RINGKASAN EKSEKUTIF
Perekonomian Indonesia triwulan IV 2013 dan Januari 2014 menunjukkan
kebijakan stabilisasi Bank Indonesia dan Pemerintah sejak pertengahan tahun 2013
mulai mengendalikan perekonomian ke arah yang diharapkan. Respon antisipatif
Bank Indonesia melalui bauran kebijakan dapat mengendalikan inflasi kembali ke lintasan
sasaran 4,5+1% pada 2014 dan 4,0+1%% pada 2015. Kebijakan Bank Indonesia yang
berinteraksi dengan kebijakan fiskal yang konsolidatif dan ditopang koordinasi yang
intensif, juga mulai dapat mengarahkan defisit transaksi berjalan ke arah yang lebih sehat,
namun dibarengi proses moderasi pertumbuhan ekonomi yang tetap terkendali.
Perkembangan triwulan IV 2013 ini cukup positif karena diharapkan dapat menjadi basis
kesinambungan pertumbuhan ekonomi ke depan.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia triwulan IV 2013 tercatat lebih baik dari
perkiraan Bank Indonesia dan disertai dengan struktur yang lebih berimbang.
Pertumbuhan ekonomi triwulan IV 2013 meningkat dari 5,63% (yoy) pada triwulan III 2013
menjadi 5,72% (yoy), ditopang oleh membaiknya ekspor riil sejalan dengan kenaikan
permintaan mitra dagang negara-negara maju. Sementara itu, pertumbuhan permintaan
domestik mengalami moderasi tercermin dari melambatnya konsumsi rumah tangga dan
investasi, khususnya investasi nonbangunan. Dengan perkembangan ini, pertumbuhan
ekonomi Indonesia keseluruhan tahun 2013 tercatat 5,78%, masih cukup tinggi jika
dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi negara-negara dalam kelompok peringkat
yang sama.
Defisit transaksi berjalan mulai bergerak ke level yang lebih sehat dan
berkesinambungan. Defisit transaksi berjalan triwulan IV 2013 tercatat 1,98% dari PDB,
menurun signifikan dari defisit pada triwulan III 2013 sebesar 3,85% dan juga lebih rendah
dari perkiraan awal BI. Penurunan defisit transaksi berjalan dipengaruhi kenaikan ekspor
sejalan permintaan barang manufaktur dari AS dan Jepang yang meningkat, penurunan
harga komoditas ekspor yang melambat, dan nilai tukar rupiah yang cukup kompetitif,
disamping peningkatan ekspor sumber daya alam terkait dengan antisipasi pemberlakuan
UU Minerba. Penurunan defisit transaksi berjalan juga dipengaruhi penurunan impor
sejalan moderasi permintaan domestik dan nilai tukar rupiah yang melemah. Saat
bersamaan, surplus transaksi modal dan finansial meningkat sehingga dapat membiayai
defisit transaksi berjalan dan mendorong NPI kembali mencatat surplus pada triwulan IV
2013, setelah pada tiga triwulan terakhir mencatat defisit. Perkembangan positif sektor
eksternal terindikasi masih berlanjut pada pada Januari 2014 tercermin pada posisi
cadangan devisa Indonesia yang meningkat dari posisi Desember 2013 menjadi 100,7
miliar dolar AS, setara 5,7 bulan impor atau 5,6 bulan impor dan pembayaran utang luar
negeri Pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan
impor.
Fundamental perekonomian Indonesia yang membaik berdampak positif pada
meredanya tekanan depresiasi nilai tukar rupiah di triwulan IV 2013 dan berlanjut
pada Januari 2014. Secara rata-rata, rupiah Januari 2014 tercatat Rp12.075 per dolar AS,
melemah 0,7%, lebih rendah dibandingkan pelemahan rata-rata rupiah pada Desember
2013 sebesar 3,74%. Dengan perkembangan ini maka indeks nilai tukar rupiah riil efektif
(Real Effective Exchange Rate) tercatat 94,2 sehingga daya saing harga ekspor Indonesia
Laporan Kebijakan Moneter|1
relatif tinggi dan juga dapat menopang proses penyesuaian sektor eksternal ke arah yang
lebih baik. Aktivitas pasar uang, baik Rupiah maupun valas semakin berkembang dinamis
dengan volume transaksi yang meningkat dan premi risiko seperti tercermin pada Credit
Default Swap (CDS) yang menurun. Hal ini tidak terlepas dari langkah-langkah Bank
Indonesia untuk pendalaman pasar keuangan, termasuk swap lindung nilai dan repo antar
bank dengan mini MRA.
Respon kebijakan juga dapat menurunkan tekanan inflasi sehingga kembali pada
lintasan sasaran 4,5+1% pada 2014 dan 4,0+1% pada 2015. Inflasi IHK pada triwulan
IV 2013 mencapai 0,75% (qtq) atau 8,38% (yoy), menurun dibandingkan triwulan
sebelumnya sebesar 4,08% (qtq) atau 8,40% (yoy). Penurunan tekanan inflasi terjadi pada
seluruh komponen inflasi yakni inflasi inti, volatile food dan administered prices. Inflasi
pada Januari 2014 juga masih sesuai dengan pola historisnya sehingga belum mengganggu
prospek pencapaian sasaran inflasi 2014. Meskipun lebih tinggi dibandingkan dengan
inflasi Desember 2013, inflasi Januari 2014 sebesar 1,07% (mtm) tidak berbeda jauh
dibandingkan dengan rata-rata inflasi tahun 2008-2013. Kenaikan inflasi Januari 2014
terutama dipengaruhi kenaikan inflasi volatile food akibat bencana alam dan banjir yang
kemudian mengganggu produksi dan distribusi pangan di berbagai daerah terutama Jawa
dan Sumatera. Sementara itu, inflasi inti sedikit meningkat antara lain didorong dampak
pelemahan rupiah ke beberapa kelompok barang seperti kendaraan bermotor serta alat
elektronik.
Penyesuaian ekonomi Indonesia yang terkendali ditopang oleh stabilitas sistem
keuangan yang tetap terjaga. Ketahanan industri perbankan tetap solid dengan risiko
kredit, likuiditas dan pasar yang cukup terjaga, serta dengan dukungan ketahanan modal
yang masih kuat. Pertumbuhan kredit perbankan menurun dari 21,9% pada November
2013 menjadi 21,4% pada Desember 2013 (atau 17,4% dengan menghilangkan pengaruh
depresiasi nilai tukar) sejalan dengan permintaan domestik yang melambat dan kenaikan
suku bunga. Pasar saham domestik dan pasar obligasi pemerintah selama triwulan IV 2013
tetap stabil, walaupun mengalami koreksi seiring meningkatnya kembali isu percepatan
tapering off. Pada Januari 2014, kinerja pasar saham kembali membaik ditandai dengan
kenaikan IHSG. Perkembangan berbeda terlihat pada kinerja pasar obligasi pemerintah
yang menurun tercermin pada kenaikan imbal hasil SBN.
Pada tahun 2014, Bank Indonesia memperkirakan stabilitas ekonomi kembali
terkendali dan pertumbuhan ekonomi akan lebih seimbang sehingga dapat
menurunkan defisit transaksi berjalan ke level yang lebih sehat. Pertumbuhan
ekonomi 2014 diperkirakan mendekati batas bawah kisaran 5,8-6,2% dan diikuti
perbaikan sumber pertumbuhan ekonomi Indonesia sejalan perkiraan masih berlanjutnya
moderasi permintaan domestik dan ekspor yang membaik didorong perbaikan ekonomi
global. Defisit transaksi berjalan diprakirakan semakin turun ke arah yang sehat
dipengaruhi prospek perbaikan ekspor dan impor yang terkendali sejalan moderasi
permintaan domestik. Sementara itu, inflasi diprakirakan dapat terjaga pada kisaran
targetnya 4,51%. Sejalan dengan prospek pertumbuhan ekonomi tersebut, pertumbuhan
kredit diperkirakan berada pada kisaran 15-17% sehingga konsisten dengan upaya
mengarahkan ekonomi menjadi lebih sehat dan seimbang.
Bank Indonesia akan terus mencermati beberapa risiko ekonomi baik dari global
maupun domestik, yang berpotensi mengganggu kembali stabilitas dan
menurunkan prospek ekonomi ke depan. Dari global, faktor risiko antara lain terkait
ketidakpastian normalisasi kebijakan bank sentral AS (The Fed) dan potensi perlambatan
ekonomi China. Risiko ini dapat mempengaruhi prospek ekonomi Indonesia melalui jalur
Laporan Kebijakan Moneter|2
finansial dan jalur perdagangan. Dari sisi domestik, beberapa risiko yang dapat
meningkatkan tekanan inflasi juga perlu dicermati seperti gangguan pasokan pangan,
kenaikan beberapa barang kelompok administered dan dampak depresiasi nilai tukar
Rupiah.
Mengevaluasi perkembangan terkini, serta prospek dan risiko perekonomian ke
depan, Bank Indonesia pada 13 Februari 2014 memutuskan untuk
mempertahankan BI Rate sebesar 7,50%, dengan suku bunga Lending Facility dan
suku bunga Deposit Facility masing-masing tetap pada level 7,50% dan 5,75%.
Kebijakan tersebut masih konsisten dengan stance kebijakan moneter ketat untuk
mengarahkan inflasi menuju ke sasaran 4,51% pada 2014 dan 4,01% pada 2015, serta
menurunkan defisit transaksi berjalan ke tingkat yang lebih sehat. Bank Indonesia juga
akan terus memperkuat bauran kebijakan moneter dan makroprudensial, melanjutkan
upaya pendalaman pasar, serta meningkatkan koordinasi dengan Pemerintah dalam
pengendalian inflasi dan defisit transaksi berjalan. Dalam kaitan ini, Bank Indonesia juga
akan terus mendorong penggunaan rupiah untuk transaksi di dalam negeri sesuai UU Mata
Uang dan perluasan instrumen lindung nilai dalam transaksi valas. Bank Indonesia juga
akan berkoordinasi dengan OJK untuk mengarahkan pertumbuhan kredit ke depan sejalan
dengan moderasi pertumbuhan permintaan domestik. Selain itu, Bank Indonesia terus
mencermati berbagai risiko, baik dari global maupun domestik, dan memastikan langkahlangkah antisipasi agar stabilitas makroekonomi tetap terjaga.
Indeks
Indeks
Keyakinan Konsumen
ribu
Grafik 1.1
Indeks Keyakinan Konsumen AS
Grafik 1.2
Tingkat Pengangguran di AS
Ekonomi Eropa juga diperkirakan mulai masuk pada zona positif, dengan
pertumbuhan sebesar 0,4% (yoy) pada triwulan IV 2013. Pemulihan ekonomi Eropa
ditopang oleh kinerja ekspor dan ekspansi sektor manufaktur sebagaimana terlihat pada
tren peningkatan surplus neraca perdagangan dan PMI yang ekspansif (Grafik 1.3).
Sementara itu, konsumsi rumah tangga mulai tumbuh positif setelah selama hampir 6
tahun berada pada area negatif. Keyakinan konsumen terhadap ekonomi Eropa juga terus
meningkat (Grafik 1.4). Namun, risiko terhadap perekonomian Eropa tetap perlu dicermati
karena permasalahan struktural yang masih mengemuka, seperti potensi deflasi, tingginya
tingkat pengangguran, rendahnya pertumbuhan pendapatan serta masih ketatnya kredit.
Indeks, 50 = netral
Indeks
Sumber: Bloomberg
>50 : Ekspansi
<50 : Kontraksi
Data : Des 2013
Keyakinan Konsumen
Sumber: Bloomberg
Grafik 1.3
PMI Manufaktur Eropa
Grafik 1.4
Keyaninan Konsumen Eropa
Sumber: Bloomberg
Penjualan ritel
Grafik 1.5
PMI Manufaktur Jepang
Grafik 1.6
Penjualan Ritel di Jepang
Negara berkembang
Dunia
Negara Maju
Sumber: Bloomberg
Grafik 1.7
Pertumbuhan Ekonomi Dunia
Perbaikan ekonomi negara maju yang menguat pada gilirannya mendorong harga
komoditas nonmigas global meningkat lebih tinggi dari prakiraan semula. Kontraksi
harga komoditas nonmigas global mulai melambat dari -7,7% (yoy) pada triwulan III 2013
menjadi -2,5% (yoy) pada triwulan IV 2013. Hal itu pada gilirannya mendorong indeks
harga ekspor Indonesia (IHEX) turut membaik (Grafik 1.8). Sementara itu, harga minyak
dalam tren menurun dimana harga minas pada Januari 2014 tercatat USD1 05,1 per
barel, menurun dibandingkan harga pada Desember 2013 sebesar USD 108,9 per barel
(Tabel 1.1).
WTI
94.1
98.0
94.3
92.0
94.7
95.8
94.1
104.5
106.5
106.3
105.8
100.5
93.8
97.9
97.4
93.8
93.8
Brent
103.1
104.9
105.4
100.7
100.7
100.9
100.8
103.5
106.0
106.8
105.4
107.2
107.1
110.3
108.2
106.7
106.7
Minas
115.6
108.4
114.5
104.6
101.8
100.3
102.3
106.4
108.4
108.4
107.7
111.6
107.5
108.9
109.3
105.1
105.1
ICP
112.7
105.8
111.1
100.2
99.0
100.0
99.7
103.1
110.8
109.7
107.86
Grafik 1.8
Perkembangan Indeks Harga
Komoditas Ekspor Nonmigas
Indonesia
Grafik 1.9
Perkembangan Bursa Saham Global
Pertumbuhan Ekonomi
Respon kebijakan yang ditempuh Bank Indonesia serta Pemerintah dan ditopang
oleh indikasi perbaikan ekonomi negara maju mendorong pertumbuhan ekonomi
triwulan IV 2013 kembali meningkat dan ditopang sumber pertumbuhan yang
lebih berimbang. Pertumbuhan ekonomi triwulan IV 2013 mencapai 5,72% (yoy), lebih
tinggi dibandingkan dengan triwulan sebelumnya sebesar 5,63% (yoy) dan perkiraan Bank
Indonesia (Tabel 1.2). Sumber pertumbuhan ekonomi juga lebih berimbang dipengaruhi
kenaikan ekspor dan moderasi pertumbuhan permintaan domestik. Secara keseluruhan,
struktur pertumbuhan ekonomi yang mulai berimbang tersebut searah dengan langkah
stabilisasi Bank Indonesia dan Pemerintah dalam membawa ekonomi ke arah yang lebih
sehat dan berkesinambungan.
Laporan Kebijakan Moneter|8
Tabel 1.2
Pertumbuhan Ekonomi Sisi Permintaan
Komponen
2011
2012
4.7
Konsumsi Pemerintah
Pembentukan Modal Tetap Domestik Bruto
3.2
8.8
2013
2013
II
III
IV
5.3
5.2
5.1
5.5
5.3
5.3
1.3
9.7
0.4
5.5
2.2
4.5
8.9
4.5
6.4
4.4
4.9
4.7
13.6
2.0
3.6
4.8
5.2
7.4
5.3
13.3
6.7
0.0
0.7
5.1
-0.6
1.2
PDB
6.5
6.3
6.0
5.8
5.6
5.7
5.8
Sumber : BPS
Grafik 1.10
Indeks Keyakinan Konsumen
Grafik 1.11
Penjualan Kendaraan Bermotor
Grafik 1.12
Belanja Pemerintah
Grafik 1.13
Utilisasi Kapasitas
L a p o r a n K e b i j a k a n M o n e t e r | 10
Tabel 1.4
Pertumbuhan Ekonomi Sisi Penawaran
Sektor
2011
2012
2013
I
II
III
IV
2013
Pertanian,Peternakan,Kehutanan,& Perikanan
3.4
4.2
3.7
3.3
3.3
3.8
3.5
1.4
1.6
0.1
-0.6
2.0
3.9
1.3
Industri Pengolahan
6.1
5.7
6.0
6.0
5.0
5.3
5.6
4.8
6.2
7.9
4.0
3.8
6.6
5.6
Konstruksi
Perdagangan, Hotel & Restoran
6.6
9.2
7.4
8.1
6.8
6.5
6.6
6.4
6.2
6.1
6.7
4.8
6.6
5.9
10.7
10.0
9.6
10.9
9.9
10.3
10.2
6.8
7.1
8.2
7.7
7.6
6.8
7.6
Jasa-jasa
6.7
5.2
6.5
4.5
5.6
5.3
5.5
PDB
6.5
6.3
6.0
5.8
5.6
5.7
5.8
Sumber : BPS
L a p o r a n K e b i j a k a n M o n e t e r | 11
Grafik 1.14
Pertumbuhan Ekonomi Indonesia vs Peer Countries
L a p o r a n K e b i j a k a n M o n e t e r | 12
Grafik 1.15
Neraca Pembayaran Indonesia
Grafik 1.16
Neraca Transaksi Berjalan
Penurunan tajam defisit transaksi berjalan triwulan IV 2013 menjadi 1,98% dari
PDB tidak terlepas dari pengaruh kenaikan permintaan negara maju, moderasi
permintaan domestik dan nilai tukar rupiah yang mendukung penyesuaian sektor
eksternal. Perkembangan itu tercermin pada kenaikan surplus neraca perdagangan
nonmigas (Grafik 1.17). Surplus neraca perdagangan nonmigas meningkat karena ekspor
nonmigas kembali tumbuh positif (3,8%, yoy) didukung oleh kenaikan ekspor manufaktur
AS, Jepang dan China1 (Tabel 1.5). Kenaikan ekspor nonmigas juga dipengaruhi oleh nilai
tukar rupiah yang cukup kompetitif, dan koreksi harga komoditas yang semakin terbatas,
selain didorong oleh peningkatan ekspor sumber daya alam terkait dengan antisipasi
pemberlakuan UU Minerba. Sementara itu, pertumbuhan impor nonmigas mencatat
kontraksi 6,6% (yoy) sejalan dengan moderasi permintaan domestik dan nilai tukar rupiah
yang melemah. Penurunan impor nonmigas terjadi pada kelompok bahan baku dan barang
modal, sedangkan impor barang konsumsi masih tumbuh positif (Grafik 1.18).
Analisa lebih lengkap mengenai hubungan ekspor Indonesia dengan permintaan China lihat boks
Keterkaitan Perdagangan China dengan Negara Kawasan Asia.
L a p o r a n K e b i j a k a n M o n e t e r | 13
Grafik 1.17
Neraca Perdagangan
Grafik 1.18
Impor Nonmigas
Rincian
2013**
TOTAL
2013**
Tw. I
Tw. II
Tw. III*
Okt*
Nov*
Dec**
Tw. IV**
TOTAL
1 China
14.1
-3.9
3.0
-9.8
6.0
1.0
5.9
20.2
9.2
2.0
2 Jepang
10.7
-6.5
-8.1
-3.9
-9.3
-8.4
-9.6
4.9
-4.7
-6.5
3 Amerika Serikat
10.0
-7.2
1.8
1.3
3.3
11.8
2.7
10.3
8.3
3.6
4 India
8.7
-7.2
4.4
18.9
-13.7
7.9
31.6
-5.9
10.3
4.7
5 Singapura
6.5
-11.0
-3.0
-5.4
-3.5
-12.9
-14.5
7.7
-5.8
-4.5
6 Malaysia
4.8
-7.2
-21.5
-10.9
-15.4
-8.7
-17.6
-7.5
-11.7
-15.2
7 Korea Selatan
4.0
-9.2
-12.5
-12.5
-6.7
1.5
-18.2
-3.8
-7.1
-9.9
8 Thailand
3.5
5.9
-1.7
7.2
-9.0
-15.4
-21.7
-5.4
-14.6
-4.8
9 Belanda
2.7
-9.8
-10.2
-9.5
1.8
-20.6
-19.5
-21.7
-20.6
-10.4
10 Filipina
2.5
-0.6
8.8
0.8
3.0
-5.0
4.5
-0.4
-0.6
2.9
67.4
-6.3
-3.4
-2.6
-4.1
-2.7
-2.1
4.5
-0.1
-2.5
Total 10 Negara
*) data sementara
Grafik 1.19
Neraca Perdagangan Migas
L a p o r a n K e b i j a k a n M o n e t e r | 14
Grafik 1.20
Neraca Transaksi Modal dan Finansial
Grafik 1.21
Aliran Dana Nonresiden
Grafik 1.22
Perkembangan Cadangan Devisa
L a p o r a n K e b i j a k a n M o n e t e r | 15
Rp/USDHarian(rhs)
Rata-rata
Grafik 1.23
Pergerakan Nilai Tukar Rupiah
Grafik 1.24
Nilai Tukar Kawasan
Dengan perkembangan nilai tukar rupiah sampai Januari 2014 maka nilai tukar
rupiah secara riil dapat menopang upaya memperkuat penyesuaian sektor
eksternal ke arah yang lebih seimbang. Indeks nilai tukar rupiah riil efektif (Real
Effective Exchange Rate REER dengan tahun dasar 2006) pada Januari 2014 tercatat 94,2
sehingga dapat menopang upaya meningkatkan daya saing harga ekspor Indonesia dan
menopang upaya mengendalikan impor (Grafik 1.25). Kenaikan daya saing tersebut juga
ditopang oleh relatif terkendalinya tekanan harga setelah sempat meningkat pascakenaikan
harga BBM bersubsidi pada triwulan II 2013. Dalam skala regional, REER Indonesia lebih
kompetitif dibandingkan Filipina, Thailand, dan Malaysia namun kurang kompetitif
dibandingkan dengan Korea.
Tekanan depresiasi rupiah yang terkedali juga ditopang oleh membaiknya
aktivitas pasar uang valas. Perkembangan pasar valas terkini terlihat semakin
berkembang dinamis dengan volume transaksi yang meningkat dan premi risiko yang
menurun. Risiko yang menurun ini tercermin pada perkembangan Credit Default Swap
(CDS) yang mengalami konsolidasi (Grafik 1.26). Hal ini tidak terlepas dari langkah-langkah
Bank Indonesia untuk pendalaman pasar keuangan, termasuk swap lindung nilai dan repo
antar bank dengan mini MRA.
L a p o r a n K e b i j a k a n M o n e t e r | 16
Grafik 1.25
Indeks REER dan Euro
Grafik 1.26
Credit Default Swap Indonesia
Inflasi
Bauran kebijakan yang ditempuh Bank Indonesia dan koordinasi intensif dengan
Pemerintah dapat menurunkan inflasi ke lintasan sasaran 4,5+1% pada 2014 dan
4,0+1% pada 2015. Inflasi pada triwulan IV 2013 menurun dibandingkan dengan triwulan
III 2013, baik pada komponen inflasi inti, volatile food maupun administered prices. Inflasi
IHK pada triwulan IV 2013 mencapai 0,75% (qtq) atau 8,38% (yoy), menurun
dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 4,08% (qtq) atau 8,40% (yoy) (Grafik
1.27). Tekanan inflasi yang menurun disebabkan oleh berlanjutnya koreksi harga pangan,
menurunnya tekanan eksternal, serta meredanya dampak lanjutan kenaikan harga BBM
bersubsidi.
Inflasi pada Januari 2014 juga sesuai dengan pola historisnya sehingga belum
mengganggu prospek pencapaian sasaran inflasi 2014 yakni 4,51%. Meskipun
lebih tinggi dibandingkan dengan inflasi Desember 2013, inflasi Januari 2014 sebesar
1,07% (mtm) tidak berbeda jauh dibandingkan dengan rata-rata inflasi tahun 2008-2013.
Kenaikan inflasi Januari 2014 terutama dipengaruhi kenaikan inflasi volatile food akibat
bencana alam dan banjir yang kemudian mengganggu produksi dan distribusi pangan di
berbagai daerah terutama Jawa dan Sumatera. Sementara itu, inflasi inti sedikit meningkat
antara lain didorong dampak pelemahan rupiah ke beberapa kelompok barang seperti
kendaraan bermotor serta alat elektronik.
Inti
Grafik 1.27
Perkembangan Inflasi Tahunan
L a p o r a n K e b i j a k a n M o n e t e r | 17
Grafik 1.28
Pola Inflasi/Deflasi Volatile Food
Grafik 1.29
Inflasi Administered Prices
Rata rata inflasi volatile food selama kurun 5 tahun terakhir (2008 2012) di kuartal IV sebesar
1,55% (qtq).
L a p o r a n K e b i j a k a n M o n e t e r | 18
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
KapasitasProduksiTerpakaiIndustriPengolahan(SKDU)
Grafik 1.30
Inflasi Inti dan Faktor Eksternal
Grafik 1.31
Kapasitas Utilisasi
Pada Januari 2014, inflasi inti meningkat menjadi 0,54% (mtm) atau 4,53% (yoy).
Perkembangan ini dipengaruhi dampak pelemahan rupiah ke beberapa kelompok barang
seperti emas perhiasan, otomotif (mobil, sepeda motor), elektronik (lemari es), dan
komoditas lain dengan kandungan impor yang cukup besar (susu bubuk dan obat dengan
resep). Namun, permintaan domestik mengalami moderasi sehingga tidak memberikan
tekanan lanjutan kepada inflasi inti.
Rata-rata
Grafik 1.32
Ekspektasi Inflasi Consensus Forecast
Tahunan
Grafik 1.33
Ekspektasi Harga Pedagang Eceran
L a p o r a n K e b i j a k a n M o n e t e r | 19
Tekanan inflasi inti yang tetap terkendali juga ditopang oleh ekspektasi inflasi
yang masih dalam kisaran target. Hasil survei Consensus Forecast Desember 2013
menunjukkan inflasi 2014 kembali pada kisaran sasarannya (Grafik 1.32). Namun demikian,
ekspektasi inflasi tetap perlu dicermati karena survei harga di level pedagang eceran
meningkat antara lain akibat aktivitas menjelang Pemilihan Umum (Pemilu) 2014 (Grafik
1.33).
Secara spasial, peningkatan inflasi pada Januari 2014 tampak terjadi di kawasan
Sumatera, Jawa, dan Jakarta serta sebagian Kawasan Timur Indonesia (KTI)
(Gambar 1.2). Meningkatnya tekanan inflasi di hampir seluruh daerah di kawasan
Sumatera terutama disebabkan terbatasnya pasokan seiring dengan produksi yang
menurun dan distribusi yang terhambat akibat kondisi cuaca yang tidak kondusif dan
bencana alam erupsi Gunung Sinabung. Seperti halnya di Sumatera, kenaikan inflasi di
Jawa dan Jakarta juga dipengaruhi oleh pasokan yang menurun akibat produksi dan
distribusi pangan yang terkendala cuaca. Sementara itu, peningkatan tekanan inflasi
pangan di KTI akibat kenaikan harga komoditas ikan segar tertahan oleh koreksi harga
komoditas subkelompok bumbu-bumbuan.
Inf >1,1%
0,6%<inf 1,1%
0,4%<inf 0,6%
Inf 0,4%
Perkembangan Moneter
Perkembangan moneter tidak terlepas dari kebijakan yang ditempuh Bank
Indonesia dalam merespon meningkatnya tekanan pada stabilitas ekonomi dan
melebarnya defisit transaksi berjalan. Untuk merespon berbagai tantangan tersebut,
Bank Indonesia terus memperkuat bauran kebijakan melalui kebijakan suku bunga yang
konsisten dengan upaya mengendalikan inflasi sehingga sesuai dengan sasarannya,
kebijakan stabilisasi nilai tukar yang sesuai dengan nilai fundamentalnya, kebijakan operasi
moneter dan pendalaman pasar keuangan, kebijakan makroprudensial, dan penguatan
koordinasi Bank Indonesia dan Pemerintah serta kerjasama dengan bank sentral.
Pada kebijakan suku bunga, Bank Indonesia menempuh kebijakan moneter lebih
ketat dengan menaikkan suku bunga BI Rate. Secara kumulatif, BI Rate pada tahun
2013 meningkat 175 bps sehingga menjadi 7,50% pada Desember 2013. Pada November
2013, BI Rate meningkat 25 bps menjadi 7,50% dibandingkan dengan September 2013
guna memastikan inflasi bergerak kembali ke lintasan sasaran dan tetap konsisten
menurunkan defisit transaksi berjalan yang masih besar pada triwulan III 2013. Level BI Rate
tersebut kemudian terus bertahan hingga Januari 2014.
L a p o r a n K e b i j a k a n M o n e t e r | 20
Kenaikan BI Rate tertransmisi dengan baik kepada suku bunga PUAB. Suku bunga
PUAB O/N (overnight) terlihat meningkat di sepanjang triwulan IV 2013 yang rata-rata
tertimbang di triwulan IV 2013 tercatat 5,83%, atau naik dibandingkan triwulan III 2013
yang sebesar 5,05% (Grafik 1.34). Perkembangan Januari 2014 menunjukkan tren suku
bunga PUAB O/N yang stabil sejalan dengan perkembangan BI Rate yang tidak berubah.
Rata-rata tertimbang suku bunga PUAB O/N pada bulan Januari 2014 tercatat stabil sebesar
5,90% dibandingkan bulan Desember 2013.
Di tengah tren kenaikan suku bunga, likuiditas PUAB meningkat pada triwulan IV
2013. Dibandingkan triwulan III 2013, rata-rata tertimbang volume PUAB triwulan IV 2013
sedikit meningkat menjadi Rp10,5 triliun dari Rp10,1 triliun. Peningkatan volume PUAB
pada triwulan IV 2013 antara lain didorong oleh kenaikan permintaan uang musiman di
akhir tahun yang kemudian meningkatkan permintaan uang di PUAB. Perkembangan ini
pada sisi lain akhirnya menurunkan rata-rata volume DF O/N menjadi Rp97,83 triliun dari
Rp114,22 triliun guna memenuhi permintaan tersebut (Grafik 1.35). Pada Januari 2014,
rata-rata tertimbang volume PUAB total kembali turun menjadi Rp9,9 triliun dari Rp10,2
triliun, sedangkan rata-rata volume DF O/N meningkat menjadi Rp112,8 triliun dari
Rp108,2 triliun, sejalan dengan kembalinya normalnya permintaan uang pasca kenaikan
musiman di akhir tahun.
rPUABO/N
rLendingrate
rDFO/N
rBIRate
8,0
VolDFO/N(RHS)
VolPUABO/N(RHS)
RpT
7,5
rBIRate
rPUABO/N
120
7,0
rDFO/N
Jan14
Jul13
Grafik 1.34
Suku Bunga PUAB O/N
Oct13
Jan13
Apr13
Jul12
Oct12
Jan12
Apr12
Jul11
Oct11
Jan11
Apr11
Jul10
Oct10
3
Jan10
3
Apr10
100
6,5
rPUAB :5.90%
6,0
5,5
5,0
80
60
AvgVolDF: Rp 119.8T
RRTVolPUAB:Rp9.9T
40
4,5
4,0
20
3,5
Jan12 Apr12 Jul12 Okt12 Jan13 Apr13 Jul13 Okt13 Jan14
Grafik 1.35
Suku Bunga PUAB O/N & Vol DF O/N
Kenaikan BI rate juga masih tertransmisi kepada kenaikan suku bunga perbankan,
namun diikuti menurunnya spread antara suku bunga simpanan dan suku bunga
kredit. Seiring tren kenaikan BI rate, suku bunga kredit maupun suku bunga deposito
masih meningkat pada triwulan IV 2013. Namun demikian, kenaikan suku bunga deposito
tercatat lebih tinggi daripada suku bunga kredit sejalan tingginya persaingan ketat di
kalangan perbankan untuk mempertahankan dana simpanan pihak ketiga. Selama triwulan
IV 2013, suku bunga deposito 1 bulan naik sebesar 119 bps sedangkan suku bunga kredit
naik sebesar 25 bps. Kenaikan suku bunga kredit tertinggi sebesar 33 bps terjadi pada
Kredit Modal Kerja dan Kredit Investasi masing-masing menjadi 12,12% dan 11,82%,
sedangkan suku bunga Kredit Konsumsi hanya naik 10 bps menjadi 13,13% (Grafik 1.36).
Dengan perkembangan ini, spread di antara suku bunga kredit dan deposito menurun
menjadi 447 bps, dari 541 bps pada triwulan sebelumnya (Grafik 1.37).
L a p o r a n K e b i j a k a n M o n e t e r | 21
15
16
12.39
13
15
13.13
12.39
5
12.12
13
Sb.Kredit
Sb.KreditInvestasi
Grafik 1.36
Suku Bunga KMK, KI dan KK
SbDep1bln
Jul13
Jul12
BIrate
Jan13
Jul11
Jan12
Jul10
Jul09
Jul08
SbKredit
Jan09
Jul07
Jan08
Jul06
Jan07
Jul05
Spreadrhs
Sb.KreditKonsumsi
1
0
Jan06
11.82
Sb.KreditModalKerja
Jan08
Mar08
Mei08
Jul08
Sep08
Nop08
Jan09
Mar09
Mei09
Jul09
Sep09
Nop09
Jan10
Mar10
Mei10
Jul10
Sep10
Nop10
Jan11
Mar11
Mei11
Jul11
Sep11
Nop11
Jan12
Mar12
Mei12
Jul12
Sep12
Nop12
Jan13
Mar13
Mei13
Jul13
Sep13
Nop13
11
DataPerDes2013
7.92
Jan05
12
SelisihrKredit rDepo1:
447bps
Jan11
14
11
Jan10
17
SbLPS
Grafik 1.37
Spread Suku Bunga Perbankan
Kenaikan suku bunga dan permintaan domestik yang termoderasi sejalan dengan
arah kebijakan Bank Indonesia mengendalikan stabilitas ekonomi dan menekan
defisit transaksi berjalan kemudian berpengaruh pada menurunnya likuiditas
perekonomian. Uang beredar dalam arti sempit (M1) tumbuh melambat pada Desember
2013 menjadi 5,4% (yoy) dibandingkan pertumbuhan September 2013 yang sebesar 9,1%
(yoy). Perlambatan likuiditas M1 ini dikontribusi oleh perlambatan pertumbuhan pada uang
kartal dan giral (Grafik 1.38).
Arah kebijakan yang ditempuh juga berpengaruh pada komponen lain dalam
likuiditas perekonomian dalam arti luas (M2) yakni uang kuasi. Pertumbuhan uang
kuasi pada Desember 2013 tercatat 14,8% (yoy), mulai meningkat dibandingkan dengan
pertumbuhan Oktober 2013 sebesar 13,48% (yoy). Meskipun lebih rendah dibandingkan
dengan pertumbuhan akhir triwulan III 2013 sebesar 16,05% (yoy), kenaikan pertumbuhan
uang kuasi ini dipengaruhi oleh kenaikan suku bunga deposito dan menurunnya kegiatan
ekonomi sehingga masyarakat cenderung meningkatkan simpanan di perbankan. Namun
demikian, pengaruh kuat menurunnya pertumbuhan M1 mengakibatkan pertumbuhan M2
pada Desember 2013 tercatat 12,7% (yoy), menurun dari 14,6% pada triwulan
sebelumnya (Grafik 1.39).
25
25
%KontribusiPertumbuhanM1
20
20
15
15
10
10
%KontribusiPertumbuhanM2
M1
Kartal(COB)
GiroRupiah
5
Jan11Apr11 Jul11 Okt11Jan12Apr12 Jul12 Okt12Jan13Apr13 Jul13 Okt13
Grafik 1.38
Pertumbuhan M1 (Kontribusi)
0
Jan11 Mei11 Sep11 Jan12 Mei12 Sep12 Jan13 Mei13 Sep13
M2
M1
UangKuasi
Grafik 1.39
Pertumbuhan M2 (Kontribusi)
L a p o r a n K e b i j a k a n M o n e t e r | 22
25
%KontribusiPertumbuhanM2
%yoy
25
20
20
15
15
10
10
0
5
M2%yoy(RHS)
NFA
NDA
10
10
Jan11Apr11Jul11Okt11Jan12Apr12Jul12Okt12Jan13Apr13Jul13Okt13
Grafik 1.40
Pertumbuhan M2 (Faktor yang Berpengaruh)
Industri Perbankan
Moderasi ekonomi Indonesia yang terkendali ditopang oleh stabilitas sistem
keuangan yang tetap terjaga. Stabilitas sistem keuangan yang terjaga ditopang oleh
ketahanan industri perbankan yang tetap solid dengan risiko kredit, likuiditas dan pasar
yang cukup terjaga. Ketahanan industri perbankan juga ditopang oleh ketahanan modal
yang masih kuat.
Pertumbuhan kredit dalam tren melambat sejalan dengan permintaan domestik
yang melambat dan kenaikan suku bunga. Sebagaimana disampaikan sebelumnya,
pertumbuhan kredit pada triwulan IV 2013 menurun menjadi 21,4% (yoy) (17,4% dengan
menetralkan depresiasi nilai tukar), dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 23,1%
(yoy). Perlambatan kredit disumbang perlambatan KMK, yang memiliki pangsa hingga 48%
dari total kredit, menjadi 20,4% (yoy) dibandingkan triwulan sebelumnya 21,9% (yoy).
Pertumbuhan KK juga turun menjadi 13,7% (yoy) dibandingkan triwulan sebelumnya
17,2%. Sementara itu, pertumbuhan KI masih meningkat menjadi 35,0% (yoy)
dibandingkan triwulan sebelumnya 33,9% (yoy) (Grafik 1.41).
Secara sektoral, perlambatan kredit terutama dipengaruhi kredit ke sektor
perdagangan. Kredit sektor perdagangan (yang memiliki pangsa terbesar) tumbuh
melambat dari 35,74% (yoy) pada triwulan III 2013 menjadi 29,3% (yoy) pada pada
triwulan IV 2013. Sementara itu, penyaluran kredit ke sektor utama lain yaitu sektor jasa
dunia usaha dan industri pengolahan meningkat, masing-masing tumbuh sebesar 24,18%
(yoy) dan 29,63% (yoy), lebih tinggi daripada triwulan sebelumnya yang sebesar 23,99%
(yoy) dan 29,07 (yoy) (Grafik 1.42).
L a p o r a n K e b i j a k a n M o n e t e r | 23
%yoy
12
11
32
10
Pengangkutan
Perdagangan
KMK
KI
KK
BIRate(RHS)
Konstruksi
Listrik,AirdanGas
IndustriPengolahan
Pertambangan
Pertanian
Jan08
Mar08
Mei08
Jul08
Sep08
Nop08
Jan09
Mar09
Mei09
Jul09
Sep09
Nop09
Jan10
Mar10
Mei10
Jul10
Sep10
Nop10
Jan11
Mar11
Mei11
Jul11
Sep11
Nop11
Jan12
Mar12
Mei12
Jul12
Sep12
Nop12
Jan13
Mar13
Mei13
Jul13
Sep13
Nop13
Total
Sep13(%yoy)
JasaDuniaUsaha
18
11
Des13(%yoy)
JasaSosial
25
10
Des13(Kontribusi%yoy)
Lainnya
39
10
15
20
25
30
35
40
2012
Des
(TRp) 4,262.6
(TRp) 3,225.2
(TRp) 2,707.9
(%) 84.72
(%)
1.87
(%)
17.32
(%)
5.49
(%)
3.08
Jan
4,211.0
3,204.5
2,688.1
84.64
2.01
19.18
5.53
3.12
Feb
4,237.1
3,207.3
2,718.7
85.51
2.03
19.15
5.34
2.89
Mar
4,313.8
3,243.1
2,768.4
86.11
1.97
18.92
5.41
2.99
Apr
4,367.8
3,299.4
2,824.2
86.22
1.96
18.61
5.42
2.92
Mei
4,418.7
3,349.6
2,887.5
86.85
1.95
18.39
5.41
2.96
2013
Jun
Jul
4,461.8 4,510.3
3,374.4 3,392.9
2,959.1 3,021.1
88.38 89.76
1.88
1.87
17.98 17.95
5.43
5.46
2.98
3.00
Ags
4,581.1
3,440.2
3,067.4
89.86
1.99
17.89
5.46
2.99
Sep
4,737.3
3,526.2
3,147.2
89.92
1.86
18.00
5.48
3.01
Okt
4,717.0
3,520.9
3,159.5
90.40
1.91
18.36
5.50
3.03
Nov
4,817.8
3,563.4
3,214.4
90.95
1.88
18.60
5.51
3.04
Des
4,954.5
3,664.0
3,292.9
90.55
1.77
18.36
5.40
3.08
sejumlah sentimen positif global. Dari dalam negeri, kinerja IHSG juga didukung oleh
meningkatnya optimisme terhadap prospek ekonomi domestik seiring inflasi yang
terkendali dan membaiknya data neraca perdagangan.
Dinamika pasar saham pada triwulan IV 2013 dan Januari 2014 juga dipengaruhi
oleh perilaku asing. Pada triwulan IV 2013, investor asing membukukan net jual di pasar
saham domestik sebesar Rp11,11 triliun pada triwulan IV 2013 atau lebih tinggi
dibandingkan triwulan III 2013 yang mengalami net jual sebesar Rp8,54 triliun.
Perkembangan pada Januari 2014 menunjukkan perubahan dimana investor asing telah
kembali mencatatkan net beli sebesar Rp4,82 triliun (Grafik 1.43).
Dinamika berbeda terlihat pada pasar surat berharga negara (SBN), terutama pada
Januari 2014. Pasar SBN juga mengalami koreksi pada triwulan IV 2013 ditandai yield SBN
yang meningkat dipicu permasalahan yang hampir sama dengan pasar saham. Pada
triwulan IV 2013, yield SBN meningkat sebesar 11,68 bps menjadi 8,29% dibandingkan
dengan yield pada triwulan III 2013 yang sebesar 8,17%. Yield jangka pendek, menengah
dan panjang meningkat masing-masing sebesar 22,97 bps, 2,07 bps dan 15,83 bps
menjadi sebesar 7,62%, 8,34% dan 9,08% (Grafik 1.45). Kenaikan yield SBN berlanjut
pada Januari 2014 dimana yield SBN meningkat sebesar 31,56 bps menjadi 8,60%
dibandingkan Desember 2013 yang sebesar 8,29%. Yield jangka pendek, menengah, dan
panjang meningkat masing-masing sebesar 14,45 bps, 34,30 bps dan 48,90 bps menjadi
7,77%, 8,68% dan 9,57%.
L a p o r a n K e b i j a k a n M o n e t e r | 25
Tren yield SBN hingga Januari 2014 terindikasi mulai menarik minat investor asing
untuk menanamkan modal di SBN. Hal ini tercermin pada penempatan investor asing
selama triwulan IV 2013 yang membukukan net beli Rp29,69 triliun, lebih tinggi
dibandingkan dengan net beli triwulan III-2013 yang sebesar Rp11,18 triliun. Pada periode
yang sama, kepemilikan SBN oleh Perusahaan Asuransi, Dana Pensiun, dan BI mengalami
peningkatan, sementara kepemilikan SBN oleh perbankan tercatat menurun.
Perkembangan Januari 2014 menunjukkan aksi beli oleh asing masih berlanjut. Pada
Januari 2014, investor asing membukukan net beli sebesar Rp4,82 triliun meningkat
dibandingkan dengan kondisi Desember 2013 yang membukukan net jual sebesar Rp0,37
triliun (Grafik 1.46). Pembelian oleh asing utamanya terjadi pada SBN jangka menengah
dan panjang.
2012
2013
2014
Total Total Total TW I TW II TW III TW IV Total Jan Des TW I TW II TW III TW IV Total Jan Total
Non Bank
Saham
47,5 123,5 120,0 13,6 47,3 10,8 37,2 108,9 0,8 10,7 16,3 58,3 3,6 34,7 112,9 1,2 1,2
12,4 78,0 62,8 2,4 5,6 1,8 11,2 21,0 0,7 6,6 2,8 29,3 2,8 22,7 57,5 0,5 0,5
6,6
Obligasi
25,8 34,7 51,3 9,6 41,0 7,1 20,1 77,7 0,0 3,3 12,7 27,7 0,3 9,9 50,5 0,0 0,0
17,5
20,6
27,0
3,2
20,4
41,4
1,9
0,0
8,3
1,3
2,3
26,2
0,1
0,7
4,8
0,6
0,0
14,4
3,1
53,7
0,0 4,0
0,0 2,1
0,3
9,9
6,0
13,5
1,2
0,0
9,1
7,5
16,6
30,8
0,4
0,0
0,4
0,0
5,9 10,1 0,1 0,8 0,8 1,3 0,6 2,2 4,9 0,6 0,6
0,1
2,1
0,0 0,5
0,7
1,3
0,1
1,1
3,2
0,6
0,6
Sistem Pembayaran
Perkembangan sistem pembayaran dari kelompok tunai tetap solid sehingga dapat
menopang kegiatan ekonomi dan stabilitas sistem keuangan. Penyediaan uang guna
memenuhi peningkatan permintaan uang tunai menjelang perayaan Natal dan liburan
Tahun Baru dapat dilakukan dengan optimal. Pada triwulan IV 2013, rata-rata harian Uang
Kartal yang Diedarkan (UYD) tercatat sebesar Rp448,03 triliun, meningkat Rp11,78 triliun
atau naik 2,70% (qtq) dibandingkan triwulan III-2013. Angka UYD ini juga meningkat
Rp52,95 triliun atau 13,40% dibanding triwulan yang sama tahun sebelumnya (Grafik
1.47).
L a p o r a n K e b i j a k a n M o n e t e r | 26
500
18,2%
16,8%
450
400
17,4%
15,6%
14,2%
13,4%
12,7%
11,1%
350
300
250
200
150
TrwII
2011
TrwIV
2011
TrwII
2012
TrwIV
2012
Nominal(Rp.triliun)
TrwII
2013
20%
18%
16%
14%
12%
10%
8%
6%
4%
2%
0%
TrwIV
2013
Pertumbuhan(yoy)
Penyediaan uang tunai yang solid juga dibarengi dengan peningkatan kelayakan
uang beredar. Selama triwulan IV-2013, sejumlah 1,72 miliar lembar/keping Uang Tidak
Layak Edar (UTLE) telah dimusnahkan atau lebih tinggi 40,53% dibandingkan dengan
triwulan sebelumnya. Jumlah tersebut setara dengan Rp41,29 triliun atau lebih tinggi
37,82% dibandingkan periode sebelumnya. Rasio pemusnahan UTLE terhadap aliran uang
masuk tercatat sebesar 47,67%, lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan IV 2013 yang
tercatat sebesar 20,76%.
Dari sistem pembayaran non tunai, moderasi perekonomian domestik berdampak
pada menurunnya transaksi sistem pembayaran non tunai. Pada triwulan IV 2013,
nilai transaksi sistem pembayaran non tunai menurun sebesar Rp1.930 triliun atau 5,31%
dibanding triwulan sebelumnya. Penurunan ini terutama terjadi pada transaksi sistem BIRTGS yang disebabkan oleh menurunnya transaksi operasi moneter. Namun demikian,
volume transaksi non tunai pada triwulan IV 2013 tetap meningkat sebesar 94,7 juta atau
9,36% dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Peningkatan volume terjadi pada
semua jenis sistem pembayaran non tunai dengan kenaikan tertinggi pada transaksi APMK
khususnya kartu ATM dan kartu ATM/Debit yang umum digunakan masyarakat untuk
mendukung aktivitas ekonomi di seputar hari libur.
2013
QI
18,778.31
4,939.05
547.87
394.76
153.11
917.78
51.44
866.34
0.59
25,183.59
QII
21,410.43
5,299.69
605.66
414.81
190.84
989.61
55.23
934.38
0.68
28,306.07
QIII
26,369.46
8,259.94
680.80
421.16
259.64
1,039.45
57.08
982.36
0.90
36,350.55
Nilai(triliunRp)
%naik/(turun)
QIV
QtQ(IIItoIV)
24,403.82
7.45%
8,233.35
0.32%
707.99
3.99%
425.56
1.05%
282.43
8.78%
1,073.90
3.31%
59.62
4.44%
3.25%
1,014.28
0.74
17.88%
34,419.79
5.31%
L a p o r a n K e b i j a k a n M o n e t e r | 27
2013
QI
4,250.03
34.16
24,341.27
10,615.23
13,726.04
849,409.97
56,667.47
792,742.50
30,728.04
908,763.47
QII
4,498.99
34.16
25,946.38
10,902.14
15,044.24
917,524.30
59,557.75
857,966.56
34,259.61
982,263.43
QIII
4,263.52
28.52
26,270.70
10,596.93
15,673.77
945,361.63
61,329.42
884,032.21
35,850.06
1,011,774.42
VolumedalamRibu
%naik/(turun)
QIV
QtQ(IIItoIV)
4,621.03
8.39%
35.13
23.19%
27,751.07
5.64%
10,504.32
0.87%
17,246.75
10.04%
1,037,011.28
9.69%
61,543.89
0.35%
975,467.39
10.34%
37,063.07
3.38%
1,106,481.59
9.36%
Kendati nilai transaksi mengalami penurunan, sistem pembayaran non tunai tetap
dapat berjalan lancar menopang kegiatan ekonomi. Ketersediaan sistem Bank
Indonesia Real Time Gross Settlement (BI-RTGS) sebagai setelmen dana, BI-SSSS sebagai
setelmen surat berharga pemerintah dan Bank Indonesia, serta SKNBI mencapai 100%
pada triwulan IV 2013. Transaksi yang aman dan lancar juga terjadi pada Alat Pembayaran
dengan Menggunakan Kartu (APMK) seperti kartu ATM, kartu ATM/debet, dan kartu kredit
serta uang elektronik yang tidak mengalami gangguan, meskipun terjadi peningkatan
kegiatan pembayaran non tunai yang cukup besar di seputar hari raya Natal dan perayaan
Tahun Baru.
L a p o r a n K e b i j a k a n M o n e t e r | 28
PROSPEK PEREKONOMIAN
Perkembangan positif ekonomi triwulan IV 2013 dan Januari 2014 menjadi basis
penguatan pertumbuhan ekonomi ke depan. Bank Indonesia memperkirakan stabilitas
ekonomi yang kembali terkendali dan pertumbuhan ekonomi akan lebih seimbang
sehingga dapat menurunkan defisit transaksi berjalan ke level yang lebih sehat.
Pertumbuhan ekonomi 2014 diperkirakan mendekati batas bawah kisaran 5,8-6,2% dan
diikuti perbaikan sumber pertumbuhan ekonomi Indonesia sejalan perkiraan masih
berlanjutnya moderasi permintaan domestik dan ekspor yang membaik didorong perbaikan
ekonomi global. Defisit transaksi berjalan diprakirakan semakin turun ke arah yang sehat
dipengaruhi prospek perbaikan ekspor dan impor yang terkendali sejalan moderasi
permintaan domestik. Sementara itu, inflasi diprakirakan dapat terjaga pada kisaran
targetnya 4,51% dan berlanjut menurun pada kisaran 4,01% pada 2015. Sejalan
dengan pertumbuhan ekonomi tersebut, pertumbuhan kredit diperkirakan berada pada
kisaran 15-17% sehingga konsisten dengan upaya mengarahkan ekonomi menjadi lebih
sehat dan seimbang.
Bank Indonesia tetap mencermati beberapa risiko ekonomi baik dari global
maupun domestik, yang berpotensi mengganggu kembali stabilitas dan prospek
perekonomian. Dari global, faktor risiko antara lain terkait ketidakpastian normalisasi
kebijakan bank sentral AS (The Fed) dan potensi perlambatan ekonomi China. Risiko ini
dapat mempengaruhi prospek ekonomi Indonesia melalui jalur finansial dan jalur
perdagangan. Dari sisi domestik, beberapa risiko yang dapat meningkatkan tekanan inflasi
juga perlu dicermati seperti gangguan pasokan pangan, kenaikan beberapa barang
kelompok administered dan dampak depresiasi nilai tukar Rupiah.
Tabel 2.1
Proyeksi PDB Dunia (%)
2013
Proyeksi
2014
PDB Dunia
3.0
Jepang
1.7
1.7
Amerika Serikat
1.8
2.8
Kawasan Eropa
-0.4
0.9
0.2
0.9
Perancis
Jerman
Italia
3.6
0.6
1.6
-1.8
0.6
L a p o r a n K e b i j a k a n M o n e t e r | 29
Selain didukung pemulihan ekonomi negara maju, pertumbuhan global juga mulai
mendapat dorongan dari pertumbuhan ekonomi negara-negara emerging market.
Pertumbuhan ekonomi China diperkirakan masih timbuh di level yang tinggi, meskipun
termoderasi sejalan dengan kebijakan Pemerintah China mengelola pertumbuhan ekonomi
yang berkelanjutan. Selain itu, pertumbuhan ekonomi India juga diperkirakan meningkat
ditopang oleh pertumbuhan ekspor dan ekspektasi akan berlanjutnya kebijakan struktural
untuk mendukung Investasi (Tabel 1.1).
Prospek perekonomian global yang semakin baik, termasuk perbaikan negara
Eropa, diprakirakan akan menaikkan volume perdagangan internasional. Volume
perdagangan global di tahun 2014 diperkirakan sebesar 3,8%. Sejalan dengan itu, harga
komoditas dunia diperkirakan perlahan membaik seiring dengan sinyal perbaikan ekonomi
negara maju. Namun, harga minyak masih diproyeksikan turun dengan pertimbangan
adanya tambahan pasokan dari negara-negara non-OPEC, sedangkan peningkatan
permintaan seiring pemulihan ekonomi global masih terbatas.
Tabel 2.2
Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Sisi Permintaan
Komponen
2011
2012
4.7
3.2
2013
2013
2014*
5.3
6.4
5.3
4.9
5.2 - 5.6
5.9 - 6.3
4.5
5.2
5.1
4.4
7.4
-0.6
4.7
5.3
1.2
5.6 - 6.0
8.3 - 8.7
5.6 - 6.0
5.6
5.7
5.8
5.8 - 6.2
II
III
IV
5.3
1.3
5.2
0.4
5.1
2.2
5.5
8.9
8.8
13.6
13.3
9.7
2.0
6.7
5.5
3.6
0.0
4.5
4.8
0.7
6.5
6.3
6.0
5.8
Sumber : BPS
* Proyeksi Bank Indonesia
disumbangkan oleh investasi bangunan. Hal ini terkait dengan masih besarnya kebutuhan
infrastruktur untuk mendukung pertumbuhan ekonomi. Prospek kenaikan investasi juga
dipengaruhi prospek kenaikan PMA sejalan kondisi Indonesia yang merupakan tujuan
utama investasi di kawasan ASEAN berdasarkan ASEAN Business Survey 2014.
Pertumbuhan ekspor diprakirakan meningkat ditopang pertumbuhan dunia dan
membaiknya daya saing. Sebagian besar negara dan kawasan tujuan utama ekspor
Indonesia diprakirakan berada dalam tren pertumbuhan yang meningkat dalam beberapa
tahun ke depan sehingga berpotensi mendorong permintaan barang ekspor Indonesia.
Selain itu, berbagai langkah-langkah peningkatan daya saing, diantaranya dengan nilai
tukar yang lebih kompetitif dan diversifikasi pasar dan produk akan dapat mendukung
pertumbuhan ekspor masa yang akan datang.
Dengan perkembangan permintaan domestik dan ekspor tersebut, pertumbuhan
impor diprakirakan meningkat. Sejalan dengan perkiraan pertumbuhan investasi yang
tumbuh lebih tinggi, pertumbuhan impor barang modal dalam bentuk mesin dan
perlengkapan diprakirakan meningkat. Kegiatan produksi diprakirakan masih tetap kuat,
antara lain untuk memenuhi permintaan dalam negeri dan ekspor yang tumbuh
meningkat, mendorong permintaan impor akan bahan baku impor masih relatif tinggi.
Impor barang konsumsi diprakirakan masih akan tetap tumbuh sejalan dengan
pertumbuhan konsumsi rumah tangga yang masih cukup kuat.
Secara sektoral, pertumbuhan ekonomi masih tetap ditopang oleh sektor industri
pengolahan, sektor PHR, serta sektor pengangkutan dan komunikasi. Di samping
itu, Pemilu 2014 turut mendorong pertumbuhan ekonomi domestik melalui peningkatan
belanja iklan di sektor jasa keuangan, persewaan dan jasa perusahaan, serta sektor PHR
(Tabel 2.3). Namun, sektor pertambangan diprakirakan masih tumbuh terbatas antara lain
terkait penerapan UU Minerba di awal tahun 2014.
%Y-o-Y, Tahun Dasar 2000
Tabel 2.3
Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Sisi Penawaran
Sektor
2011
2012
Pertanian,Peternakan,Kehutanan,& Perikanan
3.4
4.2
1.4
1.6
Industri Pengolahan
6.1
2013
I
IV
2013
2014*
II
III
3.7
3.3
3.3
3.8
3.5
3.1
0.1
-0.6
2.0
3.9
1.3
1.5
- 1.9
5.7
6.0
6.0
5.0
5.3
5.6
5.6
- 6.0
4.8
6.2
7.9
4.0
3.8
6.6
5.6
6.1
- 6.5
6.6
7.4
6.8
6.6
6.2
6.7
6.6
6.4
- 6.8
9.2
8.1
6.5
6.4
6.1
4.8
5.9
5.9
- 6.3
10.7
10.0
9.6
10.9
9.9
10.3
10.2
6.8
7.1
8.2
7.7
7.6
6.8
7.6
6.8
- 7.2
Jasa-jasa
6.7
5.2
6.5
4.5
5.6
5.3
5.5
5.6
- 6.0
PDB
6.5
6.3
6.0
5.8
5.6
5.7
5.8
5.8
- 6.2
- 3.5
10.7 - 11.1
Sumber : BPS
* Proyeksi Bank Indonesia
subsektor Industri Makanan dan Minuman lebih tinggi dibandingkan tahun 2013. Pada
subsektor Industri Alat Angkut, diprakirakan terjadi peningkatan pertumbuhan akibat
aktivitas produksi dan ekspor mobil LCGC ke beberapa negara, serta dijadikannya
Indonesia sebagai basis produksi mobil-mobil baru. Pada gilirannya, peningkatan
produksi otomotif yang juga didukung dengan penyelesaian konstruksi pabrik Krakatau
Posco yang dapat meningkatkan kapasitas produksi baja, diprakirakan dapat
meningkatkan subsektor Industri Logam Dasar Besi.
Sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran (PHR) diprakirakan masih tumbuh
cukup tinggi pada kisaran 5,9-6,3% di tahun 2014. Pertumbuhan sektor PHR
diprakirakan terdorong oleh meningkatnya aktivitas ekonomi terkait Pemilu 2014
seperti pertemuan (Meetings, incentives, conferences, and exhibitions MICE), akan
mendorong pertumbuhan di subsektor perhotelan. Sementara itu, prospek pariwisata
sebagai salah satu penyumbang utama pertumbuhan di sektor ini diprakirakan
meningkat, dengan jumlah wisatawan baik mancanegara maupun domestik yang terus
meningkat, sehingga pada gilirannya berdampak positif terhadap perkembangan
industri pendukungnya seperti restoran, transportasi, dan retail. Selain itu,
pertumbuhan di sektor ini juga didukung oleh masih kuatnya konsumsi rumah tangga
akibat perbaikan daya beli masyarakat.
Sektor Pengangkutan dan Komunikasi 2014 diperkirakan akan tetap tumbuh tinggi
di sekitar 10,7-11,1% pada tahun 2014 sejalan dengan meningkatnya aktivitas
ekonomi domestik. Meningkatnya aktivitas perdagangan dan ekspor-impor mendorong
peningkatan pertumbuhan di subsektor pengangkutan antara lain berupa aktivitas bongkar
muat barang. Kegiatan Pemilu yang akan berlangsung pada tahun 2014 diprakirakan turut
mendorong pertumbuhan sektor ini, baik di subsektor pengangkutan maupun subsektor
komunikasi. Dalam rangka mendukung perkembangan angkutan darat, Pemerintah
berencana memperbanyak armada bus guna melayani jalur perintis. Di angkutan udara,
diperkirakan sebanyak 160 rute perintis akan dibuka untuk menghubungkan area terpencil.
Peningkatan jumlah armada sejumlah maskapai penerbangan domestik di sepanjang 2014
diprakirakan mampu mendorong laju pertumbuhan sektor angkutan. Subsektor
pengangkutan diperkirakan masih akan tumbuh tinggi di tengah kenaikan tarif jasa
angkutan terutama angkutan jalan raya pasca-kenaikan harga BBM bersubsidi, dan tekanan
nilai tukar rupiah yang mendorong naiknya biaya operasional maskapai terkait harga bahan
bakar avtur. Sejalan dengan ekspansi kelas menengah, kebutuhan akan penggunaan
telepon genggam dan cakupan jaringan komunikasi membuat kebutuhan terhadap data
dan traffic komunikasi terus bertambah. Kondisi ini tercermin pada data historis pengguna
telepon genggam yang meningkat dan rasio pengguna telepon genggam yang masih
rendah.
Sektor Keuangan, Real Estate, dan Jasa Perusahaan 2014 diprakirakan tumbuh
melambat pada kisaran 6,8-7,2%. Di subsektor keuangan, dampak peningkatan BI
Rate dan harga BBM di 2013 diperkirakan akan terlihat pada ekspansi kredit yang
tumbuh melambat. Meskipun tumbuh melambat, pertumbuhan di subsektor keuangan
diperkirakan masih akan cukup tinggi, antara lain yang berasal dari jasa pelayanan (feebased income). Namun, sektor ini menjadi sektor penting dalam mendorong
perekonomian domestik di 2014 terkait belanja pemilu melalui subsektor jasa
perusahaan, ditandai dengan peningkatan belanja iklan di berbagai media massa, baik
cetak maupun elektronik.
L a p o r a n K e b i j a k a n M o n e t e r | 32
menahan laju perlambatan di sektor ini, terutama pada subsektor perkebunan seperti
kelapa sawit, karet, dan kopi. Di sisi fiskal, Pemerintah juga mengantisipasi potensi
perlambatan tersebut melalui penetapan anggaran Rp15,5 triliun untuk Kementerian
Pertanian sebagaimana tertuang pada APBN 2014. Penggunaan anggaran tersebut
diarahkan untuk meningkatkan produksi, produktivitas pertanian, dan mutu produk
pertanian dalam rangka penguatan program ketahanan pangan nasional.
Prospek Inflasi
Tekanan inflasi diprakirakan terkendali sesuai dengan targetnya 4,5% 1% pada
tahun 2014 dan 4% 1% pada tahun 2015 (Grafik 2.1). Inflasi yang terkendali
tersebut didukung oleh konsistensi kebijakan Bank Indonesia dalam memastikan inflasi
bergerak dalam lintasan sasaran dan ditopang koordinasi erat dengan Pemerintah. Selain
itu, terkendalinya inflasi juga didukung oleh terbatasnya peningkatan harga komoditas
internasional dan relatif stabilnya nilai tukar rupiah.
L a p o r a n K e b i j a k a n M o n e t e r | 34
2014). Sementara itu, inflasi kelompok administered prices diperkirakan kembali menurun
dan berada pada level yang rendah. Hal itu dapat tercapai apabila tidak ada kebijakan
untuk menaikkan harga barang/jasa yang bersifat strategis.
Faktor Risiko
Bank Indonesia tetap mencermati beberapa risiko ekonomi baik dari global
maupun domestik, yang berpotensi mengganggu kembali stabilitas dan prospek
perekonomian. Risiko global perlu dapat perhatian karena dapat menurunkan prospek
ekonomi Indonesia melalui jalur perdagangan dan finansial. Lebih lanjut, risiko-risiko perlu
terus dicermati karena dapat kembali meningkatkan tekanan inflasi, memberikan tekanan
kepada sektor eksternal berupa masih tingginya defisit transaksi berjalan dan menurunnya
surplus transaksi modal finansial, menurunkan pertumbuhan ekonomi dan mengganggu
stabilitas sistem keuangan.
Dari sisi global, risiko berkaitan dengan ketidakpastian normalisasi kebijakan The
Fed. Risiko ini dipengaruhi respon Bank sentral AS (The Fed) yang dapat menormalisasi
stance kebijakan sejalan dengan indikasi perbaikan kondisi perekonomian AS. Sesuai
dengan strategi komunikasi forward guidance yang diberikan, The Fed menggunakan dua
indikator sebagai acuan untuk menaikan suku bunga. Indikator yang pertama adalah
tingkat pengangguran yang cukup rendah dengan treshold 6,5%. Indikator kedua yang
digunakan The Fed adalah tingkat inflasi dengan treshold 2%. Namun, policy statement
terakhir menyatakan bahwa level 6,5% untuk tingkat pengangguran adalah soft
treshold mengingat kondisi ketenagakerjaan sebenarnya tidak sebaik yang diprakirakan,
karena tingkat partisipasi yang menurun. Di tengah masih cukup besarnya kepemilikan
asing atas aset rupiah, ketidakpastian normalisasi kebijakan The Fed dapat berakibat pada
peningkatan preferensi risk off investor asing di negara berkembang dan bisa memicu
aliran modal keluar dan memberikan tekanan kepada nilai tukar rupiah dan pasar
keuangan.
Selain ketidakpastian normalisasi kebijakan The Fed, perekonomian juga
menghadapi risiko terkait perlambatan ekonomi China. Pertumbuhan ekonomi China
ke depan diperkirakan termoderasi di 2014 dan 2015 sejalan dengan kebijakan Pemerintah
China demi menjaga pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Risiko terhadap
perekonomian China juga terkait dengan lebih ketatnya kondisi likuiditas global ke depan
di tengah porsi pembiayaan ekonomi China oleh shadow banking yang cukup besar. Risiko
perlambatan ekonomi China sudah terindikasi dari perkembangan terkini yang
menunjukkan keyakinan konsumen di China yang menurun (Grafik 2.2).
L a p o r a n K e b i j a k a n M o n e t e r | 35
Dari sisi domestik, beberapa risiko perlu dapat perhatian karena dapat
meningkatkan tekanan inflasi. Risiko tersebut terkait dengan gangguan pasokan
pangan, kenaikan beberapa barang kelompok administered dan dampak depresiasi nilai
tukar Rupiah. Risiko kenaikan harga pangan terkait dampak banjir yang dapat menurunkan
pasokan dan mengganggu distribusi komoditas pangan. Tekanan inflasi semakin kuat jika
terjadi anomali cuaca, yang menimbulkan bencana banjir dan menganggu produksi dan
distribusi pangan seperti di 2002 dan 2007. BMKG memperkirakan banjir 2014 dapat lebih
buruk dibandingkan tahun sebelumnya mengingat intensitas curah hujan yang tinggi dapat
berlangsung sampai dengan Maret 2014. Sementara itu, beberapa barang kelompok
administered yang perlu dicermati ialah dampak kenaikan Tarif Tenaga Listrik. Untuk
dampak pelemahan rupiah terhadap inflasi 2014 sudah terindikasi di akhir 2013. Di awal
2014, pass-through rupiah tercermin pada kenaikan harga pada indlasi inti traded terutama
komoditas dgn kandungan impor tinggi, a.l otomotif, elektronik dan obat. Hasil survei BI
juga mengindikasikan bahwa pelaku usaha akan menaikkan harga jual di 2014, setelah
cenderung menahan di 2013 melalui penurunan margin keuntungan.
L a p o r a n K e b i j a k a n M o n e t e r | 36
L a p o r a n K e b i j a k a n M o n e t e r | 37
Sumber : DOTS,IMF
L a p o r a n K e b i j a k a n M o n e t e r | 38
Sumber : UN Comtrade
Paska krisis Global yang diikuti oleh pelemahan pertumbuhan ekonomi dunia,
pertumbuhan ekonomi dan neraca perdagangan Cina mengalami penurunan (Grafik
4). Perlambatan pertumbuhan ekonomi Cina memberikan dampak rambatan (spillover
effect) melalui jalur perdagangan, khususnya terhadap trade balance negara EM di
kawasan Asia. Dalam hal ini, penurunan trade balance paling besar dialami oleh India
dan Singapura.
Sementara itu, penurunan trade balance Indonesia tidak sebesar negaranegara EM yang mempunyai strength of linkage yang besar dengan Cina. Hal ini
berimplikasi terhadap pertumbuhan ekonomi negara-negara EM yang juga mengalami
perlambatan paska krisis global. Seperti halnya dampak pada trade balance,
pertumbuhan ekonomi India dan Singapura mengalami perlambatan yang paling
besar. Sementara pertumbuhan ekonomi Indonesia meskipun mengalami
perlambatan, namun relatif lebih stabil dibandingkan dengan negara-negara EM Asia
lainnya.
L a p o r a n K e b i j a k a n M o n e t e r | 39
Laporan Kebijakan Moneter dipublikasikan secara triwulanan oleh Bank Indonesia setelah Rapat Dewan
Gubernur (RDG) pada bulan Februari, Mei, Agustus, dan November. Selain dalam rangka memenuhi ketentuan
pasal 58 UU Bank Indonesia No. 23 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 3 Tahun 2004,
laporan ini berfungsi untuk dua maksud utama, yaitu: (i) sebagai perwujudan nyata dari kerangka kerja antisipatif
yang mendasarkan pada prakiraan ekonomi dan inflasi ke depan dalam perumusan kebijakan moneter, dan (ii)
sebagai media bagi Dewan Gubernur untuk memberikan penjelasan kepada masyarakat luas mengenai berbagai
pertimbangan permasalahan kebijakan yang melandasi keputusan kebijakan moneter yang ditempuh Bank
Indonesia.
Dewan Gubernur
Agus D.W. Martowardojo Gubernur
Mirza Adityaswara Deputi Gubernur Senior
Halim Alamsyah Deputi Gubernur
Ronald Waas Deputi Gubernur
Perry Warjiyo Deputi Gubernur
Hendar Deputi Gubernur
L a p o r a n K e b i j a k a n M o n e t e r | 40