BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Myastenia Gravis Pseudoparalitika adalah nama yang direkomendasikan
oleh Friederich Jolly pada pertemuan Berlin Society untuk Psikiater dan Ahli
Penyakit Saraf pada tanggal 13 November 1899 untuk menggambarkan kondisi
khas kelemahan berfluktuasi yang sebelumnya telah dijelaskan oleh Wilhelm Erb
pada tahun 1897, Hermann Oppenheim di Berlin pada tahun 1887, dan Samuel
Goldflam di Warsawa pada tahun 1893. Kondisi ini kemudian dikenal sebagai
Miastenia Gravis (MG), sebuah kombinasi kata yang berasal dari bahasa Yunani
yang berarti kelemahan otot dan kata Latin yang berarti berat1.
Lebih dari dua pertiga dari semua pasien dengan MG dimulai dengan
gejala yang berkaitan dengan penglihatan mereka. Secara keseluruhan, rasio
perempuan yang terkena terhadap laki-laki pada MG generalisata adalah 3:2 atau
lebih tinggi. Pada myastenia okular, laki-laki lebih sering terkena, terutama
setelah usia 40 tahun. Selain itu, usia rata-rata onset untuk miastenia generalisata
adalah 33 tahun, sedangkan MG okular adalah 38 tahun. Sistem motorik okular
mungkin sangat rentan terhadap MG karena tidak dapat beradaptasi dengan cepat
terhadap kelemahan yang bervariasi. Gejala yang paling umum terlihat pada
pasien dengan MG okular adalah diplopia (penglihatan ganda), ptosis (kelopak
mata jatuh), dan tidak dapat menutup mata dengan sempurna. Dibandingkan
dengan otot rangka yang terlibat, hanya sedikit kelemahan dari otot ekstraokular
yang dapat menyebabkan diplopia dan gangguan penglihatan. Gejala ini terjadi
karena kelemahan otot yang mengontrol bola mata dan gerakan kelopak mata.
Sensitivitas cahaya akibat pupil yang lamban dapat terjadi pada beberapa pasien.
Gejala sering dipengaruhi oleh faktor lingkungan, emosional, dan fisik. Beberapa
faktor termasuk sinar matahari yang terang, suhu ekstrim, stres emosional,
penyakit, pembedahan, menstruasi, dan kehamilan. Gejala cenderung lebih buruk
pada akhir hari2.
BAB II
1
PAPER
DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Anatomi Palpebra
Palpebra superior dan inferior adalah modifikasi lipatan kulit yang dapat
menutup dan melindungi bola mata bagian anterior. Berkedip melindungi kornea
dan konjungtiva dari dehidrasi. Palpebra superior berakhir pada alis mata;
palpebra inferior menyatu dengan pipi.3
Palpebra terdiri atas lima bidang jaringan utama. Dari superfisial ke dalam
terdapat lapiskulit, lapis otot rangka (orbikularis okuli), jaringan areolar, jaringan
fibrosa (tarsus), dan lapis membran mukosa (konjungtiva pelpebrae).3
1. Kulit
Kulit pada palpebra berbeda dari kulit bagian lain tubuh karena tipis,
longgar, dan elastis,dengan sedikit folikel rambut, tanpa lemak subkutan.
2. Muskulus Orbikularis okuli
Fungsi muskulus orbikularis okuli adalah menutup palpebra. Serat-serat
ototnya mengelilingi fissura palpebra secara konsentris dan meluas sedikit
melewati tepian orbita. Sebagian serat berjalan ke pipi dan dahi. Bagian otot
yang terdapat di dalam palpebral dikenal sebagai bagian pratarsal; bagian
diatas septum orbitae adalah bagian praseptal. Segmen luar palpebra disebut
bagian orbita. Orbikularis okuli dipersarafi oleh nervus facialis.
3. Jaringan Areolar
Terdapat di bawah muskulus orbikularis okuli, berhubungan degan lapis
subaponeurotik dari kulit kepala.
PAPER
DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
4. Tarsus
Struktur penyokong utama dari palpebra adalah lapis jaringan fibrosa
padat yang disebut tarsus superior dan inferior. Tarsus terdiri atas jaringan
penyokong kelopak mata dengan kelenjar Meibom.
5. Konjungtiva Palpebra
Bagian posterior palpebra dilapisi selapis membran mukosa, konjungtiva
palpebra, yang melekat erat pada tarsus.
PAPER
DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
PAPER
DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
Fig. 13.3. Insertion lines of the extraocular muscles on the sclera as seen from: A, front; B, above; C, behind.
SR,
superior rectus; MR, medial rectus; IR, inferior rectus; LR, lateral rectus; SO, superior oblique; IO, inferior
oblique.
PAPER
DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
PAPER
DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
PAPER
DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
2.2
Myastenia Gravis
2.2.1. Definisi
Myasthenia gravis (MG) merupakan penyakit autoimun di mana antibodi
memediasi kerusakan dan destruksi reseptor asetilkolin pada otot lurik. Kerusakan
yang dihasilkan dari konduksi neuromuskular menyebabkan kelemahan dan
kelelahan otot rangka. tetapi tidak otot jantung dan otot involunter7.
MG merupakan gangguan yang mempengaruhi transmisi neuromuskuler
pada otot tubuh yang kerjanya dibawah kesadaran seseorang. Karakteristik yang
muncul berupa kelemahan yang berlebihan dan umumnya terjadi kelelahan pada
otot-otot volunter dan hal itu dipengaruhi oleh fungsi saraf kranial. Pada MG
terjadi gangguan neuromuskuler yang mempengaruhi transmisi impuls pada otototot volunter tubuh7.
2.2.2. Epidemiologi
Prevalensi di negara maju yaitu 1:10.000 - 50.000 penduduk. Frekuensi
tertinggi terjadi pada umur 20-30 tahun. Wanita mempunyai resiko dua kali lebih
besar dibanding pria Puncak usia pd awitan : perempuan 20-30 th, Laki-laki
dekade 6-78.
setelah usia 40 tahun. Selain itu, usia rata-rata onset untuk MG okular adalah 38
tahun2.
2.2.3. Etiologi
Pada MG, sistem kekebalan tubuh membentuk antibodi yang menyerang
reseptor yang terdapat di sisi otot dari neuromuscular junction. Reseptor yang
dirusak terutama adalah reseptor yang menerima sinyal saraf dengan bantuan
asetilkolin (bahan kimia yang mengantarkan impuls saraf melalui junction atau
disebut juga neurotransmiter) 1, 9.
PAPER
DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
Virus
Pembedahan
Stres
Alkohol
Tumor mediastinum
Obat-obatan13:
Antibiotik (aminoglikosida, siprofloksasin, ampisilin, eritromisin)
B-blocker (propranolol)
Litium
Magnesium
Prokainamid
Verapamil
Kloroquin
Prednison
2.2.4. Patofisiologi
Dalam
kasus MG terjadi
penurunan
jumlah
Acetyl
Choline
PAPER
DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
ini
ditunjukkan
dengan
banyaknya
10
PAPER
DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
Gambar 2. Pada Miastenia Gravis, proses auto-immun di dalam tubuh yang memproduksi
anti-AChR bodies8
Kelemahan
otot
ekstra
okular
(Extra
Ocular
Muscle) atau
biasa
disebut ptosis. Kondisi ini terjadi pada lebih dari 50% pasien. Gejala ini
seringkali menjadi gejala awal dr MG, walaupun hal ini masih belum
diketahui penyebabnya.
11
PAPER
DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
Pada kasus tertentu kelemahan EOM bisa tetap bertahan selama bertahuntahun
Gambar 3. Pada Miastenia Gravis, kelemahan otot pertama kali muncul pada otot-otot
wajah, leher, dan rahang, baru kemudian melibatkan otot-otot tangan dan kaki
Ptosis lebih buruk pada sore hari dan membaik saat bangun tidur
12
PAPER
DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
Jika satu mata diangkat secara manual dengan pasien melihat ke atas, mata
sebelahnya akan menunjukkan gerakan osilasi yang halus
Cogan twitch sign merupakan tanda singkat dari kelopak mata karena mata
saccade dari depresi ke posisi utama
Ice test positif: derajat ptosis membaik setelah suatu ice pack ditempatkan
di kelopak mata selama 2 menit. Tes negatif pada ptosis non-myastenik
II. Diplopia sering vertikal. meskipun salah satu atau semua otot ekstraokular dapat
terpengaruh. Pseudo-internuclear ophthalmoplegia dapat dijumpai. Pasien
dengan deviasi stabil dapat membaik dari operasi otot, injeksi toksin
botulinum atau kombinasi keduanya.
Gambar 4. Diplopia12
Diplopia merupakan gejala utama paralytic squint. Hal ini lebih jelas ke arah
otot yang paralisis. Diplopia dapat crossed (pada divergent squint) atau
uncrossed (pada convergent squint). Diplopia dapat horizontal, vertikal atau
oblik tergantung pada otot yang paralisis. Diplopia terjadi karena
pembentukan bayangan pada titik yang berbeda dari dua retina.
III. Gerakan nistagmoid, dapat terjadi pada pandangan yang ekstrim
13
PAPER
DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
IV. Kebingungan. Hal ini terjadi karena pembentukan bayangan dua benda yang
berbeda pada titik-titik yang sesuai dari dua retina.
V. Nausea dan vertigo. Ini diakibatkan oleh diplopia dan kebingungan.
VI. Deviasi okular. Menifestasi ini dapat terjadi tiba-tiba.
Berikut
adalah
Medical
Scientific
Kelas
Manifestasi Klinis
Kelemahan otot ocular
Class I
Class II
Otot
okular
kelemahannya
meningkat
Mempengaruhi ekstremitas
Class IIa
Class IIb
Sedikit mempengaruhi
orofaring
otot-otot
Class III
Kelemahan sedang
selain ocular
pada
otot
14
PAPER
DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
Meningkatnya
otot ocular
kelemahan
pada
Mempengaruhi ektremitas
Class IIIa
Class IIIb
Sedikit mempengaruhi
orofaring
otot-otot
Class IV
Sedikit mempengaruhi
orofaring
otot-otot
Class V
otot-otot
Pasien
yang
membutuhkan
intubasi (kecuali pada kasus pasca
operasi)
Tabel 2. Klasifikasi Miastenia Gravis1
KLASIFIKASI
KLINIS
15
PAPER
DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
KELOMPOK I
MIASTENIA
OKULAR
MIASTENIA
UMUM
RINGAN
MIASTENIA
UMUM
SEDANG
MIASTENIA
UMUM
BERAT
1. Fulminan akut :
Awitan yang cepat dengan kelemahan otot
otot rangka dan bulbar dan mulai
terserangnya otot otot pernapasan
Biasanya penyakit berkembang maksimal
dalam waktu 6 bulan
Respons terhadap obat buruk
Insiden krisis miastonik, kolinergik, maupun
krisis gabungan keduanya tinggi
16
PAPER
DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
17
PAPER
DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
Gambar 5. Tes edrofonium pada MG. (a) Ptosis asimetris berat pada posisi primer; (b)
defective upgaze; (c) setelah injeksi edrofonium terdapat perbaikan yang jelas dari ptosis dan
perbaikan sedang pada upgaze pada mata kiri7.
PAPER
DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
menutup mata mereka selama 30 menit. Pasien difoto dan gerakan mata diukur
sebelum dan sesudah istirahat. Tes ini dianggap positif jika ada perbaikan ptosis
dan / atau gerakan mata (motilitas) setelah masa istirahat 30 menit2.
Tes perbandingan pagi /sore mirip dalam konsep untuk sleep test. Pasien
difoto, dan ptosis serta motilitas okular dibandingkan pada waktu yang berbeda
sepanjang hari. Foto-foto lama sangat membantu untuk menentukan berapa lama
pasien mengalami kelemahan pada kelopak mata atas2.
Ice test adalah tes sederhana untuk MG okular pada pasien yang
mengalami ptosis. Sebuah sarung tangan yang diisi dengan es kemudian
ditempatkan di atas kelopak mata yang jatuh selama beberapa menit. Pada MG,
mata pasien dapat membuka/ matanya normal untuk waktu yang singkat setelah es
diangkat2.
Gambar 6. Ice test pada MG. (a). Ptosis asimetris; (b) aplikasi es; (c) perbaikan
ptosis7
Tes sederhana lainnya untuk ptosis adalah fatigue test. Tes ini dilakukan
dengan meminta pasien untuk melihat pada suatu objek yang dipegang oleh
19
PAPER
DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
pemeriksa di depan pasien. Setelah waktu singkat kelopak mata akan terasa berat
pada orang dengan MG okular2.
2.2.7. Diagnosis Banding
Gangguan yang mungkin menyebabkan gejala yang sama dengan MG
termasuk botulisme dan Lambert Eaton Sndrome. Botulism disebabkan oleh
infeksi Clostridium botulinum yang dapat memblokir AChR dan menyebakan
kelemahan otot15.
Lambert Eaton syndrome terkait dengan tipe kanker tertentu. Kondisi ini
memperlihatkan hasil EMG yang berbeda dengan yang disebabkan oleh MG.
Obat dapat memblokir neuromuscular junction dan menyebabkan gejala yang
mirip dengan MG. Obat-obatan tersebut termasuk dibawah ini13:
Penisillamin
2.2.8. Penatalaksanaan
Secara umum, penatalaksanaan untuk MG yaitu12:
1. Terapi penyebab. Suatu pemeriksaan lengkap harus dilakukan untuk
mengetahui penyebab dan, jika mungkin, mengobatinya.
2. Terapi konservatif. Terapi ini mencakup: menunggu dan mengamati perbaikan
yang terjadi dengan sendirinya selama periode 6 bulan, vitamin B kompleks
sebagai neurotonik; dan steroid sistemik untuk inflamasi non-spesifik.
3. Terapi diplopia. Terapi ini termasuk menggunakan occluder pada mata yang
terkena, dengan penggunaan intermiten pada kedua mata dengan perubahan
postur kepala untuk menghindari supresi amblyopia.
20
PAPER
DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
4. Terapi bedah. Terapi ini harus dilakukan dalam kasus dimana pemulihan tidak
terjadi dalam 6 bulan. Tujuan pengobatan adalah untuk menyediakan lapangan
yang nyaman untuk fiksasi binokular, yaitu di lapangan tengah dan kuadran
inferior. Prinsip-prinsip terapi bedah melibatkan penguatan otot yang lumpuh
dengan reseksi, dan melemahkan otot yang overacting dengan resesi.
Obat-Obatan yang dapat diberikan untuk penderita MG1, 6, 9, 10:
Mestinon
Imunosupresan
Obat ; azathiprine 1-2,5 mg/minggu Biasanya dipakai bersama prednison
Obat lain : Cyclosporine,Cyclophosphamide, Mycophenolate mofetil
Intravenous Imunoglobulin
Pada MG berat
21
PAPER
DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
2.2.9. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada pasien MG1:
Gagal nafas
Disfagia
Krisis miastenik
Krisis kolinergik
22
PAPER
DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
2.2.10. Prognosis
Pasien MG tanpa pengobatan memiliki angka kematian sebesar 25-31%.
Pada pasien MG yang mendapat pengobatan, angka kematiannya yaitu sebesar
4%1,8.
Pasien miastenia okular dan miastenia gravis generalisata cenderung
mengalami remisi dan eksaserbasi secara berkala, sehingga obat yang digunakan
untuk terapi mungkin perlu disesuaikan2.
23
PAPER
DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
BAB III
KESIMPULAN
Myasthenia gravis (MG) merupakan penyakit autoimun di mana antibodi
memediasi kerusakan dan destruksi reseptor asetilkolin pada otot lurik. Kerusakan
yang dihasilkan dari konduksi neuromuskular menyebabkan kelemahan dan
kelelahan otot rangka. tetapi tidak otot jantung dan otot involunter7.
Pada miastenia okular, laki-laki lebih sering terkena, terutama setelah usia
40 tahun. Selain itu, usia rata-rata onset untuk MG okular adalah 38 tahun2.
Pada MG, sistem kekebalan tubuh membentuk antibodi yang menyerang
reseptor yang terdapat di sisi otot dari neuromuscular junction. Reseptor yang
dirusak terutama adalah reseptor yang menerima sinyal saraf dengan bantuan
asetilkolin1,9.
Manifestasi klinis paling sering muncul pada dekade ketiga, tetapi dapat
terjadi setiap saat setelah tahun pertama kehidupan, paling sering dengan ptosis
atau diplopia. Pasien dengan MG generalisata kemudian mengalami kelelahan,
yang sering diakibatkan oleh aktivitas, yang mungkin lebih buruk menjelang akhir
hari dan dipicu oleh infeksi atau stres7.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan manifestasi klinis, yaitu jika seseorang
mengalami kelemahan umum, terutama jika melibatkan otot mata atau wajah, atau
kelemahan yang meningkat jika otot yang terkena digunakan atau berkurang jika
otot yang terkena diistirahatkan1, 6, 9.
Secara umum, penatalaksanaan untuk MG yaitu terapi penyebab, terapi
konservatif, terapi diplopia, maupun terapi bedah. Pasien miastenia okular dan
miastenia gravis generalisata cenderung mengalami remisi dan eksaserbasi secara
berkala, sehingga obat yang digunakan untuk terapi mungkin perlu disesuaikan2.
24
PAPER
DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
DAFTAR PUSTAKA
Lambert-Eaton
Myasthenic
Syndrome
&
Congenital
Myasthenic Syndromes.
9. Romi F, Gilhus NE, Aarli JA. Myasthenia Gravis: Demyelinating
disease in patients with myasthenia gravis. Journal of University of
Sao Paolo Brazil, Neurology Department.2007:p. 5-7.
10. Conti-Fine BM, Milani M, Kaminski HJ. 2006. Myasthenia Gravis:
Past, Present, and Future. J. Clin. Invest. 116:28432854 (2006).
11. Bennett DLH, et al. 2005. Anti-MuSK antibodies in a case of ocular
myasthenia gravis. PostScript;564.
12. Khurana AK. 2007. Comprehensive Ophthalmology. New Age
International (P) Limited: New Delhi. p. 331-334.
25
PAPER
DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
26