Anda di halaman 1dari 137

Hakikat Masyarakat Muslim

 
Buku Masyarakat Muslim Dalam Perspektif Al Quran dan Sunnah
[ Indonesia Indonesian  ]

Penyusun : Muhammad Ali al-Hasyimi

Terjemah : Muzzafar Sahidu


Editor : Muhammad Lathif

2009 - 1430

  

     
 
   

 
 

  

 
  :
  
:

2009 1430

Hakikat Masyarakat Muslim


Keistimewaan masyarakat muslim:
Mayarakat

muslim

sebagaimana

dijelaskan

oleh

Islam

adalah

masyarakat yang istimewa, tidak seperti masyarakat-masyarakat yang dikenal


oleh manusia sepanjang sejarah, hal ini karena dia adalah masyarakat yang
dibentuk oleh syari'at Islam yang kekal, yang diturunkan oleh Allah dengan
sempurna sejak hari pertama, dimana Allah berfirman dalam kitabNya:
Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan Telah Kucukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan Telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama
bagimu.  (QS. al maidah: 3)

Tegak di atas pondasi syari'at Islam:


Syari'at yang peruntukkan oleh Allah bagi hambaNya ini sempurna sejak
berdirinya, dialah yang menegakkan masyarakat ini di atas dasar yang
dikehendaki oleh Allah untuk hambaNya, bukan dasar yang dikehendaki oleh
sebagian hamba untuk manusia. Dan di bawah naungan syari'at inilah
tegaknya masyarakat ini, berbeda dengan sejarah berdirinya masyarakatmasyarakat barat, yang merupakan hasil pertikaian antara kasta dan
pergesekan antara hubungan produksi dan cara-caranya yang selalu berubah,
serta pertentangan antara kepentingan yang berlawanan atau pemikiran yang
saling bertolak belakang.
Syari'at

Islamlah

yang

mencetak

masyarakat

muslim,

bukanlah

masyarakat muslim yang membuat syari'at, syari'atlah yang meletakkan


dasar-dasarnya, membentuk karekteristiknya, sendi-sendinya, dan normanorma serta budayanya. Syari'at ini tidak sekedar memenuhi tuntutan
kebutuhan manusia, sebagaimana yang terjadi pada undang-undang buatan
manusia, akan tetapi dia merupakan minhaj ilahi untuk seluruh manusia,
yang mengatur segala

hal di dalam kehidupan manusia dan masyarakat,

menggariskan pola hubungan manusia yang hidup di dalam masyarakat


dengan Tuhannya, dengan dirinya, keluarganya, kerabatnya, tetangganya,

saudara-saudaranya, teman-temannya, dan seluruh anggota masyarakat pada


umumnya.(1)
Mengatur hubungan negara Islam dengan negara-negara lain dalam
situasi damai dan perang. Dari sinilah terbentuknya fiqih Islam yang
mencakup masalah ibadah, mu'amalat, hubungan keluarga, jihad, perjanjian
damai, halal dan haram, tuntunan-tuntunan dan etika. Tidak membiarkan
sesuatu apapun dalam aspek kehidupan manusia kecuali telah diatur, mulai
dari adab buang air bagi indifidu hingga mendirikan pemerintahan dan
kepemimpinan tertinggi bagi umat.
Dari sisi inilah tampaknya keistimewaan masyarakat muslim dan
perbedaannya dengan masyarakat lain; hal ini karena yang membuatnya,
yang membangunnya lebih mengetahui apa yang menjadi kemaslahatan bagi
manusia daripada para filosuf, para pemikir, para ilmuan sosial yang
mengangkat diri mereka untuk meletakkan dasar bagi masyarakat manusia.
Dan setaip kali zaman ini berkembang maju dan pengetahuan manusia
semakin meningkat, manusia semakin mampu mengungkap inti nilai, norma,
dan undang-undang yang lebih dulu dimiliki oleh masyarakat muslim di
bawah naugan syari'at Islam.

Permanennya syari'at Islam


Walaupun kebutuhan manusia semakin berkembang, dan tuntutan
kemajuan dan perkembangan menuntut untuk berijithad dalam membuat
undang-undang dan peraturan-aturan yang lazim demi mengikuti gerak
kehidupan yang terus maju, maka ijtihad tersebut tetap berakar pada pondasi
yang

permanent

dan

prinsip-prinsip

dikehendaki oleh Allah bersifat

yang

bersifat

pondamen

yang

kekal pada masyarakat muslim, sehingga

tetap tampil beda dengan masyarakat lainnya.


Dengan demikkian, syari'at berperan sebagai pagar penjaga yang
memberi kesempatan bagi faktor-faktor pertumbuhan, pembaharuan dan
kemajuan untuk mengambil perannnya dalam

mempengaruhi masyarakat

muslim, akan tetapi tetap dalam batas pagar penjaga ini, yang dengannya

(1) lihat perinciannya pada kedua buku kami kepribadian muslim dan muslimah.

orisinalitas syari'ah terjaga, karekteristik masyarakat muslim terpelihara dan


terlindungi dari proses melarut.
Mungkin

ada

yang

bertanya:

Apakah

temasuk

maslahat

jika

perkembangan masyarakat dan pertumbuhannya terpaku pada dasar yang


permanent, sementara tuntutan dan interaksi dalam kehidupan semakin
tumbuh berkembang dan bervariasi, dia menuntut adanya aturan-aturan dan
perundang-undangan baru yang bisa memenuhi tuntutan kehidupan yang
semakin tumbuh dan berkembang?
Jawaban

atas

pertanyaan

ini

membutuhkan

pengetahuan

yang

mendalam tentang pondasi syari'ah yang permanen ini, dan jangkauan


cakupannya bagi dasar-dasar kehidupan makro. Selain itu, dia menuntut
perbandingan yang bersifat objektif dan detail antara sayri'ah yang permanen
ini yang telah mencetak masyarakat muslim, dengan undang-undang
selainnya yang berpengaruh bagi terbentuknya sebuah masyarakat hingga
sekarang ini. Jika telah jelas bahwa syari'ah Islam yang bersifat permanen ini
pada dasarnya dicanangkan untuk tetap berlaku secara permanen dan
menerima pembaharuan, bahkan sejak lima belas abad yang silam dia masih
tetap lebih utama dari semua perundang-undangan yang dikenal oleh
manusia,

maka

dengan

demikian,

sifatnya

yang

permanen

menjadi

keistimewaan tersendiri dan jaminan yang membuatnya mampu untuk maju


dan tetap bekembang; tidak kalah oleh hawa nafsu dan mengekor pada
syahwat, serta sebagai perisai yang memeliharanya dari tunduk pada
dorongan,

penyelewengan

dan

kesesatan

berkedok

perkembangan

dan

pembaharuan.

Mampu eksis dan bekembang


Sesungguhnya perbandingan yang bersifat objektif dan detail dengan
standar logika ilmiyah antara konsep sosial dalam masyarakat muslim dan
konsep sosial yang lainnya menghadapkan kita pada satu hakikat besar, yaitu
pondasi syari'at Islam yang bersifat permanen lebih elastis dan lebih mampu
memenuhi kebutuhan perkembangan dan pembaharuan dalam kehidupan
manusia dibandingkan dengan konsep-konsep baru yang dibuat oleh
manusia, mereka menamakannya "kemajuan" padahal jika dihadapkan

dengan prinsip-prinsip dasar Islam yang global dia akan tanpak konservatif,
banyak pertentangan, kekurangan dan tidak sesuai dengan fitrah yang sehat.
Syari'at Islam yang telah membangun masyarakat muslim bertopang
pada beberapa karekteristik, yang menjadikan masyarakat muslim mampu
berkembang dan maju, serta mampu memenuhi kebutuhan kemanusiaan
yang selalu berubah.
Di antara karekteristik yang terpenting adalah:
1.

Dia datang sesuai dengan dasar-dasar fitrah manusia dan faktor-faktor


yang mendukungnya. Hal ini, karena dia berasal dari Allah Yang Maha
Mengetahui tabi'at makhlukNya dan apa yang sesuai dengan tabi'at
tersebut.

2.

Dia datang dalam bentuk prinsip yang bersifat global dan umum, bisa
diperluas dan dipraktekkan dalam realita yang selalu baru, dan
keadaan yang berubah-ubah. Misalnya zakat, adalah kewajiban yang
telah ditetapkan dan ditentukan, akan tetapi cara

mengumpulkan,

menghitung dan menyalurankannya bagi orang-orang yang berhak


bisa

berkembang

sesuai

dengan

tuntutan

zaman

pada

saat

dikumpulkan dan bisa memenuhi kemaslahatan orang miskin.

Komprehensif dan pelopor


Prinsip dasar yang bersifat umum dan global bagi syari'at Islam
mencakup semua aspek pondamental kehidupan manusia dan segala sisinya
yang beragam. Dia mencakup kehidupan pribadi, keluarga dan masyarakat,
hubungan antara seseorang dengan orang lain dan pondasi bagi bagi
berdirinya sebuah negara, aturan-aturan dasar yang menyangkut masalah
hubungan antar negara, dan syari'at dicanangkan untuk mengatur kehidupan
sipil, politik, sosial dan ekonomi. Dia tidak membiarkan satu segmenpun dari
sisi-sisi kehidupan manusia yang tidak diatur, dan aturan-aturan ini selalu
mendahului apa yang telah dicapai oleh tori-teori perundang-perundangan
yang telah dibuat oleh manusia.
Dalam hal ini, kami cukup memaparkan satu contoh: Hukum waris
dalam Islam yang dicanangkan oleh syari'at ini sejak lima belas abad yang
silam, dia datang dengan atuaran yang sempurna, dan permanent dan

komprehensif memberikan keadilan kepada semua yang berhak menerima


warisan tersebut baik anak laki-laki, wanita, cucu laki-laki, wanita, isteri,
suami, bapak, ibu, saudara laki-laki dan wanita, kakek, nenek dan semua
kerabat. Dan kepeloporan syari'at Islam dalam masalah ini akan tanpak
setelah kita mengetahui bahwa sampai akhir abad kesembilan belas undangundang di Inggris hanya memberikan warisan kepada anak laki-laki tertua
saja, sementara bagian ahli waris lainnya diserahkan kepada anak tertua
tersebut, jika dia mau memberi mereka maka mereka akan mendapataknnya
namun jika dia enggan, maka mereka tidak mendapatkannya.
Di antara bukti keunggulan syari'at Islam dibandingkan peraturanperaturan yang dibuat oleh manusia, adalah apa yang dibawa oleh Islam
berupa peraturan yang memberikan hak-hak yang sempurna kepada wanita,
sebuah peristiwa yang paling pertama terjadi di dalam sejarah, Islam
menjadikan wanita menikamati hak-haknya sebagai manusia beberapa abad
sebelum dunia mengenal organisasi hak-hak asasi manusia.
Sejak awal Islam telah mengumumkan bahwa wanita adalah saudara
kandung laki-laki, sebagaimana diriwayatkan dalam hadits shahih riwayat
Abu Daud, Tirmidzi, Ad Darimi dan Ahmad, pada saat aturan sosial dalam
agama Kristen meragukan kemanusiaan wanita dan tabi'at ruhnya, al-Qur'an
al Karim telah mengumumkan:
( <t/ .i 3t/ ( 4s\& r& @x.s i 3i 9t ux & I or& /u s9 >$yftF$$s
Maka Tuhan mereka memperkenankan permohonannya (dengan berfirman):
"Sesungguhnya Aku tidak menyia-nyiakan amal orang-orang yang beramal di
antara kamu, baik laki-laki atau perempuan, (karena) sebagian kamu adalah
turunan dari sebagian yang lain.
Nabi  menyuruh para wanita berbai'at kepada Islam, dan mendengar
serta ta'at, sebagaimana Rasulullah memerintahkan laki-laki berbai'at, dan
bai'at para wanita terpisah dari bai'at laki-laki, tidak mengikuti ba'iat laki-laki.
Semua

ini

menegaskan

kemandirian

pribadi

wanita

muslimah

dan

kemampuanya memikul tanggung jawab dalam bai'at, perjanjian, dan


memberikan loyalitas kepada Allah dan RasulNya. Dan semua ini terjadi pada

kurun ratusan abad sebelum dunia moderen mengakui hak-hak wanita untuk
menyampaikan aspirasinya sendiri melalui angket dan pemilu. Semua ini,
selain tambahan hak-hak lain yang lebih banyak seperti kemandiriannya
dalam

harta

dan

kepemilikannya,

dan

dia

bebaskan

dari

kewajiban

memberikan nafkah walaupun dia kaya, kesamaannya dengan laki-laki dalam


kehormatan kemanusiaan, pendidikan, dan kewajiban-kewajiban keagamaan
secara umum.
Sesungguhnya, keberhasilan Islam dalam memperbaiki martabat wanita
sejak lima belas abad yang silam, secara sekaligus, tidak akan pernah bisa
diwujudkan oleh seorangpun dalam sejarah, pada abad kedua puluh ini.
Cukup kita mengetahui bahwa revolusi Prancis ketika mengumumkan
piagam

hak-hak

asasi

manusia,

di

akhir

abad

ke

delapan

belas,

mengumumkannya dengan judul ((Beberapa hak laki-laki). Disebutkan dalam


pasal

pertama dari piagam tersebut: "Kaum laki-laki dilahirkan dalam

keadaan merdeka, dan tidak boleh diperbudak". Kemudian ada beberapa


usaha untuk menambahkan kata ((dan wanita)). namun usaha-usaha tersebut
menghadapi penolakan, sehingga pasal pertama dari pengumuman revolusi
Prancis untuk kebebasan tetap dengan kalimat: ((Kaum laki-laki dilahirkan
dalam keadaan merdeka, dan tidak boleh diperbudak)).
Lalu

satu

abad

setelah

itu,

datanglah

seorang

ilmuan

besar

berkebangsaan Prancis, bernama Gustave le Bon, tepatnya pada akhir abad


kesembilan belas dan awal abad kedua puluh, di dalam bukunya (ruh al
ijtima'. Terjemah: Semangat sosial) dia menegaskan: Kaum wanita tidak sama
dengan laki-laki kecuali di zaman kemunduran. Hal ini sebagai bantahan
terhadap orang yang menuntut persamaan hak antara wanita dengan lakilaki di dalam pemilihan umum, sebagai wujud mengikuti hak kaum laki-laki.
Kondisi ini tetap berjalan seperti semula sehingga muncul organisasi
(Persatuan

Bangsa-bangsa)

setelah

perang

dunia

pertama,

(Perserikatan bangsa-bangsa) setelah perang dunia kedua,

kemudian

dan para aktifis

hak-hak wanita tidak berhasil mencantumkan persamaan hak antara wanita


dengan laki-laki kecuali setelah melalui usaha yang berat; karena mereka
berhadapan dengan adat dan budaya yang diinspirasi oleh agama, yang
membentur langkah mereka, sementara mereka tidak mempunyai perundang-

undangan dalam skala regional maupun internasional yang bersikap obyektif


terhadap wanita, yang dapat dijadikan sebagai pijakan secara legal untuk
mengatasi hambatan tersebut, dalam usaha membebaskan wanita dari masa
kekelaman masa lampau yang gelap dan pekat.
Sementara, pada saat yang sama, nash-nash di dalam syari'at Islam
secara tegas menyebutkan di dalam kitab Allah dan sunnah Rasulullah ,
sejak lima belas abad yang silam, menyamakan antara laki-laki dan wanita
dalam masalah pahala dan siksa, tanggung jawab dan balasan, serta ibadah
dan kehormatan manusian dan hak-hak asasi manusia secara umum.
Adapun tentang kondisi wanita di dalam undang-undang masayarakat
terdahulu sangatlah buruk, sebagaimana yang dikatakan oleh seorang tokoh
berkebangsaan India (Jawahiral Nehru) dalam bukunya: (Iktisyaful Hind.
Terjemah: Menemukan India), dia melihat bahwa kondisi wanita di masa India
kuno lebih baik daripada apa yang terjadi di negeri Yunani kuno atau di
Romawi kuno, atau di masa agama Kristen pertama. Dahulu para wanita
kehilangan kepribadiannya, terhalang dari kebebasannya, tidak mendapat
warisan, dan tidak menikmati hak-hak asasinya sebagaimana yang dinikmati
oleh kaum laki-laki.

Kesempurnaan dan keunggulan syari'at Islam


Syari'at Islam dari sejak semula datang dalam keadaan sempurna dan
maju, tidak pernah kurang lalu menjadi sempurna secara bertahap, dan tidak
pernah terbelakang kemudian membenahi dirinya agar menjadi maju, dan dia
senantiasa mampu untuk merealisasi kesempurnaan, kepeloporan dan
keunggulannya pada saat diberi kesempatan untuk diterapkan dengan cara
yang benar.

Masyarakat yang Beribadah Kepada Allah


 
  
   
Buku Masyarakat Muslim Dalam Perspektif Al Quran dan Sunnah
[ Indonesia Indonesian  ]

Muhammad Ali al-Hasyimi

Terjemah : Muzaffar Sahidu


Editor : Muhammad Lathif

2009 - 1430

   
  
 
     
 !    "

  

 
  :
  
:

2009 1430

Masyarakat Yang Beribadah Kepada Allah


Syi'ar ibadah di dalam masyarakat muslim
Keistimewaan terpenting yang membedakan masyarakat muslim dengan
masyarakat lainnya bahwa dia adalah masyarakat yang beriman kepada
Allah, bertauhid; tidak mempersekutukan Allah dengan sesuatu apapun,
beribadah kepada Allah, mendirikan syi'ar-syi'ar yang mencerminkan
hubungannya dengan Allah, menerapkan penghambaannya kepada Allah,
dimulai dari kesaksian bahwa tiada tuhan (yang berhak disembah dengan
sebenarnya) selain Allah dan bahwasanya Muhammad adalah utusan Allah,
kemudian barulah datang kewajiban yang empat, yaitu: shalat, zakat, puasa
ramadhan, dan haji ke baitullah, ini terhimpun dalam hadits Nabi  yang
masyhur:

 ./ 0 12  )3 (  


   
    
         ! #
" $ % &
' ( )
 $ * + , 4  ( $ 5
  6
 7$8  :9 ; 
"Islam dibangun atas lima perkara: Kesaksian bahwa tidak ada tuhan selain
Allah, dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah, mendirikan shalat,
menunaikan zakat, berpuasa bulan ramadhan, dan haji ke baitullah (HR.
Bukhari dan Muslim).
1- Shalat:
Shalat adalah rukun Islam pertama dan tiang Islam, kewajiban ini
dilaksanakan berulang lima kali dalam setiap sehari, dia adalah ibadah yang
paling pertama akan dihisab dari amal seorang mu'min di hari kiamat kelak,
dialah pemisah antara iman dan kekafiran, sebagaimana ditegaskan oleh
Rasulullah  dengan sabdanya:

 )3 < =$ > = ? @   < =$ A


9 B 7$- C D = B 7$-
"Antara seserang dengan kesyirikan dan kekufuran adalah meninggalkan
shalat (HR. Muslim)
Maka, tidak heran jika shalat menjadi ciri pertama bagi masyarakat
muslim yang membedakannya dengan masyarakat lainnya, dan menjadikan
orang-orang mukmin beruntung, selamat dan meraih kenikmatan abadi di
surga.
Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, (yaitu) orang-orang
yang khusyu' dalam sembahyangnya, (QS. al mukminun: 1-2)

Dan orang-orang yang memelihara sembahyangnya. Mereka Itulah orangorang yang akan mewarisi, (yakni) yang akan mewarisi syurga Firdaus.
mereka kekal di dalamnya. (QS. al Mukminun: 9-11)
Apabila shalat dilaksanakan dan membekas di dalam jiwa, maka ia
akan berpengaruh positif pada moralitas sosial orang yang shalat, yaitu
dengan terbentuknya kepribadian yang stabil, pikiran yang jernih, dan
keseimbangan di dalam sikap baik di waktu senang maupun susah.
Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir. Apabila ia
ditimpa kesusahan ia berkeluh kesah, Dan apabila ia mendapat kebaikan ia
amat kikir, Kecuali orang-orang yang mengerjakan shalat, Yang mereka itu
tetap mengerjakan shalatnya, (QS. al Ma'arij: 19-23).
Shalat berjamaah:
Oleh karena itulah Islam menganjurkan shalat berjamaah, agar
masyarakat muslim dipenuhi oleh pribadi-pribadi yang berpikiran jernih,
berjiwa terdidik, berakhlak tinggi, layak menjadi khalifah di muka bumi,
membangun alam semesta, dan menegakkan kalimat Allah di muka bumi.
Oleh karena itulah, maka shalat berjamaah lebih baik dilaksanakan di
mesjid, baik karena dia adalah perintah yang bersifat sunnah mu'akkadah
atau fardhu kifayah, sebagaimana pendapat kebanyakan para ulama, atau
fardhu ain sebagaimana pendapat imam Ahmad.
Perhatian Rasulullah  terhadap shalat berjamaah di dalam masyarakat
muslim, generasi pertama sampai pada tingkat bahwa beliau berniat
membakar rumah orang-orang yang tanpa halangan tidak mengikuti shalat
berjamaah, beliau bersabda:

( I 7J )
K D  =  L M N    O I 7J  )
3
 - =  L M N P
 Q 
$ 7J P
" Q 
 - =  L   6
 $  R $ S  T  7- +E? F GH 
M$  >7- M$  7$
' U
 =9 ; V J " D &  W
  % M N X
 ,
Demi yang jiwaku ada di tanganNya, sungguh aku telah berniat menyuruh
orang mengambil kayu bakar, kemudian aku memerintahkan agar shalat
didirikan, kemudian aku menyuruh seseorang menjadi imam, kemudian aku
pergi ke rumah orang-orang yang meninggalkan shalat berjamaah untuk
membakar rumah-rumah mereka. (Muttafaq alaih).
Oleh karena pentingnya shalat berjamaah ini, orang-orang yang sedang
berperangpun tidak diperkenankan meninggalkannya, maka disyari'atkanlah
bagi mereka shalat khauf, yaitu shalat berjamaah yang khusus didirikan pada
waktu perang; dilaksanakan di bawah satu imam yaitu panglima perang
dalam dua tahap: tahap pertama dilakukan oleh sekelompok mujahidin
dengan satu raka'at di belakang imam, kemudian mereka pergi ke kampnya
masing-masing dan menyempurnakan shalat mereka di sana. Kemudian

datang kelompok kedua yang sebelumnya berada di hadapan dengan musuh


lalu shalat di belakang imam.
Islam mensyari'atkan shalat khauf agar tidak seorangpun dari
mujahidin yang kehilangan fadhilah shalat berjamaah, dan dalam rangka itu
pula syari'at Islam membolehkan adanya beberapa gerakan dan perbuatan
yang berbeda, yang tidak boleh dilakukan dalam shalat berjamaah biasa.
Allah berfirman tentang masalah ini di dalam kitabNya:
Dan apabila kamu berada di tengah-tengah mereka (sahabatmu) lalu kamu
hendak mendirikan shalat bersama-sama mereka, Maka hendaklah segolongan
dari mereka berdiri (shalat) besertamu dan menyandang senjata, Kemudian
apabila mereka (yang shalat besertamu) sujud (telah menyempurnakan
serakaat), Maka hendaklah mereka pindah dari belakangmu (untuk
menghadapi musuh) dan hendaklah datang golongan yang kedua yang belum
bersembahyang, lalu bersembahyanglah mereka denganmu, dan hendaklah
mereka bersiap siaga dan menyandang senjata. Orang-orang kafir ingin supaya
kamu lengah terhadap senjatamu dan harta bendamu, lalu mereka menyerbu
kamu dengan sekaligus. dan tidak ada dosa atasmu meletakkan senjatasenjatamu, jika kamu mendapat sesuatu kesusahan Karena hujan atau Karena
kamu memang sakit; dan siap siagalah kamu. Sesungguhnya Allah Telah
menyediakan azab yang menghinakan bagi orang-orang kafir itu.  (QS. an
Nisa': 102)
Kedudukan shalat di dalam jiwa seorang muslim
Ayat ini merupakan dalil yang kuat atas pentingnya shalat berjamaah,
dan syari'at Islam sangat menekankan agar tetap dilakukan walaupun orangorang muslim dalam situasi peperangan, dan hal ini sekaligus menunjukkan
pentingnya kedudukan shalat di dalam jiwa seorang muslim. Shalat harus
dilaksanakan pada waktunya dalam kondisi dan situasi apapun, dengan cara
yang memungkinkan, dalam keadaan takut terkadang dilakukan tanpa rukuk
dan tanpa sujud, dan dalam keadaan perang sedang berkecamuk mungkin
dilakukan tanpa mengahadap kiblat, kondisi seperti ini termasuk darurat,
maka cukup dengan niat dan apa saja yang bisa dilakukan berupa bacaan
dan dzikir.
Allah  berfirman: Peliharalah semua shalat(mu), dan (peliharalah)
shalat wusthaa. Berdirilah untuk Allah (dalam shalatmu) dengan khusyu'. Jika
kamu dalam keadaan takut (bahaya), Maka shalatlah sambil berjalan atau
berkendaraan. Kemudian apabila kamu Telah aman, Maka sebutlah Allah
(shalatlah), sebagaimana Allah Telah mengajarkan kepada kamu apa yang
belum kamu ketahui. (QS. al Baqarah: 238-239)
Arti dari (sambil berjalan atau berkendaraan) adalah shalatlah semampu
kalian, baik sambil berjalan maupun berkendaraan, menghadap kiblat
maupun tidak menghadap kiblat. Contoh yang disebutkan oleh ayat al-Qur'an
ini berlaku bagi orang yang sedang berperang di masa sekarang ini, baik
5

dalam keadaan berada di dalam pesawat terbang, tank atau kendaraan lapis
baja.
Adapun dalam situasi yang aman, maka tetap wajib dilaksanakan pada
waktunya, apaun kondisi seseorang, jika ia tidak mampu shalat secara
berdiri, maka dia mengerjakannya dengan cara duduk, jika tidak mampu
mengerjakannya dengan cara duduk karena sakit, maka dia boleh shalat
sambil berbaring. Demikianlah, dia bisa dilaksanakan dengan cara yang
mungkin bisa dilakukan, dan tidak boleh ditinggalkan sama sekali.
Shalat sebagaimana disyari'atkan oleh Islam, dan sebgaimana yang
disyaratkan dalam rangka mendirikannya seperti syarat harus bersih dan
suci, memakai pakaian yang bagus ketika pergi ke masjid, menghadap ke satu
kiblat, penentuan waktu shalat, dan apa-apa yang diwajibkan-padanya
berupa dzikir, bacaan dan doa, perbuatan yang dilakukan orang shalat
berupa gerakan-gerakan dan perkataan, ini semua menunjukkan bahwa
shalat bukan hanya sekedar ibadah, akan tetapi ia adalah aturan bagi
kehidupan jiwa umat Islam, dan sebuah manhaj bagi tarbiyah dan pendidikan
masyarakat muslim.
Shalat berjamaah yang menghimpun individu masyarakat muslim lima
kali dalam satu hari dalam ketaatan, kedisiplinan, kecintaan, persaudaraan
dan persatuan di hadapan Allah Yang Maha Tinggi dan Maha Besar, realita
seperti ini lebih nampak daripada sekedar bekumpulnya orang untuk
melaksanakan shalat berjamaah. Sungguh, dia adalah metode yang cocok
untuk membangun hubungan sosial, sebab dengan shalat berjamaah akan
tercabut perasaan negatif, egois, dan terisolasi, shalat berjama'ah mengangkat
mereka dari kesibukan, ikatan dan kalalaian hidup, dimana masjid
mengumpulkan mereka dan mengakrabkan hati-hati mereka, maka shalat
berjamaah adalah taman pendidikan harian untuk membina keakraban,
persamaan, persatuan dan kasih sayang.
Shalat jum'at
Puncak kebersamaan masyarakat muslim terlihat pada saat shalat
jum'at, ia merupakan kewajiban mingguan yang mesti dilaksanakan oleh
setiap muslim di masjid jami', yang di dalamnya disampaikan khutbah jum'at
sebelum shalat, dia merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari shalat,
semua jamaah mendengarkannya, memusatkan perhatian mereka dengan
telinga dan hati mereka pada kata-kata yang dikatakan oleh khatib; hal ini
karena khutbah jum'at dalam masyarakat muslim adalah syiar agama yang
disyari'tkan untuk membahas persoalan umat pada masa itu di dalam
kehidupan umat Islam, sebagai sarana untuk mengajarkan mereka tuntutnan
agama ini, yang datang untuk mengatur kehidupan dunia dan akhirat. Maka
semestinya khutbah rutin mingguan ini jika dilaksanakan dengan memenuhi
syarat-syaratnya untuk menciptakan berbagai keajaiban di dalam kehidupan
umat Islam, sehingga dengannya wawasan membuka diri untuk menerima
6

kebenaran, membebaskan jiwa dari kehinaan, mengangkat ruh mereka


kepada tingkat yang lebih tinggi yang dikehendaki oleh Islam.
Dan sungguh, khutbah ini telah menunaikan tugasnya di suatu masa,
di mana dia telah membentuk umat Islam sebagai sebaik-baik umat yang
dikeluarkan untuk manusia, mengajak kepada yang baik dan mencegah dari
yang mungkar, dan beriman kepada Allah. Semua ini telah terwujud di dalam
realita kehidupan manusia, bukan sekedar tertimbun di dalam buku-buku,
kitab-kitab dan teori.
Oleh karena itulah, langkah pertama yang dilakukan oleh Rasulullah 
setelah sampai di Madinah saat berhijrah adalah mendirikan masjid, sebagai
sarana beribadah, dan sarana untuk pendidikan dan pengajaran serta tempat
bermusyawarah.
Adzan untuk mendirikan shalat
Sudah diketahui bahwa panggilan untuk melaksanakan shalat
diwujudkan dengan mengumandangkan adzan, dan adzan merupakan ciri
khas masyarakat muslim yang membedakannya dengan masyarakat lain,
sebab hanya di dalam masyarakt muslim suara merdu seorang mu'adzin
menggema, dengan suaranya yang keras dia menggemakan panggilan suci:

  ! [Z       ! [Z       ! [Y. Z [Y. Z [Y. Z [Y. Z


[])? &
' +; [)3 &
' +; [)3 &
' +; [Z  \   ! [Z  \
Z     [Y. Z [Y. Z [])? &
' +;
Allah Maha Besar, Allah Maha Besar, Allah Maha Besar, aku bersaksi bahwa
tidak ada tuhan selain Allah, aku bersaksi bahwa tidak ada tuhan selain
Allah, aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah, aku bersaksi
bahwa Muhammad adalah utusan Allah, mari melaksanakan shalat, mari
melaksanakan
shalat,
mari
meraih
keberuntungan,
mari
meraih
keberuntungan, Allah Maha Besar, Allah Maha Besar, tidak ada tuhan selain
Allah.
Panggilan suci ini menggema dalam masyarakat muslim lima kali dalam
satu hari, telinga merasa senang mendengarnya, lisan-lisan ikut
mengucapkan adzan bersama mu'adzzin, sebagai pengkohan bagi maknanya
di dalam jiwa orang-orang yang mendengarnya, dan memantapkan maknanya
di dalam akal dan hati.
Orang-orang muslim yang pernah musafir ke negara-negara asing
(selain negara Islam) dan mereka yang menetap di negara tersebut merasa
kehilangan dengan suara lantunan adzan ini, yang telah terpatri dengan rasa
cinta di dalam hati mereka, mereka rindu untuk mendengarnya, dan
merasakan kegalauan rohani selama mereka berada di negeri tersebut,

mereka menginginkan kembali ke negeri Islam, agar telinga mereka dapat


menikmati kembali panggilan yang indah ini, yang telah terbiasa terdengar
oleh telinga mereka lima kali dalam satu hari.
Kedudukan shalat di dalam masyarakat muslim
Kaum muslimin di dalam masyarakat muslim pada saat mendengar
kumandang adzan, mereka segera mendirikan shalat, dan shalat berjamaah
lebih utama dari shalat sendirian dengan dua puluh tujuh derajat,
sebagaimana disebutkan dalam hadits yang mulia. Setiap shalat mempunyai
waktu-waktu tertentu, di mana dia mesti ditunaikan padanya, masyarakat
muslim tidak rela melihat sebagian anggota masyarakatnya lalai dalam
melaksanakan shalat, orang yang meninggalkan shalat dalam masyarakat
muslim terhina dan tercela, dan dia tetap dalam keadaan tersebut sehingga
dia kembali kepada jalan yang benar dan termasuk orang-orang yang
mendirikan shalat.
Masyarakat muslim yang dikehendaki oleh Islam adalah masyarakat
yang teratur dalam urusannya, mampu membangun lembaganya, mengatur
jam kerjanya agar tidak bebenturan dengan waktu-waktu shalat, dan tidak
memaksa seorangpun dari para pekerja untuk beraktifitas sehingga
melewatkan waktu pelaksanaan shalat.
Termasuk dalam kategori ini adalah acara-acara seminar, pesta,
ceramah, dan rapat-rapat, semua aktifitas ini tidak boleh menghalangi
seseorang melaksanakan shalat pada waktunya.
Setiap keluarga yang telah dibangun oleh Islam di dalam masyarakat
muslim dituntut untuk memerintahkan anak-anak mereka untuk mendirikan
shalat, jika mereka telah berumur tujuh tahun, dan memukul mereka apabila
enggan melakasnakan shalat setelah mereka berumur sepuluh tahun Hal ini,
demi melaksanakan peritah Rasulullah , agar mereka terbiasa
melaksanakan shalat dari sejak kecil, dan setiap keluarga yang tidak
memperhatikan arahan Nabi ini maka ia berdosa, dan tidak layak menjadi
anggota masyarakat muslim.
Terakhir, kedudukan shalat di dalam masyarakat muslim yang benar
sangat tinggi, hal ini sesuai dengan kedudukannya yang sangat urgen di
dalam agama ini, dia mempunyai wujud yang nampak dan pengaruh yang
jelas di dalam realita masyarakat, baik di bidang pendidikan, budaya,
penerangan, sosial, dan olah raga, dengan wujud yang layak bagi sebuah
masyarakat menghambakan dirinya kepada Allah.
2. Zakat
Zakat adalah rukun Islam yang kedua, ia selalu disebutkan secara
berbarengan dengan shalat di dalam al-Qur'an dan hadits. Dia disebutkan
setelah shalat dalam dua puluh delapan tempat di dalam al-Qur'an seperti
pada ayat-ayat berikut ini:
8

n4x.9$# t?u n4n=9$# t) t%!$#


Yang mendirikan shalat dan menunaikan zakat, seraya mereka tunduk
(kepada Allah) (QS. al Maidah: 55)

n4x.9$# (#?#uu n4n=9$# (#%r&u


 Dan Dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat  (QS. al Baqarah: 43)

n429$# (#s?#uu n4n=9$# (#$s%r&u


Mendirikan shalat, menunaikan zakat, (QS. al Baqarah: 277)
Ia adalah ibadah yang disyari'atkan sejak lama, sama seperti shalat
(yang disyari'atkan di) dalam agama Allah yang satu, yaitu agama yang dibawa
oleh para nabi dan para rasul. Kita mendapatkan di dalam banyak ayat yang
menyebutkan secara beriringan antara shalat dengan zakat, di antaranya
adalah firman Allah  yang menyebutkan tentang pujianNya terhadap bapak
para nabi yaitu nabi Ibrahim, Ishak dan Ya'qub: Kami Telah menjadikan
mereka itu sebagai pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan
perintah kami dan Telah kami wahyukan kepada mereka mengerjakan
kebajikan, mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan Hanya kepada Kamilah
mereka selalu menyembah, (QS. al Anbiya': 73)
Di antaranya adalah firman Allah yang menyebutkan tentang pujianNya
kepada Ismail: Dan ia menyuruh ahlinya untuk shalat dan menunaikan zakat,
dan ia adalah seorang yang diridhai di sisi Tuhannya (QS. Maryam: 55)
Di antaranya juga adalah firman Allah ketika berbicara kepada Musa: Dan
rahmat-Ku meliputi segala sesuatu. Maka akan Aku tetapkan rahmat-Ku untuk
orang-orang yang bertakwa, yang menunaikan zakat dan orang-orang yang
beriman kepada ayat-ayat Kami". (QS. al A'raf: 156)
Di antaranya adalah firman Allah melalui lisan Isa ketika dalam pangkuan:
Dan dia memerintahkan kepadaku (mendirikan) shalat dan (menunaikan)
zakat selama Aku hidup; (QS. Maryam: 31).
Dan di antaranya adalah perintah Allah kepada bani israil: Serta ucapkanlah
kata-kata yang baik kepada manusia, Dirikanlah shalat dan tunaikanlah
zakat. (QS. Al Baqarah: 83)
Di antaranya adalah firman Allah tentang ahli kitab: Padahal mereka tidak
disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan
kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka
mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama
yang lurus. (QS. al Bayyinah: 5)

Zakat dan shalat adalah dua syi'ar, dua kewajiban, dua ibadah yang
dari sejak dahulu selalu disebutkan secara beriringan di dalam agama Allah
yang satu, yang telah diturunkan sejak masa dahulu melalui lisan para rasul.
Hingga pada saat Islam telah datang, sebagai penutup semua agama (samawi),
dia menjadikan zakat selain sebagai ibadah juga sebagai sistem baru yang
istimewa, di mana tidak ada satupun dari agama samawi yang
mendahuluinya dan tidak pula undang-undang buatan manusia.
Islam telah menjadikan zakat sebagai pilar penting bagi solidaritas
sosial, karena Islam telah menjadikannya sebagai ibadah dan kewajiban harta
yang telah diatur secara seksama, yang menjamin hak-hak orang-orang fakir,
Islam tidak menjadikan zakat sebatas tindakan kebaikan, kemuliaan dan
sumbangan sukarela. Ia dipungut oleh negara Islam, dengan mengangkat
petugas tertentu yang bekerja secara khusus untuk mengumpulkan zakat
pada sebuah lembaga yang disebut dengan "Badan amil zakat". Dan para
petugas ini akan mendapat bagian tertentu yang merupakan salah satu arah
penyaluran zakat, sebagai bentuk penegasan atas keterpisahannya dari hartaharta lain yang dipungut oleh negara Islam, dan agar tidak bercampur dengan
harta-harta lain sehingga dapat menghilangkan hak-hak orang fakir, dalam
hal ini Allah  menegaskan: Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk
orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu'allaf
yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang
berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yang sedang dalam perjalanan,
sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha mengetahui
lagi Maha Bijaksana. (QS. at Taubah: 60)
Zakat dalam masyarakat muslim merupakan kewajiban terhadap harta
sebagai ibadah yang harus dilakukan, yang dipungut oleh Negara. Namun,
jika sautu negara tidak mengumpulkannya seperti pada masa kita sekarang,
maka kaum muslimin harus segera menunaikannya dengan sempurna
sebagaimana yang telah dijelaskan oleh syari'at, dan tidak ada seorang
muslimpun yang ragu menunaikannya kecuali orang yang lemah agamanya,
lemah jiwanya, dan tidak baik akhlaknya.
Cukup kita mengetahui bahwa orang yang menolak menunaikan zakat
boleh diperangi dan darahnya halal, sehingga dia menunaikannya dengan
sempurna sebagaimana dijelaskan oleh hukum agama. Penegasan Abu Bakar
ash shiddiq tentang orang-orang murtad karena menolak menunaikan zakat
masih menggaung pada pendengaran masa, di mana dia mengumumkan
keagungan agama ini dalam menyatukan antara agama dan dunia: "Demi
Allah, sungguh aku akan memerangi orang yang membedakan antara shalat
dan zakat" (1). Ini adalah sumpah dari Abu Bakar yang menggambarkan
kedalaman pemahamannya terhadap agama yang sempurna ini, dan karena

(1) al Bidayah wa an nihayah, oleh Ibnu Katsir 6/315.

10

adanya hubungan yang kuat antara shalat dan zakat dalam menegakkan
agama Islam.
3. Puasa bulan Ramadhan
Ia adalah rukun Islam yang ketiga, masyarakat muslim menyambut
kedatangan bulan ramadhan dengan sambutan yang istimewa dan mereka
juga memberikan perhatian yang khusus kepada bulan ramadhan. Suasana
ramadhan terlihat jelas di jalan-jalan, rumah-rumah dan masjid-masjid.
Orang-orang yang berpuasa menyadari hak puasa terhadap mereka, dalam
menjaga lisan, mata, dan anggota badan mereka dari semua pelanggaran yang
merusak puasa atau membatalkan amal mereka, sebab mereka mengikuti
petunjuk Nabi  yang mereka dengar di masjid-masjid. Nabi  bersabda:

M^ _5 +9F C S 7
 J 
> $  ^ ;   -  `J P
$ a
3
$ 2  b
 J =$ 2 )J M$ .  ;  ( 75
 ( $ 2  . O
Jika kalian sedang berpuasa maka janganlah berbuat rafats, jangan membuat
keributan, jika ada orang yang memakinya atau mengajaknya berkelahi maka
hendaklah berkata: aku sedang berpuasa (Muttafaq alaih).
Nabi  juga bersabda:

 - =!    cd e
  2   +J gf D ; 
 #
 7$
J  - C  c    h/  $  e
$  2 $M  B$ 
Barangsiapa yang tidak meninggalkan perkataan dusta dan melakukannya
maka Allah tidak perlu memberikan pahala pada perbuatannya dalam
meninggalkan makan dan minum (HR. Bukhari).
Sebagian besar umat Islam di dalam masyarakat muslim berusaha
memanfaatkan waktunya di bulan yang penuh berkah ini, mereka mengisinya
dengan amal shalih; pada waktu siang dimanfaatkan untuk berpuasa,
membaca al-Qur'an, bertasbih, bersedekah dan amal-amal shalih lainnya.
Sementara, pada waktu malam diisi dengan shalat tahajjud dan do'a, dalam
rangka mencontohi Rasulullah  yang bersungguh-sungguh di bulan
ramadhan melebihi bulan-bulan lainnya, dan pada sepuluh hari terakhir
melebihi kesungguhan beliau dari hari-hari yang lainnya, hal ini sebagaimana
disebutkan di dalam hadits yang diriwayatkan oleh Muslim dari Aisyah .
Selaian itu, mereka mengaharap pahala yang besar yang disiapkan oleh Allah
untuk orang-orang yang berpuasa dan qiyamullail, sebagaimana disampaikan
oleh Rasul yang mulia dengan sabdanya:

 8F$O B$  (  S >    = ? i -E1;$  Fj  4  (  B$ 


Barangsiapa yang qiyamullail di bulan ramadhan karena iman dan
mengharap pahala dari Allah, maka diampuni baginya dosa-dosanya yang
telah lalu (Muttafaq alaih).
Sesungguhnya umat Islam yang berada di dalam masyarakat muslim
yang bernaung di bawah petunjuk al-Qur'an dan hadits, mengerti bahwa
bulan ramadhan adalah bulan ibadah, sehingga tidak ada kesempatan bagi

11

pribadi muslim serius untuk menghabiskan waktu malam dengan kesia-siaan


dan bergadang yang lama dengan sesuatu yang tidak berguna, sehingga
apabila waktu subuh telah mendekat, mereka menyantap makanan beberapa
suap lalu pergi ke tempat tidur kemudian tenggelam di dalam tidur yang pulas
sehingga tidak bangun untuk shalat subuh.
Pribadi-pribadi muslim di dalam masyarakat muslim kembali dari
shalat tarawih dengan tidak begadang panjang, kerena beberapa saat lagi
mereka akan bangun untuk qiyamullail dan makan sahur, kemudian pergi ke
masjid untuk melaksanakan shalat subuh.
Sahur dalam masyarakat muslim adalah suatu keharusan di bulan
ramadhan, sebagai pelaksanaan dari perintah Rasulullah  yang bersabda:

gK . = -  E
 +J  `J =
E
 >
Makan sahurlah, karena di dalam makan sahur itu terdapat berkah (Muttafaq
alaih).
Hal ini karena bangun untuk makan sahur mengingatkan mereka kepada
qiyamul lail, dan menggiatkan diri mereka untuk melangkah ke masjid untuk
shalat subuh berjamaah, selain itu dia juga menguatkan badan untuk
berpuasa. Inilah yang selalu dilakukan oleh Rasulullah  dan dengannya pula
beliau melatih para para sahabat di dalam masyarakat muslim generasi
pertama. Dari zaid bin tsabit  berkata:

gK 2L l
 E
 $ %    ,7$-   $   . $M. 6

   
3
 &  ,$  M N  
  k  F=$ 
E
 >
Kami makan sahur bersama Rasulullah  kemudian kami bangkit untuk
shalat, dikatakan kepadanya: "Berapa lamakah jarak waktu antara sahur dan
shalat? Beliau berkata: (Kira-kira) selama membaca lima puluh ayat (Muttafaq
alaih).
Ramadhan memiliki nilai kemuliaan dan kesakralan di dalam
masyarakat muslim yang dipelihara oleh negara. Negara tidak membolehkan
makan (di siang hari bulan ramadhan) dengan terang-terangan dan tidak
boleh melanggar kemuliaan bulan yang penuh berkah dalam bentuk apapun.
Bahkan, pemerintah memberi sanksi kepada siapa yang melanggar adab-adab
syara' di bulan ini, dan menetapakan berbagai kebijakan yang bisa
menjadikan masjid bercahaya dan berkilau, menarik manusia untuk
melakukan ketaatan, menyenangkan mereka beribadah dan mendorong
mereka untuk menyambut hidayah. Hal ini terwujud dengan memperhatikan
mimbar-mimbar masjid, majlis-majlis ilmu, nasihat dan bimbingan agama,
sehingga tidak ada yang menempatinya kecuali para ulama, para khatib ulung
yang bisa berbicara dengan baik, memahami hukum-hukum syari'at, dan
bersifat jujur, konsisten, bertakwa dalam perkataan dan perbuatan.
Dalam suasana yang suci dan bersih inilah umat Islam melewati harihari di bulan ramadhan di dalam masyarakat muslim, sebuah suasana yang
sehat dan bersih yang membantu terlaksananya ibadah sehingga setiap

12

individu benar-benar merasakan bahwa dirinya betul-betul hidup di dalam


masyarakat yang mengbadikan dirinya kepada Allah.
4. Haji
Ia adalah rukun Islam yang keempat, pada musim inilah umat Islam
berkumpul di Mekkah al Mukarramah, mereka datang dari berbagai penjuru
dunia. Warna mereka berbeda, bahasa dan bentuk mereka berbeda, namun
dengan pakaian ihram, mereka tampak dalam satu pakian yang sama, tidak
ada perbedaan antara yang tua dan yang muda, yang kaya dan yang miskin,
raja dan rakyat, semuanya mengahadap ke satu kiblat, berdoa kepada satu
Tuhan, melakukan satu amal; berupa thawaf, sa'i, wukuf di arafah, bermalam
di muzdalifah, Mina dan masya'ir yang lainnya serta kesamaan di dalam
menjalankan ibadah-ibadah lainnya yang dilakukan oleh para jamaah haji.
Jika perkumpulan umat Islam pada satu kiblat merupakan simbol
persatuan abadi dan penanaman rasa kesatuan bagi kaum muslimin, maka
ibadah haji memwujudkan persatuan ini dengan berkumpulnya umat Islam
secara lahir dan batin; bukan sekedar perkumpulan yang bersifat simbolis
bagi perasaan semata, akan tetapi dia mewujudkan persatuan ini dengan
berkumpul dan bertemu dengan jiwa dan jasad, setelah sebelumnya
persatuan tersebut tercipta dengan perasaan. Selain itu, ia juga menciptakan
persamaan ketika semua jemaah haji menanggalkan pakaian mereka (masingmasing), pakaian yang menjadikan antara manusia berbeda ketika
mamakainya; pakaian itu memperlihatkan wibawa pemuka agama, kekuasaan
seorang tentara, dan kedudukan para petinggi. Dengan pakaian, orang yang
kaya raya akan tanpak berbeda dengan orang yang fakir, para pembesar
dengan orang kecil. Sehingga, setelah setiap pribadi menanggalkan pakaian
mereka masing-masing, maka meleburlah mereka dalam satu tingkatan, yaitu
sebagai jamaah haji kaum muslimin. Di padang Arafah, tidak (pantas) kita
mengatakan kepada seorang pemimpin: Wahai pemimpin yang mulia, tidak
juga kepada seorang prisiden: Wahai presiden yang terhormat, tidak juga
kepada seorang direktur: Wahai direktur yang terhormat. Kita tidak
berkomunikasi dengan seorang penguasa dengan mengungkapkan kata
kebesaran. Tidak ada di padang Arafah orang yang tetap mengaku sebagai
penguasa, direktur, orang kaya, orang miskin, tua dan muda.
Islam telah menghapuskan perbedaan yang disebabkan oleh pakaian,
tempat tinggal dan gelar di padang Afarah. Di mana hal ini tidak pernah
dikenal sejak terdahulu kecuali di dalam ibadah haji yang Islami. Terkadang
manusia datang dengan jumlah yang besar dalam pertemuan internasional,
pameran umum, pesta-pesta pertandingan dan acara-acara tradisional
lainnya, bahkan terkadang jumlah mereka menyamai jumlah para jamaah
haji, akan tetapi mereka datang dengan membawa tujuan duniawi mereka
masing-masing yang menyebabkan mereka berbeda dalam pakaian yang

13

mereka kenakan, hotel yang mereka tinggali, dan kendaraan yang mereka
tumpangi.
Namun, di dalam ibadah haji, semuanya tunduk pada satu aturan,
setiap mereka berkumpul di tempat tertentu yang sama, melakukan amal
yang sama, pada waktu tertentu, tidak ada kelebihan bagi seseorang atas
yang lain. Rasulullah  telah menunaikan haji bersama umat Islam,
mengajarkan kepada umat ini bagaimana cara mereka berhaji, dimana beliau
bersabda:

M$ @ @  , m
9 '  H%
Ambillah dariku cara kalian melakukan ibadah haji (HR. Muslim).
Beliau telah menggambarkan kepada mereka dengan manasik ini sebuah
bentuk persatuan yang paling indah, dan wujud persamaan yang paling
tinggi, dalam sebuah pemandangan yang mana matahari tidak pernah melihat
gambaran yang sebanding dengannya.
Masyarakat muslim berhimpun dan membentang menjadi satu sekali
dalam satu tahun, yaitu pada musim haji, mereka adalah masyarakat dunia
yang terbuka, mengumpulkan semua bangsa-bangsa di dunia di sekitar
ka'bah, haji merupakan mukmatar internasional yang tidak pernah dikenal
oleh dunia kecuali dalam pelaksanaan haji, jamaah haji dengan berbagai
warna, jenis dan bahasa mengumandangkan talbiyah, tahlil, takbir, tasbih
dan pujian bagi Tuhan Yang Maha Esa lagi Maha Tinggi dan Maha Besar.
Dalam suasana yang indah dengan ketakwaan ini, ketika mereka
sedang menunaikan ibadah haji, kaum muslimin merasakan bahwa mereka
adalah hamba Allah, datang dari berbagai penjuru dunia, mengharapkan
ridha Allah  dan melaksanakan perintahNya dengan haji: Mengerjakan haji
adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup
mengadakan perjalanan ke Baitullah. (QS. Ali Imran: 97)
Dan dengan amal ibadah yang mereka laksanakan di dalam ibadah haji,
mereka menegaskan tentang kesatuan orientasi mereka, yaitu menghadap
kepada Allah, di mana hal ini merupakan wujud persatuan yang paling tinggi
yang dikenal oleh manusia, dan dengannyalah tercipta keunggulan umat ini,
sekalipun mereka berbeda dalam warna kulit, bahasa dan jenis: Kamu
adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada
yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah.
(QS. Ali Imran: 110)
Luasnya pemahaman ibadah dalam Islam
Di dalam Islam ibadah bukan hanya terbatas pada syi'ar dan amal-amal
yang bersifat ubudiah, akan tetapi mencakup pelaksanaan semua hukum
Islam, penghambaan kepada Allah tidak tercipta secara sempurna kecuali
dengan melaksanakan syari'at secara keseluruhan, mempraktekkan dan
melaksanakan hukum-hukumnya, menghadirkan perasaan merendah dan
14

ubudiah kepada Allah Yang Maha Esa dalam melaksanakan semua hukum
ini.
Sayyid Quthb berkata tentang makna ubudiah kepada Allah: ((Kalau
hakikat ibadah hanya sekedar syi'ar ibadah semata, maka hal itu tidak
membutuhkan diutusnya para rasul dan risalah yang mereka bawa, serta
tidak membutuhkan kepada perjuangan yang sulit yang dilakukan oleh para
rasul, dan tidak perlu adanya tantangan dan rintangan yang menghalangi
para da'i dan orang-orang yang beriman sepanjang masa!. Yang berhak
mendapat
harga yang tinggi adalah mengeluarkan manusia dari
penghambaan kepada manusia, dan mengembalikan mereka kepada
penghambaan kepada Allah Yang Maha Esa dalam setiap aspek dan urusan,
serta dalam manhaj hidup mereka secara keseluruhan baik di dunia dan
akhirat.
Sesungguhnya dalam rangka menegakkan tauhid uluhiyah, tauhid
rububiyah, tauhid di dalam kepemimpinan, bertauhid di dalam menegakkan
hukum, bertauhid di dalam sumber syari'at, bertauhid di dalam manhaj
kehidupan dan bertauhid di dalam kiblat yang dengannya manusia bisa
beragama secara menyeluruh sungguh tauhid inilah yang menjadi tujuan
diutusnya para rasul, dikorbankannya segala usaha untuk mewujudkan
tujuan tersebut, semua penderitaan ditanggung demi menegakkannya
sepanjang masa, bukan karena Allah  perlu padanya, Allah tidak butuh
kepada alam semesta, akan tetapi karena kehidupan manusia tidak akan
baik, tidak akan tegak lurus, tidak mulia dan tidak layak bagi manusia
kecuali dengan tegakknya tauhid ini, yang pengaruhnya tidak terbatas pada
kehidupan manusia dalam segala segmen kehidupannyan.
Beragama kepada Allah membebaskan manusia dari beragama kepada
selain Allah, dan mengeluarkan manusia dari mengamba kepada makhluk
menuju pengambaan diri kepada Allah Yang Maha Esa. Dengan demikian
inilah manusia akan meraih kemuliaan dan kemerdekaan yang hakiki, di
mana kebebasan dan kemuliaan ini tidak bisa didapatkan dalam aturan
mana saja selain di dalam Islam, dimana manusia saling menyembah satu
sama lain dengan berbagai macam bentuknya, baik penghambaan di dalam
keyakinan, atau penghambaan di dalam perasaan, atau penghambaan di
dalam syari'at. Semua ini adalah pengahambaan di mana yang satu seperti
yang lain, leher ditundukkan kepada selain Allah, dengan menundukkannya
agar mengikuti dalam segala sisi kehidupan kepada selain Allah.
Manusia tidak bisa hidup tanpa beragama, manusia mesti mempunyai
agama, orang yang tidak menyembah Allah, ia akan terjatuh kepada
penyembahan kepada selain Allah, dalam segala aspek kehidupan.
Mereka terjatuh pada perangkap hawa nafsu dan syahwat mereka yang
tanpa batas. Karena itulah mereka kehilangan keistimewaan mereka sebagai
manusia dan masuk ke dalam golongan hewan.

15

Dan orang-orang kafir bersenang-senang (di dunia) dan mereka makan seperti
makannya binatang. dan Jahannam adalah tempat tinggal mereka. (QS.
Muhammad: 12)
Manusia tidak akan pernah merugi seperti kerugian mereka ketika
kehilangan kemanusiaanya, dan masuk ke dalam golongan alam hewan,
inilah yang terjadi ketika manusia terlepas dari penghambaan kepada Allah
semata lalu terjatuh pada penyembahan kepada hawa nafsu dan syahwat:
Terangkanlah kepadaku tentang orang yang menjadikan hawa nafsunya
sebagai Tuhannya. Maka apakah kamu dapat menjadi pemelihara atasnya?,
(QS. al Furqaan: 43).
Kemudian, mereka mesti terjatuh sebagai mangsa bagi berbagai macam
penghambaan kepada hamba; mereka terjerumus untuk menghambakan diri
kepada para penguasa dan peminpin yang membuat aturan uintuk diri
mereka sendiri, di mana tidak ada tujuan bagi mereka kecuali kepentingan
mereka sendiri baik hal ini terwujud dalam seorang penguasa, atau
sekelompok orang-orang yang berkuasa, atau keluarga penguasa- hal ini
tanpak jelas dari prikehidupan manusia secara umum yang memperlihatkan
fenomena ini dalam setiap aturan buatan manusia, yang tidak bersumber dari
Allah , dan tidak terkait dengan syari'at Allah.
Namun demikian, penghambaan tersebut tidak akan berhenti pada
penghambaan kepada para pemimpin dan orang-orang yang membuat
undang-undang ini adalah bentuk yang paling nyata!, akan tetapi bukan
sebatas itu! Penghambaan kepada manusia masih terwujud dalam bentuk lain
yang tersembunyi, namun bisa jadi dia lebih kuat dan lebih melekat serta
lebih keras dari bentuk ini! Misalnya penghambaan kepada para perancang
mode dan pakaian, kekuasaan apa yang mereka miliki atas kebanyakan
manusia? Semua yang mereka namakan orang-orang maju Sesungguhnya
mode yang dibuat oleh tuhan-tuhan pemuja mode berupa pakaian,
kendaraan, bangunan, pemandangan, atau pesta dan seterusnya, sungguh
merupakan bentuk penghambaan penghambaan yang keji, tidak ada jalan
bagi orang jahiliyah baik laki-laki maupun wanita untuk bisa terlepas darinya,
atau berpikir untuk tidak terpengaruh dengannya! Kalau seandainya manusia
tunduk kepada Allah dengan sebagaian bentuk penghambaan mereka kepada
para perancang mode, niscaya dengan hal itu, mereka menjadi para ahli
ibadah yang bersungguh-sungguh. Maka bentuk ketundukan manakah yang
bisa dikatakan penghambaan kalau bukan ini?
Terkadang manusia melihat seorang wanita malang mengenakan
pakaian yang mempertontonkan auratnya, padahal pada saat yang sama hal
itu tidak sesuai dengan model dan bentuk pribadinya, ia berdandan dengan
sesuatu yang membuatnya menjadi buruk atau menjadikannya sebagai bahan
ejekan orang lain. Akan tetapi karena penghambaan terhadap para perancang
mode dan modelis telah menguasai dirinya dan menghinakannya pada
kehinaan seperti ini sehinga dia tidak mampu untuk menghadapinya dan
16

tidak pula kuat untuk menolak penghambaan tersebut, karena semua


masyarakat di sekitarnya menghambakan diri kepadanya, maka ketundukan
manakah yang dimaksud dengan penghambaan jika bukan ketundukan
seperti ini? Bagaimana kerajaan dan ketuhanan jika bukan itu?
Dalam setiap keadaan, kondisi,
dan aturan di mana manusia
menghambakan dirinya kepada sesama manusia, maka mereka (pada saat
yang bersamaan telah) mengorbankan harta dan jiwa mereka sebagai
harganya, mereka membayarnya kepada tuhan yang bermacam-macam.
Penghambaan adalah suatu kemestian!; Jika tidak kepada Allah, maka
seseorang akan menghambakan diri kepada selain Allah. Dan penghambaan
kepada Allah akan membentuk manusia menjadi merdeka, mulia, dan
terhormat. Pemghambaan kepada selain Allah akan menghancurkan derajat
kemanusiaan, kemuliaan dan kehormatan manusia, sehingga akibatnya,
menghancurkan harta dan maslahat mereka sendiri)) (2).
Jika undang-undang masyarakat muslim adalah syari'at Islam, maka
pelaksanaan hukum dan taat kepada peraturan ini di dalam masyarakat
muslim merupakan ibadah dan ketaatan kepada Allah, bukan wujud
kepatuhan dan ketundukan kepada aturan yang dibuat oleh dewan
permusyawaratan rakyat, tidak pula kepada keputusan penguasa atau
pemerintah, inilah perbedaan besar (yang membedakan) antara hukum
syari'at dan hukum buatan manusia, di mana taat kepada yang pertama
merupakan ibadah dan ketaatan pada peraturan, sementara (taat kepada)
yang kedua hanya merupakan ketaatan kepada peraturan semata.
Dari sisi inilah, muncul keistimewaan masyarakat musilm dalam
kesiagaan pribadi masyaraktnya untuk segera mentaati peraturan dan hukum
dengan jiwa yang suka rela, karena orang yang melanggar aturan dan hukum
ini merasa bahwa dirinya telah bermaksiat kepada Allah, melanggar perintah
dan mengingkari janji kepadaNya:
Sesungguhnya jawaban orang-orang mukmin, bila mereka dipanggil kepada
Allah dan rasul-Nya agar Rasul menghukum (mengadili) di antara mereka ialah
ucapan. "Kami mendengar, dan kami patuh". dan mereka Itulah orang-orang
yang beruntung. (QS. an Nuur: 51)
Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu (QS. al Maidah: 1)
Dan penuhilah janji; Sesungguhnya janji itu pasti diminta pertanggungan
jawabnya. (QS. al Isra': 34).
Oleh karena itulah, para da'I Islam yang jujur pada masa ini, berusaha
menerapkan syari'at Islam secara keseluruhan, karena penerapan syari'at
inilah yang menjadi standar yang membedakan masyarakat muslim dengan
masyarakat-masyarakat lainnya.
Dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa
yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka.
(2) Fii dzilal al qur'an oleh Sayyid Quthb: 1938-1943.

17

dan berhati-hatilah kamu terhadap mereka, supaya mereka tidak memalingkan


kamu dari sebahagian apa yang Telah diturunkan Allah kepadamu. (QS. al
Maidah: 49)
Tidak cukup dengan menjadikan hukum buatan manusia sehingga
menyerupai hukum syari'at agar bisa diterapkan dalam masyarakat muslim.
Oleh karena itulah, salah seorang ulama fiqh dalam sebuah gerakan Islam
menjawab ketika ditanya: Apakah tidak mungkin menerapakan hukum
buatan manusia yang menyerupai hukum syari'at Islam?. Beliau menjawab:
"Tidak boleh menerapkan hukum buatan manusia walaupun menyerupai
hukum syari'at, karena kita dituntut untuk menerapkan syari'at Islam, bukan
yang menyerupainya, Allah berfirman: Dan hendaklah kamu memutuskan
perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah
kamu mengikuti hawa nafsu mereka  dan Allah tidak mengatakan dengan
yang menyerupai apa yang diturunkan oleh Allah.
Syari'at Islam adalah satu kesatuan yang tidak terpisahkan, tidak boleh
menerapkan sebagiannya dan meninggalkan sebagian yang lain, walaupun
yang ditinggalkan ini seperseribunya. Kita diperintahkan untuk mengambil
syari'at Islam yang sebenarnya, bukan undan-undang yang meyerupainya,
walaupun memiliki titik kesamaan yang banyak.
Urgensi persoalan ini menjadi bertambah, karena dia berkaitan dengan
ibadah kepada Allah yang tidak menciptakan jin dan manusia kecuali untuk
beribadah kepadaNya: Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan
supaya mereka mengabdi kepada-Ku. (QS. adz dzariyaat: 56)
Sesungguhnya agama Allah yang satu, yang diturunkan oleh Allah
kepada umat manusia dalam waktu dan kurun yang panjang didasari oleh
satu kaidah yang permanen, yaitu agama tersebut diterapkan secara
keseluruhan, bukan secara parsial. Ketika Bani Israil berkeras kepala
melakukan penentangan, tipu daya dan penipuan agar mereka bisa
menerapkan hukum yang sesuai dengan keinginan mereka dan meninggalkan
apa yang tidak cocok bagi mereka, maka Allah mengingkari perbuatan buruk
mereka ini, dan mengancam mereka dengan kehinaan dalam kehidupan
dunia, dan siksa yang pedih di akhirat. Kita mendapatkan hal ini dalam
firman Allah:
Apakah kamu beriman kepada sebahagian Al Kitab (Taurat) dan ingkar
terhadap sebahagian yang lain? tiadalah balasan bagi orang yang berbuat
demikian daripadamu, melainkan kenistaan dalam kehidupan dunia, dan pada
hari kiamat mereka dikembalikan kepada siksa yang sangat berat. Allah tidak
lengah dari apa yang kamu perbuat (QS. al Baqarah: 85)
Ini adalah kaidah yang permanent dan tetap berlaku, yaitu agar agama
diambil secara keseluruhan, tidak boleh ada sediktipun yang ditolak, dan
penolakan terhadap suatu bentuk hukum yang bersifat pasti (qath'i) dari
hukum-hukum syari'at, yang telah diketahui dari agama secara pasti, maka
18

hal itu adalah kekufuran terhadap Islam yang bisa mengeluarkan seseorang
dari keislamannya, dan mengeluarkannnya dari barisan orang-orang beriman,
dan keluar dari masyarakat yang menghambakan diri mereka kepada Allah.
Islam adalah jalan hidup yang bersifat universal, tidak hanya sebatas
perkara ibadah dan syi'ar semata, akan tetapi mencakup aktifitas-aktifitas
sosial yang dianjurkan oleh Islam, yaitu
mencakup hubungan seorang
muslim dengan kedua orang tuanya, isterinya, anak-anaknya, saudarasaudaranya, teman-temannya, semua keluarga dan semua anggota
masyarakat. Mengamalkan hal itu sesuai dengan syari'at merupakan ibadah.
Maka seorang muslim yang benar, semua aktifitasnya adalah ibadah,
dan kewajiban-kewajiban yang ditunaikannya jika niatnya baik, maka itu
merupakan ibadah, mempelajari ilmu dan mengajarkannya, berdakwah
kepada Allah, mendidik anak dan membinanya, mengurusi keluarga, berbuat
baik kepada manusia, berkorban dalam membantu mereka, memberikan
solusi terhadap orang-orang yang kesusahan dan kebingungan, memberikan
manfaat kepada orang lain dengan amal yang dibolehkan, mencari rezeki yang
halal, itu semua merupakan ibadah kepada Allah  jika niatnya baik.
Masyarakat muslim tegak di atas manhaj yang universal ini, dan
menanamkan bentuk hubungan sosial seperti kepada manusia, sehingga dia
tercermin hidup di dalam perilaku, di mana mereka menghiasi diri dengannya
dan menerapkannya dalam kehidupan mereka; tidak hanya sekedar
perkataan, aturan, filsafat dan teori yang dihimpun dalam buku-buku. Realita
inilah yang telah dirasakan oleh bangsa Arab yang musyrik pada saat
datangnya Islam dan mereka mendengar hukum-hukum dan syari'at Islam
dari lisan Rasulullah , mereka merasakan bahwa mereka berhadapan
dengan manhaj hidup yang sempurna dan menyeluruh, yang akan
menggantikan tradisi, budaya dan gaya hidup mereka. Oleh karena itulah
timbul permusuhan antara umat Islam dan orang-orang musyrik, dan suku
Quraisy berusaha menghalangi bangsa Arab agar mereka tidak masuk ke
dalam agama yang baru ini, yang akan merubah kehidupan mereka secara
total, dan mengeluarkan mereka dari kegelapan kepada cahaya.
Seandainya Rasulullah  yang mulia dan para sahabatnya hanya
menunaikan ritual keagamaan tanpa memasuki urusan sosial, pemikiran,
politik dan ekonomi, niscaya tidak akan terjadi permusuhan antara mereka
dengan orang-orang Arab yang musyrik, dan umat Islam tidak akan terpaksa
untuk berhijrah dengan menanggung kesulitan yang besar dan pengorbanan
yang agung agar mendapat kesempatan di Madinah untuk mendirikan
masyarakat muslim yang dibawa oleh Islam; sebuah masayarakat yang
dibangun atas dasar prinsip-prinsip Islam yang orisinil, dan ini semua
termasuk ibadah di dalam Islam.
Di dalam tuntunan Islam, semua ibadah memiliki hubungan sinergis
dengan masyarakat. Oleh karena itulah, shalat berjamaah lebih besar
pahalanya dibandingkan dengan shalat sendirian, dan shalat jum'at
19

merupakan kewajiban setiap individu yang harus dilaksanakan oleh setiap


muslim, dimana umat Islam berkumpul pada sebuah masjid jami' guna
mendengarkan khutbah jum'at sebelum shalat. Demikian pula dengan ibadah
puasa dan haji, di mana umat Islam melaksanakannya dalam bingkai jama'ah
sangat unik, sebagaimana telah ditegaskan dalam pemabahasan sebelumnya.
Islam mewajibkan berbagai ibadah bagi manusia untuk mensucikan
hatinya, mendidik jiwanya, dan mengantarkannya kepada ridha Tuhannya ,
semua ini tidak bisa dicapai oleh manusia kecuali jika dia jujur kepada Allah
di dalam menjalankan ibadah-ibadahnya, yang dengannya dia mengharapkan
ridha Tuhannya. Dengan dasar inilah Islam memerangi sikap dusta dalam
beragama, yaitu sikap beragama yang tidak menghunjam ke dalam jiwa
manusia yang dengannya jiwa menjadi suci dan perilaku menjadi bersih,
tegak di atas ketaatan kepada Allah, melaksanakan perintahNya, menjauhi
laranganNya, serta (memerangi sikap beragama yang) tidak (mengarahkan
(seseorang) kepada mengamalkan manhaj Islam secara totalitas di dalam
semua sendi kehidupan.
Oleh karena itulah terdapat ancaman keras bagi orang-orang yang
shalat, yaitu orang yang keluar dari masjid dengan tujuan ingin mendapat
pujian orang lain (riya'), dan mencegah kebaikan dari orang yang berhak
menerimanya: Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama? Itulah orang
yang menghardik anak yatim, Dan tidak menganjurkan memberi makan orang
miskin. Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat, (yaitu) orang-orang
yang lalai dari shalatnya, Orang-orang yang berbuat riya, Dan enggan
(menolong dengan) barang berguna. (QS. al Ma'un: 1-7)
Selain itu, terdapat ancaman keras bagi yang curang di dalam
menimbang, dengan mengurangi timbangan: Kecelakaan besarlah bagi orangorang yang curang, (yaitu) orang-orang yang apabila menerima takaran dari
orang lain mereka minta dipenuhi, Dan apabila mereka menakar atau
menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi. Tidaklah orang-orang itu
menyangka, bahwa Sesungguhnya mereka akan dibangkitkan, Pada suatu hari
yang besar, (yaitu) hari (ketika) manusia berdiri menghadap Tuhan semesta
alam? (QS. al Muthaffifiin: 1-6)
Maka dengan realita seperti, akan tampak sebuah perbedaan yang jelas
dan jauh antara masyarakat muslim yang benar dan berbagai masyarakat
lainnya dalam kedisiplinan anggota masyarakatnya dalam
bersikap
istiqamah, jujur, amanat, adil dan nilai-nilai luhur Islam lainnya. Semua ini
termasuk di dalam bingkai ibadah yang dibawa oleh Islam, dan
menjadikannya sebagai tujuan diciptakannya jin dan manusia: Dan Aku
tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi
kepada-Ku. (QS. adz Dzariyaat: 56).
Sebab, Islam memperluas makna ibadah di dalam ayat yang mulia ini,
karena tidak masuk akan kalau maknanya adalah Allah tidak menciptakan jin
dan manusia kecuali untuk berdiam di masjid untuk mendirikan shalat
20

sepanjang siang dan malam, akan tetapi Allah bekehendak: agar mereka
menghabiskan umur mereka dalam membangun alam ini, mengembangkan
kehidupan, menebarkan petunjuk dan kebaikan, mereka mencari ridha Allah,
melaksanakan perintahNya, menjauhi laranganNya, dan inilah penghambaan
kepada Allah.

21

Berserah Diri Kepada Allah


   
 
Buku Masyarakat Muslim Dalam Perspektif Al Quran dan Sunnah
[ Indonesia Indonesian   ]

Muhammad Ali al-Hasyimi

Terjemah : Mudzaffar Sahidu


Editor : Muhammad Iqbal Ghazali

2009 - 1430

 
   
     
 
   
 

 

 
  :
   
 :

2009 1430

Berserah Diri Kepada Allah


Arti menyerahkan kekuasaan kepada Allah

Ibadah kepada Allah merupakan tujuan utama diciptakannya jin


dan manusia: Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan
supaya mereka mengabdi kepada-Ku. (QS. adz Dzariyaat: 56).
Ibadah ini tidak bisa dilaksanakan dengan benar kecuali apabila kekuasaan
(terhadap manusia ini) diserahkan kepada Allah : Keputusan itu hanyalah
kepunyaan Allah. dia Telah memerintahkan agar kamu tidak menyembah
selain Dia. Itulah agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak
mengetahui." (QS. Yusuf: 40)
Tidak ada hukum kecuali hukum Allah, tidak ada perintah kecuali
perintah Allah, dan Allah telah memerintahkan agar tidak menyembah kecuali
kepadaNya. Terlihat bahwa, pada saat redaksi ayat di atas membatasi tentang
kebijakan menentukan hukum hanya kepada Allah kemudian menegaskan
hal tersebut dengan dengan perintahNya, Allah tidak mengatakan: "Dia telah
memerintahkan agar kalian tidak berhukum kecuali kepadaNya", akan tetapi
Dia berfirman: Dia Telah memerintahkan agar kamu tidak menyembah selain
Dia ini adalah dalil bahwa menerapkan hukum Allah adalah ibadah, dan
ibadah adalah menerapkan hukum Allah. Jadi ibadah kepada Allah tidak
benar apabila hukum dan perundang-undangan diserahkan kepada selain
Allah. Dan hakikat ini termasuk masalah yang telah maklumi secara
aksiomatis di dalam urusan agama ini.
Islam telah mencabut hak untuk membuat sebuah aturan dari tangan
manusia; karena Allahlah yang berhak membuat syari'at, dan ini termasuk
salah satu keistimewaan masyarakat muslim. Hal ini, karena masyarakat
yang syari'atnya dari Allah, di mana semua manusia adalah hamba Allah,
tidak mungkin di dalam syari'atNya ada kekurangan, atau kezaliman satu

kelompok atas yang lain, atau satu golongan atas golongan yang lain, karena
Allah tidak mungkin memihak kepda salah satu golongan.
Namun apabila hak membuat undang-undang ada di tangan manusia,
maka tidak ada seorangpun yang bisa menjamin kalau para pembuat undangundang tersebut terbebas dari pengaruh tendensi, kepentingan, ambisi dan
hawa nafsu, baik para pembuat undang-undang itu adalah kapitalits,
komunis, sosialis, sekuler atau yang lainnya, dan apakah mereka dari kelas
atas maupun kelas menengah.
Faktor inilah yang akan menciptakan terwujudnya keadilan dalam
bentuknya yang paling tinggi, yang akan tercermin di dalam masyarakat
muslim, yaitu sebuah masyarkat di mana Allahlah yang membuat undangundang untuk para hambaNya, bukan manusia membuat undang-undang
untuk golongan manusia lainnya.
Inilah wujud penyerahan kekuasaan kepada Allah, yaitu kekuasaan
dalam membuat perundang-undangan yang memerintah dan melarang, yang
menghalalkan dan mengharamkan. Yang mempunyai hak prerogatif dalam
memerintah dan mewajibkan kepada seluruh makhluk. Ia adalah kewajiban
yang bersifat pasti dan mutlak yang tidak boleh dilanggar oleh seorang
muslim, yang baik pemahamannya terhadap Islam dan hatinya penuh dengan
iman.

Keraguan yang dibuat oleh orang-orang kafir dan bodoh


Orang-orang sekuler, ateis, dan orang-orang Islam yang bodoh berusaha
menciptakan keraguan terhadap hakikat ini, mereka menganggap bahwa dia
bersumber dari pendapat dan ijtihad para pemikir Islam moderen.
Anggapan mereka ini telah dibantah oleh Dr. Yusuf al Qardhawi dalam
bukunya:

Malamihul

Mujatama'il

Muslimi

lazdi

Nunsyiduhu1

beliau

berkata: "Sebagian orang menyangka bahwasanya pemikiran ini merupakan


hasil pemikiran al Maududi di Pakistan, atau sayyid Quthb di Mesir,
sebenarnya pemikiran ini bersumber dari ilmu (ushul fiqh) Islam. Para ulama
ushul fiqh telah menyebutkan masalah ini dalam pembahasan tentang (
atau Hukum) di dalam pengantar ilmu ushul fiqh, dan pada pembahasan
1

Terjemah judul buku di atas adalah: Karekteristik masyarakat muslim yang kita idamkan. Pen.

tentang (  atau al hakim) siapa Dia?. Mereka semua sepakat bahwa yang
dimaksud dengan kata al hakim (pembuat undang-udang) adalah Allah, yakni
satu-satunya Zat yang memiliki hak secara mutlak untuk membuat aturan
bagi

para

hambaNya,

bahkan

golongan

muktazilahpun

tidak

berbeda

pendapat dalam hal ini, sebagaimana dijelaskan oleh komentator buku


(musallam ats tsubuut), buku ini termasuk di antara buku-buku ushul fiqh
yang terkenal.
Bukti bahwa prinsip ini ditetapkan dengan al-Qur'an dan hadits sangat
jelas. Sebagian telah kami sebutkan di dalam penjelasan tentang wajibnya
menerapkan hukum yang diturunkan oleh Allah. Dan menerapkan hukum
yang datang dari Allah bukan berarti menghilangkan peran manusia, karena
manusialah

yang

memahami

nash-nash

yang

ditujukan

kepadanya,

mengambil kesimpulan darinya, dan mengisi kekosongan yang terdapat pada


masalah

yang

tidak

ada

nash

padanya,

yang

juga

disebut

dengan

(Manthiqotul Afwu atau wilayah yang dimaafkan) ia adalah sebuah wilayah


pembahasan yang luas, yang sengaja dibiarkan oleh Allah karena kasih
sayangNya kepada kita dan bukan karena lupa. Di sisi inilah akal manusia
bebas bergerak, dan berijtihad dalam batas-batas (yang telah ditetapkan oleh )
nash-nash dan prinsip-prinsip syara'"

(2).

Wujud penyerahan kekuasaan kepada Allah


Masyarakat muslim yang benar adalah masyarakat yang meyakini
bahwa kekuasaan hanya milik Allah, dimana komunitasnya tunduk kepada
ajaran tauhid, aqidah Islam, yaitu aqidah yang tinggi dan tidak ada yang
melebihi ketinggiannya. Dan Masyarakat muslim ini menghormati serta
mensucikan aqidah tersebut, juga hukum-hukumnya tertanam di dalam akal,
hati dan ruh. Di atas pondasi inilah generasi muslim dididik. Sementara nilainilai, hukum-hukum dan norama-normanya tercermin jelas di dalam
berbagai lembaga kemasyarakatan, seperti mesjid, sekolah-sekolah, media
cetak, siaran radio dan telivisi serta berbagai media massa lainnya.

Dia

diterapkan di dalam tata peradilan, di mana hukum-hukumnya berlaku dalam


segala segi kehidupan baik pendidikan, pemikiran, sosial, politik dan
(2) malamih al mujtama' al muslim alladzi nunsyiduhu: 25, 26.

ekonomi, sehingga setiap penduduk dalam masyarakat muslim merasa


bahwasanya ia diatur dengan syari'at Islam dan bernaung di bawahnya.

Kewajiban menerapkan hukum Allah


Ayat-ayat

al-Qur'an

datang

silih

berganti

menegaskan

tentang

kewajiban menerapkan hukum yang diturunkan oleh Allah, di antaranya,


firman Allah :
Sesungguhnya kami Telah menurunkan Kitab kepadamu dengan membawa
kebenaran, supaya kamu mengadili antara manusia dengan apa yang Telah
Allah wahyukan kepadamu,  (QS. an Nisaa': 105)
Dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa
yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka.
dan

berhati-hatilah

kamu

terhadap

mereka,

supaya

mereka

tidak

memalingkan kamu dari sebahagian apa yang Telah diturunkan Allah


kepadamu.  (QS. al Maidah: 49)
Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah
yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?  (QS. al
Maidah: 50)
Kewajiban menerapkan hukum yang diturunkan oleh Allah telah
berlaku sejak dahulu kala, yang telah diserukan oleh semua rasul kepada
kaum mereka. Ketika al-Qur'an berbicara tentang ahli kitab, dia menetapkan
hukum kafir secara umum bagi setiap orang yang tidak menerapkan hukum
yang diturunkan oleh Allah:
 Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah,
Maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir.  (QS. al Maidah: 44)
Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan
Allah, Maka mereka itu adalah orang-orang yang zalim.  (QS. al Maidah: 45)
Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan
Allah, Maka mereka itu adalah orang-orang yang fasik.  (QS. al Maidah: 47)
Dan penggunaan kata (al kafiruun) (adz dzalimuun) (al fasiquun)
menunjukkan bahwa makna antara kata-kata di atas saling berdekatan,
karena Allah  berfirman: Dan orang-orang kafir Itulah orang-orang yang
zalim.  (QS. al Baqarah: 254)

Di ayat lain Allah berfirman: Dan barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah
(janji) itu, Maka mereka Itulah orang-orang yang fasik.  (QS. an Nuur: 55)
Dihukumi kafir karena mengingkari ketuhanan Allah pada saat syari'atnya
ditolak. Dan dihukumi zalim karena membawa manusia kepada selain syari'at
Allah serta menyebarkan kerusakan dalam kehidupan mereka. Juga disebut
fasik karena keluar dari manhaj Allah dan mengikuti jalan yang lain. Semua
ini adalah sifat yang bisa membawa seseorang kepada kakafiran.

Taat kepada rasul termasuk taat kepada Allah


Di dalam masyarakat muslim, menerapkan hukum dengan apa yang
disyari'atkan

oleh

Allah

melalui

wahyu

kepada

rasulNya

merupakan

kewajiban yang pasti, maka dengan demikian ketaatan kepada rasulullah


termasuk ketaatan kepada Allah : Barangsiapa yang mentaati Rasul itu,
Sesungguhnya ia Telah mentaati Allah. (QS. an Nisaa': 80)
Dan perintah Rasul bersifat wajib bagi orang-orang yang beriman, karena hal
itu perintah Allah: Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak
(pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan rasul-Nya Telah
menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain)
tentang urusan mereka. dan barangsiapa mendurhakai Allah dan rasul-Nya
Maka sungguhlah dia Telah sesat, sesat yang nyata. (QS. al Ahzab: 36)
Bahkan Allah  menjadikan menerima keputusan Rasulullah  adalah
syarat keimanan bagi orang-orang yang mengadukan persoalan mereka
kepada beliau , dan sikap tidak merasa keberatan dan tidak ragu-ragu
dalam menerima keputusan beliau: Maka demi Tuhanmu, mereka (pada
hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap
perkara yang mereka perselisihkan, Kemudian mereka tidak merasa di dalam
hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan
mereka menerima dengan sepenuhnya (QS. an Nisaa': 65)

Kebutuhan manusia pada syari'at rabbani


Hal ini karena syari'at Islamlah yang mengatur perjalanan hidup

di

dalam masyarakat muslim dan dialah yang menciptakan keadilan di antara


manusia, menjamin bagi mereka keamanan, keselamatan dan ketentraman:

Sesungguhnya kami Telah mengutus rasul-rasul kami dengan membawa


bukti-bukti yang nyata dan Telah kami turunkan bersama mereka Al Kitab
dan neraca (keadilan) supaya manusia dapat melaksanakan keadilan (QS. al
Hadid: 25)
Sesungguhnya kami Telah menurunkan Kitab kepadamu dengan membawa
kebenaran, supaya kamu mengadili antara manusia dengan apa yang Telah
Allah wahyukan kepadamu,  (QS. an Nisaa': 105)
Kebutuhan

manusia

kepada

manhaj

rabbani

yang

bersih

dari

kesesatan, kebodohan, hawa nafsu dan syahwat manusia sangatlah tinggi,


namun semua itu tidak bisa dicapai kecuali dengan menegakkan syari'at ini,
syari'at yang dipelihara oleh Allah dari pengaruh revisi dan perubahan,
sebagaimana diakui oleh para peneliti yang obiektif, yang berasal dari
berbagai macam bangsa, madzhab dan agama.

Tidak ada paksaan dalam beragama


Walaupun syari'at Islam mempunyai kedudukan yang tinggi, yang telah
dianugrahkan oleh Allah bagi syari'at yang toleran ini, dan memiliki nilai suci
yang meliputinya, akan tetapi Allah tidak memaksa seseorangpun dari
makhlukNya untuk memeluknya tanpa (dilandasi) sikap yakin, ridha dan
menerima. Allah  berfirman: Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama
(Islam); Sesungguhnya Telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat.
Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut[162] dan beriman kepada
Allah, Maka Sesungguhnya ia Telah berpegang kepada buhul tali yang amat
Kuat yang tidak akan putus. dan Allah Maha mendengar lagi Maha
Mengetahui. (QS. al Baqarah: 256)

Penguasa di dalam masyarakat muslim


Seorang

penguasa

di

dalam

masyarakat

muslim,

bagaimanapun

kedudukan dan posisinya secara konstitusional bukanlah pembuat undangundang, akan tetapi ia hanya pelaksana bagi syari'at Islam yang terkandung
dalam al-Qur'an dan hadits Nabi, kekuasaannya pada sebagai eksekutif
bukan legislatif; karena di dalam Islam, kekuasaan membuat perundang
undangan hanya dimiliki oleh Allah .

Segala bentuk Penambahan, penggantian, perubahan, membuat kalimat


yang mutlak dan terbatas di dalam nash-nash syari'at telah terhenti setelah
sayri'at ini disempurnakan, berdasarkan firman Allah : Pada hari ini Telah
Kusempurnakan untuk kamu agamamu  (QS. al Maidah: 3) di akhir hidup
nabi , menjelang berpulangnya beliau kepada Allah , serta terputusnya
wahyu. Para khalifah, prisiden dan semua pejabat negara di dalam Islam tidak
lain hanyalah pelaksana dan penerap perintah Allah dan rasulNya yang
tertuang di dalam nash-nash syari'at yang khusus maupun yang umum dari
al-Qur'an dan hadits. Bahkan, ijtihad yang baru pada beberapa persoalan dan
perkara yang baru muncul, yaitu perkara yang tidak ada nashnya di dalam
syari'at, tidak dikatakan membuat syari'at di dalam pandangan Islam, akan
tetapi

dia merupakan penerapan bagi nash-nash syari'at yang umum,

dan kaidah-kaidah qiyas, istihsan dan istishlah yang bersumber dari nashnash syari'at. Ia merupakan implementasi bagi kaidah syari'at dan tujuan
syari'at sesuai dengan tuntutan zaman, yang mana sarana dan metode bisa
berubah antara satu waktu dengan yang lain.
Ijtihad harus dilakukan pada persoalan-persoalan yang tidak ada
nashnya, baik di dalam kehidupan induvidu maupun masyarakat, dan pada
masalah yang nashnya merupakan pedoman yang umum dan kaidah yang
bersifat universal, yang bisa di manfaatkan untuk berijtihad, serta meliputi
masalah yang kecil dan rinci. Dan ijtihad ini harus dilakukan dalam bingkai
petunjuk al-Qur'an dan hadits serta tujuan syari'at yang mulia, dan dilakukan
oleh orang-orang khusus, yaitu para ulama yang memenuhi syarat untuk
berijtihad, dan tidak boleh dikuasai (secara negatif) oleh orang-orang yang
memegang kekuasaan. Apabila terjadi perbedaan pendapat, maka diputuskan
dengan musyawarah setelah persoalannya dikembalikan kepada Allah dan
rasulNya: Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, Maka
kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), (QS. an
Nisaa': 59)
Syari'at Islam adalah hukum-hukum yang bersifat objektif, dimana
setiap muslim bisa merujuk kepadanya, ia tidak dimonopoli oleh kelompok
tertentu. Di dalam Islam tidak ada istilah rijal diin (tokoh agama) seperti yang
terdapat di dalam agama Kristen, ia adalah syari'at yang jelas dan mudah,

tidak ada teka-teki dan misteri, ia disampaikan oleh al-Qur'an yang mulia dan
hadits yang suci, tidak ada tempat bagi seseorang untuk memonopoli
pemahaman dan penafsirannya, baik pemerintah maupun para ulama, setiap
insan muslim yang memiliki kunci ilmu agama bisa memahami hukum Allah
yang tertuang di dalam syari'atnya.

Hubungan yang mengikat masyarakat muslim


Apabila Allah telah menjadikan manusia sebagai khalifah di muka bumi
ini, setelah membekali mereka dengan kemampuan untuk membedakan
antara yang baik dan buruk, sebagaimana membekali mereka dengan
kebebasan untuk memilih, bekehendak dan berilmu pengetahuan,

maka

Allah telah menjadikan orang-orang mukmin sebagai khlaifah bagi agama


Allah untuk melaksanakan syari'atNya, agama Allah yang terakhir adalah
Islam yang diturunkan kepada Nabi Muhammad , dan umat Islam adalah
umat yang dijadikan oleh Allah sebagai khalifah untuk menegakkan Islam di
muka bumi. Dan negara Islam ditegakkan untuk mewujudkan kekhalifahan
ini agar mendapat ridha Allah dan menjadi kebahagiaan bagi manusia.
Oleh karena itulah, maka hubungan yang mengikat masyarakat muslim
adalah hubungan akidah dan agama, bukan hubungan tanah dan debu,
dimana di dalam negara tersebut telah melebur semua ras, tanah air, bahasa,
warna kulit dan semua ikatan yang tidak ada hubungannya dengan hakikat
manusia.
Hubungan yang mengikat masyarakat muslim adalah hubungan yang
bersifat komitmen kepada akidah keimanan dan syari'at yang telah bumikan,
bukan hubungan nasab, kabilah, dan ras. Oleh karena itulah, negara Islam
adalah negara aqidah dan syari'at, yaitu sebuah negara yang terbuka bagi
setiap orang yang beriman kepada kebenaran aqidah dan syari'at ini, bukan
negara yang dibentuk karena ikatan kebangsaan, tanah air, dan bukan pula
negera yang dibentuk karena ada ikatan jenis dan kesukuan. Dia adalah
negera yang merupakan wujud pilihan manusia terhadap sistem robbani.

Perbedaan antara system pemerintahan di dalam masyarakat dan system


pemerintahan lainnya

10

Dengan demikian, system pemerintahan (yang diberlakukan) di dalam


masyarakat

muslim

berbeda

dengan

system

pemerintahan

di

dalam

masyarakat lainnya, dia bukanlah kekuasaan mutlak yang pernah dianut oleh
bangsa-bangsa timur dan barat di masa lalu, dan bukan pula seperti sistem
demokrasi serta tidak pula sistem modern yang tegak di atas satu partai.
Dalam ketiga sistem ini, individu atau partai yang menjadi rujukan mutlak
dalam melegislasi perundang-undangan. Dan legislasi semacam ini termasuk
kesyirikan, karena dalam ketiga sistem ini manusia telah menempatkan
dirinya pada posisi ketuhanan, dan kekuasaan dalam ketiga sistem ini ada di
tangan manusia bukan Allah.
Dalam sebuah pemerintahan di mana kedaulatan hanya ada di tangan
Allah, masyarakat berdiri di atas akidah, syari'at, akhlak, nilai-nilai dan
konsep Islam.
Oleh karenanya, masyarakat muslim meyakini bahwa menerapkan
hukum yang diturunkan oleh Allah termasuk salah satu kewajiban agama,
dan menjadikan agama dan negara sebagai satu kesatuan, yang tidak
terpisahkan antara keduanya. Karena, suatu kepemimpinan, sebagaimana
didefinisikan oleh para ulama merupakan jabatan agama dan politik secara
bersama, dan penanggung jawab umum dalam urusan agama dan dunia. Di
dalam Islam, politik tidak terpisahkan dari akidah, syari'at dan akhlak.
Namun, semuanya saling berkaitan.
Menerapkan

hukum

dalam

segala

aspek

kehidupan

harus

disosialisasikan dalam masyarakat muslim, setiap individu merasa bahwa


dirinya diatur dengan agama Allah, mengamalkan petunjuknya, agar ia
mendapa ridha dan pahala dariNya. Oleh karena itulah, datang perintah alQur'an dari Allah kepada rasulNya: Katakanlah: "Sesungguhnya Aku Telah
ditunjuki oleh Tuhanku kepada jalan yang lurus, (yaitu) agama yang benar,
agama Ibrahim yang lurus, dan Ibrahim itu bukanlah termasuk orang-orang
musyrik". Katakanlah: Sesungguhnya sembahyangku, ibadatku, hidupku dan
matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam. Tiada sekutu bagiNya;
dan demikian Itulah yang diperintahkan kepadaku dan Aku adalah orang

11

yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah)". (QS. al An'am: 161163)


Menerapkan

hukum

Islam

adalah tujuan,

bukan

sarana

untuk

menancapkan kedudukan, sensai atau promosi untuk suatu negara, keluarga,


partai, masa jabatan, perundang-undangan atau madzahab, akan tetapi
pelaksanaan hukum Islam merupakan konsekwensi keimanan kepada Allah,
patuh pada hukumaNya dan hukum rasulNya, dengan penuh keridhaan,
kepasrahan dan penerimaan.
Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga
mereka

menjadikan

kamu

hakim

terhadap

perkara

yang

mereka

perselisihkan, Kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu


keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima
dengan sepenuhnya. (QS. an Nisaa': 65)
Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi
perempuan yang mukmin, apabila Allah dan rasul-Nya Telah menetapkan
suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan
mereka. dan barangsiapa mendurhakai Allah dan rasul-Nya Maka sungguhlah
dia Telah sesat, sesat yang nyata. (QS. al Ahzab: 36)
Sesungguhnya jawaban oran-orang mukmin, bila mereka dipanggil kepada
Allah

dan

rasul-Nya

agar

Rasul

menghukum

(mengadili)

di

antara

mereka[1045] ialah ucapan. "Kami mendengar, dan kami patuh". dan mereka
Itulah orang-orang yang beruntung. (QS. an Nuur: 51)

Sumber hukum perundang-undangan di dalam masyarakat muslim

Sumber hukum perundang-undangan di dalam masyarakat muslim


adalah syari'at Allah yang telah diwahyukan kepada Rasulullah , bukan
rakyat sebagaimana yang dianut oleh sistem demokrasi, bukan pula penguasa
tunggal seperti yang diberlakukan sistem diktator, dan bukan pula partai
penguasa sebagaimana yang dianut oleh sistem totaliter.
Di dalam Islam, penguasa adalah pelaksana bagi syari'at Allah yang
telah diturunkanNya dan Dia memerintahkan untuk mengikutinya. Dia
dibangun dalam rangka mewujudkan kekhalifahan manusia di muka bumi,

12

dengan

menegakkan

hukum

Allah,

menebarkan

keadilan,

keamanan,

persamaan dan kebebasan antara manusia, membangun masyarakat dimana


penghambaan hanya kepada Allah, dan seorang peminpin muslim berhak
mendapat ketaatan dari rakyat, selama dia taat kepada Allah, namun jika
sang peminpin melanggar maka ia tidak mempunyai hak untuk ditaati oleh
rakyat. Inilah makna perkataan Abu Bakar  di waktu beliau dibai'at menjadi
khalifah: "Ta'atlah kepadaku selama aku ta'at kepada Allah, namun jika aku
tidak menta'atiNya maka kalian tidak wajib menta'atiku "

(3).

Pemilihan kepala negara di dalam masyarakat


Pemilihan kepala negara di dalam masyarakat muslim mempunyai dua
kaidah

yang

tidak

pernah

dikenal

oleh

manusia

di

dalam

sejarah

perpolitiknya:
Pertama: Menentukan kriteria obyektif atau sifat-sifat yang harus dipenuhi
oleh orang yang akan dipilih menjadi kepala Negara Masalah ini disimpulkan
oleh para ulama dari al-Qur'an dan hadits, pada aspek yaitu:
1- Akidah: yang merupakan keyakinan umat dan menjadi dasar negara.
2- Keilmuan dan pengetahuan: Harus bagi seorang peminpin dan
penguasa kaum muslimin, di mana mereka rujukan utama di dalam
negara harus memiliki penguasaan yang cukup tentang Islam, akidah,
dan syari'at serta kemampuan di dalam menguasai pengetahuan umum
modern, agar dia bisa memecahkan persoalan-persoalan negara dalam
bingkai akidah Islam dan syari'atnya.
3- Pengalaman politik dan administrasi: Peminpin umat Islam harus
mempunyai pengalaman dan pengetahuan dalam mengurusi masalah
politik dan administrasi. Semua ini telah diungkapkan oleh al Mawardi
dengan

penjelasannya:

"kecerdasan

dan

pengalaman

yang

memungkinkan penguasa untuk memimpin rakyat dan mengatur


negara"(4)

(3) Jamharat khitaab al arab: 1/180


(4) Lihat: nidzam al islam oleh: Muhamad al mubarak: 63.

13

4- Kepribadian yang baik: Maksudnya adalah dia berakhlak mulia seperti


amanat, istiqamah, sopan, berani, perkasa dan cinta kepada kebaikan
dan berbagai akhlak serta kepribadian yang baik lainnya.
5- Laki-laki: Syarat ini sama sekali tidak berarti meremehkan kemampuan
wanita. Dia hanya pembagian tugas antara laki-laki dan wanita dalam
kehidupan ini. Hal ini karena Islam tidak membebani wanita untuk
bekerja demi menafkahi dirinya, namun Islam membebani laki-laki
untuk memberi nafkah kepada keluarga, memikulkan pada dirinya
tanggung

jawab

memenuhi

kebutuhan

keluarga,

agar

wanita

berkonsentrasi menunaikan tugas keluarga dan sebagai ibu rumah


tangga. Maka ia menjadi ratu di dalam rumah, membuat keindahan dan
kegembiraan di dalam rumah, dia menjadi pengatur rumah tangga,
memenuhi rumah dengan kasing sayang, dan kegembiraan bagi anakanak.
Oleh karena itu, wanita muslimah yang mengerti tidak berambsi
mencari pekerjaan di luar rumah kecuali jika keadaan memaksanya,
yaitu jika tidak ada yang menanggung biaya hidupnya, atau ia
diperlukan oleh masyarakatnya untuk melakukan pekerjaan tertentu
yang sesuai dengan kodrat kewanitaannya, dengan tetap menjaga
kehormatannya serta memelihara agama dan akhlaknya

(5).

Inilah pandangan Islam terhadap wanita dan pekerjaannya di dalam


kehidupan

secara

umum,

hal

ini

merupakan

pandangan

yang

bijaksana, dimana ia tidak membebani wanita untuk bekerja dan


bersusah payah mencari penghidupan kecuali dalam kondisi darurat,
maka

bagaimana

mungkin

Islam

mencampakkan

wanita

untuk

memperebutkan posisi tertinggi di dalam umat, dan tidak ada bukti


yang lebih nyata dari perjalanan sejarah panjang manusia dimana
jumlah wanita yang memangku jabatan tertinggi negara sangat sedikit
sekali, dibandingkan jumlah para raja dan kepala negara dari laki-laki.

Kaidah kedua: dalam memilih kepala negara di dalam masyarakat muslim


adalah: Seorang kepala negara dipilih oleh umat, dan inilah yang dinamakan
(5) Lihat buku kepribadian wanita muslimah: 449

14

bai'at, yang dilaksanakan oleh ahlul halli wal aqdi, dan diterima oleh rakyat,
serta berdasarkan musyawarah dan pemilihan yang bebas.
Kedua kaidah ini yang diambil dari al-Qur'an dan hadits oleh umat
Islam sejak masa negara Islam pertama, yaitu memilih peminpin yang
memenuhi kriteria, dan legalitas kepemimpinannya adalah bai'at umat Islam
terhadap dirinya, dan keridhaan mereka atas dirinya sebagai pemimpin,
kedua kaidah ini merupakan perubahan bagi perjalanan sejarah perpolitikan
dalam kehidupan manusia, dan sebuah kemajuan besar di dalam sejarah
sistem pemerintahan dan hak konstitusi, dimana Islam sebagai pelopor di
dalam hal ini.

Posisi penguasa di dalam masyarakat muslim


Dalam masyarakat muslim, seorang penguasa tunduk pada dua
batasan: syari'at dan syura, yakni dengan hukum Allah dan pendapat (yang
disepakati oleh) umat. dia bertanggung jawab kepada Allah dan kepada
manusia, ia tidak mempunyai kekebalan hukum, di depan pengadilan dia
seperti rakyat biasa. Di dalam sejarah Islam, terdapat banyak bukti-bukti
tentang menampakkan yang benar sebagai kebenaran dan keadilan antara
rakyat dan peminpin, dan kepala negara. Seperti dakwaan amirul mukminin,
Ali bin Abi Thalib kepada seorang hakim, Syuraih di masa pemerintahannya
terhadap baju besi (milik Ali bin Abi Thalib) yang diambil oleh seorang
Nasrani. Di mana pada saat hakim meminta bukti dan ternyata setelah amirul
mukminin tidak mempunyai bukti maka hakim memenangkan orang Nasrani
tersebut, padahal baju besi tersebut miliki amirul mukminin. Kejadian yang
luar biasa ini sangat berkesan di hati orang Nasrani tersebut. Akhirnya, ia
segera menyatakan masuk Islam.

(6)

Tanggung jawab seorang penguasa dalam masyarakat muslim


Tanggung jawab pemerintah di dalam masyarakat muslim adalah di
hadapan Allah , bisa jadi (jabatan itu) mengangkatnya ke derajat yang paling
tinggi, dan bisa jadi pula menjerumuskannya ke derajat yang paling rendah;
jika dia berbuat adil terhadap rakyatnya, dan menunaikan kewajiban yang
(6) Lihat: al bidayah wa an nihayah: 8/4, 5.

15

diwajibkan oleh Allah terhadap rakyatnya, yaitu melindungi orang yang


teraniaya, orang lemah, mengurus kepentingan umat, membela negara, maka
Allah akan membalasnya dengan balasan yang sebaik-baiknya. Sehingga
dengan demikian ia akan mendapat derajat yang paling tinggi yang tidak
didapatkan oleh para ahli ibadah yang hanya menyibukkan diri dengan
beribadah kepada Allah. Namun, jika dia berlaku zalim, curang dan berbuat
buruk, maka ia akan mendapat balasan buruk pula yang tidak didapatkan
oleh para penjahat seperti pencuri, pembunuh, dan orang-orang fasik.
Ia

bertanggung

jawab

di

hadapan

umat

manusia

yang

telah

memberikannya amanat untuk mengurusi jiwa, harta, agama dan tanah air
mereka. Mereka telah memilihnya untuk meminpin mereka, kemudian mereka
berbai'at untuk menta'atinya dengan sebuah ikrar bahwa dia berjanji akan
menegakkan

keadilan,

melaksanakan

hukum-hukum

syari'at

dan

menjadikannya sebagai undang-undang bagi mereka, dan setiap orang dari


mereka berhak menasihatinya, dan mereka wajib melakukan amar makruf
nahi mungkar.
Umat

adalah

pengawas

bagi

penguasa,

sebagaimana

mereka

memilihnya melalui ahlul halli wal aqdi, dan sebagaimana kesempurnaan


legitimasi

kekuasaan

mereka

terwujud

melalui

bai'at

mereka,

maka

masayarakt muslim juga memiliki hak mencopotnya dari kursi jabatannya


jika sang peminpin tidak melaksanakan amanat yang diamanatkan oleh
rakyat, menurut pendapat para ulama

(7).

Dalam masyarakat muslim, kekuasaan bukanlah suatu keangkuhan


dan kesombongan di muka bumi dan suatu keistimewaan, al-Qur'an telah
menyebutkan sifat Fir'aun sebagai contoh bagi penguasa tirani yang sangat
angkuh dan sombong, Allah berfirman: Sesungguhnya Fir'aun Telah berbuat
sewenang-wenang di muka bumi dan menjadikan penduduknya berpecah
belah, dengan menindas segolongan dari mereka, menyembelih anak laki-laki
mereka

dan

membiarkan

hidup

anak-anak

perempuan

mereka.

Sesungguhnya Fir'aun termasuk orang-orang yang berbuat kerusakan.  (QS.


al Qashash: 4)

(7) Lihat buku: an nadzariyaat as siyaasiyah al islamiyah. Oleh Dr. Dhiyauddin arris: 294, cet. Cairo, 1960.

16

Allah berfirman: Kemudian kami utus Musa dan saudaranya Harun dengan
membawa tanda-tanda (kebesaran) kami, dan bukti yang nyata,

Kepada

Fir'aun dan pembesar-pembesar kaumnya, Maka mereka Ini takbur dan


mereka adalah orang-orang yang sombong. (QS. al Mukminun: 45, 46)
Di dalam Islam, kekuasaan adalah amanat, sebagaimana dikatakan oleh
Rasulullah  kepada Abu Dzarr:
"Wahai Abu Dzarr, engkau adalah orang yang lemah, dan jabatan itu adalah
amanat, dan pada hari kiamat ia menjadi kehinaan dan penyesalan, kecuali
yang memegangnya dengan baik, dan menunaikan haknya" (HR. Muslim)
Dan Nabi  mengatakan bahwa seorang penguasa mesti bertanggung
jawab: "Setiap kalian adalah peminpin, dan setiap kalian bertanggung jawab
atas yang dipinpinnya, penguasa adalah peminpin dan ia bertanggung jawab
atas rakyatnya, orang laki-laki adalah pemimpin dalam keluarganya dan ia
bertanggung jawab atas apa yang dipimpinnya, wanita adalah peminpin di
rumah suaminya dan ia bertanggung jawab atas apa yang dipimpinnya,
pembantu adalah pemelihara harta tuannya, dan ia bertanggung jawab atas
pekerjaannya, dan kalian semua adalah pempimpin dan bertanggung jawab
atas apa yang dipimpinnya" (Muttafaq alaih).
Dia adalah tanggung jawab yang bersifat menyeluruh, yang dipikulkan
oleh Islam di atas pundak setiap umat, dan tidak ada seorangpun terlepas
dari tanggung jawab, dan Allah menjadikan tanggung jawab tertinggi adalah
tanggung jawab penguasa atas rakyatnya, ia adalah tanggung jawab terbesar
yang dipikulkan oleh Allah kepada hambaNya dalam kehidupan ini. Hal ini
telah ditegaskan oleh Umar bin Khattab  dalam suratnya yang ditujukan
kepada Abu Musa al Asy'ari, salah seorang gubernurnya, dimana di antara isi
surat tersebut: "Engkau hanyalah salah satu dari mereka, akan tetapi Allah
menjadikanmu orang yang paling berat tanggung jawabnya"

(8).

Penguasa dan kekayaan negara di dalam masyarakat muslim


Di antara hal yang dipelopori oleh Islam, di mana dia merupakan
kemajuan baru di dalam bidang hak kepemilikan secara konstitusional adalah
terpisahnya secara indefenden hak milik rakyat atau masyarakat atau umat
(8) Jamharat rasaail al arab: 1/223.

17

Islam secara umum dari hak milik penguasa pribadi. Hal ini, karena umat
mempunyai

kepemilikan

tersendiri

dimana

penguasa

tidak

berhak

mengeksploitasinya kecuali dengan cara yang sesuai menurut syari'at dan


hukum Islam, yang juga dinamakan dengan harta umum yang ada di baitul
mal umat Islam. Setiap bentuk eksploitasi atas harta ini oleh al-Qur'an dan
hadits disebut kecurangan, yaitu mengambil harta rakyat, Allah berfirman:
Barangsiapa yang berkhianat dalam urusan rampasan perang itu, Maka
pada hari kiamat ia akan datang membawa apa yang dikhianatkannya itu.
(QS. Ali Imran: 161)
Rasulullah  bersabda:

   
              !"
 # $%  '&  ( )( * % #  + #  , $-
. 
Barangsiapa di antara kalian yang kami tugaskan untuk suatu pekerjaan,
lalu ia menyembunyikan jarum atau lebih darinya maka itu merupakan
pengkhianatan yang akan ia bawa nanti di hari kiamat (HR. Muslim).
Yakni siapa yang aku beri tugas suatu pekerjaan dan telah kami tentukan
gajinya, lalu ia mengambil lebih dari itu maka itu merupakan pencurian dan
khianat.

Sikap wara' para penguasa yang bertakwa


Oleh karena itulah, kita melihat kehati-hatian para penguasa yang
bertakwa agar tangan mereka tidak sedikitpun menyentuh harta milik umum.
Para khulafa' ar rasyidin dan gubernur-gebernur mereka telah sampai pada
tingkat tauladan yang luar biasa di dalam hal ini, mata mereka tidak melirik
kepada apa yang diluar gaji yang telah ditentukan bagi mereka, terkadang gaji
mereka tidak lebih dari gaji rakyat biasa, bahkan mereka bertindak sangat
tegas terhadap diri mereka sendiri, mereka sangat hati-hati agar tidak terjatuh
kepada harta yang haram karena takut pada murka dan siksa Allah. Seperti
itu pulalah riwayat hidup kebanyakan para khalifah dan penguasa di dalam
pentas sejarah islam.

18

Ketaatan kepada penguasa dalam masyarakat muslim


Penguasa

mempunyai

hak-hak

mempunyai kewajiban (atas rakyatnya).

atas

rakyat,

sebagaimana

dia

Hak tersebut didapatkan sebagai

balasan atas komitmennya dalam melaksanakan hukum syari'at, dan dan


konsisten dengan musyawarah, bersifat amanat,

berani memikul beban

tanggung jawab terbesar di dalam negara dan masyarakat. Dia berhak


mendapat ketaatan rakyat agar bisa menegakkan kebenaran, menjamin
keamanan, menegakkan keadilan, membela harga diri umat dan agamanya.
Dan rakyat wajib taat kepadanya dalam batas syari'at dan kepentingan
umum, sebagaimana dikatakan oleh Abu Bakar ash shiddiq  ketika beliau
dilantik menjadi khalifah: "Ta'atlah kepadaku selama aku ta'at kepada Allah
dalam memimpin kalian, jika aku tidak menta'ati Allah maka kalian tidak
wajib ta'at kepadaku"

(9).

Dan Rasulullah  bersabda:

/
 01,  
  ( 2!
435 & 6
 ,   ( 7 
Tidak ada ketaan di dalam kemaksiatan, ketaatan hanyalah pada kebaikan
(HR. Bukhari Muslim)
Rasulullah  bersabda:

$ B
  5 B
 
C1: =  ( D
 
EA F HG I ? 8
    439 1 :6
   ; 1 %  < = + > ? .  @?A . 
3; J
Barangsiapa yang melihat sesuatu yang tidak disukainya dari pemimpinnya
hendaklah bersabar, karena tidak ada seorangpun yang memisahkan diri dari
jamaah satu jengkal lalu mati pada saat itu kecuali mati dengan kematian
jahiliyah (HR. Bukhari dan Muslim)
Dan Nabi  bersabda:

(9) Jamharat khutab al arab: 1/180.

19

K  - L & 6


 ,   1  ?
M9 & 6
 ,   1  N  *   + 1  0 O
3 I ?  * P
 
Q 1  
)(  ( 2!
0 K  P
3

 ( 7 0
Wajib bagi setiap muslim mendengar dan ta'at pada apa yang disukainya dan
yang tidak disukai, selama tidak disuruh berbuat maksiat, jika disuruh
bermaksiat maka ia tidak wajib mendengar dan ta'at kepadanya

(HR.

Bukhari dan Muslim)


Di dalam shahih Bukhari sebutkan:

R :S  - ?A 2  T U


 :I HG : ( * %  ( '  , $-
 50
,7?0
, -

Dengarkan dan ta'atilah, walaupun yang memimpin kalian adalah seorang


hamba Habasyah yang kepalanya ibarat kismis, selama ia menegakkan kitab
Allah dalam meminpin kalian (HR. Bukhari)
Ketaatan bersyarat yang telah disebutkan di dalam nash-nash di atas
menjelaskan tentang perintah Allah untuk taat (kepada penguasa) karena
Allah dan untuk mewujudkan kemaslahatan bagi umat Islam. Sebagaimana
dikatakan oleh Imam at Thabari di dalam menafsirkan firman Allah : Hai
orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (nya), dan ulil
amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang
sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul
(sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari
kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.
(QS. an Nisaa': 59)
Dalam masyarakat muslim, kekuasaan hanya ada di tangan Allah, baik
dalam urusan yang bersar maupun kecil, dan wajib taat kepada Allah, dan di
antara hak ketuhanan Allah adalah membuat syari'at, maka syari'atnya wajib
dilaksanakan, dan orang-orang yang beriman wajib ta'at kepada Allah dan
ta'at kepada Rasulullah yang telah diutus untuk membawa syari'at ini.
Dan ulil amri di antara kamu, yakni orang-orang mukmin yang
memenuhi syarat Islam dan Iman. Nash di atas menjadikan ketaatan kepada
Allah dan kepada Rasul sebagai dasar dan ketaatan kepada penguasa

20

mengikuti ketaatan kepada Allah dan RasulNya. Sebab, kata perintah untuk
ta'at

(kepada

penguasa)

tidak

diulangi

ketika

menyebutkan

mereka,

sebagaimana kata perintah tersebut diulangi ketika ayat di atas menyebut


nama Rasulullah . Hal ini untuk menegaskan bahwa ketaatan kepada
mereka mengikuti ketaatan kepada Allah dan RasulNya.

Batasan kekuasaan seorang penguasa di dalam masyarakat


Sesunnguhnya syari'at islam sejak pertama diturunkannya datang
dengan tuntunan yang membatasi kekuasan pemimpin, dia adalah undangundang

pertama

yang

membatasi

kekuasaan

pemimpin,

membatasi

kebebasan tindakan mereka, dan memaksa mereka memimpin dalam batas


tertentu yang tidak boleh dilanggar, dan menjadikan mereka bertanggung
jawab atas kesalahan mereka sendiri.
Sebelum turunnya syari'at Islam kekuasaan peminpin bersifat mutlak,
tidak ada batasannya, dan hubungan antara penguasa dengan rakyat tegak di
atas kekuatan kekuasaan semata. Dengan kekuatan itulah seorang penguasa
mengambil kekuasaanya. Kekuasaan mereka sebatas kekuatan mereka.
Apabila dia kuat maka kekuasaannya meluas meliputi segala sesuatu, namun
jika lemah, maka kekuasaannya bekuarang. Rakyat mentaati penguasa bukan
karena mereka sebagai peminpin bagi rakyat, akan tetapi karena dia lebih
kuat dari mereka, dan rakyat ibarat pembantu dan budak bagi penguasa, baik
dia meraih kekuasaan tersebut karena warisan maupun karena kemenangan
dan usaha.
Syari'at Islam datang dan mengganti kondisi yang buruk ini dengan
kondisi yang layak bagi kemuliaan manusia, dan hajat masyarakat yang
tinggi. Dia menjadikan landasan hubungan antara rakyat dan penguasa
adalah terciptanya kemaslahatan umum, bukan kekuatan penguasa dan
lemahnya rakyat, ia memberikan hak bagi rakyat untuk memilih pempinpin
dengan musyawarah, dan menjadikan batasan bagi kekuasaannya yang tidak
boleh dilanggar, jika dilanggar maka perbuatannya batil, dan rakyat berhak
mencopotnya dan menggantinya dengan orang lain.
Dalam syari'at Islam, kekuasaan seorang peminpin tidak mutlak di
dalam

(meminpin)

masyarakat

muslim,

21

ia

tidak

boleh

berbuat

dan

meninggalkan sesuatu secara semena-mena, dia tidak lain hanyalah salah


satu komponen umat yang dipilih untuk mempimpin umat ini. Hal ini
tergambar dengan indah dalam sebuah perkataan Abu Bakar ketika beliau
dilantik menjadi khalifah: "Sesungguhnya aku telah dipilih untuk memimpin
kalian, dan aku bukanlah yang terbaik di antara kalian, jika kalian melihatku
di dalam kebenaran maka bantulah aku, namun jika aku dalam kebatilan
maka luruskanlah diriku, taatlah kepadaku selama aku ta'at kepada Allah,
jika aku bermaksiat kepadaNya maka kalian tidak wajib menta'atiku.
Ketahuilah bahwa orang yang paling kuat di antara kalian bagiku adalah
orang lemah sehingga aku mengambil sesuatu yang menjdi hak bagi dirinya,
dan orang yang paling lemah di antara kalian bagiku adalah orang yang kuat
sehingga aku mengambil hak darinya, inilah yang aku komitmenku kepada
kalian dan aku memohon ampun kepada Allah untukku dan untuk kalian"(10).
Umar pernah berkata dalam salah satu pidatonya:
"Wahai segenap umat Islam, apakah yang akan kalian katakan jika aku
memalingkan kepalaku kepada dunia seperti ini", lalu dia memiringkan
kepalanya, kemudian bangkitlah seseorang lelaki sambil menghunuskan
pedangnya, ia berkata: "Ya, seperti inilah yang akan kami lakukan dengan
pedang ini". Lelaki tersebut mengisyaratkan dengan memenggal (leher), Umar
berkata: "Apakah aku yang engkau maksudkan dengan perkataanmu itu?" ia
berkata: "Engkaulah yang aku maksudkan dengan perkataanku ini ", maka
Umar menghardiknya tiga kali, dan ia menghardik Umar, lalu Umar berkata:
"Semoga engkau dirahmati oleh Allah, segala puji bagi Allah yang telah
menjadikan di dalam rakyatku terdapat orang yang mau meluruskanku jika
aku bengkok"(11).
Sesungguhnya
rakyatnya

suatu

masyarakat

dimana

penguasanya

meminta

untuk meluruskan dirinya pada saat melihat peminpinnya

bertindak tidak benar, dan suatu masyarakat dimana rakyatnya berani


mengatakan kepada orang pertama di dalam suatu negara: "Seandainya, kami
melihat tindakanmu tidak lurus, maka kami meluruskanmu dengan pedang,

(10) Jamharah khutab al arab: 1/180.


(11) Ar Riyadh an Nadhirah fi manaqib al asyrah, oleh Abu Ja'far yang dikenal dengan at Thabari: 2/381.

22

lalu sang kepala negara senang dengan jawaban ini, dan memuji Allah yang
telah menjadikan di antara rakyatnya pribadi yang berani meluruskannya.
Sesungguhnya masyarakat seperti ini adalah masyarakat yang selamat,
bersih dan kuat, tidak mungkin diperdaya oleh pribadi yang hipokrit, tidak
akan tersebar kemunafikan di dalamnya, dan tidak akan dihinggapi oleh
kelemahan dan kehinaan.
Jika kita membandingkan antara masyarakat ini dengan masyarakatmasyarakat arab dan muslim sekarang ini, maka kita menyaksikan bahwa
kritik apapun yang ditujukan kepada penguasa akan mengancam nyawa
pengkritiknya, atau menjebloskannya ke dalam penjara seumur hidup.
Setelah itu, barulah

kita menyadari penyebab utama hancurnya kuwalitas

(sebaik-baik umat yang dikeluarkan untuk manusia) menjadi (buih, seperti


buih di lautan).
Apabila di dalam masyarakat muslim sang penguasa mempunyai hak
dan kewajiban, maka kewajiban dan haknya tetap dibatasi agar tidak keluar
dari nash-nash syari'at dan ruhnya, sebagaimana firman Allah : Dan
hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang
diturunkan Allah  (QS. al Maidah: 49).
Dan firmanNya: Kemudian kami jadikan kamu berada di atas suatu syariat
(peraturan) dari urusan (agama itu), Maka ikutilah syariat itu dan janganlah
kamu ikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak Mengetahui. (QS. al Jatsiyah:
18)
Di dalam masyarakat muslim kekuasaan seorang penguasa terikat dengan
nash-nash syari'at, apa yang dibolehkan oleh syari'at boleh dilakukan, dan
apa yang diharamkan oleh syari'at maka tidak boleh dilakukan.
Syari'at

Islam

telah

mendahului

semua

undang-undang

buatan

manusia dalam mambatasi kekuasaan seorang penguasa, dan mencanangkan


baginya suatu pedoman

yang menjadi pijakannya dalam membentuk

hubungan antara penguasa dengan rakyat, dan di dalam mengokohkan


kekuasaan umat terhadap para penguasa.
Undang-undang
kekuasaan

pertama

setelah

syari'at

Islam

yang

mengakui

umat atas penguasa adalah undang-undan Inggris pada abad

ketujuh belas masehi, yaitu sepuluh abad setelah syari'at Islam menetapkan

23

kaidahnya, kemudian datanglah revolusi prancis di akhir abad ke delapan


belas,

maka

berangkat

dari

sinilah

prinsip

ini

menyebar

memasuki

perundang-undang buatan manusia.

Kekuatan

hubungan

antara

penguasa

dan

rakyat

di

dalam

masyarakat muslim
Demikianlah sistem pemerintahan di dalam Islam, yang menjamin
terjalinnya hubungan yang kuat antara penguasa dan rakyatnya di dalam
masyarakat muslim. Dia berdiri di atas pondasi kebebasan, keadilan,
ketenangan dan kepercayaan; Sebab seorang penguasa tidak akan sampai
pada puncak jabatannya kecuali melalui satu jalan, yaitu: keinginan rakyat
secara mutlak dan pemilihan yang bebas. Kekuasaannya tidak akan bisa
bertahan kecuali dengan satu jalan: yaitu taat kepada Allah dan menjalankan
syari'atNya.
Sungguh, kekuasaan yang tegak di atas ridha dan kebebasan memilih,
yang diwujudkan setelah bermusyarawah dan izin rakyat atasnya, serta tidak
memimpin kecuali dengan apa yang telah diturunkan oleh Allah, maka
sungguh kepemimpinan inilah yang akan menebarkan kepercayaan dan
ketenangan di dalam jiwa, dan memberikan ketentraman di dalam hati, tidak
ada tempat untuk merasa muak, membenci dan berpikir untuk menentang,
selama ia memimpin dengan jalan yang telah digariskan oleh Islam, dan batas
yang telah ditentukan oleh syari'at Islam.
Ia adalah pemerintahan Islam yang baik dan tegak di atas musyawarah:
Sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarat antara mereka; 
(QS. as Syuura: 38)
Dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu (QS. Ali Imran:
159)
Apabila syari'at tidak menentukan tehnik tertentu di dalam bermusyawarah,
maka ini berarti urusannya diserahkan kepada tuntutan kebutuhan di setiap
masa dan caranya tersendiri (masa tersebut), akan tatapi dasar dan tehniknya
sudah ditententukan. maksudnya adalah umat Islam disertakan berperan di
dalam mengatur urusan mereka sendiri, sehingga mereka tidak bisa marah
karena mereka ikut berperan aktif di dalam mengatur kekuasaan.

24

Sesunnguhnya, penerapan undang-undang ilahi yang terwujud di dalam


syari'at

Islam,

tidak

membedakan

siapapun,

dan

tidak

memberikan

keistimewaan kepada orang-orang tertentu atau golongan tertentu, baik


penguasa maupun individu atau rakyat biasa, baik golongan kaya maupun
miskin. Syari'at ini menjamin keamanan, keselamatan dan kesejahteraan
masyarakat, karena ia memimpin seluruh rakyat untuk kemaslahatan
seluruh rakyat.
Nikmat Allah yang sangat besar kepada umat Islam nampak ketika
mereka dinaungi oleh syari'at Allah, mereka memimpin dengan apa yang
diturunkan oleh Allah, jika dibandingkan dengan masyarakat Amerika dan
barat pada umumnya yang menganut sistim demokrasi barat, dan pemilihan
umum dipengaruhi beragam kepentingan, maka orang-orang yang memiliki
uang yang banyak, yang mendanai kampanye pemilu yang akan meraup
banyak keuntungan, mereka tukar menukar keuntungan dan kepentingan
dengan calon prisiden, dan kepentingan merugikan rakyat yang banyak.
Banyak perusahaan-perusahaan besar yang mempuyai kepentingan
memenangkan calon ini atau itu, mengorbankan uang yang banyak untuk
mendanai kampanye pemilu, dan melakukan peliputan yang luas bagi orang
yang dikehendakinya. Sementara di sisi lain, prisiden terpilih membalas jasa
perusahan tersebut dengan memberikan berbagai pelayanan khusus. Hal ini
sebagaimana

dikatakan

oleh

Frederick

Thayer,

guru

besar

jurusan

administrasi publik di Amerika. Dan pelayanan khusus tersebut terwujud


dalam bentuk penurunan pajak, atau memberikan hak istimewa bagi
perusahaan yang bersangkutan, atau memberi izin bagi perusahaan untuk
mengadakan kontrak dagang dengan negara luar, atau memberikan rute
penerbangan baru bagi perusahaan penerbangan dan sebagainya.

(12)

Ketinggian derajat penguasa yang shalih di sisi Allah


Sesungguhnya fitnah kekuasaan, jabatan dan pangkat termasuk fitrnah
terbesar yang dihadapi oleh manusia di dalam kehidupannya, bahkan dia
adalah godaan duniawi yang paling berat, sebab apabila seorang penguasa
telah terjerat di dalamnya, maka dunia akan berdatangan kepadanya dengan
(12) Amrika kama raituha, oleh Mukhtar khalil al maslati: 91, 92

25

semua godaan, kesenangan, hawa nafsu dan daya tariknya. Semuanya telah
tersedia di tangannya.
Tidak mudah bagi seseorang untuk menghiraukannya demi mengharap
ridha Allah, karena hawa nafsu selalu mengajak kepada keburukan, apalagi
dalam posisi sebagai prisiden yang berpotensi bisa menguasai semua
kesenangan ini. Agar sesorang tidak tergoda dengan semua ini memerlukan
sayap

seekor

burung

rajawali,

bukan

sayap

dikatakan oleh Dr. Mustafa as siba'I rahimahullah

kupu-kupu

sebagaimana

(13).

Oleh karena itulah, Allah  memberikan balasan kepada para penguasa


yang mampu bertahan terhadap semua godaan ini, Allah menyediakan bagi
mereka kedudukan yang tinggi, menempatkan mereka pada tempat yang
mulia, mereka adalah naungan Allah di muka bumi dan kekasihNya di hari
kiamat, sebagaimana sabda rasulullah :

* ; H ,  ?0  2
) 5 V
 3#
W
 X  ?0 YR Z( G 5 CPD
  #  * ; 4Z ?0    
    2
) 5 V
 3#
O
3 I ? 2 5
1G [J G 5 CPD
  # 
Sesungguhnya orang yang paling dicintai oleh Allah pada hari kiamat dan
orang yang paling dekat kedudukannya kepada Allah adalah pemimpin yang
adil, dan orang yang paling dibenci oleh Allah pada hari kiamat dan yang
paling jauh tempatnya dari Allah adalah pempimpin yang zalim (HR. Tirmidzi)
Cukuplah sebagai balasan bagi penguasa yang adil, yang selamat dari
godaan ini, bahwa dia termasuk salah satu tujuh golongan orang-orang
pilihan yang akan dinaungi oleh Allah di bawah naunganNya pada hari
dimana tidak ada naungan selain nauganNya, sebagaimana yang disebutkan
di dalam hadits muttafaq alaih:

\G 2,   :  'R J A 0  ]A ^ Z :(  U


 4 _
T =0 Y Z , 
 `
 ab 5 '2 b      cb   2
* d ae  R , : -
Y& J 0 O
& 6
 #  B

M ^R ?1 
 $ ( Z 'R J A 0   ( 13 F 0   ( , $J
 2
 3f  LJA 0 H J P 


(13) Lihat buku: musthafa as siba'I addaiyah al mujaddid, oleh Dr. Adnan zarzuur hal: 17.

26

1  M 'R J A 0  # \ F #    = *,   )3$I ;Fg  & H 6
  E
 H3 6
  'R J A 0  2
/
 g? ]45 Y 
+ # ( h
i
 F C g  2

Tujuh golongan yang akan dinaungi oleh Allah di bawah naunganNya pada
hari yang tidak ada naugan selain nauganNya, mereka adalah: pemimpin yang
adil, pemuda yang tumbuh dalam ibadah kepada Allah , seorang yang
hatinya selalu terpaut kepada masjid, dua orang yang saling mencintai karena
Allah, keduanya bertemu dan berpisah dalam kecintaan kepada Allah, dan
seorang lelaki yang dipanggil oleh wanita cantik (untuk berbuat maksiat) lalu
ia berkata: Aku takut kepada Allah, dan seorang yang bersedekah lalu dia
menyembunyikan sedekahnya sehingga tangan kirinya tidak mengetahui apa
yang diinfakkan oleh tangan kanannya, dan orang yang menyendiri untuk
berdzikir kepada Allah lalu matanya berlinang (Muttafaq alaih).

Sikap umat Islam terhadap penguasa yang lalim


Terkadang, umat Islam diuji dengan lenyapnya hukum Allah lalu
digantikan dengan hukum buatan manusia, ketika kekuasaan dipegang oleh
para penguasa tirani, mereka mengabaikan musyawarah, mengklaim (secara
apriori) hak mereka untuk membuat undang-undang sendiri, mengubur
kebebasan berpikir, berpendapat dan mengkritik. Dengan cara ini, mereka
telah mengangkat diri mereka sebagai tuhan, terkadang mereka keluar dari
manhaj Islam dalam akidah atau syari'atnya, dan inilah yang dikatakan oleh
Rasulullah : Kafir dengan tarang-terangan seabgaimana disebutkan di
dalam

sebuah

riwayat

ketika

beliau

berwasiat

agar

bersabar

untuk

menghindari fitnah, beliau bersabda:

R ;1     2
.  *  H # ( CI

C1F 
01   ? 5
Kecuali jika kalian melihat kekufuran yang jelas, dan kalian mempunyai
bukti dari Allah

(14).

(14) Muttafaq alaih, dari hadits Ubadah bin Shamit, lengkapnya: Kami berbai'at kepada rasulullah  untuk
mendengar dan menta'ati (pemimpin)dalam keadaan suka dan duka, susah dan mudah, dan diwaktu kami dikuasai,
dan agar tidak merebut kepemimpinan dari orang yang memangkunya" beliau berkata: "kecuali jika kalian melihat

27

Dalam kondisi seperti ini, wajib bagi umat Islam bersikap bijaksana dan
bertindak yang baik. Maka mereka berusaha menghilangkan kemungkaran ini
dengan syarat tidak menimbulkan kemungkaran yang lebih besar, jika
meyakini bahwa usaha mereka ini akan menimbulkan kemungkaran yang
lebih besar, maka wajib bagi mereka bersabar atas kemungkaran yang lebih
kecil untuk menghindarkan diri agar tidak terjatuh pada kemungkaran yang
lebih besar. Hal ini didasarkan pada sebuah kaidah fiqh yang menjelaskan
bahwa boleh melakukan bahaya yang lebih ringan, dan keburukan yang lebih
mudah, dan mencukupkan diri dengan kritik dan nasihat dengan lisan
maupun

tulisan.

mengingkarinya

Namun,

dengan

jika

hati.

Ini

cara

ini

tidak

tingkatan

iman

efektif,
yang

maka
paling

wajib
lemah,

sebagaimana disebutkan di dalam sebuah hadits:

 j`
k
 , i
? l
 M 0  :  : K ! $P
 *   9  4P: K ! $P
 *   9 + H  + 1 ]X  
C1% #  * % #  @?A . 
Barangsiapa di antara kalian yang melihat kemungkaran, maka hendaklah
dia merubahnya dengan tangannya, jika tidak mampu maka dengan lisannya,
dan jika tidak mampu pula maka dengan hatinya dan ini adalah selemahlemahnya iman (HR. Bukhari dan Muslim)
Jadi harus berusaha menghilangkan kerusakan dengan cara-cara yang
memungkinkan.

Semua

ini

termasuk

jihad

yang

diperintahkan

oleh

Rasulullah  di dalam sebuah sabdanya:

 0H$ 0 m$#3P


   0ng   _
G fo
?0  pA
I  $3 ? .      5 :  &3 ?   2
 q,  r :4 .  
.   m01 N     , F 0  , F       mG/g * ; H ,  .  k
 "
 d435 *3 s m+1  
8
  0 mG. N   d   :   * ; H ; J . 0 mG. N   d   4P * ; H ; J .  0 mG. N   d  + H  * ; H ; J
Y& Z 1 g  :3I  j`
.  l
 M Qt
A0

kekufuran yang nyata, dan kalian mempunyai bukti dari Allah Hadits-hadits tentang masalah ini banyak sekali,
semuanya menunjukkan bahwa tidak boleh melawan penguasa, kecuali jika mereka melakukan kekufuran yang
nyata yang jelas ada dalilnya dari al-Qur'an dan hadits.

28

Tidak ada seorang nabipun yang diutus oleh Allah dalam suatu umat
sebelumku kecuali di antara umat tersebut terdapat hawariyyun (orang yang
dekat dan setia) dan sahabat yang mengikuti sunnahnya, melaksanakan
perintahnya. Kemudian, datanglah pengganti setelah mereka orang-orang
mengatakan apa yang tidak mereka lakukan, dan melakukan apa yang tidak
diperintahkan. Berangsiapa yang berjihad melawan mereka maka dia adalah
orang yang beriman, dan barangsiapa yang berjihad melawan mereka dengan
lisannya maka dia orang yang beriman, dan barangsiapa yang berjihad
melawan mereka dengan hatinya maka dia adalah mukmin, dan tidak iman
walau seberat biji sawi (bagi orang yang tidak mengingkarinya dengan hatinya)
(HR. Muslim)
Di antara ujian yang paling berat bagi masyarakat adalah sampainya
orang-orang

zalim

kepada

pucuk

kekuasaan,

dan

sebgaian

manusia

menjadikan sebagian yang lain sebagai tuhan baginya. Di dalam realitas


seperti ini hukum Allah akan diabaikan, syari'atnya disingkirkan, dan makna
"Tidak ada tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah" akan
terhapus. Orang-orang musyrik bangsa Arab telah mengerti hakikat ini,
mereka mengerti makna "Tidak ada tuhan (yang berhak disembah dengan
sebenarnya) selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah". Mereka
memahaminya sebagai perubahan dari kehidupan jahiliyah,

pengumuman

tentang lahirnya kehidupan baru, pembuat hukum adalah Allah dengan


syari'atNya, yang diwahyukan kepada Muhammad . Sementara, manusia
yang mejabat sebagai pemimpin hanyalah pelaksana dan pemegang amanat
bagi perintah Allah.
Oleh karena itu, orang-orang Arab di bawah pimpinan bangsa Quraisy
menolak dakwah Islam, mereka mengumpulkan segenap kekuatan untuk
memeranginya dan menghalanginya. Sebab Islam akan mencabut kekuasaan
dan arogansi mereka dari tangan mereka sendiri. Tidak ada yang lebih tegas
membuktikan

tentang

pemahaman

ini

selain

dari

keteguhan

paman

Rasulullah Abu Thalib untuk tetap menolak masuk Islam. Dia menolak
mengabulkan harapan keponakannya, Muhammad , sehingga beliau sangat
sedih karena pamannya yang menjaga dan memeliharanya tetap dalam
kesyirikan, beliau berkata padanya: "Wahai paman, ucapkanlah syahadah,

29

katakanlah di telingaku walau dengan berbisik, agar aku bisa bersksi


untukmu di hari kiamat, namun Abu Thalib tetap enggan, lalu ia menjawab
keponakannya: "Aku takut dicela oleh bangsa Arab. Hal ini karena dia melihat
bahwa mengucapkan kesaksian tentang keesaan Allah dan kerasulan
Muhammad  berarti meninggalkan cara hidup yang lama, dengan segala
adat dan budayanya, kemudian masuk pada kehidupan baru, dimana
syahadah ini akan menimbulkan perubahan di dalam kehidupannya dalam
aspek pola berpikir, status sosial dan politiknya.
Al-Qur'an

telah

mencela

penguasa

yang

sewenang-wenang

dan

mengaku tuhan seperti Fir'aun dengan perkataannya: "Akulah Tuhanmu


yang paling tinggi". (QS. an Nazi'at: 24)
dan perkataannya yang lain: Aku tidak mengetahui Tuhan bagimu selain
Aku. (QS. al Qashash: 38) dan ucapan Fir'aun: "Aku tidak mengemukakan
kepadamu, melainkan apa yang Aku pandang baik;  (QS. Ghafir: 29)
Sebagaimana Allah juga mencela mereka yang membangun dan mendukung
penguasa zalim, menjadi pembantunya untuk menundukkan rakyat dan
menindas mereka: Sesungguhnya Fir'aun dan Ha- man beserta tentaranya
adalah orang-orang yang bersalah. (QS. al Qashash: 8)
dan mencela kaum dan bangsa yang menerima pemerintah yang zalim,
yang menerima kezaliman mereka, yang diam atas kerusakan mereka, Allah
berfirman tentang Fir'aun dan kaumnya: 54. Maka Fir'aun mempengaruhi
kaumnya (dengan perkataan itu) lalu mereka patuh kepadanya. Karena
Sesungguhnya mereka adalah kaum yang fasik. (QS. az Zukhruf: 54)
dan berfirman tentang kaum 'Aad kaumnya nabi Huud: Dan mereka
menuruti perintah semua Penguasa yang sewenang-wenang lagi menentang
(kebenaran). Dan mereka selalu diikuti dengan kutukan di dunia Ini dan
(begitu pula) di hari kiamat. (QS. Huud: 59, 60)
Yang paling ditakuti oleh para penguasa tirani dan dictator adalah
bangkitnya kesadaran islam dalam masyarakat, karena dengan kesadaran
pemahaman ini hukum Allah akan dikembalikan dalam masyarakat muslim,
kedaulatan yang mereka rebut ketika mereka memproklamirkan diri sebagai
dewa sebagai pengganti tuhan, oleh karena itu mereka tidak enggan
melaksanakan acara-acara keagamaan dan khurafat seperti merayakan

30

peringatan maulud, halaqah dzikirnya para sufi, dimana suara dikeraskan,


badang bergoyang, lagu-lagu dilantunkan, dan acara-acara lainnya yang
menghipnotis umat islam, dan memalingkan mereka agar tidak berpikir u
ntuk membangun insan muslim, keluarga muslim, masyarakat muslim yang
menerapkan hukum yang diturunkan oleh Allah, pelaksanaan ibadah hanya
untuk Allah, kedaulatan hanya miliki Allah, dalam segala aspek kehidupan;
karena acara-acara keagamaan tidak mengancam kekuasaan dan kezaliman
mereka.

Dorongan dan peringatan dalam masyarakat muslim

Masyarakat muslim yang mendapat pencarahan hidayah islam, yang


bernaung di bawah naungan syari'at islam adalah masyarakat yang diliputi
rasa aman, bersih dan mulia dalam akhlak dan perilakunya; hal ini karena
manusia dalam masyarakat muslim tunduk dan patuh pada tarbiyah,
bimbingan, dorongan dan peringatan; mereka mempelajari halal dan haram,
ditanamkan dalam jiwa mereka cinta yang halal dan membenci yang haram,
sebagaimana ditanamkan dalam jiwa mereka nila-nilai yang luhur, akhlak
yang tinggi yang dianjurkan oleh islam, dan yang membedakannya dengan
hewan.
Dalam

waktu

yang

sama

dalam

masyarakat

muslim

manusia

mendengar syari'at yang mencegah dan melarang, disertai dengan janji dan
ancaman dalam kehidupan dunia dan akhirat, menakut-nakuti dan memberi
harapan,

pengarahan

dan

pendidikan,

menganjurkan

bertobat

dan

memperbaiki diri, mengingatkan pada nama-nama Allah yang baik: Yang


maha perkasa jika memerintah, yang maha bijaksana dalam syari'atnya, yang
maha pengampun dan penyayang bagi siapa yang bertobat dan memperbaiki
diri.
Dalam masyarakat muslim manusia bukanya hanya diberi dorongan,
dan bukan hanya diberi ancaman, akan tetapi mereka diberi dorongan dan
ancaman dalam waktu yang sama, oleh karena itu syari'at islam terdiri dari
didikan dan arahan, aturan dan undang-undang.

31

Islam telah datang untuk semua manusia: ia mendorong manusia agar


waspada supaya tidak terjatuh pada perbuatan jahat, dan menjelaskan bahwa
orang-orang yang rusak dan tidak hati-hati akan mendapat siksa, mereka
adalah manusia aneh dalam masyarakat dan jumlahnya sangat sedikit.
Jika kita melihat pada kejahatan zina misalnya, kita dapatkan bahwa
al-Qur'an menyebutkan hukumannya dalam satu ayat di awal surat an Nuur,
yaitu firman Allah : Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina,
Maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus kali dera, dan
janganlah

belas

kasihan

kepada

keduanya

mencegah

kamu

untuk

(menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari
akhirat, (QS. an Nuur: 2)
Dalam waktu yang sama dalam ayat itu pula berisi puluhan ayat-ayat
lain yang mengarahkan manusia agar menjahui perbuatan zina, sebagaimana
firman Allah : Sesungguhnya orang-orang yang ingin agar (berita)
perbuatan yang amat keji itu tersiar di kalangan orang-orang yang beriman,
bagi mereka azab yang pedih di dunia dan di akhirat. (QS. an Nuur: 19)
Dan firmannya: Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman:
"Hendaklah mereka menahan pandanganya, dan memelihara kemaluannya;
yang demikian itu adalah lebih Suci bagi mereka, Sesungguhnya Allah Maha
mengetahui apa yang mereka perbuat".

Katakanlah kepada wanita yang

beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya,


dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa)
nampak dari padanya. dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung
kedadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami
mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera
mereka, atau putera-putera suami mereka, atau Saudara-saudara laki-laki
mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera
saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita islam, atau budak- budak
yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai
keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang
aurat wanita. dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui
perhiasan yang mereka sembunyikan. (QS. an Nuur: 30, 31)

32

Demikian pula kejahatan-kejatah lain dan hukumannya yang ditangani


oleh islam dengan dorongan dan peringatan.
Kesimpulannya: bahwasanya masyarakat yang menerapkan hukum
Allah  merasakan keadilan dalam bentuk yang paling sempurna, keamanan
dengan pemahaman yang paling luas, persamaan dalam kondisi yang paling
baik, kebebasan dan musyawarah dalam maknanya yang paling jelas,
manusia merasa mendapat kehormatan sebagai manusia, mendapat haknya
dalam kehidupan yang mulia, semua anggota masyarakat merasa bahwa
kekayaan Negara terjaga baik di tangan-tangan yang amanat, dikembalikan
untuk tanah air dan rakyat, dikembangkan untuk kepentingan semua, tidak
dikuasai

oleh

seorang

penguasa

dictator,

dan

tidak

dihabiskan

oleh

sekelompok orang yang dekat dengan penguasa, dengan demikian masyarakat


mendapat kehidupan yang sejahtera ekonomi yang cukup, kesengsaraan dan
kemelaratang menghilang dan sirna. Ini semua tidak terjadi kecuali karena
masyarakat terlepas dari penghambaan kepada manusia, dan tidak mau
kecuali kekuasaan ada di tangan Allah.
Lebih dari itu semua ini merupakan pelaksanaan terhadap perintah
Allah dalam menciptakan penghambaan kepada Allah, dan inilah yang dibawa
oleh islam sebagaimana ditegaskan oleh rasulullah , dan sebagaimana
dipahami oleh para sahabat dahulu, bahwasanya melaksanakan syari'at dan
hukum Allah adalah ibadah, dimana orang-orang yahudi dan nasrani menjadi
musyrik karena mereka melanggar perintah menyembah hanya kepada Allah.
Tirmidzi meriwayatkan dengan sanadnya dari Adi bin Hatim 
bahwasanya takala dakwah rasulullah  sampai kepadanya, ia lari ke Syam,
pada masa jahiliyah ia telah masuk agama nasrani. Kemudian saudara
perempuannya

tertawa

bersama

beberapa

orang

kaumnya,

kemudian

rasulullah  melepaskan saudarinya dan memberinya hadiah, lalu ia kembali


kepada saudaranya dan mengajaknya masuk islam, dan pergi menemui
rasulullah , maka orang-orang berbicara tentang kedatangannya. Ia masuk
menemui rasulullah  sedangkan di lehernya tergantung salib dari perak,
rasulullah  membaca ayat ini: Mereka menjadikan para pendeta dan rahib
mereka sebagai tuhan selain Allah, ia berkata: aku berkata: mereka tidak
menyembahnya, maka nabi  bersabda:

33

*u *vZ:( l$ 41f w


'I
 *d( 1x0 4f$P w
1I  *u x .% 0 'J

benar,

akan

tetapi

mereka

menghalalkan

kepada

mereka

apa

yang

diharamkan oleh Allah, lalu mereka menghalalkannya, dan mengharamkan


kepada

mereka

apa

yang

dihalalkan

oleh

Allah,

lalu

mereka

mengharamkannya, itulah ibadah mereka


Penafsiran rasulullah terhadap ayat ini merupakan nash yang jelas
bahwa mengikuti dalam syari'at dan hukum selain yang diturunkan oleh Allah
merupakan ibadah yang mengeluarkan manusia dari agama, dan bahwasanya
itulah yang namanya menjadikan sebagian orang sebagai tuhan atas sebagian
yang lain, dan itulah yang dihapuskan oleh agama islam, dan mengumumkan
pembebasan manusia di muka bumi dari penghambaan kepada selain Allah,
dan membiarkannya bebas dalam memilih akidah yang diinginkan tanpa ada
tekanan dan paksaan, karena  Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama
(Islam).
Membebaskan manusia di muka bumi dari penghambaan kepada
selain Allah merupakan tujuan yang tertanam dalam pikiran sahabat yang
berjihad, ini tidak tercapai kecuali dengan menyebarkan kekuasaan Allah di
muka bumi dengan melaksanakan syari'atnya, dan mengusir kekuasaan para
thaghut yang merampas kekuasaan ini, oleh karena itu apabila mereka
ditanya untuk apa berjihad? Mereka tidak mengatakan: kami berjihad untuk
membela tanah air kami yang terancam, atau kami berjihad untuk melawan
Persia dan romawi yang menyerang kami, atau kami berjihad untuk
memperluas kekuasaan dan memperbanyak harta rampasan perang. Akan
tetapi mereka berkata seperti yang dikatakan oleh Rib'I bin Amir, Hudzaifah
bin Muhshin dan al Mughirah bin Syu'bah kepada Rustum panglima tentara
Persia di al Qadisiyah ketika ia bertanya kepada mereka satu persatu selam
tiga hari berturut-turut sebelum terjadi peperangan: untuk apa kalian datang?
Maka jawab mereka adalah sebagaiana dijelaskan oleh salah seorang dari
mereka yaitu Rib'I bin Amir: "Allah mengutus kami untuk mengeluarkan siapa
yang dikehendaki dari hambanya dari penyembahan kepada manusia kepada
penyembahan kepada Allah, dan dari sempitnya dunia kepada keluasannya,
dan dari kezaliman agama-agama kepada keadilan islam, Allah mengutus
34

kami dengan agamanya kepada makhluknya untuk mengajak mereka


kepadanya, siapa yang menerima hal itu dari kami maka kami menerimanya,
dan kami akan kembali, dan siapa yang enggan, maka kami akan
memeranginya hingga kami sampai kepada janji Allah. Mereka berkata: apa
janji Allah? Ia berkata: surga bagi yang meninggal karena memerangi orang
yang enggan, dan keberuntungan bagi yang hidup"(15).
Itulah jihad di jalan Allah, bukan untuk mendapatkan dunia, akan
tetapi karena satu motifasi yaitu menegakkan penghambaan kepada Allah
dengan menegakkan kekuasaannya, menerapkan syari'atnya di muka bumi,
dan menghancurkan kekuasaan thaghut yang memaksa manusia menyembah
hamba.

(15) Al bidayah wa an Nihayah, oleh Ibnu Katsir: 7/40.

35

Amar Ma'ruf Nahi Munkar dalam Masyarakat Muslim


      
 
Buku Masyarakat Muslim Dalam Perspektif Al Quran dan Sunnah
[ Indonesia Indonesian  ]

Muhammad Ali al-Hasyimi

Terjemah : Mudzafar Sahidu


Editor : Muhammad Thalib

2009 - 1430

 
      
     
 !  "
 
 

  

 
  :
  
:

2009 1430

Masyarakat Amar Ma'ruf dan Nahi Mungkar


Mengajak kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran dalam
masyarakat muslim

Mengajak kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran merupakan


ciri utama masyarakat orang-orang yang beriman; setiap kali al-Qur'an
memaparkan ayat yang berisi sifat-sifat orang-orang beriman yang benar, dan
menjelaskan risalahnya dalam kehidupan ini, kecuali ada perintah yang jelas,
atau anjuran dan dorongan bagi orang-orang beriman

untuk mengajak

kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran, maka tidak heran jika


masyarakat muslim menjadi masyarakat yang mengajak kepada kebaikan dan
mencegah kemungkaran; karena kebaikan negara dan rakyat tidak sempurna
kecuali dengannya.
Al-Qur'an al karim telah menjadikan rahasia kebaikan yang menjadikan
umat Islam istimewa adalah karena ia mengajak kepada kebaikan dan
mencegah kemungkaran, dan beriman kepada Allah:
Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh
kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada
Allah. (QS. Ali Imran: 110)
Ayat ini mengedepankan mengajak kepada kebaikan dan mencegah
kemungkaran atas iman, padahal iman merupakan dasar bagi setiap amal
shalih, sebagai isyarat tentang pentingnya mengajak kepada kebaikan dan
mencegah kepada kemungkaran, dimana umat Islam dikenal dengannya,
bahkan ia merupakan ciri utama yang membedakannya dari umat-umat lain,
dan dilahirkan bagi umat manusia untuk melaksanakan kewajiban mengajak
kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran.
Sesungguhnya Allah yang maha tinggi dan maha kuasa mengingatkan
umat Islam agar tidak lupa pada tugas utamanya dalam kehidupan ini, atau
bermalas-malasan dalam melaksanakannya, yaitu mengajak kepada kebaikan
dan mencegah kemungkaran: Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan
umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan

mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung. (QS. Ali
Imran: 104)

Amar ma'ruf nahi mungkar merupakan mahkota bagi sifat-sifat orangorang beriman dalam masyarakat muslim, yaitu orang-orang yang menjual
diri mereka kepada Allah, mereka memberikan nyawa dan harta mereka
dengan murah di jalan Allah:
Mereka itu adalah orang-orang yang bertaubat, yang beribadat, yang memuji,
yang melawat, yang ruku', yang sujud, yang menyuruh berbuat ma'ruf dan
mencegah berbuat munkar dan yang memelihara hukum-hukum Allah. dan
gembirakanlah orang-orang mukmin itu. (QS. at Taubah: 112)

Sifat ini yang merupakan sifat masyarakat muslim baik laki-laki


maupun wanita dipertegas lagi bahwa amar ma'ruf nahi mungkar merupakan
tugas kedua jenis, dan ia didahulukan atas shalat dan zakat, sebagai isyarat
tentang fadhilahnya, dan mengagungkan kedudukannya dalam masyarakat
muslim yang lurus:
Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka
(adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. mereka menyuruh
(mengerjakan) yang ma'ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat,
menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya. mereka itu
akan diberi rahmat oleh Allah; Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha
Bijaksana. (QS. at Taubah: 71)

Amar

ma'ruf

nahi

mungkar

termasuk

kewajiban

terpenting

bagi

masyarakat muslim
Amar ma'ruf nahi mungkar termasuk kewajiban terpenting dalam
masyarakat muslim, selain shalat dan zakat, terutama di waktu umat Islam
berkuasa di muka bumi, dan menang atas musuh, bahkan kemenangan tidak
datang dari Allah, kecuali bagi orang-orang yang tahu bahwa mereka
termasuk orang-orang yang melakukannya:
Sesungguhnya Allah pasti menolong orang yang menolong (agama)-Nya.
Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kuat lagi Maha Perkasa, (yaitu) orang-

orang yang jika kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi niscaya
mereka mendirikan sembahyang, menunaikan zakat, menyuruh berbuat ma'ruf
dan mencegah dari perbuatan yang mungkar; dan kepada Allah-lah kembali
segala urusan. (QS. al Hajj: 40, 41)
Dalam

hadits

yang

diriwayatkan

oleh

bukhari,

Rasulullah

menggambarkan masyarakat yang amar ma'ruf dan nahi mungkar, dan


masyarakat tidak melakukan amar ma'ruf nahi mungkar, dengan para
penumpang kapal yang mengundi tempat di kapal, sebagian mendapat tempat
di atas dan sebagian mendapat tempat di bawah, orang-orang yang bertempat
di bawah apabila ingin mengambil air, mereka harus melewati orang-orang
yang ada di bagian atas, maka mereka berkata: kalau saja kita melubangi
kapal agar tidak mengganggu orang di atas. Jika mereka membiarkan
kemauan mereka, maka akan binasa semua, dan jika mereka dihalangi maka
semuanya akan selamat.
Ini adalah gambaran yang indah bagi pengaruh amar ma'ruf dan nahi
mungkar dalam masyarakat, dari hadits tersebut jelas bahwa amar ma'ruf
dan nahi mungkar bisa menyelamatkan orang-orang lalai dan orang-orang
ahli maksiat dan juga orang lain yang taat dan istiqamah, dan bahwa sikap
diam atau tidak peduli terhadap amar ma'ruf dan nahi mungkar merupakan
suatu bahaya dan kehancuran, ini tidak hanya mengenai orang-orang yang
bersalah saja, akan tetapi mencakup semuanya, yang baik dan yang buruk,
yang taat dan yang jahat, yang takwa dan yang fasik.

Amar ma'ruf dan nahi mungkar merupakan hak dan kewajiban rakyat
Dalam masyarakat muslim amar ma'ruf dan nahi mungkar merupakan
hak dan juga kewajiban bagi mereka, ia merupakan salah satu prinsip politik
dan sosial, al-Qur'an dan hadits nabi telah menjelaskan hal itu dan
memerintah orang untuk memberikan nasihat atau kritik bagi pemangku
kekuasaan dalam masyarakat, dan minta penjelasan hal-hal yang menjadi
kemaslahatan rakyat, atau mengingkari hal-hal yang tidak menjadi maslahat
bagi rakyat.
Tolok ukur kebaikan dan kemungkaran adalah syari'at dalam satu sisi,
dan kemaslahatan rakyat dari sisi lain. Ini merupakan persoalan yang luas

dari tuntutan rakyat pada penguasa, khususnya dalam mencegah kezaliman,


tidak menerimanya atau bersabar atasnya. Al-Qur'an telah menganggap
terjadinya kezaliman dari penguasa, dan diamnya rakyat atas kezaliman
tersebut merupakan suatu dosa besar dari kedua belah pihak, yang bisa
mengakibatkan turunnya siksa di dunia, dan juga di akhirat kelak.
Allah  berfirman: Dan janganlah sekali-kali kamu (Muhammad)
mengira, bahwa Allah lalai dari apa yang diperbuat oleh orang-orang yang
zalim. Sesungguhnya Allah memberi tangguh kepada mereka sampai hari yang
pada waktu itu mata (mereka) terbelalak. (QS. Ibrahim: 42)
Dan berfirman: Sesungguhnya orang-orang yang diwafatkan malaikat dalam
keadaan menganiaya diri sendiri[342], (kepada mereka) malaikat bertanya :
"Dalam keadaan bagaimana kamu ini?". mereka menjawab: "Adalah kami
orang-orang yang tertindas di negeri (Mekah)". para malaikat berkata:
"Bukankah bumi Allah itu luas, sehingga kamu dapat berhijrah di bumi itu?".
orang-orang itu tempatnya neraka Jahannam, dan Jahannam itu seburukburuk tempat kembali. (QS. an Nisaa': 97)
Rasulullah  memperingatkan orang-orang hina dan lemah yang
bersikap diam atas kezaliman dan tidak mencegah orang yang zalim dengan
siksa Allah yang akan mengenai mereka semua, tidak ada di antara mereka
yang luput:

 

           
        ! "#$ %    &  
'  (  )* +

  *
Sesungguhnya apabila manusia melihat orang zalim dan mereka tidak
mencgahnya dari kezaliman, maka Allah akan menimpakan siksa atas mereka
semua (HR. Abu Daud, Tirmidzi, dan Nasa'i)

Cara-cara memberikan nasihat


Di antara cara-cara amar ma'ruf dan nahi mungkar adalah nasihat,
Rasulullah  telah menjadikannya sebagai agama dalam sabdanya:

  5
! 6
  7
   0  8:9   ;<=   
5>    ,
- ./ 
 -" 0" 1
 23 / 4

Agama adalah nasihat, kami berkata: bagi siapa? Beliau berkata: "bagi
Allah, bagi kitab Allah, bagi rasulnya, dan bagi para pemimpin dan umat Islam
secara umum (HR. Muslim)
Tidak diragukan lagi bahwa pemberian nasihat kepada para penguasa
dari rakyat, terutama para ulama dan orang-orang yang berpengalaman,
masing-masing dalam bidagnya merupakan suatu hal yang baik sekali, ini
akan menjamin keselamatan, keamanan dan kesejahteraan bagi masyarakat,
hal ini telah berjalan di kalangan umat Islam di masa keemasannya, oleh
karena itu dalam beberapa hadits ada anjuran bagi penguasa untuk
mengangkat orang-orang shalih dan jujur serta ikhlas memberikan nasihat
menjadi pendampingnya, yang tidak munafik dan tidak menipu penguasa.

Pertanyaan umat Islam kepada para penguasa


Pertanyaan umat Islam terhadap penguasa mereka terus berjalan, dan
pertanyaat tersebut merupakan hal yang biasa bagi rakyat, pengawasan
terhadap

pemerintah

dan

kebebasan

menyampaikan

pendapat

kepada

penguasa baik berkaitan dengan harta maupun politik merupakan prinsipprinsip dasar konstitusi yang diakui, karena ayat-ayat al-Qur'an dan haditshadits nabi telah menegaskannya, sebagaimana juga ia telah menjadi tradisi
politik yang belaku pada masa dahulu, dan secara teori hal ini masih tetap
diterima di kalangan umat Islam secara umum dan khusus, akan tetapi
praktiknya menjadi lemah apabila yang menjadi penguasa adadalah orangorang zalim, dan ia akan kembali lagi diterapkan jika yang naik ke pucuk
pimpinan adalah orang yang adil dan baik.
Adapun para ulama, mereka tidak mengabaikan prinsip ini, banyak dari
mereka yang mengalami tekanan dan siksaan, sebagaimana yang terjadi pada
Said bin Jubair, Imam Malik, Imam Ahmad, Ibnu Taimiyah dan lain-lain di
beberapa masa dan beberapa negara.

Akibat buruk bagi diabaikannya amar ma'ruf dan nahi mungkar


Musibah paling buruk yang menimpa suatu umat dan masyarakat
adalah berkuasanya diktator, mulut dikekang, lisan dipasung, dan pena
dipatahkan, sehingga tidak ada yang berani bersuara, atau menulis kata-kata

untuk mengungkapkan kebenaran yang disia-siakan, atau keinginan yang


dikekang, atau nasihat yang tulus. Dengan demikian kehidupan menjadi
buruk, hidup menjadi susah, sumber-sumber kebaikan menjadi kering, duriduri kejahatan dan kerusakan tumbuh, kenistaan merajalela, dan tidak ada
yang bisa menghentikan, serta harga diri manusia diinjak-injak.
Apabila

keburukan

sampai

ke

batas

ini,

maka

semua

anggota

masyarakat wajib bergerak untuk memperbaikinya dan menyingkirkan


kerusakan, jika tidak melakukanya, maka mereka berhak mendapat balasan
dan siksa dari Allah, dan Allah telah menurunkan bencana dan kerusakan
kepada

orang-orang

yang

melakukan

kemungkaran

dan

yang

mendiamkannya:
Dan peliharalah dirimu dari pada siksaan yang tidak khusus menimpa orangorang yang zalim saja di antara kamu. dan Ketahuilah bahwa Allah amat keras
siksaan-Nya. (QS. al Anfal: 25)
Dan Rasulullah  bersabda: Sesungguhnya apabila manusia melihat
orang

zalim

dan

mereka

tidak

mencegah

kezalimannya,

Allah

akan

menurunkan siksa kepada mereka semua (HR. Abu Daud, Tirmidzi, dan
Nasa'i)
Nabi juga bersabda:

 GH;@  & B?


I
 : ?
' ,; @ A& B
C D E( )*
Jika engkau melihat umatku takut, sehingga tidak berani mengatakan kepada
orang zalim: wahai orang zalim, maka mereka tidak berarti lagi (HR. Ahmad, al
Hakim dan al Bazzar)
Allah telah melaknat bani israil, mempertentangkan antara hati mereka
dan menurunkan siksa yang pedih kepada mereka, tatkala kemungkaran
merajalela di antara mereka, dan tidak ada seorangpun dari mereka yang
bangkit untuk mencegahnya, itulah firman Allah :
Telah dila'nati orang-orang kafir dari Bani Israil dengan lisan Daud dan Isa
putera Maryam. yang demikian itu, disebabkan mereka durhaka dan selalu
melampaui batas. Mereka satu sama lain selalu tidak melarang tindakan

munkar yang mereka perbuat. Sesungguhnya amat buruklah apa yang selalu
mereka perbuat itu. (QS. al Maidah: 78, 79)
Terkadang kemungkaran merajalela di masyarakat, orang-orang sudah
terbiasa dan akrab, dan tidak ada lagi yang berbicara, sehingga ia meracuni
perasaan mereka, dan mereka tidak lagi merasa bahwa ia merusak agama,
akhlak dan adapt yang mulia, mereka tidak lagi bisa membedakan antara
yang ma'ruf dan yang mungkar, antara yang baik dan buruk, halal dan
haram, ketika itu pemahaman masyarakat berubah, dan ukuran kebenaran
sudah tidak jelas, sehingga kejujuran, amanat, beragama dipandang sebagai
keterbelakangan dan kebodohan, sementara dusta, khianat, dan jauh dari
agama dipandang sebagai kemajuan, yang baik mereka katakana mungkar
dan yang mungkar dikatakan baik.
Ini diperburuk lagi ketika di masyarakat banyak orang-orang munafik,
yang mempengaruhi penguasa yang zalim, mereka berkumpul di sekitar
penguasa,

membisiki

menyembunyikan

penguasa

kebenaran,

untuk

suara-suara

melakukan
mereka

kebatilan

mengajak

dan

kepada

kebatilan, mencegah kebaikan, menciptakan sifat masyarakat munafik yang


akan ditempatkan oleh di dasar neraka paling bawah:
Orang-orang munafik laki-laki dan perempuan. sebagian dengan sebagian
yang lain adalah sama, mereka menyuruh membuat yang munkar dan
melarang berbuat yang ma'ruf dan mereka menggenggamkan tangannya[648].
mereka

Telah

lupa

kepada

Allah,

Maka

Allah

melupakan

mereka.

Sesungguhnya orang-orang munafik itu adalah orang-orang yang fasik. (QS. at


Taubah: 67)
Ini sangat bertentangan dengan masyarakat beriman:
Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka
(adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. mereka menyuruh
(mengerjakan) yang ma'ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat,
menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya. mereka itu
akan diberi rahmat oleh Allah; Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha
Bijaksana. (QS. at Taubah: 71)
Inilah masyarakat muslim yang penuh dengan para da'I kepada Allah,
yang mengerti agamanya, yang menjaga syari'atnya, suara kebenaran tidak

pernah padam, melaksanakan amar ma'ruf dan nahi mungkar, walaupun


kegelapan meliputi mereka, dan suara-suara kebatilan membahana.
Tidak diragukan bahwasanya suara-suara mereka yang keras dalam
membela kebenaran akan menebarkan kesadaran di masyarakat muslim,
membangkitkan rasa izzah dengan agama Allah, dan membuat opini umum
yang disinari oleh petunjuk Allah dan rasulnya.

Wajibnya mengingkari kemungkaran walaupun dengan hati


Banyak sekali nash-nash al-Qur'an dan hadits yang menunjukkan
wajibnya amar ma'ruf dan nahi mungkar dalam masyarakat muslim, yang
mengakui kedaulatan Allah, yang melaksanakan syari'atnya, walaupun
terkadang ada penguasa yang zalim, dan terkadang banyak kerusakan,
sehingga

dengan

demikian

masyarakat

muslim

benar-benar

menjadi

masyarakat yang beramar ma'ruf dan nahi mungkar .


Adapun jika masyarakat diuji dengan disingkirkannya syari'at Islam
dari kekausaan, dan umat Islam dipaksa menerapkan hukum buatan
manusia, maka dalam kondisi ini harus menegakkan amar ma'ruf dan nahi
mungkar yang paling besar, yaitu mengakui kedaulatan Allah, hukumnya dan
syari'atnya dalam kehidupan, dan mencegah kemungkaran terbesar, yaitu
menolak ketuhanan Allah dengan menolak syari'atnya dalam kehidupan.
Rasulullah  bersabda:


MN  O
  P
  
 )   Q Q& R S 57
     T&  U
7Q& R S 57
     T& V  2 V = 24J 2 & K=>   >"  L ( / 
Barangsiapa di antara kalian yang melihat kemungkaran, maka hendaklah
merubahnya dengan tangannya, jika tidak mampu maka dengan lisannya, jka
tidak mampu maka dengan hatinya, dan inilah selemah-lemahnya iman (HR.
Muslim)
Akan tetapi terkadang datang suatu masa kepada umat Islam dimana
umat Islam tidak bisa mengubah kemungkaran dengan tangannya, dan tidak
bisa mengubahnya dengan lisannya, maka tidak ada lagi cara kecuali
mengubah dengan hatinya, dan ini tidak ada orang yang bisa menghalangi.

10

Mengubah kemungkaran dengan hati adalah selemah-lemahnya iman,


sebagaimana disebutkan dalam hadits, terkadang sekilas orang melihatnya
sebagai amal yang pasif, dimana hal ini tidak dilakukan kecuali oleh orang
yang tidak mampu mengubah kemungkaran dengan tangan atau dengan
lisan.
Sebenarnya seorang muslim yang jujur yang tidak ada jalan di
hadapannya kecuali mengingkari dengan hati, tidak hilang dari pikirannya
bahwa mengingkari dengan hati berarti merubahnya, sebagaimana dikatakan
demikian oleh Rasulullah . Perkataan Rasulullah ini menunjukkan bahwa
hal itu adalah suatu perbuatan positif; karena mengingkari kemungkaran
dengan

hati

kemungkaran

berarti
ia

mempertahankan
mengingkarinya,

hati

dari

membencinya,

sikapnya

terhadap

tidak

menyarah

kepadanya, dan tidak menerimanya bahwa itu adalah suatu yang harus
dipatuhi dan diakui.
Mengingkari dengan hati terhadap suatu kondisi adalah kekuatan
positif, dan merupakan langkah awal untuk menghancurkan kemungkaran
ini, dan menegakkan kebaikan kapan ada kesempatan, dan mengintai
kemungkaran hingga ada kesempatan untuk merubahnya. Dan ini jelas
merupakan perbuatan positif dalam jalan menuju perubahan.
Memang benar bahwa ini adalah iman yang paling lemah, sebagaimana
dikatakan oleh Rasulullah , akan tetapi kalau memang hanya iman paling
lemah yang memungkinkan, maka paling tidak seorang muslim memelihara
iman yang lemah ini. Adapun kehilangan iman secara keseluruhan, dan
menyerah pada kemungkaran karena ia adalah suatu kenyataan pahit,
dimana ia tidak mampu melawannya, dan menerimanya karena tekanannya
kuat sekali, maka ini tidak mungkin dikatakan oleh seorang mukmin yang
hidup dalam masyarakat muslim, kalau tidak maka ia dan masyarakatnya
berhak mendapat laknya yang menimpa bani israil, karena mereka tunduk
kepada kemungkaran dan ridha padanya, dan mereka tidak mencegahnya,
sebagaimana firman Allah : Telah dila'nati orang-orang kafir dari Bani Israil
dengan lisan Daud dan Isa putera Maryam. yang demikian itu, disebabkan
mereka durhaka dan selalu melampaui batas. Mereka satu sama lain selalu

11

tidak melarang tindakan munkar yang mereka perbuat. Sesungguhnya amat


buruklah apa yang selalu mereka perbuat itu. (QS. al Maidah: 78, 79)

12

Masyarakat Merdeka
 
    
Buku Masyarakat Muslim Dalam Perspektif Al Quran dan Sunnah
[ Indonesia Indonesian  ]

Muhammad Ali al-Hasyimi

Terjemah : Muzaffar Sahidu


Editor : Muhammad Thalib

2009 - 1430

    
 
     
    !

 
 

  

 
  :
  
:

2009 1430

Masyarakat Merdeka
Masyarakat muslim menyambut kemerdekaan
Manusia

tidak

mengenal

suatu

masyarakat

yang

menyambut

kemerdekaan seperti masyarakat muslim yang menerapkan syari'at islam


dalam kehidupan menyambutnya. Dan manusia tidak mengenal kemerdekaan
dengan maknanya yang paling dalam seperti yang dikenal oleh manusia
muslim yang mengerti petunjuk agamanya.
Hal ini karena Islam yang membentuk kepribadian manusia muslim,
dan membangun masyarakat muslim, telah menentukan arti kemerdekaan,
membuat aturan dan ukuran yang menjadikannya suatu kemerdekaan yang
layak bagi manusia yang dimuliakan oleh Allah, dan menjadikannya sebagai
khalifah di muka bumi, untuk memakmurkannya dengan kebaikan dan
kebahagiaan bagi manusia.
Islam

telah

memberikan

kemerdekaan

kepada

manusia

yang

menghargai kepribadiannya yang seimbang, memelihara haknya secara syar'I,


dan memberikan kesempatan padanya untuk melakukan semua yang
bermanfaat tanpa batasan dan rintangan.

Arti kemerdekaan dalam Islam

Kemerdekaan dalam Islam mencakup seluruh segi kehidupan: agama,


politik, pemikiran, sipil, masyarakat dan kepribadian, dan berbagai macam
model kemerdekaan lainnya, dengan syarat ia muncul dari akal manusia,
bukan dari hawa nafsu, dan menggunakannya untuk kebaikan dirinya dan
kebaikan masyarakatmya, tidak bertentangan dengan kemaslahatannya atau
merugikan orang lain.
Kebebasan bukan berarti mengikuti hawa nafsu dan syahwatnya,
memuaskan keinginannya, atau menyebarkan keraguan dan mengacaukan
pemikiran, menginjak-injak kesucian, membangkitkan fitnah dan menyerang
orang lain; kebebasan mempunyai batas-batas yang tidak boleh dilanggar oleh
manusia yang berakal; karena dengan demikian ia mengganggu kebebasan

orang lain, dan kebebasan seseorang selalu berhenti di permulaan kebabasan


orang lain.
Dalam masyarakat muslim, kebebasan bukanlah merongrong akidah
islam dan prinsip-prinsip dasar agama yang telah diketahui secara baik oleh
setiap muslim; sebab Negara dimana masyarakat muslim tegak, konsisten
dengan akidah dan peraturan, akidah adalah dasar yang di atasnya dibangun
masyarakat dan Negara, akidah ini berdiri atas keimanan kepada Allah,
tunduk dan patuh padanya, mengikuti syari'atnya melalui kenabian dan
kerasulan, dimana yang terakhir adalah islam, oleh karena itu ikatan akidah
merupakan ikatan masyarakat yang paling tinggi, dan di atasnya berdiri
kesatuan masyarakat, bukan berdasarkan kepentingan, bukan kesatuan
keturunan, kewarga negaraan, dan nasionalisme.
Dalam negara Islam dan masyarakat muslim akidah merupakan
peraturan umum yang dihormati semua umat, bangsa dan masyarakat, maka
tidak boleh bagi siapapun merongrong, menyerang atau melawannya; karena
hal ini merupakan perusakan terhadap aturan masyarakat dan Negara, dan
ini tidak boleh dilakukan atas nama kebebasan.
Dalam negara Islam merusak akidah Islam atau menentangnya berarti
mengajak

untuk

meruntuhkannya;

karena

akidah

adalah

dasar

bangunannya, dan penentangan yang terang-terangan dinamakan murtad,


dan hukuman bagi orang murtad adalah hukuman bagi setiap yang mengajak
untuk menghancurkan dasar Negara dan memberontaknya, yaitu dibunuh.
Adapun jika orang murtad hanya sebatas keyakinan dalam dirinya tanpa
disampaikan kepada orang lain, maka hukuman itu tidak dilakukan, karena
negera islam tidak menghukum keyakinan orang, akan tetapi mempersoalkan
yang nampak dan perbuatan yang menyebabkan fitnah dan merusak
bangunan masyarakat.
Dalam masyarakat muslim kebebasan juga bukan berarti mengajak
kepada akidah pemikiran yang bertentangan dengan akidah islam dari segi
prinsip; karena ia berarti penentangan terhadap akidah islam, dan ajakan
untuk menyingkirkan hukum yang diturunkan oleh Allah, berikutnya adalah
menentang dasar Negara secara umum. Dikecualikan dari kaidah umum ini
adalah kepercayaan terhadap agama-agama samawi, yaitu ahli kitab, seperti

Yahudi, nasrani dan yang semisalnya, mereka dibolehkan tetap dalam akidah
mereka, dan berhak mengumumkannya dalam batas lingkungan yang khusus
bagi mereka dan di rumah ibadah mereka, hal ini karena pada dasarnya
agama-agama ini ada kesamaan dengan Islam dalam hal dasar-dasar
keimanan kepada Allah, hari akhir dan kenabian. Tidak ada seorang pun dari
mereka yang dipaksa masuk Islam karena  Tidak ada paksaan untuk
(memasuki) agama (Islam) dalam masyarakat muslim dan Negara Islam.
Islam telah memberikan kebebasan kepada manusia untuk memilih
agama dan akidahnya, dan pilihan ini mempunyai nilai dan tanggung jawab,
karena manusia walaupun anak kecil tidak boleh dihapus kepribadiannya,
atau dirampas kebebasannya, atau dipaksa melakukan sesuatu yang tidak
sesuai dengan keyakinannya, oleh karena itu islam mengharamkan memaksa
orang mengikutinya, walaupun ia adalah kebenran yang tidak diragukan lagi;
Karena pemaksaan ini merupakan pelanggaran terhadap kebebasan manusia
dan kehormatannya, disamping tidak ada gunanya orang mengikuti dengan
terpaksa.
Islam sangat menghormati manusia, sangat menghormati kebebasan
dan harga dirinya, dan mempunyai pandangan yang agung terhadap
kemanusiaan.
Dengan pemahaman yang jelas ini tentang kemerdekaan, maka dalam
masyarakat muslim manusia mempunyai kebebasan, ia bisa menggunakan
kebebasannya yang dibolehkan dalam segala aspek kehidupannya.

Aspek kebebasan dalam masyarakat muslim


Dalam masyarakat muslim manusia boleh mengungkapkan pemikiran
yang membangun yang timbul dalam hatinya, dengan media massa yang
mana saja baik cetak maupun elektronik.
Ia berhak mengkritik kondisi yang tidak baik dan tidak benar, selama
dalam mengkritik berpijak pada kebenaran dan disertai bukti-bukti nyata,
termasuk di dalamnya amar ma'ruf dan nahi mungkar, ini diperintah baik
bagi laki-laki maupun wanita, sebagaimana firman Allah : Dan orang-orang
yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi

penolong bagi sebahagian yang lain. mereka menyuruh (mengerjakan) yang


ma'ruf, mencegah dari yang munkar,  (QS. at Taubah: 71)
Ia bebas berkumpul dengan orang lain untuk membentuk opini,
yasayan atau badan yang berdiri di atas pemikiran yang benar, dengan dasar
menghormati akidah umat dan manhaj hidupnya, ini termasuk saling tolong
menolong yang dianjurkan oleh al-Qur'an Dan tolong-menolonglah kamu
dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam
berbuat dosa dan pelanggaran. (QS. al Maidah: 2)
Ia bebas memilih pekerjaan dan mata pencaharian untuk mencukupi
dirinya dan keluarga yang ada di bawah tanggung jawabnya, tidak boleh
disempitkan kesempatannya untuk mencari rezeki dari pekerjaan yang ia
miliki, atau dipaksa mengerjakan sesuatu yang bukan bidangnya.
Ia mempunyai kebebasan yang utuh di tempat tinggalnya, tidak boleh
bagi siapapun masuk rumahnya tanpa izinnya, atau memata-matainya, atau
mencari-cari kesalahannya, atau menginjak-injak kehormatannya, seperti
agama, nyawa, badan, harga diri, keluarga dan hartanya.
Minoritas non muslim boleh hidup di dalam masyarakat muslim dengn
bebas, memeluk agama yang diyakininya, dan melaksanakan ibadahnya,
karena  Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam)

Luasnya pemahaman kebebasan dalam masyarakat muslim


Dalam masyarakat muslim arti kebebasan sangat luas, mencakup
terlepasnya manusia dari semua tekanan dan paksaan, baik dari cengkraman
penguasa zalim, atau kekuatan yang bisa mengekangnya, inilah yang
dikatakan oleh Umar bin Khattab  kepada gubernurnya di mesir Amru bin
Ash, karena putranya memukul orang mesir kopti: "sejak kapan kalian
memperbudak manusia, padahal mereka dilahirkan oleh ibu mereka dalam
keadaan merdeka", inilah kata-kata yang terukir dalam sejarah, dan menjadi
dasar bagi hak-hak asasi manusia, dikatakan bahwa Jean Jacques Rousseau
mengutip kata-kata ini.
Ali bin Abi Thalib berwasiat kepada anaknya dengan wasiat yang pantas
ditulis dengan tinta emas, yaitu perkataannya: "janganlah engkau menjadi
hamba orang lain, karena Allah telah menjadikanmu merdeka".

Permusuhan penguasa zalim terhadap kebebasan


Arti kebebasan ini adalah semakna dengan penghambaan kepada Allah;
karena insan muslim tidak menjadi hamba kecuali bagi Allah, oleh karena itu
ia tidak mengenal tuhan kecuali Allah, ketika manusia mengerti hakikat ini
maka ia benar-benar merdeka; karena penghambaannya kepada Allah
membebaskannya dari penghambaan kepada selain Allah.
Tidak ada yang lebih membunuh kebebasan daripada menjadikan
sebagian manusia tuhan bagi yang sebagian yang lain, dalam kondisi seperti
ini manusia tidak bisa mengembalikan kemerdekaannya dan kehormatannya
kecuali jika mereka menghancurkan tuhan-tuhan palsu itu, terutama dalam
diri orang-orang yang dianggap tuhan, padahal ia adalah manusia seperti
mereka, tidak bisa memberikan manfaat atau bahaya kepada dirinya, tidak
juga menghidupkan, mematikan dan membangkitkan.
Tidak naik kekuasaan bagi para tiran kecuali kebebasan dipasung, dan
tidak meningkat api kebebasan kecuali kursi para tiran runtuh.
Semua agama samawi mengajak ummat mendongakkan kepalanya di
hadapan paran tiran, tidak ada yang lebih menakutkan para tiran seperti
ketakutan mereka apabila umat menerima agama langit, oleh karena itu
Fir'aun berkata kepada Musa : "Apakah kamu datang kepada kami untuk
memalingkan kami dari apa yang

kami dapati nenek moyang kami

mengerjakannya[702], dan supaya kamu berdua mempunyai kekuasaan di


muka bumi?  (QS. Yunus: 78)
Kalau seandainya Nabi Musa menerima kesombongan Fir'aun dan
keangkuhannya,

niscaya

Fir'aun

menerimanya

dan

mengizinkan

bagi

rakyatnya melaksanakan kegiatan keagamaan yang diajak oleh Nabi Musa,


selama hal ini tidak membahayakan kekuasaan dan kedudukannya. Oleh
karena itu kisah fir'aun dan Nabi Musa disebutkan berulang kali dalam alQur'an, dan pengulangan ini mempunyai makna yang besar, yaitu yang hak
tidak bisa berdampingan dengan kebatilan, dan bahwasanya penguasa tirani
tidak bisa bersabar atas kebenaran yang bergerak; karena ia tahu bahwa
kebenaran akan mengalahkannya.

Orang-orang musyrik arab telah memahami hakikat ini sejak mereka


mendengar Rasulullah  mengajak mereka dengan terang-terangan agar
berikrar bahwa " tidak ada tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad asalah
utusan Allah", mereka yakin bahwa di belakang kalimat tauhid ini terkandung
perubahan yang menyeluruh dalam kehidupan bangsa arab, dimana ia
menjadikan

kedaulatan

bagi

Allah,

dan

tidak

bisa

mencapai

kepada

kedudukan tertinggi kecuali yang melaksanakan syari'at Allah, oleh karena itu
mereka menentang dakwah baru ini, mereka menyiksa siapa saja yang
beriman dan mau mengikuti panggilan dakwah ini, terutama orang-orang
miskin dan lemah.
Maka diperlukan hijrah ke suatu negeri dimana orang-orang lemah itu
mendapat kebebsannya, mereka bisa bergerak dengan dakwahnya, jauh dari
cengkraman orang-orang musyrik qurais, pertama kali hijrah ke habasyah,
kemudian ke madinah, dan di sanalah umat islam menetap dan nabi
mendirikan Negara islam.
Sejak hari itu tumbuhlah masyarakat kebebasan yang menjaga
kebebasan individu dan memeliharanya, menghormati perasaan umat dan
pendapat mereka, seseorang tidak memikul kesalahan orang lain, dan tidak
ada yang dijatuhi hukuman kecuali penjahat yang berhak mendapatkan
hukuman, seseorang tidak bertanggung jawab atas kesalahan orang lain
seperti yang dilakukan para penguasa di masa kini, dimana kekejaman dan
hukumannya meluas kepada semua yang ada kaitannya dengan pelaku
kejahatan baik sebagai teman, kerabat atau hubungan nasab.

Musyawarah dalam Islam


   
 
Buku Masyarakat Muslim Dalam Perspektif Al Quran dan Sunnah
[ Indonesia Indonesian  ]

Muhammad Ali al-Hasyimi

Terjemah : Muzaffar Sahidu


Editor : Muhammad Lathif

2009 - 1430

 
   
     
    
 
 
 


    :


    :

2009 1430

Musyawarah dalam Islam

Islam

telah

memerintahkannya

menganjurkan

dalam

banyak

ayat

musyawarah
dalam

dan

al-Qur'an,

ia

menjadikannya suatu hal terpuji dalam kehidupan individu, keluarga,


masyarakat

dan

negara;

dan

menjadi

elemen

penting

dalam

kehidupan umat, ia disebutkan dalam sifat-sifat dasar orang-orang


beriman dimana keIslaman dan keimanan mereka tidak sempurna
kecuali dengannya, ini disebutkan dalam surat khusus, yaitu surat
as syuura, Allah berfirman: Dan (bagi) orang-orang yang menerima
(mematuhi) seruan Tuhannya dan mendirikan shalat, sedang urusan
mereka (diputuskan) dengan musyawarat antara mereka; dan mereka
menafkahkan sebagian dari rezki yang kami berikan kepada mereka.
(QS. as Syuura: 38)
Oleh karena kedudukan musyawarah sangat agung maka Allah


menyuruh

rasulnya

melakukannya,

Allah

berfirman:

Dan

bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. (QS. Ali Imran:


159)
Perintah Allah kepada rasulnya untuk bermusyawarah dengan
para sahabatnya setelah tejadinya perang uhud dimana waktu itu
Nabi telah bermusyawarah dengan mereka, beliau mengalah pada
pendapat mereka, dan ternyata hasilnya tidak menggembirakan,
dimana umat Islam menderita kehilangan tujuh puluh sahabat
terbaik, di antaranya adalah Hamzah, Mush'ab dan Sa'ad bin ar
Rabi'. Namun demikian Allah menyuruh rasulnya untuk tetap
bermusyawarah dengan para sahabatnya, karena dalam musyawarah
ada

semua

kebaikan,

walaupun

menggembirakan.

terkadang

hasilnya

tidak

Musyawarah Rasulullah  dengan para sahabatnya


Rasulullah  adalah orang yang suka bermusyawarah dengan
para sahabatnya, bahkan beliau adalah orang yang paling banyak
bermusyawarah dengan sahabat. Beliau bermusyawarah dengan
mereka di perang badar, bermusyawarah dengan mereka di perang
uhud, bermusyawarah dengan mereka di perang khandak, beliau
mengalah

dan

mengambil

pendapat

para

pemuda

untuk

membiasakan mereka bermusyawarah dan berani menyampaikan


pendapat dengan bebas sebagaimana di perang uhud. Beliau
bermusyawarah dengan para sahabatnya di perang khandak, beliau
pernah berniat hendak melakukan perdamaian dengan suku ghatafan
dengan imbalan sepertiga hasil buah madinah agar mereka tidak
berkomplot dengan Quraisy. Tatkala utusan anshar menolak, belia
menerima penolakan mereka dan mengambil pendapat mereka. Di
Hudaibiyah Rasulullah  bermusyawarah dengan ummu Salamah
ketika para sahabatnya tidak mau bertahallul dari ihram, dimana
beliau masuk menemui ummu Salamah, beliau berkata, "manusia
telah binasa, aku menyuruh mereka namun mereka tidak ta'at
kepadaku, mereka merasa berat untuk segera bertahallul dari umrah
yang

telah

mereka

persiapkan

sebelumnya,"

kemudian

ummu

Salamah mengusulkan agar beliau bertahallul dan keluar kepada


mereka, dan beliau pun melaksanakan usulannya. Begitu melihat
Rasulullah bertahallul, mereka langsung segera berebut mengikuti
beliau.
Rasulullah

telah

merumuskan

musyawarah

dalam

masyarakat muslim dengan perkataan dan perbuatan, dan para


sahabat dan tabi'in para pendahulu umat ini mengikuti petunjuk
beliau, sehingga musyawarah sudah menjadi salah satu ciri khas
dalam masyarakat muslim dalam setiap masa dan tempat.

Musyawarah fleksibel

Dalam

masyarakat

muslim

seorang

penguasa

dalam

melaksanakan tugas kenegaraan harus berkonsultasi dengan para


ulama,

orang-orang

yang

berpengalaman,

dan

bisa

juga

ia

membentuk majlis syura, yang tugasnya mempelajari, meneliti, dan


menyampaikan pendapat dalam hal-hal yang dibolehkan berijtihad
oleh syari'at. Ini semua dalam rangka mengikuti apa yang telah
dilakukan oleh Rasulullah , dimana ketika orang-orang bijak yang
mewakili rakyat di madinah, ketika mereka berkumpul di sekitar
beliau

dan

mereka

semua

adalah

sahabat,

Rasulullah

bermusyawarah dengan mereka tentang hal-hal yang tidak ada


wahyu dan nash, memberikan kebebasan kepada mereka untuk
berbicara dan berbuat dalam urusan keduniaan; karena mereka lebih
pengalaman dahal hal ini, dan arti (keduniaan) di sini adalah tidak
berkaitan dengan hukum syari'at atau masyarakat, akan tetapi
bekaitan

dengan

pengalaman

ilmiah,

seperti

seni

berperang,

menggarap tanah, memelihara buah-buahan dan seterusnya, di


zaman kita sekarang ini bisa kita namakan, murni urusan keilmuan,
dan urusan praktek amaliah, Rasulullah memberikan kebebasan
kepada mereka untuk berbuat dalam hal-hal ini dengan mengatakan:
"kalian lebih tahu tentang urusan dunia kalian."
Islam

mengakui

prinsip

musyawarah

dan

mengharuskan

penguasa melaksanakannya, ia melarang sikap otoriter dan diktator,


menyerahkan kepada manusia untuk menentukan bagaimana cara
melaksanakan musyawarah, untuk memberikan keluwesan dan
memperhatikan perubahan situasi dan kondisi, oleh karena itu
musyawarah bisa dilakukan dengan berbagai macam bentuk dan
berbagai cara sesuai dengan masa, bangsa dan tradisi, yang penting
pelaksanaan
kemudian

pemerintahan

membuat

dimulai

garis-garis

besar

dari

pemilihan

haluan

negara,

presiden
dengan

menyertakan rakyat dan seluruh umat atau yang mewakili mereka,

yaitu yang dinamakan ahlul halli wal aqdi, dimana kekuasaan


pemerintah dibatasi oleh dua hal, yaitu syari'at dan musyawarah,
yakni dengan hukum Allah dan pendapat umat.

Ini

merupakan

fleksibelitas

dalam

mengaplikasikan

musyawarah dalam masyarakat muslim, dan inilah bidang bagi para


mujtahid, orang-orang yang punya ilmu dan pengalaman dalam
membuat undang-undang Islam, yang menghalangi penyimpangan
para penguasa dan keberanian para tiran dalam melanggar hak Allah
dalam kedaulatannya, dan hak manusia dalam menghambakan diri
padaNya.
Penjamin utama dalam merealisasikan ini semua adalah
kesadaran rakyat terhadap wajibnya melaksanakan hukum Allah,
dan hanya menghambakan diri padaNya, dengan menjauhkan diri
dari

pengagungan

atau

pengkultusan

terhadap

golongan

atau

individu dalam bentuk pemimpin atau raja atau pahlawan, karena ini
semua bertentangan dengan akidah tauhid, dan merupakan bahaya
yang sangat besar apabila masyarakat sampai kepada pengkultusan
ini dimana seseorang merasa hina di hadapan pemimpin yang cerdas,
atau penguasa satu-satunya, atau raja yang mulia, atau partai yang
berkuasa, dan lain sebagainya dari bentuk-bentuk berhala yang
menyerupai

syi'ar

ibadah,

dan

menjatuhkan

manusia

kepada

kesyirikan baik mereka meyadari atau tidak, dan ini semua tidak
boleh terjadi dalam masyarakat muslim yang disinari oleh petunjuk
al-Qur'an dan hadits.

Perbedaan musyawarah dengan demokrasi


Islam telah mewajibkan musyawarah sejak lima belas abad
yang lalu, dan mewajibkan kepada umat Islam untuk menerapkannya
dalam kehidupan mereka secara pribadi, dalam masyarakat mereka,
dan dalam negara mereka, dan musyawarah dalam Islam merupakan
prinsip baru bagi kemanusiaan dalam sejarah mereka dahulu dan
kini.

Hal ini karena apa yang dicapai oleh manusia sekarang setelah
revolusi berdarah adalah demokrasi dalam system pemerintahan.
Jika kita membandingkan antara demokrasi barat yang berlaku
sekarang

dengan

musyawarah

dalam

Islam,

maka

kita

akan

mendapatkan banyak perbedaan antara keduanya, dalam metode,


dan tujuan, walaupun keduanya bertemu dalam banyak sisi.
Di akhir pembahasan tentang musyawah ini saya tidak
mendapatkan yang lebih utama daripada memaparkan pendapat
seorang politikus dan diplomat yang telah menghabiskan umurnya
yang panjang dalam bidang politik di Suria dan kerajaan Saudi
Arabia, yaitu DR. Ma'ruf ad Dawalibi. Beliau telah mengalami
peperangan politik demokrasi di Suria, pada masa Negara itu
menganut system politik bebas, dan parlemen yang dipilih oleh
rakyat, beliau sampai pada jabatan pimpinan perdana menteri, dan
merupakan salah satu pemimpin partai rakyat di Suria, yang
merupakan mayoritas di perlemen.
Lalu

beliau

datang

ke

kerajaan

Saudi

Arabia

setelah

terhentinya kehidupan parlemen di Suria untuk memenuhi undangan


Raja Faisal bin Abdul Aziz Al Su'ud rahimahullah, untuk bekerja
sebagai penasehat di diwan malaki, dan sampai sekarang beliau
masih bekerja.
Beliau telah menerbitkan buku yang berjudul ad daulah wa
assulthah fi al Islam, ini adalah penelitian yang disampaikan dalam
konfrensi UNESCO di Paris pada tahun 1982M. dimana beliau
membahas

tentang

musyawarah

dan

demokrasi,

menjelaskan

perbedaan antara keduanya, dengan judul (musyawarah), berikut ini


teks pembicaraannya:
"Di sini saya hanya menegaskan tentang prinsip musyawarah
yang

wajib

dalam

Islam,

ia

adalah

prinsip

yang

baru

bagi

kemanusiaan dalam peradabannya dahulu dan sekarang, dimana


seluruh yang dicapai oleh filsafat hingga hari ini dalam system
pemerintahan adalah mewajibkan memerintah dengan demokrasi,

saya mengenalnya sebagai kekuasaan rakyat, oleh rakyat, dan untuk


rakyat. Dalam prakteknya demokrasi tidak lain hanyalah:

mayoritas memimpin minoritas (baik minoritas mau atau tidak)

atau minoritas memimpin mayoritas, dalam bentuk lain, yaitu


yang dilakukan oleh system sosialis, dan dinamakan juga
dengan system sosialis demokratis.
Kedua system ini telah mengenyampingkan kelompok kecil atau

besar dari rakyat dalam mengambil keputusan, yaitu kaum minoritas


pada umumnya, atau mayoritas dalam system sosialis.
Adapun prinsip musyawarah yang diwajibkan dalam Islam
adalah mewajibkan mengambil pendapat semua tanpa membedakan
antara mayoritas dan minoritas, kemudian mengambil pendapat yang
terkuat dari segi argumentasi setelah dibandingkan antara kedua
pendapat, bukan mengambil suara terbanyak.
Dalam bermusyawarah kita tahu sulitnya membuat kaidah
memilih pendapat yang kuat, namun ini tidak mustahil jika
ditimbang

dengan

akal

sehat,

maslahat

dan

pengalaman,

sebagaimana ulama fiqh membuat kaidah ilmiyah untuk memilih


pendapat yang kuat. Dengan memilih pendapat yang kuat sesuai
dengan kaidah ini maka tidak ada keberpihakan pada salah satu
kelompok atas yang lain, akan tetapi mengambil pendapat terkuat
secara akal, maslahat dan pengalaman setelah semua pendapat
diletakkan pada posisi yang sama tanpa mengabaikan salah satu
pendapat.
Prinsip musyawarah ini merupakan prinsip baru dalam system
pemerintahan dimana ia menghilangkan semua bentuk penindasan
dari pihak mayoritas atas pihak minoritas sebagaimana yang dianut
oleh system demokrasi mutlak. Demikian pula ia menghilangkan
segala bentuk penindasan pihak minoritas atas pihak mayoritas
sebagaimana dalam system sosialis demokratis.
Sebagaimana prinsip musyawarah ini mengangkat semua
pendapat orang baik dari pihak minoritas maupun mayoritas kepada
derajat yang sama, tanpa memberikan kesan dikesampingkan atau

tidak diperdulikan kepada siapapun, sebagaimana yang berlaku pada


masa nabi dalam musyawarah yang wajib, kemudian mengambil
pendapat terbaik setelah ditimbang-timbang.
Akan tetapi seperti halnya masalah lain, prinsip musyawarah
ini

memerlukan

persiapan

pendidikan

secara

khusus

agar

musyawarah ini bisa diterima dengan baik, dan persiapan pendidikan


untuk menerima prinsip musyawarah ini lebih mudah daripada
persiapan pendidikan yang dipaksakan untuk menerima prinsip
penindasan

kelompok

mayoritas

atas

minoritas,

atau

prinsip

penindasan minoritas atas mayoritas, terutama yang kedua ini


biasanya dan sampai sekarang tidak diterapkan kecuali dengan
kekuatan dan kekerasan.
Demikian pula prinsip musyawarah ini memerlukan perangkat
teknis ilmiah yang sesuai dengan tema musyawarah, dengan
membentuk panitia khusus di parlemen misalnya atau lainnya yang
diberi tugas untuk mempelajari usulan-usulan yang masuk untuk
memilih pendapat yang terbaik, kemudian mengambil keputusan
sesuai dengan kaidah-kaidah aturan yang diterima oleh semua pihak
dengan penuh kebebasan.

***

Di sini juga dalam masalah (unsure rakyat) dan bangsa dalam


Negara modern, sebagian penulis dalam majalah Prancis Beauvoir,
mengingkari jika dalam Islam ada pemahaman yang jelas bagi umat,
mereka adalah Profesor Iyadh bin Asyuur dari Tunis, dan Prof.
William Zartmann dari New York.
Adapun Prof. bin Asyur, ia berkata pada hal. 21 dalam majalah
itu:
Pertama: sesungguhnya bangsa dalam Islam tidak mempunyai
eksistensi

Kedua: dalam Islam bangsa merupakan khayalan bagi bangsa


yang disatukan oleh akidah dalam berbagai masa dan berbagai
tempat.
Ketiga: bangsa tidak mengungkapkan kehendaknya dengan
langsung, akan tatapi diwakili oleh kaum ningrat yang memonopoli
kekuasaan dan ilmu pengetahuan.
Adapun Prof. William Zartmann, ia juga berkata pada halaman
enam dan setelahnya:
Pertama: bahwa bangsa dalam Islam tidak pernah memimpin
dirinya, karena dalam teori politik Islam tidak ada balai pertemuan,
atau dewan publikasi, atau parlemen.
Kedua: dalam Negara Islam tidak terdapat pemikiran tentang
batas Negara, karena Negara Islam datang pertama kali dari gurun
sahara kemudian berkembang menjadi masyarakat madani yang
dikelilingi oleh mereka badui yang berpindah-pindah.
Kami akan menjawab itu semua dengan singkat:
Pertama bahwa negera yang didirikan oleh rasul Islam sendiri
adalah Negara Yatsrib, dan bahwa bangsa sesuai dengan teks
konstitusi Negara ini mempunyai eksistensi yang jelas, karena
kelompok-kelompok yang mengakui konstitusi ini dan bergabung
dengannya telah disebut dengan namanya masing-masing, semuanya
adalah kelompok yang tinggal di sekitar mata airnya, dan mempunyai
batas tanah pertanian yang tidak diragukan lagi.
Prof. Ibn Asyuur telah lupa mengabaikan fakta bahwa pada
banyak Negara suatu pengertian suatu bangsa ada dua konsep, yang
pertama bisa dikatakan "konsep histories" dan yang kedua bisa
dikatakan "konsep politik"
a.

adapun

konsep

histories,

maka

hanya

itulah

dalam

gambarannya yang melampaui batas masa dan tanah, ini seperti


bangsa Arab, Turki, Prancis dan Jerman misalnya dalam sejarah.
Dan seperti bangsa yang beriman kepada Allah sepanjang sejarah,
yaitu pengikut para rasul dan para nabi sejak masa Nabi Ibrahim
bapak para nabi hingga masa Muhammad, al-Qur'an menyebutkan

10

mereka: 92. Sesungguhnya (agama Tauhid) Ini adalah agama kamu


semua; agama yang satu[971] dan Aku adalah Tuhanmu, Maka
sembahlah Aku.  (QS. al Anbiya': 92)
dan firmannya juga: Hai rasul-rasul, makanlah dari makanan yang
baik-baik, dan kerjakanlah amal yang saleh. Sesungguhnya Aku Maha
mengetahui apa yang kamu kerjakan. Sesungguhnya (agama Tauhid)
ini, adalah agama kamu semua, agama yang satu, dan Aku adalah
Tuhanmu, Maka bertakwalah kepada-Ku. (QS. al Mukminuun: 51,
52)

b. adapun konsep politik, ia terbatas pada kelompok-kelompok dan


daerah. Allah telah bekehendak Islam yang pertama mendirikan
Negara pertama dalam sejarah sesuai dengan konsep ini (konsep
politik) sebagaimana yang dilakukan oleh Rasulullah di (Negara
Madinah Yatsrib), dan tidak menjadikannya terbatas pada satu
kelompok dalam akidah; akan tetapi menghimpun di dalamnya
antara umat Islam dari kalangan muhajirin dari Mekah dan umat
Islam penduduk asli Madinah, sebagaimana juga terdiri dari orangorang Yahudi dan orang-orang musyrik yang bersama mereka, dan
mereka semua dikatakan: "sesungguhnya mereka adalah satu
bangsa" persis seperti Negara modern sekarang. Demikian pula Allah
bekehendak bahwa Negara Islam yang baru ini tercatat pertama kali
dalam sejarah dalam satu lembar konstitusi yang diakui oleh semua
penduduknya, dan inilah yang belum kita dapatkan hal yang sama
dalam sejarah.
Demikian pula perkataan: "sesungguhnya bangsa dalam Islam
tidak mengekspresikan dirinya akan tetapi diwakili oleh sekelompok
kaum ningrat yang memonopoli kekuasaan dan ilmu pengetahuan",
ini adalah perkataan yang sangat aneh. Karena:
a. Mayoritas
dirinya

bangsa-bangsa
sendiri,

akan

sekarang
tetapi

tidak

melalui

mencerminkan
perwakilannya,

berdasarkan banyak undang-undang yang beragam. Sejak


empat belas abad yang lalu Islam tidak bekehendak membatasi

11

aturan tertentu bagi contoh ini dimana pendapat-pendapat


terkadang

berbeda

sesuai

dengan

kondisi

bangsa

dan

maslahatnya, akan tetapi system syari'at al-Qur'an dalam hal


semacam ini memberi kebebasan bagi akal manusia untuk
memilih sesuai dengan kebutuhannya yang berkembang.
b. Islam telah mewajibkan menuntut ilmu kepada semua tanpa
ada monopoli, bahkan menjadikan monopoli terhadap ilmu
suatu kemungkaran yang ada hukumannya sebagaimana
disebutkan dalam hukum-hukum rasul Islam, jika pada suatu
masa

muncul

sekelompok

ulama,

dan

umat

manusia

mengikuti arahan-arahan mereka dengan keinginan mereka


yang bebas, maka mereka tidak bisa dinamakan kaum ningrat,
apalagi sama sekali mereka bukan berasal dari kaum ningrat,
namun mereka semua berasal dari kelompok miskin yang
memimpin umat di hadapan kekuasaan para penguasa.
Di sini cukup dikemukakan satu contoh dari ulama tersebut,
yaitu

hakim

madinah

Muhammad

bin

Umar

at

Thalhi

yang

memenangkan perkara atas salah satu khalifah besar abbasiyah Al


Manshur al Abbasi di madinah untuk para kuli angkut dan
penggembala keledai setelah hakim ini memanggil khalifah melalui
surat pangilan kepada para kuli dan khalifah ke majlis pengadilan di
halaman masjid, ia mendudukkan kedua belah pihak di hadapannya
seperti rakyat biasa dan ia memenangkan perkara untuk para kuli

(1),

tanpa memperdulikan kedudukan khalifah dan kebesarannya di


hadapan pengadilan.

Adapun perkataan Prof. William Zartmann "bahwa bangsa


dalam Islam tidak pernah memimpin dirinya, karena dalam teori
politik Islam tidak ada balai pertemuan, atau dewan publikasi, atau
parlemen." Ini adalah pendapat yang sangat aneh, ia menganggap
system-sistem baru yang berbeda-beda dalam cara kepemimpinannya
(1) Khulashat al madzhab al mukhtashar min siyar al muluk, dinukil dari al madkhal al fiqhi al aam,
karangan ustasdz Mushthafa az zarqa, hal 169-201, cet ke v thn. 1957M.

12

telah merealisasikan keingian suatu bangsa memimpin dirinya


sendiri, karena banyak catatan ilmiyah atas majlis pemilihan ini:
a. dalam majlis-majlis ini dalam system demokrasi kapitalis,
kekuasaan hanya dimiliki oleh mayoritas suatu bangsa, dengan
demikian kekuasaan dimonopoli oleh kaum ningrat baru yaitu
ningrat mayoritas.
b. Adapun Majlis dalam system sosialis seperti majlis soviet,
terkadang mereka menamakannya demokrasi juga, maka
kekuasaan di sini seperti diketahui terbatas pada sekelompok
minoritas, dengan demikian kekuasaan dimonopoli juga oleh
kaum ningrat baru juga yaitu ningrat minoritas.
c. Berdasarkan catatan-catatan ini atas system-sistem dan majils
ini, maka system syari'at al-Qur'an mempunyai pandangan
lebih jauh ketika mewajibkan prinsip musyawarah, kemudian
menyerahkan bentuk dan teknisnya pada akal umat ini sesuai
dengan

keperluan

mereka

yang

selalu

bekembang,

sebagaimana telah kami sebutkan di atas dalam pembahasan


masalah musyawarah.
d. Pada kesempatan ini kami tidak lupa mengingatkan pada
perhatian Islam pada pendirian masjid agar menjadi tempat
perkumpulan pertama bagi umat Islam sejak pertama kali
Rasulullah  sampai ke madinah (Yatsrib) dimana beliau
mendirikan Negara Islam di sana, beliau langsung membangun
masjid dan menjadikannya sebagai tempat umum untuk
mengurusi persoalan umat Islam dalam agama dan dunia
mereka, di masjid tersebut mereka bertemu lima kali dalam
satu

hari

untuk

mendirikan

shalat

bagi

yang

bisa

melakukannya, dan satu hari dalam satu minggu yang wajib


dilakukan bagi semua.
Masjid

ini

bermusyawarah,

sekaligus
menerima

menjadi
para

tempat

utusan,

ibadah,

rumah

sakit,

tempat
rumah

pemondokan dimana Rasulullah menerima pendeta nasrani Najran


yang bertamu kepada beliau, tempat pengadilan, dan di sana Qadhi

13

memenangkan perkara bagi para kuli angkut atas khalifah al


Manshur, bahkan masjid juga menjadi tempat merayakan hari ied
apabila penguasa mengajak bermusyawarah di masjid dengan cara
mengumandangkan adzan pada selain waktu shalat, mereka semua
tahu

bahwa

meninggalkan

ada

persoalan

pekerjaan

penting,

mereka

dan

maka

mereka

segera

segera

menuju

majlis

musyawarah yang tidak hanya terbatas pada satu kelompok, atau


orang-orang

tertentu,

dan

mereka

semua

berhak

mengajukan

pendapat.
Demikianlah, musyawarah antar warga telah terjadi sejak masa
awal, akan tetapi perkembangannya diserahkan pada akal sehat
manusia sesuai dengan kondisi mereka dan perkembangan maslahat
mereka

(2).

Ada perbedaan besar dan prinsip antara musyawarah Islam


dan demokrasi barat, yang nampak jelas sekali dalam standar ganda
yang dilakukan oleh Negara-negara demokrasi barat dan amerika,
ketika suatu persoalan berkaitan dengan Negara kecil dari dunia
ketiga.
Negara demokrasi ini sangat mengagungkan demokrasi di
dalam negaranya, dan mempraktekkannya dengan sangat detail dan
disiplin, dalam masalah yang berkaitan dengan kebebasan pendapat,
kebebasan memilih, mengawasi pemerintah, dan mengkritik, dan di
waktu yang sama kita lihat ia mendukung dan membantu para
penguasa dictator di Negara ketiga, yang membunuh kebebasan
pendapat dan mengubur kebebasan memilih, dimana penguasa
tunggal dalam Negara tersebut selalu menang 99 %, dan tidak
membolehkan mengontrol penguasa dan mengkritiknya, siapa yang
berani melakukan hal itu maka ia akan dijebloskan ke dalam penjara,
dan terkadang ia harus mendekam dalam penjara seumur hidup, ini
jika tidak dinaikkan ke tiang gantungan.
Sejak lama Inggris merupakan kerajaan yang kekuasaannya
tidak pernah mataharinya tenggelam, dan system kerajaannya adalah
(2) Ad daulah wa assulthah fi al Islam, oleh Dr. Ma'ruf ad dawalibi: 51-59.

14

system kolonial, yang mencabut hak rakyat dalam kemerdekaan,


kemuliaan dan menentukan masa depan, dan pada waktu yang sama
ia merupakan pemimpin demokrasi di dunia.
Setelah itu diteruskan oleh Amerika tapi bukan dengan
penjajahan, akan tetapi dengan kekuasaan dan arogansi, lalu diikuti
oleh anak emasnya Israil, ia membantunya dengan harta dan senjata,
dan dengan menggunakan hak veto untuk kemaslahatannya, ia
bungkam terhadap malapetaka, penghancuran, pengusiran, dan
menyia-nyiakan hak, yang menimpa rakyat Palestina. demikian pula
perbuatannya yang tidak manusiawi dan tidak demokratis di Jepang,
Vietnam dan Somalia, semua orang tahu.
Jadi standar ganda merupakan karakter politik luar negeri
Negara-negara demokrasi barat pada masa sekarang ini.
jika kita lihat pada petunjuk Islam yang merupakan dasar ms
dalam Negara Islam, kita akan mendapatkan standar tunggal, yang
menjadi pijakan adalah kebenaran dan keadilan antara manusia
dengan berbagai jenis warna kulit, ras, bahasa dan agama, walaupun
antara umat Islam dan orang-orang yang bersengketa dengan mereka
ada permusuhan Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi
orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) Karena Allah,
menjadi saksi dengan adil. dan janganlah sekali-kali kebencianmu
terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil.
berlaku adillah, Karena adil itu lebih dekat kepada takwa.  (QS.
Shaad: 26). al Maidah: 8)

Tidak ada akidah atau sistem di muka bumi ini yang menjamin
keadilah mutlak bagi musuh yang dibenci seperti agama ini (Islam);
karena Islam menyuruh para pemeluknya agar menegakkan keadilan
karena Allah, melepasakan diri dari selainNya, dan agar mereka
menjadi saksi dengan adil, dan agar kebencian mereka kepada
musuh tidak menghalangi mereka berbuat adil kepada mereka.
keputusan yang adil dalam masalah musuh yang dibenci
bukan hanya sekedar wasiat, bukan pula sekedar teori, akan tetapi

15

merupakan kenyataan dalam kehidupan umat Islam pada masa-masa


cemerlang. manusia tidak menyaksikan seperti itu sebelumnya
maupun sesudahnya, conton-contoh yang dicatat oleh sejarah dalam
maslah ini banyak sekali. apakah bertentangan dengan kenyataan
jika kita katakana: sesungguhnya masyarakat yang dibangun oleh
Islam telah sampai pada tingkat musyawarah dan keadilan yang tidak
dicapai oleh masyarakat manapun.
Musyawarah dalam masyarakat muslim yang melaksanakan
hukum yang diturunkan oleh Allah tidak seperti musyawarah dalam
masyarakat demokrasi di Negara-negara non muslim, baik itu
demokrasi

kapitalis

yang

merupakan

(aristokrasi

mayoritas)

walaupun dengan satu suara, atau demikrasi sosialis yang berupa


(aristokrasi minoritas) yang menindas kelompok mayoritas dengan
besi dan api.
Hal itu adalah musyawarah yang dibuat oleh manusia, untuk
bermusyawarah dalam system pemerintahannya dengan dirinya
sendiri, sedangkan musyawarah dalam Islam adalah tukar pendapat
antara orang-orang yang mempunyai pemikiran yang cerdas dari
ahlul halli wal aqdi,

untuk sampai pada keputusan terbaik dalam

menerapkan hukum Allah atas manusia.


Oleh karena itu masyarakat dalam Islam sangat mulia, karena
ia adalah perintah Allah, tidak boleh bagi penguasa menghapusnya
untuk memaksakan kekuasaannya pada manusia:
Dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. ((QS. Ali
Imran: 156)
Sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarat antara
mereka;  ((QS. Asssyuura: 38)
sedangkan dalam Negara yang menggunakan undang-undang
buatan manusia, seorang penguasa boleh membekukan konstitusi,
dan memberlakukan hukum darurat dengan alasan keamanan,
disinilah terjadi sikap otoriter dan kezaliman.
Oleh karena musyawarah dalam Islam bersumber dari Tuhan,
maka pemimpin muslim yang bertakwa tidak akan merasa gusar jika

16

mendengar

kritikan

menerimanya

dari

dengan

rakyat

lapang

yang

dada

dan

mana

saja,

menjawabnya

ia

akan
dengan

kebesarah jiwa, sebagaimana yang dikatakan oleh Umar bin Khattab


kepada

seorang

wanita

yang

membantahnya

dalam

pembatasan Mahar: "Umar salah dan wanita ini benar"

masalah

(3).

dan juga beliau berkata kepada salah seorang yang mengkritiknya:


"tidak ada kebaikan pada kalian jika kalian tidak mengatakannya,
dan tidak ada kebaikan pada kami jika kami tidak mendengarnya."(4).
Dalam masyarakat muslim musyawarah memperoleh nilai dari
petunjuk Islam yang lurus, yang tidak menjadikannya sebagai debat
kusir, dan para politikus gadungan, seperti yang terjadi dalam
banyak parlemen sekaran, dan majis rakyat, akan tetapi musyawarah
diletakkan

pada

para

pemuka

masyarakat

yang

mempunyai

pemikiran yang cerdas dan latar belakang pengetahuan yang


memadai, sebagaimana dipahami dari sabda nabi :


      




Hendaklah berada di belangkangku dari kalian adalah orang


bijaksana dan cerdas. (HR. Muslim)
Nabi memberi arahan agar mengedepankan orang-orang bijak
dan cerdas berdiri di belakang beliau di waktu shalat merupakan
pencalonan bagi mereka

untuk menjadi anggota musyawarah dan

ahlul halli wal aqdi dalam masyarakat muslim. dan jauh sekali
bedanya antara musyawarah yang anggotanya terdiri dari para
penjahat dan rakya jelata, dan musyawarah yang anggotanya terdiri
dari orang-orang baik, mulia dan orang-orang terhormat

(3) Ibn al Jauzi: 129, Syarh Ibn Abi al Jadid: 1/61.


(4) Akhbar Umar, oleh At thanthawi: 267.
(5) Lihat: wamadhaat al khathir, oleh pengarang: 133-135.

17

(5).

Keadilan & Persamaan


Dalam Masyarakat Muslim
 

   
Buku Masyarakat Muslim Dalam Perspektif Al Quran dan Sunnah
[ Indonesia Indonesian   ]

Penyusun : Muhammad Ali al-Hasyimi

Terjemah : Muzaffar Sahidu


Editor : Muhammad Thalib

2009 - 1430

   

 
     
 
   
 

 
:

   :

:

2009 1430

Keadilan & Persamaan


Dalam Masyarakat Muslim
Syari'at

Islam

yang

diturunkan

dari

Allah

swt

telah

menanamkan dasar keadilan dalam masyarakat muslim yang tidak


ada duanya, yang tidak dikenal oleh masyarakat manusia dalam
sejarah

mereka

dahulu,

dan

tidak

sampai

kepadanya

dalam

sejarahnya sekarang.
Hal ini karena ia mengaitkan terealisasinya keadilan dengan
Allah, Allah lah yang memerintah untuk berbuat adil, dan Dialah
yang mengawasi pelaksanaannya dalam kehidupan nyata, Dia yang
memberi pahala bagi yang melaksanakannya, dan menjatuhkan siksa
bagi yang mengabaikannya dalam segala situasi dan kondisi.
Islam memerintahkan umatnya untuk berbuat adil dengan
semua orang, memerintah mereka berbuat adil dengan orang yang
mereka cintai dan orang yang mereka benci, ia menginginkan mereka
adil secara mutlak hanya karena Allah, bukan karena sesuatu yang
lain, standarnya tidak dipengaruhi oleh kecintaan dan kebencian;
rasa cinta tidak mendorong umat Islam yang bertakwa meninggalkan
kebenaran dan condong kepada kebatilan karena orang yang mereka
cintai, dan kebencian tidak menghalangi mereka melihat kebenaran
dan memperhatikannya karena orang yang mereka benci.
banyak ayat al-Qur'an yang menjelaskan manhaj Islam yang
lurus dalam masalah keadilan kepada semua manusia, orang yang
kita cintai, dan orang yang kita benci, dalam setiap situasi dan
kondisi.
Allah swt berfirman dalam berbuat adil pada orang yang kita
cintai: Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang
benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi Karena Allah biarpun
terhadap dirimu sendiri atau ibu bapa dan kaum kerabatmu.  (QS. An
Nisaa': 135)
3

dan Allah berfirman dalam berbuat adil terhadap orang-orang


yang kita benci:  Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi
orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) Karena Allah,
menjadi saksi dengan adil. dan janganlah sekali-kali kebencianmu
terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil.
berlaku adillah, Karena adil itu lebih dekat kepada takwa.  (QS. Al
Maidah: 8)
berbuat adillah karena Allah, bukan karena orang yang
disaksikan untuknya atau atasnya, bukan untuk kepentingan
seseorang atau suatu kelompok, atau terpengaruh kepada situasi dan
kondisi

yang

meliputi

persoalan

kesaksian

atau

putusan,

menjauhkan diri dari kecenderungan, hawa nafsu atau kepentingan

 biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapa dan kaum kerabatmu
Perintah Islam Untuk Adil

Islam telah menjadikan menegakkan keadilan antara manusia


sebagai tujuan utama dari diturunkannya risalah-risalah samawi,
dan mengutus para rasul kepada manusia dalam kehidupan dunia
ini:  Sesungguhnya kami Telah mengutus rasul-rasul kami dengan
membawa bukti-bukti yang nyata dan Telah kami turunkan bersama
mereka Al Kitab dan neraca (keadilan) supaya manusia dapat
melaksanakan keadilan . (QS. Al Hadid: 25)
alangkah agungnya keadilan! alangkah berat timbangannya di
sisi Allah! alangkah besar manfaatnya bagi manusia! karenanya
kitab-kitab diturunkan dari langit, karenanya para rasul diutus
kepada umat-umat dan kaum-kaum dan karenanya langit dan bumi
tegak.

Macam-macam Keadilan dalam Islam

Islam menyuruh adil dalam berbicara, walaupun perkataan ini


membuat keluarga kita marah: Dan apabila kamu berkata, Maka
hendaklah kamu berlaku adil, kendatipun ia adalah kerabat(mu)  (QS.
al An'am: 152)
Islam menyuruh adil dalam kesaksian jika kita diminta untuk
bersaksi, walaupun kesaksian ini menyulitkan kita atau menyulitkan
orang yang disaksikan, karena ia adalah kesaksian karena Allah:

Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi yang adil di antara


kamu dan hendaklah kamu tegakkan kesaksian itu Karena Allah. 
(QS. ath Thalaq: 2)

Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang


yang selalu menegakkan (kebenaran) Karena Allah, menjadi saksi
dengan adil.  (QS. al Maidah: 8)
Islam

menyuruh

adil

dalam

memutuskan

hukum,

Allah

berfirman: Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan


amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu)
apabila

menetapkan

hukum di

antara

manusia

supaya kamu

menetapkan dengan adil.  (QS. an Nisaa': 58)

Kedudukan pemimpin yang adil

jabatan pemimpin adalah amanat yang beras; karena ia


tergantung pada keadilan mutlak yang telah ditanamkan pondasinya
oleh Islam dalam masyarakat muslim, oleh karena itu kedudukan
pemimpin yang adil di sisi Allah sangat tinggi, karena ia menduduki
urutan pertama dalam tujuh golongan yang akan diberi naungan oleh
Allah pada hari tidak ada naungan kecuali nauganNya, sebagaimana
sabda rasulullah :
Tujuh golongan yang akan diberi naungan oleh Allah pada hari tidak
ada naugan kecuali naunganNya: pemimpin yang adil, pemuda yang
tumbuh dalam ibadah kepada Allah az, orang yang hatinya selalu
terpaut kepada masjid, dua orang yang saling mencintai karena Allah,
keduanya berkumpul dan berpisah atas dasar kecintaan kepada Allah,

seorang lelaku yang diajak berbuat serong oleh wanita cantik lalu ia
berkata: sesungguhnya aku takut kepada Allah, dan orang yang
bersedekah lalu ia menyembunyikan sedekahnya sehingga tangan
kirinya tidak tahu apa yang disedekahkan oleh tangan kanannya, dan
orang yang mengingat Allah di waktu sepi lalu air matanya berlinang 
(Muttafaq alaih)

Celaan terhadap kezaliman dan orang-orang zalim

sebagaimana Islam menganjurkan keadilan dan memuji orangorang yang berbuat adil, ia juga mencela kezaliman dan orang-orang
yang berbuas zalim atas kezaliman mereka, mengancam mereka
dengan siksa yang sangat pedih, apapun bentuk kezalimannya, baik
kezaliman dengan kata-kata atau dengan perbuatan, baik zalim
terhadap diri sendiri maupun zalim terhadap orang lain, baik
kezaliman orang-orang kuat atas orang-orang lemah, atau kezaliman
orang-orang kaya atas orang-orang miskin, atau kezaliman para
penguasa terhadap rakyatnya, dan berbagai macam kezaliman
lainnya yang banyak terjadi pada manusia. semakin lemah orang
yang dizalimi maka kezalimannya semakin buruk, oleh karena itu doa
orang yang teraniaya dikabulkan, tidak ada penghalang anranya
dengan Allah, sebagaimana sabda rasulullah :


  
    
          !  " # $ %
Hindarilah doa orang yang teraniaya, karena tidak ada penghalang
antaranya dengan Allah (Muttafaq alaih)
dalam riwayat imam Ahmad: Hindarilah doa orang yang teraniaya,
walaupun ia kafir, karena ia tidak terhalang

Keadilan mutlak dalam Islam

masyarakat muslim yang benar adalah masyarakat yang


memberikan keadilan secara mutlak bagi seluruh manusia, menjaga
martabat mereka dalam mendistribusikan kekayaan secara adil,
memberikan kesempatan yang sama bagi mereka untuk bekerja
sesuai dengan kemampuan dan bidangnya, memperoleh hasil kerja
dan usahanya tanpa bertabrakan dengan kekuasaan orang-orang
yang bisa mencuri hasil usahanya.
dengan

demikian

terciptalah

keadilan

social

yang

menyelamatkan orang-orang fakir miskin dari kezaliman orang-orang


kaya, inilah yang telah dicapai oleh Islam sejak lima belas abad yang
lalu, pada periode Mekah ketika orang-orang kaya dan kasar
mengancam saudara-saudara mereka yang miskin bahwa mereka
penghuni neraka, sebagaimana dalam firman Allah swt: "Apakah
yang

memasukkan

menjawab:

"Kami

kamu

ke

dahulu

dalam

tidak

Saqar

(neraka)?"

termasuk

Mereka

orang-orang

yang

mengerjakan shalat, Dan kami tidak (pula) memberi makan orang


miskin,  (QS. al Mudatstsir: 42-44)
tidak cukup memberi makan orang-orang miskin, akan tetapi
harus

berbuat

adil

padanya,

memelihara

dan

memenuhi

keperluannya, agar tercipta suatu keadilan yang dimaksudkan oleh


Islam dalam menegakkan agama: Tahukah kamu (orang) yang
mendustakan agama? Itulah orang yang menghardik anak yatim, Dan
tidak menganjurkan memberi makan orang miskin.  (QS. al Ma'uun:
1-3)
semua yang mampu merealisasikan keadilan sosial ini dan ia
tidak melaksanakannya, maka al-Qur'an mengkategorikan sebagai
orang

kufur

kepada

Allah

yang

berhak

mendapat

azabnya:

"Peganglah dia lalu belenggulah tangannya ke lehernya. Kemudian


masukkanlah

dia

ke

dalam

api

neraka

yang

menyala-nyala.

Kemudian belitlah dia dengan rantai yang panjangnya tujuh puluh


hasta. Sesungguhnya dia dahulu tidak beriman kepada Allah yang

Maha besar. Dan juga dia tidak mendorong (orang lain) untuk
memberi makan orang miskin.  (QS. al Haaqqah: 30-34)
masyarakat muslim adalah masyarakat yang memuliakan anak
yatim, memberi makan orang-orang miskin, sebaliknya masyarakat
matrealis yang tamak dan rakus, dimana orang-orang kaya tidak
berpikir kecuali mengumpulkan harta dan menumpuk kekayaan:
Sekali-kali tidak (demikian), Sebenarnya kamu tidak memuliakan
anak yatim, Dan kamu tidak saling mengajak memberi makan orang
miskin, Dan kamu memakan harta pusaka dengan cara mencampur
baurkan (yang halal dan yang bathil), Dan kamu mencintai harta
benda dengan kecintaan yang berlebihan.  (QS. al Fajr: 17-20)
keadilan sosial ini dalam masyarakat muslim tidak hanya bagi
umat Islam saja, akan tetapi untuk seluruh penduduk dengan
berbagai agama, ras, bahasa dan warna kulit, itulah keistimewaan
Islam yang tidak didapatkan dalam akidah yang lain. dan itulah
puncak

keadilan,

yang

tidak

dicapai

oleh

undang-undang

internasional atau regular hingga sekarang, yang tidak percaya hal ini
maka hendaklah memperhatikan keadilan orang-orang kuat terhadap
orang-orang lemah di mana saja, keadilan kulit putih atas kulit hitam
di amerika serikat, keadilan kulit putih terhadap kulit berwarna di
afrika selatan, dan ini adalah kondisi sekarang yang diketahui oleh
semua manusia.
perlu juga diingatkan di sini bahwa ini semua tidak bisa dicapai
dengan panampilan luarnya seperti pergi ke masjid, merayakan harihari besar Islam, acar dzikir dan menyanyikan nasyid, akan tetapi ia
bisa terealisasi apabila kehidupan mereka diatur oleh Islam, dan
Islam diterapkan dalam segala aspek kehidupan masyarakat baik
nilai-nilai maupun hukumnya, karena nilai-nilai dah hukum Islam
mengandung keadilan mutlak dalam memberikan hak masingmasing, dan mengatur hubungan sosial antara sesame manusia
dengan aturan yang adil.

Dua bentuk keadilan: negative dan positif

dalam masyarakat muslim keadilan ada dua bentuk: bentuk


negative, yaitu mencegah kezaliman dan menghilangkannya dari
orang-orang yang teraniaya, dengan mencegah tangan orang zalim
dan menghalanginya merampas hak-hak orang, baik nyawa, harga
diri dan harta mereka, dan menghilangkan akibat kezaliman jika
terjadi

pada

mereka,

mengambalikan

hak-hak

mereka

dan

menghukum orang-orang yang berbuat zalim. ini semua dilakukan


oleh Negara.
adapun bentuk positif bagi keadilan dalam masyarakat muslim,
untuk

merealisasikannya

membela

hak-hak

juga

terkait

warganya,

dengan

menjamin

Negara,

kebebasan

dengan
mereka,

menyediakan kehidupan yang layak bagi mereka, sehingga tidak ada


orang lemah yang dilupakan, orang susah yang diabaikan, orang
miskin tidak diperdulikan dan orang takut yang terancam.

Keadialan mutlak dalam masyarakat muslim

Keadilan dalam masyarakat muslim mempunyai akar yang


mendalam; karena ia bersumber dari syari'at Allah, bukan buatan
seseorang, bukan pula buatan sekelompok orang, ia terbebas dari
pengaruh hawa nafsu, terbebas dari kesalahan, dan tidak bisa
dicurigai. setelah dilaksanakan, lalu ada pengawasan, setiap individu
dalam masyarakat muslim bertanggung jawab untuk mengawasi
pelaksanaan

hukum

syari'at,

bertanggung

jawab

mencegah

kezaliman, harus mengingatkan penguasa jika ia melampaui batas,


mengingatkan hakim jika ia bersalah, dan ia berdosa apabila tidak
melakukan pengawasan, atau menyembunyikan kesaksian yang
benar, atau mendiamkan kesalahan, tidak mengingatkan dan tidak
mengingkari jika mendengar atau melihatnya.
Inilah yang menjadikan keadilan meluas dalam masyarakat
muslim yang tunduk pada peringah Allah. sejarah Islam telah
mencatat banyak contoh-contoh keadilan mutlak yang direalisasikan

oleh para hakim Islam, kaerna hakim muslim menjadi pemegang


amanat bagi keadilan, ia mendapat kekuatan dari rasa takut kepada
Allah dan siksanya jika mengabaikan, atau menipu, atau curang,
atau mendiamkan kezaliman, sebagaimana ia mendapat kekuatan
dari syari'at yang ia terapkan, ia telah memberikan kekuatan dan
kemandirian

kepada

hakim,

yang

menjadikan

ia

menegakkan

kebenaran walaupun salah satu yang bersengketa adalah amirul


mukminin.
berikut sebagian contoh keadilan mutlak yang dicatat oleh
sejarah Islam:

Contoh-contoh keadilan mutlak dalam sejarah umat Islam

1- Amirul mukminin Ali bin Abi Thalib mendapatkan baju besinya di


tangan seorang nasrani, maka beliau mengajukan perkara kepada
Qadhi Syuraih, belitu berkata: itu adalah baju besiku, aku tidak
menjualnya

dan

tidak

menghibahkannya.

lalu

Qadhi

Syuraih

bertanya kepada orang nasrani: apa komentarmu atas apa yang


dikatakan amirul mukminin? orang nasrani berkata: baju besi ini
milikku,

dan

menurutku

amirul

mukminin

bukanlah

seroang

pendusta.
lalu Syuraih menoleh kepada Ali  bertanya kepada beliau:
wahai Amiru mukminin, apakah anda mempunyai bukti? Ali berkata:
aku tidak mempunyai bukti. maka Qadhi syuraih memenangkan
perkara bagi orang nasrani, maka ia mengambil baju besi itu
kemudian pergi akan tetapi setelah berjalan beberapa langkah ia
kembali dan berkata: aku bersaksi bahwa ini adalah putusan para
nabi!Amirul mukminin mengadukan aku kepada hakimnya, dan
hakim itu memenangkan aku! aku bersaksi bahwa tidak ada tuhan
selain Allah, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan
rasulnya. baju besi ini milikmu wahai Amirul mukminin, aku berjalan
di belakang pasukan ketika engkau pergi meninggalkan shiffin, dan
baju besi itu keluar dari untamu yang coklat, maka Ali  berkata:

10

karena engkau telah masuk Islam maka baju besi itu menjadi
milikmu, dan beliau menaikkannya di atas kuda

(1).

2- Abu Yusuf duduk di kursi hakim, lalu datang seseorang bersama


al Hadi, raja abbasiyah mempersengketakan sebuah kebun, Abu
Yusuf melihat bahwa kebenaran ada di tangan orang itu, sedangkan
sultan datang membawa para saksi, maka Qadhi berkata: lawan anda
meminta agar anda bersumpah bahwa para saksi itu jujur. maka al
Hadi tidak ingin bersumpah, karena hal itu menurunkan wibawanya,
maka Abu Yusuf mengembalikan ketun itu kepada pemiliknya

(2).

3- Qadhi Muhammad bin Umar at thalhi memanggil khalifah al


manshur al Abbasi dan beberapa kuli angkut ke majlis pengadilan di
halaman

masjid,

beliau

mendudukkan

kedua

belah

pihak

di

hadapannya, lalu beliau memenangkan perkara untuk para kuli


angkut tersebut.

(3)

5- Penduduk Samarkand menyampaikan pengaduan kepada Amirul


mukminin Umar bin Abdul aziz atas panglima pasukannya Qutaibah,
karena pasukan Islam masuk Negara mereka dan memeranginya
tanpa peringatan sebelumnya sebagaimana diwajibkan oleh syari'at
al-Qur'an, maka amirul mukminin mengalihkan pengaduan mereka
kepada Qadhi, lalu penduduk Samarkand memenangkan perkara,
karena Qadhi membuat putusan agar

umat Islam keluar dari

Samarkand.
setelah penduduk samarkand melihat puncak keadilan ini,
mereka mengumumkan keIslaman mereka, dan memuji pengadilan
Islam dan pasukan penaklukan, dan menyampaikan penerimaan
mereka pada hukum Negara Islam

(4).

(1) Hayatus shahabah: 1/234.


(2) Tarikh Baghdad: 14/249.
(3) Khulaashat ad dzahab al masbuk al mukhtashar min siirat al muluuk, dinukil dari al madkhal al
fiqhi al aam, oleh usts. syaikh musthafa ahmad azzarqa : 169.
(4) Tarikh at Thabari: 4/69.

11

ketika manusia dalam masyarakat muslim merasa yakin bahwa


undang-undang yang diberlakukan atas mereka merupakan buatan
tuhan mereka yang maha adil, dan penguasa yang memimpin mereka
tidak mempunyai hak yang lebih dari hak mereka, dan aturan ini
merupakan agama mereka, dan bahwa Qadhi yang menangani
pengadilan tidak membuat hukum berdasarkan hawa nafsu, akan
tetapi berdasarkan syari'at Allah dan takut kepada Allah ketika itu
hati mereka tenang, dan mereka merasa bahwasanya mereka hidup
dalam masyarakat yang adil.
masyarakat yang adil ini dibentuk oleh al-Qur'an al karim dan
hadits nabi, dimana manusia tidak mengenal dalam sejarahnya hal
yang serupa, cukup bagi kita menghayati ayat-ayat Allah yang
mengisahkan kisah keadilan yang unik, yang membuktikan bahwa
bagaimanapun manusia tidak akan bisa sampai ke tingkat keadilan
yang ditunjukkan oleh ayat-ayat ini yang turun untuk memberikan
kepada orang yang yahudi yang dituduh mencuri secara zalim:
Sesungguhnya kami Telah menurunkan Kitab kepadamu dengan
membawa kebenaran, supaya kamu mengadili antara manusia
dengan apa yang Telah Allah wahyukan kepadamu, dan janganlah
kamu menjadi penantang (orang yang tidak bersalah), Karena
(membela) orang-orang yang khianat, Dan mohonlah ampun kepada
Allah. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Dan janganlah kamu berdebat (untuk membela) orang-orang yang
mengkhianati dirinya. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orangorang

yang

selalu

berkhianat

lagi

bergelimang

dosa,

Mereka

bersembunyi dari manusia, tetapi mereka tidak bersembunyi dari


Allah, padahal Allah beserta mereka, ketika pada suatu malam
mereka menetapkan Keputusan rahasia yang Allah tidak redlai. dan
adalah Allah Maha meliputi (ilmu-Nya) terhadap apa yang mereka
kerjakan. Beginilah kamu, kamu sekalian adalah orang-orang yang
berdebat untuk (membela) mereka dalam kehidupan dunia ini. Maka
siapakah yang akan mendebat Allah untuk (membela) mereka pada
hari

kiamat?

atau

siapakah

yang

12

menjadi

pelindung

mereka

(terhadap siksa Allah)? Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan


dan menganiaya dirinya, Kemudian ia mohon ampun kepada Allah,
niscaya ia mendapati Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Barangsiapa

yang

mengerjakan

dosa,

Maka

Sesungguhnya

ia

mengerjakannya untuk (kemudharatan) dirinya sendiri. dan Allah


Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana. Dan barangsiapa yang
mengerjakan kesalahan atau dosa, Kemudian dituduhkannya kepada
orang yang tidak bersalah, Maka Sesungguhnya ia Telah berbuat
suatu kebohongan dan dosa yang nyata.

Sekiranya bukan Karena

karunia Allah dan rahmat-Nya kepadamu, tentulah segolongan dari


mereka berkeinginan keras untuk menyesatkanmu. tetapi mereka
tidak menyesatkan melainkan dirinya sendiri, dan mereka tidak
dapat membahayakanmu sedikitpun kepadamu. dan (juga karena)
Allah Telah menurunkan Kitab dan hikmah kepadamu, dan Telah
mengajarkan kepadamu apa yang belum kamu ketahui. dan adalah
karunia Allah sangat besar atasmu. (QS. An Nisaa': 105-113)
sayyid Quthb rahimahullah menelaah ayat-ayat ini dan dengan
seksama dan beliau menyimpulkan makna keadilan, kebersihan,
istiqamah,

saya

melihat

sangat

berguna

mencantumkan

perkataannya dalam kitabnya fi dzilal al-Qur'an:


((Ayat ini menceritakan suatu kisah yang tidak ada bandingnya di
dunia, dan manusia tidak mengenal kisah serupa ia memberikan
kesaksian bahwa al-Qur'an ini dan agama ini pasti dari Allah; karena
manusia -walau mempunyai gambaran yang tinngi, walau rohnya
jernih, walau tabi'atnya lurus- tidak mungkin sampai ke tingkat yang
disebutkan oleh ayat ini; kecuali melalui wahyu dari Allah
tingkatan ini yang membuat garis di ufuk tidak ada manusia yang
sampai kepadanya -kecuali melalui manhaj ini- dan tidak akan
mampu naik ke sana kecuali di bawah naungan manhaj ini!.
pada waktu orang-orang yahudi di madinah meluncurkan
anak-anak panahya yang beracun, yang tersimpan di bawah baju
hina mereka, kepada umat Islam, yang dikisahkan oleh surat ini,
surat al baqarah dan surat Ali Imran di barisan umat Islam.

13

pada waktu mereka menyebarkan kedustaan, berkomplot


dengan orang-orang musyrik, menghasud orang-orang munafik,
memberi jalan bagi mereka, menebarkan isu, menyesatkan akal,
menfitnah kepemimpinan nabi, membuat keraguan terhadap wahyu
dan kerasulan, mereka berusaha mengotori masyarakat muslim dari
dalam, pada waktu mereka menghasud musuh-musuhnya agar
menyerangnya dari luar.. di mana Islam tumbuh di madinah, sisasisa adapt jahiliyah masih melekat dalam jiwa, hubungan keluarga
dan kepentingan antara sebagian umat Islam dan sebagian orangorang musyrik dan orang-orang munafik, dan juga orang-orang
yahudi, ini mengancam kesolidan shaf umat Islam.
pada waktu yang sangat genting ini, ayat-ayat ini semua turun
kepada rasulullah  dan kepada jamaah umat Islam, untuk
memberikan keadilan kepada seorang yahudi yang dituduh mencuri,
dan menyalahkan orang-orang yang menuduhnya, mereka adalah
salah satu keluarga anshar di madinah, pada waitu itu orang-orang
anshar merupakan pembela dan tentara rasulullah ,dalam melawan
tipuan yang ada di sekelilingnya, dan sekeliling risalah, agama dan
akidah yang baru.
alangkah tingginya kesucian dan keadilan ini! kemudian
perkataan yang mana yang bisa sampai kepada kedudukan ini?
semua kata-kata, semua komentar, runtuh di bawah puncak yang
tinggi ini; yang tidak bisa dicapai oleh manusia, bahkan tidak dikenal
oleh manusia kecuali jika mereka dipimpin dengan manhaj Allah,
kepada ufuk yang tinggi, mulia dan bersinar?
kisah yang diriwayatkan dari berbagai sumber tentang sebab
turunnya ayat-ayat ini, bahwasanya beberapa orang anshar -Qatadah
bin Nu'man dan pamannya Rifa'ah- ikut serta bersama rasulullah 
dalam sebagian peperangan, lalu baju besi salah seorang mereka
(rifa'ah) dicuri. dugaan kuat jatuh kepada seorang anshar dari
keluarga bani Ubairiq. pemilik baju besi datang kepada rasulullah 
dan berkata: sesungguhnya Thu'mah bin Ubairiq telah mencuri baju
besiku. dalam riwayat lain: Basyir bin Ubairiq dalam riwayat

14

disebutkan: bahwasanya Basyir ini adalah munafik, ia menggubah


syair yang isinya mencaci sahabat dan ia nisbatkan kepada sebagian
orang arab! tatkala pencurinya melihat hal itu, maka ia mengambil
baju besi dan melemparkannya ke rumah seorang yahudi (namanya
Zaid bin Samin), ia berkata kepada beberapa orang keluarganya: aku
telah menyembunyikan baju besi dan aku melemparkannya ke rumah
fulan, dan akan ditemukan di sana.
lalu mereka pergi menemui rasulullah  dan berkata: wahai
nabi Allah, teman kami tidak bersalah, dan yang mencuri baju besi
adalah fulan, dan kami telah mengetahui hal itu, maka bebaskanlah
sahabat kami dari tuduhan itu di depan orang banyak dan belalah
dia, karena jika Allah tidake mlindunginya denganmu ia akan binasa.
tatkala rasulullah  mengetahui bahwa baju besi itu diketemukan di
rumah orang yahudi, beliau berdiri dan membebaskan ibn Ubairiq
dari tuduhan di hadapan orang banyak.
sebelum baju besi itu ditemukan di runah orang yahudi,
keluarganya telah berkata kepada nabi : sesungguhnya Qatadah bin
Nu'man dan pamannya telah sengaja menuduh keluarga kami orang
Islam dan orang baik-baik, mereka menuduhnya mencuri tanpa ada
saksi dan bukti! Qatadah berkata: maka aku pergi menemui
rasulullah  dan aku berbicara dengannya, beliau berkata: engkau
telah menuju kepada suatu keluarga muslim dan baik-baik lalu
engkau menuduhnya mencuri tanpa saksi dan bukti?
ia berkata: maka aku kembali, sungguh aku ingin kalau
seandainya aku mengeluarkan sebagian hartaku dan aku tidak
berbicara dengan rasulullah  tentang hal itu. lalu pamanku Rif'a'ah
datan kepadaku dan berkata: wahai anak saudaraku, apa yang telah
engkau lakukan? aku memberitahunya tentang apa yang dikatakan
oleh rasulullah  kepadaku, maka ia berkata: aallah al musta'aan.
tidak lama setelah itu turunlah wahyu: Sesungguhnya kami Telah
menurunkan Kitab kepadamu dengan membawa kebenaran, supaya
kamu mengadili antara manusia dengan apa yang Telah Allah
wahyukan kepadamu, dan janganlah kamu menjadi penantang (orang

15

yang tidak bersalah), Karena (membela) orang-orang yang khianat, 


yakni bani Ubairiq, penantang: maksudnya pembela mereka, dan
mohon ampunlah kepada Allah, yakni atas apa yang engkau
katakana kepada Qatadah, sesungguhnya Allah maha pengampun
lagi

maha

penyayang.

Dan

janganlah

kamu

berdebat

(untuk

membela) orang-orang yang mengkhianati dirinya, hingga firman


Allah: Maha pengasih, yakni kalau mereka mohon ampun kepada
Allah

niscaya

Allah

mengampuni

mereka-

Barangsiapa

yang

mengerjakan dosa, Maka Sesungguhnya ia mengerjakannya untuk


(kemudharatan) dirinya sendiri- hingga firmanNya: dosa yang nyata
Sekiranya bukan Karena karunia Allah dan rahmat-Nya kepadamuhingga firmannya: Maka kelak kami memberi kepadanya pahala yang
besar.
setelah al-Qur'an turun, senjata tersebut dibawa kepada
rasulullah

,

maka

beliau

mengembalikannya

kepada

Rifa'ah.

qatadah berkata: tatkala aku membawa senjata itu kepada pamanku


-beliau adalah orang tua yang telah buta- di masa jahiliyah, dan aku
melihat bahwa keIslamannya meragukan, setelah aku membawa
senjata itu kepadanya ia berkata: wahai anak saudaraku, senjata itu
untuk di sedekahkan fi sabilillah. maka aku tahu bahwa Islamnya
benar! tatkala turun al-Qur'an, Basyir bergabung dengan orang-orang
musyrik,

maka

Allah

menurunkan:

Dan

barangsiapa

yang

menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti


jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin, kami biarkan ia leluasa
terhadap kesesatan yang Telah dikuasainya itu dan kami masukkan
ia ke dalam Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat
kembali.

Sesungguhnya

Allah

tidak

mengampuni

dosa

mempersekutukan (sesuatu) dengan Dia, dan dia mengampuni dosa


yang selain syirik bagi siapa yang dikehendaki-Nya. barangsiapa yang
mempersekutukan (sesuatu) dengan Allah, Maka Sesungguhnya ia
Telah tersesat sejauh-jauhnya.  (QS. an Nisaa': 115, 116)
masalahnya bukan sekedar membenarkan orang yang benar,
dimana

sekelompok

orang

berusaha

16

menjatuhkannya

kepada

tuduhan -walaupun membenarkan oran yang benar merupakan


suatu hal yang besar dan berat timbangannya di sisi Allah- akan
tetapi lebih besar dari itu. yaitu menegakkan timbangan yang tidak
condong mengikuti hawa nafsu, atau fanatisme, dan tidak memihak
karena

kecintaan

dan

kebencian,

bagaimanapun

situasi

dan

kondisinya.
persoalannya adalah membersihkan masyarakat baru ini, dan
mengobati unsure kelemahan manusia dan mengobati sisa-sisa
jahiliyah dan fanatisme -dalam segala bentuknya hinga dalam bentuk
akidah, karena persoalannya berkaitan dengan keadilan antara
sesame manusia- dan mendirikan masyarakat baru ini, yang

unik

dalam sejarah kemanusiaan atas kaidah yang baik, bersih, solid dan
kuat, yang tidak dikotori oleh hawa nafsu, kepentingan dan
fanatisme, dan tidak goncang bersama hawa nafsu dan miring
bersama syahwat.
sebenarnya
persoalan,

atau

mengungkapkannya

banyak

alasan

untuk

mengenyampingkan

tidak

bersikap

keras

dan

kepada

semua

tegas

pandangan.

serta
bahkan

membongkarnya di hadapan orang banyak dengan cara yang keras


ini.
ada banyak alasan kalau seandainya pertimbangan bumi yang
menguasai dan mengatur, kalau saja timbangan manusia dan
ukurannya yang menjadi rujukan bagi manhaj ini.

ada sebab yang jelas dan lebar bahwa tersangkanya adalah


"orang yahudi" yahudi yang tidak membiarkan anak panah beracun
kecuali dilepaskan untuk memerangi isalam dan pemeluknya. orang
yahudi yang telah menyababkan banyak penderitaan bagi umat Islam
pada masa itu (dan Allah berkehendak hal itu terjadi pada setiap
masa), orang yahuhi yang tidak mengenal hak, keadilan dan
kejujuran, mereka tidak pernah memperhatikan sato norma pun dari
norma-norma akhlak dalam berintekrasi dengan umat Islam.

17

ada juga sebab lain; yaitu masalah ini berkaitan dengan kaum
anshar. orang-orang anshar yang telah memberikan tempat tinggal
dan menolong, dimana kejadian ini mungkin saja menyebabkan
terjadinya

kebencian

pada

sebagian

mereka,

sementara

kalau

tuduhan ini diarahkan kepada orang yahudi akan menhindarkan


terjadinya perpecahan.
ada sebab ketiga yaitu tidak memberikan kesempatan bagi
orang-orang yahudi untuk mengarahkan anak panah baru kepada
orang-orang anshar. yaitu bahwa mereka saling mencuri satu sama
lain, kemudian mereka menuduh orang yahudi! mereka tidak akan
menyia-nyiakan kesempatan ini hilang untuk membuat propaganda
dan menipu.
akan tetapi persoalannya lebih besar dari ini semua. ia lebih
besar

dari

pertimbangan-perimbangan

kecil

ini,

kecil

dalam

pandangan Islam. masalah mendidik jamaah baru uni untuk bisa


memanggul beban dalam menjadi khalifah di muka bumi dan
memimpin umat manusia. ia tidak akan bisa mengemban khilafah di
muka bumi dan tidak bisa memimpin umat manusia hingga jelas
baginya manhaj yang benar, yang mengungguli semua yang telah
dikenal oleh manusia, dan agar manhaj ini tegak dalam kehidupan
nyata mereka, dan untuk betul-betul menguji umat ini, serta
membersihkan

darinya

membersihkannya
timbangan
dengannya-

dari

keadilan
terlepas

kekurangan-kekurangan
sisa-sisa

kotoran

ditegakkan

-untuk

dari

manusia

jahiliyah,

dan

mengadili

pertimbangan-pertimbangan

dan
agar

manusia
bumi,

kepentingan sesaat dan nyata, dan persoalan yang dipandang besar


oleh orang dimana mereka tidak bisa membiarkannya.
Allah swt telah memilih kejadian ini pada waktunya bersama
orang yahudi dari orang yahudi yang telah banyak memberikan
penderitaan kepada umat Islam di madinah, yang menghasut orangorang musyrik untuk memusuhi umat Islam, mencari dukungan
orang-orang munafik, menyiapkan semua tipu daya yang mereka
miliki seperti penipuan, pengalaman dan pengetahuan tentang agama

18

ini, dan pada masa yang sulit bagi umat Islam di madinah,
permusuhan mengintai mereka dari segala arah, dan di belakang
semua permsuhan ini adalah orang-orang yahudi.
Allah swt memilih kejadian ini dalam kondisi ini, untuk
mengatakan kepada jamaah muslimah apa yang hendak dikatakan,
dan untuk mengajarkan padanya apa yang mestinya mereka palajari.
oleh

karena

itu

tidak

ada

tempat

untuk

kepandaian,

kecerdasan, kecerdikan dan pengalaman untuk menyembunyikan hal


yang memalukan dan menutupi keburukan.
tidak ada ruang untuk kepentingan umat Islam secara dzahir,
memperhatikan kondisi sesaat yang meliputinya. masalahnya benarbenar

serius,

tidak

mungkin

kompromi

atau

basa-basi.

dan

keseriusan ini adalah persoalan manhaj rabbani ini dan dasarnya,


persoalan umat ini yang dipersiapkan untuk bangkit mengemban
manhaj

ini

dan

menyebarkannya,

persoalan

keadilan

antara

manusia, keadilan pada tingkat ini yang tidak pernah dicapai oleh
manusia -bahkan tidak pernah dikenal oleh manusia- kecuali dengan
wahyu dari Allah dan pertolongan dariNya.
manusia melihat dari puncak yang tinggi ini ke lereng yang
dalam -pada semua umat sepanjang masa- ia melihatnya di sana di
sana di lereng ia melihat batu berjatuhan antara puncak yang
tinggi dan lereng yang dalam, di sini dan di sana, ia melihat
kecerdikan,

perdebatan,

kepandaian,

kejeniusan,

pengalaman,

kepentingan Negara, kepentingan tanah air, kepentingan orang


banyak dan nama-nama dan judul-judul lainnya jika manusia
memperhatikan

dengan

teliti,

ia

melihat

ulat

di

bawahnya

kemudian manusia melihat sekali lagi, maka ia melihat contoh umat


Islam naik dari lereng ke puncak bertebaran sepanjang sejarah
untuk mencapai puncak yang diarahkan padanya oleh manhaj yang
unik.

19

adapun kebusukan yang mereka katakan "keadilan" pada umat


jahiliyah dahulu dan sekarang, maka tidak layak untuk dibuka
bungkusnya pada udara yang bersih dan mulia ini

(5).

sebagaimana kita telah mempelajari ayat-ayat kitab Allah


tentang keadilan mutlak, kita pelajari satu hadits saja yang
menggambarkan keadilan mutlak ini yang hanya dimiliki oleh Islam,
yaitu hadits yang mana nabi  menjawab kesayangannya Usamah bin
Zaid yang didorong oleh sebagian sahabat untuk memberikan
bantuan kepada wanita dari bani makhzum yang mencuri, mereka
mengira bahwa rasulullah  tidak akan menolak harapan orang
kesayangannya, adapun teks hadits ini:

/
 0 1 2  /
 34 5 '6  7
 ( /
  8  9  :
.   
; <  &
# '  ( ')  * + ,  %.
=' <
apakah engkau memberi syafa'at dalam masalah hukum Allah?
Kemudian

demi Allah, kalau seandainya Fatimah binti Muhammad

mencuri niscaya akan aku potong tangannya (HR. Bukhari dan


Muslim)
Maka tidak heran jika tegaknya masyarakat muslim menjadi
penjaga

keadilan,

melakukan

kejujuran

bagi

manusia,

dan

merealisasikan keamanan dan kebahagiaan bagi manusia, dimana


orang-orang Yunani dan Romawi di masa dahulu tidak pernah
mencapainya, tidak pula orang-orang yang mengikuti jejak langkah
mereka pada masa sekarang.

Di antara buah kedilan adalah persamaan

Di antara buah keadilan dalam masyarakat yang adil adalah:


persamaan, yaitu persamaan yang berdiri di atas dasar akidah, ia
lebih

menjamin

untuk

dilaksanakan,

(5) Fi dzilal al-Qur'an: 751-754.

20

tetap

dan

kekal

dalam

kehidupan nyata di masyarakat muslim yang melaksanakan hukum


yang diturunkan oleh Allah, jauh dari permainan hawa nafsu.

Persamaan dalam Islam

manusia
bangsa,

warna

dengan
kulit,

segala
ras

perbedaannya,

dan

bahasa,

dan

dengan

berbagai

dengan

berbagai

kedudukan sosial, pekerjaan yang mereka kerjakan dan harta yang


mereka miliki, semuanya adalah hamba Allah, asal mereka satu dan
pencipta mereka satu, tidak ada perbedaan dalam kedudukan sebagai
manusia, juga dalam hak-hak dan kewajiban.
ini merupakan kenyataan dalam masyarakat muslim, dan ini
adalah salah satu akidah Islam yang mendasar.
berdasarkan akidah ini, penguasa dan rakyat sama dalam
pandangan syari'at Islam dari segi hak-hak dan kewajiban sebagai
manusia, tidak ada kelebihan sebagian atas yang lain dari segi asal
dan penciptaan, perbedaan hanyalah dari segi kemampuan, bakat,
amal dan usaha, dan apa yang menjadi tuntutan pekerjaan dan
perbedaan profesi.
oleh karena itu kita melihat Umar bin Khattab  pada waktu
terjadi kelaparan, beliau sama seperti umumnya umat Islam, beliau
meraskan apa yang mereka rasakan, hingga warna beliau berubah
dan kesehatannya memburuk.
pada waktu ada pembagian pakaian kepada rakyat, beliau
mengambil sepotong, sama seperti rakyat biasa, padahal beliau
memerlukan dua poton karena badannya tinggi, dan beliau terpaksa
mengambil bagian putranya Abdullah untuk disambungkan dengan
miliknya, untuk bisa dibuat satu baju yang panjang yang sesuai
dengan badan beliau.
perbuatan ini telah menyebabkan beliau dipertanyakan oleh
salah satu rakyat; pada suatu hari beliau berdiri dan berkata kepada
rakyatnya: dengarkan dan taatlah, salah satu dari mereka berkata:
tidak akan mendengar dan tidak akan taat, maka umar berkata

21

dengan heran: mengapa? ia berkata: engkau memberi kami semua


sepotong pakaian dan engkau mengambil dua, maka Umar berkata
kepada putranya: berdirilah wahai Abdullah dan beritahu dia apa
yang kita lakukan. maka Abdullah berdiri dan berkata: sesungguhnya
bapakku adalah orang yang berperawakan tinggi, tidak cukup
baginya

sepotong

menyambungnya

kain,
menjadi

lalu

beliau

satu,

pada

mengambil
waktu

bagianku

itu

orang

dan
yang

menentangnya berkata: sekarang, kami mendengar dan kami taat,


wahai amirul mukminin

(6).

umar tidak merasa gengsi ketika pada suatu hari mengobati


unta hasil pengumpulan zakat, padahal beliau adalah kepala Negara
terbesar pada masanya; kedudukan beliau sebagai kepala Negara
tidak menghalangi beliau merasa seperti rakyat biasa, bahkan beliau
melihat bahwa beliau lebih berhak untuk menjaga harta umat Islam
karena tanggung jawab beliau secara umum

(7).

Persamaan, tidak ada keistimewaan bagi seseorang

dengan pengertian ini, tanggung jawab merata dan mencakup


seluruh manusia, tidak ada seorang pun yang terbebas darinya,
semua anggota masyarakat bertangung jawab atas perbuatannya,
tidak ada yang mempunyai kekebalan hukum yang membaskannya
dari tanggung jawab atau melindunginya dari akibat perbuatannya di
hadapan kebenaran.
dalam masyarakat muslim tidak ada seseorang atau kelompok
tertentu yang harus dipatuhi secara mutlak tanpa batas; karena
kepatuhan mutlak yang tak terbatas hanyalah kepada Allah, pencipta
langit dan bumi, alam semesta, kehidupan dan manusia.
adapun hubungan antara seseorang dengan pemimpin yang
berkuasa, atau antara Negara dan rakyat, itu hanyalah hubungan
organisasi dan administrasi, terkadang hal ini mengharuskan taat
(6) At Thabari: 5/24.
(7) Lihat: Akhbar Umar, oleh at Thanthawi: 343.

22

pada aturan yang ada, akan tetapi ketaatan dalam batas syari'at
Allah yang mengatur masyarakat muslim, ia bukanlah ketundukan,
akan tetapi ketaatan yang dibatasi oleh aturan tertentu, tidak ada
kekuasaan bagi pemimpin untuk merubahnya, karena ia adalah
aturan ilahi, ialah hakim antara kedua pihak jika terjadi perbedaan
pendapat dan perselisihan antara keduanya.
dalam masyarakat muslim yang menerapkan hukum Allah,
tidak ada keistimewaan bagi penguasa, bagi para ulama maupun
lainnya, dalam Islam tidak ada kelas yang dinamakan "kependetaan",
mereka hanyalah ulama syari'at dan ahli fiqh, orang-orang meminta
fatwa pada mereka, lalu mereka memberi fatwa sesuai dengan apa
yang mereka ketahui dari hukum syari'at, akan tetapi mereka tidak
memiliki kekuasaan atas siapun dalam melaksanakan hukum ini,
akan tetapi membawa manusia kepada suatu pendapat berdasarkan
ilmu yang benar, pemahaman yang lurus dan dalil-dalil dari alQur'an dan hadits rasul, dengan syarat mereka bersifat taqwa,
istiqamah dan berbudi luhur, jauh dari hawa nafsu dan kepentingan
pribadi.

Memelihara hak-hak non muslim

dalam masyarakat muslim, non muslim mempunyai hak-hak


yang terpelihara, tidak boleh diganggu atau dirampas, seperti hak
hidup, memiliki, memiliki, berbuat, dan mendapat keadilan. dalam
hak-hak ini mereka sama dengan umat Islam. dan ini berlaku bagi
non muslim, baik ia merupakan penduduk dalam masyarakat muslim
maupun bukan penduduk tetap, akan tetapi masuk ke negera Islam
dengan jaminan keamanan, dengan izin khusus atau umum, maka ia
aman selama tidak memerangi umat Islam, tidak boleh diganggu,
atau diambil haknya, dan ia berhak mendapat keadilan dari
pengadilan,

sama

seperti

penduduk

muslim.

bahkan

Islam

memberinya hak-hak yang tidak diberikan kepada umat Islam,


terutama apa yang halal dalam agamanya dan haram bagi umat

23

Islam, seperti khamr, Islam menganggapnya sebagai harta yang


berharga

jika

dimiliki

oleh

nasrani,

wajib

diganti

atas

yang

merusaknya, sedangkan jika dimiliki oleh orang Islam, ia tidak


dianggap harta yang berharga, dan tidak wajib mengganti bagi yang
merusaknya.

persamaan antara laki-laki dan wanita dalam kewajiban agama dan


lainnya

di antara bentuk persamaan yang telah lebih dahulu ada dalam


Islam sebelum aturan dan undang-undang yang dikenal oleh
manusia sepanjang masa adalah: persamaan antara laki-laki dan
wanita

dalam

hak

dan

kewajiban,

dimana

Islam

menjadikan

keduanya sama dalam kewajiban-kewajiban agama, hak pribadi,


martabat manusia, hak-hak sipil dalam mua'amalat dan kekayaan.

Islam telah mengantarkan pada kedudukan yang tinggi ini pada


mawa awal sekali, sebelum wanita di umat-umat lain sampai
kepadanya.
dalam

masyarakat

muslim

wanita mendapatkan

hak-hak

pribadi dengan sempurna, ia memiliki, dan menggunakan apa yang ia


miliki, ia bebas menjalankan hartanya sendiri tanpa laki-laki jika ia
baligh dan mengerti. ia berhak mendapat upah yang sama dengan
laki-laki jika megerjakan pekerjaan yang sama, sedangkan di eropa
dan amerika wanita mendapat upah yang lebih kecil dari laki-laki,
setelah melakukan perjuangan keras untuk mendapatkan hakhaknya.

Wanita muslimah berhak menjadi salah satu pihak dalam


masalah pengadilan, ia boleh menjadi pendakwa dan terdakwa,
walaupun lawannya adalah bapaknya, suaminya atau yang lainnya.
ia

berhak

bekerja

jika

ia

membutuhkan

pekerjaan,

atau

masyarakatnya membutuhkan pekerjaannya, sedangkan ia tidak

24

berkewajiban

memberi

nafkah

apabila

ada

pihak

yang

wajib

menafkahinya.

Perbedaan antara manusia dalam masyarakat muslim

demikianlah Islam menyamakan hak antara semua manusia,


antara laki-laki dan wanita, kaya dan miskin, pejabat dan rakyat
biasa, semuanya di hadapan kebenaran, hak-hak dan martabat
manusia semuanya sama. adapun perbedaan antara mereka di sisi
Allah, maka hanya dengan takwa dan amal shalih: Sesungguhnya
orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang
paling taqwa diantara kamu (QS. Al Hujuraat: 13)
adapun

perbedaan

mereka

dalam

kehidupan

bermasyarakat

tergantung pada perbedaan mereka dalam amal, usaha, pengalaman,


bakat, ilmu dan produkyg bermanfaat, dan lain sebagainya dimana
manusia berbeda, dan menjadi sebab dalam perbedaan, penghargaan
atas usaha yang diberikan pada manusia.

Persamaan di hadapan hukum

dalam masyarakat muslim manusia sama di hadapan undangundang dan hukum, dan dalam hak menduduki kedudukan umum.
Islam telah memberikan contoh sejak awal bagi persamaan antara
undang-undang dan hukum.
rasulullah  telah mengajarkan para sahabatnya melalui
sejarah beliau bersama sahabat, dan pengarahan belian bagaimana
mereka

menghormati

hak

pendakwa

dalam

menuntut

haknya

walaupun ia menuntutnya dengan cara kasar, suatu hari seorang


yahudi menagih hutang yang belum jatuh tempo pada beliau, dan ia
menagihnya dengan kasar, ia berkata: "sungguh kalian adalah orangorang yang menunda-nunda hutang wahai bani abdil mutthalib"
tatkala beliau melihat para sahabatnya marah pada perkataan yang

25

tidak sopan ini, beliau berkata pada mereka: "biarkan dia, karena
orang yang mempunyai hak, punya bicara"(8).
para sahabat betul-betul paham nilai hak persamaan antara
manusia, dan sangat membekas di hati mereka, maka mereka
menebarkan

hak

ini

dan

menganjurkan

untuk

menerapkan

persamaan hak dalam kehidupan mereka. Umar bin Khattab 


mengirim surat kepada hakimnya Abu Musa al Asy'ari yang berisi
arahan tentang hukum persamaan hak antara manusia di hadapan
pengadilan, beliau berkata:

>  ?
 ' "  ( @
 0A
 
 <B < > CD ?
 EA3 ?
 F
 
 (  ?
 G H  C I
    I
 J
?
 ,  C @
 <4 +  1 <
Samakan antara manusia di hadapanmu, di majlismu, dan hukummu,
sehingga orang lemah tidak putus asa dari keadilanmu, dan orang
mulia tidak mengharap kecuranganmu. (HR. ad Daaruquthni)

Persamaan dalam memangku jabatan publik

Islam merealisasikan puncak persmaan dalam menduduki


jabatan public, ia telah melaksanakannya senyara nyata pada masamasa awal, rasulullah  telah memberikan jabatan panglima,
gubernur pada banyak budak yang telah dimerdekakan, seperti zaid,
dan usamah setelahnya, dimana nabi  melantiknya sebagai
panglima pasukan umat Islam yang bersiap-siap untuk memerangi
romawi, namun rasulullah  wafat sebelum pasukan berangkat, lalu
Abu Bakar rasulullah meneruskan perintah rasulullah , dan beliau
tetap memberikan jabatan panglima kepada Usamah bin Zaid, pada
waktu itu ia masih muda belia, sebagian sahabat merasa berat kalau
jabatan

panglima

dipegang

oleh

Usamah,

ia

menyampaikan

pendapatnya yang tidak setuju pada panglima pasukan, namun Abu


(8) Kanzul Ummal, oleh al muttaqi, dan lihat: Jami' al ushuul: 5/189, ini adalah hadits shahihain, dan
diriwayatkan oleh Abu Daud dan Nasa'i.

26

Bakar  menjawab: demi Allah, aku tidak akan mencabut bendera


yang telah diikatkan oleh rasulullah 

(9).

di antara puncak persamaan yang telah direalisasikan Islam


adalah apa yang dicatat oleh sejarah dari Umar bin Khattab  di
waktu beliau menjelang wafat, ketika umat Islam meminta kepada
beliau agar mengangkat calon pengganti setelah beliau, beliau
berkata: "kalau seandainya Salim budak Abu Hudzaifah masih hidup,
niscaya aku mengangkatnya sebagai pengganti"(10).
hampir saja yang menjadi kepala Negara ketiga setelah nabi 
adalah salah seorang budak. alangkah tinnginya persamaan yang
dicapai oleh Islam dan menerapkannya dalam kehidupan.
Umar  pernah shalat bermakmum kepada Salim budaknya
Abu Huzaifah di Madinah; karena ia adalah orang yang paling banyak
menghafal al-Qur'an. beliau tidak merasa berat shalat di belakang
budak. alangkah agungnya Islam, alangkah indahnya apa yang
dilukiskan dlam jiwa orang-orang yang beriman.
di antara bentuk persamaan dalam sejarah Islam dan

umat

Islam adalah bahwa kepala Negara merasa bahwa ia merupakan


bagian dari rakyat, ia mempunyai kewajiban sama dengan orang lain,
ditambah amanat tanggaung jawab terhadap umat, sebagaimana
yang dikatakan oleh Umar bin Abdul Aziz setelah menjabat sebagai
khalifah: "aku bukanlah yang terbaik di antara kalian, akan tetapi
aku adalah orang yang paling berat tanggung jawabnya"(11).

Persamaan yang didasarkan pada kesatuan asal bagi manusia

umat Islam yang jujur yang mengerti petunjuk agama mereka


telah sampai ke puncak persamaan; karena mereka mengerti bahwa
persamaan sebagaimana ditetapkan Islam dibangun atas dasar
kesatuan asal penciptaan manusia, sebagaimana firman Allah swt:
Hai manusia, Sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang
(9) Lihat
(10) Al Isti'aab, oleh ibnu Abdil Barr: 2/68, Asad al ghaabah, oleh ibnu al atsir: 2/246.
(11) Siyar a'lam an Nubalaa': 5/127.

27

laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal.
Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah
ialah orang yang paling taqwa diantara kamu.  (QS. al Hujurat: 13)
konsep ini tidak ada pada uma-umat dan bangsa-bangsa yang
mengadopsi peradaban yunani; karena mereka menganup paham
aristoteles yang berpendapat bahwa manusia terdiri dari dua
golongan: para tuan, dan para budak, orang-orang yunani adalah
para tuan, Allah memberikan mereka akal dan kehendak, sedangkan
orang-orang barbar adalah para budak, Allah memberikan kepada
mereka kekuatan badan, untuk menjadi pelayan bagi manusia
pilihan yaitu: orang-orang yunani.
pantas konsep ini tidak ada pada umat-umat dan bangsabangsa dan masyarakat dimana manusia didik pada manhaj manusia
yang sempit yang pada pembuatannya banyak dipengaruhi oleh hawa
nafsu, kepentingan, dan paham-paham yang menyimpan dan sesat.
secara pemikiran dan kejiwaan ia tidak bisa memahami
persamaan sebagaimana digariskan oleh Islam antara ras, warna
kulit, adapt-istiadat dan tingkatan, seperti sabda rasulullah : Tidak
ada kelebihan bagi orang arab atas orang non arab, dan tidak ada
kelebihan bagi non arab atas orang arab, dan tidak ada kelebihan
bagi warna merah atas warna hitam kecuali dengan takwa (HR.
Imam Ahmad)
dan sabda nabi : sesungguhnya Allah telah menghilangkan dari
kalian

kesombongan

jahiliyah

dan

membanggakan

keturunan,

manusia ada yang beriman dan bertakwa, dan ada yang jahat dan
sengsara, kalian semua keturunan Adam, dan Adam tercipta dari
tanah, hendaklah seseorang meninggalkan kesombongan mereka,
mereka hanyalah salah satu arang neraka jahannam, atau sungguh
mereka akan menjadi lebih hidan di sisi Allah dari kumbang yang
menolak kebusukan dengan hidungnya(12).

(12) Diriwayatkan oleh Abu Daud dalam bab al Adad: 111.

28

Standar akurat bagi kepribadian muslim

standar yang akurat untuk mengukur kepada manusia dalam


masyarakat muslim adalah standar takwa dan amal shalih, jika
standar ini ada pada salah satu anggota masyarakat, maka ia
menjadi orang yang terhormat yang pantas untuk dicintai dan
mendapat kehormatan dan penghartaan, walaupun ia sebelumnya
seorang budak, atau orang miskin, inilah yang kita dapatkan dalam
perkataan Umar tentang Abu Bakar dan Bilal al Habasyi ketika Abu
Bakar memerdekakan Bilal:

Abu Bakar adalah tuan kami, beliau memerdekakan tuan kami (HR.
Muslim).
perasaan

persamaan

ini

dalam

diri

umat

Islam,

dan

diumumkannya di kalangan orang banyak merupakan salah satu


sebab terbesar yang menjadikan para tokoh dan pemuka orang-orang
qurais tidak mau menerima dakwah Islam; karena mereka tidak mau
dipersamakan antara mereka dengan orang-orang miskin dan lemah
seperti

Bilal,

Shuhaib,

Yasir,

Abdullah

bin

Mas'ud

dan

lain

sebagainya. mereka memandang bahwa duduk bersama orang-orang


Islam yang mereka anggap rendah adalah suatu kehinaan yang
bertentangan dengan kesombongan dan keangkuhan mereka. inilah
semua yang mereka miliki pada kehidupan dunia ini, oleh karena itu
mereka memerangi rasulullah  dengan sengit, dan mengajak seluruh
kabilah

arab

untuk

memeranginya,

mereka

menganggap

menyerbarnya Islam dengan semua yang terkandung di dalamnya


dari nilai keadilan, kebebasan, persamaan dan kesempatan yang
sama

bagi

mereka

sebagai

persoalan

hidup

dan

mati,

kemenangannya berarti hilangnya warisan jahiliyah mereka.

29

dan

Orang-orang Barat mengambil persamaan dari umat Islam

Prinsip keadilan dan persamaan telah mendarah daging dalam


masyarakat muslim sejak pertama kali nabi berdakwah dengan
terang-terangan, dan dipraktekkan dalam kehidupan manusia di
semua tampat yang bernaund di bawah bendera Islam.
orang-orang eropa telah mengambil prinsip ini dari umat Islam
pada waktu perang salib, dimana orang-orang salibis melihat
persamaan dengan jelas dan nyata dalam kehidupan umat Islam,
antara ulama dan rakyat biasa, tidak ada orang yang makshum, tidak
ada ketaatan kecuali kepada Allah dan orang-orang yang menerapkan
syari'at Allah, mereka melihat perbedaan yang jauh antara apa yang
mereka lihat dari umat Islam dan sikap gereja yang memihak kepada
orang-orang yang kejam, maka apa yang mereka lihat ini menjadi
salah satu motivasi bagi mereka untuk berontak kepada gereja dan
kezaliman, dan kepada perbedaan antara kelas di masyarakat
mereka.

Diskriminasi ras di Amerika

adapun amerika, ia telah menderita penyakit diskriminasi ras


sejak jutaan orang-orang afrika kulit hitam didatangkan ke sana
untuk menjadi budak, mereka dipekerjakan dalam pertanian kapas.
orang-orang sengsara tersebut telah mengalami berbagi macam
siksaan dan hinaan, dimana mereka diperlakukan seperti

hewa,

dipukul, dihina dan dibunuh dan pelecehan lainnya.


lalu timbul banyak gerakan untuk menghilangkan diskriminasi
ras, akan tetapi diskriminasi antara kulit putih dan kulit hitam ini
masih tetap ada, setiap warna kulit ada daerahnya sendiri, hotel
tersendiri,

restoran

tersendiri,

transportasi

tersendiri,

sekolah

tesendiri, kran air minum tersendiri dan kamar mandi tersendiri.

30

setiap yang hidup di amerika hingga tahun delapan puluhan


tahu bahwa di sana ada daerah-daerah pemukiman dimana orang
kulit hitam tidak diperbolehkan membeli rumah di sana, walaupun
orang kulit hitam ini mampu membelinya, dan membayar dengan
harta lebih mahal dari yang dibayar oleh kulit putih, penduduk
daerah kulit putih menolak jika orang kulit hitam memiliki rumah di
perkampungan mereka. pernah terjadi seorang penduduk kulit hitam
bisa membeli rumah di pemukiman kulit putih, lalu orang-orang tak
dikenal membunuhnya.
tidak adanya persamaan ini bukan hanya menyangkut masalah
tempat tinggal, akan tetpi termasuk juga tidak adanya persamaan
antara kulit putih dan hitam dalam kesempatan mendapat pekerjaan.
jika ada lowongan pekerjaan, lalu dilamar oleh dua orang, yang satu
kulit hitam dan yang satu kulit putih, maka lowongan tersebut wajib
diberikan kepada kulit putih, walaupun kulit hitam lebih tinggi
pendidikannya dan lebih banyak pengalamannya.
oleh karena itu tingkat pengangguran di kalangan kulit h itam
sangat tinggi, lebih dari 50%.
kekerasan masyarakat amerika terhadap selain warna putih
tidak terbatas pada kulit hitam saja, akan tetapi juga kepada ras-ras
lain, terutama penduduk asli, yang menduduki daftar teratas orangorang terbuang dan tertindas, demikian pula orang-orang amerika
meksiko yang banyak menderita pendiskriminasian dalam berbagai
tingkat di masyarakat amerika

(13).

yang membaca lembaran-lembaran buku (amerika tahta al


qabdhah assauda') karangan Jean Sadaqah, dan buku (amerika: sirri
lilghayah) karangan Dr. Muhammad Khidir Arif, akan mendapatkan
dengan mendetail diskriminasi yang sangat kejam antara kulit hitam
dan kulit putih, para peneliti hampir tidak percaya hal ini terjadi
dalam masyarakat maju seperti masyarakat amerika, dan akan jelas
baginya persamaan yang begitu indah yang dibawa oleh Islam sejak
lima belas abad yang lalu.
(13) Amerika: sirri lilghayah, oleh DR. Muhammad Khidi arif: 37-41.

31

Buah keadilan dan persamaan

di antara buah keadilan dan persamaan dalam masyarakat


muslim adalah: kesempatan yang sama, hal ini karena kesempatan
yang sama merupakan hasil nyata dari terciptanya keadilan dan
persamaan dalam masyarakat yang tidak membeda-bedakan antara
semua manusia, memimpin mereka dengna adil, dan membukukan
jalan agar bisa dimasuki oleh setiap manusia yang hidup di
dalamnya, berpartisipasi dalam membangun peradaban manusia
muslim sesuai dengan kemampuan dan bakatnya.

Kesempatan yang sama dalam masyarakat muslim

dalam masyarakat muslim yang konsisten dengan agamanya


diberikan kesempatan yang sama bagi semua penduduknya, apabila
salah

seorang

mempunyai

kelebihan

dengan

bakat

dan

kesungguhannya, maka ialah yang paling berhak yang diakui oleh


Islam.
tidak ada orang yang lebih baik dari yang lain hanya karena ia
dilahirkan di rumah si fulan atau fulan, lahir di rumah mana saja
baik tinggi maupun rendah tidak memberikan kelebihan apa-apa
pada seseorang, dan tidak bisa mencabut kelebihan yang ada. Islam
tidak membenci sesuatu seperti kebenciannya pada perbedaan ras.
merupakan hak setiap anak yang lahir dalam masyarakat
muslim, lahir dalam keadaan sehat, terbebas dari penyakit turunan
seperti anak-anak lainnya, hal ini dengan terjaminnya kedua orang
tua yang sehat sedapat mungkin, maka tidak ada persamaan
kesempatan yang hakiki antara anak yang menderita penyakit
keturunan yang berbahaya dengan anak yang sehat, jadi persamaan
kesempatan dalam masyarakat muslim tidak dimulai dari lahir akan
tetapi dimulai sebelumnya.

32

setiap anak yang lahir berhak mendapat makanan, asuhan dan


pendidikan yang cukup, seperti apa yang didapatkan oleh setiap anak
yang lain dalam masyarakat. jika penghasilan orang tuanya atau
kondisi

ekonomi

kedua

orang

tuanya

tidak

memungkinkan

mendapatkan kesempatan ini, maka Negara dan masyarakat wajib


memberikan apa yang dibutuhkannya, kalau tidak maka prinsip
persamaan kesehatan bagi anak tersebut menjadi khurafat, jika ia
tumbuh kekurangan makanana atau pendidikannya terabaikan,
dimana yang lain mendapat kesempatan ini sedangkan ia tidak
mendapatkannya, dan prinsip persamaan kesempatan merupakan
suatu kewajiban dalam masyarakat muslim.
setiap anak yang tumbuh berhak mendapatkan ilmu dan
kesehatan, setelah itu ia berhak mendapatkan pekerjaan sesuai
dengan kemampuan dan bakatnya, lebih dari itu tidak masalah kalau
terjadi perbedaan, karena itu adalah perbedaan alami yang tidak bisa
dihindari, karena Allah tidak menciptakan manusia sama persis.
banyak sekali contoh kesuksesan yang dicapai oleh seseorang hingga
ke puncaknya padahal mereka tumbuh di rumah yang miskin, karena
tingginya bapak pribadi yang diberikan padanya, yang memberikan
hasil gemilang.
merupakan kezaliman yang tiada taranya keistimewaan palsu
yang

diberikan

kepada

sebagian

anak

hanya

karena

mereka

dilahirkan di ruman tertentu atau di keluarga tertentu, ini diberi


kesempatan

untuk

diterima di fakultas militer sebelum anak

sebayanya hanya karena ia berasal dari keluarga besar, ini diberikan


kesempatan belajar di luar negeri, bukan karena ia paling pandai ata
paling layak, akan tetapi karena ia berasal dari rumah orang tertentu.
ini semua bertentangan dengan salah satu prinsip dasar Islam yang
adil, dan hal ini tidak bisa diterima dalam masyarakat muslim yang
konsisten dengan hukum agama yang benar.
dalam
kesuksesan

masyarakat
terbukan

di

muslim
depannya,

warganya
ia

tidak

mendapat

jalan

terhalang

untuk

memasukinya oleh bahasa, agama, ras, kemiskinan atau rendahnya

33

nasab, seperti halangan-halangan yang diletakkan di depan orangorang jenius dan berbakat dalam banyak Negara dan masyarakat
sekarang, karena mereka tidak seagama dengan penguasa, atau beda
ras atau golongannya, atau kemiskinanya, atau rendahnya nasabnya
menghalanginya untuk mencapai cita-cita yang mereka impikan dan
diinginkan oleh bakat dan kemampuan mereka.
prinsip kesempatan yang sama telah meluas dalam kehidupan
umat Islam, sehingga ia mencakup semua warga yang hidup dalam
Negara Islam, dengan demikian pemikiran manusia dari berbagai ras,
warna kulit dan bahasa berkumpul untuk membangun peradaban
Islam, dan tertampung di dalamnya buah dari semua golongan
sepanjang masa, maka ia mejadi peradaban kemanusiaan secara
umum, tidak untuk ras tertentu dan bahasa tertentu. kalau tidak
karena pandangan kemanusiaan yang menyeluruh terhadap bakat
manusia, niscaya peradaban manusia tidak sampai tingkat yang
dicapainya selama ini.
peradaban Islam terus berjalan pada jalan ini karena Islam
adalah agama semua manusia, bukan untuk umat tertentu: Dan
tiadalah kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat
bagi semesta alam. (QS. al Anbiya': 107)
Islam berbicara kepada seluruh manusia dengan berbagai ras,
agama, dan bahasa mereka dengan (wahai manusia)

Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang Telah


menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah
menciptakan

isterinya;

dan

dari

pada

keduanya

Allah

memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. 


(QS. an Nisaa': 1)

(14)

tidak sesuatu yang lebih penting dari prinsip persamaan


kesempatan

dalam

meningkatkan

masyarakat

dan

mengembangkannya, dan mendorong roda peradaban manusia ke


depan.

(14) Lihat persamaan kesempatan dalam buku: wamadhaat al khathir, oleh pengarang: 137.

34

Oleh karena itu maka harus ada syarat-syarat kecakapan,


ilmiah dan kepribadian dalam setiap pekerjaan dan kedudukan,
dimana kecerdasan padanya yang menjadi dasar tanpa melihat pada
factor lain, walaupun ketakwaan yang merupakan pembeda utama
yang dijadikan dasar dalam keutamaan seseorang dalam Islam, inilah
pemahaman Islam yang benar bagi keadilan dan persamaan, dan
kesempatan yang sama.
Abu Bakar ash Shiddiq -orang yang paling mengerti terhadap
roh Islam- setelah rasulullah  menulis surat kepada Abu Ubaidah
bin Al Jarrah yang diberi gelar oleh rasulullah : Amiin al ummah,
belitu berkata:

Bismillahirrahmaanirrahim
Dari Abdullah bin Abi Quhafah kepada Abu Ubaidah bin Al
Jarrah, assalamu alaikum.
amma ba'du, aku telah mengangkat khalid untuk memerangi musuh
di Syam, maka janganlah engkau melanggarnya, dengarkan dan
taatlah kepadanya, aku mengangkatnya atasmu dan aku tahu bahwa
engkau lebih baik darinya dan lebi baik agamanya, akan tetapi aku
melihat bahwa ia memiliki keahlian dalam peperangan yang tidak
engkau miliki, Allah mengendaki bagi kami dan engkau jalan
petunjuk, wassalamu alaikum warahmatullahi wabarakatuh

(15).

inilah masyarakat muslim, masyarakat adil, persamaan dan


kesamaan kesempatan: kedilan mutlak yang tidak dipengaruhi oleh
kecintaan dan kebencian, persamaan yang mana semua manusia
sama dengan berbagai bahasa, warna kulit, ras, agama dan
kedudukan sosial, kesamaan kesempatan yang membuka keahlian,
menumbuhkan kemampuan, agar semuanya berpartisipasi dalam
membangun peradaban tanpa ada halangan dan rintangan.
sungguh ini adalah tingkat yang sangat tinggi, yang tidak
mungkin dicapai oleh manusia kecuali jika mereka menerapkan
prinsip-prinsip Islam dalam masyarakat muslim.
(15) Futuh as syaam: 74.

35

Anda mungkin juga menyukai