Anda di halaman 1dari 6

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Bedah sesar adalah suatu histerotomia untuk melahirkan janin dari dalam
rahim didentifikasikan sebagai suatu cara melahirkan janin dengan membuat
sayatan pada dinding uterus melalui dinding depan perut (Mochtar 2011). Bedah
sesar dilakukan ketika perkembangan persalinan terlalu lambat atau ketika janin
tampak berada dalam masalah, seperti ibu mengalami perdarahan vaginal, posisi
melintang (tubuh janin membujur melintang), bentuk dan ukuran tubuh bayi yang
besar atau persalinan dengan usia ibu yang tidak muda lagi atau sekitar usia 35-40
tahun (Janiwarty & Pieter 2013).
WHO memperkirakan bahwa angka kejadian persalinan dengan bedah
sesar sekitar 10-15% dari semua proses persalinan. Di negara maju seperti
Amerika Serikat terjadi peningkatan persentase kejadian bedah sesar, pada tahun
1970 total persalinan bedah sesar mencapai 5,5%, tahun 1988 sebesar 24,7%,
tahun 1996 sebesar 20,7% dan tahun 2006 sebesar 31,1% (MacDorman
et al. 2008). Di Indonesia terjadi peningkatan persalinan bedah sesar dari tahun
2001 sampai 2006 yaitu sebesar 17% meningkat menjadi 27,3%. Kejadian bedah
sesar disetiap daerah berbeda-beda, untuk daerah Solo kejadiannya mencapai 55%
sedangkan di Denpasar 18,2%, hal ini dipengaruhi oleh faktor ekonomi pasien
(Varjacic et al. 2010). Menurut penelitian Purnamaningrum (2013) persalinan
bedah sesar tahun 2011 dan 2012 di RSUD Moewardi mengalami peningkatan

yang signifikan. Pada tahun 2011 sebanyak 512 pasien dan tahun 2013 sebanyak
1688 pasien. Sedangkan pada tahun 2013 terdiri dari 1547 pasien.
Wanita yang melakukan persalinan secara bedah sesar memiliki resiko
infeksi lebih besar 5-20 kali lipat dibandingkan pesalinan normal. Meningkatnya
kejadian bedah sesar maka diikuti juga dengan kejadian infeksi luka operasi (ILO)
(Hidajat & Nungki 2009). Infeksi Luka Operasi (ILO) merupakan salah satu
komplikasi pasca bedah yang ditakuti oleh dokter spesialis bedah dan merupakan
masalah yang serius, karena dapat meningkatkan morbilitas dan lama perawatan.
Antibiotik profilaksis merupakan antibiotik yang diberikan sebelum
tindakan bedah sesar. Penggunaan antibiotik profilaksis pada bedah sesar telah
terbukti secara menyakinkan dapat mencegah atau mengurangi kejadian infeksi,
sehingga penggunaannya dianjurkan secara luas (Hidajat & Nucki 2009).
Antibiotik profilaksis yang sering digunakan dalam persalinan bedah sesar
yaitu golongan penisilin (ampisilin) dan golongan sefalosporin Generasi I
(sefazolin). Antibiotik tersebut telah terbukti efektif sebagai antibiotik profilaksis
pada bedah sesar (Smaill & Gyte 2010). Data penelitian menunjukan penggunaan
Antibiotik Profilaksis tunggal yang sering digunakan di RSUD Dr. Moewardi
adalah Ceftriaxone (96 %) dan Cefazolin (4%) (Arsyad 2013).
Obat merupakan bagian penting dari pelayanan kesehatan terutama dalam
rangka upaya memilih jenis terapi untuk pelayanan kesehatan, terutama bagi
masyarakat rentan harus dipikirkan penggunaan yang tepat yaitu tepat jenis,
jumlah dan kualitas. Obat juga harus dipertimbangkan dari segi perhitungan biaya
sehingga terjangkau oleh masyarakat (Budiharto & Soewarta 2008). Menurut
Janis (2014) menyatakan bahwa kebijakan BPJS akan meningkatkan permintaan

terhadap pelayanan kesehatan bagi masyarakat yang selama ini kurang mampu
untuk membayar jasa kesehatan.
Analisis cost effectiveness merupakan salah satu cara untuk memilih dan
menilai program yang terbaik bila terdapat beberapa program yang berbeda
dengan tujuan yang sama tersedia untuk dipilih. Kriteria penilaian program mana
yang akan dipilih adalah berdasarkan discounted unit cost dari masing-masing
alternatif program sehingga program yang mempunyai discounted unit cost
terendahlah

yang

akan dipilih

oleh para analisis/pengambil

keputusan

(Tjiptoherijanto & Soesetyo 2008).


Penggunaan antibiotika yang tidak tepat akan meningkatkan pengeluaran
biaya baik bagi pasien maupun bagi rumah sakit sendiri dan pemerintah. Hal ini
memicu perlunya gambaran cost effectiveness

pada pengobatan bedah sesar.

Harga antibiotika termasuk mahal dibandingkan obat yang lain, jika pemberian
dan penggunaan antibiotika tidak tepat akan memperparah dan memperlama
kesembuhan pasien, sehingga memperbesar biaya rawatan pasien.
Penelitian ini mengacu pada penelitian terdahulu yaitu hasil penelitian
Achmad (2010) dengan judul analisa efektivitas biaya sefazolin dan seftriakson
sebagai antibiotik profilaksis pada pasien bedah sesar di Instalasi Bedah Sentral
RSUD Sleman Yogyakarta, diketahui bahwa nilai rasio seftriakson (163.175) lebih
cost-effective dibandingkan dengan sefazolin (369.325). Hasil penelitian Sary
(2007) dengan judul analisis efektivitas biaya penggunaan sefotaksim pada pasien
bedah caesar di Rumah Sakit Umum Daerah M. Yunus Bengkulu, penggunaan
antibiotika profilaksis sefotaksim dengan rata rata biaya Rp 225.153,30 dan lama
luka kering (3,8) paling cost-effectiveness dibandingkan dengan penggunaan
sefotaksim-metronidazol dan sefotaksim-dumazol. Hasil penelitian Urip (2012)

dengan judul analisis efektivitas biaya pada kasus bedah sesar yang menggunakan
antibiotika profilaksis di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan
Pada Tahun 2010, berdasarkan perhitungan Average Cost Effectiveness Ratio
(ACER) diperoleh bahwa efektivitas biaya penggunaan antibiotik pada bedah
sesar elektif yang lebih baik adalah antibiotik multidosis antara ampicilin dan
gentamisin injeksi dengan cefadroksil oral. Efektivitas biaya pada bedah sesar
non-elektif yang lebih baik adalah cefotaxim injeksi dengan cefadroksil oral.
Berdasarkan data dan uraian tersebut penulis ingin melakukan penelitian
tentang analisa

efektivitas biaya ceftriaxone dan cefazolin sebagai antibiotik

profilaksis pada pasien BPJS yang menjalani bedah sesar di Instalasi Rawat Inap
RSUD Dr.Moewardi tahun 2015, dengan alasan berdasarkan data dari Rumah
Sakit tersebut, jumlah pasien bedah sesar BPJS semakin meningkat dan
merupakan salah satu Rumah Sakit rujukan terbesar di Kota Surakarta terutama
untuk pasien dengan BPJS. Analisis cost effectiveness dapat memberi masukan
kepada klinisi Rumah Sakit untuk menyeimbangkan biaya dan outcome yang
menguntungkan bagi pasien. Analisis cost effectiveness juga dapat memberi
masukan kepada Pemerintah untuk menyeimbangkan biaya dan outcome yang
menguntungkan masyarakat guna meningkatkan taraf hidup masyarakat dibidang
kesehatan.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, selanjutnya dapat dirumuskan
permasalahan sebagai berikut :
1. Berapa besar persentase efektivitas dari penggunaan antibiotik profilaksis
ceftriaxone dan cefazolin pada pasien rawat inap yang menjalani bedah sesar di
RSUD Dr. Moewardi tahun 2015?

2. Berapa besar total biaya rata-rata penggunaan antibiotik profilaksis ceftriaxone


dan cefazolin pada pasien yang menjalani bedah sesar di Instalasi Rawat Inap
RSUD Dr. Moewardi tahun 2015?
3. Antibiotik profilaksis manakah yang lebih cost-effectiveness pada pasien yang
menjalani bedah sesar di Instalasi Rawat Inap di RSUD Dr. Moewardi tahun
2015 berdasarkan Average CostEffectiveness Ratio (ACER) dan Incremental
Cost Effectiveness Ratio (ICER)?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui :
1. Persentase efektivitas dari penggunaan antibiotik profilaksis ceftriaxone dan
cefazolin pada pasien rawat inap yang menjalani bedah sesar di RSUD Dr.
Moewardi tahun 2015.
2. Total biaya rata-rata penggunaan antibiotik profilaksis ceftriaxone dan
cefazolin pada pasien yang menjalani bedah sesar di Instalasi Rawat Inap
RSUD Dr. Moewardi tahun 2015.
3. Antibiotik profilaksis yang lebih cost-effectiveness pada pasien yang menjalani
bedah sesar di Instalasi Rawat Inap di RSUD Dr. Moewardi tahun 2015
berdasarkan Average CostEffectiveness Ratio (ACER) dan Incremental Cost
Effectiveness Ratio (ICER).
D. Manfaat Penelitian
Manfaat dilakukannya penelitian ini adalah :
1. Bagi Rumah Sakit dapat digunakan sebagai suatu masukan dalam rangka
evaluasi terhadap biaya pengobatan bedah sesar dan umumnya pada pihak
manajemen serta dapat digunakan sebagai tambahan perbendaharaan ilmu
pengetahuan dalam melakukan analisa biaya guna untuk meningkatkan
pelayanan di masa mendatang.

2. Bagi Institusi Pendidikan sebagai media informasi ilmiah dalam pendidikan


manajemen farmasi Rumah Sakit dan aplikasinya di lapangan.
3. Bagi Penulis berguna untuk memperluas wawasan dan kemampuan berfikir
dan menambah pengalaman dalam melakukan analisis biaya.
4. Bagi pihak lain sebagai bahan masukan dan inspirasi untuk melakukan
penelitian lebih lanjut.

Anda mungkin juga menyukai