Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyakit kardiovaskular merupakan penyakit tidak menular (PTM) yang
menjadi salah satu penyebab utama kematian, kesakitan dan kehilangan
disability-adjusted life diseluruh Dunia. Salah satu dari penyakit kardiovaskular
yang membahayakan dan dapat menyebabkan kematian adalah Penyakit Jantung
Koroner (PJK). Menurut World Health Organization (WHO) penyakit
kardiovaskular pada tahun 2012, diperkirakan 7,4 juta kematian akibat PJK yang
mewakili 15% dari semua kematian (WHO, 2013). Sedangkan menurut statistik
dunia pada tahun 2013 mengalami peningkatan yaitu ada 9.4 juta kematian setiap
tahun yang disebabkan oleh penyakit kardiovaskular dan 45% kematian tersebut
disebabkan oleh PJK (WHO, 2014).
Data Riset Kesehatan Dasar tahun 2013, Prevalensi PJK di Indonesia
berdasarkan diagnosis dokter sebesar 0,5% (883.447 orang) dan berdasarkan
gejala sebesar 1,5% (2.650.340 orang). Prevalensi PJK di Bengkulu dengan
diagnosis dokter 0,3% dan dengan gejala 0,6%. Prevalensi PJK meningkat
seiring dengan bertambahnya umur, tertinggi pada kelompok umur 65 -74 tahun
yaitu 2,0% dan 3,6%, menurun sedikit pada kelompok umur 75 tahun.
Prevalensi PJK yang diagnosis dokter maupun berdasarkan gejala lebih tinggi
pada perempuan 0,5% dan 1,5%. Prevalensi PJK lebih tinggi pada masyarakat
tidak bersekolah dan tidak bekerja. Berdasarkan PJK didiagnosis dokter
prevalensi lebih tinggi di perkotaan, namun berdasarkan diagnosis dokter dan
1

gejala lebih tinggi di perdesaan dan pada kuintil indeks kepemilikan terbawah
(Kemenkes RI, 2014).
Dinas Kesehatan Provinsi Bengkulu pada tahun 2013 tercatat angka
kejadian PJK di Kota Bengkulu mencapai angka 387 kasus, sementara ditahun
2012 tercatat 271 kasus dan tahun 2011 tercatat 236 kasus. Hal ini menandakan
terjadinya peningkatan kasus PJK dalam tiga tahun terakhir (Dinas Kesehatan
Provinsi Bengkulu, 2014).
PJK merupakan penyakit degeneratif dengan permasalahan yang serius karena
prevalensinya yang terus meningkat. Keadaan yang mengkhawatirkan dari PJK
adalah pada fase akut atau disebut dengan sindrom koroner akut (SKA)
(Ariandiny, dkk, 2014).
SKA diakibatkan oleh sumbatan mendadak arteri koroner, dimana fungsinya
untuk mengalirkan darah yang mengandung oksigen dan zat makanan ke otot
jantung. Sumbatan ini paling sering diakibatkan karena perdarahan dengan
pembentukan bekuan didalam atau di bawah plak aterosklerosis, sumbatan arteri
yang disebabkan oleh spasme dan kebutuhan oksigen miokardium yang sangat
meningkat secara mendadak dan tidak sesuai atau tidak biasa. SKA ialah istilah
yang memiliki tiga presentasi : (1) Unstable angina pectoris (UAP); (2) non-STelevation myocardial infarction (NSTEMI); dan (3) ST-elevation myocardial
infarction (STEMI) (Hurst, 2015). Dari ketiga bentuk SKA dengan tampilan
klinisnya berbeda tetapi memiliki kesamaan patofisiologi, jika terjadi
peningkatan biomarker jantung tetapi tanpa gambaran ST elevasi disebut
NSTEMI sedangkan dengan gambaran ST elevasi disebut STEMI dan jika tidak

terjadi peningkatan biomarker jantung tanpa gambaran ST elevasi disebut UAP


(Sudoyo, 2006).
SKA merupakan kejadian kegawatan pada pembuluh darah koroner. Gejala
SKA meliputi nyeri dada yang menjalar keatas, tetapi bisa dengan gejala lain
seperti cemas, mual, diaforesis, ekstremitas dingin dan sesak napas. Pada pasien
SKA masalah utama yang sering muncul adalah tentang nyeri akut dimana
bahayanya bila tidak ditangani, dalam jangka panjang dapat menyebabkan
konsekuensi yang berat. Dan apabila terjadi penurunan curah jantung, tubuh akan
merasa dalam kondisi syok kardiogenik, dan serangkaian kompensasi akan
segera teraktivasi untuk menaikkan tekanan darah. Sedangkan masalah
ketidakefektifan pola napas akibat beban jantung meningkat akan terjadinya
gagal nafas (Hurst, 2015).
Tatalaksana pra hospital yang di curigai SKA antara lain pengenalan gejala,
oleh pasien dan segera mencari pertolongan medis, segera memanggil tim medis
emergensi yang dapat melakukan tindakan resusitasi, transport pasien ke rumah
sakit yang memiliki fasilitas Intensive Cardiologi Care Unit (ICCU) serta staf
medis yang terlatih melakukan terapi reperfusi (Sudoyo, 2006). Pada pasien SKA
selain membutuhkan terapi medis, peranan perawatan pada pasien juga sangat
penting karena keperawatan pada pasien SKA lebih pada melihat kompleknya
masalah yang timbul pada penderita SKA maka membutuhkan peranan
keperawatan yang efektif dalam penanggulangan SKA di Rumah Sakit. Asuhan
keperawatan pada SKA dalam pelaksanaan membutuhkan pengkajian dan
intervensi yang spesifik, dan jika tidak diberikan asuhan keperawatan pada

pasien dengan SKA maka akan menyebabkan komplikasi yang terburuk adalah
kematian (Corwin, 2009).
Berdasarkan observasi, saat pertama klien masuk Intensive Cardiology Care
Unit (ICCU) perawat melakukan identifikasi masalah, observasi, memantau
tanda-tanda vital dan memberikan posisi semi fowler pada kasus SKA (Udjiati,
2010). Sebagai tenaga kesehatan profesional dibidang kesehatan perawat
memiliki konstribusi yang besar dalam perawatan kesehatan khususnya pasien
dengan SKA baik saat dirawat atau akan pulang dari rumah sakit. Menyiapkan
discharge pleanning, yang dilakukan setelah pasien sembuh adalah tugas sebagai
seorang perawat. Health education atau penyuluhan kesehatan merupakan salah
satu unsur terpenting dalam dischange pleaning. Penyuluhan kesehatan pada
pasien SKA agar dapat belajar dan mengerti sehingga mampu mengatur aktivitas
dan istirahat sesuai respon individu serta mengerti dan memahami bagaimana
upaya untuk memperlambat perkembangan gagal jantung. Penyuluhan kesehatan
dapat efektif dan diterima serta terjadi internalisasi baik oleh pasien maupun
keluarga, perawat harus mengetahui permasalahan-permasalahan yang dihadapi
pasien saat dirumah agar kejadian rawat inap ulang dapat diminimalkan
(Smeltzer & Bare, 2016).
Peningkatan jumlah pasien dan penurunan angka morbiditas kasus SKA yang
dirawat di ruang ICCU RSUD dr. M.yunus kota bengkulu pada tahun 2013 ,
2014, dan 2015. Terdapat 266 orang pasien dengan SKA dan 34 orang
diantaranya meninggal pada tahun 2013, sedangkan terdapat 270 orang pasien
dengan SKA dan 19 orang diantaranya meninggal pada tahun 2014 serta terdapat

374 orang pasien dengan SKA dan 10 orang diantaranya meninggal pada tahun
2015 (Medical record RSUD M. Yunus kota Bengkulu, 2016).
Hasil survei pada tanggal 7 November 2016 di ruang ICCU, penulis
menemukan terdapat 2 pasien dengan kasus SKA. Pasien tersebut tampak sesak
karena beban kerja jantung meningkat. Selanjutnya pasien tampak memegang
dada sebelah kirinya karena gangguan rasa nyaman nyeri. Gambaran asuhan
keperawatan pada pasien dengan SKA di ICCU berdasarkan hasil wawancara
dengan tenaga medis khususnya perawat di ICCU penanganan penyakit SKA di
RSUD dr. M. Yunus kota bengkulu sudah komprehensif karena menerapkan
NANDA NIC NOC internasional. Oleh karna itu, angka morbiditas penyakit
SKA mengalami penurunan. Apalagi ditahun ini pihak rumah sakit akan
melakukan akreditasi (Data Register Intensive Cardiologi Care Unit RSUD M.
Yunus kota Bengkulu, 2016).
Berdasarkan data diatas, meskipun angka morbiditas penyakit SKA
mengalami penurunan, akan tetapi tidak berpengaruh terhadap peningkatan
jumlah pasien yang semakin meningkat dalam tiga tahun terakhir. Dengan itu
peran perawat masih diperlukan untuk memberikan asuhan keperawatan pada
pasien dengan penyakit SKA. Maka penulis tertarik untuk meneliti tentang
Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Sindrom Koroner Akut di Intensive
Cardiologi Care Unit (ICCU) RSUD M.YUNUS Kota Bengkulu Tahun 2017.
B. Batasan Masalah
Batasan penulisan pada studi kasus ini adalah pemberian asuhan keperawatan
pada pasien dengan Sindrom Koroner Akut di ruang ICCU RSUD M.YUNUS

Kota Bengkulu meliputi tahap pengkajian, penegakan diagnosa keperawatan,


perencanaan, implementasi, dan evaluasi.
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Tujuan umum yang ingin dicapai adalah mengetahui secara umum tentang
penyakit sindrom koroner akut dan mampu menerapkan asuhan keperawatan
yang komprehensif kepada pasien dengan Sindrom Koroner Akut di Intensive
Cardiologi Care Unit (ICCU) RSUD M.Yunus kota Bengkulu.
2. Tujuan khusus
Tujuan khusus yang ingin dicapai adalah :
a. Mengetahui gambaran pengkajian keperawatan pada pasien dengan
sindrom koroner akut,
b. Mengetahui gambaran diagnosa keperawatan pada pasien dengan sindrom
koroner akut,
c. Mengetahui gambaran rencana asuhan keperawatan pada pasien dengan
sindrom koroner akut,
d. Mengetahui gambaran tindakan perawatan sesuai rencana pada pasien
dengan sindrom koroner akut,
e. Mengetahui gambaran pelaksanaan dan evaluasi asuhan keperawatan
pada pasien dengan sindrom koroner akut,
f. Mengetahui gambaran pendokumentasian setiap tindakan keperawatan
sehingga dapat di evaluasi sejauh mana terlaksana sesuai rencana
keperawatan.

D. Manfaat
1. Bagi mahasiswa
Manfaat bagi mahasiswa adalah untuk memberikan tambahan
pengetahuan atau informasi tentang infark miokard akut dan memberikan
masukan yang bermanfaat kepada mahasiswa dalam pembuatan asuhan
keperawatan pada pasien dengan sindrom koroner akut.
2. Bagi keluarga
Manfaat bagi keluarga adalah untuk memberikan tambahan pengetahuan
dan informasi tentang sindrom koroner akut serta menjadi acuan dalam
memberikan perawatan pada pasien dengan sindrom koroner akut di rumah.
3. Bagi pelayanan kesehatan
Manfaat bagi bagi pelayanan kesehatan adalah memberikan tambahan
pengetahuan tentang sindrom koroner akut kepada pelayan kesehatan, untuk
meningkatkan kewaspadaan masyarakat terhadap penyakit sindrom koroner
akut, serta dapat memberikan masukan yang bermanfaat kepada layanan
kesehatan dalam mengembangkan asuhan keperawatan pada pasien dengan
sindrom koroner akut.
4. Bagi akademik
Manfaat bagi akademik adalah bentuk sumbangsi kepada mahasiswa
keperawatan sebagai referensi untuk menambah wawasan dan bahan masukan
dalam kegiatan belajar mengajar yang berkaitan dengan asuhan keperawatan
pada pasien dengan sindrom koroner akut.

Anda mungkin juga menyukai