kolesterol, lemak dan vitamin yang larut
dalam lemak, sehingga membantu penyerapannya dari usus.
Hemoglobin yang berasal dari penghancuran sel darah merah diubah menjadi
bilirubin (pigmen utama dalam empedu) dan dibuang ke dalam empedu. Kandung
empedu mampu menyimpan 40-60 ml empedu. Diluar waktu makan, empedu disimpan
sementara di dalam kandung empedu. Empedu hati tidak dapat segera masuk ke
duodenum, akan tetapi setelah melewati duktus hepatikus, empedu masuk ke duktus
sistikus dan ke kandung empedu. Dalam kandung empedu, pembuluh limfe dan
pembuluh darah mengabsorpsi air dari garam-garam anorganik, sehingga empedu dalam
kandung empedu kira-kira lima kali lebih pekat dibandingkan empedu hati. tahanan
sfingter koledokus. Dalam keadaan puasa, empedu yang diproduksi akan dialih-alirkan ke
dalam kandung empedu. Setelah makan, kandung empedu berkontraksi, sfingter relaksasi,
dan empedu mengalir ke duodenum.
Empedu disimpan dalam kandung empedu selama periode interdigestif dan
diantarkan ke duodenum setelah rangsangan makanan. Pengaliran cairan empedu diatur oleh
3 faktor, yaitu sekresi empedu oleh hati, kontraksi kandung empedu, dan Memakan makanan
akan menimbulkan pelepasan hormon duodenum, yaitu kolesistokinin (CCK), yang
merupakan stimulus utama bagi pengosongan kandung empedu, lemak merupakan stimulus
yang lebih kuat. Reseptor CCK telah dikenal terletak dalam otot polos dari dinding kandung
empedu. Pengosongan maksimum terjadi dalam waktu 90-120 menit setelah konsumsi
makanan. Empedu secara primer terdiri dari air, lemak, organik, dan elektrolit, yang
normalnya disekresi oleh hepatosit. Zat terlarut organik adalah garam empedu, kolesterol,
dan fosfolipid.
Empedu memiliki fungsi, yaitu membantu pencernaan dan penyerapan lemak,
berperan dalam pembuangan limbah tertentu dari tubuh, terutama hemoglobin yang berasal
dari penghancuran sel darah merah dan kelebihan kolesterol, garam empedu meningkatkan
kelarutan kolesterol, lemak dan vitamin yang larut dalam lemak untuk membantu proses

penyerapan, garam empedu merangsang pelepasan air oleh usus besar untuk membantu
menggerakkan isinya, bilirubin (pigmen utama dari empedu) dibuang ke dalam empedu
sebagai limbah dari sel darah merah yang dihancurkan, serta obat dan limbah lainnya dibuang
dalam empedu dan selanjutnya dibuang dari tubuh.

ETIOLOGI
Faktor resiko terjadinya penyakit batu kandung empedu adalah;
1

Female
Menurut penelitian penyakit batu kandung empedu lebih tinggi resikonya empat kali
terjadi pada wanita dibandingkan dengan pria karena pengaruh hormon estrogen dan
progesteron yang apabila digabung akan mempengaruhi kadar kolesterol di dalam
empedu sehingga mengalami suatu proses untuk pembentukan batu empedu.

Forty
Pada usia 40 tahun ke atas lebih mudah terbentuk batu empedu karena tubuh lebih
cenderung mengeluarkan kolesterol ke dalam cairan tubuh dan mudah tersaturasi.

Fertile
Kehamilan dan penggunaan pil KB berefek pada saturasi cairan tubuh sehingga
mudah terjadi pembentukkan batu empedu.

Fat

Pada obesitas resiko terkena batu empedu tiga kali lebih besar di mana kadar
kolesterol dalam cairan empedu meningkat dan menyebabkan supersaturasi
kolesterol.

VI

KLASIFIKASI

Ada 3 tipe batu empedu yaitu:


1

Batu empedu kolesterol


Batu kolesterol mengandung paling sedikit 70% kolesterol, dan sisanya adalah
kalsium karbonat, kalsium palmitif, dan kalsium bilirubinat. Bentuknya lebih
bervariasi dibandingkan dengan batu pigmen. Terbentuknya hampir selalu di dalam
kandung empedu, dapat berupa soliter atau multipel. Permukaannya mungkin licin
atau multifaset, bulat, berduri, dan ada yang seperti buah murbei. Batu kolesterol
terjadi karena konsentrasi kolesterol di dalam cairan empedu tinggi. Ini akibat dari
kolesterol di dalam darah cukup tinggi. Jika kolesterol dalam kandung empedu tinggi,
pengendapan akan terjadi dan lama kelamaan menjadi batu. Penyebab lain adalah
pengosongan cairan empedu di dalam kandung empedu kurang sempurna masih
adanya sisa-sisa cairan empedu di dalam kantong setelah proses pemompaan empedu
sehingga terjadi pengendapan.

Batu empedu pigmen


Penampilan batu kalsium bilirubinat yang disebut juga batu lumpur atau batu pigmen,
tidak banyak bervariasi. Sering ditemukan berbentuk tidak teratur, kecil-kecil, dapat
berjumlah banyak, warnanya bervariasi antara coklat, kemerahan, sampai hitam, dan
berbentuk seperti lumpur atau tanah yang rapuh. Batu pigmen terjadi karena bilirubin

tak terkonjugasi di saluran empedu (yang sukar larut dalam air), pengendapan garam
bilirubin kalsium dan akibat penyakit infeksi.

Batu empedu campuran


Batu ini adalah jenis yang paling banyak dijumpai dan terdiri atas kolesterol, pigmen
empedu, dan berbagai garam kalsium. Biasanya berganda dan sedikit mengandung
kalsium sehingga bersifat radioopague.

VII

PATOGENESIS
Empedu adalah satu-satunya jalur yang signifikan untuk mengeluarkan kelebihan
kolesterol dari tubuh, baik sebagai kolesterol bebas maupun sebagai garam empedu. Hati
berperan sebagai metabolisme lemak. Kira-kira 80% kolesterol yang disintesis dalam hati
diubah menjadi garam empedu, yang sebaliknya kemudian disekresikan kembali ke
dalam empedu; sisanya diangkut dalam lipoprotein, dibawa oleh darah ke semua sel
jaringan tubuh. Teori terjadinya batu ada dua yaitu (1) supersaturasi akibat empedu terlalu
pekat, terjadi pengendapan maka terbentuknya batu atau (2) nidus yang terbentuk dari
epeitel desquamasi, bakteri, benda asing yang menyelimuti endapan empedu.
Kolesterol bersifat tidak larut air dan dibuat menjadi larut air melalui agregasi
garam empedu dan lesitin yang dikeluarkan bersama-sama ke dalam empedu. Jika
konsentrasi kolesterol melebihi kapasitas solubilisasi empedu (supersaturasi), kolesterol
tidak lagi mampu berada dalam keadaan terdispersi sehingga menggumpal menjadi
kristal-kristal kolesterol monohidrat yang padat.
Patogenesis batu berpigmen didasarkan pada adanya bilirubin tak terkonjugasi di
saluran empedu (yang sukar larut dalam air), dan pengendapan garam bilirubin kalsium.
Bilirubin adalah suatu produk penguraian hemoglobin atau sel darah merah. Batu empedu

campuran adalah gabungan antara bilirubin dan kolesterol yang akan kalsifikasi.
Presipitasi bilirubin akan membentuk nidus akibat kolesterol yang terdeposisi.
Batu pigmen kedua yang terbentuk di saluran empedu akan menyebabkan
terjadinya obstruksi atau akumulasi di sekitar batu pigmen yang pertama. Batu empedu
juga bisa terjadi akibat infeksi bakteri yang dekonjugasi membentuk bilirubin-glukuronid
kompleks.

VIII

GAMBARAN KLINIS

Batu empedu tidak menyebabkan keluhan penderita selama batu tidak masuk ke
dalam duktus sistikus atau duktus koledokus. Bilamana batu itu masuk ke dalam ujung
duktus sistikus barulah dapat menyebabkan keluhan penderita. Apabila batu itu kecil, ada
kemungkinan batu dengan mudah dapat melewati duktus koledokus dan masuk ke
duodenum.
Setengah sampai duapertiga penderita kolelitiasis adalah asimtomatis. Keluhan
yang mungkin timbul adalah dispepsia yang kadang disertai intoleran terhadap makanan
berlemak karena empedu berfungsi untuk membantu pencernaan lemak dan saluran
pencernaan terganggu apabila sumbatan terjadi di saluran empedu.
Pada yang simtomatis, keluhan utama berupa nyeri di daerah epigastrium,
kuadran kanan atas atau perikondrium. Rasa nyeri lainnya adalah kolik bilier yang
mungkin berlangsung lebih dari 15 menit, dan kadang baru menghilang beberapa jam
kemudian. Timbulnya nyeri kebanyakan perlahan-lahan tetapi pada 30% kasus timbul
tiba-tiba. Lebih kurang seperempat penderita melaporkan bahwa nyeri berkurang setelah
menggunakan antasida. Kalau terjadi kolelitiasis, keluhan nyeri menetap dan bertambah
pada waktu menarik nafas dalam.
Batu empedu mungkin tidak menimbulkan gejala selama berpuluh tahun.
Gejalanya nyeri saluran empedu cenderung hebat, baik menetap maupun seperti kolik

bilier (nyeri kolik yang berat pada perut atas bagian kanan) jika duktus sistikus tersumbat
oleh batu, sehingga timbul rasa sakit perut yang berat dan menjalar ke punggung atau
bahu akibat kontraksi organ berongga. Ciri-ciri kolik bilier adalah mulai mendadak dan
hilang secara menetap karena duktus cystikus berusaha mengeluarkan batu terus terjadi,
nyeri dirasakan beberapa menit sampai beberapa jam, bisa berhubungan atau tidak
berhubungan dengan makanan, sering diikuti dengan mual dan muntah dan sekali
serangan kolik biliaris dimulai, serangan ini cenderung makin meningkat frekuensi dan
intensitasnya. Gejala yang lain seperti demam, nyeri seluruh permukaan perut, perut
terasa melilit, perut terasa kembung, dan lain-lain.
Adanya infeksi dapat menyebabkan kerusakan dinding kandung empedu,
sehingga menyebabkan terjadinya statis dan dengan demikian menaikkan batu empedu.
Infeksi dapat disebabkan kuman yang berasal dari makanan. Infeksi bisa merambat
infeksi di usus. Infeksi ini menjalar tanpa terasa menyebabkan peradangan pada saluran
dan kandung empedu sehingga cairan yang berada di kandung empedu mengendap dan
menimbulkan batu. Infeksi tersebut misalnya tifoid atau tifus. Kuman tifus apabila
bermuara di kandung empedu dapat menyebabkan peradangan lokal yang tidak dirasakan
pasien, tanpa gejala sakit ataupun demam. Namun, infeksi lebih sering timbul akibat dari
terbentuknya batu dibanding penyebab terbentuknya batu.
Ikterus biasa terjadi jika ada sumbatan pada collum vesica felea sehingga
terbentuk kantong Hartmann, yang akan mendesak CBD. Jadi, ikterus terjadi oleh
desakan batu pada vesica felea tetapi dari luar, keadaan ini dikenal sebagai Millizys
syndrome.
Pemeriksaan abdomen didapatkan nyeri tekan di kuadran kanan atas, kadang di
dapatkan seperti benjolan akibat peradangan di kandung empedu. Murphy sign
didapatkan positif dengan cara tangan dokter ditekankan di bawah arcus costae pasiem,
kemudian pasien disuruh inspirasi maksimal. Apabila pasien merasa sakit (ditandai
dengan terhentinya inspirasi) maka Murphy sign positif. Jaundice jarang terjadi pada batu
kandung empedu. Jika didapatkan demam tinggi, curiga komplikasi ganggren
kolesistitits, perforasi kandung empedu atau empiema.

IX

DIAGNOSIS
Pemeriksaan laboratorium
Batu kandung empedu yang asimptomatik, umumnya tidak menunjukkan kelainan
laboratorik. Leukositosis dapat ditemukan pada 85% penderita. Kenaikan ringan bilirubin
serum bisa terjadi akibat penekanan duktus koleduktus oleh batu. Enzim fungsi hati
terkadang normal dan bisa juga ditemukan kenaikan ringan serum amilase. Peningkatan
kadar bilirubin serum 80-90% total bilirubin. Alkali fosfatase sangat meningkat di dalam
darah (normalnya 40-100 IU/liter), enzim ini adalah salah satu enzim di dalam dinding
bilier.

Pemeriksaan Ultrasonografi
Ultrasonografi merupakan pemeriksaan standar, yang sangat baik untuk
menegakkan diagnosa Batu Kandung Empedu. Kebenaran dari Ultrasonografi ini dapat
mencapai 95% di tangan Ahli Radiologi. Ultrasonografi dapat mengukur ukuran common
bile duct (CBD) dengan akurat, normalnya sekitarnya 6-7 mm, dikatakan dilatasi jika
lebih dari normal. Jika pasien dengan gejala kolik bilier atau kolesistitis, Ultrasonografi
merupakan preoperasi penunjang yang diperlukan kecuali jika terdapat jaundice. Manfaat
Laparaskopik Ultrasonografi meningkat untuk mengukur CBD pada kolesistektomi.
Ultrasonografi juga bermanfaat untuk mengidentifikasi massa dan neoplasma di kandung
empedu.

Gambar 4: hasil USG pada cholelithiasis


Ultrasonografi dapat mendeteksi batu empedu pada minoritas pasien dengan
dispepsia yang tidak menimbulkan gejala. Nyeri pada kolik bilier merupakan nyeri yang
sangat hebat, episodik, dan konstan di daerah epigastrik atau kuadran atas kanan sehingga
beberapa jam dirasakan. Ini bisa dibedakan dengan nyeri atau perasaan tidak nyaman
pada dispepsia fungsional dengan pemeriksaan ultrasonografi. Ada 3 kriteria mayor untuk
mendiagnosa batu kendung empedu yaitu (1) penebalan dinding kandung empedu lebih
dari 3-5mm, (2) distensi (hidrops) kandung empedu, dan (3) tampak batu echo di dalam
kandung empedu. Kriteria sekunder untuk mendiagnosa batu kandung empedu adalah
adanya subserosal edema, cairan perikolesistik dan Murphy sign positif.
Computed Tomography
Apabila

Ultrasonografi

tidak

ditemukan

kelainan,

sebaiknya

dilakukan

pemeriksaan dengan CT scan terutama jika curiga adanya batu di dalam saluran empedu,
untuk mendiagnosis derajat tumor kandung empedu atau pankreatitis biliaris.

Magnetic Resonance Imaging (MRI)


Kadang-kadang diperlukan pemeriksaan MRI apabila ada komplikasi jaundice.

PENATALAKSANAAN

Jika ukuran batu empedu sudah membesar, yakni sekitar 3-4 cm, sudah
selayaknya diangkat. Kalau ukuran batu besar, kandung empedu harus cepat diangkat dan
segera dibuang. Tapi, jika ukuran batu empedu masih tergolong kecil atau berkisar 2-3
mm, langkah operasi pengangkatan kandung empedu tidak perlu dilakukan.
Setelah diagnosis ditegakkan, penderita diberikan obat analgesia. Jika penderita
dengan keluhan muntah, sebaiknya dipasangkan nasogastric tube. Rehidrasi dan
antibiotik

diberikan

intravenous.

Segera

setelah

itu

dilakukan

Laparaskopik

Kolesistektomi tanpa ditunda, sebaiknya dalam waktu 24-48 jam setelah diagnosis
ditegakkan.

Penanggulangan non bedah


1.Disolusi Medis
Disolusi medis sebelumnya harus memenuhi kriteria terapi non operatif
diantaranya batu kolesterol diameternya <20mm dan batu kurang dari 4 batu, fungsi
kandung empedu baik, dan duktus sistik paten.

2. Endoscopic Retrograde Cholangio Pancreatography (ERCP)


Untuk mengangkat batu saluran empedu dapat dilakukan ERCP terapeutik dengan
melakukan sfingterektomi endoskopik. Teknik ini mulai berkembang sejak tahun 1974
hingga sekarang sebagai standar baku terapi non-operatif untuk batu saluran empedu.
Selanjutnya batu di dalam saluran empedu dikeluarkan dengan basket kawat atau balon
ekstraksi melalui muara yang sudah besar tersebut menuju lumen duodenum sehingga

batu dapat keluar bersama tinja. Untuk batu saluran empedu sulit (batu besar, batu yang
terjepit di saluran empedu atau batu yang terletak di atas saluran empedu yang sempit)
diperlukan beberapa prosedur endoskopik tambahan sesudah sfingterotomi seperti
pemecahan batu dengan litotripsi mekanik dan litotripsi laser.
3. Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy (ESWL)
Litotripsi Gelombang Elektrosyok (ESWL) adalah Pemecahan batu dengan
gelombang suara. ESWL Sangat populer digunakan beberapa tahun yang lalu, analisis
biaya manfaat pada saat ini memperlihatkan bahwa prosedur ini hanya terbatas pada
pasien yang telah benar-benar dipertimbangkan untuk menjalani terapi ini.
Penanggulangan Bedah
Laparoskopik Kolesistektomi
Operasi ini merupakan standar terbaik untuk penangan pasien dengan kolelitiasis
simtomatik. Indikasi yang paling umum untuk kolesistektomi adalah kolik biliaris
rekuren, diikuti oleh kolesistitis akut. Operasi dengan prosedur yang minimal ini dapat
mengurangi nyeri postoperatif, lamanya rawat inap, dan pasien dapat beraktivitas kembali
setelah operasi. Kadar mortalitas kurang dari 0,2% dan hasilnya sama dengan open
kolesistektomi. Kadar morbiditas lebih dari 7%.
Kontraindikasi pada laparoskopik koleksistektomi adalah adanya riwayat operasi
dibagian atas abdomen, severe obesitas, hamil, kolesistitis akut. Kolesistektomi
laparoskopik telah menjadi prosedur baku untuk pengangkatan batu kandung empedu
simtomatik. Kelebihan yang diperoleh pasien dengan teknik ini meliputi luka operasi
kecil (2-10 mm) sehingga nyeri pasca bedah minimal.

Kolesistektomi terbuka
Operasi ini merupakan standar terbaik untuk penanganan pasien dengan kolelitiasis
simtomatik. Indikasi yang paling umum untuk kolesistektomi adalah kolik biliaris rekuren,
diikuti oleh kolesistitis akut.

XI

KOMPLIKASI

Adhesi- Akibat inflammasi, kandung empedu mengalami nekrosis kemudian adhesi dengan
organ sekitarnya.
Kolesistitis kronik- Penyebab trauma atau iritasi mukosa oleh batu di vesica felea yang
menyebabkan terjadinya pelepasan fosfolipase yang mengubah lesitin dalam empedu menjadi
lisolesin yang merupakan senyawa toksik sehingga peradangan bertambah berat disertai pus
(empyema vesica felea) sampai perforasi.
Gall stone ileus- batu empedu yang besar dapat menyebabkan nekrosis tekanan yang
menahun dan erosi ke usu yang berdekatan.
Fistula- Timbul jika vesica felea menekan ke arah duodenum. Dinding vesica felea melekat
pada duodenum, kemudian terbentuk fistula.

Keganasan- Akibat iritasi kronis mukosa vesica felea. 90% pasien cancer vesica felea
menderita kolelithiasis.
XII

PROGNOSIS

Kurang dari separuh pasien dengan batu empedu menjadi simptomatik. Tingkat kematian
untuk kolesistektomi elektif adalah 0,05% dengan morbiditas kurang dari 10%. Tingkat
kematian untuk kolesistektomi muncul adalah 3-5% dengan morbiditas 30-50%. Setelah
kolesistektomi, batu bisa kambuh kembali di saluran empedu.

DAFTAR PUSTAKA

R. Sjamsuhidajat & Wim de Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi I. Penerbit buku
kedokteran EGC. Jakarta. 1997. Hal 700-18

Ginting S. A Description Characteristic Risk Factor of the Cholelithiasis Disease in


The Colombia Asia Medan Hospital. Medan. 2011. p 38-44

Skandalakis JE, Colborn GL, Weidman TA, Foster RS, et al. Liver. In: Skandalakis,
Surgical Anatomy. USA: McGraw-Hill;2006.

Debas HT. Gastrointestinal Surgery; Pathophysiology and management. New York.


2004. p 200-19.

Logan RPH, Harris A, Misiewicz JJ, Baron JH. ABC of The Upper Gastrointestinal
Tract. BMJ publishing. London 2002. p 46-9.

Vogt DP. Gallbladder disease: An update on diagnosis and treatment. Cleavand Clinic
Journal of Medicine. December 2002. Vol;69:977-83.

Maieed AW, Iohnson AG. Pitfalls in Cholecystectomy In: Surgical Management of


Hepatobiliary and Pancreatic Disorders. United Kingdom. 2003. p 475-80.

Djamsuhidajat R, and Wie de Jong. Saluran Empedi dan Hati, Pakrease, Dalam: Buku
Ajar Imu Bedah. Edisi Revisi, Penerbit EGC, Jakarta.2008.

C. Devid, Jr. Sabiston (1994), Sistem Empedu, Sars MG, L John Cameron, Dalam
Buku Ajar Bedah, Edisi 2, hal 121, Penerbit EGC, Jakarta.

10 Lee Sp, Selijima J, Gallstone, In : Yamanda T, Alpers DH, Owying C, Powel DW,
Silverstein FE, eds. Text book of gastro enterology. New York : J.B. Lippincot Come;
1991 : 94 : 1996 84.

Anda mungkin juga menyukai