Anda di halaman 1dari 26

PAPER

DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT MATA


FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

NAMA : JAYA DEV


NIM
: 110100465

BAB I
PENDAHULUAN
1.1.

Latar Belakang
Myastenia Gravis Pseudoparalitika adalah nama yang direkomendasikan

oleh Friederich Jolly pada pertemuan Berlin Society untuk Psikiater dan Ahli
Penyakit Saraf pada tanggal 13 November 1899 untuk menggambarkan kondisi
khas kelemahan berfluktuasi yang sebelumnya telah dijelaskan oleh Wilhelm Erb
pada tahun 1897, Hermann Oppenheim di Berlin pada tahun 1887, dan Samuel
Goldflam di Warsawa pada tahun 1893. Kondisi ini kemudian dikenal sebagai
Miastenia Gravis (MG), sebuah kombinasi kata yang berasal dari bahasa Yunani
yang berarti kelemahan otot dan kata Latin yang berarti berat1.
Lebih dari dua pertiga dari semua pasien dengan MG dimulai dengan
gejala yang berkaitan dengan penglihatan mereka. Secara keseluruhan, rasio
perempuan yang terkena terhadap laki-laki pada MG generalisata adalah 3:2 atau
lebih tinggi. Pada myastenia okular, laki-laki lebih sering terkena, terutama
setelah usia 40 tahun. Selain itu, usia rata-rata onset untuk miastenia generalisata
adalah 33 tahun, sedangkan MG okular adalah 38 tahun. Sistem motorik okular
mungkin sangat rentan terhadap MG karena tidak dapat beradaptasi dengan cepat
terhadap kelemahan yang bervariasi. Gejala yang paling umum terlihat pada
pasien dengan MG okular adalah diplopia (penglihatan ganda), ptosis (kelopak
mata jatuh), dan tidak dapat menutup mata dengan sempurna. Dibandingkan
dengan otot rangka yang terlibat, hanya sedikit kelemahan dari otot ekstraokular
yang dapat menyebabkan diplopia dan gangguan penglihatan. Gejala ini terjadi
karena kelemahan otot yang mengontrol bola mata dan gerakan kelopak mata.
Sensitivitas cahaya akibat pupil yang lamban dapat terjadi pada beberapa pasien.
Gejala sering dipengaruhi oleh faktor lingkungan, emosional, dan fisik. Beberapa
faktor termasuk sinar matahari yang terang, suhu ekstrim, stres emosional,
penyakit, pembedahan, menstruasi, dan kehamilan. Gejala cenderung lebih buruk
pada akhir hari2.
BAB II
1

PAPER
DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

NAMA : JAYA DEV


NIM
: 110100465

TINJAUAN PUSTAKA
2.1

Anatomi Palpebra
Palpebra superior dan inferior adalah modifikasi lipatan kulit yang dapat

menutup dan melindungi bola mata bagian anterior. Berkedip melindungi kornea
dan konjungtiva dari dehidrasi. Palpebra superior berakhir pada alis mata;
palpebra inferior menyatu dengan pipi.3
Palpebra terdiri atas lima bidang jaringan utama. Dari superfisial ke dalam
terdapat lapiskulit, lapis otot rangka (orbikularis okuli), jaringan areolar, jaringan
fibrosa (tarsus), dan lapis membran mukosa (konjungtiva pelpebrae).3
1. Kulit
Kulit pada palpebra berbeda dari kulit bagian lain tubuh karena tipis,
longgar, dan elastis,dengan sedikit folikel rambut, tanpa lemak subkutan.
2. Muskulus Orbikularis okuli
Fungsi muskulus orbikularis okuli adalah menutup palpebra. Serat-serat
ototnya mengelilingi fissura palpebra secara konsentris dan meluas sedikit
melewati tepian orbita. Sebagian serat berjalan ke pipi dan dahi. Bagian otot
yang terdapat di dalam palpebral dikenal sebagai bagian pratarsal; bagian
diatas septum orbitae adalah bagian praseptal. Segmen luar palpebra disebut
bagian orbita. Orbikularis okuli dipersarafi oleh nervus facialis.
3. Jaringan Areolar
Terdapat di bawah muskulus orbikularis okuli, berhubungan degan lapis
subaponeurotik dari kulit kepala.

PAPER
DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

NAMA : JAYA DEV


NIM
: 110100465

Gambar 1. Anatomi kelopak mata potongan sagital.


(sumber: American Academy of Ophtalmology, 2012. Orbital Anatomy, In: Orbit, Eyelids, and
Lacrimal System. Chapter 1. Section 7. American Academy of Ophtalmology.)

4. Tarsus
Struktur penyokong utama dari palpebra adalah lapis jaringan fibrosa
padat yang disebut tarsus superior dan inferior. Tarsus terdiri atas jaringan
penyokong kelopak mata dengan kelenjar Meibom.
5. Konjungtiva Palpebra
Bagian posterior palpebra dilapisi selapis membran mukosa, konjungtiva
palpebra, yang melekat erat pada tarsus.

PAPER
DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

NAMA : JAYA DEV


NIM
: 110100465

Gambar 2. Anatomi Muskulus Orbikularis okuli.


(sumber: American Academy of Ophtalmology, 2012. Orbital Anatomy, In: Orbit, Eyelids, and
Lacrimal System. Chapter 1. Section 7. American Academy of Ophtalmology.)

Panjang tepian bebas palpebra adalah 27-30 mm dan lebar 2 mm. Ia


dipisahkan oleh garis kelabu (batas mukokutan) menjadi tepian anterior dan
posterior. Tepian anterior terdiri dari bulu mata, glandula Zeiss dan Moll.3
Bulu mata muncul dari tepian palpebra dan tersusun teratur. Bulu mata
atas lebih panjang dan lebih banyak dari yang di bawah dan melengkung ke atas;
bulu mata bawah melengkung ke bawah. Glandula Zeiss adalah modifikasi
kelenjar sebasea kecil yang bermuara dalam folikel rambut pada dasar bulu mata.
Glandula Moll adalah modifikasi kelenjar keringat yang bermuara ke dalam satu
baris dekat bulu mata.3
Tepian palpebra posterior berkontak dengan bola mata, dan sepanjang
tepian ini terdapat muara-muara kecil dari kelenjar sebasesa yang telah
dimodifikasi (glandula Meibom atau tarsal).3
Punktum lakrimalis terletak pada ujung medial dari tepian posterior
palpebra, berupa elevasi kecil dengan lubang kecil di pusat yang terlihat pada
palpebra superior dan inferior. Punktum ini berfungsi menghantarkan air mata ke
bawah melalui kanalikulus terkait ke sakus lakrimalis.3
Fisura palpebrae adalah ruang elips di antara kedua palpebra yang dibuka.
Fisura ini berakhir di kanthus medialis dan lateralis. Kanthus lateralis kira-kira 0,5
cm dari tepian lateral orbita dan membentuk sudut tajam.3

PAPER
DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

NAMA : JAYA DEV


NIM
: 110100465

Septum orbitale adalah fascia di belakang bagian muskularis orbikularis


yang terletak di antara tepian orbita dan tarsus dan berfungsi sebagai sawar antara
palpebra orbita. Septum orbitale superius menyatu dengan tendo dari levator
palpebra superior dan tarsus superior; septum orbitale inferius menyatu dengan
tarsus inferior.3

Fig. 13.3. Insertion lines of the extraocular muscles on the sclera as seen from: A, front; B, above; C, behind.
SR,
superior rectus; MR, medial rectus; IR, inferior rectus; LR, lateral rectus; SO, superior oblique; IO, inferior
oblique.

Gambar 3 muskulus okuli extraokular (sumber A.K. Khurana-Comprehensive


Opthalmology 4th Edition Chapter 13 Section 1)5

Retraktor palpebrae berfungsi membuka palpebra. Di palpebra superior,


bagian otot rangka adalah levator palpebra superioris, yang berasal dari apeks
orbita dan berjalan ke depan dan bercabang menjadi sebuah aponeurosis dan
bagian yang lebih dalam yang mengandung serat-serat otot polos dari muskulus
Muller (tarsalis superior). Di palpebra inferior, retractor utama adalah muskulus
rektus inferior, yang menjulurkan jaringan fibrosa untuk membungkus muskulus
obliqus inferior dan berinsersio ke dalam batas bawah tarsus inferior dan
orbicularis okuli. Otot polos dari retraktor palpebrae disarafi oleh nervus simpatis.
Levator dan muskulus rektus inferior dipasok oleh nervus okulomotoris.3,5
Pembuluh darah yang memperdarahi palpebrae adalah a. Palpebra.
Persarafan sensorik kelopak mata atas didapatkan dari ramus frontal nervus V,
sedang kelopak mata bawah oleh cabang kedua nervus V.3

PAPER
DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

NAMA : JAYA DEV


NIM
: 110100465

Gambar 3. Anatomi septum.


(sumber: American Academy of Ophtalmology, 2012. Orbital Anatomy, In: Orbit, Eyelids, and
Lacrimal System. Chapter 1. Section 7. American Academy of Ophtalmology.)

Gambar 4. Anatomi vaskularisasi kelopak mata.


(sumber: American Academy of Ophtalmology, 2012. Orbital Anatomy, In: Orbit, Eyelids, and
Lacrimal System. Chapter 1. Section 7. American Academy of Ophtalmology.)

PAPER
DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

NAMA : JAYA DEV


NIM
: 110100465

Gambar 5: Anatomi vaskularisasi mata (sumber: Vaughan & Asbury General


Opthalmology, 17th Edition)4

PAPER
DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

2.2

NAMA : JAYA DEV


NIM
: 110100465

Myastenia Gravis

2.2.1. Definisi
Myasthenia gravis (MG) merupakan penyakit autoimun di mana antibodi
memediasi kerusakan dan destruksi reseptor asetilkolin pada otot lurik. Kerusakan
yang dihasilkan dari konduksi neuromuskular menyebabkan kelemahan dan
kelelahan otot rangka. tetapi tidak otot jantung dan otot involunter7.
MG merupakan gangguan yang mempengaruhi transmisi neuromuskuler
pada otot tubuh yang kerjanya dibawah kesadaran seseorang. Karakteristik yang
muncul berupa kelemahan yang berlebihan dan umumnya terjadi kelelahan pada
otot-otot volunter dan hal itu dipengaruhi oleh fungsi saraf kranial. Pada MG
terjadi gangguan neuromuskuler yang mempengaruhi transmisi impuls pada otototot volunter tubuh7.

2.2.2. Epidemiologi
Prevalensi di negara maju yaitu 1:10.000 - 50.000 penduduk. Frekuensi
tertinggi terjadi pada umur 20-30 tahun. Wanita mempunyai resiko dua kali lebih
besar dibanding pria Puncak usia pd awitan : perempuan 20-30 th, Laki-laki
dekade 6-78.

Pada miastenia okular, laki-laki lebih sering terkena, terutama

setelah usia 40 tahun. Selain itu, usia rata-rata onset untuk MG okular adalah 38
tahun2.
2.2.3. Etiologi
Pada MG, sistem kekebalan tubuh membentuk antibodi yang menyerang
reseptor yang terdapat di sisi otot dari neuromuscular junction. Reseptor yang
dirusak terutama adalah reseptor yang menerima sinyal saraf dengan bantuan
asetilkolin (bahan kimia yang mengantarkan impuls saraf melalui junction atau
disebut juga neurotransmiter) 1, 9.

PAPER
DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

NAMA : JAYA DEV


NIM
: 110100465

Apa yang menjadi penyebab tubuh menyerang asetilkolinnya sendiri, tidak


diketahui. Faktor genetik pada kelainan autoimun tampaknya memegang peran
yang penting. Antibodi yang ada dalam sirkulasi darah dari seorang ibu hamil
yang menderita MG bisa melalui plasenta dan sampai ke janin yang
dikandungnya. Pemindahan antibodi ini bisa menyebabkan Miastenia Neonatus,
dimana bayi memiliki kelemahan otot yang akan menghilang beberapa hari
sampai beberapa minggu setelah dilahirkan. Hal-hal yang dapat menjadi etiologi
MG yaitu1, 9:

Autoimun : direct mediated antibody

Virus

Pembedahan

Stres

Alkohol

Tumor mediastinum

Obat-obatan13:
Antibiotik (aminoglikosida, siprofloksasin, ampisilin, eritromisin)
B-blocker (propranolol)
Litium
Magnesium
Prokainamid
Verapamil
Kloroquin
Prednison

2.2.4. Patofisiologi
Dalam

kasus MG terjadi

penurunan

jumlah

Acetyl

Choline

Receptor(AChR). Kondisi ini mengakibakan Acetyl Choline(ACh) yang tetap


dilepaskan dalam jumlah normal tidak dapat mengantarkan potensial aksi menuju
membran pasca sinaps. Kekurangan reseptor dan kehadiran ACh yang tetap pada
9

PAPER
DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

NAMA : JAYA DEV


NIM
: 110100465

jumlah normal akan mengakibatkan penurunan jumlah serabut saraf yang


diaktifkan oleh impuls tertentu. Inilah yang kemudian menyebabkan rasa sakit
pada pasien1, 10.
Pengurangan jumlah AChR ini dipercaya disebabkan karena proses autoimmun di dalam tubuh yang memproduksi anti-AChR bodies, yang dapat
memblok AChR dan merusak membran post sinaps. Menurut Shah pada tahun
2006, anti-AChR bodies ditemukan pada 80%-90% pasien MG. Percobaan
lainnya, yaitu penyuntikan mencit dengan Immunoglobulin G (IgG) dari pasien
penderita MG

dapat mengakibatkan gejala-gejala Myasthenic pada mencit

tersebut, ini menujukkan bahwa faktor immunologis memainkan peranan penting


dalam etiologi penyakit ini1, 10.
Alasan mengapa pada penderita MG, tubuh menjadi kehilangan toleransi
terhadap AChR sampai saat ini masih belum diketahui. Sampai saat
ini, MG dianggap sebagai penyakit yang disebabkan oleh sel B, karena sel B lah
yang memproduksi anti-AChR bodies. Namun, penemuan baru menunjukkan
bahwa sel T yang diproduksi oleh timus, memiliki peranan penting pada
patofisiologi

penyakit MG. Hal

ini

ditunjukkan

dengan

banyaknya

penderita Myasthenic mengalami hiperplasia timus dan timoma1, 10.


Pada 10-20% pasien dengan MG generalisata dan sampai dengan 50% dari
pasien dengan MG okular tidak terdeteksi antibodi untuk ACHR. Dalam kasus
seperti ini, penyakit ini sering disebut sebagai MG seronegatif. MG seronegatif
telah diakui sebagai penyakit yang dimediasi oleh antibodi, dan baru-baru ini
antibodi terhadap muscle spesific kinase (Musk) didemonstrasikan dalam serum
pasien dengan MG generalisata seronegatif. Antibodi Anti-Musk tidak ditemukan
pada MG seropositif. Pasien MG dengan antibodi telah digambarkan dengan
memiliki kelemahan bulbar dan leher serta krisis pernapasan yang lebih
menonjol11.

10

PAPER
DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

NAMA : JAYA DEV


NIM
: 110100465

Gambar 2. Pada Miastenia Gravis, proses auto-immun di dalam tubuh yang memproduksi
anti-AChR bodies8

2.2.5. Manifestasi Klinis


Manifestasi klinis paling sering muncul pada dekade ketiga, tetapi dapat
terjadi setiap saat setelah tahun pertama kehidupan, paling sering dengan ptosis
atau diplopia. Pasien dengan MG generalisata kemudian mengalami kelelahan,
yang sering diakibatkan oleh aktivitas, yang mungkin lebih buruk menjelang akhir
hari dan dipicu oleh infeksi atau stres7.
MG ditandai dengan kelemahan pada otot, yang memburuk ketika
digerakkan dan membaik ketika beristirahat. Karakteristik yang lain adalah
sebagai berikut1:

Kelemahan

otot

ekstra

okular

(Extra

Ocular

Muscle) atau

biasa

disebut ptosis. Kondisi ini terjadi pada lebih dari 50% pasien. Gejala ini
seringkali menjadi gejala awal dr MG, walaupun hal ini masih belum
diketahui penyebabnya.

Kelemahan otot menjalar ke otot-otot okular, fascial dan otot-otot bulbar


dalam rentang minggu sampai bulan.

11

PAPER
DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

NAMA : JAYA DEV


NIM
: 110100465

Pada kasus tertentu kelemahan EOM bisa tetap bertahan selama bertahuntahun

Sebagian besar mengalami kelemahan

Perbaikan secara spontan sangat jarang terjadi, sedangkan perbaikan total


hampir tidak pernah ditemukan.

Gambar 3. Pada Miastenia Gravis, kelemahan otot pertama kali muncul pada otot-otot
wajah, leher, dan rahang, baru kemudian melibatkan otot-otot tangan dan kaki

Keterlibatan okular terjadi pada 90%, kasus dan merupakan manifestasi


klinis pada 60% kasus. Dua-pertiga dari pasien mengalami ptosis dan
diplopia. Kurang dari 10% dari pasien mengalami ptosis saja, dan kurang
dari 30% mengalami diplopia saja7,12.
I. Ptosis biasanya insidious, bilateral, dan sering asimetris

Ptosis lebih buruk pada sore hari dan membaik saat bangun tidur
12

PAPER
DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

NAMA : JAYA DEV


NIM
: 110100465

Makin memburuk dengan melihat ke atas terus menerus akibat kelelahan

Jika satu mata diangkat secara manual dengan pasien melihat ke atas, mata
sebelahnya akan menunjukkan gerakan osilasi yang halus

Cogan twitch sign merupakan tanda singkat dari kelopak mata karena mata
saccade dari depresi ke posisi utama

Ice test positif: derajat ptosis membaik setelah suatu ice pack ditempatkan
di kelopak mata selama 2 menit. Tes negatif pada ptosis non-myastenik

II. Diplopia sering vertikal. meskipun salah satu atau semua otot ekstraokular dapat
terpengaruh. Pseudo-internuclear ophthalmoplegia dapat dijumpai. Pasien
dengan deviasi stabil dapat membaik dari operasi otot, injeksi toksin
botulinum atau kombinasi keduanya.

Gambar 4. Diplopia12

Diplopia merupakan gejala utama paralytic squint. Hal ini lebih jelas ke arah
otot yang paralisis. Diplopia dapat crossed (pada divergent squint) atau
uncrossed (pada convergent squint). Diplopia dapat horizontal, vertikal atau
oblik tergantung pada otot yang paralisis. Diplopia terjadi karena
pembentukan bayangan pada titik yang berbeda dari dua retina.
III. Gerakan nistagmoid, dapat terjadi pada pandangan yang ekstrim

13

PAPER
DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

NAMA : JAYA DEV


NIM
: 110100465

IV. Kebingungan. Hal ini terjadi karena pembentukan bayangan dua benda yang
berbeda pada titik-titik yang sesuai dari dua retina.
V. Nausea dan vertigo. Ini diakibatkan oleh diplopia dan kebingungan.
VI. Deviasi okular. Menifestasi ini dapat terjadi tiba-tiba.
Berikut

adalah

klasifikasi MG berdasarkan The

Medical

Scientific

Advisory Board (MSAB) of the Myasthenia Gravis Foundation of America


(MGFA) 1:
Tabel 1. Klasifikasi Miastenia Gravis1

Kelas

Manifestasi Klinis
Kelemahan otot ocular

Class I

Gangguan menutup mata


Otot lain masih normal
Kelemahan ringan pada otot selain
ocular

Class II
Otot
okular
kelemahannya

meningkat

Mempengaruhi ekstremitas
Class IIa

Class IIb

Sedikit mempengaruhi
orofaring

otot-otot

Mempengaruhi otot-otot orofaring


dan pernapasan
Juga mempengaruhi ekstremitas

Class III

Kelemahan sedang
selain ocular

pada

otot

14

PAPER
DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

NAMA : JAYA DEV


NIM
: 110100465

Meningkatnya
otot ocular

kelemahan

pada

Mempengaruhi ektremitas
Class IIIa

Class IIIb

Sedikit mempengaruhi
orofaring

otot-otot

Mempengaruhi otot-otot orofaring


dan pernapasan
Juga mempengaruhi ekstremitas
Kelemahan berat pada selain otot
okular

Class IV

Kelemahan berat pada otot okular


Mempengaruhi ekstremitas
Class Iva

Sedikit mempengaruhi
orofaring

otot-otot

Terutama mempengaruhi otot-otot


pernapasan dan orofaring
Class IVb
Juga
mempengruhi
ekstremitas

Class V

otot-otot

Pasien
yang
membutuhkan
intubasi (kecuali pada kasus pasca
operasi)
Tabel 2. Klasifikasi Miastenia Gravis1

KLASIFIKASI

KLINIS

15

PAPER
DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

KELOMPOK I
MIASTENIA
OKULAR

NAMA : JAYA DEV


NIM
: 110100465

Hanya menyerang otot otot okular, disertai


ptosis dan diplopia. Sangat ringan, tak ada kasus
kematian
KELOMPOK MIASTENIA UMUM

MIASTENIA
UMUM
RINGAN

Awitan (onset) lambat, biasanya pada mata,


lambat laun menyebar ke otot otot rangka dan
bulbar
Sistem pernapasan tidak terkena. Respon
terhadap terapi obat baik
Angka kematian rendah
Awitan bertahap dan sering disertai gejala
gejala okular, lalu berlanjut semakin berat
dengan terserangnya seluruh otot otot rangka
dan bulbar

MIASTENIA
UMUM
SEDANG

Disartria, disfagia, dan sukar mengunyah lebih


nyata dibandingkan dengan miastenia gravis
umum ringan. Otot otot pernapasan tidak
terkena
Respons terhadap terapi obat : kurang
memuaskan dan aktivitas pasien terbatas, tetapi
angka kematian rendah

MIASTENIA
UMUM
BERAT

1. Fulminan akut :
Awitan yang cepat dengan kelemahan otot
otot rangka dan bulbar dan mulai
terserangnya otot otot pernapasan
Biasanya penyakit berkembang maksimal
dalam waktu 6 bulan
Respons terhadap obat buruk
Insiden krisis miastonik, kolinergik, maupun
krisis gabungan keduanya tinggi

16

PAPER
DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

NAMA : JAYA DEV


NIM
: 110100465

Tingkat kematian tinggi


2. Lanjut :
Miastenia gravis berat timbul paling sedikit
dua tahun setelah awitan gejala gejala
kelompok I atau II
Miastenia gravis dapat berkembang secara
perlahan atau tiba tiba
Respons terhadap obat dan prognosis buruk
Miastenia dg kelemahan yg progresif dan terjadi
gagal nafas mengancam jiwa
KRISIS
MIASTENIA

Kelanjutan dari mistenia generalisata berat


Onset terjadi tiba-tiba dan biasanya dipicu oleh
infeksi saluran pernafasan atas yg berkembang
menjadi bronkhitis atau pnemoni,pekerjaan fisik
yg berlebihan, melahirkan

2.2.6. Diagnosis dan Pemeriksaan Penunjang


Diagnosis ditegakkan berdasarkan manifestasi klinis, yaitu jika seseorang
mengalami kelemahan umum, terutama jika melibatkan otot mata atau wajah, atau
kelemahan yang meningkat jika otot yang terkena digunakan atau berkurang jika
otot yang terkena diistirahatkan1, 6, 9.
Obat yang dapat meningkatkan jumlah asetilkolin dipakai untuk
melakukan pengujian guna memperkuat diagnosis. Yang paling sering digunakan
untuk pengujian adalah edrofonium. Jika obat ini disuntikkan intravena, maka
untuk sementara waktu akan memperbaiki kekuatan otot pada penderita miastenia
gravis1, 6, 9, 14.

17

PAPER
DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

NAMA : JAYA DEV


NIM
: 110100465

Gambar 5. Tes edrofonium pada MG. (a) Ptosis asimetris berat pada posisi primer; (b)
defective upgaze; (c) setelah injeksi edrofonium terdapat perbaikan yang jelas dari ptosis dan
perbaikan sedang pada upgaze pada mata kiri7.

Pemeriksaan diagnostik lainnya adalah penilaian fungsi otot dan saraf


dengan elektromiogram dan pemeriksaan darah untuk mengetahui adanya antibodi
terhadap asetilkolin. Beberapa penderita memiliki tumor pada kelenjar timusnya
(timoma), yang mungkin merupakan penyebab dari kelainan fungsi sistem
kekebalannya. CT scan dada dilakukan untuk menemukan adanya timoma1, 6.
Sebuah tes untuk memeriksa kelelahan dan kelemahan otot mata yang
dapat dilakukan oleh dokter yang memeriksanya termasuk mencoba untuk
membuka mata saat pasien mencoba untuk menahan kelopak mata tetap menutup,
kadang-kadang disebut peek sign. Hal ini dapat menyebabkan salah satu atau
kedua mata membuka, dan pasien tampak mengintip pemeriksa2.
Sleep test, yang didasarkan pada kecenderungan gejala MG untuk
membaik setelah istirahat, dapat digunakan pada anak-anak kecil dan pasien yang
memiliki alergi atau sensitivitas terhadap obat antikolinesterase seperti Tensilon.
Pasien ditempatkan dalam ruangan yang tenang dan gelap dan diminta untuk
18

PAPER
DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

NAMA : JAYA DEV


NIM
: 110100465

menutup mata mereka selama 30 menit. Pasien difoto dan gerakan mata diukur
sebelum dan sesudah istirahat. Tes ini dianggap positif jika ada perbaikan ptosis
dan / atau gerakan mata (motilitas) setelah masa istirahat 30 menit2.
Tes perbandingan pagi /sore mirip dalam konsep untuk sleep test. Pasien
difoto, dan ptosis serta motilitas okular dibandingkan pada waktu yang berbeda
sepanjang hari. Foto-foto lama sangat membantu untuk menentukan berapa lama
pasien mengalami kelemahan pada kelopak mata atas2.
Ice test adalah tes sederhana untuk MG okular pada pasien yang
mengalami ptosis. Sebuah sarung tangan yang diisi dengan es kemudian
ditempatkan di atas kelopak mata yang jatuh selama beberapa menit. Pada MG,
mata pasien dapat membuka/ matanya normal untuk waktu yang singkat setelah es
diangkat2.

Gambar 6. Ice test pada MG. (a). Ptosis asimetris; (b) aplikasi es; (c) perbaikan
ptosis7

Tes sederhana lainnya untuk ptosis adalah fatigue test. Tes ini dilakukan
dengan meminta pasien untuk melihat pada suatu objek yang dipegang oleh
19

PAPER
DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

NAMA : JAYA DEV


NIM
: 110100465

pemeriksa di depan pasien. Setelah waktu singkat kelopak mata akan terasa berat
pada orang dengan MG okular2.
2.2.7. Diagnosis Banding
Gangguan yang mungkin menyebabkan gejala yang sama dengan MG
termasuk botulisme dan Lambert Eaton Sndrome. Botulism disebabkan oleh
infeksi Clostridium botulinum yang dapat memblokir AChR dan menyebakan
kelemahan otot15.
Lambert Eaton syndrome terkait dengan tipe kanker tertentu. Kondisi ini
memperlihatkan hasil EMG yang berbeda dengan yang disebabkan oleh MG.
Obat dapat memblokir neuromuscular junction dan menyebabkan gejala yang
mirip dengan MG. Obat-obatan tersebut termasuk dibawah ini13:

Antibiotik (e.g., siprofloksasin, eritromisin, ampisilin)

Antispasmodik (e.g., triheksifenidil;)

Beta-adrenergic receptor blocking agents (e.g., propranolol, timolol)

Obat-obatan jantung (e.g., prokainamid, verapamil, quinidin)

Litium (digunakan untuk menangani mania)

Penisillamin

2.2.8. Penatalaksanaan
Secara umum, penatalaksanaan untuk MG yaitu12:
1. Terapi penyebab. Suatu pemeriksaan lengkap harus dilakukan untuk
mengetahui penyebab dan, jika mungkin, mengobatinya.
2. Terapi konservatif. Terapi ini mencakup: menunggu dan mengamati perbaikan
yang terjadi dengan sendirinya selama periode 6 bulan, vitamin B kompleks
sebagai neurotonik; dan steroid sistemik untuk inflamasi non-spesifik.
3. Terapi diplopia. Terapi ini termasuk menggunakan occluder pada mata yang
terkena, dengan penggunaan intermiten pada kedua mata dengan perubahan
postur kepala untuk menghindari supresi amblyopia.

20

PAPER
DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

NAMA : JAYA DEV


NIM
: 110100465

4. Terapi bedah. Terapi ini harus dilakukan dalam kasus dimana pemulihan tidak
terjadi dalam 6 bulan. Tujuan pengobatan adalah untuk menyediakan lapangan
yang nyaman untuk fiksasi binokular, yaitu di lapangan tengah dan kuadran
inferior. Prinsip-prinsip terapi bedah melibatkan penguatan otot yang lumpuh
dengan reseksi, dan melemahkan otot yang overacting dengan resesi.
Obat-Obatan yang dapat diberikan untuk penderita MG1, 6, 9, 10:

Mestinon

Antikolinesterase : menghambat destruksi A6h


Piridostigmin bromide (Mestinon, Regonol). Dosis awal 30-60 mg tiap 6-8
jam atau setiap 3-4 jam. Dosis optimal bervariasi tergantung kebutuhan
mulai 30-120 mg setiap 4 jam. Bila > 120 mg tiap 3 jam dapat
menimbulkan Krisis Kolinergik (G/ : dispneu, miosis, lakrimasi,
hipersalivasi, emesis, diare
Neostigmin Bromide (Prostigmin). Kerja lebih pendek. Dosis 15 mg tiap
3-4 jam

Kortikosteroid : Mulai dosis rendah (12-50 mg prednison) kemudian


dinaikkan pelan-pelan sampai respon optimal (maksimal 50-60 mg prednison).
Dosis dipertahankan sampai perbaikan mencapai plateau (biasanya 6-12
bulan). urunkan dosis sgt pelan-pelan sampai dosis pemeliharaan minimal.
Awasi efek samping obat

Imunosupresan
Obat ; azathiprine 1-2,5 mg/minggu Biasanya dipakai bersama prednison
Obat lain : Cyclosporine,Cyclophosphamide, Mycophenolate mofetil

Intravenous Imunoglobulin

Dosis : 0,4 gr/kg BB/hari selama 5 hari berturut-turut

Pada MG berat

Plasmapharesis: menghilangkan atau menurunkan antibodi yg beredar


dlmserum penderita

21

PAPER
DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

NAMA : JAYA DEV


NIM
: 110100465

Gambar 7. Rekomendasi Tatalaksana Untuk Miastenia Gravis 9

2.2.9. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada pasien MG1:

Gagal nafas

Disfagia

Krisis miastenik

Krisis kolinergik

Komplikasi sekunder dari terapi obat

Penggunaan steroid yang lama1:

Osteoporosis, katarak, hiperglikemi

22

PAPER
DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

NAMA : JAYA DEV


NIM
: 110100465

Gastritis, penyakit peptic ulcer

2.2.10. Prognosis
Pasien MG tanpa pengobatan memiliki angka kematian sebesar 25-31%.
Pada pasien MG yang mendapat pengobatan, angka kematiannya yaitu sebesar
4%1,8.
Pasien miastenia okular dan miastenia gravis generalisata cenderung
mengalami remisi dan eksaserbasi secara berkala, sehingga obat yang digunakan
untuk terapi mungkin perlu disesuaikan2.

23

PAPER
DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

NAMA : JAYA DEV


NIM
: 110100465

BAB III
KESIMPULAN
Myasthenia gravis (MG) merupakan penyakit autoimun di mana antibodi
memediasi kerusakan dan destruksi reseptor asetilkolin pada otot lurik. Kerusakan
yang dihasilkan dari konduksi neuromuskular menyebabkan kelemahan dan
kelelahan otot rangka. tetapi tidak otot jantung dan otot involunter7.
Pada miastenia okular, laki-laki lebih sering terkena, terutama setelah usia
40 tahun. Selain itu, usia rata-rata onset untuk MG okular adalah 38 tahun2.
Pada MG, sistem kekebalan tubuh membentuk antibodi yang menyerang
reseptor yang terdapat di sisi otot dari neuromuscular junction. Reseptor yang
dirusak terutama adalah reseptor yang menerima sinyal saraf dengan bantuan
asetilkolin1,9.
Manifestasi klinis paling sering muncul pada dekade ketiga, tetapi dapat
terjadi setiap saat setelah tahun pertama kehidupan, paling sering dengan ptosis
atau diplopia. Pasien dengan MG generalisata kemudian mengalami kelelahan,
yang sering diakibatkan oleh aktivitas, yang mungkin lebih buruk menjelang akhir
hari dan dipicu oleh infeksi atau stres7.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan manifestasi klinis, yaitu jika seseorang
mengalami kelemahan umum, terutama jika melibatkan otot mata atau wajah, atau
kelemahan yang meningkat jika otot yang terkena digunakan atau berkurang jika
otot yang terkena diistirahatkan1, 6, 9.
Secara umum, penatalaksanaan untuk MG yaitu terapi penyebab, terapi
konservatif, terapi diplopia, maupun terapi bedah. Pasien miastenia okular dan
miastenia gravis generalisata cenderung mengalami remisi dan eksaserbasi secara
berkala, sehingga obat yang digunakan untuk terapi mungkin perlu disesuaikan2.

24

PAPER
DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

NAMA : JAYA DEV


NIM
: 110100465

DAFTAR PUSTAKA

1. Keesey JC. 2004. Clinical Evaluation and Management of Myasthenia


Gravis. Muscle NeNe 29: 484-505. 2004.
2. Anonym. Ocular Myasthenia Gravis. Pennsylvania Association of
Western. p.1-2.
3. American Academy of Opthalmology, 2012. Orbital anatomy, In:
Orbit, Eyelids, and Lacrimal System. Chapter 1 Section 7. American
Academy of Opthalmology, p. 5-19.
4. Vaughan & Asbury's General Ophthalmology 17th Edition 2007 The
McGraw-Hill Companies. p. 12-13.
5. Khurana AK. 2007. Comprehensive Ophthalmology. New Age
International (P) Limited: New Delhi. p. 314-315.
6. S.Gold 2007. Treatment of Myasthenia Gravis. Journal of American
Society for Experimental Neurotherapics. 2007;p. 535-539.
7. Kanksi JJ. 2007. Clinical Ophthalmology: A Systematic Approach.
Butterworth Heinemann: China.p. 911-914.
8. Muscular Dystrophy Association. 2009. Facts About Myasthenia
Gravis,

Lambert-Eaton

Myasthenic

Syndrome

&

Congenital

Myasthenic Syndromes.
9. Romi F, Gilhus NE, Aarli JA. Myasthenia Gravis: Demyelinating
disease in patients with myasthenia gravis. Journal of University of
Sao Paolo Brazil, Neurology Department.2007:p. 5-7.
10. Conti-Fine BM, Milani M, Kaminski HJ. 2006. Myasthenia Gravis:
Past, Present, and Future. J. Clin. Invest. 116:28432854 (2006).
11. Bennett DLH, et al. 2005. Anti-MuSK antibodies in a case of ocular
myasthenia gravis. PostScript;564.
12. Khurana AK. 2007. Comprehensive Ophthalmology. New Age
International (P) Limited: New Delhi. p. 331-334.

25

PAPER
DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

NAMA : JAYA DEV


NIM
: 110100465

13. Pascuzzi RM. 2000. Medications and Myasthenia Gravis (A


Referrences for Health Care Professionals). p. 1-46.
14. American Academy of Opthalmology, 2012. Neuro-Opthalmology.
Chapter 1 Section 5, American Academy of Opthalmology, p309-313.
15. Yanoff M., Duker J.S. 2009. Yanoff & Duker Opthalmology. 3rd
edition Elsevier Mosby. p. 1015-1011.

26

Anda mungkin juga menyukai