KAJIAN PUSTAKA
A. Inseminasi Buatan
Inseminsai Buatan (IB) merupakan salah satu teknologi tepat guna yang dapat
digunakan untuk memanfaatkan penggunaan bibit jantan unggul dalam perbaikan
mutu ternak sapi (perah,potong). Inseminasi buatan disebut juga kawin suntik, adalah
salah satu teknik untuk memasukkan semen yang telah dicairkan dan telah diproses
terlebih dahulu yang berasal dari ternak jantan ke dalam saluran alat kelamin betina
dengan menggunakan metode dan alat yang khusus.
Teknik inseminasi buatan merupakan salah satu penunjang keberhasilan IB.
Hal ini memerlukan deteksi dan pelaporan birahi yang tepat sehingga inseminasi
dapat dilakukan pada waktu yang tepat pula. Demikian juga teknik inseminasi yang
dilakukan secara cermat oleh petugas terampil, dan hewan betina yang sehat dalam
kondisi reproduksi yang optimal sangatlah penting. Semen harus dideposisikan
kedalam kedalam saluran kelamin betina pada tempat dan waktu yang terbaik untuk
memungkinkan pertemuan antara spermatozoa dan ovum serta berlangsungnya proses
pembuahan.
Tujuan inseminasi buatan : (Hastuti,2008)
Memperbaiki mutu genetika ternak.
Efisiensi.
Mengoptimalkan penggunaan bibit pejantan unggul secara lebih luas
Deteksi birahi.
Waktu optimum saat IB,
Pelaksanaan IB.
Keadaan reproduksi sapibetina yang di inseminasi.
Kualitas semen beku (Hadling dan Thawing).
B. Pengencer
Pengenceran merupakan salah satu tahapan yang harus dilakukan sebelum
penyimpanan semen,hal ini dirasa peru dilakukan agar kualitas semen yang didapat
tetap terjaga hingga proses inseminasi buatan dilakukan pad ternak betina
(Susilawati, 2011).
Kondisi spermatozoa yang mudah mengalami kerusakan pada saat perlakuan
maupun penyimpanan membutuhkan pengencer yang dapat mempertahankan kualitas
selama penyimpanan, maka pengencer harus mengandung sumber nutrisi, buffer, anti
cold shock, antibiotik dan krioprotektan yang dapat melindungi spermatozoa dalam
proses pendinginan dan pembekuan. Sumber nutrisi yang paling banyak digunakan
adalah karbohidrat, terutama fruktosa, yang paling mudah dimetabolisasi oleh
spermatozoa (Toelihere, 1993).
Buffer berfungsi sebagai pengatur tekanan osmotik dan juga berfungsi
menetralisir asam laktat yang dihasilkan dari sisa metabolisme spermatozoa. Bahan
anti cold shock berfungsi untuk melindungi spermatozoa pada saat perubahan suhu
dari suhu ruang (280C) pada saat pengolahan ke suhu ekuilibrasi (50C) (Aboagla dan
Terada, 2004).
Sari kedelai merupakan salah satu teknologi pangan yang mengekstrak fraksi
terlarut dari kedelai dengan kualitas yang tidak jauh berbeda dengan susu sapi
(Dongaran, dkk. 2007). Secara alamiah, lesitin ditemukan pada kacang kedelai 1,483,08%, lebih tinggi dari kacang tanah 1,11%, hati anak sapi 0,85%, gandum 0,61%,
makanan dari gandum 0,65%, telur 0,39% dan 4-6% pada otak manusia (Kayu dan
Allison, 1981 dalam Soy center, 2005). Sari kedelai memiliki protein yang hampir
setara dengan susu sapi, bahkan kandungan protein sari kedelai lebih besar
(3,6g/100g) daripada susu sapi (2,9g/100g). Sari kedelai hanya mengandung sepertiga
jumlah lemak yang ada pada susu sapi, tetapi kaya akan lesitin dan asam lemak jenuh
seperti asam linoleat (Shurtleff dan Aoyogi, 1984). Lesitin diketahui dapat melindungi
selubung lipoprotein spermatozoa dari kejutan dingin akibat penurunan suhu yang
tajam sehingga kualitas spermatozoa terjaga (Toelihere, 1993). Dari bahasan diatas
terlihat bahwa sari kedelai memiliki potensi sebagai bahan pengencer semen.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Rhoyan (2014) Pengencer Tris kuning
telur merupakan pengencer yang memberikan pengaruh daya tahan hidup paling lama,
sedangkan pengencer Tris sari kedelai merupakan pengencer dengan pengaruh
abnormalitas spermatozoa paling rendah pada penyimpanan suhu 5 C.
C. Kualitas Semen Cair
Secara umum motilitas spermatozoa lebih lama bertahan dalam pengencer Tris
kuning telur dibandingkan dengan Tris soya. Spermatozoa dapat bertahan sampai 50%
selama 72-84 jam dalam pengencer Tris kuning telur, sedangkan pengencer Tris soya
hanya bertahan selama 48-60 jam baik dengan suplementasi rafinosa maupun
trehalosa (P<0,05) (Ariantie,2014).
spermatozoa mengalami kerusakan akibat terjadinya kejutan dingin (cold shock), dan
lesitin pada Tris kuning telur lebih mampu menjaga spermatozoa akibat cold shock
daripada lesitin yang terkandung di dalam ekstrak kacang kedelai. Kandungan low
density lipoprotein (LDL) komposisinya 79% lipid dan 21% protein. Komponen lipid
utama berupa kolestrol (Botham dan Mayes, 2009) yang ada di dalam Tris kuning
telur, serta struktur lipoprotein pada Tris kuning telur mirip dengan struktur membran
plasma sehingga LDL yang ada didalam Tris kuning telur dapat melindungi membran
sel spermatozoa. Hal tersebut membuat Tris kuning telur lebih mampu menjaga
stabilitas membran plasma dibandingkan dengan Tris soya dengan komposisi
utamanya yang berupa protein, sehingga kerusakan spermatozoa dapat diminimalisasi
dengan baik. Meskipun demikian, hal ini membuktikan bahwa pengencer Tris soya
memberikan harapan untuk dapat digunakan sebagai pengencer berbasis lesitin nabati
untuk semen cair.
Suplementasi trehalosa dapat memperbaiki daya tahan spermatozoa dalam
pengencer Tris kuning telur (52,823,21%) sampai 84 jam dibandingkan dengan
rafinosa dengan persentase yang hampir sama (52,784,41%) bertahan sampai 72
Ariantie, Oriza Savitri dkk. 2014. Kualitas Semen Cair Kambing Peranakan Etawah dalam
Modifikasi Pengencer Tris dengan Trehalosa dan Rafinosa. Jurnal Veteriner. Vol
15, No 1: 11-22.
Bayemi,P.H., I. Leinyuy, V.M. Nsongka, E.C. Webb, and A.L Ebangi. 2010. Viability of
Cattle Sperm Under Different Storage Conditions In Cameroon. Trop. Anim.
Health Prod. 42 (8) :1779-1783.
Bansal, A.K. and G.S Bilaspuri.2008. Effect of Manganese on Bovine Sperm Motility,
Viability, and Lipid Peroxidation in vitro. Anim. Reprod. 5 (3) : 90-96.
Botham KM, Mayes PA. 2009. Pengangkutan dan Penyimpanan Lipid. Dalam: Murray RK,
Granner DK, Rodwell VW. 2009. Biokimia Harper. Ed ke-27. Pendit BU,
penerjemah.
Jakrata
(ID):
EGC.
Terjemahan
dari:
Harpers
Illustrated
SAPI
Shurtleff, W., A. Aoyagi. 1984. Tofu and Soymilk Production, 2. Lafayette : Soyfood Center.
California.
Soyfoods Center, 2005. History of Soy Lecithin. In: The worlds leading souces of
Information on soyfoods. 1-2.
Susilawati, T. 2011 . Spermatology. Universitas Brawijaya (UB) Press. Malang. ISBN 978602-8960-04-5.
Susilawati, T. 2013. Pedoman Inseminasi Buatan pada Ternak. Universitas Brawijaya (UB)
Press. Malang. ISBN 978-602-203-458-2.
Toelihere, MR. 1993. Inseminasi Buatan pada Ternak. Angkasa : Bandung.