Anda di halaman 1dari 8

1.

definisi anemia
Anemia adalah kondisi dengan keadaan hb di bawah normal. Anemia dalam
kehamilan adalah kondisi ibu dengan kadar hemoglobin dibawah 11gr % pada
trimester 1 dan 3 atau kadar < 10,5 gr % pada trimester 2, nilai batas tersebut
dan perbedaannya dengan kondisi wanita tidak hamil, terjadi karena hemodilusi,
terutama pada trimester 2 (Cunningham. F, 2005). Anemia yang paling sering
dijumpai dalam kehamilan adalah anemia akibat kekurangan zat besi karena
kurangnya asupan unsur besi dalam makanan.
2. Faktor resiko anemia

Faktor yang mempengaruhi kejadian anemia pada ibu hamil


1. Umur Ibu
Menurut Amiruddin (2007), bahwa ibu hamil yang berumur kurang dari
20 tahun dan lebih dari 35 tahun yaitu 74,1% menderita anemia dan
ibu 9 hamil yang berumur 20 35 tahun yaitu 50,5% menderita
anemia. Wanita yang berumur kurang dari 20 tahun atau lebihdari 35
tahun, mempunyai risiko yang tinggi untuk hamil, karena akan
membahayakan kesehatan dan keselamatan ibu hamil maupun
janinnya, beresiko mengalami pendarahan dan dapat menyebabkan ibu
mengalami anemia.
2. Paritas
Menurt Herlina (2006), Ibu hamil dengan paritas tinggi mempunyai
resiko 1.454 kali lebih besar untuk mengalami anemia di banding
dengan paritas rendah. Adanya kecenderungan bahwa semakin banyak
jumlah kelahiran (paritas), maka akan semakin tinggi angka kejadian
anemia.
3. Kurang Energi Kronis (KEK) 41% (2.0 juta) ibu hamil menderita
kekurangan gizi. Timbulnya masalah gizi pada ibu hamil, seperti
kejadian KEK, tidak terlepas dari keadaan sosial, ekonomi, dan bio
sosial dari ibu hamil dan keluarganya seperti tingkat pendidikan,
tingkat pendapatan, konsums pangan, umur, paritas, dan sebagainya.
Pengukuran lingkar lengan atas (LILA) adalah suatu cara untuk
mengetahui resiko Kurang Energi Kronis (KEK) Wanita UsiaSubur (WUS).
Pengukuran LILA tidak dapat digunakan untuk memantau perubahan
tatus gizi dalam jangka pendek. Pengukuran lingkar lengan atas (LILA)
dapat digunakan untuk tujuan penapisan status gizi Kurang Energi
Kronis (KEK). Ibu hamil KEK adalah ibu hamil yang mempunyai ukuran
LILA.
4. Infeksi dan Penyakit
Zat besi merupakan unsur penting dalam mempertahankan daya tahan
tubuh agar tidak mudah terserang penyakit. Menurut penelitian, orang
dengan kadar Hb <10 g/dl memiliki kadar sel darah putih (untuk
melawan bakteri) yang rendah pula. Seseorang dapat terkena anemia
karena meningkatnya kebutuhan tubuh akibat kondidi fisiologis (hamil,
kehilangan darah karena kecelakaan, pascabedah atau menstruasi),
adanya penyakit kronis atau infeksi (infeksi cacing tambang, malaria,
TBC) (Anonim, 2004).

5. Jarak kehamilan Menurut Ammirudin (2007) proporsi kematian


terbanyak terjadi pada ibu dengan prioritas 1 3 anak dan jika dilihat
menurut jarak kehamilan ternyata jarak kurang dari 2 tahun
menunjukan proporsi kematian maternal lebih banyak. Jarak kehamilan
yang terlalu dekat menyebabkan ibu mempunyai waktu singkat untuk
memulihkan kondisi rahimnya agar bisa kembali ke kondisi
sebelumnya. Pada ibu hamil dengan jarak yang terlalu dekat beresiko
terjadi anemia dalam kehamilan. Karena cadangan zat besi ibu hamil
pulih. Akhirnya berkurang untuk keperluan janin yang dikandungnya.
6. Pendidikan Pada beberapa pengamatan menunjukkan bahwa
kebanyakan anemia yang di derita masyarakat adalah karena
kekurangan gizi banyak di jumpai di daerah pedesaan dengan
malnutrisi atau kekurangan gizi. Kehamilan dan persalinan dengan
jarak yang berdekatan, dan ibu hamil dengan pendidikan dan tingkat
social ekonomi rendah (Manuaba, 2010). Menurut penelitian Amirrudin
dkk (2007), faktor yang mempengaruhi status anemia adalah tingkat
pendidikan rendah.
3. Penyebab Anemia
Penyebab langsung, banyak berpantang makanan tertetu selagi hamil
dapat memperburuk keadaan anemia gizi besi, biasanya ibu hamil enggan
makan daging, ikan, hati atau pangan hewani lainnya dengan alasan yang
tidak rasional. Selain karena adanya pantangan terhadap makanan hewani
faktor ekonomi merupakan penyadab pola konsumsi masyarakat kurang
baik, tidak semua masyarakat dapat mengkonsumsi lauk hewani dalam
setiap kali makan. Padahal pangan hewani merupakan sumber zat besi
yang tinggi absorbsinya (Wirakusumah, 1998).
Kekurangan besi dalam tubuh tersebut disebabkan karena: kekurangan
konsumsi makanan kaya besi, terutama yang berasal dari sumber hewani,
kekurangan
zat
besi
karena
kebutuhan
yang
meningkat,
ketidakseimbangan antara kebutuhan tubuh akan besi dibandingkan
dengan penyerapan dari makanan (Depkes RI, 1996).
- Asupan tidak adekuat
Asupan zat makanan/gizi yang kurang dimana makanan, yang
mengandung zat besi seperti berasal dari daging hewani, buah dan
sayuran hijau tidak dapat dikonsumsi secara cukup.
- Ibu hamil memerlukan zat besi yang lebih tinggi, sekitar 200-300% dari
kebutuhan wanita tidak hamil.
Fungsi zat besi
Zat besi berfungsi untuk membentuk sel darah merah, sementara sel darah
merah bertugas mengangkut oksigen dan zat-zat makanan ke seluruh tubuh
serta membantu proses metabolisme tubuh untuk menghasilkan energi. Jika
asupan ke dalam tubuh berkurang dengan sendirinya sel darah merah juga akan
berkurang tubuhpun akan kekurangan oksigen akibatnya timbullah gejala-gejala
anemia.
4. Tanda dan gejala anemia

5L, tidak bergairah


Mudah pusing dan mata berkunang-kunang
Gelisah dan mudah pingsan
Sulit berkonsentrasi dan mudah lupa
Nafsu makan menurun
Badan tidak bugar dan mudah lemah

Efek samping terapi zat besi


-

Gastrointesinal
Suplemen zat besi oral menyebabkan mual, muntah, kram lambung,
nyeri ulu hati, dan konstipasi.
Dosis pemberian tablet besi
Pencegahan 1x1 tablet
Pengobatan 3x1 tablet
Pemberian setelah makan
Pemberian dapat lebih ditoleransi jika dilakukan pada saat sebelum
tidur malam

Menurut Depkes RI (1999), tablet zat besi diberikan pada ibu hamil sesuai
dengan dosis dan cara yang ditentukan yaitu:
a. Dosis pencegahan Diberikan pada kelompok sasaran tanpa pemeriksaan
Hb. Dosisnya yaitu 1 tablet (60 mg besi elemental dan 0,25 mg asam
folat) berturut-turut selama minimal 90 hari masa kehamilan mulai
pemberian pada waktu pertama kali ibu memeriksa kehamilannya (K1).
b. Dosis Pengobatan Diberikan pada sasaran (Hb < 11gr% pemberian menjadi 3
tablet sehari selama 90 hari kehamilannya.
Penyerapan besi dipengaruhi oleh banyak faktor. Protein hewani dan vitamin C
meningkatkan penyerapan. Kopi, teh, garam kalsium, magnesium dapat
mengikat Fe sehingga mengurangi jumlah serapan.
Selama kehamilan minimal diberikan 90 tablet sampai 42 minggu setelah
melahirkan diberikan sejak pemeriksaan ibu hamil pertama. 1) Pemberian tablet
tambah darahi lebih bisa ditoleransi jika dilakukan pada saat sebelum tidur
malam 2) Pemberian tablet tambah darah harus dibagi serta dilakukan dengan
interval sedikitnya 6-8 jam , dan kemudian interval ini di tingkatkan hingga 12
atau 24 jam jika tinbul efek samping 3) Muntah dan kram perut merupakan efek
samping dan sekaligus tanda dini toksitasi zat besi, keduanya ini menunjukan
perlu mengubah (menurunkan) dosis zat besi dengan segera 4) Minum tablet
tambah darah pada saat makan atau segera sesudah makan selain dapat
mengurangi gejala mual yang menyertainya tetapi juga akan menurunkan
jumlah zat besi yang diabsorpsi (Soe Jordan, 2003)

Cara pencegahan anemia


1. Istirahat yang cukup

2. Makan makanan yang bergizi dan banyak mengandung Fe, misalnya :


daun pepaya,kacang-kacangan, kangkung, daging sapi, hati ayam dan
susu
3. Pada ibu hamil, dengan rutin memeriksakan kehamilannya minimal 4 x
selama hamil untuk mendapatkan tablet besi Fe dan vitamin lainnya serta
makan makanan yang bergizi 3x sehari, dengan porsi 2x lipat lebih banyak
4. Mengkonsumsi makanan yang kaya akan vitamin C seperti jeruk, tomat,
mangga dan lainlain yang dapat meningkatkan penyerapan zat besi
Pencegahan
Pencegahan Primer
Pencegahan primer meliputi segala kegiatan yang dapat menghentikan
kejadian suatu penyakit atau gangguan sebelum hal itu terjadi. Promosi
kesehatan, pendidikan kesehatan dan perlindungan kesehatan adalah tiga
aspek utama di dalam pencegahan primer.29 Dalam hal ini pencegahan
primer ditujukan kepada ibu hamil yang belum anemia. Tujuan
pencegahan ini untuk mencegah atau menunda terjadinya kasus baru
penyakit dan memodifikasi faktor risiko atau mencegah berkembangnya
faktor risiko.30 Pencegahan primer meliputi:
a. Edukasi (Penyuluhan)
Petugas kesehatan dapat berperan sebagai edukator seperti
memberikan nutrition education berupa dorongan agar ibu hamil
mengkonsumsi bahan makanan yang tinggi Fe dan konsumsi tablet
besi atau tablet tambah darah minimal selama 90 hari. Edukasi tidak
hanya diberikan pada saat ibu hamil, tetapi ketika belum hamil.
Penanggulangannya, dimulai jauh sebelum peristiwa melahirkan. Selain
itu, petugas kesehatan juga dapat berperan sebagai konselor atau
sebagai sumber berkonsultasi bagi ibu hamil mengenai cara mencegah
anemia pada kehamilan. Suplementasi Fe adalah salah satu strategi
untuk meningkatkan intake Fe yang berhasil hanya jika individu
mematuhi aturan konsumsinya. Banyak faktor yang mendukung
rendahnya tingkat kepatuhan tersebut, salah satunya adalah efek
samping yang tidak nyaman dari mengkonsumsi Fe adalah melalui
pendidikan tentang pentingnya suplementasi Fe dan efek samping
akibat minum Fe.
b. Suplementasi Fe (Tablet Besi)
Anemia defisiensi besi dicegah dengan memelihara keseimbangan
antara asupan Fe dan kehilangan Fe. Jumlah Fe yang dibutuhkan untuk
memelihara keseimbangan ini bervariasi antara satu wanita dengan
yang lainnya tergantung pada riwayat reproduksi. Jika kebutuhan Fe
tidak cukup terpenuhi dari diet makanan, dapat ditambah dengan
suplemen Fe terutama bagi wanita hamil dan masa nifas.24 Suplemen
besi dosis rendah (30mg/hari) sudah mulai diberikan sejak kunjungan
pertama ibu hamil.
c. Fortifikasi Makanan dengan Zat Besi
Fortifikasi makanan yang banyak dikonsumsi dan yang diproses secara
terpusat merupakan inti pengawasan anemia di berbagai Negara.
Fortifikasi makanan merupakan cara terampuh dalam pencegahan
defisiensi besi. Produk makanan fortifikasi yang lazim adalah tepung

gandum serta roti makanan yang terbuat dari jagung dan bubur jagung
serta beberapa produk susu.
Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder lebih ditujukan pada kegiatan skrining kesehatan
dan deteksi untuk menenmukan status patogenik setiap individu di
dalam populasi. Pencegahan sekunder bertujuan untuk menghentikan
perkembangan penyakit menuju suatu perkembangan kearah
kerusakan atau ketidakmampuan.
Dalam hal ini pencegahan sekunder merupakan pencegahan yang
dilakukan pada ibu hamil yang sudah mengalami gejala-gejala anemia
atau tahap pathogenesis yaitu mulai pada fase asimtomatis sampai
fase klinis atau timbulnya gejala penyakit atau gangguan kesehatan.
Pada pencegahan sekunder, yang dapat dilakukan oleh tenaga
kesehatan diantaranya adalah :
a. Skrining diperlukan untuk mengidentifikasi kelompok wanita yang
harus diobati dalam mengurangi morbiditas anemia. Bagi wanita hamil
harus dilakukan skrining pada kunjungan I dan rutin pada setiap
trimester. Skrining dilakukan dengan pemeriksaan hemoglobin (Hb)
untuk mendeteksi apakah ibu hamil anemia atau tidak, jika anemia,
apakah ibu hamil masuk dalam anemia ringan, sedang, atau berat.
Selain itu, juga dilakukan pemeriksaan terhadap tanda dan gejala yang
mendukung seperti tekanan darah, nadi dan melakukan anamnesa
berkaitan dengan hal tersebut. Sehingga, tenaga kesehatan dapat
memberikan tindakan yang sesuai dengan hasil tersebut. Jika anemia
berat ( Hb < 9 g/dl) dan Hct.
Pencegahan Tersier
Pencegahan
tersier
mencakup
pembatasan
terhadap
segala
ketidakmampuan dengan menyediakan rehabilitasi saat penyakit, cedera
atau ketidakmampuan sudah terjadi dan menimbulkan kerusakan. Dalam
hal ini pencegahan tersier ditujukan kepada ibu hamil yang mengalami
anemia yang cukup parah dilakukan untuk mencegah perkembangan
penyakit ke arah yang lebih buruk untuk memperbaiki kualitas hidup klien
seperti untuk mengurangi atau mencegah terjadinya kerusakan jaringan,
keparahan dan komplikasi penyakit, mencegah serangan ulang dan
memperpanjang hidup. Contoh pencegahan tersier pada anemia ibu hamil
diantaranya yaitu :
a. memeriksa ulang secara teratur kadar hemoglobin
b. mengeliminasi faktor risiko seperti intake nutrisi yang tidak adekuat
pada ibu hamil, tetap mengkonsumsi tablet Fe selama kehamilan dan
tetap mengkonsumsi makanan yang adekuat setelah persalinan.
Dampak Anemia Terhadap Kehamilan
a) Abortus
b) Persalinan prematuritas
c) Hambatan tumbuh kembang janin
d) Mudah infeksi
e) Ancaman dekompensasi kordis (Hb < 6 gr %)
f) Heperemesis gravidarum
g) Perdarahan antepartum
h) Ketuban pecah dini

Pengaruh anemia erhadap kehamilan


Pengaruh anemia terhadap kehamilan Anemia dalam kehamilan
memberi pengaruh kurang baik bagi ibu, baik dalam kehamilan,
persalinan, maupun nifas dan masa selanjutnya. Penyulitpenyulit yang
dapat timbul akibat anemia adalah : keguguran (abortus), kelahiran
prematurs, persalinan yang lama akibat kelelahan otot rahim di dalam
berkontraksi (inersia uteri), perdarahan pasca melahirkan karena tidak
adanya kontraksi otot rahim (atonia uteri), syok, infeksi baik saat bersalin
maupun pasca bersalin, serta anemia yang berat (<4 gr %) dapat
menyebabkan dekompensasi kordis. Hipoksia akibat anemia dapat
menyebabkan syok dan kematian ibu pada persalinan (Wiknjosastro,
2005; Saifudin, 2006 ).
Pengaruh anemia pada kehamilan. Risiko pada masa antenatal:
berat badan kurang, plasenta previa, eklamsia, ketuban pecah dini,
anemia pada masa intranatal dapat terjadi tenaga untuk mengedan
lemah, perdarahan intranatal, shock, dan masa pascanatal dapat terjadi
subinvolusi. Sedangkan komplikasi yang dapat terjadi pada neonatus :
premature, apgar scor rendah, gawat janin (Anonim,tt). Bahaya pada
Trimester II dan trimester III, anemia dapat menyebabkan terjadinya
partus premature, perdarahan ante partum, gangguan pertumbuhan janin
dalam rahim, asfiksia intrapartum sampai kematian, gestosis dan mudah
terkena infeksi, dan dekompensasi kordis hingga kematian ibu (Mansjoer
dkk., 2008 ). Bahaya anemia pada ibu hamil saat persalinan, dapat
menyebabkan gangguan his primer, sekunder, janin lahir dengan anemia,
persalinan dengan tindakan-tindakan tinggi karena ibu cepat lelah dan
gangguan perjalanan persalinan perlu tindakan operatif (Mansjoer dkk.,
2008). Anemia kehamilan dapat menyebabkan kelemahan dan kelelahan
sehingga akan mempengaruhi ibu saat mengedan untuk melahirkan bayi (
Smith et al., 2010).
Bahaya anemia pada ibu hamil saat persalinan: gangguan hiskekuatan mengejan, Kala I dapat berlangsung lama dan terjadi partus
terlantar, Kala II berlangsung lama sehingga dapat melelahkan dan sering
memerlukan tindakan operasi kebidanan, Kala III dapat diikuti retensio
plasenta, dan perdarahan post partum akibat atonia uteri, Kala IV dapat
terjadi perdarahan post partum sekunder dan atonia uteri. Pada kala
nifas : Terjadi subinvolusi uteri yang menimbulkan perdarahan post
partum, memudahkan infeksi puerperium, pengeluaran ASI berkurang,
dekompensasi kosrdis mendadak setelah persalinan, anemia kala nifas,
mudah terjadi infeksi mammae ( Shafa, 2010 ; Saifudin, 2006)
Hasil penelitian oleh Indriyani dan Amirudin ( 2006) di RS Siti
Fatimah Makasar menunjukkan bahwa faktor risiko anema ibu hamil < 11
gr % mempunyai hubungan yang bermakna dengan kejadian partus lama.
Ibu yang mengalami kejadian anemia memiliki risiko mengalami partus
lama 1,681 kali lebih besar dibandingkan dengan ibu yang tidak anemia
tapi tidak bermakna secara statistik. Ini diduga karena terjadi
ketidakseragaman pengambilan kadar Hb dan pada kontrolnya ada yang
kadar Hb nya diambil pada trimester 1 dan bisa saja pada saat itu ibu
sedang anemia. Ibu hamil yang anemia bisa mengalami gangguan

his/gangguan mengejan yang mengakibatkan partus lama. Kavle et al,


( 2008) pada penelitianya menyatakan bahwa perdarahan pada ibu
setelah melahirkan berhubungan dengan anemia pada kehamilan 32
minggu. Kehilangan darah lebih banyak pada anemia berat dan
kehilangan meningkat sedikit pada wanita anemia ringan dibandingkan
dengan ibu yang tidak anemia .
Pertumbuhan plasenta dan janin terganggu disebabkan karena
terjadinya penurunan Hb yang diakibatkan karena selama hamil volume
darah 50 % meningkat dari 4 ke 6 L, volume plasma meningkat sedikit
yang menyebabkan penurunan konsentrasi Hb dan nilai hematokrit.
Penurunan ini akan lebih kecil pada ibu hamil yang mengkonsumsi zat
besi. Kenaikan volume darah berfungsi untuk memenuhi kebutuhan
perfusi dari plasenta dan untuk penyediaan cadangan saat kehilangan
darah waktu melahirkan. Selama kehamilan rahim, plasenta dan janin
memerlukan aliran darah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan nutrisi
(Smitht et al., 2010 ).
Pertumbuhan janin yang lambat, kekurangan gizi pada janin,
kelahiran prematur dan berat badan bayi lahir yang rendah, yaitu sebesar
38,85%, merupakan penyebab kematian bayi. Sedangkan penyebab
lainnya yang cukup banyak terjadi adalah kejadian kurangnya oksigen
dalam rahim (hipoksia intrauterus) dan kegagalan nafas secara spontan
dan teratur pada saat lahir atau beberapa saat setelah lahir (asfiksia
lahir), yaitu 27,97%. Hal ini menunjukkan bahwa 66,82% kematian
perinatal dipengaruhi pada kondisi ibu saat melahirkan. Jika dilihat dari
golongan sebab sakit, kasus obstetri terbanyak pada tahun 2005 adalah
disebabkan penyulit kehamilan, persalinan dan masa nifas lainnya yaitu
56,09% ( Depkes, 2009 ).
Budwiningtjastuti dkk. ( 2005) melakukan penelitian anemia pada
ibu hamil tri wulan III dan pengaruhnya terhadap kejadian rendahnya Scor
Apgar, didapatkan hasil bahwa ibu hamil dengan anemia < 11 gr %
meningkatkan risiko rendahnya scor Apgar. Demikian pula penlitian yang
dilakukan di kabupaten Labuan Batu oleh Simanjuntak ( 2008 ) meneliti
hubungan anemia pada ibu hamil dengan kejadian BBLR didapatkan 86
(53 %) anemia dari 162 kasus. Dan yang melahirkan bayi dengan BBLR
36.0 %. Hasil penelitian Karafsahin et al. (2007) menunjukkan bahwa ibu
hamil dengan anemia , empat kali lebih berisiko melahirkan bayi
premature dan 1.9 kali berisiko melahirkan bayi berat lahir rendah (BBLR)
dari pada ibu hamil yang tidak anemia.
Pencegahan dan penanganan anemia pada ibu hamil
Pencegahan anemia pada ibu hamil dapat dilakukan antara lain
dengan cara: meningkatkan konsumsi zat besi dari makanan,
mengkonsumsi pangan hewani dalam jumlah cukup, namun karena
harganya cukup tinggi sehingga masyarakat sulit menjangkaunya. Untuk
itu diperlukan alternatif yang lain untuk mencegah anemia gizi besi,
memakan beraneka ragam makanan yang memiliki zat gizi saling

melengkapi termasuk vitamin yang dapat meningkatkan penyerapan zat


besi, seperti vitamin C. Peningkatan konsumsi vitamin C sebanyak 25, 50,
100 dan 250 mg dapat meningkatkan penyerapan zat besi sebesar 2, 3, 4
dan 5 kali. Buah-buahan segar dan sayuran sumber vitamin C, namun
dalam proses pemasakan 50 - 80 % vitamin C akan rusak. Mengurangi
konsumsi makanan yang bisa menghambat penyerapan zat besi seperti :
fitat, fosfat, tannin ( Wiknjosastro, 2005 ; Masrizal, 2007).
Penanganan anemia defisiensi besi adalah dengan preparat besi
yang diminum (oral) atau dapat secara suntikan (parenteral). Terapi oral
adalah dengan pemberian preparat besi : fero sulfat, fero gluconat, atau
Na-fero bisitrat. Pemberian preparat 60 mg/hari dapat menaikkan kadar
Hb sebanyak 1 gr% per bulan. Sedangkan pemberian preparat parenteral
adalah dengan ferum dextran sebanyak 1000 mg (20 ml) intravena atau
210 ml secara intramuskulus, dapat meningkatkan hemoglobin relatif
cepat yaitu 2gr%. Pemberian secara parenteral ini hanya berdasarkan
indikasi, di mana terdapat intoleransi besi pada traktus gastrointestinal,
anemia yang berat, dan kepatuhan pasien yang buruk. Pada daerahdaerah dengan frekuensi kehamilan yang tinggi dan dengan tingkat
pemenuhan nutrisi yang minim, seperti di Indonesia, setiap wanita hamil
haruslah diberikan sulfas ferosus atau glukonas ferosus sebanyak satu
tablet sehari selama masa kehamilannya. Selain itu perlu juga
dinasehatkan untuk makan lebih banyak protein dan sayur-sayuran yang
mengandung banyak mineral serta vitamin (Sasparyana, 2010 ;
Wiknjosastro 2005).
Kenaikan volume darah selama kehamilan akan meningkatkan
kebutuhan Fe atau Zat Besi. Jumlah Fe pada bayi baru lahir kira-kira 300
mg dan jumlah yang diperlukan ibu untuk mencegah anemia akibat
meningkatnya volume darah adalah 500 mg. Selama kehamilan seorang
ibu hamil menyimpan zat besi kurang lebih 1.000 mg termasuk untuk
keperluan janin, plasenta dan hemoglobin ibu sendiri. Kebijakan nasional
yang diterapkan di seluruh Pusat Kesehatan Masyarakat adalah pemberian
satu tablet besi sehari sesegera mungkin setelah rasa mual hilang pada
awal kehamilan. Tiap tablet mengandung FeSO4 320 mg (zat besi 60 mg)
dan asam folat 500 g, minimal masing-masing 90 tablet. Tablet besi
sebaiknya tidak diminum bersama teh atau kopi, karena akan
mengganggu penyarapannya ( Depkes RI, 2009).
Menurut Shafa (2010) kebutuhan Fe selama ibu hamil dapat
diperhitungkan untuk peningkatan jumlah darah ibu 500 mgr,
pembentukan plasenta 300 mgr, pertumbuhan darah janin 100 mgr. Sloan
et al. ( 1992) ; cook & Redy ( 1996), dan Yp ( 1996) dalam Galegos (2000)
membuktikan bahwa suplemen zat besi dapat meningkatkan kadar
hemoglobin selama kehamilan. Sedangkan Brien et al. ( 1999)
menyatakan dengan suplemen Fe dibuktikan serum feritin lebih meningkat
secara signifikan disamping itu serum besi lebih tinggi ditemukan pada
kelompok pemberian Fe dibandingkan kelompok kontrol.

Anda mungkin juga menyukai