PENDAHULUAN
Penyakit Tuberkulosis (TBC) adalah penyakit infeksi kronis menular yang masih tetap
merupakan masalah kesehatan masyarakat di dunia termasuk Indonesia. World Health
Organization (WHO) Report 2005 dalam Global Tuberculosis Control menyatakan terdapat 22
negara dikategorikan sebagai high-burden countries terhadap TBC. Indonesia termasuk peringkat
ketiga setelah India dan China dalam menyumbang TBC di dunia.
Sepanjang dasawarsa terakhir abad ke-20 ini, jumlah kasus baru meningkat di seluruh
dunia, TBC masih merupakan salah satu masalah penyebab tingginya angka kesakitan dan
kematian baik di negara berkembang maupun di negara maju. Demikian juga pada anak, TBC
masih merupakan penyakit mayor yang menyebabkan kesakitan pada anak. Meskipun jumlah
pastinya tidak diketahui, WHO memperkirakan 1 juta kasus baru dan 400.000 anak meninggal
setiap tahunnya karena TBC. TBC anak merupakan faktor penting dinegara-negara berkembang
karena jumlah anak berusia dibawah 15 tahun adalah 40-50% dari seluruh jumlah populasi.
Seperti halnya dinegara-negara lain, besarnya kasus TBC pada anak di Indonesia masih
relatif sulit diperkirakan karena beberapa hal. Salah satu masalah terbesar adalah sulitnya
mendapatkan diagnosis pasti melalui tes sputum karena anak-anak biasanya belum dapat
mengeluarkan sputum. Masalah lain antara lain belum adanya panduan diagnosis yang jelas,
sistem kesehatan dan surveilans yang belum bisa mendapatkan data mengenai TBC pada anak,
persepsi bahwa anak-anak tidak menularkan TBC, dan belum adanya panduan penanganan dan
dosis obat yang baku untuk anak-anak.
Obat-obat anti tuberkulosis yang ada pada umumnya cukup poten bagi anak. Selain
masalah peningkatan jumlah penduduk yang tidak diiringi dengan peningkatan kualitas hidup,
problem yang sering dihadapi dalam terapi TB ialah kurangnya kepatuhan minum obat. Sebagai
salah satu akibatnya timbul keadaan resisten terhadap OAT. Pelaksanaan DOTS dengan baik
akan dapat menanggulangi masalah tersebut.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Definisi
Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh Mycobacterium
menyebabkan meningitis TB. Bila kuman TB menginfeksi hampir seluruh organ tubuh, seperti
ginjal, jantung, saluran kencing, tulang, sendi, otot, usus, kulit, disebut TB milier atau TB
ekstrapulmoner.
Tuberkulosis pada anak didefinisikan sebagai tuberkulosis yang diderita oleh anak <15 tahun.
Seorang anak dikatakan terpapar TB jika anak memiliki kontak yang signifikan dengan orang
dewasa atau remaja yang terinfeksi TB, pada tahap ini test tuberkulin negatif, rontgen toraks
negatif. Infeksi terjadi ketika seseorang menghirup droplet nuclei Mycobacterium tuberculosis
dan kuman tersebut menetap secara intraseluler pada jaringan paru dan jaringan limfoid
sekitarnya, pada tahap ini rontgen toraks bisa normal atau hanya terdapat granuloma atau
kalsifikasi pada parenkim paru dan jaringan limfoidnya serta didapatkan uji tuberkulin yang
positif. Sementara itu, seseorang dikatakan sakit TB jika terdapat gejala klinis yang mendukung
serta didukung oleh gambaran kelainan rontgen toraks, pada tahap inilah seseorang dikatakan
menderita tuberkulosis.
2.2
Epidemiologi
Tuberkulosis, terutama TB paru, merupakan masalah yang timbul tidak hanya di negara
berkembang, tetapi juga di negara maju. Ada tiga hal yang mempengaruhi epidemiologi TB
setelah tahun 1990, yaitu perubahan strategi pengendalian, infeksi HIV, dan pertumbuhan
populasi yang cepat.
Tuberkulosis tetap merupakan salah satu penyebab tingginya angka morbiditas dan
mortalitas di dunia. World Health Organization (WHO) memperkirakan bahwa sebagian besar
2
kasus baru TB pada tahun 2005 terjadi di daerah asia tenggara, yang bertanggung jawab atas
34% dari insidens secara global.
Terdapat sekitar 9.2 juta kasus baru TB dan kira-kira 1,7 juta kematian karena TB pada
tahun 2006. Perkiraan insidensinya adalah 9,2 juta kasus baru TB pada tahun 2006. Diperkirakan
1,7 juta orang (25/100.000) meninggal karena TB pada tahun 2006, termasuk mereka yang juga
terkena infeksi HIV (200.000). Sekitar 8 -20 % kematian akibat TB terjadi pada anak.
India, Cina dan Indonesia berkontribusi lebih dari 50% dari seluruh kasus TB yang terjadi
di 22 negara dengan beban berat TB: Indonesia menempati peringkat ke-3 setelah India dan Cina
(lihat gambar 2).
Gambar 2. Posisi TB Indonesia di Dunia (2006)
Laporan mengenai TB anak jarang didapat. Diperkirakan jumlah kasus TB anak per tahun
adalah 5-6% dari total kasus TB. Tuberkulosis anak merupakan faktor penting di negara-negara
berkembang karena jumlah anak berusia <15 tahun adalah 40-50% dari jumlah seluruh populasi.
Lebih dari 250.000 anak menderita TB dan 100.000 anak akan meninggal setiap tahunnya karena
TB.
Jumlah seluruh kasus TB anak dari tujuh Rumah Sakit (RS) Pusat Pendidikan di
Indonesia selama 5 tahun (1998-2002) adalah 1086 penyandang TB dengan angka kematian yang
bervariasi dari 0-14,1%. Kelompok usia terbanyak adalah 12-60 bulan (42,9%), sedangkan untuk
bayi < 12 bulan didapatkan 16,5%.
Peningkatan jumlah kasus saat ini, diduga disebabkan oleh berbagai hal, yaitu (1)
diagnosis yang tidak tepat, (2) pengobatan tidak adekuat, (3) program penanggulangan tidak
dilaksanakan dengan tepat, (4) infeksi endemik HIV, (5) migrasi penduduk, (6) mengobati sendiri
(self treatment), (7) meningkatnya kemiskinan, dan (8) pelayanan kesehatan yang kurang
memadai.
2.2.1 Morbiditas dan Mortalitas.
Laporan mengenai TB anak jarang didapatkan. Diperkirakan jumlah kasus TB anak
per tahun adalah 5 % sampai 6 % dari total kasus TB. Di negara berkembang, tuberkulosis
pada anak berusia <15 tahun adalah 15 % dari seluruh kasus TB, sedangkan di negara maju,
angkanya lebih kecil yaitu 5-7 %.
Peningkatan jumlah kasus TB di berbagai tempat pada saat ini diduga disebabkan
oleh beberapa hal, yaitu :
1. Diagnosis yang tidak tepat
2. Pengobatan yang tidak adekuat
3. Program penanggulangan tidak dilaksanakan dengan tepat
4. Infeksi endemik virus HIV
5. Migrasi penduduk
6. Pengobatan sendiri
7. Meningkatnya kemiskinan
8. Pelayanan kesehatan kurang memadai
Tuberkulosis anak merupakan faktor penting di negara-negara berkembang karena
jumlah anak berusia dibawah 15 tahun adalah 40-50 % dari jumlah populasi.
Menurut perkiraan WHO tahun 1999, jumlah kasus TB baru di Indonesia adalah
583.000 orang per tahun dan menyebabkan kematian sekitar 140.000 orang per tahun. WHO
memperkirakan bahwa TB merupakan penyakit infeksi yang paling banyak menyebabkan
kematian anak dan dewasa.
Karena sulitnya menegakkan diagnosis TB pada anak, data TB sangat terbatas
termasuk di Indonesia. Untuk mengatasinya WHO sedang membuat konsensus diagnosis di
berbagai negara. Dengan adanya konsensus ini diharapkan tidak terjadi lagi overdiagnosos
atau underdiagnosis.
. 2.2.2 Prevalensi tuberkulin positif
Uji tuberkulin adalah uji yang di lakukan untuk mendeteksi infeksi M. Tuberkulosis,
dapat juga dipergunakan untuk mengukur prevalens infeksi. Dari prevalens infeksi dapat di
ketahui annual risk of tuberculosis infections (ARTI) dengan metode konversi. ARTI
merupakan salah satu parameter epidemiologi untuk menentukan beban penyakit TB (burden
of tuberculosis).
2.2.3 Faktor resiko.
Terbagi atas faktor resiko infeksi dan faktor resiko progresi infeksi menjadi penyakit
( resiko penyakit ).
Resiko Infeksi TB
Faktor resiko terjadinya infeksi TB antara lain adalah : anak yang memiliki kontak
dengan orang dewasa dengan TB aktif, daerah endemis, penggunaan obat-obat intravena,
kemiskinan, serta lingkungan yang tidak sehat. Faktor resiko infeksi TB pada anak yang
terpenting adalah pajanan terhadap orang dewasa yang infeksius. Berarti, bayi dari seorang
ibu dengan BTA sputum positif memiliki resiko tinggi terinfeksi TB. Semakin dekat bayi
tersebut dengan ibunya, makin besar pula kemungkinan bayi tersebut terpajan percik renik (
droplet nuclei ) yang infeksius. Resiko timbulnya transmisi kuman dari orang dewasa ke
anak-anak akan lebih tinggi jika pasien dewasa tersebut mempunyai BTA sputum yang
positif, terdapat infiltrat luas pada lobus atas atau kavitas, produksi sputum banyak dan encer,
batuk produktif dan kuat, serta terdapat faktor lingkungan yang kurang sehat, terutama
sirkulasi udara yang tidak baik.
Resiko Penyakit TB
Orang yang telah terinfeksi kuman TB, tidak selalu akan mengalami sakit TB.
Berikut ini adalah faktor-faktor yang dapat menyebabkan progresi infeksi TB menjadi sakit
TB. Faktor Resiko pertama adalah usia. Anak 5 tahun mempunyai resiko lebih besar untuk
mengalami progresi infeksi menjadi sakit TB, mingkin karena imunitas selulernya belum
berkembang sempurna. Resiko sakit TB ini akan berkurang sesuai dengan bertambahnya
usia.
Tidak sakit
TB paru
TB diseminata
Primer (tahun)
<1
(milier,meningitis)
10-20%
50%
30-40%
1-2
75-80%
10-20%
2-5
95%
5%
0,5%
5-1
98%
2%
<0,5
>10
80-90%
2-5%
10-20%
<0,5%
Faktor resiko yang lain adalah konversi tes tuberkulin dalam 1-2 tahun terakhir,
malnutrisi, keadaan imunokompromais, keganasan, transplantasi organ, pengobatan
immunosupresi, diabetes mellitus, gagal ginjal kronik, dan silikosis. Faktor yang tidak kalah
penting pada epidemiologi TB adalah status ekonomi yang rendah, penghasilan yang kurang,
kepadatan hunian, pengangguran, dan pendidikan yang rendah.
2.3
Etiologi
Agen
tuberculosis,
Mycobacterium
tuberculosis,
Mycobacterium
tuberculosis,
Mycobacterium bovis dan Mycobacterium africanum. Basil tuberkel adalah batang lengkung,
gram positif lemah, pleomorfik, tidak bergerak, tidak membentuk spora, panjang sekitar 2-4 m.
Mereka dapat tampak sendiri-sendiri atau dalam kelompok pada spesimen klinis yang diwarnai
atau media biakan. Mereka merupakan aerob obligat yang tumbuh pada media sintetis yang
mengandung gliserol sebagai sumber karbon dan garam amonium sebagai sumber nitrogen.
Mikobakteria ini tumbuh paling baik pada suhu 37-41C, menghasilkan niasin dan tidak ada
pigmentasi.
Mikobakterium tumbuh lambat, waktu pembentukkannya adalah 12-24 jam. Isolasi dari
spesimen klinis pada media sintetik padat biasanya memerlukan waktu 3-6 minggu dan uji
kerentanan obat memerlukan 4 minggu tambahan. Namun pertumbuhan dapat dideteksi dalam 13 minggu pada medium cairan selektif.
7
2.4
Patogenesis.
Paru merupakan port d entree lebih dari 98 % kasus infeksi TB. Karena ukurannya yang
sangat kecil (<5 m), kuman TB dalam droplet nuklei yang terhirup dapat mencapai alveolus.
Pada sebagian kasus, kuman TB dapat dihancurkan seluruhnya oleh mekanisme imunologis non
spesifik. Akan tetapi pada sebagian kasus, tidak seluruhnya dapat dihancurkan. Pada individu
yang tidak dapat menghancurkan seluruh kuman, makrofag alveolus akan memfagosit kuman TB
yang sebagian besar dihancurkan. Akan tetapi, sebagian kecil kuman TB yang tidak dapat
dihancurkan akan terus berkembang biak dalam makrofag, dan akhirnya menyebabkan lisis
makrofag. Selanjutnya kuman TB membentuk lesi ditempat tersebut, yang dinamakan fokus
primer Ghon.
Dari fokus primer Ghon, kuman TB menyebar melalui saluran limfe menuju kelenjar
limfe regional, yaitu kelenjar limfe yang mempunyai saluran limfe ke lokasi fokus primer.
Penyebaran ini menyebabkan terjadinya inflamasi disaluran limfe (limfangitis) dan di kelenjar
limfe (limfadenitis) yang terkena. Jika fokus primer terletak di lobus bawah atau tengah, kelenjar
limfe yang akan terlibat adalah kelenjar limfe parahilus (perihiler), sedangkan jika fokus primer
terletak di apeks paru, yang akan terlibat adalah kelenjar paratrakeal. Gabungan antara fokus
primer, limfangitis, dan limfadenitis dinamakan kompleks primer.
Waktu yang diperlukan sejak masuknya kuman TB hingga terbentuknya kompleks primer
secara lengkap disebut sebagai masa inkubasi. Masa inkubasi TB berlangsung selama 2-12
minggu, biasanya selama 4-8 minggu. Pada saat terbentuknya kompleks primer, infeksi TB
primer dinyatakan telah terjadi. Setelah terjadi kompleks primer, imunitas seluler tubuh terhadap
TB terbentuk, yang dapat diketahui dengan adanya hipersensitivitas terhadap tuberkuloprotein,
yaitu uji tuberkulin positif. Selama masa inkubasi uji tuberkulin masih negatif. Pada sebagian
besar individu dengan sistem imun yang berfungsi baik, pada saat sistem imun seluler
berkembang, proliferasi kuman TB terhenti. Akan tetapi sebagian kecil kuman TB akan dapat
tetap hidup dalam granuloma. Bila imunitas seluler telah terbentuk, kuman TB baru yang masuk
kedalam alveoli akan segera dimusnakan oleh imunitas seluler spesifik (cellular mediated
immunity, CMI ).
Setelah imunitas seluler terbentuk, fokus primer dijaringan paru mengalami resolusi
secara sempurna membentuk fibrosis atau kalsifikasi setelah mengalami nekrosis perkijuan dan
enkapsulasi, tetapi penyembuhannya biasanya tidak sesempurna fokus primer dijaringan paru.
8
Kuman TB dapat tetap hidup dan menetap selama bertahun-tahun dalam kelenjar ini, tetapi tidak
menimbulkan gejala sakit TB.
Kompleks primer dapat juga mengalami komplikasi. Komplikasi yang terjadi dapat
disebabkan oleh fokus di paru atau di kelenjar limfe regional. Fokus primer di paru dapat
membesar dan menyebabkan pneumonitis atau pleuritis fokal. Jika terjadi nekrosis perkijuan
yang berat, bagian tengah lesi akan mencair dan keluar melalui bronkus sehingga meninggalkan
rongga di jaringan paru (kavitas).
Kelenjar limfe parahilus atau paratrakeal yang mulanya berukuran normal pada awal
infeksi, akan membesar karena reaksi inflamasi yang berlanjut, sehingga bronkus akan
terganggu. Obstruksi parsial pada bronkus akibat tekanan eksternal menimbulkan hiperinflasi di
segmen distal paru melalui mekanisme ventil. Obstruksi total dapat menyebabkan ateletaksis
kelenjar yang mengalami inflamsi dan nekrosis perkijuan dapat merusak dan menimbulkan erosi
dinding bronkus, sehingga menyebabkan TB endobronkial atau membentuk fistula. Massa kiju
dapat menimbulkan obstruksi komplit pada bronkus sehingga menyebabkan gangguan
pneumonitis dan ateletaksis, yang sering disebut sebagai lesi segmental kolaps-konsolidasi.
Selama masa inkubasi, sebelum terbentuknya imunitas seluler, dapat terjadi penyebaran
limfogen dan hematogen. Pada penyebaran limfogen, kuman menyebar ke kelenjar limfe
regional membentuk kompleks primer atau berlanjut menyebar secara limfohematogen. Dapat
juga terjadi penyebaran hematogen langsung, yaitu kuman masuk ke dalam sirkulasi darah dan
menyebar ke seluruh tubuh. Adanya penyebaran hematogen inilah yang menyebabkan TB
disebut sebagai penyakit sistemik.
Penyebaran hematogen yang paling sering terjadi adalah dalam bentuk penyebaran
hematogenik tersamar. Melalui cara ini, kuman TB menyebar secara sporadik dan sedikit demi
sedikit sehingga tidak menimbulkan gejala klinis. Kuman TB kemudian mencapai berbagai
organ diseluruh tubuh, bersarang di organ yang mempunyai vaskularisasi baik, paling sering di
apeks paru, limpa dan kelenjar limfe superfisialis. Selain itu, dapat juga bersarang di organ lain
seperti otak, hati, tulang, ginjal, dan lain-lain. Pada umumnya, kuman di sarang tersebut tetap
hidup, tetapi tidak aktif, demikian pula dengan proses patologiknya. Sarang di apeks paru disebut
dengan fokus Simon, yang di kemudian hari dapat mengalami reaktivasi dan terjadi TB apeks
paru saat dewasa.
Pada anak, 5 tahun pertama setelah terjadi infeksi (terutama 1 tahun pertama) biasanya
sering terjadi komplikasi TB. Menurut Wallgren, ada tiga bentuk dasar TB paru pada anak, yaitu
penyebaran limfohematogen, TB endobronkial, dan TB paru kronik. Tuberkulosis paru kronik
adalah TB pascaprimer sebagai akibat reaktivasi kuman di dalam fokus yang tidak mengalami
resolusi sempurna. Reaktivasi ini jarang terjadi pada anak tetapi sering terjadi pada remaja dan
dewasa muda.
Tuberkulosis
pascaprimer, dapat terjadi pada 25-30% anak yang terinfeksi TB. Tuberkulosis sistem skeletal
terjadi pada 5-10% anak yang terinfeksi, paling banyak terjadi dalam 1 tahun, tetapi dapat juga
2-3 tahun setelah infeksi primer. Tuberkulosis ginjal biasanya terjadi 5-25 tahun setelah infeksi
primer.
Perjalanan alamiah
Manifestasi klinis TB di berbagai organ muncul dengan pola yang konstan, sehingga dari
studi Wallgren dan peneliti lain dapat disusun suatu kalender terjadinya TB di berbagai organ.3
10
Proses infeksi TB tidak langsung memberikan gejala. Uji tuberkulin biasanya positif
dalam 4-8 minggu setelah kontak awal dengan kuman TB. Pada awal terjadinya infeksi TB,
dapat dijumpai demam yang tidak tinggi dan eritema nodosum, tetapi kelainan kulit ini
berlangsung singkat sehingga jarang terdeteksi. Sakit TB primer dapat terjadi kapan saja pada
tahap ini.
Tuberkulosis milier dapat terjadi setiap saat, tetapi biasanya berlangsung dalam 3-6 bulan
pertama setelah infeksi TB, begitu juga dengan meningitis TB. Tuberkulosis pleura terjadi dalam
3-6 bulan pertama setelah infeksi TB. Tuberkulosis sistem skeletal terjadi pada tahun pertama,
walaupun dapat terjadi pada tahun kedua dan ketiga. Tuberkulosis ginjal biasanya terjadi lebih
lama, yaitu 5-25 tahun setelah infeksi primer. Sebagian besar manifestasi klinis sakit TB terjadi
pada 5 tahun pertama, terutama pada 1 tahun pertama, dan 90% kematian karena TB terjadi pada
tahun pertama setelah diagnosis TB.
2.5
Diagnosis.
Diagnosis paling tepat adalah ditemukannya basil TB dari bahan yang diambil dari pasien
misalnya sputum, bilasan lambung, biopsy, cairan serebrospinal, cairan pleura, tetapi pada anak
hal ini sulit dan jarang didapat, sehingga sebagian besar diagnosis TB anak didasarkan atas
11
gambaran klinis, gambaran radiologis dan uji tuberkulin, pemeriksaan laboratorium dan pada
foto rontgen dada. Pada anak, kesulitan menegakkan diagnosa pasti disebabkan oleh 2 hal, yaitu;
lokasi kerusakan jaringan TB paru primer terletak di kelenjar limfe hilus dan parenkim paru
bagian perifer, juga tingkat kerusakkan parenkim paru tidak seberat pada dewasa. Kuman
BTA baru dapat dilihat dengan mikroskop bila jumlahnya paling sedikit 5.000 kuman dalam
1 ml dahak
diperlukan bilasan lambung yang diambil melalui nasogastrik tube (NGT) dan harus
dilakukan oleh petugas yang berpengalaman. Dahak yang representatif untuk dilakukan
pemeriksaan mikroskopik adalah dahak yang kental dan purulen, berwarna hijau
kekuningan dengan volume 3-5 ml.
Untuk itu penting memikirkan adanya TB pada anak kalau terdapat keadaan atau tandatanda yang mencurigakan.
a.
b.
c.
12
Faktor yang berperan adalah kuman TB, penamu, serta interaksi antara keduanya.
Faktor kuman bergantung pada jumlah kuman dan virulensi, sedangkan factor penjamu
bergantung pada usia dan kompetensi imun serta kerentanan penjamupada awal
terjadinya infeksi. Anak kecil sering kali tidak menimbulkan gejala walaupun sudah
tampak pembesaran kelenjar hilus pada foto thoraks. Manifestasi klinis terbagi dua, yaitu
manifestasi sistemik dan manifestasi spesifik organ/local.
Manifestasi klinis TB dapat muncul secara berurut sehimgga dari studi wallgreen
dan peniliti lain, dapat disusun suatu timetable terjadinya TB di berbagai organ. Proses
infeksi TB tidak langsung memberikan gejala. Uji tuberculin biasanya positif dalam 4-8
minggu setelah kontak awal dengan kuman TB. Pada awal terjadinya infeksi TB, dapat
dijumpai demam yang tidak tinggi dan eritema nodosum, tetapi kelainan kulit ini jarang
di jumpai pada anak. Sakit TB dapat terjadi kapan saja dalam tahap ini.TB millier dapat
terjadi setiap saat, tetapi biasanya berlangsung dalam 3-6 bulan pertama setelah infeksi
TB, begitu juga meningitis TB. TB pleura terjadi dalam 3-6 bulan pertama setelah infeksi
TB. TB tulang dan sendi terjadi dalam tahun pertama walaupun dapat terjadi dalam tahun
kedua dan ketiga. Tb ginjal biasanya terjadi lebih lama, yaitu 5-25 tahun kemudian.
Sebagian besar manifestasi klinis sakit TB terjadi dalam 5 tahun petama, terutama pada 1
tahun pertama, dan 90% kematian karena TB terjadi dalam tahun pertama setelah
diagnosis TB.
Manifestasi sistemik.
Adalah gejala yang bersifat umum dan tidak spesifik karena dapat di sebabkan
berbagai penyakit atau keadaan lain. Sebagaian besar anak yang terkena TB tidam
menunjukan gejala dan tanda selama beberapa waktu. Sesuai dengan kuman TB yang
lambat membelah, manifestasi klinis TB umumnya berlangsung lambat dan perlahan.
Salah satu gejala yang sering teerjadi adalah demam.
TB paru
- Tidak khas
- Tidak selalu ada batuk dan produksi sputum seperti pada orang dewasa
- Tanda cairan di dada
- Dada sakit
TB abdomen/usus
- Diare persisten tidak sembuh dengan pengobatan diare
- Benjolan-benjolan dalam abdomen
- Tanda cairan di abdomen
TB Mata
- Konjungtivitis fliktenularis
- Tuberkel koroid(hanya terlihat dengan funduskopi)
TB Diseminasi
Mengenai banyak organ tubuh dengan gejala demam lama, mual, muntah, diare,
biru, sesak napas dll.
2.5.2 pemeriksaan penunjang.
Uji tuberkulin
Nilai diagnostik tinggi, sensitivitas dan spesifisitas >90%
- Cara mantoux, IK 0,1 ml PPD RT-23 2 TU atau PPD S 5TU di volar lengan bawah.
- Pembacaan 48-72 jam setelah pnyuntikkan
- Diukur Indurasi yang timbul, bukan hiperemi
- Dilaporkan dalam millimeter. Bila tidak timbul indurasi sama sekali, hasilnya
dilaporkan 0 mm, jangan negative
- Interpretasi :
Diameter 0-4 mmuji tuberkulin negative
Diameter 5-9 mmpositif meragukan (k/M.atipik dan BCG, atau memang
infeksi TBC)
Diameter 10 mmpositif
Gambar 5. Uji tuberkulin (Mantoux tes)
15
Pada balita yang telah mendapat BCG, diameter indurasi 10-15 mm masih mungkin
karena BCG-nya selain karena infeksi TB alamiah. Bila ukuran 15 mm, lebih mungkin
karena infeksi TB alamiah.
Uji tuberkulin positif pada:
1.Infeksi alamiah TB
Pasca terapi TB
2.Imunisasi BCG
3.Infeksi M.atipik/M.leprae
Uji tuberkulin negatif pada:
1.Tidak ada infeksi TB
2.Masa inkubasi infeksi TB
3.Anergi/penekanan sistem imun
Tabel 2. Klasifikasi indivindu berdasarkan status tuberkulosis
16
kelas
Pajanan
Infeksi
Sakit
(kontak dengan
(uji tuberculin
(uji tuberculin,
Pasien tb aktif)
positif)
klinis dan
penunjang positif)
-
Tabel 3. Sebab-sebab hasil positif palsu dan negatif palsu pada uji tuberkulin mantoux
Positif palsu
Penyuntikan salah
Interpretasi tidak betul
Reaksi silang dengan Mycobacterium atipik
Negatif palsu
Masa inkubasi
Penyimpanan tidak baik dan penyuntikan salah
Interpretasi tidak beul
Menderita tuberkulosis luas dan berat
Disertai infeksi virus ( campak, rubella, cacar air, influenza, HIV)
Demam
Malnutrisi
Sarkoidosis
Psoriasis
uremia
kekurangan komplemen
Radiologis
-Gambaran rontgen paru pada TB tidak khas
-Rontgen paru normal (tidak terdeteksi)tidak menyingkirkan diagnosis TB jika klinis
dan pemeriksaan penunjang lain mendukung
-Pemeriksaan rontgen paru saja tidak dapat digunakan untuk mendianosis tubekulosis
17
Bila ditemukan gambaran klinis ringan, namun gambaran radiologis berat, harus dicurigai
TB.
Serologis
Pada anak, terutama anak kecil, sulit mendapatkan specimen untuk untuk
pemeriksaan basil TB. Karena sulitnya maka dicari alternatif yang mudah pelaksanaanya
yaitu pemeriksaan serologis (pemeriksaan imunitas humoral). Selain itu pada awalnya
dengan pemeriksaan serologis diharapkan dapat membedakan antara infeksi dan sakit TB.
Namun sampai saat ini belum ada satupun pemeriksaan serologis yang dapat memenuhi
harapan itu. Beberapa pemeriksaan serologis yang ada diantaranya PAP TB, mycobat,
ICT dan lain-lain. Semua pemeriksaan ini masih dalam taraf penelitian untuk pemakaian
klinis praktis.
1.
2.
3.
Patologi anatomik
Gambaran granuloma; perkijuan atau area nekrosis kaseosa ditengah granuloma.
Sel datia langhans
Spesimen: limfadenopati kolli, dengan biopsy aspirasi jarum halus/FNAB.Namun
sulit dibedakan dengan infeksi M.atipik dan limfadenitis BCG (nelson edisi 15)
Bakteriologis
Diagnosis kerja TB biasanya dibuat berdasarkan gambaran klinis, uji tuberculin
dan gambaran radiologis paru. Diagnosis pasti kalau ditemukan kuman tuberculosis pada
pemeriksaan mikrobiologis. Pemeriksaan mikrobiologis yang dilakukan terdiri dari 2
macam yaitu pemeriksaan mikroskopis hapusan langsung untuk menemukan basil tahan
asam (BTA) dan pemeriksaan biakan kuman M.tuberkulosis.
2.6
Penegakan diagnosis.
18
Pada uraian diatas terlihat bahwa tidak ada satupun data klinis maupun penunjang selain
pemeriksaan bakteriologis yang dapat memastikan diagnosis TB perlu analisis kritis terhadap
sebanyak mungkin fakta. Diagnosis TB tidak dapat ditegakkan hanya dari anamnesis,
pemeriksaan fisis atau pemeriksaan penunjang tunggal misalnya hanya dari pemeriksaan
radiologis. Karena sulitnya menegakkan diagnosis TB pada anak, banyak usaha membuat
pedoman diagnosis TB dengan sistem skoring dan alur diagnostik.Misalnya pedoman yang
dibuat oleh WHO,Stegen and jones, dan UKK Pulmonologi PP IDAI.
Jika dijumpai pasien dengan gambaran milier, kavitas atau efusi pleura pada foto rontgen,
terdapat tanda-tanda bahaya, seperti kejang, kaku kuduk dan penurunan kesadaran, serta tanda
kegawatan lain, misalnya sesak napas; pasien harus dirawat inap di rumah sakit. Sedangkan bila
dijumpai gibbus dan koksitis, pasien harus dikonsultasikan ke bedah ortopedi dan neurologi
anak.Tatalaksana yang lebih lengkap pada keadaan-keadaan khusus diatas, dapat dilihat pada
Bab Tuberkulosis dengan keadaan khusus.
Untuk mendiagnosis TB di sarana yang memadai, sistem skoring digunakan sebagai uji
tapis. Setelah itu dilengkapi dengan pemeriksaan penunjang lainnya, seperti bilasan lambung
(BTA dan kultur M.tuberkulosis), patologik anatomi, pungsi pleura, pungsi lumbal,CT-scan,
funduskopi, serta foto Rontgen tulang dan sendi.
19
Sistem skoring :
Penurunan BB merupakan gejala umum yg sering ditemui, yg disebut penurunan
BB adalah apabila terjadi penurunan 2 bulan berturut-turut. Demam lama: >/= 2 minggu,
tanpa sebab yang jelas.
2.7
Tata laksana.
Tatalaksana TB pada anak merupakan suatu kesatuan yang tidak dapat di pisahkan antara
EMB tidak diberikan pada anak yang belum dapat dilakukan pemeriksaan
penglihatan
- EMB dapat diberikan pada anak dengan TB berat dan resisten obat lain
- dosis 15-20 mg/kg/hari, maks 1,25 gram/hari, dosis tunggal
Streptomisin
- Bakterisid dan bakterostatik kuman ekstrasel pada keadaan basa atau netral
- Jarang digunakan, namun penting pada resisten obat
- Dosis 15-40 mg/kg/hari, maks 1 gram/hari,IM
- Sangat baik melewati selaput otak yang meradang, namun tidak dapat
-
Nama obat
Isoniazid
Dosis harian
(mg)kg)hr)
5-15
Dosis maksimal
(mg)kg)hr)
300
Rifampisin
10-20
600
Pirazinamid
Etambutol
15-30
15-20
2000
1250
steptomicin
15-40
1000
Efek samping
Hepatitis,neuritis
perifer,hipersensit
ifitas.
Gastrointestinal,
reaksi kulit,
hepatitis,
trombositopeni,
peningkatan
enzim hati, cairan
tubuh berwarna
merah oranye
kemerahan.
Toksisitas hepar,
atralgia,
gastrointestinal.
Neuritis optic,
ketajaman mata
berkurang, buta
warna merah
hijau,
21
hipersensitivitas,
gastrointestinal.
Ototoksik,
nfrotoksik.
* Bila INH dikombinasi dengan rifampisin, dosisnya tidak boleh melebihi 10mg/kgBB/hari.
** rifampisisn tidak boleh diracik dalam satu puyer dengan OAT lain karena dapat mengganggu
bioavaibilitas rifampisin
Panduan obat TB
- Prinsip dasar pengobatan TB : minimal 2 macam obat, 6-12 bulan
- Pengobatan dibagi dalam 2 fase :
- Fase intensif (2 bulan pertama); RHZ
- Fase lanjutan;RH
- Pada TB berat (pulmonal/ekstrapulmonal);TB milier, Meningitis TB, TB tulang
dan lain-lain:
Fase intensif minimal 4 macam obat; (RHZE/S)
Fase lanjutan; RH selama 10 bulan
Diberikan kortikosteroid (prednison) 1-2 mg/kg/hari, dibagi 3 dosis selama 2-4
minggu dosis penuh, dilanjutkan tappering off 2-4 mgg.
22
2 bulan
RHZ (75/50/150 mg)
1 tablet
4 bulan
RH (75/50 mg)
1 tablet
10-19
2 tablet
2 tablet
20-32
4 tablet
4 tablet
Catatan
Rifampisin
Penyebab:
Pemakaian obat tunggal
Pencampuran obat yang tidak dilakukan secara benar
Kurangnya kepatuhan minum obat
Non-medikamentosa.
Pendekatan DOTS
Hal yang paling penting pada tata laksana tuberculosis adalah keteraturan minum
obat.Pasien TB biasanya telah menunjukkan perbaikan beberapa minggu setelah
23
pengobatan
sehingga
merasa
telah
sembuh
dan
tidak
melanjutkan
dilakukan
dengan
cara
pemeriksaan
radiologis
dan
BTA
sputum.Selain itu perlu dicari pula anak lain disekitarnya yang mungkin tertular dengan
cara uji tuberculin.
24
Sebaliknya jika ditemukan pasien TB dewasa aktif maka anak di sekitarnya atau
yang kontak erat harus ditelusuri ada atau tidaknya infeksi tuberkulosis. Pelacakkan
tersebut dilakukan dengan cara anamnestik, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang yaitu uji tuberculin.
Aspek Sosial Ekonomi
Keterkaitan TB dengan masalah sosial ekonomi sangatlah erat. Pengobatan TB
secara adekuat memerlukan biaya yang cukup besar. Selain itu diperlukan penanganan
gizi yang baik.
Edukasi ditujukan kepada pasien dan keluarganya agar mengetahui tentang
tuberkulosis. Pasien TB anak tidak perlu diisolasi karena sebagian besar TB pada anak
tidak ditularkan pada anak yang lain.
Pencegahan
1. BCG
Imunisasi BCG diberikan pada usia sebelum 2 bulan.Dosis untuk bayi sebesar
0.05 ml dan untuk anak 0,10 ml diberikan intrakutan di daerah insersi otot deltoid
kanan .Bila BCG diberikan pada usia lebih dari 3 bulan, sebaiknya dilakukan uji
tuberculin lebih dulu.Insidens TB anak yang mendapat BCG berhubungan dengan
kualitas vaksin yang digunakan, pemberian vaksin, jarak pemberian vaksin dan
intensitas pemaparan infeksi.BCG efektif untuk mencegah milier, meningitis dan
spondilitis TB pada anak.BCG memberikan perlindugan terhadap milier TB, meningitis
TB, TB tulang dan sendi dan kavitas sedikitnya 75%.BCG ulangan tidak dianjurkan
mengingat efektivitas perlindungannya hanya 40%.BCG relative aman, jarang ada efek
samping serius, yang sering ditemukan ulserasi local dan limfadenitis.Kontraindikasi
pemberian imunisasi BCG:defisiensi imun, infeksi berat, luka bakar
2.Kemoprofilaksis
Kemoprofilaksis primer bertujuan untuk mencegah terjadinya infeksi TB pada
anak, sedangkan kemoprofilaksis sekunder mencegah aktifnya infeksi sehingga anak
tidak
sakit.Pada
kemoprofilaksis
primer
diberikan
INH
dengan
dosis
5-10
mg/kg/bb/hari, dosis tunggal, pada anak yang kontak dengan TB menular, terutama
dengan BTA sputum positif, tetapi belum terinfeksi(uji tuberkulin negative).Obat
25
dihentikan bila sumber kontak sudah tidak menular lagi dan anak ternyata tetap tidak
infeksi(setelah uji tuberkulin ulangan).
Kemoprofilaksis sekunder diberikan pada anak yang telah terinfeksi, tetapi belum
sakit, ditandai dengan uji tuberculin positif, klinis, dan radiologis normal.Anak yang
mendapat kemoprofilaksis sekunder adalah usia balita, menderita morbili, varisela dan
pertusis mendapat obat imunosupresif yang lama(sitostatik dan kortikosteroid), usia
remaja dan infeksi TB paru, konversi uji tuberculin dalam waktu kurang dari 12 bulan.
2.8
26
berupa bengkak, kaku, kemerahan dan nyeri pada pergerakan. Tidak jarang hanya
gejala pembengkakan saja yang dikeluhkan..
Penatalaksanaan
Tatalaksana TB tulang dan sendi adalah dengan obat antituberkulosis rifampisisn,
INH, PZA, dan etambutol. Rifampisisn dan INH diberikan selama 12 bulan,
sedangkan PZA dan etambutol diberiakn selam 2 bulan pertama. Selain
medikamentosa terapi suportif juga dapat diberikan.
4. Tuberkulosa sistem saraf pusat.
Tuberculosis pada system saraf pusat ditemukan dalam 3 bentuk; meningitis,
tuberkuloma, araknoiditis spinalis, gejala dan tanda meningitis TB dapat dibagi
menjadi 3 fase. Fase prodormal berlangsung 2-3 minggu, ditandai dengan malaise,
sefalgia, demam tidak tinggi, dan dapat dijumpai perubahan kepribadian. Fase
meningitik sebagai fase berikutnya dengan tanda neurologis yang lebih nyata seperti
meningismus, sefalgia hebat, muntah, kebingungan, dan nyata kelainan saraf kranialis
dalam berbagai derajat, fase paralitik merupakan fase percepatan penyakit, gejala
kebingungan berlanjut ke stupor dan koma, kejang, dan hemiparesis.
Penatalaksaan
Terapi segera di berikan tanpa ditunda lagi bila ada kecurigaan klinis ke arah
meningitis TB. Terapi sesuai dengan konsep baku yaitu 2 bulan fase intensif dengan 4
obat, INH, dan rifampisisn dan PZA, serta etambutol. Dilanjutkan dengan 2 obat,
INH dan rifampisisn hinngga 12 bulan. Bukti klinis kloinis mendukung penggunaan
stroid pada meningitis TB sebagai terapi ajuntivitus. Steroid yang dipakao prednoson
dengan dosis 1-2 mg/kg BB/hari, 4 minggu dosis penuh dan 4 minggu penurunan
dosis bertahap (tapering off).
5. Tuberculosis kulit
Tuberculosis kulit dapat melalui dua mekanisme, pertama infeksi primer atau
inokulasi langsung kuman TB di kulit, dan yang kedua TB pasca primer salah satunya
adalash limfadaenitis TB yang pecah ke kulit. Di antar TB kulit, secara klinis
skrofuloderma merupakan yang paling khas dan merupakan manifestasi TB dui kulit
yang paling sering di jumpai pada anak. Skrofuloderma terjadi akibat penjalaran
perkontinuitum dari kelenjar getah bening yang terkena TB
Penatalaksanaan
Tatalaksana skrofuloderma sama dengan sama dengan tatalaksana TB paru pada
anak yaitu dengan pemberian OAT berupa rifampisisn, INH, dan pirazinamid. Lama
28
pirazinamid selam 2 bulan. ASI tetap diberikan dan tidak perlu kuatir akan kelebihan
dosis OAT karena kandungan OAT dalam ASI sanagat kecil.
2.8.4. Tuberculosis dengan HIV
Meningkatnya prevalensi HIV membawa dampak peningkatan insidens TB serta
masalah TB lainya, misalnya TB diseminata (milier) TB ekstrapulmonal, serta-multi
drugs resistance
HIV menyebabkan imunokompromais pada anak sehingga diagnosis dan tata laksana TB
pada anak menjadi lebih sulit karena faktor-faktor berikut:
beberapa penyakit yang erta kaitanya dengan HIV, termasuk TB banyak
dapat
terjadi
kesulitan
dalam
piata
laksanaan
dan
karena gejalanya tidak khas, dibuatlah suatu kesepakatan penanggulangan TB anak oleh
beberapa pakar. UKK pulmonologi PP IDAI telah membuat consensus Nasional Diagnosis dan
30
Tatalaksana TB pada
aanak yang telah tersebar luas dan telah diadopsi oleh Departemen
31
parameter
Kontak TB
0
Ttidak jelas
Uji
tuberkulin
negatif
1
2
laporankeluarga , BTA Kavitas
(+) BTA
(-) atau tidak tahu
tidak jelas
3
+
BTA
10 mm atau>5 mm pada keadaan
positif
imunosupresi
Berat
badan/keadaa
n gizi
Demam tanpa
sebab jelas
>2 minggu
Batuk
>3 minggu
( KMS ) atau
BB
<
U
Pembesaran
kelenjar limfe
kolli, aksilla,
inguinal
Pembengkak
an
tulang/sendi
panggul,
lutut, falang
Ada pembengkakan
Foto rontgen
thoraks
Normal/tida
k jelas
infiltrat
Klinis
gizi buruk
(BB/U<6
0)
Kalsifikasi +
infiltrate
Pembesaran
kelenjar +
infiltrat
Pembesaran
kelenjar
Konsolidasi
segmental/lob
a
atelektasis
Setelah dokter melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang,
mka dilakukan pembobotan dengan system scoring. Pasien dengan jumlah skor yang lebih atau
sama dengan 6 (>6), harus di tatalaksana sebagai pasien TB dan mendapat OAT (obat anti
tuberculosis).
32
BAB III
KESIMPULAN
Masalah TB pada ank adalah masalah diagnosis karena belum adanya prosedur diagnostic
yang menjadi true gold standart. Hal ini juga akan berdampak juga dalam terapi, yaitu dalam
menentukan kriteria sembuh atau penghentian terapi. Kekeliruan, kesalahan, ketidaktepatan yang
lazim terjadi pada TB anak, dapat ditemukan dalam diagnosis dan terapi. Pada diagnosis yaitu
terhadap gejala kliis dan pemeriksaan penunjang, sedangkan pada terapi yaitu regimen dan
evaluasi terapi. Selayaknya kita harus menelaah secara kritis terhadap hal-hal tersebut, sehingga
pifak pada TB anak dapat kita hilangkan atau paling tidak diminimalkan
33
DAFTAR PUSTAKA
34