Anda di halaman 1dari 17

EMERGING DAN RE-EMERGING DISEASE

SWINE FLU DAN AVIAN INFULENZA

DISUSUN OLEH:
Kelompok 1

Fitria Nurulfath

1102010105

M. Syarif Hidayatullah 1102010170


Adeprita Pratiwi H.

1102011004

Dila Rizky Pratiwi

1102011080

R.M. Affandi Akbar

1102011216

KEPANITERAAN ILMU KEDOKTERAN KOMUNITAS


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI
PERIODE 26 SEPTEMBER 2016 29 OKTOBER 2016
BAB I

PENDAHULUAN
I.1 Emerging Disease dan Re-Emerging Disease
Emerging disease adalah penyakit baru, masalah baru dan ancaman baru. Emerging
disease termasuk wabah penyakit menular yang tidak diketahui sebelumnya atau penyakit
menular baru yang insidennya meningkat signifikan dalam dua dekade terakhir.
Re-Emerging Disease adalah salah satu penyakit yang sebelumnya sudah dikontrol,
namun muncul kembali menjadi masalah kesehatan yang signifikan. Ini juga mengacu pada
penyakit yang awalnya terdapat pada satu area geografi yang sekarang menyebar ke daerah
lain.
Re-Emerging Infectious Disease dapat terjadi akibat perkembangan resistensi
organisme karena obat atau karena vektor dengan pestisida atau insektisida.
Faktor yang bertanggung jawab pada Re-Emerging dan Emerging disease adalah :

Perencanaan Pembangunan Kota yang tidak semestinya.


Ledakan penduduk, kondisi kehidupan yang miskin yang terlalu padat.
Industrialisasi dan urbanisasi.
Kurangnya pelayanan kesehatan.
Meningkatnya perjalanan internasional, globlisasi ( gaya hidup )
Perubahan prilaku manusia seperti penggunaan pestisida, penggunaan obat

antimicrobial
o yang bisa menyebabkan resistensi dan penurunan penggunaan vaksin.
Meningkatnya kontak dengan binatang.
Perubahan lingkungan karena adanya perubahan pola cuaca.
Evolusi dari microbial agent seperti variasi genetik, rekombinasi, mutasi dan adaptasi
Hubungan microbial agent dengan hewan perantara (zoonotic encounter)
Perpindahan secara massal yang membawa serta wabah penyakit tertentu (travel
diseases)

Ketika manusia terserang suatu penyakit infeksi, cenderung beranggapan bahwa


tertular dari orang lain. Sekitar 132 dari 175 (75%) kuman patogen penyakit infeksi manusia
mempunyai inang perantara organisme lain sebelum menyerang manusia. Keberadaan
patogen di lingkungan merupakan suatu bagian yang integral dengan ekosistem, membentuk

jejaring kompleks antar organisme yang mengatur timbulnya kejadian penyakit, transmisi dan
penyebaran.
Kontrol terhadap penyakit yang dilakukan oleh manusia juga mempengaruhi
distribusi populasi dari spesies tersebut. Manusia memiliki kepandaian yang lebih untuk
menghadapi penyakit. Ini dapat menyebabkan penyebaran penyakit jadi berpindah pada
hewan. Selain itu juga, manusia melakukan kontrol terhadap hewan-hewan yang menjadi
vektor dari penyakit. Tentu saja sebagai hasilnya populasi dari hewan yang menjadi vektor
penyakit akan menurun.
Emerging disease adalah suatu penyakit yang meningkat cepat kejadian dan
penyebarannya. Termasuk di dalamnya tipe-tipe infeksi baru yang merupakan akibat dari
perubahan organisme, penyebaran infeksi yang lama ke daerah atau populasi yang baru.
Terjadinya gangguan terhadap ekosistem telah menyebabkan perubahan komposisi ekosistem
dan fungsinya. Perubahan komposisi dan fungsi ekosistem mengakibatkan berubahnya
keseimbangan alam khususnya predator, serta patogen dan vektornya. Beberapa perubahan
ekosistem akibat aktivitas manusia yang mengganggu secara langsung ataupun tidak
langsung terhadap ekosistem antara lain : perkembangan pertanian, manajemen sumberdaya
air, deforestasi atau pertambangan.
Penyebab gangguan ekosistem sangat banyak, termasuk perubahan suhu rata-rata
lokal, perubahan siklus air, perubahan distribusi air akibat irigasi dan pembangunan
bendungan, perubahan akibat pencemaran pupuk dan pestisida, sampai pada perubahan akibat
urbanisasi. Umumnya gangguan ekosistem, kerusakan dan fragmentasi habitat terjadi sebagai
akibat dari konversi habitat alami menjadi lahan pertanian atau peternakan, pemukiman. Hal
tersebut menjadi penyebab utama meningkatnya penyakit infeksi menular pada manusia
dewasa ini.
Beberapa penyebab utama gangguan ekosistem yang menyebabkan ledakan penyakit
infeksi menular pada manusia meliputi : perusakan ekosistem hutan, sistem pengairan,
perkembangan pertanian, urbanisasi dan perubahan iklim.
1. Perusakan ekosistem hutan dan deforestasi
Hutan merupakan habitat asli banyak jenis serangga yang terlibat dalam transmisi
penyakit. Beberapa kelompok serangga yang menjadi vektor utama penyakit menular adalah
nyamuk Anopheles, Aedes, Culex dan Mansonia ; lalat hitam Simulium ; lalat Chrysops dan
3

lalat tsetse Glossina. Deforestasi menciptakan batas hutan dan interface baru yang memacu
pertumbuhan populasi hewan inang reservoir dan vektor. Secara bersamaan adanya batas
hutan yang baru seringkali menarik perhatian manusia untuk menghuni daerah perbatasan
hutan yang beresiko tinggi.
Kerusakan habitat hutan juga menyebabkan perubahan atau hilangnya vektor yang
sebelumnya menempati habitat tersebut. Ketidakberuntungnya adalah jenis vektor pengganti
ternyata merupakan inang yang lebih disukai oleh patogen dan mempunyai dominansi yang
tinggi terhadap populasi vektor sebelumnya. Deforestasi semacam ini menyebabkan
terjadinya penurunan biodiversitas vektor serangga hutan. Meledaknya penyakit malaria
akibat populasi nyamuk Anopheles yang meningkat, merupakan contoh paling umum akibat
deforestasi, seperti terjadi di negara-negara Asia tenggara dan Amerika Selatan.
Deforestasi juga menyebabkan terjadinya wabah penyakit manusia yang diperantarai
oleh siput. Wabah schistosomiasis terjadi akibat ledakan populasi siput yang menjadi vektor
dari cacing Schistosoma. Meningkatnya populasi satu jenis siput menjadi yang dominan di
ekosistem hutan yang rusak, telah menyebabkan berkurangnya biodiversitas siput dan
meningkatnya penderita schistosomiasis penduduk yang tinggal di sekitar hutan. Contoh
wabah schistosomiasis yang disebarkan oleh siput terjadi Kamerun dan Filipina.
2. Manajemen sumber dan badan air / Irigasi
Sumber air dan badan-badan air yang secara alamiah berupa sungai, rawa dan danau
merupakan habitat dari banyak jenis mahluk hidup yang membentuk ekosistem air tawar
seperti sungai, rawa dan danau. Pembangunan saluran irigasi, waduk dan bendungan telah
mengubah keseimbangan ekosistem yang menyebabkan terjadinya ledakan penyakit menular.
Contoh yang paling akurat adalah pada tahun 1990 di India terjadi wabah yang dikenal
dengan irrigation malaria yang menimpa lebih dari 200 juta penduduk pedesaan di India.
Hal ini terjadi akibat buruknya sistem irigasi yang menyebabkan terjadinya ledakan populasi
nyamuk Anopheles culicifacies yang merupakan vektor utama malaria di India.
Perubahan ekosistem sungai juga telah menyebabkan wabah penyakit schistosomiasis
yang disebarkan oleh vektor siput dan wabah penyakit onchocerciasis yang disebarkan oleh
lalat hitam Simulium, serta wabah malaria yang disebarkan oleh nyamuk Anopheles. Hal
tersebut terjadi karena terjadinya perubahan ekosistem sungai dapat menyebabkan
terbentuknya kolam-kolam still-water yang menjadi tempat breeding yang ideal bagi vektor4

vektor serangga tersebut. Beberapa kasus meledaknya penyakit schistosomiasis akibat


kerusakan ekosistem sungai terjadi di DAS bendungan Diama Senegal dan bendungan Aswan
di Mesir.
Perubahan ekosistem bendungan buatan manusia juga menyebabkan terjadinya wabah
schistosomiasis di Bendungan Aswan Mesir dan saluran irigasi sungai Nil di Sudan. Cacing
Schistosoma ternyata dibawa oleh nelayan pendatang, kemudian disebarkan oleh vektor
perantara yaitu siput Bulinus truncatus. Terjadinya kelimpahan populasi fitoplankton telah
menyebabkan ledakan populasi B. truncatus. Selain penyakit schistosomiasis, juga terjadi
wabah filariasis yang disebarkan oleh nyamuk Culex pipiens. Populasi Culex pipiens
meledak akibat terbentuknya water-table pada saluran irigasi yang arusnya tertahan.
3. Perkembangan pertanian
Pertanian dalam arti luas mencakup budidaya tanaman, perikanan dan peternakan.
Ternak dan unggas menjadi hewan reservoir dari banyak patogen penyakit menular manusia.
Perkembangan perikanan dan peternakan memberikan kontribusi pada penyebaran dan
munculnya penyakit menular baru.
Wabah penyakit salmonellosis yang disebabkan bakteri Gram negatif Salmonella
enteridis, terjadi pada daerah yang berdekatan dengan peternakan unggas (ayam). Ledakan S.
enteridis telah menghilangkan jenis Salmonella yang non patogenik pada manusia yaitu S.
gallinarum.
Wabah penyakit Japanese encephalitis (JE) yang disebabkan oleh virus yang
disebarkan nyamuk Culex sp. banyak terjadi di Cina, Nepal, India, Thailand, Sri Lanka dan
Taiwan. Penyakit JE merupakan endemik daerah pertanian padi, dengan babi sebagai hewan
reservoirnya. Ledakan wabah JE terjadi akibat perkembangan peternakan babi di negaranegara tersebut, yang menyebabkan virus JE meningkat jumlahnya.

4. Urbanisasi
Manusia modern di banyak negara di dunia melakukan urbanisasi ke kota-kota besar.
Hal itu menyebabkan populasi penduduk kota lebih besar dibandingkan penduduk desa.
Makin meningkatnya laju urbanisasi ke kota membutuhkan pemekaran daerah untuk
pemukiman, sehingga terjadi perubahan ekosistem di daerah suburban. Perubahan daerah
5

suburban telah menyebabkan ledakan penyakit menular manusia seperti demam berdarah
dengue (DBD) yang disebarkan oleh nyamuk Aedes aegypti, seperti terjadi di Singapura, Rio
de Janeiro dan Jakarta.
Pemukiman kumuh akibat urbanisasi merupakan lingkungan dengan sanitasi yang
sangat buruk. Genangan-genangan air banyak ditemukan di pemukiman kumuh dan sanitasi
yang buruk tersebut menjadi tempat berkembang biak yang ideal bagi nyamuk A. aegypti
yang menjadi vektor utama virus DBD.
Selain nyamuk, hewan reservoir yang menjadi vektor penyakit menular manusia yang
hidup di daerah pemukiman kumuh adalah tikus. Tikus menjadi hewan yang mengikuti
migrasi penduduk dari satu tempat ke tempat yang baru. Sanitasi lingkungan yang buruk
menambah

peluang

populasi

tikus

untuk

meledak

sampai

pada

tingkat

yang

mengkhawatirkan. Penyakit leptospirosis menjadi wabah yang banyak terjadi di pemukiman


kumuh.
5. Perubahan Iklim
Bukti iklim bumi yang meningkat dikarenakan gas greenhouse yang berasal dari
aktivitas manusia telah banyak buktinya, dan dampak dari iklim global telah merobah sistim
biologi yang mengkontrol terjadinya suatu penyakit. Perobahan iklim telah mengganggu
ekosistim sehingga mempengaruhi populasi serta interaksi antara vektor penyakit, inang dan
patogen. Ledakan penyakit kolera telah dihubungkan dengan peningkatan suhu dimana suhu
yang lebih panas tersedianya nutrisi seperti fitoplankton yang merupakan sumber makanan
dari copepod yang merupakan vektor Vibrio cholerae penyebab penyakit kolera. Perubahan
iklim juga mempengaruhi vektor penyakit seperti dicontohkan pada nyamuk. Nyamuk secara
umum repoduksinya meningkat, dan juga menggigit lebih banyak pada suhu yang lebih panas

6. Biogeografi Penyakit
Penyebaran penyakit tergantung pada faktor-faktor seperti: interaksi antara kesesuaian
abiotik, keterbatasan biotik, dan kemampuan penyebaran yang dicirikan dengan daerah
distribusi. Faktor faktor di atas telah menjadikan perpindahan geografi penyakit menjadi
sangat komplex.
6

Suatu spesies patogen mungkin memiliki toleransi yang besar terhadap abiotik kondisi
seperti temperatur, curah hujan atau radiasi matahari, namun faktor biotik seperti vektor
menyebabkan penyebarannya terbatas. Kekebalan tubuh juga sangat berperan seperti pada
penyakit Lesmaniasis yang disebabkan oleh Leishmania spp. Disamping itu ras manusia juga
mempengaruhi terjadinya penyakit.
Kemampuan mobility dari patogen membatasi penyebaran pada geografi potensial.
Patogen dan parasit adalah organisme mikroskopik dan sering tidak dilengkapi dengan
kemampun untuk bergerak, dengan demikian diasumsikan kemampuan meyebarnya rendah.
Namun karena mereka berasosiasi dengan inang yang lebih besar (vektor) memungkinkan
kemampuan menyebarnya menjadi sangat besar.

BAB II
SWINE FLU

II.1 DEFINISI
7

Flu babi adalah penyakit pernapasan yang menjangkiti babi. Disebabkan oleh
influenza tipe A, wabah penyakit ini pada babi rutin terjadi dengan tingkat kasus tinggi
namun jarang menjadi fatal. Penyakit ini cenderung mewabah di musim semi dan musim
dingin tetapi siklusnya adalah sepanjang tahun.
Flu babi (Swine influenza) adalah kasus-kasus influensa yang disebabkan oleh virus
Orthomyxoviridae yang endemik pada populasi babi. Galur virus flu babi yang telah diisolasi
sampai saat ini telah digolongkan sebagai Influenzavirus C atau subtipe genus Influenzavirus
A. Babi dapat menampung virus flu yang berasal dari manusia maupun burung,
memungkinkan virus tersebut bertukar gen dan menciptakan galur pandemik. Flu babi
menginfeksi manusia tiap tahun dan biasanya ditemukan pada orang-orang yang bersentuhan
dengan babi, meskipun ditemukan juga kasus-kasus penularan dari manusia ke manusia.
II.2 ETIOLOGI
Flu babi disebabkan oleh salah satu virus influenza babi, termasuk di antaranya virus
influenza tipe A subtipe H1N1, H1N2, H3N1, H3N2.
II.3 PENULARAN
Hingga saat ini para peneliti belum mengetahui secara pasti cara penularan virus flu
babi tersebut, seberapa lama waktu atau jarak yang dibutuhkan. Namun secara umum, virus
flumenyebar melalui batuk dan bersin yang tidak ditutupi atau saat seseorang menyentuh
mulut atau hidung dari tangan yang kotor. Mengingat virus flu dapat hidup di permukaan
kulit untuk beberapa jam. Layaknya saat seseorang menyentuh pegangan pintu yang
sebelumnya dipegang oleh orang lain yang bersin ditangannya. Daging babi yang dimasak
tidak akan menularkan flu jenis ini.

Flu babi biasanya tidak menjalar pada manusia, meski kasus sporadis juga terjadi dan
biasanya pada orang yang berhubungan dengan babi. Catatan mengenai kasus penularan dari
manusia ke manusia juga sangat jarang. Penularan manusia pada manusia flu babi
diperkirakan menyebar seperti flu musiman melalui batuk dan bersin. Dalam wabah yang kini
terjadi belum jelas apakah penyakit itu ditularkan dari manusia ke manusia.
II.4 MANIFESTASI KLINIS
Menurut Pusat Pengawasan dan Pencegahan Penyakit di Amerika Serikat, gejala
influensa ini mirip dengan influensa. Gejalanya seperti demam, batuk, sakit pada
kerongkongan, sakit pada tubuh, kepala, panas dingin, dan lemah lesu. Beberapa penderita
juga melaporkan buang air besar dan muntah-muntah. Dalam mendiagnosa penyakit ini tidak
hanya perlu melihat pada tanda atau gejala khusus, tetapi juga catatan terbaru mengenai
pasien. Sebagai contoh, selama wabah flu babi 2009 di AS, CDC menganjurkan para dokter
untuk melihat apakah jangkitan flu babi pada pasien yang di diagnosa memiliki penyakit
pernapasan akut memiliki hubungan dengan orang yang di tetapkan menderita flu babi, atau
berada di lima negara bagian AS yang melaporkan kasus flu babi.
Ciri-ciri dan gejala Swine Flu
a.
b.
c.
d.
e.

Demam yang muncul tiba-tiba lebih dari 37,8 derajat celcius.


Batuk.
Nyeri otot.
Sakit tenggorokan.
Kelelahan yang berlebihan.
9

f. Penderita muntah-muntah dan diare.


II.5 PENCEGAHAN DAN PENATALAKSANAAN
Cara pencegahan flu babi dapat melakukan langkah-langkah preventif sebagai berikut:
a. Tutupi hidung dan mulut Anda dengan tisu jika Anda batuk atau bersin. Kemudian buang
tisu itu ke kotak sampah.
b. Sering-seringlah mencuci tangan Anda dengan air bersih dan sabun, terutama setelah
Anda batuk atau bersin. Pembersih tangan berbasis alkohol juga efektif digunakan.
c. Jangan menyentuh mulut, hidung atau mulut Anda dengan tangan.
d. Hindari kontak atau berdekatan dengan orang yang sakit flu. Sebab influenza umumnya
menyebar lewat orang ke orang melalui batuk atau bersin penderita.
e. Jika Anda sakit flu, Anda sebaiknya tidak masuk kerja atau sekolah dan beristirahat di
rumah
Pemerintah Amerika mengatakan dua obat yang biasa digunakan untuk mengobati flu,
Tamiflu dan Relenza, tampaknya efektif dalam mengatasi kasus-kasus yang terjadi sejauh ini.
Belum jelas keefektifan vaksin flu yang kini ada dalam melindungi manusia dari virus baru
ini, karena secara genetik berbeda dengan jenis flu lain.

BAB III
AVIAN INFLUENZA
10

III.1 DEFINISI
Penyakit flu burung atau flu unggas (Bird Flu, Avian Influenza) adalah suatu penyakit
menular yang disebabkan oleh virus influenza tipe A dan ditularkan oleh unggas. Flu Burung
adalah penyakit influenza pada unggas, baik burung, bebek, dam ayam. Data lain
menunjukkan penyakit ini bisa terdapat burung puyuh dan burung onta.Penyakit ini menular
dari burung ke burung, tetapi dapat juga menular ke manusia. Penyakit ini dapat menular
lewat udara yang tercemar virus H5N1 yang berasal dari kotoran atau sekret burung atau
unggas yang menderita influenza. Sampai saat ini belum terbukti adanya penularan dari
manusia ke manusia. Penyakit ini terutama menyerang peternak unggas.

III.2 ETIOLOGI
Penyebab flu burung adalah virus influenza, yang termasuk tipe A subtipe H5, H7 dan
H9. Virus H9N2 tidak menyebabkan penyakit berbahaya pada burung, tidak seperti H5 dan
H7. Virus flu burung atau avian influenza ini awalnya hanya ditemukan pada binatang seperti
burung, bebek dan ayam. Namun sejak 1997, virus ini mulai "terbang" ke manusia ( penyakit
zoonosis ). Subtipe virus yang ditemukan pada akhir tahun 2003 dan awal tahun 2004, baik
pada unggas maupun pada pasien di Vietnam dan Thailand, adalah jenis H5N1. Perlu
diketahui bahwa virus influenza pada umumnya, baik pada manusia atau pada unggas, adalah
dari kelompok famili Orthomyxoviridae. Ada beberapa tipe virus influenza pada manusia dan
binatang yaitu virus influenza tipe A, B dan C. Virus influenza tipe A memiliki dua sifat
mudah berubah : antigenic shift dan antigenic drift, dan dapat menyebabkan epidemi dan
pandemi. Pada manusia, virus A dan B dapat menyebabkan wabah flu yang cukup luas.

III.3 PATOFISIOLOGI

11

Flu burung bisa menulari manusia bila manusia bersinggungan langsung dengan ayam
atau unggas yang terinfeksi flu burung. Virus flu burung hidup di saluran pencernaan unggas.
Unggas yang terinfeksi dapat pula mengeluarkan virus ini melalui tinja, yang kemudian
mengering dan hancur menjadi semacam bubuk. Bubuk inilah yang dihirup oleh manusia
atau binatang lainnya. Menurut WHO, flu burung lebih mudah menular dari unggas ke
manusia dibanding dari manusia ke manusia. Belum ada bukti penyebaran dari manusia ke
manusia, dan juga belum terbukti penularan pada manusia lewat daging yang dikonsumsi.
Satu-satunya cara virus flu burung dapat menyebar dengan mudah dari manusia ke manusia
adalah jika virus flu burung tersebut bermutasi dan bercampur dengan virus flu manusia.
Virus ditularkan melalui saliva dan feses unggas. Penularan pada manusia karena kontak
langsung, misalnya karena menyentuh unggas secara langsung, juga dapat terjadi melalui
kendaraan yang mengangkut binatang itu, di kandangnya dan alat-alat peternakan ( termasuk
melalui pakan ternak ). Penularan dapat juga terjadi melalui pakaian, termasuk sepatu para
peternak yang langsung menangani kasus unggas yang sakit dan pada saat jual beli ayam
hidup di pasar serta berbagai mekanisme lain. Secara umum, ada 3 kemungkinan mekanisme
penularan dari unggas ke manusia.Dalam hal penularan dari unggas ke manusia, perlu
ditegaskan bahwa penularan pada dasarnya berasal dari unggas sakit yang masih hidup dan
menular. Unggas yang telah dimasak, digoreng dan lain-lain, tidak menularkan flu burung ke
orang yang memakannya. Virus flu burung akan mati dengan pemanasan 80C selama 1
menit.
Kemampuan virus flu burung adalah membangkitkan hampir keseluruhan respon "bunuh
diri" dalam sistem imunitas tubuh manusia. Makin banyak virus itu tereplikasi, makin banyak
pula produksi sitokin-protein dalam tubuh yang memicu peningkatan respons imunitas dan
berperan penting dalam peradangan. Sitokin yang membanjiri aliran darah karena virus yang
bertambah banyak, justru melukai jaringan tubuh (efek bunuh diri). Flu Burung banyak

12

menyerang anak-anak di bawah usia 12 tahun. Hampir separuh kasus flu burung pada
manusia menimpa anak-anak, karena sistem kekebalan tubuh yang belum begitu kuat.

III.4 MANIFESTASI KLINIS


Gejalanya demam, batuk, sakit tenggorokan, sakit kepala, nyeri otot dan sendi, sampai
infeksi selaput mata ( conjunctivitis ). Bila keadaan memburuk, dapat terjadi severe
respiratory distress yang ditandai dengan sesak nafas hebat, rendahnya kadar oksigen darah
serta meningkatnya kadar CO2.

Tanda dan Gejala Pada Unggas


Gejala pada unggas yang sakit cukup bervariasi, mulai dari gejala ringan (nyaris tanpa
gejala), sampai sangat berat. Hal ini tergantung dari keganasan virus, lingkungan, dan
keadaan unggas sendiri. Gejala yang timbul seperti jengger berwarna biru, kepala bengkak,
sekitar mata bengkak, demam, diare, dan tidak mau makan. Dapat terjadi gangguan
pernafasan berupa batuk dan bersin. Gejala awal dapat berupa gangguan reproduksi berupa
penurunan produksi telur. Gangguan sistem saraf dalam bentuk depresi. Pada beberapa kasus,
unggas mati tanpa gejala. Kematian dapat terjadi 24 jam setelah timbul gejala. Pada kalkun,
kematian dapat terjadi dalam 2 sampai 3 hari.

III.5 PENATALAKSANAAN
Dapat bersifat simtomatik sesuai gejala yang ada; jika batuk dapat diberi obat batuk dan
jika sesak dapat diberi bronkodilator. Pasien juga harus mendapat terapi suportif, makanan
yang baik dan bergizi, jika perlu diinfus dan istirahat cukup. Secara umum daya tahan tubuh
pasien haruslah ditingkatkan. Selain itu dapat pula diberikan obat anti virus. Ada 2 jenis yang
tersedia : kelompok M2 inhibitors yaitu amantadine dan rimantadine serta kelompok dari

13

neuraminidase inhibitors yaitu oseltamivir dan zanimivir. Amantadine dan rimantadine


diberikan pada awal penyakit, 48 jam pertama selama 3 - 5 hari, dengan dosis 5 mg/kg
bb./hari, dibagi 2 dosis. Jika berat badan lebih dari 45 kg diberikan 100 mg 2 kali sehari.
Sedangkan oseltamivir diberikan 75 mg, 1 kali sehari selama 1 minggu. Pengalaman tahun
1997 di Hongkong menunjukkan bahwa amantadine dan rimantadine masih sensitif terhadap
H5N1 secara in vitro, sementara di Vietnam (2004) pernah dilaporkan kedua obat itu sudah
tidak mempan lagi terhadap jenis virus yang ada di sana. Tetapi laporan WHO Global
Influenza Surveillance Network yang melakukan penelitian pada 4 isolat H5N1 dari manusia
dan 33 isolat dari unggas pada bulan Februari 2004 menunjukkan oseltamivir masih sensitif
terhadap virus yang ada.

III.6 PENCEGAHAN
Kebiasaan pola hidup sehat tetap berperanan penting. Secara umum pencegahan flu
tentunya tetap menjaga daya tahan tubuh, makan yang seimbang dan bergizi, istirahat teratur
dan olahraga teratur. Penanggulangan terbaik saat ini memang berupa penanganan langsung
pada unggas yaitu pemusnahan unggas atau burung yang terinfeksi flu burung, dan vaksinasi
unggas yang sehat.
1. Pencegahan pada manusia
a. Kelompok berisiko tinggi ( pekerja peternakan dan pedagang )
Mencuci tangan dengan desinfektan dan mandi sehabis bekerja.
Hindari kontak langsung dengan unggas yang terinfeksi flu burung.
Menggunakan alat pelindung diri ( contoh : masker dan pakaian kerja ).
Meninggalkan pakaian kerja di tempat kerja.
Bahan yang berasal dari saluran cerna unggas, seperti tinja harus ditatalaksana
dengan baik ( ditanam atau dibakar ) agar tidak menjadi sumber penularan bagi

orang di sekitarnya.
Kandang dan tinja tidak boleh dikeluarkan dari lokasi peternakan.
Alat-alat yang digunakan dalam peternakan harus dicuci dengan desinfektan.
Bersihkan kandang dan alat transportasi yang membawa unggas.
Lalu lintas orang keluar masuk kandang dibatasi.
14

Imunisasi unggas yang sehat


b. Masyarakat Umum
Menjaga daya tahan tubuh dengan makan makanan bergizi dan istirahat cukup.
Tidak mengimpor daging ayam dari tempat yang diduga terkena wabah avian flu
Mengolah unggas dengan cara yang benar, yaitu :
Pilih unggas yang sehat (tidak terdapat gejala-gejala penyakit di tubuhnya).
Memasak daging ayam sampai dengan suhu 80C selama 1 menit dan telur sampai
dengan suhu 64C selama 5 menit.

BAB IV
KESIMPULAN

Emerging diseases adalah wabah penyakit menular yang tidak diketahui sebelumnya atau
penyakit menular baru yang insidennya meningkat signifikan dalam dua dekade terakhir,
contohnya Swine Flu dan Avian Influenza. Re-emerging diseases adalah wabah penyakit
menular yang muncul kembali setelah penurunan yang signifikan dalam insiden di masa
lampau.

15

Flu babi (Swine influenza) adalah kasus-kasus influensa yang disebabkan oleh virus
Orthomyxoviridae yang endemik pada populasi babi. Galur virus flu babi yang telah diisolasi
sampai saat ini telah digolongkan sebagai Influenzavirus C atau subtipe genus Influenzavirus
A. Babi dapat menampung virus flu yang berasal dari manusia maupun burung,
memungkinkan virus tersebut bertukar gen dan menciptakan galur pandemik. Flu babi
menginfeksi manusia tiap tahun dan biasanya ditemukan pada orang-orang yang bersentuhan
dengan babi, meskipun ditemukan juga kasus-kasus penularan dari manusia ke manusia.
Penyakit flu burung atau flu unggas (Bird Flu, Avian Influenza) adalah suatu penyakit
menular yang disebabkan oleh virus influenza tipe A dan ditularkan oleh unggas. Penyakit ini
dapat menular lewat udara yang tercemar virus H5N1 yang berasal dari kotoran atau sekreta
burung atau unggas yang menderita influenza. Sampai saat ini belum terbukti adanya
penularan dari manusia ke manusia. Penyakit ini terutama menyerang peternak unggas
(penyakit akibat kerja). Flu burung bisa menular pada manusia jika manusia bersinggungan
langsung dengan ayam atau unggas yang terinfeksi flu burung. Virus ditularkan melalui saliva
dan feses unggas. Penularan pada manusia karena kontak dengan berbagai jenis unggas
terinfeksi, atau tidak langsung.

DAFTAR PUSTAKA
1.

Departemen Kesehatan R.I. 2006. Pedoman Penatalaksanaan Flu Burung di Sarana


Pelayanan Kesehatan. Jakarta

2.

Doenges, Moorhouse & Geissler. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman &


Pendokumentasian Perawatan Pasien. F.A. Davis Philadelphia, Pennsylvania.USA

3.

Abi, Nursing. 2009. Peran Perawat Komunitas dalam Praktek Asuhan Keperawatan.
Diakses pada tanggal 3 desember 2010 dari http://abimuhlisin.blogspot.com/.

4.

Komnas FBPI. Tentang Flu Burung. Diakses pada tanggal 20 november 2010 dari

5.

http://www.komnasfbpi.go.id/
Admin. 2009. Apakah Flu Burung?. Diakses pada tanggal 24 november 2010 dari
http://goldgamat.com/
16

17

Anda mungkin juga menyukai